Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MULTIKULTURALISME DI DUNIA MODE PRANCIS

DISUSUN OLEH :

Adita Rachmadina Sule F051191002


Martha Yosepin Tambunan F051191005
Gracella Widjayanti F051191012
Nur Fadillah Hasyim F051191024

Rindyani Meyriska Mahmud F051191056

PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Multikulturalisme,
dengan judul “Dunia Mode Prancis”. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Madame Dr. Prasuri Kuswarini, selaku dosen dari mata kuliah
Multikulturalisme, karena dengan makalah ini, kami mendapatkan banyak
tambahan pengetahuan khususnya dalam hal dunia mode Prancis.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
dari para pembaca sehingga kami dapat mengerjakan makalah-makalah di masa
depan dengan lebih baik.

Makassar, 9 Desember 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3


2.1 Sejarah Dunia Mode Prancis .................................................................... 3
2.2 Multikulturalisme Desainer Prancis ......................................................... 4
2.3 Multikulturalisme Merek dan Produk mode Prancis ................................. 5
2.4 Fashion Event Prancis ............................................................................. 6
2.5 Multikulturalisme Peragawan/Peragawati (Model) Prancis ...................... 8
2.6 Kolaborasi antara Merek Mode Prancis dan Negara Lain ......................... 9
2.7 Masalah dalam Multikulturalisme Mode Prancis .................................... 11

BAB III PENUTUPAN .............................................................................. 13


3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak perancang Prancis menciptakan merek mode paling terkenal dan
laris di dunia. Ternyata reputasi industri pakaian Prancis yang begitu indah
dengan gaya yang inovatif dan teknis memikat ini telah ada sejak abad ke 17.
Industri fashion di Prancis dapat begitu popular hingga zaman sekarang berkat
Raja Louis XIV, yang terkenal dengan julukan The Sun King. Ia memerintah
perancis sejak tahun 1643. Raja Louis XIV adalah pecinta keindahan yang
memiliki selera sangat tinggi. Ini bisa kita lihat dari arsitektur Istana Versailles
yang begitu spektakuler dan juga cara berpakaiannya. Menyadari pentingnya
barang mewah bagi perekonomian nasional, Louis membawa sejumlah industri
artistik, termasuk perdagangan tekstil, di bawah kendali istana kerajaan hingga
menjadi penentu gaya dunia. Sampai saat ini, kain dan bahan dengan kualitas
terbaik dapat ditemukan di Prancis. Jadi, ketika kerajinan dari haute couture
(pakaian dengan rancangan berteknik tinggi) berkembang pada akhir abad ke-19,
para penjahit mulai beralih ke Perancis.
Charles Frederick Worth, orang Inggris yang berperan besar dalam
perkembangan industri haute couture, adalah orang pertama yang membuka
bisnisnya di Rue de la Paix di Paris. Sejak saat itu, banyak rumah mode lainnya
yang mengikuti jejak Charles, seperti Paul Poiret dan Madeleine Vionnet. Tak
lama kemudian, Paris telah menjadi pusat mode yang berkembang pesat dan
desain Prancis mulai dicontoh seluruh dunia. Dengan hal ini, kami sebagai penulis
makalah, mencoba membahas lebih lanjut tentang dunia mode Prancis dan betapa
kuatnya multikulturalisme pada dunia mode tersebut sehingga bisa menjadi salah
satu pusat mode di dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dunia mode Prancis ?
2. Bagaimana multikulturalisme desainer Prancis?
3. Bagaimana multikulturalisme merek dan produk mode Prancis?

1
4. Bagaimana Fashion Event Prancis ?
5. Bagaimana multikulturalisme peragawan/peragawati (model) Prancis?
6. Bagaimana kolaborasi antara antara merek mode Prancis dan negara lain ?
7. Bagaimana masalah dalam multikulturalisme mode Prancis ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
untuk mengungkapkan tentang:
1. Sejarah dunia mode Prancis
2. Multikulturalisme desainer Prancis
3. Multikulturalisme merek dan produk mode Prancis
4. Fashion Event Prancis
5. Multikulturalisme peragawan/peragawati (model) Prancis
6. Kolaborasi antara antara merek mode Prancis dan negara lain
7. Masalah dalam multikulturalisme mode Prancis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Dunia Mode Prancis


Perkembangan fashion di Perancis dimulai sejak abad ke-16. Anne
Boleyn, istri Raja Henry VIII pada saat itu telah menunjukan gaya fashionnya
dengan menggunakan Hoodie ala perancis dan menunjukan rambut yang sedikit
profokatif yang saat ini dikenal sebagai wig. Ketika itu, perancis lekat dengan
sikap liberal yang mengarah ke sensualitas. Dimana Masyarakat Perancis suka
berpenampilan terbuka atau bebas. Karena saat itu Anna adalah seorang
bangsawan jadi ia berpenampilan tertutup namun tetap modis dengan
menggunakan hoodie dengan kondisi masyarakat Perancis yang sedang lekat
dengan sikap liberal yang mengarah ke sensualitas.
Pergantian pemerintahan yang ada di Perancis juga turut mengubah gaya
fashion yang ada. Puncak perkembangan fashion di Perancis pada masa kerajaan
terjadi pada masa kepemimpinan Louis XVI dan Maria Antoniette. Fashion yang
berkembang pesat di Perancis membuat pemerintah harus menanggapinya secara
serius sehingga pada abad ke-18 seorang courturier Rose Bertin terpilih sebagai
menteri khusus mode dan posisi itu masih dipertahankan di era Napoleon. Hal
tersebut dipertahankan agar para desainer itu tahu apa yang penguasa inginkan
terhadap pakaian.
Pada awal abad ke-19 kondisi fashion sudah semakin berkembang dan
mulai menjadi sesuatu dikomersikan karena keuntungan yang besar. Seorang pria
dari Inggris yang bekerja di Paris, Charles Worth mencoba menjual pakainan
kepada masyarakat dengan memasangkan label pada busana yang di design. Hal
tersebut merupakan salah satu kemajuan karena Charles membuat desain sesuai
ide dan menampilkannya pada model. Dengan begitu, Charles yang juga dijuluki
sebagai bapak Haute Couture modern akan tahu bagaimana reaksi dari klien.
Sejak itu, para desainer yang ingin sukses pun akan belajar di paris, dan
menjadi bagian dari rumah Couture atau membuatnya sendiri. Paris menjadi
rumah pegelaran busana dan acuan semua majalah fashion. Meski saat ini

3
beberapa rumah mode courture tumbang, fashion show yang paling penting masih
ada di Paris, dan itu memberi para desainer inspirasi untuk belajar kesana, serta
memamerkan karyanya di sana.

Charles Worth Salah satu rancangan Worth

2.2 Multikulturalisme Desainer Prancis


Louis Vuitton, Coco hanel, Dior… , hanyalah segelintir desainer yang
telah membantu membangun reputasi Prancis sebagai salah satu pemimpin dunia
dalam hal mode. Nyatanya, sebagai negara yang paling modis kedua di dunia
(menurut studi majalah CEOWORLD), Prancis tidak hanya menjadi tempat
berkarir desainer asli Prancis, tetapi juga menjadi tujuan menetap oleh banyak
designer asing.
Sejak tahun 1960-an, industri mode Prancis semakin bersaing dengan
London, New York, Milan, dan Tokyo. Namun demikian, banyak desainerasing
yang masih berusaha untuk berkarier di Prancis, seperti Karl Lagerfeld, designer
Jerman yang bekerja di Chanel, Raf Simons (Belgia) di Dior, Stefano Pilati(
Italia) di Yves Saint Laurent, Marc Jacobs (Amerika) di Louis Vuitton, dll. Ini
menunjukkan bahwa multikulturalisme juga terjadi di dunia mode Prancis,
mereka tidak hanya membuka peluang bagi designer lokal, tetapi juga member
peluang untuk desainer asing.
Pada tahun 1973, 10 desainer yang tidak hanya berasal dari Prancis tetapi
juga dari Amerika Serikat, mengumpulkan koleksi dan model mereka di Istana
Versailles untuk memamerkan desain terbaik mereka dalam kegiatan ‘aksi
publisitas’ yang dimaksudkan untuk mengumpulkan uang guna memulihkan
Istana Versailles menuju ke kemegahan sebelumnya. Dan pada Paris Fashion

4
Week 2016, mayoritas desainer berasal dari Prancis, Jepang dan Italia, dengan
jumlah yang mengejutkan dari desainer Third Culture Kid. Banyak desainer saat
ini tinggal di Prancis dan pindah ke Paris untuk mengejar karir mereka di dunia
fashion dengan lebih baik. Banyak dari desainer sudah memiliki perspektif global
apakah mereka pantas atau tidak karena mereka telah menghabiskan masa
dewasanya berpindah dari satu negara ke negara lain.

Infografik asal para desainer Paris Fashion Week 2016

2.3 Multikulturalisme Merek dan Produk Mode Prancis


Banyak merek di Prancis yang mencari influencer menjadi brand
ambassador-nya untuk meningkatkan kehadiran media sosial mereka di platform,
seperti Instagram dan Facebook yang menarik banyak pelanggan. Hal tersebut
memungkinkan merek untuk mengambil influencer dari berbagai negara, seperti
pada merek Kenzo.

Poster-poster kampanye “The Everything”

5
Kenzo adalah merek mode mewah Prancis yang didirikan pada tahun 1970
oleh desainer Jepang, Kenzo Takada. Gaya pakaian Kenzo yang mewah
dipamerkan dalam film singkat "The Everything" untuk menampilkan koleksi
merek Fall-Winter 2018 dan Kenzo La Collection Memento No.3. Dalam
persembahan “The Everything”, Kenzo menampilkan beberapa influencer yang
berasal dari luar Prancis, seperti Regina Hall (artis Amerika), Ekaterina Samsonov
(model dan aktris Rusia-Amerika), dan Alexandra Shipp (artis Amerika). Jadi,
dapat dikatakan bahwa brand di Prancis m emiliki multikulturalisme yang sangat
baik dan tidak memandang dari mana brand ambassador-nya berasal. Mereka
juga tidak menetapkan bahwa brand ambassador-nya harus berasal dari negara
Prancis.

2.4 Fashion Event Prancis


Ada empat pekan mode penting, yang sering disebut sebagai "Big 4":
pekan mode New York, Paris, London, dan Milan. Tetapi banyak orang mungkin
tidak mengetahui bahwa Paris adalah rumah bagi pekan mode terorganisir
pertama di industri ini. Sejak dimulainya pada tahun 1973, acara tersebut
merupakan pertemuan yang tidak dapat dilewatkan oleh semua pecinta mode, baik
di Prancis maupun di seluruh dunia.
Sementara judul resminya adalah "Semaine des Créateurs de Mode",
istilah Paris Fashion Week (atau PFW) adalah ungkapan yang paling umum
digunakan. Segmen di Paris Fashion Week dibagi menjadi 3 kategori: Pakaian
Pria, Haute Couture, dan Siap Pakai, di mana kata “Haute-Couture” dilindungi
oleh hak cipta kekayaan intelektual. Memang, untuk memenuhi syarat, rumah
mode harus memenuhi kriteria ketat yang ditetapkan oleh Chamber of the Haute
Couture.
Kriteria tersebut terdiri dari banyak aturan, salah satunya adalah
persyaratan untuk membuat minimal 35 penampilan per tahun dan harus
menyertakan pakaian siang dan malam. Hanya beberapa rumah yang dianugerahi
sebutan ini dan dapat dianggap sebagai penghasil koleksi "Haute-Couture".
Diselenggarakan oleh Federasi Mode Prancis, pekan mode mencakup lebih dari
100 pertunjukan yang menampilkan rumah mode papan atas seperti Chanel,

6
Christian Dior, atau Yves Saint Laurent, serta desainer yang kurang terkenal.
Dampak finansial PFW di ibukota Prancis berjumlah €400 juta, tidak termasuk
penjualan di toko-toko.

Votre Evènement Semaine de la Haute Couture Paris

Di mana Paris Fashion Week berlangsung?


Paris Fashion Week berlangsung dua kali setahun di ibu kota Prancis,
dengan edisi Musim Semi / Musim Panas dan edisi Musim Gugur / Musim
Dingin. Tanggal ditentukan oleh Fédération de la Haute Couture et de la Mode.
Koleksi Haute-Couture selalu dihadirkan di hadapan koleksi ready-to-wear yang
mewakili separuh pertunjukan.
Untuk waktu yang lama, pertunjukan Paris Fashion Week diadakan
terutama di Carrousel du Louvre. Selama Fashion Week sendiri, ratusan
pertunjukan dan acara juga berlangsung di berbagai tempat di seluruh kota, seperti
pertunjukan ikonik Chanel oleh Karl Lagerfeld, yang telah berlangsung di Grand
Palais selama beberapa tahun.

Paris Fashion Week Spring/Summer 2015

7
2.5 Multikulturalisme Peragawan/Peragawati (Model) Prancis
Desainer Prancis yang inovatif selalu menarik inspirasi dari model
Prancis. Model-model seperti Inès de La Fressange, Laetitia Casta, Noemie
Lenoir, dan Audrey Marnay, semuanya telah memberikan pengaruh abadi pada
dunia mode internasional, dan dalam beberapa tahun terakhir, model-model
seperti Constance Jablonski, Aymeline Valade, dan Cindy Bruna telah
membuktikan bahwa Prancis akan selalu menjadi salah satu tujuan favorit untuk
menemukan bakat baru. Melalui Paris Fashion Week, kita selalu menemui
generasi baru bintang Prancis yang siap untuk mewarnai catwalk. Namun, selain
model-model asli Prancis, desainer Prancis juga mengambil model-model asing
untuk memperlihatkan kemewahan hasil desainnya.
Laras Sekar adalah salah satu contoh model asing di Prancis yang
berkesempatan untuk berlenggang di catwalk Yves Saint Laurent (YSL) di Paris
Fashion Week pada musim gugur tahun 2017 lalu. Kala itu usianya baru
menginjak 19 tahun dan merupakan satu-satunya model asal Indonesia di Paris
Fashion Week. Kini ia bergabung dengan Ford Agency di Paris, Prancis.

Laras Sekar

Beberapa artis naungan YG Entertainment, perusahaan hiburan Korea


Selatan, juga terpilih menjadi model tren untuk Louis Vuitton, mereka adalah
Taeyang BIGBANG, CL, Mino WINNER, Seungyoon WINNER dan keempat

8
member girlband BLACKPINK. Pihak Louis Vuitton mengungkapkan bahwa
mereka memilih artis-artis tersebut karena menganggap bahwa para artis YG
mampu mewakili gaya dan tren mode koleksi terbaru mereka.

Mino dan Seungyoon WINNER

2.6 Kolaborasi antara merek mode Prancis dan Negara Lain


Ada banyak sekali manfaat yang diterima saat berkolaborasi satu sama
lain. Dalam buku The Fundamentals of Brandings, dijelaskan bahwa melalui
kolaborasi, merek tidak hanya dapat berbagi ide dan pengetahuan, tetapi juga
dapat berbagi strategi dan teknologinya. Dengan bekerja sama satu sama lain,
produk inovatif dapat dikembangkan dan diperkenalkan ke pasar. Adapun Prancis
yang berkolaborasi dengan produk dari negara lain:

1. Hermès Berkolaborasi dengan Apple Watch 2015

Jam tangan kolaborasi Hermès dengan Apple Watch

9
Salah satu merek di Prancis, yaitu Hermès berkolaborasi dengan merek
dari negara Amerika yaitu Apple Watch di tahun 2015. Ini merupakan kali
pertama merek Apple menjalin kerja sama dengan mode untuk Apple Watch-nya.
Dalam hal ini, Hermès memodifikasi tali pada produk jam tangan Apple dalam
berbagai warna. Tali jam yang diperbarui menampilkan koneksi baru yang elegan
dengan tampilan Hermès klasik. Setelah mereka berkolaborasi, yang terjadi
selanjutnya adalah banyak versi perancang lain dari tali Apple Watch, termasuk
versi dari Coach dan Fendi.

2. Louis Vuitton Berkolaborasi dengan Supreme 2017

Koleksi hasil kolaboris Louis Vuitton dengan Supreme

Pada awalnya, merek Supreme (Amerika) dan Louis Vuitton memiliki


masalah antar keduanya. Terutama sejak produsen Supreme memproduksi
skateboard yang menampilkan logo monogram khas Louis Vuitton tanpa hak
cipta di belakang papan skate mereka di tahun 2000. Namun, pada tahun 2017,
merek streetwear New York Supreme dan merek mewah Louis Vuitton, secara
resmi merilis koleksinya di seluruh dunia. Kedua merek ini memperlihatkan
desain kolaborasi mereka di acara pakaian pria di Paris Fall 2017. Mereka
memberi tema pada produk tersebut, yaitu “Friends and Heroes”, koleksi ini
mengambil inspirasi dari budaya kreatif dan beragam Kota New York dari tahun
70-an, 80-an, dan awal 90-an. Koleksi Supreme x Louis Vuitton terdiri dari

10
berbagai item fashion, mulai dari jaket, kemeja, t-shirt, sneaker, hingga aksesoris
seperti tas, topi, tali pinggang sarung tangan hingga papan skate.

2.7 Masalah dalam Multikulturalisme Mode Prancis


Di dunia mode, biasa ditemukan istilah “cultural appropriation” yang
dianggap sebagai sesuatu yang sangat sensitif serta ofensif. Cultural
appropriation sendiri berarti mengambil kekayaan intelektual, pengetahuan
tradisional, ekspresi budaya, atau artefak dari budaya orang lain tanpa izin.
Biasanya, cultural appropriation dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap
kelompok minoritas tanpa adanya tujuan penting tertentu dan bahkan hanya untuk
mengambil keuntungan pribadi, hal inilah yang seringkali membawa amarah dari
kelompok minoritas.
Pada tahun 2019, dunia mode Prancis mendapat amarah dari masyarakat
minoritas karena cultural appropriationnya yang tidak kunjung berhenti. Saat itu,
sebuah majalah mode memberi label terhadap makanan asli Arab sebagai suatu
‘obsesi baru untuk para gadis’. Dan pada tahun yang sama pula, sebuah perayaan
di klub malam, yang diselenggarakan oleh majalah mode Nouvelle Vogue,
mengambil budaya eksotis Arab sebagai tema pestanya di salah satu klub malam
paling trendi di Paris, Le Petit Palace.

Begitu pula pada awal November tahun 2020, seorang designer Prancis,
Isabel Marant, memancing amarah masyarakat Meksiko dan masyarakat
keterunan Meksiko di Prancis karena telah melakukan cultural appropriation
terhadap budaya Meksiko, yaitu mengambil desain pakaian tradisional Meksiko
sebagai salah satu desain koleksi terbarunya.

11
Desain Isabel Marant yang diduga ‘merampas’ budaya Meksiko

Selain itu, pada Agustus 2019, brand terkenal Prancis Dior merilis
kampanye ‘Dior Sauvage’, dan mendapat kritikan dari masyarakat karena
dianggap telah melakukan ‘perampasan budaya’. Pada video kampanye ini,
diperlihatkan seorang penduduk asli Amerika (pribumi) yang menari mengikuti
alunan musik. "Kampanye 'Dior Sauvage' yang dirilis oleh Dior merupakan
penyerangan, rasis, dan perampasan budaya yang paling buruk yang pernah
dilakukan oleh sebuah perusahaan yang mengeksploitasi masyarakat dan budaya
Pribumi demi keuntungan," kata Crystal Echohawk, Direktur Eksekutif
IllumiNative.

Poster kampanye ‘Dior Sauvage’

Masyarakat minoritas menyayangkan bagaimana masyarakat mayoritas


masih memiliki pola pikir bahwa cornrows, anting-anting melingkar, ikat kepala
atau jilbab India, dan segala bentuk budaya minoritas yang lain, lebih “dapat
diterima" atau lebih "cantik" setelah digunakan oleh orang kulit putih. Cultural
appropriation adalah hal yang sangat sensitif tapi entah mengapa masih banyak
desainer yang berani ‘merampas’ budaya minoritas demi keuntungan mereknya.

12
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Puncak perkembangan mode Prancis terjadi pada masa kepemimpinan
Louis XVI dan Marie Antoniette pada abad ke-17. Pada zaman inilah mode di
Prancis berkembang pesat sehingga pada abad ke-18 seorang courturier, Rose
Bertin, terpilih sebagai menteri khusus mode dan posisi itu masih dipertahankan
di era Napoleon.
Setelah itu, Prancis tidak hanya menjadi tempat berkarir desainer asli
Prancis, tetapi juga menjadi tujuan menetap oleh banyak designer dari luar
Prancis. Bahkan, di era sekarang, kita bisa melihat banyaknya brand ambassador
ataupun peragawati/peragawan yang berasal dari luar Prancis. Salah satunya ialah
Laras Sekar (peragawati Indonesia) di Paris Fashion Week untuk Yves Saint
Laurent (YSL). Selain itu, merek Prancis juga banyak yang berkolaborasi dengan
merek dari negara lain, seperti Hermès dengan Apple Watch.
Walaupun begitu, masalah pasti akan ada, begitupula di setiap peragaan
busana. Masalah yang timbul biasanya karena Cultural appropriation yang berarti
mengambil kekayaan intelektual, pengetahuan tradisional, ekspresi budaya, atau
artefak dari budaya orang lain tanpa izin.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kolaborasi Supreme x Louis Vuitton Akhirnya Terwujud. (25 Januari, 2017).


Diakses pada 20 November, dari Times Indonesia:
https://www.timesindonesia.co.id/read/news/141191/kolaborasi-supreme-
x-louis-vuitton-akhirnya-terwujud

Ahmad Dzaky Kurniawan, F. I. (2 September, 2016). Perkembangan Fashion di


Prancis dari Abad 16-21. Diakses pada November 2020, dari Modernisasi
dan Perkembangan Fashion di Dunia:
http://modernisasidanperkembangan.blogspot.com/2016/09/perkembangan
-fashion-di-perancis-dari.html

Anindita, K. (18 Agustus, 2018). Yuk, Pelajari Cultural Appropriation. Diakses


pada 20 November, dari Medium: https://medium.com/@arifinung/yuk-
pelajari-cultural-appropriation-67631123a68

Bobb, B. (18 Juli, 2019). LV x Supreme to Beychella: 14 Collaborations That


Actually Mattered in the 2010s. Diakses pada November 2020, dari
Vogue: https://www.vogue.com/article/14-most-important-fashion-
collaborations-decade

Clark, I. (30 Agustus, 2018). https://www.theglassmagazine.com/kenzo-presents-


the-everything/. Diakses pada November 2020, dari The Glass Magazine:
https://www.theglassmagazine.com/kenzo-presents-the-everything/

Crabtree, C.-R. (3 Juli, 2018). The First Paris Fashion Week Was More Diverse
Than You’d Think. Diakses pada November 2020, dari Culture Trip:
https://theculturetrip.com/europe/france/paris/articles/the-first-paris-
fashion-week-was-more-diverse-than-youd-think/

Frid, V. (n.d.). Ten French Brands Partnering With Instagrammers. Diakses pada
November 2020, dari Crowd Media:
https://crowdmedia.com/blog/2018/9/8/ten-french-brands-partnering-with-
instagrammers

14
Friedman, V. (13 September, 2019). Dior Finally Says No to Sauvage. Diakses
pada November 2020, dari The New York Times:
https://www.nytimes.com/2019/09/13/style/dior-sauvage-cultural-
appropriation.html

Kenzo (brand). (n.d.). Diakses pada November 2020, dari Wikipedia:


https://en.wikipedia.org/wiki/Kenzo_(brand)

Kirkbride, J. (5 Desember, 2019). How Cultural Appropriation Makes Us


Question Brand Messages In Beauty And Fashion Industries. Diakses
pada November 2020, dari Adzooma:
https://www.adzooma.com/blog/cultural-appropriation-beauty-fashion/

Okwodu, J. (1 Maret, 2016). The 7 French Models You Need to Know Now.
Diakses pada Desember 2020, dari Vogue:
https://www.vogue.com/article/paris-fashion-week-french-models

Paris Fashion Week. (n.d.). Diakses pada November 2020, dari Fashion United:
https://fashionweekweb.com/paris-fashion-week

Rachaelworthi. (n.d.). Designer Diversity At Paris Fashion Week. Diakses pada


November 2020, dari Culturs Mag: https://cultursmag.com/designer-
diversity-at-paris-fashion-week/

Romdane, S. B. (20 November, 2019). Dear Paris, Please Stop Appropriating


Arab Culture. Diakses pada November 2020, dari Mille:
https://www.milleworld.com/arab-cultural-appropriation-france-club-
night/

15

Anda mungkin juga menyukai