Puja-puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami
memuji dan hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta
salam kami haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliau
lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan.
Dengan pertolongan-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah berjudul “Tahapan-
tahapan Dalam Penelitian Sejarah”. Pada isi makalah akan diuraikan bagaimana tahapan-
tahapan dalam penelitian sejarah dari mulai penentuan topik hingga ke penulisan sejarahnya.
Makalah “……………………………………” disusun sebagai tugas mata kuliah
………………….. di Akademi Komunitas Darussalam. Kritik dan saran yang membangun
dari setiap pembaca agar perbaikan dapat dilakukan sangat diharapkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para siswa umumnya dan saya pribadi khususnya.
Banyuwangi, ………………..
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 3
C. TUJUAN PENULISAN........................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. SEJARAH BRAND A....................................4
B. PERKEMBANGAN BRAND A.............................................................6
C. PRODUK YANG DI PRODUKSI BRAND A..........................9
D. KOLEKSI YANG DI FAHION SHOW KAN DARI TAHUN KE TAHUN .....10
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................... 24
B. KRITIK DAN SARAN.............................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah adalah sumber inspirasi yang sangat kaya. Dengan melihat sejarah,
kita bisa terhindar dari pengulangan sia-sia—membuat hal yang sama. Kita justru
ditantang untuk mengembangkan sesuatu yang baru. Jika Anda mengambil inspirasi
pakaian tradisional Jepang (kimono) misalnya, maka yang selayaknya Anda kerjakan
bukan menjiplaknya sedemikian rupa, tetapi mengembangkannya menjadi sesuatu
yang baru. Anda ditantang untuk menampilkan inspirasi yang mendasari karya
Anda, sekaligus ide-ide baru yang dituangkan dalam karya Anda itu. Tanpa
kebaruan, tak ada artinya.
Melalui sejarah, kita bisa belajar tentang keberhasilan dan kegagalan di masa
lalu, yang berguna sebagai cermin dalam menghadapi tantangan dan peluang
bisnis fashion saat dan di masa yang akan datang. Apa yang dilakukan dan tidak
dilakukan sebuah brand sehingga mampu bertahan, atau sebaliknya, adalah sumber
pengetahuan yang berguna bagi seorang desainer hendak
mengembangan brand sendiri dan salah satunya adalah brand fandi.
1.1 Rumusan Masalah
1.2 Tujuan
Pada masa ini, Karl Lagerfeld tidak lagi menjadi kepala dari semua desain
Fendi. Silvia Fendi, salah seorang dari lima bersaudara Fendi mengambil posisi
tersebut. Koleksi Fendi Baguette pun diluncurkan. Koleksi ini memadukan bahan
utama yang digunakan oleh Fendi, kulit dan bulu, dengan berbagai bahan lainnya
yang tidak umum juga dengan desain yang cenderung nyentrik untuk produk tas.
Tentu saja, koleksi Fendi Baguette kembali menarik perhatian pada pencinta fashion.
Bahkan hingga saat ini, koleksi Fendi Baguette adalah salah satu koleksi yang
dikultuskan oleh pencinta fashion dan digaung-gaungkan sebagai koleksi yang harus
dimiliki dari Fendi.
Deskripsi koleksi :
Jumlah outfit yg di showkan :
Gambar koleksi yang di showkan :
2. Koleksi ke – 2021
Deskripsi koleksi :
Last month at couture the English designer Kim Jones evoked a story long
meaningful to him, cast it with those he considers friends and family, and
articulated it through his newly-assumed role at Fendi. Today that dynamic
was neatly flipped. For his first women’s ready-to-wear show Jones delved
deep into some of the stories most meaningful to the Roman house—hat-
tipping along the way the many people who previously helped shape it—and
thus began in earnest the process of adding his new voice to that narrative.
“So that was England to Rome,” said Jones of couture, “and this is
England in Rome. Where we start.” But where exactly do you start with
Fendi? Like Rome itself this house bristles with monuments of design,
historical landmarks, and beguilingly beautiful vistas. Also like Rome itself,
Fendi wasn’t built in a day: Adele and Eduardo Fendi opened their first shop
on Via del Plebiscito back in 1926, dropping their first Selleria bags and
leather goods six years later. Quite a lot has happened since.
With Jones, the story had been to understand the story; she had gone back
right to the start of the Fendi archive and traced with him its progress from
artisan store to global brand. “It’s been beautiful to see how he perceives it
with a different eye…. His background shows us he understands codes, and I
think he is the perfect person to bring Fendi to the next level.” Jones has
taken his place inside Fendi's Roman forum.
Terjemahan;
“Jadi itu Inggris ke Roma,” kata Jones dari couture, “dan ini Inggris di
Roma. Di mana kita mulai.” Tapi di mana tepatnya Anda mulai dengan Fendi?
Seperti Roma sendiri, rumah ini penuh dengan monumen desain, landmark
bersejarah, dan pemandangan yang sangat indah. Juga seperti Roma itu
sendiri, Fendi tidak dibangun dalam sehari: Adele dan Eduardo Fendi
membuka toko pertama mereka di Via del Plebiscito pada tahun 1926, menjual
tas Selleria dan barang-barang kulit pertama mereka enam tahun kemudian.
Cukup banyak yang telah terjadi sejak itu.
Bulu berpinggiran spageti dengan tulang herring yang kontras, kaus sutra
bergaris rumah Pequin, dan cerpelai berikat suede berlengan longgar
membangkitkan periode pembungaan besar pertama Fendi di bawah
pengawasan lima putri pendiri, Paola, Anna, Franca, Carla, dan Alda .
Merekalah yang merekrut Karl Lagerfeld pada tahun 1965, dan pengaruhnya
yang besar dicap paling jelas dalam tas jinjing lembut yang pegangan
berbingkai F-nya membangkitkan "Fun Fur" yang terkenal pada periode itu.
Itu juga terlihat dalam serangkaian siluet penghormatan beberapa dari lebih
dari 70.000 sketsa Lagerfeld di arsip rumah yang ditunjukkan Silvia Venturini
Fendi kepada Jones selama perendamannya di dalam rumah. Secara
signifikan, ini sering diselingi dengan monogram "Karligraphy" tahun 1981.
Ini juga ditampilkan dalam debut couture Jones dan koleksi terakhir Lagerfeld
yang disajikan secara anumerta di rumah untuk musim gugur 2019 untuk
bertindak sebagai tanda baca yang menghubungkan dua bab dalam cerita
Fendi yang lebih panjang: Ars longa, Vita brevis.
Sebagian besar dari koleksi ini berkaitan dengan preseden yang diwakili,
tetapi ada juga perkembangan yang signifikan. Bulu termegah yang
dipamerkan, Look 18, adalah rubah berambut panjang yang bahan bakunya
telah didaur ulang dari potongan sebelumnya. Jones berkata tentang bulu yang
didaur ulang "bahwa mungkin lebih menantang untuk dikerjakan oleh para
pengrajin, tetapi mereka senang ditantang." Dia juga menunjukkan banyaknya
produk sampingan pencukuran—indah—dan menambahkan bahwa
pendekatannya dalam hal ini adalah untuk menyeimbangkan dua pertanyaan:
“a) Apa yang diinginkan pelanggan dan b) Apa yang dapat kita lakukan secara
etis?”
3. Koleksi ke -2020
That is not to say she is alone. She cited her team, “who is always there.”
Charlotte Stockdale, Amanda Harlech, and Venturini Fendi’s daughters
Delfina and Leonetta are key creative counselors: “They are always tough
enough to tell me the truth. I think it is important to surround yourself with
people who don’t always say, ‘This is beautiful.’”
The sun rose on Fendi’s new day to reveal a languidly relaxed collection of
clothing into which was embedded the artisanal expertise for which the house
is renowned. A double-face, vaguely psychedelic, floral-print Lycra shirt’s
collar and cuffs were etched in mink. A long, floral Lycra robe-jacket featured
overlaid panels of dyed floral-pattern fur, which matched fur-floral beach
totes. Wide-weave bags in brown ribbons of leather were intertwined with
ribbons of yellow-dyed fur. Brown suede wrap dresses and trenches, lightly
perforated to let the breeze pass through, were engagingly loose. A long,
Fendi-brown micro-check skirt made of opaque organza was worn beneath a
wide-gauge knit racer-back tank with a dipping side-split hem.
Also opaque yet still visible was an imprint of Venturini Fendi’s own personal style in
the superlight organic washed-cotton workwear pieces—most of all the jacket worn
by Selena Forrest—which the designer said she had placed against synthetic twists
(such as Forrest’s shiny green-check organza shirt) to mirror the day-to-day yin and
yang of digital life and real. The use of some relatively humble materials—a white
terry skirt beneath that fur Lycra shirt, the quilted cotton “shower curtain” floral dress
at the end—reflected her will to make a collection that would be desired as much for
its wearability as its editorial appeal. This carried through into the wedge moccasins
—“not a single high heel in the show!”—and a slouchy, heavily textured pink
cardigan worn over a tiered organza and floral-print fur dress.
“You think of the practicality of things,” said Venturini Fendi. “I want women to feel
natural and good in these clothes.” Nobody knows Fendi like a Fendi.
Terjemah;
Deskripsi koleksi :
Jumlah outfit yg di showkan :
Gambar koleksi yang di showkan : (minimal 80%)
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN