Anda di halaman 1dari 27

PUBLISIA

JURNAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


Diterbitkan Oleh
Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Merdeka Malang

PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) merupakan terbitan berkala ilmiah yang diterbitkan Oleh
Program Studi Administrasi Publik - FISIP Universitas Merdeka Malang. Memuat berbagai hasil kajian
teoritik dan hasil penelitian di bidang Administrasi Publik dengan tujuan untuk membangun kolaborasi
antar komunitas epistemik di bidang Administrasi Publik.
Awal berdirinya, ditahun 1997 jurnal ini bernama "Publisia: Jurnal Kebijakan Publik" terbit sebanyak 4 kali
dalam setahun, kemudian ditahun 2004 mendapatkan ISSN (p) 1410-0983 dengan judul terbitan "Publisia:
Jurnal Sosial dan Politik". Ditahun 2014, terbitan berkala ini berganti judul dengan "PUBLISIA (Jurnal Ilmu
Administrasi Publik) yang terbit secara cetak. Ditahun 2016 terbit dalam 2 versi (Cetak dan Online),
perubahan sub judul pada terbitan berkala ini diajukan pembaruan sehingga ISSN (p): 2541-2515, di versi
online ISSN (e): 2541-2035. Setiap tahun terbit sebanyak 2 kali, di Bulan April dan Oktober.
Link Jurnal Online: http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jkpp

Ketua Penyunting
Chandra Dinata

Wakil Ketua Penyunting


Umi Chayatin

Penyunting Pelaksana
Budhy Priyanto
Catur Wahyudi
Praptining Sukowati
Dwi Suharnoko

Penyunting Ahli
Sukardi (Universitas Merdeka Malang)
Purwo Santoso (Universitas Gadjah Mada)
Bambang Supriono (FIA Universitas Brawijaya Malang)
Mas’ud Said (Universitas Muhammadiyah Malang)
Agus Solahuddin, MS. (Universitas Merdeka Malang)
Yopi Gani (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian)
Kridawati Sadhana (Universitas Merdeka Malang)
Sujarwoto (FIA Universitas Brawijaya Malang)
Tri Yumarni (Universitas Jenderal Soedirman)

Mitra Bestari
Mudjianto (Universitas Negeri Malang)

Alamat Penyunting & Tata Usaha: Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)
Unversitas Merdeka Malang, Jl. Terusan Raya Dieng 62-64 Malang 65145,
Telp. (0341) 580537, e-mail: publisia.jopad@unmer.ac.id
PUBLISIA
JURNAL ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK - FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

VOLUME 01, NOMOR 02, OKTOBER 2016

DAFTAR ISI

Budhy Prianto Partai Politik, Fenomena Dinasti Politik Dalam


Pemilihan Kepala Daerah, dan Desentralisasi 105-117

Rijal Ramdani Pendelegasian Kewenangan Dalam Pengelolaan


Hutan: Studi Kasus Kelompok Tani Hutan (KTH)
Kemasyarakatan Sedyo Makmur Kecamatan
Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta 118-131

Wydha Mustika Maharani Kebijakan Pendidikan Gratis Bagi Masyarakat


Sukardi Kota Blitar (Studi Implementasi Program Rintisan
Wajib Belajar 12 Tahun Berdasarkan Peraturan
Walikota Blitar Nomor: 8 Tahun 2015) 132-152

Catur Wahyudi Relevansi Theologi Rasionalis Islam dan Nilai


Kejuangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam
Mempertahankan Eksistensinya 153-169

Venezia Indra Ghassani Bentuk Hubungan Pers dengan Pemerintah


Praptining Sukowati Terkait dengan Fungsi Media Sebagai Kontrol
Sosial 170-182

Khoiron Akuntabilitas Pemerintahan Desa; Sebuah Telaah


atas Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2011
tentang Biaya Administrasi Pelayanan di Desa
Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang 183-195

Sri Hartini Jatmikowati Desa dan Legitimasi Keberdayaan Sosial; Telaah


Titot Edy Suroso Implementasi Kebijakan Undang-undang No.
6/2014 Tentang Desa Di Kabupaten Malang 196-211
KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS BAGI MASYARAKAT KOTA BLITAR
(Studi Implementasi Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun Berdasarkan Peraturan
Walikota Blitar Nomor: 8 Tahun 2015)

Wydha Mustika Maharani ¹


Sukardi ²
¹ Mahasiswa Magister Administrasi Publik – Universitas Merdeka Malang
² Dosen Program Studi Administrasi Publik, FISIP Universitas Merdeka Malang

Email: wydhamustika7@gmail.com

Abstract
This research was done relation with the emergency of the problem about effort for poverty reduction understaken by
governments who often considered lacking et maximal, because had a negative impact which make work lazy
cultural and drape their life on the aid given by the government. The relation to that, so government of Blitar City has
set a way to solve these problems by apply stub “Policy Free Education for The Civil Society at Blitar City through
Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun”. This research carrying to answer over (1) How is the implementation of
program rintisan wajib belajar 12 tahun” at Blitar City, (2) How is the performance implementation, and (3) What is
the dynamics that appear in the process of the implementation. This research used mixed methods approach with
the use model of concurrent triangulation. The data collection techniques by interviews, observation, documentation
and questionnaire. Based on the research results can be obtained that in the program implementation have been
good enough, that was reviewed of some aspect: initiation taken by the mayor to development human resources
through program rintisan wajib belajar 12 tahun”. Support a sufficient budget resources. The results of the
implementation of seen from scoring output indicators are program of them: free education reached all students at
public schools and private schools. Free education considered beneficial for less well of students and not influential
for capable students. The support factor: implementing officials who prioritize education above other sectors. While
factors that hampers: the weakness regulation “Program Wajib Belajar 12 Tahun” resulting tug diversion of authority
to manage a high school education, the lack of role from parents in terms of children education, the lack of
socialization from sides of school about free schooling program.

Key Word: Policy Implementation, social deprivation and poverty, decentralization of education

Intisari
Penelitian ini dilakukan terkait dengan munculnya permasalahan mengenai upaya penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan oleh Pemerintah yang sering kali dinilai kurang mendapatkan hasil yang maksimal, karena menimbulkan
dampak negatif yaitu menciptakan budaya malas bekerja serta menggantungkan hidupnya pada bantuan yang
diberikan oleh pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kota Blitar telah menetapkan solusi
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menerapkan Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun.
Penelitian ini mencoba menjawab atas (1) bagaimana implementasi program rintisan wajib belajar 12 tahun di Kota
Blitar; (2) bagaimana kinerja implementasinya; (3) apa saja dinamika yang muncul dalam proses implementasi.
Penelitian ini menggunakan metode kombinasi dengan menggunakan model concurrent triangulation. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dokumentasi, dan kuisioner. Berdasarkan hasil penelitian dapat
diperoleh bahwa di dalam implementasi program sudah dilaksanakan dengan cukup baik, hal tersebut ditinjau dari
beberapa aspek diantaranya: Adanya inisiasi yang diambil oleh Walikota untuk mengembangkan sumberdaya
manusia melalui Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun. Dukungan sumberdaya anggaran yang memadai. Hasil
implementasi dilihat dari penilaian indikator keluaran program diantaranya: pendidikan gratis sudah menjangkau
seluruh pelajar baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta; pendidikan gratis dinilai bermanfaat bagi siswa
kurang mampu dan tidak bergitu berpengaruh bagi siswa mampu. Faktor pendukung: adanya komitmen pejabat
pelaksana yang lebih memprioritaskan pendidikan di atas sektor yang lain. Sedangkan faktor penghambat:
lemahnya regulasi wajib belajar 12 tahun mengakibatkan tarik ulur pengalihan kewenangan pengelolaan pendidikan
sekolah menengah, kurangnya peran serta orang tua dalam hal pendidikan anak, Kurangnya sosialisasi dari pihak
sekolah terkait program pendidikan gratis.

Kata Kunci: Implementasi kebijakan, deprivasi sosial dan kemiskinan, desentralisasi pendidikan

132 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
PENDAHULUAN prasarana untuk mendukung kegiatan sosial
Kemiskinan merupakan salah satu persoalan ekonomi, pemberdayaan masyarakat, serta
yang sangat menarik untuk diperbincangkan. penguatan kelembagaan dan perlindungan sosial.
Indonesia pada tahun 2014 berpenduduk sekitar Strategi langsung yang dilakukan oleh
252 juta jiwa, jumlah penduduk miskin sebesar pemerintah untuk mengatasi kemiskinan sering
27,73 juta jiwa dan pada tahun 2015 mencapai kali dinilai kurang mendapatkan hasil yang
28,59 juta jiwa (BPS, 2016). Dari total tersebut maksimal karena menimbulkan dampak negatif
terlihat bahwa setiap tahunnya jumlah penduduk yaitu menciptakan budaya malas bekerja karena
miskin mengalami peningkatan. Masalah hidupnya bergantung pada bantuan yang
kemiskinan tidak boleh dipandang sebelah mata, diberikan oleh pemerintah. Belum lagi jika bantuan
karena telah banyak menjerumuskan masyarakat yang diberikan kurang tepat sasaran, warga yang
lapisan bawah kedalam jurang kemiskinan seharusnya mendapat bantuan justru tidak
sehingga pemerintah perlu melakukan upaya terus menerima sedangkan warga yang tegolong
menerus untuk memerangi/memecahkan masalah mampu malah menerima bantuan. Bantuan yang
penduduk yang terbelenggu oleh jurang tidak tepat sasaran tersebut dapat mengakibatkan
kemiskinan. pemborosan dalam anggaran dan terkesan
Indonesia ikut berkomitmen dalam agenda menghambur-hamburkan anggaran.
pembangunan global pada kerangka tujuan Upaya pengentasan kemiskinan ditujukan
pembangunan berkelanjutan yang sering disebut kepada penduduk miskin tanpa mengambil
Sustainable Development Goals. Mulai tahun 2016 sasaran secara utuh. Misalnya saja keluarga yang
hingga tahun 2030 program Sustainable mempunyai anak yang kebanyakan tidak
Development Goals (SDGs) dijalankan. SDGs bersekolah. Warga miskin yang memiliki anak
memiliki 17 target yang mana target pertama yang tidak sekolah tersebut biasanya disebabkan
adalah menghapus kemiskinan. Untuk dapat oleh himpitan ekonomi (tuntutan kebutuhan
mencapai target tersebut pemerintah daerah di keluarga) dan bisa muncul dari keluarga kurang
seluruh Indonesia perlu bekerja keras dan harmonis (broken home) sehingga anak kurang
berkomitmen untuk memerangi kemiskinan. mendapatkan perhatian khususnya dalam hal
Upaya penanganan kemiskinan sering pendidikan. Yang lebih parah adalah indikasi
dilakukan oleh pemerintah, baik dengan strategi pemaksaan orang tua terhadap anak untuk
langsung maupun tidak langsung. Strategi bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
langsung yang dilakukan pemerintah dapat berupa keluarga sehingga lebih memilih berhenti
pemberian bantuan sosial seperti bantuan bersekolah.
langsung tunai, pemberian beras miskin dan Potret seperti itu sering dijumpai di Indonesia
pemberian bantuan dana sebagai modal usaha umumnya di kota-kota besar atau diperkotaan,
mikro kecil menengah. Sedangkan strategi tidak sehingga upaya pengentasan kemiskinan juga
langsung melalui penyediaan sarana dan perlu diarahkan pada keluarga miskin yang
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 133
memiliki anak yang masih membutuhakan sama yakni dengan mencanankan program
pendidikan baik pada tingkat pendidikan rintisan wajib belajar 12 tahun” pada tingkat
SD/SMP/SMA/setara. Anak keluarga miskin yang pendidikan SD/SMP/SMA/setara bagi seluruh
memerlukan pendidikan tersebut perlu dibantu sekolah baik negeri maupun swasta. Program
pemberdayaannya melalui pendidikan yang cukup tersebut digagas oleh Walikota Blitar tersebut
sehingga dapat menanggulangi bertambahnya tertuang di dalam Peraturan Walikota Blitar No. 8
keluarga miskin baru. Pendidikan dapat menjadi Tahun 2015 dan sudah diimplementasikan sejak
investasi untuk memperoleh penghidupan yang tahun 2011 sehingga program tersebut sudah
lebih baik di masa depan dan turut terlibat dalam berjalan hampir 6 tahun.
proses pembangunan. Dengan pendidikan yang Program rintisan wajib belajar 12 tahun ini
terprogram dengan baik dan menjangkau semua dilaksanakan bukan semata karena adanya
kalangan maka pendidikan menjadi instrumen masalah pendidikan yang dihadapi oleh
paling efektif untuk memotong mata rantai Pemerintah Kota Blitar sebelumnya, namun
kemiskinan. program ini salah satu wujud dari janji kampanye
Selain itu pentingnya pendidikan juga Calon Walikota Blitar yang terpilih periode 2011-
terdapat di UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem 2015. Berdasarkan uraian latar belakang di atas
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa maka penulis tertarik mengangkat judul “Kebijakan
pemerintah dan pemerintah daerah wajib Pendidikan Gratis Bagi Masyarakat Kota Blitar
memberikan layanan dan kemudahan serta Studi Implementasi Program Rintisan Wajib
menjamin terselenggaranya pendidikan yang Belajar 12 Tahun”. Berdasarkan Peraturan
bermutu bagi setiap warga negara tanpa Walikota Blitar No. 8 Tahun 2015”, guna melihat
diskriminasi. Sehingga tidak menutup sejauh mana implementasi program tersebut
kemungkinan bagi penduduk kurang mampu untuk berjalan.
memperoleh pendidikan yang layak. Sehubungan
dengan berbagai permasalahan kemiskinan yang TINJAUAN PUSTAKA
telah dijabaran di atas serta tidak optimalnya Implementasi Kebijakan Publik
program-program penanggulangan kemiskinan, Istilah kebijakan (policy) menurut Thomas R.
maka Pemerintah Kota Blitar mencanankan Dye (1998:2): “Public policy is whatever
pendidikan gratis bagi masyarakat Kota Blitar governments choose to do or not to do. (apapun
melalui program rintisan wajib belajar 12 tahun. yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak
Walaupun luas Kota Blitar dan pendapatan dilakukan)”. Menurutnya, kebijakan tidak harus
daerah tidak sebesar DKI Jakarta, namun dari sisi dilakukan tetapi juga ada hal-hal yang sengaja
program yang digagas, tidak mau kalah dengan tidak dilakukan, karena sama-sama mempunyai
DKI Jakarta. Jika DKI Jakarta pengaruh terhadap publik. Sedangkan istilah
mengimplementasikan program Kartu Jakarta publik (public) adalah berisi aktivitas manusia yang
Pintar, di Kota Blitar pun melakukan hal yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh

134 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya Menurut Merilee S. Grindle terdapat dua
oleh tindakan bersama (Parson, 2006:3). variabel besar yang mempengaruhi implementasi
Sehingga kebijakan publik dapat diartikan sebagai kebijakan, yaitu isi kebijakan (content of policy)
usaha sadar yang dilakukan oleh pemerintah yang dan lingkungan implementasi (context of
mana memiliki tujuan tertentu demi kepentingan implementation) (Agustino, 2008:154). Grindle
hajat hidup orang banyak. menyatakan: “The content of various policies also
Pentingnya kebijakan untuk dictates the site of implementation. The content of
diimplementasikan adalah agar mempunyai public programs and policies is an important factor
dampak atau tujuan seperti yang diinginkan. in determining the outcome of implementation
Dalam pengertian luas implementasi kebijakan initiative. Policy or program content is often a
dipandang sebagai: alat administrasi publik di critical factor because of the real or potential
mana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta impact it may have on given social, political, and
sumber daya diorganisasikan secara bersama- economic setting. Therefore, it is necessary to
sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih consider the context or environment in which
kebijakan atau tujuan yang diinginkan (Sadhana, administrative action pursued.”
2011:169).
Gambar 1
Implementasi Kebijakan menurut Grindle

Sumber: Grindle, 1980

Indikator Kinerja Implementasi Kebijakan dalam upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan
Publik (Sulistyastuti, 2012:72). Lebih lanjut, Sulistyastuti
Menurut Ripley (1985), agar dapat memahami (2012:100) menjelaskan bahwa untuk dapat
realitas implementasi dengan baik maka perlu menentukan tinggi rendahnya kinerja
dilihat secara detail dengan mengikuti proses implementasi suatu kebijakan, maka penilaian
implementasi yang dilalui oleh implementator kinerja merupakan sesuatu yang penting. Dalam

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 135
penilaian keluaran program yang dijadikan aspek frekuensi, bias (menyimpang), service delivery,
penilaian meliputi akses, cakupan (coverage), dan kesesuaian program dengan kebutuhan.

Tabel 1
Indikator Keluaran (output) Kinerja Kebijakan

Sumber: Sulistyastuti, 2012: 105-110

Deprivasi Sosial dan Kemiskinan Terhadap Sementara itu Sen dalam karyanya yang
Pendidikan berjudul Development As Freedom (1999)
Sampai saat ini belum ditemukan menyatakan bahwa kemiskinan berkaitan dengan
penyelesaian yang tepat dan sempurna untuk freedom of choice. Sen dalam Yulius Slamet
mengatasi masalah kemiskinan. Strategi menyebutkan bahwa: “Orang miskin sama sekali
penanganan kemiskinan terus menerus perlu tidak memiliki kebebasan berpendapat karena
dikembangkan. Tahun 1981 Amartya Kumar Sen terjadi capability deprivation”. Capability
mulai terkenal di bidang ekonomi politik dalam deprivation yang dimaksud oleh Sen diantaranya:
tulisannya yang berjudul “Poverty and Famine: An “Structural deprivation (posisi orang miskin selalu
essay on Entitlement and Deprivation”. Menurut dalam posisi yang lemah); Social capability
Sen, kemiskinan dan kelaparan tidak hanya deprivation (orang miskin tidak dapat meraih
diakibatkan oleh bencana alam tetapi juga dapat kesempatan, informasi, pengetahuan, ketrampilan,
disebabkan oleh kediktatoran dalam sistem politik dan partisipasi dalam organisasi); Economic
dalam suatu negara. capability deprivation (orang miskin tidak dapat

136 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
mengakses fasilitas keuangan pada lembaga- mengatasi permasalahan yang dihadapinya
lembaga keuangan resmi seperti perbankan, tetapi dibidang pendidikan, dengan tetap mengacu
mereka terjebak pada rentenir yang tidak kepada tujuan pendidikan nasional sebagai bagian
membutuhkan prosedur yang berbelit-belit); dari upaya pencapaian tujuan pembangunan
Technological capability deprivation (orang miskin nasional. Dapat disimpulkan bahwa dengan
tidak dapat memiliki teknologi baru yang adanya desentralisasi pendidikan dapat
memerlukan modal yang cukup besar); Political meningkatkan kemandirian bagi pemerintah
capability deprivation (orang miskin tidak mampu daerah untuk memperbaiki pelayanan pendidikan
memengaruhi keputusan politik yang dirumuskan untuk masyarakat di daerahnya sendiri. Dengan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak didengarkan mekanisme penyelenggaraan desentralisasi
aspirasinya, dan tidak memiliki kemampuan untuk pendidikan, pelayanan pendidikan diharapkan
melakukan collective action); Psychological lebih efisien dan efektif karena daerah tidak
deprivation (orang miskin selalu memperoleh tergantung dan menunggu kebijakan pusat untuk
stigma sebagai orang-orang yang kolot, bodoh, keperluan daerahnya.
malas, tidak aspiratif. Stigma inilah yang berakibat
mereka menjadi rendah diri dan merasa METODE PENELITIAN
disepelekan, merasa teralienasi di dalam Metode yang dianggap cocok dalam
kehidupan sosial dan politik)” penelitian ini ialah metode kombinasi atau sering
Oleh karena itu, melalui program pendidikan dikenal dengan mixed methods. Dengan
gratis diharapkan dapat meningatkan kompetensi menggabungkan dua bentuk metode penelitian
bagi masyarakat Kota Blitar sekaligus sebagai yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif,
upaya penataan perekonomian daerah berbasis hal tersebut bertujuan untuk melengkapi
kerakyatan dan penanggulangan kemiskinan. kekurangan disalah satu metode tersebut. Model
yang dianggap cocok untuk digunakan dalam
Desentralisasi Pendidikan penelitian ini adalah concurrent triangulation.
Baik dan buruknya pendidikan untuk Alasan pemilihan model tersebut adalah
masyarakat berada di tangan pemerintah selaku diperlukan menyempurnakan dari satu teknik
penyelenggaraan pendidikan. Peran pemerintah pengumpulan data dengan menggunakan teknik
untuk menjalankan pendidikan yang baik, layak, pengumpulan data yang lain agar diperoleh data
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat baik yang lebih lengkap, valid, dan objektif.
kalangan atas maupun bawah menjadi strategis Lokasi yang dipilih adalah Kota Blitar. Alasan
yang penting untuk diupayakan. Menurut Jalal pemilihan lokasi tersebut karena Kota Blitar adalah
(2001:125) desentralisasi pendidikan adalah salah satu daerah yang melaksanakan pendidikan
pelimpahan wewenang yang lebih luas kepada gratis melalui program rintisan wajib belajar 12
daerah untuk membuat perencanaan dan tahun dan alokasi anggaran sektor pendidikan
pengambilan keputusannya sendiri dalam terbesar se-Indonesia. Sedangkan peneliti
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 137
menggunakan siswa-siswi SD, SMP, dan SMA Di bawah ini peneliti jabarkan teknik pengumpulan
negeri dan swasta sebagai sumber data/sampel. data dan sumber data yang digunakan:

Tabel 2
Pengumpulan Data dan Sumber Data
Teknik
Fokus Penelitian Sumber Data
Pengumpulan Data
Implementasi Program Rintisan Wajib Belajar 12 Wawancara, Studi Walikota Blitar, Dinas
Tahun: Dokumentasi Pendidikan Kota Blitar
a. Inisiasi
b. Dasar Hukum
c. Organisasi Pelaksana
d. Sumber Anggaran
e. Mekanisme Pelaksanaan
f. Akuntabilitas Pelaksanaan
Kinerja Implementasi Program: Angket/Kuesioner, Dinas Pendidikan, Guru, Siswa
a. Akses Observasi,
b. Cakupan Wawancara
c. Ketepatan Layanan
d. Kesesuaian Program dengan Kebutuhan
Dinamika Proses Implementasi Program: Observasi, Walikota Blitar, Dinas Pedidikan,
a. Faktor Pendukung Wawancara, Studi Guru, Komite Sekolah,
b. Faktor penghambat Dokumentasi
Sumber: Data dioleh peneliti

IMPLEMENTASI PROGRAM RINTISAN WAJIB pihak yang terangkum dalam isi kebijakan sangat
BELAJAR 12 TAHUN menentukan terhadap keberhasilan pelaksanaan
Inisiasi kebijakan dan dampak yang ditimbulkan. Sebuah
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan akan berhasil dilaksanakan jika tujuan
kebijakan memegang peranan penting dalam dari kebijakan tersebut memiliki dampak bagi
pelaksanan suatu kebijakan. Keputusan yang individu maupun kelompok kepentingan di mana
diambil oleh seorang pemimpin selalu sarat akan kebijakan tersebut berlaku. Apakah tujuan
kepentingan. Namun masalahnya ada atau dinyatakan secara jelas atau ambigu dan apakah
tidaknya kepentingan, serta kepentingan apa dan pejabat politik dan administratif dapat menyepakati
siapa yang hendak dicapai. Kepentingan pribadi tujuan yang akan dicapai dari pelaksanaan
dan sekutu-sekutunya untuk pertahankan dan programnya.
perkuat kekuasaan elit, ataukah kepentingan Begitu pula konsep pendidikan gratis yang
orang banyak. dicetuskan oleh Walikota Blitar yang mana ide dan
Grindle juga beranggapan bahwa sebuah gagasan tersebut muncul dari pengalaman hidup
kebijakan tidak akan terlepas dari berbagai pribadinya. Dari pemikiran dan kehidupan di masa
kepentingan (Interest affected), baik kepentingan sulit itulah mucul keinginan untuk memberikan
institusi maupun pelaksana kebijakan dan sasaran yang terbaik kepada masyarakat. Menurutnya ada
dari isi kebijakan. Untuk itu, kepentingan berbagai hal yang perlu dilakukan, ada visi dan program

138 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
yang harus diperjuangkan. Sebelum terpilih memiliki kegunaan segera atau memberikan
sebagai Walikota Blitar beliau menjadi anggota dampak langsung bagi kepentingan masyarakat
DPRD. Isu pendidikan gratis yang cukup populis sebagai sasaran kebijakan akan lebih
ini berhasil memenangkan dirinya saat pencalonan mendapatkan dukungan untuk terlaksana dengan
sebagai Walikota Blitar yang dituangkan dalam visi baik. Secara umum program rintisan wajib belajar
misi kampanyenya. 12 tahun bertujuan memberikan pendidikan
Kemudian, dari sisi stakeholder, site of minimal yang memenuhi Standar Nasional
decision making dapat dilihat sejauhmana Pendidikan bagi warga masyarakat di Kota Blitar
stakeholder bersangkutan diberi wewenang untuk secara berkualitas, mudah, murah, dan terjangkau
mengubah kebijakan, baik secara substantif demi terwujudnya rintisan wajib belajar 12 tahun
maupun teknis. Menurut Jenkins (1967) dalam sehingga kepada dirinya dapat mengembangkan
Parsons (2005:81), mengemukakan siklus potensi diri agar dapat hidup mandiri di
kebijakan publik salah satunya adalah inisiasi. masyarakat atau melanjutkan pendidikan yang
Awalnya inisiasi ini sempat menuai kritikan dari lebih tinggi. Secara khusus program rintisan wajib
beberapa kalangan yang menganggap bahwa belajar 12 tahun bertujuan untuk:
program pendidikan gratis ini mustahil jika a. Menggratiskan biaya operasi non personalia
diwujudkan karena menyangkut sasaran yang luas sekolah, dan sebagian biaya peserta didik
yakni bukan hanya ditujukan bagi kalangan/siswa bagi siswa SD/MI, SDLB, SMP/MTs, SMPBL,
yang kurang mampu saja namun seluruh pelajar SMA/MA, SMALB, dan SMK yang
Kota Blitar. Sedangkan APBD Kota Blitar yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Blitar.
terbilang kecil, dengan alokasi 20% anggaran b. Meningkatkan beban biaya operasional
untuk bidang pendidikan dikhawatirkan juga akan sekolah dan sebagian biaya pribadi peserta
mengganggu pelaksanaan program pembangunan didik bagi siswa yang menuntut ilmu di satuan
yang lain. Namun kekhawatiran itu tidak terlalu pendidikan di wilayah Kota Blitar yang bukan
dipedulikan oleh Walikota Blitar. Walikota Blitar diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Blitar.
tersebut ingin memberikan manfaat kepada Sasaran program rintisan wajib belajar 12
masyarakat, terutama kepada masyarakat yang tahun adalah siswa yang menjadi tanggungjawab
tidak mampu. pemerintah daerah yang menempuh pendidikan di
Menurut Grindel (1980:10) jenis manfaat satuan pendidikan SD/MI, SDLB, SMP/MTs,
yang dihasilkan (Type of Benefit) oleh kebijakan SMPBL, SMA/MA, SMALB, dan SMK baik negeri
akan mempengaruhi implementasi kebijakan. maupun swasta di wilayah Kota Blitar yang
Kebijakan atau program yang dirancang untuk dananya diberikan kepada satuan pendidikan
mencapai manfaat dalam jangka panjang mungkin sebagai biaya operasional sekolah, pengadaan
lebih sulit untuk diterapkan daripada kebijakan buku teks pelajaran dan/atau pengadaan
yang akan memberikan manfaat dengan segera. LKS/resume materi pelajaran (diktat), dan biaya
Pada konteks ini rumusan tujuan kebijakan yang praktek.
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 139
Perubahan yang diharapkan (extent of Pendidikan memberikan peluang untuk
change envisioned) merupakan dimensi mentransformasikan nilai-nilai pendidikan supaya
selanjutnya dari isi kebijakan. Tingkat perubahan penyelenggaraan pendidikan mampu menjadi
yang diharapkan dari kebijakan akan problem solver terhadap problematika masyarakat
mempengaruhi terhadap perbedaan dalam tingkat (Yamin, 2013:192).
perilaku. Program tertentu memerlukan adaptasi
yang lama untuk diterima dan menimbulkan Dasar Hukum
perubahan sebagaimana ditetapkan dalam isi Lazimnya dalam setiap kebijakan
kebijakan. Sementara itu ada pula program yang dilahirkan oleh aktor penyelenggara publik tidak
tidak memerlukan waktu lama untuk beradaptasi lepas dari landasan hukum sebagai dasar
dan memperoleh dukungan yang cukup serta fundamental untuk merumuskan sebuah kebijakan
partisipasi dari pihak penerima kebijakan. Walikota dan tertibnya pada tataran implementasi sebuah
Blitar punya alasan bahwa biarpun Kota Blitar kebijakan. Peraturan Pemerintah yang melandasi
adalah kota kecil, PAD nya kecil, APBD Kecil, terselenggaranya program rintisan wajib belajar 12
tetapi anak sekolah harus gratis. Walikota Blitar tahun di Kota Blitar diantaranya:
berharap warga Kota Blitar setidaknya lulusan a. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008
minimal SLTA. Beliau merencanakan pada suatu tentang Wajib Belajar;
ketika nanti, sekolah sampai sarjana di Blitar gratis b. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008
dan harapan tersebut tahun 2016 sudah tentang Pendanaan Pendidikan;
terealisasi. c. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010
Keberhasilan mewujudkan pendidikan tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
gratis tentunya juga diikuti oleh keberhasilan Pendidikan;
lainnya. Indeks pembangunan manusia (IPM) di d. Peraturan Walikota Blitar No. 3 Tahun 2012
Kota Blitar berada pada urutan tertinggi di Jawa tentang Program Rintisan Wajib Belajar 12
Timur. Hal tersebut senada yang diungkapkan Tahun;
oleh Amartya Sen (pengusung konsep e. Peraturan Walikota Blitar No. 25 Tahun 2013
perkembangan sebagai pembangunan manusia). tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota
Perkembangan bukan hanya tentang ekonomi Blitar Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Program
semata, tetapi juga mencakup aspek sosial dan Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun;
indikator lainnya. Perkembangan berarti f. Peraturan Walikota Blitar No. 8 Tahun 2015
membebaskan manusia dari ketidak mampuan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
atau ketidakkompetennya. Sehingga diharapkan Walikota Blitar Nomor 3 Tahun 2012 Tentang
melalui pendidikan gratis tersebut masyarakat Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun.
Kota Blitar dapat berkembang dan sebagai bentuk
investasi jangka panjang (long term investation)
untuk mewujudkan pembangunan bangsa.
140 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
Sumber Anggaran utama sebagai berikut: Pertama, pembagian
Grindle (1980:57) menyatakan bahwa apa tugas; kedua, hierarki otorita; ketiga, peraturan
yang sering disebut sebagai implementation dan ketentuan terperinci; keempat, hubungan
failures program-program pembangunan pada impersonal diantara pekerja. Dalam pelaksanaan
kenyataanya seringkali disebabkan karena faktor program rintisan wajib belajar 12 tahun di Kota
kelangkaan sumber daya. Berdasarkan uraian Blitar, organisasi yang terlibat adalah Dinas
tersebut terlihat bahwa sumber daya (resources) pendidikan, sekolah, UPTD pendidikan
merupakan faktor yang sangat penting dan dapat perkecamatan (sananwetan, sukorejo, kepanjen
berpengaruh langsung dalam implementasi kidul) UPTD madrasah dan lembaga yang ada di
kebijakan. Suatu kebijakan, walaupun telah Kota Blitar: untuk urusan pembuatan peraturan
dirumuskan secara baik, jika tidak didukung oleh maka Dinas Pendidikan berkoordinasi dengan
ketersediaan sumber daya yang cukup akan sulit pihak bagian hukum. Sedangkan dalam hal
untuk diimplementasikan. Anggaran pendidikan perencanaan anggaran pendidikan Dinas
menjadi anggaran prioritas utama bagi Pemerintah Pendidikan Kota Blitar berkoordinasi dengan
Kota Blitar. Bahkan selalu menempati peringkat BPKAD. Jadi penyelenggaraan program
pertama dalam persentase anggaran APBD Kota pendidikan gratis di Kota Blitar terbentuk dari
Blitar. beberapa jaringan leading sector.
Peluang keberhasilan ditentukan manakala
telah tersediannya anggaran atau biaya yang Mekanisme Pelaksanaan
benar-benar cukup untuk menjalankannya. Hal ini Proses implementasi program rintisan
merupakan indikator kongkrit pendidikan benar- wajib belajar 12 tahun di Kota Blitar menggunakan
benar menjadi prioritas dalam pembangunan mekanisme kerja (koordinasi) yang bersifat
daerah. Bahkan dari tahun ke tahun anggaran reciprocal terjadi ketika implementasi suatu
Kota Blitar untuk bidang pendidikan menunjukkan kebijakan melibatkan beberapa organisasi dan
trend yang meningkat. Inilah realisasi nyata untuk dapat menjalankan tugas mereka masing-
kebijakan APBD Pro Rakyat atau dalam istilah masing organisasi menghasilkan keluaran (output)
akademis biasa disebut “Pro-Poor Budgeting”. yang akan menjadi masukan (input) bagi
organisasi yang lain, namun pada titik tertentu
Organisasi Pelaksana proses tersebut akan berbalik ketika input yang
Struktur birokrasi terkait dengan rentang telah diproses tersebut akan menghasilkan
dan kendali manajemen dan proses pelaksanaan keluaran yang akan digunakan sebagai input bagi
kegiatan dalam sebuah organisasi yang dapat organisasi yang sebelumnya memberikan input
menentukan keberhasilan dan pencapaian tujuan. (Sulistyastuti, 2015:158). Logika kerja tersebut
Menurut Dennis H. Wrong yang dikutip oleh dapat digambarkan oleh peneliti dengan
Santosa (2009:10) mengungkapkan bahwa setiap mengambil contoh yaitu program pendidikan gratis
organisasi birokratik mempunyai ciri struktural
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 141
di sekolah swasta/madrasah Kota Blitar melalui diagram alir sebagai berikut:

Gambar 2
Mekanisme Kerja program rintisan wajib belajar 12 tahun di Kota Blitar

Sumber: Diolah oleh peneliti

Proses implementasi yang menggunakan dan Madrasah (A) membelanjakan dana yang
mekanisme kerja (koordinasi) yang bersifat diterimanya dan menyalurkan ke Target Group
reciprocal ini ditemukan pada saat implementasi (siswa) serta melakukan penatausahaan, dan
program rintisan wajib belajar 12 tahun yang pelaporan penggunaan dana ke Tim Manajemen
melibatkan Sekolah Swasta dan Madrasah (A), Kota Blitar (B) yang dilengkapan dengan surat
Dinas Pendidikan sebagai Tim Manajemen Kota pertanggungjawaban (SPJ) serta tanda bukti
Blitar (B), Walikota Blitar (C), dan Dinas pengeluaran yang sah. Selanjutnya Tim
Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Blitar (D). Manajemen Kota Blitar (B) melaporkan hasil
Tugas masing-masing organisasi adalah sebagai pelaksanaan program kepada Walikota Blitar (C).
berikut: Kepala Sekolah Swasta dan Madrasah (A)
membuat proposal permohonan dana rintisan Akuntabilitas pelaksanaan
wajib belajar 12 tahun sejumlah siswa yang Menurut Mardiasmo (2002:20) dalam bukunya
menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Blitar “Akuntansi Sektor Publik” mengatakan bahwa
melalui Dinas Pendidikan Kota Blitar (B). akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
Selanjutnya Tim Manajemen Kota Blitar (B) pemegang amanah (agent) untuk memberikan
mengusulkan alokasi dana untuk ditetapkan oleh pertanggungjawaban berupa penyajian laporan
Walikota Blitar (C) yang ditetapkan dalam bentuk dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan
Keputusan Walikota Blitar. Dinas Pengelolaan yang menjadi tanggungjawab kepada pihak
Keuangan Daerah (D) mentransfer dana program pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan
rintisan wajib belajar 12 tahun ke Sekolah Swasta kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
dan Madrasah (A). Selanjutnya Sekolah Swasta tersebut.

142 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
Dalam konteks organisasi pemerintah, apakah program atau pelayanan yang diberikan
akuntabilitas publik berarti pemberian informasi mudah dijangkau oleh kelompok sasaran. Selain
atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah itu akses juga mengandung pengertian bahwa
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan orang-orang yang bertanggungjawab untuk
laporan tersebut. Dalam pelaksaan program mengimplementasikan kebijakan/program mudah
rintisan wajib belajar 12 tahun di Kota Blitar dihubungi/ditemui oleh masyarakat selaku
menurut Kabag Perencanaan dan Evaluasi kelompok sasaran kebijakan/program apabila
Program bahwa format pelaporannya kadang mereka membutuhkan informasi atau ingin
setiap tahun peraturannya sering berubah-ubah. menyampaikan pengaduan. Menurut pengakuan
Sehingga yang menjadi kesulitan dalam hal Kabag Perencanaan dan Evaluasi pada Dinas
pelaporan. Laporan tersebut ditujukan untuk audit Pendidikan Kota Blitar bahwa fasilitas gratis sudah
BPK dan BPKP, namun semua sudah menjadi menjangkau seluruh pelajar yang ada di Kota
aturan, sehingga mau tidak mau harus dipenuhi Blitar dan sudah mencover semua siswa-siswi
agar sesuai dengan aturan dan prosedurnya. pelajar yang berdomisili di Kota Blitar baik di
sekolah negeri maupun sekolah swasta.
Fasilitas yang didapat oleh siswa diantaranya
KINERJA IMPLEMENTASI PROGRAM adalah sebagai berikut:
RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN
Akses
Menurut Sulistyastuti (2015:106) bahwa
indikator akses digunakan untuk mengetahui

Tabel 4
Daftar Fasilitas Sekolah Siswa

Fasilitas yang akan


Fasilitas yang sudah diterima
diterima Tahun 2017
1) Kain seragam + ongkos jahit 1) Uang Saku
2) Bed sekolah 2) Sepeda
3) Tas 3) Seragam untuk
4) Sepatu anak luar kota
5) Kaos Kaki (kabupaten)
6) Ikat pinggang
7) Topi
8) Dasi
9) Buku Tulis
10) Kotak Pensil dan seisinya
11) LKS
12) Tablet
13) Transportasi bus sekolah
Sumber: Diolah oleh penulis

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 143
Cakupan Terkait dengan indikator ketepatan
Di dalam bukunya Sulistyastuti yang layanan, peneliti melakukan survei terhadap 30
berjudul Implementasi Kebijakan Publik; Konsep responden dari siswa-siswi pelajar SD, SMP, SMA
dan Aplikasinya di Indonesia (2015:107) yang berasal dari dalam Kota Blitar, Peneliti
bawasannya indikator cakupan bertujuan untuk memberikan pertanyaan bahwa apakah fasilitas
mengetahui seberapa besar kelompok sasaran gratis diterima tepat pada waktunya? Dari 30
yang sudah dapat dijangkau atau mendapatkan responden tersebut 67% siswa menjawab “Tidak”.
pelayanan atau hibah oleh kebijakan publik yang Molornya pendistribusian fasilitas gratis tersebut
diimplementasikan. Menurut Kabag Perencanaan dinilai oleh pihak sekolah karena disebabkan
dan Evaluasi pada Dinas Pendidikan Kota Blitar karena terhambat oleh anggaran yang belum cair
pelaksanaan program rintisan wajib belajar 12 dan Dinas Pendidikan memberikan alasan
tahun sudah mencakup seluruh siswa-siswa baik tergantung terbitnya surat pertanggungjawaban.
sekolah negeri maupun swasta yang berdomisili di Dapat diambil kesimpulan bahwa faktor ketepatan
Kota Blitar. layanan dapat menjadi penghambat bagi
Berikut jumlah siswa yang berdomisili di Kota kelangsungan program pendidikan gratis, di mana
Blitar yang menjadi target sasaran program fasilitas gratis seharusnya diterima tepat pada saat
pendidikan gratis. siswa mulai masuk ke sekolah yaitu awal Juli
Tabel 3 namun pendistribusia seragam molor hingga bulan
Jumlah Siswa Tahun 2016
Agustus. Sehingga bagi siswa yang tidak sabar
Domisili Domisili menunggu pembagian seragam akhirnya membeli
Jenjang
Siswa Kota Siswa Luar
Pendidikan seragam di luar.
Blitar Kota Blitar
SD 9.762 2.207
SMP 5.628 2.667 Kesesuaian program dengan kebutuhan
SMA 4.361 2.460
Jumlah 19.751 7.334 Indikator ini digunakan untuk mengukur
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Blitar apakah berbagai keluaran kebijakan atau program
Ketepatan Layanan yang diterima oleh kelompok sasaran memang
Indikator ini digunakan untuk menilai sesuai dengan kebutuhan mereka atau tidak
apakah pelayanan yang diberikan dalam (Sulistyastuti, 2015:110). Menurut hasil survei
implementasi suatu program dilakukan tepat waktu yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelajar Kota
atau tidak. Indikator ini sangat penting untuk Blitar bahwa program pendidikan gratis ini dinilai
menilai output suatu program yang memiliki sudah cukup sesuai dengan apa yang dibutuhkan,
sensitivitas terhadap waktu. Artinya keterlambatan namun siswa kadang merasa kurang puas hal
dalam implementasi program tersebut akan tersebut ditunjukkan dengan perasaan/sikap yang
membawa implikasi kegagalan mencapai tujuan masih mengeluhkan bahwa gadget berupa tablet
program tersebut (Sulistyastuti, 2015:108). untuk menunjang pembelajaran kualitasnya
kurang bagus dan cepat mengalami kerusakan,

144 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
dan juga sepatu yang diterima ada yang kekecilan simpulkan bahwa program pendidikan gratis ini
sehingga fasilitas tersebut tidak digunakan. dinilai bermanfaat bagi siswa kurang mampu dan
Faktor lain juga semakin maraknya siswa tidak bergitu berpengaruh bagi siswa mampu.
yang berpenampilan ala keartisan sehingga Kesesuaian program pendidikan gratis
mereka merasa malu (gengsi) jika memakai atribut terhadap kebutuhan pelajar Kota Blitar dapat
sekolah yang berlogo “Pro Rakyat” seperti tas, ditunjukkan melalui tabel sebagai berikut:
sepatu, dan buku. Sehingga dapat peneliti
Tabel 5
Capaian Kinerja Pendidikan Gratis

Indikator Capaian Tahun Tahun Tahun


Kinerja 2013 2014 2015
Angka Partisipasi Murni
(APM)
a. SD 90,15% 95,91% 95,89%
b. SMP 82,87% 88,13% 90,31%
c. SMA 74,69% 73,15% 80,22%
Angka Putus Sekolah
(ApuS)
a. SD 0,00% 0,02% 0,00%
b. SMP 0,00% 0,00% 0,00%
c. SMA 0,77% 0,002% 0,02%
Angka Melek Huruf 97,33% 97,98% 98,95%
Guru 88,78% 95,27% 97,54%
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Blitar

DINAMIKA PROSES IMPLEMENTASI yang kedua adalah kemampuan pejabat dalam


PROGRAM RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 mewujudkan prioritas tersebut.
TAHUN Walikota Blitar menjadi tokoh kunci bagi
Faktor pendukung terciptanya pendidikan gratis. Bagaimana
Komitmen dan Kepemimpinan Pejabat Pelaksana kemauan dan niat itu muncul hingga beliau
Faktor terciptanya sebuah kebijakan agar memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan
berhasil selalu ada dua hal, kemauan dan visi misi pendidikan gratis di kotanya. Ini adalah
kemampuan. Keduanya sangat berhubungan „political will‟ (kemauan politik), di mana pilihan
(berkaitan erat). Sebab niat atau kemauan besar politik untuk mewujudkan pendidikan gratis
akan menghasilkan kemampuan besar. Hal ini menjadi garis kebijakan tokoh, politisi, atau bisa
kaitannya dengan kemauan para pengambil juga dari garis organisasi atau partai politik politisi
kebijakan, terutama pimpinan puncak (top tersebut
manajemen) suatu pemerintahan. Komitmen terdiri Setelah berjalan beberapa tahun,
dari yang pertama adalah arah dan rangkaian pendidikan gratis terus disempurnakan. Setiap
tujuan-tujuan dalam skala prioritas pejabat dan tahun dilakukan proses evaluasi. Aspek yang
dirasakan kurang baik terus disempurnakan.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 145
Walikota Blitar juga sering memberikan arahan finansial maka pelaksanaan program/kebijakan
agar pendidikan yang menguras banyak anggaran tersebut tidak akan efektif. Hal ini menguatkan
APBD Kota itu berbanding lurus dengan niat bahwa dukungan anggaran yang memadai
manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Salah kebijakan tersebut akan berjalan efektif dan
satu bentuk arahan Walikota Blitar adalah mencapai sasaran dan tujuan yang akan dicapai.
pentingnya pendidikan mengarahkan capaian 46% anggaran dari APBD Kota Blitar dialokasikan
kinerjanya pada pendidikan karakter dan ke sektor pendidikan dan itu tertinggi se-
terwujudnya ekonomi kreatif. Indonesia. Sumber pembiayaan terbesar Program
Pendidikan Gratis ini berasal dari APBD Kota.
Dukungan Sumberdaya Anggaran Dalam politik anggaran, Walikota Blitar telah
Edward III mengungkapkan bahwa berhasil mengonsolidarikan kekuatan politik agar
implementasi kebijakan harus didukung oleh apa yang menjadi cita-citanya untuk mewujudkan
sumberdaya anggaran yang diperlukan guna rintisan wajib belajar 12 tahun dapat terwujud. Dari
membiayai operasionalitas pada pelaksanaan tahun ke tahun sektor anggaran bidang pendidikan
kebijakan. Jika para pelaksana bertanggungjawab mengalami peningkatan, hal ini seperti dijabarkan
terhadap suatu kebijakan untuk diimplementasikan pada tabel berikut:
akan tetapi tidak didukung oleh sumberdaya

Tabel 6
Anggaran Sektor Pendidikan Kota Blitar

Belanja APBD
Tahun Anggaran Belanja %
Total
2011 174.038.171.511,00 550.548.740.079,97 31,61
2012 196.463.394.397,00 544.445.039.490,36 36,09
2013 245.442.659.625,00 602.250.599.403,35 40,75
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Blitar

Faktor Penghambat pemerintah Provinsi Jawa Timur dan apa yang


Payung Hukum Lemah menjadi kebijakan Walikota Blitar
Isi kebijakan terdiri dari undang-undang, Menurut Grindle, dalam kebijakan perlu
peraturan pemerintah, peraturan menteri sampai diperhitungkan pula kekuasaan, kepentingan,
kepada peraturan daerah, dan peraturan bupati serta strategi yang digunakan (Power, interest,
maupun peraturan walikota. Sebenarnya jika and strategi of actor involved) oleh para aktor yang
diamati lebih dalam lagi peraturan memiliki tingkat terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan
sinkronisasi yang tinggi, dan saling melengkapi. implementasi kebijakan. Aktor-aktor tersebut bisa
Namun di dalam pelaksanaan program wajib mencakup partisipan tingkat pusat, provinsi, atau
belajar 12 tahun masih terjadi kurangnya lokal baik itu kalangan birokrat, pengusaha,
sinkronisasi antara apa yang menjadi kebijakan maupun masyarakat umum. Kekuasaan dan
kepentingan merupakan konteks yang
146 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
menentukan arah implementasi kebijakan Munculnya Peraturan tersebut dapat
pendidikan, karena berbagai pihak memiliki menjadi faktor penghambat bagi Pemerintah Kota
kepentingan yang beragam serta power yang Blitar untuk melaksanakan program pendidikan
dapat mempengaruhi kebijakan. Akibatnya, gratis. Dari perubahan UU No. 32 Tahun 2004
mengenai siapa dan memperoleh apa akan berubah menjadi UU No. 23 Tahun 2014 mucul
ditentukan oleh strategi, sumber-sumber dan adanya kebijakan ganda yang terjadi. Menurut
posisi kekuasaan setiap pihak yang terlibat baik Yamin (2013:118-119) disebabkan karena
dari perumus kebijakan, implementor kebijakan kebijakan pertama adalah berupa
pendidikan maupun masyarakat Kota Blitar. memperjuangkan pemerataan akses pendidikan
Setelah munculnya UU No. 23 tahun 2014 tentang supaya seluruh masyarakat mendapat pendidikan
Pemerintah Daerah mulai tahun 2016 pengalihan secara layak dan bermutu namun kemudian
kewenangan pengelolaan pendidikan menengah dihadang oleh kebijakan kedua yang menyulitkan
yaitu SMA/SMK dari Kabupaten/Kota ke Provinsi implementasi pemerataan akses pendidikan ke
resmi diberlakukan. Namun muncul pro kontra seluruh lapisan sosial. Namun itupun biasanya
terhadap kebijakan pengalihan kewenangan muncul sering dilatarbelakangi oleh tarik menarik
pengelolaan pendidikan tersebut. Pihak kontra kepentingan politik para elit lapisan atas untuk
selama ini dianggap tidak mengalami kendala membuka ruang akses yang adil terhadap
yang berarti dalam mengelola pendidikan. Bahkan masyarakat.
banyak diantara kabupaten/kota di Indonesia yang Kurangnya Ketepatan Layanan
mampu menyelenggarakan pendidikan secara Terkaitan dengan ketepatan
gratis. Kota Blitar sebagai pihak yang kontra pendistribusian fasilitas yang sering diberikan tidak
terhadap UU tersebut telah merasa keberatan jika tepat waktu. Banyak guru, siswa, maupun wali
pengelolaan pendidikan menengah diambil alih murid yang mengeluhkan terlambatnya
oleh Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Kota Blitar pendistribusian misalnya pemberian seragam. Hal
merasa dirugikan karena pengalihan kewenangan tersebut bisa jadi disebabkan oleh pencairan
pendidikan menengah ke provinsi menimbulkan anggaran dan turunnya surat pertanggungjawaban
anggapan bahwa kedekatan kebijakan yang yang mundur. Sehingga berimbas pada molornya
berusaha diciptakan ke masyarakat, seolah-olah pendistribusian bantuan. Faktor ketepatan layanan
dijauhkan kembali karena ruang lingkup provinsi dapat menjadi penghambat bagi kelangsungan
lebih luas daripada kabupaten/kota. Pertimbangan program pendidikan gratis, di mana fasilitas gratis
lain adalah di mana yang paling dekat dengan tersebut diterima tepat pada saat siswa mulai
masyarakat yaitu yang paling tahu tentang masuk ke sekolah yaitu awal Juli namun
kebutuhan masyarakat, memudahkan partisipasi pendistribusiannya seragam molor hingga bulan
masyarakat, dan pengawasan oleh masyarakat Agustus.
dalam penyelenggaraannya.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 147
Belum Adanya SOP Pelaksanaan Program pelaksanaan program dapat berjalan sesuai tepat
Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun pada waktunya.
Menurut Edward III yang dikutip Widodo
(2012:106) mengungkapkan bahwa implementasi Kurangnya Peran Serta Orang Tua
kebijakan masih belum efektif karena adanya Pendidikan memang bidang yang
ketidak efisien struktur birokrasi. Yang mana berdimensi besar, menyangkut kepentingan orang
struktur organisasi mencakup dimensi fragmentasi banyak, dan memiliki fungsi strategis. Pemerintah
dan standar operasi prosedur yang akan Kota Blitar telah berusaha sungguh-sungguh untuk
memudahkan dan menyelaraskan tindakan dari mencerdaskan generasa bangsa dengan visi
pelaksana kebijakan terhadap apa yang telah “APBD Pro Rakyat”. Pelaksanaan program rintisan
menjadi bidangnya. Standar operasional prosedur wajib belajar 12 tahun di Kota Blitar mendapat
yaitu menyangkut sistem, prosedur, pembagian dukungan dana yang sangat besar, sistem,
tugas, wewenang dan tanggungjawab, serta prosedur, dan monitoring evaluasi telah
mekanisme pelaksanaan kebijakan diantara diterapkan. Namun kesuksesan pendidikan tidak
pelaku pelaksana kebijakan. Standar operasional hanya ditentukan oleh kinerja pemerintah saja.
prosedur sebagai tanggapan internal pada waktu Pendidikan gratis justru membuat orang
yang terbatas serta sumber-sumber dari tua tidak peduli dan kurang bertanggungjawab
pelaksana mempunyai keinginan dan terhadap pendidikan anaknya. Apalagi dengan
keseragaman dalam bekerja. pendidikan gratis saat ini malah orang tua sudah
Pelaksanaan program rintisan wajib belajar lepas dari tanggungjawab mereka untuk
12 tahun sejauh ini belum mempunyai ketetapan menyekolahkan anaknya, karena segala
Standart Operasi Prosedur (SOP), selama ini yang kebutuhan pendidikan sudah dicukupi oleh
dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Tim Manajemen pemerintah. Kebanyakan dari orang tua sudah
UPTD dan Madrasah terhadap program rintisan mempercayakan pendidikan anaknya kepada
wajib belajar 12 tahun dengan melakukan sekolah. Sebenarnya pendidikan tidak cukup
pendektan persuasif yang sifatnya intruksi-intruksi hanya dilakukan di sekolah saja, namun dirumah
untuk melaksanakan pekerjaan, hal ini menurut juga perlu belajar contohnya anak disarankan
peneliti akan menjadi kesulitan dalam menentukan mengikuti les tambahan. Sebagian besar orang
keberhasilan suatu program. Sejauh ini tua tidak memperhatikan hal tersebut karena
pelaksanaan program masih berpedoman pada mendapatkan pendidikan disekolah dirasa sudah
Peraturan Walikota Blitar No. 8 Tahun 2015 cukup.
tentang program rintisan wajib belajar 12 tahun. Maka dari itu, peran orang tua sangat
Sehingga menurut peneliti perlunya mengkaji menentukan sukses tidaknya program pendidikan.
pembuatan SOP. Diharapkan dengan adanya Orang tua selaku wali murid juga perlu
SOP tersebut kegiatan pada satuan kerja terhadap memberikan motivasi dan dorongan kepada anak
pelaksana program akan semakin jelas dan untuk lebih giat belajar. Selain itu orang tua harus

148 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
lebih sering memantau perkembangan prestasi diharapkan pendidikan tidak hanya dinikmati oleh
anak tidak cukup hanya sekali pada saat warga tengah kota saja melainkan orang pinggiran
pengambilan raport saja. Sehingga diperlukan kota juga diharapkan dapat menikmati sekolah
kerja sama untuk mencapai tujuan Program gratis tersebut.
Rintisan Wajib Belajar 12 tersebut. Namun peneliti menemukan bukti bahwa
kurangnya sosialiasi yang dilakukan dari pihak
Kurangnya Sosialisasi sekolah yang mana pada saat pendistribusian
Informasi merupakan unsur utama dari fasilitas seperti buku dilakukan pada saat jam
sebuah kebijakan mampu diimplementasikan kosong dan tidak semua siswa berada di dalam
dengan baik ataukah tidak. Penyebarluasan kelas, sehingga banyak siswa yang tidak
informasi mengenai kebijakan dan rencana mengetahui bahwa ada pembagian fasilitas
program pemerintah yang terkait langsung dengan berupa buku misalnya menjadikan siswa tidak
seluruh masyarakat khususnya kelompok sasaran kebagian (tidak mendapatkan fasilitas tersebut).
dari program. Edward III (1980) menegaskan Dan juga sebagian besar orang tua salah
bahwa unsur utama dalam implementasi yang penafsiran terhadap pengertian “Sekolah Gratis” di
efektif adalah adanya komunikasi. Nasution mana banyak wali murid yang beranggapan
(2004:106) menyebutkan bahwa komunikasi bahwa gratis tersebut ketiadaan pengeluaran
pembangunan merupakan segala upaya dan cara biaya sama sekali untuk keperluan pendidikan
serta teknik untuk menyampaikan gagasan, dan anak. Namun perlu diketahui bahwa ada
keterampilan-keterampilan pembangunan yang kebutuhan siswa yang bukan menjadi
berasal dari pihak yang memprakarsai tanggungjawab Pemerintah Kota Blitar dalam hal
pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat pendanaan untuk kegiatan pendidikan belajar
luas. Kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat mengajar (PBM) yang tidak dibiayai dari bantuan
yang dituju dapat memahami, menerima, dan operasional sekolah yang bersumber dari APBN,
berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan- APBD Provinsi maupun APBD Kota Blitar
gagasan yang disampaikan tadi. Masyarakat Kota Blitar perlu menyikapi
Sosialisasi yang dilaksanakan Pemerintah dengan cerdas makna sekolah gratis. Pemerintah
Kota Blitar terkait pendidikan gratis Kota Blitar memang tidak memperkenankan
pelaksanaannya sudah cukup baik yang mana sekolah menarik iuran secara paksa tetapi dengan
sosialisasi kepada masyarakat dilakukan dengan adanya transparansi antara pihak sekolah dan wali
cara memasang baliho dan banner/spanduk yang murid terhadap pendanaan sekolah tentu dapat
banyak dijumpai di depan pagar sekolah-sekolah menjadi pertimbangan lain jika secara sukarela
dan di pinggiran jalan Kota Blitar mengenai wali murid berpartisipasi untuk membantu
sosialisasi sekolah gratis. Selain itu sosialisasi dan pendanaan pendidikan. Perlunya melengkapi dan
berita mengenai pendidikan gratis juga memperbaiki fasilitas sekolah seperti peralatan
disampaikan di sejumlah stasiun radio. Sehingga olahraga beserta lapangan, komputer, peralatan

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 149
ekstrakurikuler, pemeliharaan gedung, toilet, dan Manajemen Madrasah/Sekolah Swasta.
berbagai sarana prasarana lainnya. Karena Hubungan antara unsur-unsur tersebut
keterbatasan dana Bantuan Operasional Sekolah diwujudkan dengan koordinasi yang baik
sehingga tidak mungkin sepenuhnya dibiayai dari sehingga pelaksanaan program/kebijakan
dana BOS tersebut. dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Peneliti dapat mengambil kesimpulan 2. Hasil pelaksanaan program dapat dilihat dari
bahwa kurangnya informasi/sosialisasi dari pihak penilaian indikator keluaran (output) program
sekolah menyebabkan pembagian fasilitas ke diantaranya:
siswa tidak merata. Selain itu kebijakan pedidikan a. Indikator akses: Untuk mendapatkan
gratis harus dijelaskan kepada wali murid secara informasi atau pengaduan terkait Program
gamblang agar tidak terjadi salah penafsiran Pendidikan Gratis pihak sekolah negeri dan
karena ada pula kegiatan pendidikan yang swasta dapat berkoordinasi kepada Dinas
pembiayaannya bukan menjadi tanggung jawab Pendidikan Kota Blitar. Namun tidak sedikit
pemerintah Kota Blitar. pengaduan wali murid siswa langsung
disampaikan kepada Walikota Blitar,
KESIMPULAN DAN SARAN sehingga pengaduan tersebut cepat
Kesimpulan ditindaklanjuti.
1. Pelaksanaan program rintisan wajib belajar 12 b. Indikator cakupan: Pendidikan gratis sudah
tahun sudah dilaksanakan dengan cukup baik, menjangkau seluruh pelajar yang ada di
hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa Kota Blitar baik di sekolah negeri maupun
aspek/variabel diantaranya: sekolah swasta.
a. Adanya inisiasi yang diambil oleh Walikota c. Indikator ketepatan layanan: Faktor
Blitar untuk mengembangkan sumberdaya ketepatan layanan dirasa masih kurang
manusia melalui program rintisan wajib karena fasilitas gratis diterima sering
belajar 12 tahun. mengalami keterlambatan khususnya untuk
b. Keberhasilan program tersebut didukung sekolah swasta.
oleh sumberdaya anggaran yang memadai d. Indikator kesesuaian program dengan
di mana APBD Kota Blitar setiap tahunnya kebutuhan: Pendidikan gratis ini dinilai
mengalami peningkatan sehingga alokasi bermanfaat bagi siswa kurang mampu dan
anggaran untuk bidang pendidikan juga tidak bergitu berpengaruh bagi siswa
ikut meningkat. mampu.
c. Dalam pelaksanaannya juga mendapatkan 3. Dinamika yang terjadi selama proses
dukungan dari organisasi pelaksana yang pelaksanaan program rintisan wajib belajar 12
terdiri dari Tim Pengarah (Walikota Blitar), tahun, diantaranya:
Tim Manajemen Kota (Dinas Pendidikan), a. Faktor pendukung: adanya komitmen
Tim Manajemen UPTD, serta Tim pejabat pelaksana yang lebih

150 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
memprioritaskan pendidikan di atas sektor 4. Pihak sekolah diharapkan lebih jelas lagi
yang lain. Hal tersebut nampak pada dalam hal memberikan informasi kepada
anggaran APBD Kota lebih diutamakan siswa dan wali murid agar tidak terjadi salah
untuk sektor pendidikan. penafsiran terhadap program pendidikan
b. Faktor yang menjadi penghambat: gratis.
lemahnya regulasi pengelolaan pendidikan 5. Program pendidikan gratis di Kota Blitar
yang ditunjukkan dengan tarik ulur melalui anggaran Pro-Rakyat terutama untuk
pengalihan kewenangan pengelolaan warga kurang mampu mudah-mudahan dapat
pendidikan menengah/kejuruan, kurangnya menginspirasi pemimpin di Kabupaten/Kota
ketepatan layanan (sevice delivery) dalam lain untuk melakukan program yang sama
pendistribusan fasilitas gratis, belum sehingga bangsa Indonesia dalam waktu yang
adanya standar operasional prosedur tidak lama akan menjadi bangsa yang cerdas,
dalam pelaksanaan program yang mana maju, dan sejahtera.
sejauh ini masih berpedoman pada
Peraturan Walikota, kurangnya peran DAFTAR PUSTAKA
orang tua dalam mengawasi pendidikan
Badan Pusat Statistik. 2016. Perhitungan dan
anak, Kurangnya sosialisasi dari pihak Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun
sekolah terkait program pendidikan gratis. 2015. CV. Faesah Putra Abadi.
Grindle, Merilee S, 1980. Politics and Policy
Implementation in The Third World. Press,
Saran New Jersey: Pricenton University.
1. Pelaksanaan pendidikan gratis lebih Islamy, Irfan, M. 2009. Prinsip-Prinsip Perumusan
bernuansa pada pemberian subsidi yaitu Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

meringankan kebutuhan pendidikan bagi Jalal, Fasli. Reformasi Pendidikan: Dala Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya
masyarakat Kota Blitar. Untuk mewujudkan Nusa.
program pendidikan gratis yang mana Nasution, Zulkarimein. 2004. Komunikasi
semboyan Walikota Blitar “pintar tak harus Pembangunan; Pengenalan Teori dan
Penerapannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
bayar” nampaknya pemerintah Kota Blitar Persada.
perlu mengkaji ulang. Parsons, Wayne. 2006. Public Policy: Pengantar
Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta:
2. Perlunya peningkatan ketepatan layanan
Kencana.
dalam hal pendistribusian fasilitas ke siswa
Santoso, Pandji. 2009. Administrasi Publik, Teori
agar tujuan pemerataan dan pemanfaatan dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT.
Refika Aditama.
program pendidikan dapat terwujud.
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai
3. Perlunya peran serta masyarakat yakni wali
Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
murid untuk menunjang keberhasilan program
Sulistyastuti, Purwanto. 2012. Implementasi
tersebut. Kebijakan Publik. Konsep dan Aplikasi di
Indonesia. Yogyakarta: Gaya Media.

Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016 PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) | 151
Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan
Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Budi
Aksara.
Widodo, Joko. 2012. Analisis Kebijakan Publik,
Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik. Bayumedia Malang:
Publishing.
Yamin. 2013. Ideologi dan Kebijakan Pendidikan:
Menuju Pendidikan Berideologis dan
Berkarakter. Malang: Madani.
Slamet, Yulius. Kemiskinan Petani Pedesaan:
Analisis Megenai Sebab-Sebab dan Alternatif
Pemecahannya. Seminar Nasional
Laboratorium Sosiologi. Universitas Sebelas
Maret.
http://dokumen.tips/documents/kemiskinan-
petani-pedesaan-copyan.html#

152 | PUBLISIA (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) Volume 1, Nomor 2, Oktober 2016
PETUNJUK BAGI PENULIS TERBITAN BERKALA ILMIAH
PUBLISIA
Jurnal Ilmu Administrasi Publik

Naskah diketik spasi ganda pada kertas kuarto sepanjang maksimum 20 halaman dan diserahkan dalam
bentuk cetak (print out) computer sebanyak 2 eksemplar beserta soft file didalam disk berbentuk document
(Microsoft Word) atau dikirim melalui alamat email: publisia.jopad@unmer.ac.id
Artikel yang dimuat meliputi kajian dan aplikasi teori, hasil penelitian, gagasan konseptual, tinjauan pustaka,
resensi buku baru, bibliografi, dan tulisan praktis berkaitan dengan ilmu sosial, terutama dalam lingkup kajian
ilmu administrasi Negara.
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dengan format esai, disertai judul subbab
(heading) masing-masing bagian, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul subbab. Peringkat
judul subbab dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul subbab dicetak tebal atau miring),
dan tidak menggunakan angka nomor subbab:
PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, RATA DENGAN TEPI KIRI)
PERINGKAT 2 (Huruf Besar Kecil, Rata dengan Tepi Kiri)
Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil Miring, Rata dengan Tepi Kiri)
Sistematika artikel setara hasil penelitian: judul (diusahakan cukup imformatif dan tidak terlalu panjang.
Judul yang terlalu panjang harus dipecah menjadi judul utama dan anak judul); nama penulis (tanpa gelar
akademik); abstrak/intisari (maksimum 250 kata dengan disertai 3-5 istilah kunci (key word); pendahuluan
(tanpa subjudul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dibagi
kedalam subjudul-subjudul); daftar rujukan (berisi pustaka yang dirujuk).
Sistematika artikel hasil penelitian: judul (diusahakan cukup impformatif dan tidak terlalu panjang. Judul
yang terlalu panjang harus dipecah menjadi judul utama dan anak judul); nama penulis (tanpa gelar
akademik); abstrak/intisari (maksimum 250 kata dengan disertai 3-5 istilah kunci (key word); pendahuluan
(tanpa subjudul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;
pembahasan; simpulan dan saran; daftar rujukan (berisi pustaka yang dirujuk).
Sistematika penulisan rujukan/daftar pustaka: rujukan/daftar pustaka ditulis dalam abjad secara alfabetis
dan kronologis dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk buku: nama pengarang, tahun terbit, judul, edisi, penerbit, tempat terbit.
Contoh: Hicman, G.R. dan Lee, D,S., 2001, Managing humanresources in the public sector: a shared
responsibility, Harcourt College Publisher, Fort Worth.
b. Untuk karangan dalam buku: nama pengarang, tahun, judul karangan, nama editor: judul buku, nama
penerbit, tempat terbit, halaman permulaan dan akhir karangan.
Contoh: Mohanty, P.K., 1999, “Municipal decentralization and governance: autonomy, accountability and
participation”, dalam S.N. Jan and P.C. Mathur (eds): Decentralization and
politics, Sage Publication, New Delhi, pp. 212-236
c. Untuk karangan dalam jurnal/majalah: nama pengarang, tahun, judul karangan, nama jurnal/majalah,
volume/jilid, (nomor), halaman permulaan dan halaman akhir karangan.
Contoh: Sadhana, Kridawati, 2005, “Implementasi kebijakan dinas kesehatan dalam memberikan
pelayanan pada masyarakat miskin”, PUBLISIA, 9 (3): 156-171.
d. Untuk karangan dalam pertemuan: nama pengarang, tahun, judul karangan, nama pertemuan, waktu,
tempat pertemuan.
Contoh: Utomo, Warsito, 2000, “Otonomi dan pengembangan lembaga di daerah”, makalah disampaikan
dalam Seminar Nasional Profesional Birokrasi dan Peningkatan Kinerja
pelayanan Publik, 29 April 2000, Jurusan Administrasi Negara, FISIPOL UGM,
Yogyakarta.
Ketentuan lain:
 Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dilakukan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan
penulis. Artikel yang sudah dimuat dalam bentuk cetak-coba tidak dapat ditarik kembali oleh penulis.
 Penulis yang artikelnya dimuat wajib memberi kontribusi biaya cetak sebesar Rp. 250.000,- (Dua Ratus
Lima Puluh Ribu Rupiah)*.
© 2016. This work is licensed under
http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ (the “License”). Notwithstanding
the ProQuest Terms and Conditions, you may use this content in accordance
with the terms of the License.

Anda mungkin juga menyukai