Anda di halaman 1dari 15

JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 1

STRUKTUR HADITS NABI TENTANG GHADHUL BASHAR: ANALISIS


GENERATIF TRANSFORMATIF NOAM CHOMSKY

Ismail Hidayat1, Ilma Limaatul Ashfiya2


UIN Sunan Gunung Djati Bandung1, UIN Sunan Gunung Djati Bandung2
ismailhidayat838@gmail.com1, limaatulilma@gmail.com2

Abstrak: Setelah Al-Qur’an, salah satu sumber otoritas agama Islam ialah
hadits. Nabi Muhammad SAW menyampaikan hadits kepada para sahabat
dengan jumlah yang cukup banyak. Walaupun dikatakan sebagai salah satu
pewaris Nabi, tentu para sahabat tidak memiliki kemampuan yang sama
juga tidak semua hadir pada satu majlis saat Nabi menyampaikan sebuah
hadits. Maka tidak menutup kemungkinan terdapat banyak periwayatan
hadits yang berbeda redaksi tetapi masih memiliki satu makna yang sama.
Penelitian ini bertujuan menganalisis hadits Nabi tentang ghadhul bashar
menggunakan teori generatif transformatif yang dicetuskan oleh Noam
Chomsky. Dalam artikel ini disajikan dua buah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Nasa’i dengan redaksi yang hampir sama,
namun terdapat beberapa redaksi yang berbeda jika diperhatikan dengan
seksama. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perbedaan mendasar antara
kedua hadits ialah kekhususuan hadist yang diriwayatkan Imam Nasa’i
ditujukan pada para pemuda (syabab). Dimana pada masa-masa ini
kecenderungan seseorang untuk mencoba hal-hal baru cukup tinggi, tidak
terkecuali dengan hawa nafsu. Oleh karena itu, Islam mensyariatkan
pernikahan sebagai tindakan preventif. Adapun jika seseorang tersebut
belum mampu melaksanakan pernikahan, maka solusi yang ditawarkan
salah satunya dengan melaksanakan ibadah puasa karena dengan berpuasa
akan membantu mengendalikan hawa nafsu dan menjaga pandangan.

Kata kunci: Hadits tentang Ghadhul Bashar; Menikah; Noam Chomsky;


Puasa; Teori Generatif Transformatif

PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber pengambilan hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an.
Hal tersebut dikarenakan hadits memiliki peran sebagai penjelas terhadap makna yang
terkandung dalam Kalamullah tersebut.1 Hadits menurut bahasa adalah lawan kata dari
qadim, hal ini mencakup suatu perkataan baik banyak maupun sedikit. 2 Menurut istilah
hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw baik berupa
perkataan, perbuatan dan ketetapan.3

1
Muhammad al-Khatib, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), 26.
2
Muhammad Misbah, Studi Kitab Hadis: Dari Muwaththa’ Imam Malik hingga Mustadrak Al Hakim
(Malang: Ahlimedia Press, 2020), 5.
3
Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Quran dan Hadits Jilid 1 (Jakarta: Widya
Cahaya, 2009), xxvi.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 2

Hadits pada hakikatnya merupakan produk bahasa karena melibatkan


penggunaan bahasa sebagai medium untuk mentransmisikan ajaran, petunjuk, dan
tindakan yang dilakukan atau disetujui oleh Nabi Muhammad SAW (taqrir).4 Hadits
memiliki struktur bahasa yang menjadi pengatur unit-unit linguistik seperti kata, frase,
klausa, dan kalimat untuk menyusun pesan atau ungkapan yang hendak disampaikan.
Oleh karena itu dalam menyampaikan sebuah hadits perawi memiliki peranan yang
sangat penting.
Rasulullah dalam menyampaikan hadits kepada para sahabatnya dilakukan
melalui beberapa cara diantaranya: pertama, melalui majelis pembinaannya atau yang
disebut majelis al-Ilmi yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi SAW
untuk membina para jamaah. Kedua, melalui para sahabat tertentu kemudian
disampaikan kepada orang lain. Ketiga, melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka.5
Para sahabat setelah menerima hadits, mereka meriwayatkan hadits dengan
lafadz yang sama dari apa yang mereka terima dengan harapan agar periwayatan hadits
sesuai dengan redaksi yang disampaikan Rasulullah. Tentunya mereka membutuhkan
kehati-hatian dalam meriwayatkannya, karena teks serta hurufnya harus sama saat
mereka menghafal atau menulisnya dengan yang mereka terima dari Rasulullah sendiri.
Akan tetapi pada kenyataannya, banyak hadits yang diriwayatkan hanya berdasarkan
kesesuaian maknanya saja, sedangkan redaksi disusun sendiri oleh sahabat yang
meriwayatkan. Dengan kata lain perawi tersebut hanya memahami maksud dari apa
yang disampaikan Rasulullah kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain dengan
lafadz dan susunan redaksi dari mereka. Sendiri. Hal ini dimungkinkan karena para
sahabat tidak sama daya ingatannya, ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Di
samping itu kemungkinan masanya sudah lama. Sehingga yang masih ingat hanya
maksudnya, sementara apa yang di ucapkan Nabi sudah tidak diingatnya lagi.
Sampai saat ini urgensi memahami hadits (fiqh al-hadits) masih menjadi kajian
menarik khususnya terhadap hadits-hadits yang dilihat secara dzahir memiliki makna
bertentangan sehingga muncul kajian mukhtalaf al-hadist. Kajian tersebut muncul untuk
melakukan tinjauan mendalam terkait hadits-hadits yang secara teks menimbulkan
makna bertentangan sehingga memerlukan kajian lanjutan untuk mendapatkan
pemahaman yang tepat. Salah satu riset yang konsen melihat ini diantaranya dilakukan
oleh Johar Arifin. Risetnya fokus melihat perdebatan antara ulama hadits dan ulama
fikih ketika menemukan hadits-hadits yang secara dzahir bertentangan.6
Berbagai pendekatan juga digunakan seperti melibatkan disiplin ilmu sosial
sebagai teori analisis yang digunakan melakukan telaah ulang tidak hanya pada hadits-
hadits yang dipandang kontradiktif melainkan juga pada hadits-hadits yang memiliki
kesamaan redaksi. Seperti yang dilakukan oleh Muhammad Yusuf dan Dian Aulia

4
Muhammad Hasbie Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2014), 5.
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadits (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 73.
6
Johar Arifin, “Pendekatan Ulama Hadis dan Ulama Fiqh dalam Menelaah Kontroversial Hadis,” Jurnal
Ushuluddin XXII, no. 2 (2014): 145.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 3

Nengrum (2021) pada penelitian mereka tentang hadits wabah melalui pendekatan teori
tranformatif generatif Noam Chomsky. Mereka mengemukakan bahwa dua hadits yang
mereka teliti merupakan teks hadis dari riwayat Al-Bukhari dan Ahmad, keduanya
sekilas memiliki redaksi yang sama akan tetapi jika lebih diteliti kembali memiliki
redaksi yang berbeda baik berupa addition maupun replacement.7
Riset yang hampir sama juga pernah dilakukan oleh Ashief Al-Qorny (2018)
yang juga meneliti kedua hadits tentang keutamaan ilmu pada nomor hadits ke 79 dan
4.830 riwayat Al-Bukhari. Ia mengemukakan bahwa kedua hadis ini sekilas memilki
redaksi yang sama, akan tetapi jika lebih diteliti, kedua hadis ini memiliki perbedaan
pada unsur addition dan replacementnya.8 Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh
Mushab Wafi Adalah dan Muhammad Khoirul Anwar (2023) yang meneliti hadits
tentang wanita sebagai sumber fitnah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Ahmad,
dalam penelitian tersebut mereka mengemukakan, kedua hadits yang sekilas terlihat
sama dan memiliki kemiripan namun redaksi keduanya berbeda. Transformasi yang
berbeda diantara keduanya yang menyebabkan makna kedua hadits tersebut berbeda.9
Dari beberapa penilitian yang sudah ada, terlihat bahwa belum ada penelitian
menggunakan hadits tentang menahan pandangan dan penulis memandang penting
untuk melakukan penelitian agar makna dari hadits dapat dipahami dengan baik dan
benar. Penulis dalam artikel ini mengkaji tentang teori generatif transformatif yang
digagas oleh Noam Chomsky, sebagai salah satu ahli linguistik modern. Selanjutnya
bagaimana teori generatif transformatif ini diaplikasikan pada hadits Nabi tentang
menahan pandangan. Penulis memilih dua hadits tentang menahan pandangan yang
diriwayatkan oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari (Imam Bukhari)
dan Abu Abd rahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al Khurasany
(Imam An-Nasa’i). Dua Hadits pada kajian ini memiliki maksud yang sama yaitu
membahas tentang menjaga pandangan, namun memiliki redaksi yang berbeda.

METODE
Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah metode kualitatif deskriptif
yang mencoba menjelaskan bagaimana teori generatif transformatif Noam Chomsky
diaplikasikan pada hadits Nabi. Sugiono menyebutkan penelitian kualitatif sebagai
sebuah metode yang digunakan peneliti untuk meneliti kondisi objek alamiah di mana
peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci. sedangkan penelitian deskriptif merupakan
jenis penelitian yang berfokus pada status kelompok manusia, objek, kondisi, sistem

7
Muhammad Yusuf dan Dian Aulia Nengrum, “Teori Generatif Transformatif Noam Chomsky (Studi
Atas Hadits Nabi Tentang Wabah),” Jurnal Yaqzhan 7, 1 (Juli 2021).
8
Ashief El-Qorny, “Analisis Generatif-Transformatif Dalam Hadits Nabi Tentang Keutamaan Ilmu,”
Lisanan Arabiya 2, 1 (2018).
9
Mushab Wafi Adalah dan Muhammad Khoirul Anwar, “Reinterpretation of The Prophet’s Hadits about
Women as A Source of Slander from Noam Chomsky’s Transformative Generative Theory Perspective,”
Al-Dhikra 5, 1 (2023).

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 4

pemikiran, atau peristiwa saat ini dengan tujuan untuk melakukan penelitian secara
sistematis, deskriptif, faktual, dan akurat tentang fakta yang diteliti.10
Objek penelitian ini mengacu pada Hadits Nabi tentang ghadhul bashar yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam An-Nasa’i. Proses di dalam analisis data ini
dilakukan dengan mengumpulkan data terkait teori linguistik Noam Chomsky dan
hadits Nabi. Kemudian pengaplikasian teori generatif transformatif Noam Chomsky ini
pada hadits Nabi yang membahas tentang ghadhul bashar.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Konsep Generatif Transformatif Noam Chomsky
Avram Noam Chomsky, yang lebih dikenal dengan nama Noam Chomsky, lahir
pada 7 Desember 1928 di Pennsylvania, Amerika Serikat, merupakan anak dari
pasangan Dr. William Zev Chomsky dan Else Simonofsky. Noam Chomsky dikenal
sebagai seorang tokoh linguistik, dan latar belakang keluarganya yang berpendidikan
tinggi memiliki peran penting dalam pembentukannya. Ayahnya, Dr. William Zev
Chomsky adalah seorang ahli bahasa Yahudi, terkenal karena keahliannya dalam
gramatika bahasa Ibrani, diakui oleh New York Times sebagai pakar terkemuka yang
menulis beberapa karya gramatika Ibrani yang penting.11
Ketika masih muda, Chomsky aktif terlibat dalam kegiatan kebahasaan ayahnya.
Hal ini berdampak besar pada perkembangan intelektual dan perspektifnya dalam studi
bahasa. Selain dari pengaruh ayahnya, kecerdasan intelektual Chomsky juga
dipengaruhi oleh pamannya, yang memperkenalkannya pada pemikir-pemikir
terkemuka seperti Sigmund Freud, Karl Marx, Trotsky, dan lainnya. Paman Chomsky
bahkan memiliki toko di New York yang menjual berbagai koran dan majalah, yang
ternyata menjadi tempat berkumpul para intelektual Yahudi di kota tersebut. 12
Tak cukup sampai disitu, pada usia 12 tahun, Chomsky sudah membaca dan
mempelajari salah satu karya berat ayahnya yang membahas tata bahasa Ibrani pada
abad ke-13. Karena kedekatannya dengan bahasa Ibrani, yang secara mendasar memiliki
keterkaitan dengan bahasa Arab, memungkinkannya memiliki kemampuan untuk
membaca dan memahami buku-buku yang berkaitan dengan bahasa Arab, terutama
dalam bidang gramatika atau tata bahasa. Menurut pendapat Tammam Hassan,
Chomsky mengagumi pemikiran cendikiawan Muslim yaitu Al-Jurjani. Karena itu, dia
tidak hanya fasih di dalam bahasa Ibrani saja, bahkan dia juga pernah belajar kitab al-
Ajrumiah (Jurumiah) kepada Frenz Rosenthal.13
Karena ayahnya seorang pakar bahasa, tak heran jika Chomsky dapat mengikuti
jejak ayahnya menjadi seorang pakar Bahasa. Saat usia 10 tahun, ayahnya mengajarinya
10
Fahri Muhaimin Fabrori, “Teori Generatif Transformatif Noam Chomsky : Analisis Dalam Hadits Nabi
Tentang Niat,” Al-Bayan: Journal of Hadith Studies 2, 1 (Januari 2023): 2.
11
Geoffrey Sampson, School of Linguistics Competition and Evolution, (Yorks: Hutchinon, 1980), 130.
12
Chairul Anwar, Buku Terlengkap Teori-Teori Pendidikan Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2017), 175.
13
Wati Susiawati, “Implementasi Teori Chomsky dalam Bahasa Al-Quran”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan
Bahasa Arab dan Kebahasaaraban 5, 2 (Desember 2018), 277.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 5

untuk bagaimana merevisi penelitian bahasa yang dikerjakan oleh ayahnya. Chomsky
sangat tertarik untuk menganalisis bahasa khususnya analisis bahasa stuktural yang
digagas oleh pemikir de Saussere. Dalam dua tahun, Chomsky fokus untuk meneliti dan
pada akhirnya dapat memperoleh gelar magisternya dengan judul Morphophonemics of
Modern Hebrew yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1965. Chomsky menjadikan
bahasa Ibrani sebagai objek penelitiannya, menurutnya bahasa Ibrani termasuk rumpun
bahasa Semit yang juga termasuk induk bahasa Arab.14
Melalui publikasi karyanya pada tahun 1957 yang berjudul Syntactic Structures,
Chomsky mulai dikenal sebagai seorang pakar dalam bidang linguistik berkat teorinya
mengenai tata bahasa generatif. Teori ini kemudian mengalami pengembangan yang
signifikan sebagai respons terhadap kritik dan saran dari berbagai pihak, terutama dalam
bukunya yang kedua berjudul Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965. Nama
yang diusung oleh Chomsky untuk teorinya adalah Transformational Generative
Grammar, tetapi dalam Bahasa Indonesia, istilah ini umumnya dikenal sebagai tata
bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.15
Pada akhir tahun 1950, Chomsky menentang teori Skinner yang menyatakan
bahwa bahasa diperoleh melalui pengaruh lingkungan sekitar atau lingukangan (nature).
Menurut Chomsky, bahasa sebenarnya diperoleh melalui dasar sifat bawaan (innate).
Baginya, setiap anak yang lahir dilengkapi dengan suatu alat yang mendukungnya
dalam mempelajari bahasa tertentu. Alat ini dikenal sebagai Language Acquisition
Device (Piranti Pemilihan Bahasa), yang bersifat universal dan dapat dibuktikan melalui
kesamaan dalam proses pembelajaran bahasa anak-anak.16
Menurut teori generatif transformatif, bahasa merupakan sebuah sistem ‫نظام اللغة‬,
bahasa memiliki sifat mentalistik atau kejiwaan, dan diwarisi secara bawaan (innate).
Bahasa dikonsepsikan sebagai suatu entitas yang terdiri dari unsur kompetensi
(compentence) dan performansi (performance), serta memiliki struktur internal dan
eksternal.
Kompetensi (compentence) atau kemampuan berbahasa merupakan sistem
terwaris (innate) yang tersimpan dalam otak pengguna bahasa (pembicara-pendengar)
yang memungkinkan pengguna bahasa menghasilkan kalimat-kalimat yang tidak pernah
didengar atau diucapkan sebelumnya, membedakan kalimat yang bermakna ganda,
kalimat ambigu dan tidak ambigu, kalimat-kalimat yang bersinonim dan tidak
bersinonim, kalimat-kalimat yang berterima dan yang tidak berterima, dan sebagainya. 17
Sementara itu, konsep kedua, performansi (performance) merupakan pengunaan
aktual bahasa sebagai realisasi dari kompetensi. 18 Dengan kata lain performance adalah
hasil aktual dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan. Meskipun terkadang
14
Sugeng Sugiyono, Bahasa, Sastra Dan Budaya, (Yogyakarta: Program Studi Bahasa Arab UIN Sunan
Kalijaga, 2021), 66.
15
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), 364.
16
Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005), 235-236.
17
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasa, (Bandung: Angkasa, 2009), 21.
18
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasa, (Bandung: Angkasa, 2009), 22.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 6

performance tidak sejalan dengan competence karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
sehingga terjadi perubahan-perubahan yang sama sekali berbeda dari competence.
Chomsky dalam teori generatif transformatif membedakan bahasa dari kalimat
karena bahasa terdiri dari tiga komponen, yaitu fonologis, sintaksis, dan semantik.
Bahasa dianggap memiliki sifat kreatif dan dianggap sebagai pengetahuan atau hipotesis
alamiah yang bersifat universal. Keseluruhan poin-poin ini pada akhirnya menjadi ciri-
ciri dari teori generatif transformatif.19
Perwujudan konsep kompetensi (compentence) dan performansi (performance)
dapat terlihat dalam dua aspek yang juga diperknalkan oleh Chomsky yaitu struktur luar
(surface structure) dan struktur dalam (deep structure).20 Kedua aspek Bahasa ini
kemudian memunculkan salah satu kaidah yang menjadi ciri khas bagi aliran
transformasional, yaitu kaidah transformasi.
Struktur luar merupakan struktur-struktur yang ditransformasikan dari struktur
dalam. Oleh karena itu, struktur luar adalah perwujudan dari struktur dalam. Sebagai
contoh, ‫ مسح محمد السبورة‬dan ‫السبورة مسحتها محم__د‬, keduanya memiliki struktur luar yang
berbeda, tetapi memiliki struktur dalamyang sama. Pada kalimat tersebut, kata ‫محمد‬
adalah subjek, dan kata ‫ السبورة‬adalah objek.
Struktur dalam (deep structure) merupakan aspek abstrak dari bahasa yang
merefleksikan aktivitas berfikir pengguna bahasa. Sementara struktur luar (surface
structure) merupakan aspek konkret dari bahasa yang berupa bunyi yang diucapkan dan
didengar atau dibaca. Struktur luar merupakan struktur-struktur yang ditransformasikan
dari struktur dalam. Struktur dalam merupakan kalimat inti (kernel sentence) yang dapat
ditransformasikan kedalam beberapa bentuk yang berbeda, hingga tak terhingga.
Kalimat inti (kernel sentence) tersebut memiliki ciri, diantaranya, simple, aktif, positif,
lengkap, statement, dan runtut.21
Menurut Chomsky terjadinya struktur luar pada bahasa bisa terjadi melalui
beberapa faktor, sebagaimana berikut.22
1) Al-Ibdal (Penggantian) yang terdiri dari dua macam:
a. I’adah al-Tartib (permutation), ialah suatu perubahan yang dilakukan dengan
cara menata ulang struktur kalimat, baik dengan cara mengubah posisi satu
kata atau lebih dalam kalimat tersebut, masuk dalam teknik ini yaitu jumlah
ismiyyah menjadi jumlah fi’liyyah ataupun sebaliknya.

A+B= B+A
Contoh:

19
Wati Susiawati, “Implementasi Teori Chomsky dalam Bahasa Al-Quran”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan
Bahasa Arab dan Kebahasaaraban 5, 2 (Desember 2018), 280-282.
20
Geoffrey Sampson, School of Linguistics Competiyion and Evolution, (Yorks: Hutchinson), 141.
21
A. Chaedar Alwasilah, Beberapa Mazhab dan Dikotomi Teori Linguistik, (Bandung: Angkasa, 1993),
100.
22
Diki Agam Lubis, “Tarkib al-Jumal al-‘Arabiyyah bi Istikhdami al-Nadzariyyah al-Taulidiyyah al-
Tahwiliyyah ‘inda Noam Chomsky Tahlilan wa Ta’liman” (Tesis Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2014), 25.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 7

‫يقرأء اسماعيل قصيدة لمحبوبته على ضفاف نهر بيدرا‬


‫على ضفاف نهر بيدرا يقرأء اسماعيل قصيدة لمحبوبته‬
“Ismail membaca qashidah untuk kekasihnya di tepi sungai Piedra.”
“Di tepi Sungai Piedra Ismail membaca qashidah untuk kekasihnya.”
Dari contoh ini, dapat kita ketahui bahwa pada kalimat tersebut terdapat
perubahan pada kalimat ‫على ض__فاف نه__ر بي__درا يق__رأء اس__ماعيل قص__يدة لمحبوبت__ه‬, pada
pertama posisinya di belakang kalimat lalu kalimat kedua di ubah menjadi di
depan kalimat, dan kalimat tersebut bertransformasi yang awalnya berbentuk
jumlah fi’liyyah menjadi jumlah ismiyyah.
b. Al-Ihlal (replacement), bagian ini merupakan pola kalimat akan mengalami
perubahan struktur kalimat. Dimungkinkan pola ini sering terjadi dan
dipastikan banyak yaitu pada penggantian terhadap unsur yang lain.

A+B= B+C
Contoh:
‫يعطي هشام ألخته الصغيرة النقود‬
‫يعطي هشام ألخته الصغيرة الكتاب‬
“Hisyam memberikan uang kepada adiknya.”
“Hisyam memberikan buku kepada adiknya.”
Contoh di atas merupakan salah satu bentuk perubahan dengan cara
mengganti
suatu unsur pada unsur yang lain, yaitu merubah ‫ أخته الصغيرة النقود‬dengan ‫أخته‬
‫الصغيرة الكتاب‬.

2) Al-Ittisa’ (expansion), merupakan suatu perubahan yang dilakukan dengan cara


memperluas.

A+B1= A+B2
Contoh:
‫لقيُت بامرأة‬
‫لقيُت بامرأة جميلة و ذكية في المكتبة‬
“Saya telah bertemu seorang Perempuan.”
“Saya telah bertemu seorang perempuan yang cantik dan pintar di perpustakaan.”
Dari dua contoh yang sudah disebutkan di atas dapat dilihat bahwa kalimat
‫ جميلة و ذكية في المكتبة‬adalah perluasan dari kata ‫المرأة‬.

3) Al-Hadzf (deletion), pola ini merupakan penghilangan atau penghapusan yang


terjadi hanya pada struktur lahirnya saja, sedangkan struktur dalam, tetap masih
melekat pada kalimat serta internal penuturnya.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 8

A+B= B
Contoh:
‫من هو؟ محاضر جديد‬
‫كيف حالك؟ بخير‬
“Siapa dia? Dosen baru.”
“Bagaimana kabarmu? Sehat.”

4) Al-Ikhtisar (reduction), perubahan yang dilakukan dengan cara menyingkat elemen


kalimat.

A1+B=A+B
Keterangan: A merupakan penyempitan dari A1
Contoh:
)1( ‫علم النحو مفيد‬
)2( ‫العلم مفيد‬
Tampak jelas di atas bahwa kalimat (2) merupakan bentuk transformasi
kalimat dari (1) dengan cara menyingkat elemen kalimat. Selain perubahan
sintaksis, perubahan juga dialami oleh segi semantik sebagai berikut:
(1) Ilmu Nahwu itu berguna.
(2) Ilmu itu berguna.

5) Penambahan atau az-ziyādah (addition) adalah transformasi yang dilakukan dengan


menambah elemen kalimat.

A=AB
Contoh:
‫من أشراط الساعة‬
‫إّن من أشراط الساعة‬
“Diantara tanda-tanda hari kiamat datang”
“Sesungguhnya diantara tanda hari kiamat datang”
Dari contoh ini, kita mendapati bahwa terdapat transformasi pada kalimat
diatas dengan menambahkan piranti taukid ‫إّن‬, terlihat juga bahwa transformasi
pada kalimat ‫ من أشراط الساعة‬merubah makna awalnya. Dari contoh-contoh di atas,
kaidah transformasi bukan hanya merubah stuktur kalimatnya saja, melainkan
merubah makna yang terkandung dalam kalimatnya juga.

Analisis Hadits Nabi tentang Ghadhul Bashar


Hadits yang digunakan pada kajian ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam An-Nasa’i yang berbicara tentang menjaga pandangan (ghadhul
bashar). Adapun analisis hadits ini akan dikaji menggunakan pendekatan teori generatif
transformatif Noam Chomsky sebagai berikut.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 9

‫َح َّد َثَنا َع ْب َد اُن َع ْن َأِبْي َحْم َزَة َعن اَألْع َمِش َع ْن ِإْب َر اِهْيَم‬ ‫َأْخ َبَر َنا ُمَحَّم د ْبُن َم ْنُصْو ٍر َقاَل َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن َع ْن اَألْع َمِش‬
‫َع ْن َع ْلَقَم َة َقاَل َبْيَنا َأَنا َأْمِش ى َم َع َع ْبِد ِهللا َرِض َي ُهللا َع ْن ُه‬ ‫َع ْن ُع َم اَر َة ْبِن ُع َم ْيٍر َع ْن َع ْبِد الَّرْح َمِن ْبِن َيِزْيَد َع ْن َع ْبِد‬
‫َفَقاَل ُكَّنا َم َع الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل َم ن اْسَتَطاَع‬ ‫ِهللا َقاَل َقاَل َلَنا َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيا َم ْعَش َر‬
‫اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر َو َأْح َص ُن ِلْلَف ِر ِج َو َم ْن‬ ‫الَّش َباِب َم ن اْس َتَطاَع ِم ْنُك م اْلَب اَء َة َفْلَيْنِكْح َفإَّن ُه َأَغُّض‬
)‫َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّصْو ِم َفِإَّنُه ِو َج اٌء (رواه البخاري‬ ‫ِلْلَبَص ِر َو َأْح َص ُن ِلْلَف ْر ِج َو َم ْن اَل َفْلَيُص ْم َف ِإَّن الَّص ْو َم َل ُه‬
)‫ِو َج اٌء (رواه النسائى‬

1. Struktur Luar (Surface Structure)


a. Analisis Transformatif
Kedua hadits di atas nampak memiliki redaksi yang sama. Namun, jika
diperhatikan hadits-hadits tersebut memiliki perbedaan. Pertama, dalam hadits
yang diriwayatkan Imam An-Nasa’i, terdapat penambahan (al-ziyadah) frasa ‫يا‬
‫ معش_______ر الش_______باب‬pada ‫من اس_______تطاع‬. Kedua, tampak transformasi
penggantian/replacement (al-ihlal) pada kata ‫ فلينكح‬menjadi ‫فلي__تزوج‬. Ketiga,
terdapat perluasan (al-ittisa’) pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari
yakni pada kalimat ‫ومن لم يستطع فعليه بالصوم‬.
Berdasarkan proses transformasi di atas, terdapat kalimat yang memiliki
struktur yang berbeda. Hal ini kemudian akan mempengaruhi makna struktur
luar, sebagai berikut:
‫من استطاع‬ x ‫يا معشر الشباب من استطاع‬
‫فليتزوج فإنه اغّض للبصر‬ x ‫فلينكح فإنه أغّض للبصر‬
‫ومن لم يستطع فعليه بالصوم‬ x ‫ومن ال يصم‬
Setelah diketahui beberapa perbedaan pada hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam An-Nasa’i, selanjutnya adalah menganalisis
perbedaan-perbedaan tersebut menggunakan kaidah struktur.
b. Analisis Kaidah Struktural
Perbedaan sintaksis dari kedua hadits di atas dapat ditentukan dengan
menganalisis unsur sintaksisnya berdasarkan analisis unsur-unsur pokoknya.
‫من استطاع‬ ‫يا معشر الشباب من استطاع‬
‫ استطاع‬+ ‫من‬ ‫ استطاع‬+ ‫ من‬+ ‫ الشباب‬+ ‫ معشر‬+ ‫يا‬
‫ هو‬+ ‫ استطاع‬+ ‫من‬ ‫ استطاع‬+ ‫ من‬+ ‫ شباب‬+ ‫ ال‬+ ‫ معشر‬+ ‫يا‬
‫ اسم ضمير‬+ ‫ فعل ماض‬+ ‫ حرف شرط‬+ ‫ اس__تطاع‬+ ‫ من‬+ ‫ ش__باب‬+ ‫ ال‬+ ‫ معش__ر‬+ ‫ي__ا‬
‫ فاعل‬+ ‫ فعل ماض‬+ ‫حرف شرط‬ ‫هو‬
‫ فعل‬+ ‫ حرف شرط‬+ ‫ اسم‬+ ‫ اسم‬+ ‫حرف النداء‬
‫ اسم ضمير‬+ ‫ماض‬
‫ ح__رف‬+ ‫ مض__اف إلي__ه‬+ ‫ من__ادى‬+ ‫ح__رف ن__داء‬
‫ فاعل‬+ ‫ فعل ماض‬+ ‫شرط‬
‫فليتزوج فإنه اغّض للبصر‬ ‫فلينكح فإنه أغّض للبصر‬
+ ‫ ل‬+ ‫ أغض‬+ ‫ إن_____ه‬+ ‫ ف‬+ ‫ لي_____تزوج‬+ ‫ البصر ف‬+ ‫ ل‬+ ‫ أغض‬+ ‫ إنه‬+ ‫ ف‬+ ‫ لينكح‬+ ‫ف‬
‫البصر‬ ‫ ل‬+ ‫ أغض‬+ ‫ ه‬+ ‫ إن‬+ ‫ ف‬+ ‫ ينكح‬+ ‫ ل‬+ ‫ف‬
‫ ل‬+ ‫ أغض‬+ ‫ ه‬+ ‫ إن‬+ ‫ ف‬+ ‫ يتزوج‬+ ‫ ل‬+ ‫ف‬ ‫ بصر‬+ ‫ ال‬+

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
‫‪JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 10‬‬

‫‪ +‬ال ‪ +‬بصر‬ ‫حرف جواب ‪ +‬الم أمر ‪ +‬فعل أمر ‪ +‬فاء س__ببية‬
‫رف جواب ‪ +‬الم أمر ‪ +‬فعل أمر ‪ +‬فاء سببية ‪+‬‬ ‫‪ +‬عامل نواسخ ‪ +‬اسم ض__مير ‪ +‬اس__م تفض__يل ‪+‬‬
‫عام__ل نواس__خ ‪ +‬اس__م ض__مير ‪ +‬اس__م تفض__يل ‪+‬‬ ‫حرف جار ‪ +‬اسم‬
‫حرف جار ‪ +‬اسم‬ ‫حرف جواب ‪ +‬فعل أم__ر ‪ +‬ف__اء س__ببية ‪ +‬عام__ل‬
‫حرف جواب ‪ +‬فعل أم__ر ‪ +‬ف__اء س__ببية ‪ +‬عام__ل‬ ‫نواس__خ ‪ +‬اس__م ض__مير ‪ +‬اس__م تفض__يل ‪ +‬ح__رف‬
‫نواس__خ ‪ +‬اس__م ض__مير ‪ +‬اس__م تفض__يل ‪ +‬ح__رف‬ ‫جار ‪ +‬مجرور‬
‫جار ‪ +‬مجرور‬
‫ومن لم يستطع فعليه بالصوم‬ ‫ومن ال يصم‬
‫و ‪ +‬من ‪ +‬لم ‪ +‬يس___تطع ‪ +‬ف ‪ +‬علي___ه ‪ +‬ب ‪+‬‬ ‫و ‪ +‬من ‪ +‬ال ‪ +‬يصم‬
‫الصوم‬ ‫و ‪ +‬من ‪ +‬ال ‪ +‬يصم ‪ +‬هو‬
‫و ‪ +‬من ‪ +‬لم ‪ +‬يس___تطع ‪ +‬ف ‪ +‬علي ‪ +‬ه ‪ +‬ب‬ ‫ح__رف عط__ف ‪ +‬ح__رف ش__رط ‪ +‬ح__رف نفي ‪+‬‬
‫‪ +‬ال ‪ +‬صوم‬ ‫فعل مضارع ‪ +‬اسم ضمير‬
‫و ‪ +‬من ‪ +‬لم ‪ +‬يستطع ‪ +‬هو ‪ +‬ف ‪ +‬علي ‪ +‬ه‬ ‫ح__رف عط__ف ‪ +‬ح__رف ش__رط ‪ +‬ح__رف نفي ‪+‬‬
‫‪ +‬ب ‪ +‬ال ‪ +‬صوم‬ ‫فعل مضارع ‪ +‬فاعل‬
‫حرف عطف ‪ +‬حرف شرط ‪ +‬عام__ل ج__وازم ‪+‬‬
‫فعل مضارع ‪ +‬اس__م ض__مير ‪ +‬ح__رف ج__واب ‪+‬‬
‫حرف جار ‪ +‬اسم ضمير ‪ +‬حرف جار ‪ +‬اسم‬
‫حرف عطف ‪ +‬حرف شرط ‪ +‬عام__ل ج__وازم ‪+‬‬
‫فعل مضارع ‪ +‬فاعل ‪ +‬ح_رف ج_واب ‪ +‬ح_رف‬
‫جار ‪ +‬مجرور ‪ +‬حرف جار ‪ +‬مجرور‬

‫)‪2. Struktur Dalam (Deep Structure‬‬


‫‪Setelah diketahui perbedaan mengenai struktur luar melalui analisis‬‬
‫‪transformatif dan generatif yang nantinya perbedaan tersebut akan berpengaruh‬‬
‫‪terhadap makna struktur luar hadits, langkah selanjutnya ialah menentukan struktur‬‬
‫‪dalam. Penentuan ini dilakukan dengan menganalisis pola kalimat dasar dengan‬‬
‫‪ciri-ciri tunggal, aktif, positif, afirmatif, dan lengkap.‬‬
‫‪Ditemukan struktur dalam dari adanya perbedaan struktur luar di atas sebagai‬‬
‫‪berikut.‬‬
‫‪No‬‬ ‫‪Surface Structure‬‬ ‫‪Deep Structure‬‬
‫‪1‬‬ ‫يا معشر الشباب من استطاع‬ ‫من استطاع‬
‫من استطاع‬
‫‪2‬‬ ‫فلينكح فإنه أغّض للبصر‬ ‫فلينكح فإنه أغّض للبصر‬
‫فليتزوج فإنه اغّض للبصر‬
‫‪3‬‬ ‫ومن ال يصم‬ ‫ومن ال يصم‬
‫ومن لم يستطع فعليه بالصوم‬

‫‪3. Makna Surface Structure‬‬


‫‪Berdasarkan analisis surface structure di atas, maka dapat diketahui makna‬‬
‫‪surface structure dari masing-masing hadits sebagai berikut.‬‬

‫‪JILSA‬‬
‫‪ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197‬‬
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 11

a) Hadits Riwayat Imam An-Nasa’i


Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Manshur, ia berkata,
telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al-A’masy dari ‘Umarah bin
‘Umair dari Abdur Rahman bin Yazid dari ‘Abdullah, ia berkata, Rasulullah
SAW bersabda kepada kami, “Wahai para pemuda, barang siapa diantara
kalian yang telah sanggup menikah, maka hendaknya ia menikah, karena
sesungguhnya hal itu lebuh menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Dan barang siapa yang belum sanggup, maka hendaknya ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa adalah perisai baginya.”
Pada hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i ini terdapat seruan (nida)
untuk segera melangsungkan pernikahan apabila sudah mampu yang
dikhususkan kepada kaum muda yakni dengan menggunakan redaksi ‫الش_باب‬
mengingat pemuda adalah usia dimana sebagai seorang individu ia sudah
tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu semakin bertambah
besar. Dikatakan bahwa yang dimaksud syabab adalah mereka yang memiliki
usia berkisar 16-30 tahun. Pada masa ini seseorang memiliki emosi yang luar
biasa sehingga dikatakan sebagai salah satu bahaya masa remaja karena
mengubah remaja menjadi sosok baru dalam penampilan internal dan eksternal.
Hal ini terlihat jelas dalam perilaku emosionalnya, yang menunjukkan
ketidakseimbangan. Pun dengan kekuatan dorongan seksual yang bergejolak di
dalam diri seorang remaja. Meskipun demikian, masing-masing antara laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan. Secara alamiah, perempuan lebih cepat
dewasa dibanding laki-laki. Sehingga pada fase ini, menurut kaca mata
psikologi, perempuan telah mampu jika hendak melangsungkan pernikahan.
Namun, laki-laki disebut baru akan siap menjadi seorang kepala keluarga
dengan berbagai macam tanggung jawab dan kewajibannya pada usia 28 tahun.
Hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan waktu dalam proses
perkembangan otak laki-laki dan perempuan menuju dewasa, yakni mencapai
10 tahun.23
Syariat Islam telah memberikan sebuah cara guna memenuhi dorongan
yang menjadi fitrah manusia ini demi merealisasikan tujuan-tujuan syara.
Sehingga Islam mensyariatkan pernikahan untuk menjaga keutuhan dan
keharmonisan sebuah keluarga. Ketika sebuah pernikahan belum mampu
direalisasikan, maka Islam pun membuat batasan-batasan yang dapat
mengendalikan dorongan seksual hingga tiba saatnya untuk disalurkan melalui
cara yang sah yang tidak lain adalah pernikahan. Solusi yang ditawarkan Islam
melalui hadits-hadits di atas bagi yang belum mampu atau belum memiliki
kemampuan untuk melaksanakan pernikahan adalah dengan cara melaksanakan
puasa. Mengingat bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi
kebutuhan biologis manusia, sehingga dengan berpuasa diharapkann dapat
23
In Tanshurullah, “Hadis Anjuran Menikah kepada Pemuda (Menelaah Hadis dari Perspektif
Psikologi)” (Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019), 53-54.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 12

menjadi perisai yang melindungi seseorang dari kemaksiatan. Dengan berpuasa


maka dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan juga
kesucian.24
Di dalam Al-Qur’an, Allah juga memerintahkan agar menahan diri
dengan cara berpuasa bagi mereka yang belum memiliki kemampuan untuk
melakukan pernikahan. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nur
ayat 33 sebagai berikut.25
...‫َو ْلَيْس َاْع ِفِف اَّلِذ ْيَن اَل َيِج ُد ْو َن ِنَك اًحا َح َّتى ُيْغ ِنَيُهُم ُهللا ِم ْن َفْض ِلِه‬
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga
kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada
mereka dengan karunia-Nya.”
Dalam hadits ini terdapat kata ‫ فلينكح‬yang berbentuk fi’il amr lil ghaib
menunjukkan pada arti hendaknya melakukan atau mengikat hubungan (akad
nikah) dengan wanita. Kata ‫ الباءة‬pada hadits di atas merupakan syarat bagi
siapapun yang hendak melaksanakan pernikahan. Kemampuan ini meliputi
kemampuan material dan non-material seperti kesiapan fisik, mental, dan
ekonomi yang harus dimiliki masing-masing pasangan. Sehingga meskipun
diketahui bahwa pernikahan merupakan ketetapan yang telah disyariatkan bagi
umat manusia, namun dalam saat yang bersamaan baik Al-Qur’an maupun
Hadits menetapkan ketentuan-ketentuan terkait pernikahan yang harus
diperhatikan setiap individu.
Kemudian hadits ini tidak secara gamblang menambahkan redaksi atau
keterangan apabila tidak mampu, sehingga diperlukan pemahaman lebih
terhadap kata yang hilang.

b) Hadits Riwayat Imam Bukhari


Telah menceritakan kepada kami Abdan dari Abu Hamzah Al-A’masy
dari Ibrahim dari ‘Alqomah berkata, ketika aku sedang berjalan dengan
Abdullah R.A. dia berkata: kami pernah bersama Nabi SAW yang ketika itu
beliau bersabda, “Barang siapa yang sudah sanggup menikah, maka hendaknya
ia menikah, karena menikah itu lebih bisa menundukan pandangan dan lebih
bisa menjaga kemaluan (syahwat). Barang siapa yang belum sanggup
(menikah) maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu akan menjadi benteng
baginya.”
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari tidak terdapat seruan khusus
dalam redaksinya sehingga ditujukan kepada siapapun secara umum. Dalam
hadits ini menggunakan redaksi ‫ فليتزوج‬dengan bentuk yang sama yakni fi’il
amr lil ghaib. Pemilihan kata kerja ‫ زوج‬pada hadits ini bermakna hendaknya
24
In Tanshurullah, “Hadis Anjuran Menikah kepada Pemuda (Menelaah Hadis dari Perspektif
Psikologi)” (Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019), 45.
25
In Tanshurullah, “Hadis Anjuran Menikah kepada Pemuda (Menelaah Hadis dari Perspektif
Psikologi)” (Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019), 50.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 13

memperistri untuk hidup berdampingan dengan wanita yang telah diperistri


tersebut. Kata ‫ زوج‬ini lebih bersifat umum, tidak merujuk pada akad
sebagaimana kata ‫نكح‬. Kemudian terdapat tambahan keterangan ‫ لم يستطع‬untuk
lebih memperjelas bilamana seseorang tersebut belum mampu melaksanakan
pernikahan, maka hendaknya berpuasa. Dengan demikian, hadits ini bermakna
perintah yang sama hanya saja tidak dikhususkan kepada kaum muda
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i.

KESIMPULAN
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam An-Nasa’i di atas sekilas
tampak sama, namun jika diperhatikan kedua hadits tersebut memiliki perbedaan
redaksi. Perbedaan dari segi struktur juga turut berpengaruh terhadap perubahan makna.
Pada hadits yang diriwayatkan Imam An-Nasa’i terdapat penambahan kata seruan
(nida) terhadap para kaum muda atau remaja. Usia remaja disebut sebagai masa
peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Kecenderungan untuk mencoba segala sesuatu
atau hal baru sangat tinggi pada masa ini, sehingga jika tidak memiliki kontrol diri yang
baik maka akan dengan mudah terbawa arus hingga terjerumus ke dalam jurang
kemaksiatan. Terlebih dengan keinginan untuk memenuhi hasrat seksual. Maka dengan
adanya anjuran melaksanakan pernikahan bagi para pemuda yang sudah mampu ini
diharapkan dapat menjadi sebuah pintu untuk memasuki suatu kenikmatan dunia yang
ingin dirasakan setiap orang.
Tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan pernikahan bagi seseorang yang
benar-benar sudah mampu baik secara lahir maupun batin. Dengan menikah dapat lebih
mengendalikan hawa nafsu serta menjaga pandangan. Banyak mudharat yang timbul
ketika seseorang tidak segera menikah, dikhawatirkan ia tidak bisa menjaga hawa
nafsunya. Di sisi lain, bagi mereka yang belum mampu, maka dianjurkan untuk
berpuasa karena dengan berpuasa akan lebih mengendalikan hawa nafsu seseorang.
Berbeda dengan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari sehingga memiliki
makna yang lebih umum tidak merujuk pada suatu kelompok. Kemudian terdapat
penambahan keterangan ‫ لم يستطع‬sehingga redaksinya lebih jelas dan lengkap, sehingga
dapat dipahami dengan mudah bagi orang awam sekalipun tanpa harus menerka maksud
dari kata yang hilang.

DAFTAR PUSTAKA
Adalah, Muhab Wafi, dan Muhammad Khoirul Anwar. 2023. “Reinterpretation of The
Prophet's Hadits about Women as A Source of Slander from Noam Chomsky's
Transformative Generative Theory Perspective.” Al-Dhikra.
al-Khatib, Muhammad. 1992. Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Mustalahuhu. Beirut.
Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Beberapa Madzhab dan Dikotomi Teori Linguistik.
Bandung: Angkasa.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 14

Anwar, Chairul. 2017. Buku Terlengkap Teori-Teori Pendidikan Klasik Hingga


Kontemporer. Yogyakarta: IRCiSoD.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbie. 2014. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.
Semarang: Putaka Rizki Putra.
Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
El-Qorny, Ashief. 2018. “Analisis Generatif-Transformatif Dalam Hadits Nabi Tentang
Keutamaan Ilmu.” Lisanan Arabiya.
Fabrori, Fahri Muhaimim. 2023. “Teori Generatif Transformatif Noam Chomsky :
Analisis Dalam Hadits Nabi Tentang Niat.” Al-Bayan: Journal of Hadith
Studies 2.
Lubis, Diki Agam. 2014. Tarkib al-Jumal al-‘Arabiyyah bi Istikhdami al-Nadzariyyah
al-Taulidiyyah al-Tahwiliyyah ‘inda Noam Chomsky Tahlilan wa Ta’liman.
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.
Misbah, Muhammad. 2020. Studi Kitab Hadis: Dari Muwaththa' Imam Malik hingga
Mustadrak Al Hakim. Malang: Ahlimedia Press.
Sampson, Geoffrey. 1980. School of Linguitics Competition and Evolution. Yorks:
Hutchinon.
Sugiyono, Sugeng. 2021. Bahasa, Sastra Dan Budaya. Yogyakarta: Program Studi
Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga.
Suparta, Munzier. 2010. Ilmu Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Susiawati, Wati. 2018. “Implementasi Teori Chomsky dalam Bahasa Al-Quran.”
Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban 277.
Tanshurullah, In. 2019. Hadis Anjuran Menikah kepada Pemuda (Menelaah Hadis dari
Perspektif Psikologi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Yusuf, Ahmad Muhammad. 2009. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Quran dan Hadits Jilid
1. Jakarta: Widya Cahaya.
Yusuf, Muhammad, dan Dian Aulia Nengrum. 2021. “Teori Generatif Transformatif
Noam Chomsky (Studi Atas Hadits Nabi Tentang Wabah).” Jurnal Yaqzhan.

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197
JILSA: Jurnal Ilmu Linguistik & Sastra Arab | 15

JILSA
ISSN: 2615-1952 ǀ Vol. 5, No. 2, Oktober 2021 ǀ 184-197

Anda mungkin juga menyukai