Komponen Bioaktif Rempah-Rempah
Komponen Bioaktif Rempah-Rempah
REMPAH
REMPAH
REMPAH
REMPAH
Penulis:
Dewi Sartika, Gusri Akhyar
Puan Mutia A, Sela Julita
ISBN: 978-623-418-242-2
Penerbit
PUSAKA MEDIA
Anggota IKAPI
No. 008/LPU/2020
Sumber Gambar :
https://diabetasol.com/id/news-detail/deretan-rempah-yang-baik-untuk-diabetesi
https://www.galerimedika.com/blog/Rempah-Rempah-Ini-Memiliki-Beragam-Man-
faat-Untuk-Kesehatan
https://jalurrempah.kemdikbud.go.id/artikel/pesona-dan-kih-rempah-rempah-di-neg-
eri-laskar-pelangi
Alamat
Jl. Endro Suratmin, Pandawa Raya. No. 100
Korpri Jaya Sukarame Bandarlampung
082282148711
email : cspusakamedia@yahoo.com
Website : www.pusakamedia.com
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH v
DAFTAR ISI
KOMPONEN BIOAKTIF
vi REMPAH - REMPAH
BAB V SERAI ................................................................................................ 28
5.1 Pengertian ........................................................................................ 28
5.2 Komponen Bioaktif Serai ............................................................ 30
5.2.1 GCMS Serai .......................................................................... 30
5.2.2 FTIR Serai ............................................................................ 31
5.3 Aplikasi dan Penggunaannya .................................................... 32
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH vii
BAB X LADA ................................................................................................. 55
10.1 Pengertian ...................................................................................... 55
10.2 Komponen Bioaktif Lada ........................................................... 58
10.2.1 GCMS Lada ........................................................................ 58
10.2.2 FTIR Lada ........................................................................... 61
10.3 Aplikasi dan Penggunaannya .................................................. 62
KOMPONEN BIOAKTIF
viii REMPAH - REMPAH
BAB XV KAPULAGA ................................................................................... 88
15.1 Pengertian ....................................................................................... 88
15.2 Komponen Bioaktif Kapulaga .................................................. 89
15.2.1 GCMS Kapulaga ................................................................ 90
15.2.2 FTIR Kapulaga .................................................................. 91
15.3 Aplikasi dan Penggunaannya .................................................. 92
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH ix
BAB I
PENDAHULUAN
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 1
salah satu bagian tanaman yang dimanfaatkan atau sebagai sumber
senyawa aromatik serta berperan dalam menambah cita rasa pada
masakan (Pramesthi et al., 2020). Rempah-rempah menjadi
primadona bagi beberapa bangsa. Pada zaman kuno, rempah dikenal
sebagai obat bukan bumbu masakan. Berdasarkan catatan kuno,
rempah telah menjadi simbol akan ekotisme, ketenaran, kekayaan,
dan kesucian dari Bangsa Yunani, Mesir, China, India, Roma, Jazirah
Arab, dan Mesoptamia (Susiarti et al., 2021). Adapun informasi dari
proses persebaran rempah atau rempah-rempah dalam sejarah
peradaban dunida dapat dilihat sebagai berikut.
Adapun sejarah penyebaran dan perkembangan rempah dilihat
berdasarkan Informasi Hakim (2015). Perkembangan rempah-
rempah diawali pada masa 4 Masehi, dimana pemanfaatan lama
mulai dideskripsikan oleh Theophrastus. Setelah itu, pada tahun 40-
an bangsa Mesir mulai diusir oleh Roma dan Roma menguasai
perdagangan lada. Pemanfaatan lada kemudian mulai terjadi pada
tahun 40 hingga 90-an dalam dunia kesehatan dan kedokteran yang
disebut sebagai Dioscorides. Perdagangan lada kemudian terjadi di
tahun 197, dimana lada hitam mulai diimpor ke Alexandria.
Selanjutnya, di tahun 540 lada mulai dikenal sebagai rempah-
rempah oleh masyarakat Malabar (India). Ketika tahun 851, pedagang
China juga mencatat adanya kultivasi lada hitam dan pada tahun
1200, pedagang China sudah mulai mengimp0r lada dari India dan
Jawa dalam jumlah besar. Setelah lada sudah mulai terkenal sebagai
rempah dan banyak manfaatnya barulah terjadi perjalanan
Marcopolo dan lain-lain untuk menjelajahi rempah.
Pada tahun 1430-1440, Marcopolo mengidentifikasi bahwa di
Pulau Jawa menjadi tempat yang baik untuk budidaya lada.
Sementara itu, pada tahun 1498 identifikasi perdagangan lada di
Kozhikkodu dan Kolam dari Malabar dilakukan oleh Nicolo Contai
lalu, rombongan tersebut juga mendapat informasi kultivasi pala dari
Sumatera. Di tahun tersebut, mulai terbukanya informasi rempah
lain seperti pala. Pada tahun 1500, rombongan Vasco da Gama mulai
menemukan rute pelayaran menuju India. Kemudian, di tahun 1511
terjadi pembentukan supremasi Portugal atas perdagangan rempah-
rempah oleh Pedro Alvares Capral sesaat setelah sampai di Kalkuta.
KOMPONEN BIOAKTIF
2 REMPAH - REMPAH
Perdagangan rempah ini terjadi sangat sengit bagi para pedagang
yang terus melakukan pelayaran untuk mencari asal usul rempah.
Hingga pada tahun 1600-an, terjadi pendirian Perusahan India
Timur Britania untuk menjual rempah dari Inggris menuju India.
Perusahaan tersebut juga di-supply oleh lada hitam yang ada di
Sumatera sejak tahun 1602.
Pada tahun 1635, daerah koloni Inggris yaitu Malabar mulai
melakukan ekspor rempah. Kemudian, pada tahun 1641 Belanda
berhasil menguasai Malaka sehingga memegang kendali
perdagangan lada dari kawasan timur. Pengaruh Belanda membuat
Portugis dapat disingkirkan dari Cochin dan Cannonore hingga
perdagangan rempah keseluruhan mampu dikuasai oleh Belanda
sejak tahun 1664. Pada tahun 1795-1800, bangsa lain yaitu bangsa
Armenia mulai memasuki perdagangan rempah dunia. Kemudian, di
tahun 1938-1954 Brazil dan Amerika mulai dikenalkan dengan lada.
Eksistensi lada sebagai rempah-rempah sudah mulai dikenal
hampir di seluruh dunia. Oleh sebab itu, pada tahun 1952-1953 India
membuka tempat perhentian dan pengumpulan lada pertama kali.
Kemudian, pada tahun 1972 mulai adanya komunitas lada nasional di
Jakarta (Indonesia). Serta pada tahun 1986 mulai adanya pembukaan
Pusat Penelitian Nasional Rempah-Rempah. Masih di tahun yang
sama, juga terjadi peningkatan Pusat Penelitian Nasional Rempah-
Rempah serta perubahan nama menjadi Indian Institue of Science
Research (IISR). Hingga sekarang, seiring berjalannya waktu mulai
ditemukan banyak jenis rempah-rempah lain yang juga berkhasiat
dan bermanfaat bagi masyarakat dan digunakan di industri. Rasa
khas yang ditimbulkan dari rempah-rempah mampu memberikan
kesan tersendiri bagi penikmatnya.
Rempah-rempah terdiri dari banyak jenis dan dapat
diklsifikasikasikan dalam bentuk rempah basah dan rempah kering.
Kategori penggunaan rempah basah, seperti kunyit, jahe, lengkuas,
serai, dan bawang-bawangan. Sedangkan kategori penggunaan
rempah kering, seperti pala, ketumbar, lada, dan cengkeh.
Banyaknya jenis rempah yang ada, seiring juga dengan manfaatnya
yang dikenal berkhasiat. Rempah sangat dikenal bersifat aromatik
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 3
sehingga dapat dikenal sebagai pengawet makanan, bumbu kering,
penguat cita rasa, dan pengharum (Robi et al., 2019).
Aroma dan manfaat rempah yang menjadi daya tarik produk
tersebut, berkaitan juga dengan komponen bioaktif yang terkandung
di dalamnya. Komponen bioaktif merupakan senyawa aktif yang
bertanggung jawab atas keberlangsungan reaksi-reaksi metabolisme
tumbuhan. Pengklasifikasian senyawa bioaktif dibagi menjadi tiga
kelompok besar, seperti senyawa polifenol, senyawa alkaloid, dan
senyawa terpen atau terpenoid. Selain itu, adapula senyawa klorofil,
antraquionon, dan glukosinolat. Senyawa polifenol dapat dijabarkan
sebagai senyawa asam fenolat (asam hidroksisinamat dan asam
hidroksibenzoat), senyawa stibenes, senyawa flavonoid (antosianin,
flavonol, flavon, flaxanon, dan isoflavon), senyawa lignan, dan
senyawa tanin (hydrolysable tannins, condensed tannins, phloro
tannins, dan complex tannins). Selanjutnya, senyawa terpen dan
terpenoid dapat dijabarkan sebagai senyawa triterpenoid, senyawa
tetraterpenoid (karoten dan xantofil), senyawa monoterpen, dan
senyawa politerpen (Saidi et al., 2022). Senyawa bioaktif pada setiap
rempah mampu memberikan manfaat, diantaranya sebagai
antibakteri, anti-inflamasi, antikanker, dan antioksidan.
Buku ini membantu memberikan informasi materi yang
berhubungan dengan komponen bioaktif dari berbagai jenis rempah
yang tentunya bermanfaat bagi kesehatan serta sifat-sifat
fungsionalnya mampu dimanfaatkan lebih lanjut. Banyaknya
informasi tentang rempah-rempah menjadikan buku ini sebagai
rangkuman informasi terkait rempah serta pemanfaatannya.
Rempah yang terus digunakan hingga zaman sekarang membuat
buku ini menjadi menarik untuk disimak. Bahkan di zaman sekarang,
penggunaan rempah-rempah dapat berbentuk serbuk hingga mudah
digunakan dimana saja dan kapan saja. Bentuk rempah-rempah
dalam bentuk bubuk dapat dilihat pada Gambar 1.
KOMPONEN BIOAKTIF
4 REMPAH - REMPAH
Gambar 1. Rempah-rempah dalam bentuk serbuk (lengkuas, kunyit,
jahe, daun salam, daun jeruk purut, daun jeruk limau, sereh, kulit
jeruk nipis)
(Sumber: Sartika et al., 2023)
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 5
BAB II
LENGKUAS
2.1 Pengertian
Asal usul lengkuas sebenarnya tidak terlalu jelas, tetapi
diperkirakan berasal dari wilayah Asia Tenggara, khususnya
Indonesia dan Malaysia hingga kemudia menyebar ke seluruh benua
Asia. Lengkuas menjadi obat tradisional dan bumbu masakan di Asia,
seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan India. Seiring
berkembangnya zaman, kini penggunaan lengkuas tidak hanya
terbatas pada benua Asia, tetapi telah menyebar ke seluruh dunia.
Lengkuas telah menjadi bahan penting dalam penambahan cita rasa
di industri minuman dan makanan secara global (Saras, 2023).
Lengkuas atau dikenal dengan Alpinia galanga (putih) dan
Alpinia purpurata (merah) merupakan bagian dari Zingeberaceae,
seperti jahe dan kunyit. Lengkuas menjadi salah satu jenis rimpang,
dimana rimpang tumbuhan memiliki fungsi dalam perbanyakan
vegetatif tanaman. Umumnya bagian rimpang lengkuas sering
dimanfaatkan sebagai bahan campuran bumbu masak serta tidak
pernah bermasalah. Sementara itu, bagian daun pada tanaman
lengkuas masih jarang dimanfaatkan dengan baik. Tumbuhan
lengkuas memiliki tinggi batang mencapai 1 m. Tanaman ini memiliki
batang semu dengan warna hijau tua. Di bagian dalam batang semu,
terdapat batang sejati berwarna putih dan dilapisi dengan pelepah
daun berwarna hijau. Pada pengklasifikasiannya, terdapat 2 (dua)
jenis lengkuas, seperti lengkuas merah (”Alpinia purpurata”) dan
lengkuas putih (”Alpinia galanga”) (Yanti et al., 2020). Berikut
informasi perbedaan lengkuas merah dan lengkuas putih.
KOMPONEN BIOAKTIF
6 REMPAH - REMPAH
Klasifikasi Lengkuas Merah (Prasetyo,2016)
Kingdom: Plantae
Divisi: Spermatophyta
Subdivi: Angiospermae
Class: Monocotyledoneae
Order : Zingiberales
Famili: Zingiberaceae
Genus: Alpinia
Species: Alpinia Purpurata K. Schum
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 7
”
Gambar 3. Bentuk Rimpang Lengkuas Putih.
“(Sumber: “https://www.alodokter.com/fakta-manfaat-kunyit-
putih-bagi-kesehatan”)”
KOMPONEN BIOAKTIF
8 REMPAH - REMPAH
Secara farmakologis, lengkuas putih dikenal mampu berperan
sebagai antioksidan, antidiabetes, antibakteri Klebsiella pneumonia
dan S. aureus, Anti-TBC, mencegah kerusakan ginjal, dan antikanker.
Kemudian, berdasarkan hasil uji diketahui bahwa rimpang lengkuas
putih (Alpinia galanga) mengandung senyawa alkaloid, tanin, fenol,
flavonoid, dan triterpenoid. Sementara itu, lengkuas merah memiliki
aktivitas antibakteri S. aureus, antidiabetes, antikanker, dan
antioksidan. Berdasarkan hasil uji, rimpang lengkuas merah (Alpinia
purpurata) mengandung senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid, tanin,
triterpenoid, dan saponin (Mardhiyyah et al., 2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 9
Tabel 1. Identifikasi Senyawa Terbesar GCMS Lengkuas.
KOMPONEN BIOAKTIF
10 REMPAH - REMPAH
2.3 Aplikasi dan Penggunaannya
Lengkuas memiliki beragam komponen bioaktif yang
bermanfaat. Pemanfaatan lengkuas sering dijadikan bahan tambahan
masakan, bahan minuman, sayuran, dan obat tradisional. Tanaman
ini bersfiat anti-inflamasi, antioksidan, antijamur (Tricophyton,
Mycrosporum gypseum, Epidermo floccasum), antigatal, anti-
inflamasi, antihipoglikemik. Selain itu, lengkuas mampu
meringankan peradangan pada perut, obat sakit perut,
menyembuhkan bisul, mencegah mabuk laut, membantu sirkulasi
darah dalam tubuh, meredakan diare, membantu menyembuhkan
kudis, menyembuhkan panu pada kulit, meringankan bronkitis, dan
mengurangi bau mulut (Jannah et al., 2022). Lengkuas mampu
diandalkan sebagai penyedap alami pada berbagai masakan, dapat
dilihat pada Tabel 2. Lalu, rimpang lengkuas juga dapat berperan
sebagai bahan alami dalam mengawetkan ikan.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 11
BAB III
JAHE
3.1 Pengertian
Tanaman jahe telah dikenal menjadi rempah yang bermanfaat
bagi manusia. Penggunaan jahe sangat beraneka ragam dan memiliki
kegunaan masing-masing di berbagai daerah. Jahe tergabung pada
suku Zingiberaceae (temu-temuan) dan sekeluarga dangan jenis
temu-temuan lainnya. Tanaman ini tersebar dari berbagai wilayah
tropis di Kepuluan Pasifik dan benua Asia hingga berkembang ke
wilayah Selandia Baru, Australia, Brazil, Jepang, Hawaii, Filipina,
Afrika, Jamaica (Sari et al., 2021).
Penyebaran jahe tidak dapat dipastikan berawal dari daerah
mana, tetapi jahe diduga berasal dari daerah Asia Selatan, terseber
luas hingga ke seluruh dunia dan Indonesia termasuk salah satu
daerahnya. Sejak abad VI Sebelum Masehi di China, jahe digunakan
sebagai penyedap makanan hingga sekarang. Kemudian, bangsa
Yunani juga biasa menggunakan jahe sebagai obat tradisional atau
ramuan herbal dalam mengabati penyakit vertigo, mabuk, serta
mual-mual selama perjalanan. Selain itu, sejak abad ke-XVI, Hendry
VIII di Inggris menyarankan penggunaan jahe sebagai obat dalam
menangani wabah penyakit plague, sedangkan pada zaman Elizabeth
I merekomendasikan penggunaan jahe sebagai obat untuk
menaikkan gairah seksual (Aryanta, 2019).
Jahe di wilayah Asia juga biasa dimanfaatkan menjadi bahan
tambahan pada masakan dan obat herbal tradisional. Penggunaan
rimpang jahe khususnya di Indonesia, banyak dimanfaatkan untuk
bumbu makanan serta minuman herbal dan bahan obat-obat
tradisional. Terdapat 3 (tiga) jenis jahe yang umum dikembangkan
KOMPONEN BIOAKTIF
12 REMPAH - REMPAH
dan dimanfaatkan di Indonesia. Tiga varietas jahe tersebut
merupakan jahe merah, jahe putih (emprit dan gajah).
Pembudidayaan tiga varietas tersebut secara intens di daerah,
seperti Bengkulu (Rejang Lebong), Yogyakarta, Magelang, Malang,
dan Bogor. Adapun klasifikasi jahe berdasarkan informasi (Pairul et
al., 2017) dapat dilihat sebagai berikut:
Divisi: Spermathophyta
Subdivisi: Angiospermae
Kelas: Monocotyledoneae
Ordo: Zingiberales
Famili: Zingiberaceae
Genus: Zingiber
Berikut informasi 3 (tiga) jenis varietas jahe yang umum
dibudidayakan dan dimanfaatkan di Indonesia. Berdasarkan
perbedaan ukuran, bentuk, dan warna rimpang, terbagi menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu:
1. Jahe Merah
Jahe merah atau sering disebut Zingiber OffiChinale var. rubrum
memiliki ukuran rimpang dengan diameter 42-43 mm, tinggi 52-
104 mm, dan panjang 123-126 mm. Jahe merah mempunyai
ukuran rimpang yang kecil dan memiliki warna dominan
kemerahan dengan sedikit warna kuning. Serat yang dimiliki
kasar serta beraroma tajam dan mempunyai rasa yang sangat
pedas dibandingkan jenis jahe lainnya. Ketampakan rimpang
jahe merah dapat dilihat pada Gambar 5.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 13
Gambar 5. Rimpang Jahe Merah
“(Sumber:https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/17/11292322
0/jahe-merah-khasiat-saran-pengolahan-dan-cara-
menyimpan?page=all)”
KOMPONEN BIOAKTIF
14 REMPAH - REMPAH
3. Jahe Putih Kecil
Jahe putih kecil atau sering dikenal sebagai jahe emprit dengan
nama ilmiah Zingiber offichinale var. amarum. Jahe ini memiliki
ukuran rimpang yang paling kecil dengan tinggi 63,8-111 mm,
diameter 32,7-40 mm, dan panjangnya 61-317 mm. Jahe emprit
ditandai dengan bentuknya yang pipih dan berwarna putih
kekuningan. Jahe ini mempunyai serat yang lembut serta
mempunyai aroma yang lebih tajam dari jahe gajah. Ketampakan
rimpang jahe putih kecil atau jahe emprit dapat dilihat pada Gambar
7.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 15
ekosistem penanaman jahe. Komponen nutrisi jahe secara garis
besar dapat berupa air, energi, protein, lemak, karbohidrat, serat
kasar, total abu, kalsium, besi, magnesium, phospor, potasium,
sodium, seng, niasin, dan vitamin A. Komponen kimia dan bioaktif
pada jahe juga dapat menjadi penentu aroma serta tingkat
kepedasan jahe.
Adapun komponen bioaktif yang sama terdapat dalam jahe
merah, jahe putih (gajah dan emprit), seperti pati, oleoresin, dan
minyak atsiri. Perbedaan dari jenis jahe ini yang paling menonjol
terletak pada kandungan minyak atsirinya. Jahe merah mengandung
komponen minyak atsiri (2,6%-3,9%), jahe gajah memiliki kandungan
minyak atsiri sebesar 0,82%-2,8%, dan jahe emprit memiliki
kandungan minyak atsiri sebesar 1,5%- 3,5%. Dengan begitu, urutan
kandungan jahe tertinggi berada pada jahe merah lalu, diikuti jahe
emprit dan yang terendah adalah jahe gajah (Pairul et al., 2017).
KOMPONEN BIOAKTIF
16 REMPAH - REMPAH
Tabel 3. Pembacaan GCMS Jahes
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 17
ikatan C=C. Pada bilangan gelombang 1375,51 cm-1; 82,62%T ; 1005,09
cm-1; 59,16%T merupakan ikatan NO2 dengan tipe senyawa nitro
dengan intensitas kuat. Pada bilangan gelombang tertentu
menunjukan kesesuaian dengan gugus jahe yaitu memiliki gugus O-
H, C-H, C=C, dan NO2.
KOMPONEN BIOAKTIF
18 REMPAH - REMPAH
Selain dari informasi yang telah disebutkan diatas, adapula
manfaat penggunaan jahe bagi kesehatan berdasarkan informasi
Aryanta (2019), menyatakan bahwa jahe mampu bermanfaat sebagai
obat saat gangguan menstruasi, mengobati kanker usus besar,
mengurangi risiko serangan kanker colorectal, sembelit, obat
penyakit impoten, obat flu, obat pegal linu, meringankan sakit
kepala, obat peradangan sendi, dan meredakan nyeri pinggang.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 19
BAB IV
KUNYIT
4.1 Pengertian
Kunyit telah dikenal sebagai salah satu jenis rempah yang
sangat bermanfaat. Kunyit telah dianggapkan sebagai jenis herba
yang sangat bernilai bagi manusia. Bagian rimpang pada tanaman
kunyit, mampu menjadi andalan terhadap pengobatan tradisional.
Kunyit adalah tanaman merumpun yang tumbuhnya tahunan.
Tanaman ini terdiri dari atas bagian akar, rimpang, batang, pelepah
daun, daun, batang bunga, dan kuncup bunga. Perkembangan
rimpang kunyit berasal dari bagian umbi utamanya yang memiliki
bentuk beranekaragam seperti, pendek, melengkung, berisi-lurus,
dan bulat-panjang. Tanaman semu yang terbentuk pada batang
tanaman kunyit dibentuk oleh pelepah daun yang saling menutupi
dan berukuran relatif pendek. Kemudian, akar kunyit memiliki
morfologi dengan bentuk rimpangnya yang panjang serta bulat
dengan kisaran diameter sekitar 1-2 cm dan kisaran panjang sekitar
3-6 cm. Tunas baru pada tanaman kunyit dapat tumbuh membentuk
tanaman baru. Batang bunga tanaman ini bersisik, berambut, daun
kelopaknya berbulu, dan berbentuk lanset. Kelopak bunganya
memiliki bentuk tabung dengan panjang sekitar 9-13 mm (Azis,
2019).
Kunyit juga dikenal sebagai tanaman tropis yang umum
dijumpai di benua Asia dan selalu intensif berperan sebagai
pengharum makanan serta pemberi warna. Belum dapat dipastikan
dimana awal mula kunyit ditemukan. Namun, kunyit diduga berasal
dari wilayah Asia Tenggara, di mana banyak ditemukan spesies
temu- temuan yang hidup secara liar. Tanaman kunyit telah menjadi
KOMPONEN BIOAKTIF
20 REMPAH - REMPAH
komoditas yang diperjualbelikan di Negara Indonesia, China, dan
India. Walaupun begitu, kunyit diketahui tidak tumbuh di alam liar.
Sejak dahulu, kunyit telah dikenal sebagai salah satu bumbu
masak yang juga dikenal sebagai obat tradisional. Sejak lama,
pemanfaatan kunyit sebagai obat telah terdokumentasi dengan baik
di China dan sistem pengobatan India (Mutis et al., 2021). Kunyit
khususnya kunyit kuning telah dijadikan rempah yang mampu
menjadi zat pewarna kuning cerah alami. Penggunaan kunyit sebagai
bahan perasa dan pewarna telah digunakan sejak 600 SM.
Penggunaan kunyit di berbagai Negara juga berbeda-beda. Dalam
sejarah negara India, kunyit menjadi bahan pengobatan rakyat India.
Kunyit dianggap mampu menjadi bahan antimikroba terbaik dan
pada saat itu, kunyit dianggap mampu memperbaiki perjalanan usus
dan memudahkan proses pencernaan. Kemudian, kunyit telah
memilik julukan “Bumbu emas” (Golden spices) dan “Rempah
Kehidupan” (Spices of life) di India. Selain itu di negara China, kunyit
umumnya digunakan untuk mengobati penyakit yang berkaitan
dengan penyakit kuning serta penyakit perut (Shan et al., 2018).
Klasifikasi Kunyit (Kurnia,2019)
Kingdom: Plantae
Divisi: Spermatophyta
Subdivisi: Angiospermae
Class: Monocotyledoneae
Ordo: Zingierales
Famili: Zingiberaceae
Genus: Curcuma
Spesies: Curcuma Domestica val.
Terdapat 2 (dua) jenis varietas kunyit yang umum
dibudidayakan, dikembangkan, dan dimanfaatkan di Indonesia, yaitu
kunyit kuning dan kunyit putih. Kunyit putih adalah tanaman
semusim dengan karakter akarnya berdaging membentuk umbi
seukuran telur puyuh, memiliki bentuk daun yang bundar dengan
warna hijau muda, terdapat bunga mengumpul, rimpang tumbuh
pendek dengan warna pucat serta memiliki serat yang banyak,
terdapat aroma khas, dan terasa pahit (Putri, 2014). Perbedaan dari
kedua jenis rimpang ini berasal dari komponen bioaktif penghasil zat
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 21
warna pada rimpangnya. Secara spesifik, kunyit kuning memiliki
warna rimpang kuning orange yang berasal dari senyawa kurkumin.
Kandungan kurkumin pada kunyit kuning didapati sekitar 1,8-5,4%.
Pigmen yang ada pada kunyit ini mampu menjadi salah satu
alternatif pilihan dalam meningkatkan kualitas serta ketahanan
pangan, dan berperan sebagai salah satu zat non-gizi yang mampu
memberikan nutrisi bagi tubuh (Mardiah et al., 2018). Berikut dapat
dilihat perbedaan rimpan kunyit kuning dan rimpang kunyit putih
pada Gambar 9. dan Gambar 10.
KOMPONEN BIOAKTIF
22 REMPAH - REMPAH
4.2 Komponen Bioaktif Kunyit
Kandungan kimia yang terdapat pada rimpang kunyit terdiri
atas, kurkuminoid, protein, mineral, lemak, kadar air, pati,
karbohidrat, dan minyak atsiri. Kandungan yang ada pada kunyit
bergantung darimana asal kunyit tersebut ditanam. Kunyit yang
ditanam di dataran rendah akan mengandung komponen kimia yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kunyit yang ditanam di dataran
tinggi. Adapun kandungan kimia terpenting untuk ada pada rimpang
kunyit, seperti kurkumin, minyak atsiri, bidesmetoksikurkumin,
desmetoksikurkumin, resin, oleoresin, gom, damar, lemak, protein,
kalsium, besi, dan fosfor.
Selain itu, adapaun komponen bioaktif yang penting dan
berasal dari minyak atsiri pada kunyit, terdiri dari artumeron, α-
tumeron, β-tumeron, αatlanton, tumerol, β-kariofilen, 1,8 sineol, dan
linalol. Berdasarakan informasi dari Shan et al. (2018), minyak atsiri
yang didapat dengan cara distilasi uap dari rimpang kunyit terbukti
memiliki kandungan senyawa, seperti zingiberene (25%),
sesquiterpines (53%), kurkumin (4%), alpha-phellandrene (1%),
cineol (1%), sabinene (0.6%), dan borneol (0.5%). Senyawa kurkumin
dikenal sebagai komponen bioaktif dari kunyit yang memiliki peran
dalam menghasilkan warna kuning. Senyawa ini terdiri dari
kurkumin I (94%), kurkumin II (6%) dan kurkumin III (0.3%).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 23
Tabel 4. Hasil Pembacaan GCMS Kunyit Putih
No. Senyawa R. Time Area%
1. 5-methyl-2-oxazoldinone 1.616 0.80
2. Benzene, methyl-(cas) toluene 3.328 33.27
3. 2-pentanone,4-hydroxy-4-methyl 4.038 13.15
4. Benzene, ethyl-(CAS) EB 4.379 0.70
Benzene, 1,3-dimethyl-(CAS) m-
5. 4.477 0.59
Xylene
2,3-dihidro-3,5-dihydroxy,4H-
6. 7.066 3.89
piran-4-one
7. Champor, (+)-2-Bornaone 7.116 0.59
8. 1-Borneol 7.360 2.18
9. Benzoic acid (CAS) retardex 7.598 24.34
Benzaldehyde, 2-methyl-(CAS)-o-
10. 7.645 2.40
tulualde
“I-alpha-Bornil Asetat, bisklo [2.2.1]
11. 8.506 2.96
hept”
12. Vanilin 9.489 0.50
13. Alpha-copaene 11.003 1.29
14. Beta-cedrene 11.246 1.14
15. Beta-curcumene 11.543 0.60
16. Alpha-amorphene 11.984 1.03
17. Benzoic acid, benzyl benzoate 17.309 7.23
18. 2-hydroxy-,phenylmethyl ester 20.616 2.21
1-(+)-asrbic acid 2,6-
19. 24.155 1.12
dihexadecanote
Sumber: Khairani (2021)
KOMPONEN BIOAKTIF
24 REMPAH - REMPAH
Gambar 11. Hasil GCMS Kunyit Kuning
(Sumber: Anggraeni et al., 2023)
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 25
gelombang 3351,95 cm-1; 63,58%T merupakan senyawa amina,
amida memiliki intensitas sedang dari ikatan N-H. Pada bilangan
gelombang 2928,75 cm-1; 79,67%T merupakan senyawa alkana
memiliki intensitas kuat dari ikatan C-H. Pada bilangan gelombang
2307,55 cm-1; 96,38%T merupakan senyawa alkuna dengan intensitas
beubah-ubah dari ikatan C=C.
Pada bilangan 1630,18 cm-1; 53,26%T merupakan tipe senyawa
aldehid, keton, asam karboksilat, ester memiliki intensitas kuat dari
ikatan C=O. Pada bilangan 1516,41 cm-1; 66,33% T merupakan ikatan
NO2 dengan tipe Senyawa Nitro dengan intensitas kuat. Pada
bilangan 1438,12 cm-1; 69,45% T ; 1374,07 cm-1; 69,72% T merupakan
ikatan C-H dengan tipe senyawa alkana dengan intensitas kuat. Pada
bilangan 1320,78 cm-1; 67,63% T merupakan ikatan C-N dengan
senyawa amina, amida dengan intensitas kuat Pada bilangan 1276,78
cm-1; 66,75% T; 1010,25 cm-1; 35,72% T merupakan senyawa alkohol,
ester, asam karboksilat dengan intensitas kuat dari ikatan C-O. Pada
bilangan gelombang tertentu menunjukan kesesuaian dengan gugus
kunyit yaitu memiliki gugus O-H, N-H, C=C, C-H, C=O, NO2, C-H, C-
N, dan C-O. Selain terdapat informasi terkait pembacaan FTIR
kunyit kuning, adapula informasi untuk pembacaan FTIR kunyit
putih berdasarkan Sakinah (2017), dapat dilihat sebagai berikut.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 27
BAB V
SERAI
5.1 Pengertian
Serai dapur merupakan salah satu jenis rempah yang memiliki
nama latin Cymbopogon citratus. Tanaman ini cukup potensial dan
terkenal sebagai tanaman atsiri. Tanaman serai dapur mudah
ditemui di Benua Asia (India, Srilanka, Indonesia, Malaysia), Amerika,
dan Afrika. Tanaman ini tergolong dalam jenis tanaman C4 yang
memiliki bau jeruk atau lemon kuat. Pada perdagangan
internasional, terdapat dua jenis minyak serai yang telah
diperdagangkan, seperti West Indian Lemongrass oil (W.I. type)
berasal dari tanaman Cymbopogon citratus dan East Indian
Lemongrass oil (E.I. type) yang berasal dari tanaman Cymbopogon
flexuosus.
Serai dapur hampir mudaj dijumpai di berbagai tempat di
Indonesia baik dataran rendah hingga dataran tinggi (1.200 mdpl)
dan tanaman ini mampu berkembang dalam berbagai jenis tanah.
Namun di tanah yang keras dan menahan air, tanaman serai dapur
tidak mampu tumbuh subur. Pemilihan tipe tanah juga dapat
memengaruhi jumlah rumpun dan mutu hasil minyak serai dapur.
Dengan begitu, tanaman ini membutuhkan iklim tropis dengan
curah hujan yang tidak terlalu berlimpah serta banyak menyerap
cahaya matahari. (Trisilawati et al., 2017).
Serai dapur memiliki bentuk akar serabut, batang-batangnya
berkelompok, dan berimpang pendek. Lapisan batang terluar
berwarna putih kehijauan dan terdapat umbi putih kekuningan pada
batang bagian dalam. Daun dari tanaman serai dapur bertekstur
kasar serta kesat. Daun tanaman serai dapur tumbuh lebar dengan
KOMPONEN BIOAKTIF
28 REMPAH - REMPAH
ukuran sekitar 2 cm dan panjang sekitar 50-100 cm. Bagian daging
batang serai dapur bertesktur hasul dan tipis (Murdiyah et al., 2022).
Berikut ketampakan serai dapur dapat dilihat pada Gambar 12.
Adapun klasifikasi taksonomi tanaman serai dapur dapat dilihat
sebagai berikut.“
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga)
Kelas: Liliopsida (Berkeping satu/ monokotil)
Ordo: Poales
Famili: Poaceae (suku rumpu-rumputan)
Genus: Cymbopogon
Spesies: Cymbopogon citratus
Tanaman serai terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu serai dapur
dan serai wangi. Pemanfaatan serai dapur umumnya digunakan pada
bahan tambahan masakan sedangkan serai wangi diambil minyak
atsirinya untuk dimanfaatkan. Tanaman serai wangi yang terkenal di
Indonesia adalah jenis serai wangi tipe “Maha Pengiri”, tipe utama
yang berasal dari pulau Jawa. Adapun perbedaan yang signifikan
dapat terlihat dari tanaman serai wangi dan serai dapur terletak
pada fisik tanaman tersebut. Tanaman serai wangi mempunyai
pangkal batang yang lebih kecil, sementara tanaman serai dapur
mempunyai bentuk pangkal batang yang lebih besar. Selanjutnya,
pada batang bagian bawah serai wangi memiliki warna merah
keunguan sedangkan bagian bawah serai dapur memiliki
warna hijau dan putih.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 29
5.2 Komponen Bioaktif Serai
Salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak
dibudidayakan di Indonesia merupakan tanaman serai dapur. Minyak
atsiri yang dihasilkan dari serai dapur memiliki kandungan senyawa
sitral, geraniol, dan geranial. Selain itu, adapula beberapa komponen
bioaktif lainnya, seperti fenol, flavonoid, tanin, dan terpenoid.
Senyawa-senyawa pada tanaman serai dapur mampu diperangkap
dengan mengekstraksi minyak atsiri. Jika dianalisa dalam basis
kering, minyak atsiri dalam serai dapur berkisar antara 1-2%
(Augustia et al., 2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
30 REMPAH - REMPAH
Tabel 8. Pembacaan GCMS Serai
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 31
keton, asam karboksilat, ester memiliki intensitas kuat dari ikatan
C=O. Pada bilangan gelombang 1373,33 cm-1; 66,85%T merupakan
senyawa nitro memiliki intensitas kuat dari ikatan NO2. Pada
bilangan gelombang 1249,10 cm-1; 69,83% T merupakan senyawa
amina, amida memiiki intensitas kuat dari ikatan C-N. Pada bilangan
gelombang 1030,43 cm-1; 30,82%T merupakan senyawa alkohol,
eter, asam karboksilat, dan ester memiliki intensitas kuat dari ikatan
C-O. Pada bilangan gelombang tertentu menunjukan kesesuaian
dengan gugus serai yaitu memiliki gugus C-N, CH, Senyawa Alkuna,
C=O, NO2, dan C-N.
KOMPONEN BIOAKTIF
32 REMPAH - REMPAH
BAB VI
DAUN JERUK PURUT
6.1 Pengertian
Tanaman jeruk purut menjadi tanaman yang umum
dimanfaatkan dan ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia.
Penyebaran tanaman jeruk purut dimulai dari wilayah Asia Tenggara
(Indonesia) dan Asia Timur. Tanaman ini menjadi tanaman tahunan
dari Asia dan sejak dahulu, jeruk purut sudah berkembang baik dan
dibudidayakan secara alami di Indonesia. Jenis tanaman yang
tergolong dalam keluarga Rutacea dan marga Citrus sudah terkenal
menjadi bahan pelengkap masakan di kehidupan sehari-hari.
Tanaman ini mampu memberikan aroma harum khas jeruk yang
berasal dari kandungan minyak atsirinya. Dalam dunia perdagangan,
tanaman jeruk purut disebut sebagai kaffir lime. Seluruh bagian dari
jeruk purut hampir dapat dimanfaatkan, diantaranya daun, kulit buah,
dan ranting (Anggraeny, 2019).
Tanaman jeruk purut berjenis tanaman perdu dengan batang
yang bengkok, berwarna coklat tua, serta memiliki cabang-cabang
rapat yang berduri kecil dan bersudut tajam. Pohon tanaman ini
berukuran kecil dengan tinggi sekitar 2-12 meter. Adapun klasifikasi
taksonomi tanaman jeruk purut dapat dilihat sebagai berikut.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Spermtopyta
Subdivisi: Angiospermae
Kelas: Dicotyledone
Ordo: Rutales
Famili: Rutaceae
Genus: Citrus
Jenis: Citrus hystrix DC
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 33
Selain itu, jeruk purut memiliki daun majemuk yang menyirip
serta mempunyai sehelai daun. Ciri khas daun jeruk purut terdiri
atas dua bagian, yaitu memiliki lekukan di bagian tengah dan jika
dilihat sekilas daun jeruk purut tersusun vertikal dari dua helai daun.
Setelah lembar pertama ada lembar kedua tepat dibawahnya (Hakim
et al., 2019). Sehelai daun jeruk purut membentuk bulat telur hingga
lonjong. Memiliki bentuk bergerigi kecil di permukaan, bagian depan
daun bertekstur licin serta mengkilat, dan bagian belakang daun
bertekstur kasar. Ukuran dari daun jeruk purut memiliki lebar
sekitar ±4,2 cm, panjang sekitar ±10,2 cm, dan pangkal daun sekitar
±0,2 cm. Daun jeruk purut berwarna hijau tua, hijau muda, hingga
hijau sedikit kuning. Ketika daun ini dihancurkan maka akan
mengeluarkan aroma harum yang tajam. Adapun bentuk gambar
daun jeruk purut dapat dilihat pada Gambar 14.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 35
Tabel 9. Pembacaan GCMS Daun Jeruk Purut
Waktu Retensi
No. Nama Senyawa % Area
(Rt)
1. 8.906 Bicyclo (3.1.0) hexane 3.79
2. 10.198 Beta mycrene 0.82
3. 25.535 Sitronellal 80.83
4. 25.987 6-oktenal 0.17
5. 26.039 6-oktenal 0.11
6. 29.022 Linalol 2.57
7. 32.000 Terpinen-4-ol 0.69
8. 35.606 2,6-oktadiene 5.36
9. 40.525 2,6-oktadiene-1-ol 0.80
10. 40.811 Sitronellol 3.48
11. “49.963” “nerolidyl formate (trans)” 0.82
12. 56.973 Benzene 0.56
Sumber: Simanjuntak et al (2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
36 REMPAH - REMPAH
6.3 Aplikasi dan Penggunaannya
Pemanfaatan daun jeruk purut telah beranekaragam.
Umumnya daun jeruk dikenal masyarakat sebagai bahan tambahan
masakan serta berperan sebagai obat herbal. Banyak sekali dijumpai,
masakan Indonesia yang menambahkan daun jeruk purut untuk
penambah aroma. Makanan yang ditambahkan dengan daun jeruk
purut mampu menggugah selera dengan wanginya yang harum khas
jeruk. Aroma khas jeruk pada daun jeruk purut merupakan wujud
adanya kandungan minyak atsiri didalamnya. Pemanfaatan daun
jeruk purut sebagai bahan tambahan di berbagai macam makanan
dapat dilihat pada Tabel 10.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 37
BAB VII
DAUN JERUK LIMAU
7.1 Pengertian
Tanaman jeruk limau menjadi salah satu jenis jeruk yang sudah
dikenal luas di Indonesia. Bagian buah jeruk limau sangat sering
digunakan sebagai bahan tambahan penyedap masakan dan
minuman. Jeruk limau mampu memberikan aroma khas jeruk dan
rasa yang segar ketika ditambahkan. Jeruk limau dikenal mampu
memberikan aroma yang sangat kuat dan tajam dibandingkan
dengan jenis jeruk nipis serta jeruk purut. Walaupun rasa jeruk
purut mirip dengan jeruk limau namun, aromanya lebih
tajam jeruk limau. Terdapat beberapa nama penyebutan dari jeruk
limau ini. Dari daerah Betawi disebut sebagai jeruk sambal, daerah
sunda dan jawa disebut sebagai jeruk limo, sedangkan masyarakat
melayu menamakannya dengan nama jeruk limau (Komala et al.,
2020). Adapun klasifikasi taksonomi tanaman jeruk limau.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta
Subdivisi: Spermatophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Rutaceae
Genus: Citrus
Jenis: Citrus amblycarpa
Perbedaan jeruk limau dan jeruk nipis dilihat dari komponen
yang terkandung di dalamnya, dimana jeruk limau memiliki
komponen asam askorbat lebih tinggi dibandingkan jeruk nipis.
Selain itu, jeruk limau juga memiliki keunggulan dengan kandungan
8% asam sitrat lebih tinggi dibandingkan jeruk nipis sebanyak 7%
KOMPONEN BIOAKTIF
38 REMPAH - REMPAH
asam sitrat di dalamnya. Banyak masyarakat yang menggunakan
jeruk ini namun, terdapat satu kekurangan pada jeruk limau, yaitu
memiliki ukuran yang kecil sehingga jika penggunaannya
membutuhkan volume yang banyak maka memerlukan buah jeruk
yang banyak pula.
Tanaman jeruk limau mampu berkembang baik pada daerah
dataran tinggi sekitar 800 meter dan di dataran rendah. Jenis
tanaman jeruk limau tidak dapat tumbuh apabila tanah yang
digunakan lambat meresap atau mudah menggenang. Pohon
tanaman ini memiliki tinggi sekitar 5-10 meter dengan ranting yang
memiliki duri-duri pendek. Setelah itu, memiliki mahkota bunga
putih kekungan yang tumbuh di pucuk ranting maupun ketiak daun
dan bentuk buah seperti bola berdiameter 4-7,5 cm dengan kulit
buah yang tebal sekitar 0,3-0,5 cm serta bergabus, berwarna hijau
kekuningan, rasa agak masam atau pahit. Selanjutnya, bagian daun
tanaman ini cukup besar dan tumbuh berjarak dengan panjang
tangkai daun sekitar 0,5-3,5 cm memiliki bentuk bulat memanjang,
bagian tepi menekuk kedalam serta ujungnya tumpul (Utama, 2003).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 39
itu, adapula komponen penyusun utama minyak daun jeruk limau
yang dapat didentifikasi adalah β-pinena, linalool, sitronelal, sitronelol
dan geraniol (Ariefin, 2012).
KOMPONEN BIOAKTIF
40 REMPAH - REMPAH
infrared spectroscopy (FTIR). Analisa hasil pengujian FTIR pada daun
jeruk limau menggambarkan puncak serapan lebar yang khas pada
bilangan gelombang 3853,42 cm-1;98,26%T ; 3743,46 cm-1; 98,26%T ;
3282,84 cm-1; 62,00%T yang merupakan senyawa fenol, monomer
alkohol, alkohol ikatan hidrogen, fenol memiliki intensitas berubah-
ubah dari ikatan O-H. Pada bilangan gelombang 2924,62 cm-1;
74,43%T ; 2857,99 cm-1; 82,12%T yang merupakan senyawa alkana
yang memiliki intensitas kuat dari ikatan C-H. Pada bilangan
gelombang 2162,79 cm-1; 96,56%T ; 2001,25 cm-1; 98,00%T ; 1612,39
cm-1; 55,90%T menghasilkan senyawa alkena dan alkuna yang
memiliki intensitas berubah-ubah dari ikatan C=C.
Pada bilangan gelombang 1375,23 cm-1; 65,13%T ;
menghasilkan senyawa alkana dari ikatan C-H. Pada bilangan
gelombang 1255,24 cm-1; 65,24%T; 1032,82 cm-1; 50,35%T;
menghasilkan senyawa alkohol, ester, asam karboksilat, dan ester
yang memiliki intensitas kuat dari ikatan C-O. Pada bilangan
gelombang tertentu menunjukkan kesesuaian dengan gugus daun
jeruk limau yaitu memiliki gugus OH, C=C, CH alifatik, dan gugus CO
(alkohol, ester, asam karboksilat, dan ester).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 41
BAB VIII
KULIT JERUK NIPIS
8.1 Pengertian
Jeruk nipis menjadi salah satu tanaman herbal yang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dalam pengobataan
tradisional. Nama latin dari jeruk nipis adalah Citrus aurantifolia
swingle. Jeruk nipis memiliki banyak variestas seperti, varietas
Eureka, Ponderosa, Borneo, Lisbon, Genoa, Villa franca, Bonnie brae,
Messina, Tahiti lime, dan Mecitanlime. Di berbagai daerah di
Indonesia, jeruk nipis mempunyai banyak nama, yaitu lemo kapasa
(Bugis), kelangsa (Aceh), jeruk pecel (Jawa), limau asam (Sunda), lemo
(Bali), jeruk dhurga (Madura), limau nepi (Kalimantan), mudutelong
(Flores), lemo ape (Sulawesi), mudutelong (Flores), lemo kadasa
(Makasar), dan jeruk alit (Nusa Tenggara).
Walaupun penggunaan jeruk nipis banyak digunakan di
Indonesia. Nyatanya menurut sejarah, tanaman jeruk nipis bukan
tanaman asli Indonesia. Jeruk nipis berasal dari Asia Tenggara,
seperti China Selatan, Birma Utara, Malaysia, dan India bagian utara
(Himalaya). Tanaman ini juga tidak hanya tumbuh di wilayah Asia
saja. Sejak abad ke XI sampai abad ke XIII diperkirakan
berlangsungnya penyebaran tanaman ini. Pada zaman itu, pedagang
Arab membawa tanaman jeruk nipis ke beberapa tempat di Eropa
dan Afrika Utara. Selanjutnya, tanaman ini akhirnya dibudidayakan
di beberapa wilayah, seperti Portugal, Spanyol, Italia, Siprus, dan
Pulau Sisilia. Tidak hanya di wilayah Eropa, tanaman jeruk nipis juga
mulai dikembangkan di beberapa tempat di benua Amerika, seperti
di Califomia (Amerika Serikat) dan Argentina. Kemudian berdasarkan
sejarah, masuknya tanaman jeruk nipis ke Indonesia sebenarnya
KOMPONEN BIOAKTIF
42 REMPAH - REMPAH
berasal dari pedagang Belanda (Wilujeng, 2012). Adapun klasifikasi
tanaman jeruk nipis dapat dilihat sebagai berikut.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Spermtopyta
Subdivisi: Angiospermae
Kelas: Dicotyledone
Ordo: Rutales
Famili: Rutaceae
Genus: Citrus
Jenis: Citrus aurantifolia swingle
Jeruk nipis termasuk dalam jenis tanaman rindang, perdu, dan
memiliki cabang yang banyak. Batang dan pohon jeruk nipis berkayu
keras dan memiliki duri di cabang serta rantingnya. Buah jeruk nipis
memiliki bentuk bulat maupun oval dengan ukuran diameter buah
berkisar 6 cm bahkan ada yang lebih kecil. Tanaman jeruk nipis akan
mulai berbuah pada umur 2,5 tahun. Permukaan kulitnya berwama
tua, kusam, dan tipis dengan warna hijau sampai kekuningan. Tinggi
tanaman ini bervariasi antara 150 sampai 350 cm dengan akar yang
kuat, tertanam cukup dalam, dan mampu tumbuh dengan baik di
berbagai jenis tanah. Berikut ketampakan buah dan kulit jeruk nipis
dapat dilihat pada Gambar 18.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 43
Selain bagian buah jeruk nipis yang bermanfaat. Adapula
bagian kulit jeruk nipis yang bermanfaat. Bagian kulit jeruk nipis
dibedakan menjadi dua bagian utama, yaitu epikarp atau flavedo
(kulit bagian luar yang berbatasan langsung dengan epidermis) dan
mesokarp atau albedo (kulit bagian dalam yang berebntuk jaringan
berbusa). Flavedo memiliki permukaan yang kasar dengan warna
hijau hingga kekuningan yang berfungsi untuk melindungi buah dan
melapisi buah dari kerusakan. Kelenjar flavedo mengandung banyak
minyak atsiri yang mempunyai aroma khas bagi setiap jenis jeruk.
Albedo terdiri atas hemiselulosa serta sel parenkim yang banyak
mengandung pektin. Albedo berupa lapisan di bawah kulit jeruk
dengan warna putih, bertekstur spons, dan tebal.
KOMPONEN BIOAKTIF
44 REMPAH - REMPAH
minyak atsiri. Senyawa golongan flavonoid yang dominan ada dalam
kulit buah jeruk nipis, seperti kuersetin, naringin, miristin, rutin,
hesperidin, dan tangerine. Sementara itu, senyawa golongan minyak
atsiri yang paling umum terdapat pada kulit jeruk nipis adalah
golongan seskuiterpen, seperti β-bisabolen serta beberapa golongan
monoterpen hidrokarbon, seperti limonene, β-pinen, α-pinen, β-
mirsen, γt-erpinen (Sirait, 2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 45
Waktu Luas Area
No. Nama Senyawa
Retensi (%)
4. “Beta-phellandrene” “5,118” “0,31”
5. “Beta-pinene” “5,208” “10,81”
6. “Beta-mycrene” “5,275” “1,21”
7. “1,8-epoxy-p-menth-ene” “5,351” “0,35”
8. “Isocineole” “5,690” “0,97”
9. “Benzene, methyl(1-methylethyl) ” “5,840” “6,33”
10. “Limonene” “5,938” “36,32”
11. “1,3,6-octariene, 3,7-dimethyl” “6,106” “0,663”
12. “Gamma-terpinene” “6,333” “0,76”
13. “Alpha-terpinolene” “6,797” “3,61”
14. “Linalool” “6,880” “2,61”
15. “D-fenchyl alcohol” “7,220” “0,86”
16. “Beta-terpineol” “7,653” “0,70”
17. “Borneol” “8,047” “0,37”
“3-siklohexen-1-ol, 4-metil-1-(1-
18. “8,193” “4,54”
metiletil) ”
19. “Benzenemethanol” “8,272” “0,87”
20. “Cyclohexene-1-methanol” “8,394” “14,53”
21. “Carveol, dihydro-,cis-” “8,477” “0,62”
22. “Z-Citral” “9,067” “1,57”
23. “E-Citral” “9,489” “2,90”
24. - “10,637” “0,27”
25. “Neryl acetate” “11,038” “1,44”
26. “Trans(beta)-caryophyllene” “11,839” “0,41”
27. “Alpha-bergamoten” “11,922” “0,90”
28. “Farnesene” “12,768” “0,87”
29. “Beta-bisabolene” “12,868” “1,51”
30. “Patchouli alkohol” “15,108” “0,42”
Sumber: Ulandari et al (2022).
KOMPONEN BIOAKTIF
46 REMPAH - REMPAH
Gambar 20. Hasil GCMS Kulit Jeruk Nipis
(Sumber: Wibaldus et al., 2016)
KOMPONEN BIOAKTIF
48 REMPAH - REMPAH
BAB IX
DAUN SALAM
9.1 Pengertian
Tanaman salam dikenal dengan nama Latin Eugenia polyantha
Wight. Namun, tanaman ini memiliki nama ilmiah lain, yaitu
Syzygium polyantha Wight. dan Eugenia lucidula Miq. Daun salam
menjadi rempah umum bagi setiap masyarakat Indonesia. Hingga
saat ini, daun salam sering digunakan sebagai bahan penyedap dan
pelengkap alami pada makanan sebab mampu memunculkan aroma
yang khas. Di Indonesia, berdasarkan falsafah Jawa terdapat makna
yang tersirat dari tanaman salam serta memiliki filosofi yang dapat
diterapkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Tanaman salam
memiliki filosofi keselamatan di dunia serta di akhirat nanti. Selain
itu di beberapa daerah Indonesia, terdapat berbagai nama
penyebutan dari daun salam. Nama salam dikenal pada masyarakat
(Jawa, Madura, Sunda), kastolam (kangean, Sumenep), gowok
(Sunda), meselengan (Sumatera), dan manting (Jawa). Selain nama-
nama di atas, adapula nama yang sering digunakan dari daun salam,
seperti Indian bay leaf (Inggris), ubar serai (Malaysia), Salamblatt
(Jerman), dan Indonesian bay leaf (Harismah et al., 2016).
Tanaman salam merupakan tanaman yang mampu tumbuh
mencapai 40m, permukaannya licin, dan berbatang bulat. Kemudian,
daun salam memiliki kriteria daun tersusun 2 baris pada 1 bidang.
Helaian daun salam memiliki ujung meruncing, berbentuk lonjong
sampai elips, pertulangan menyirip, tepi rata, permukaan atas
berwarna hijau tua serta licin, dan memiliki warna hijau muda pada
permukaan bawahnya yang kasar. Selain itu, daun salam memiliki
ukuran dengan lebar 35mm sampai 65mm dan panjang 50mm
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 49
sampai 150mm. Apabila daun salam diremas akan berbau harum khas
salam (Kristanti, 2017). Berikut ketampakan daun salam dapat dilihat
pada Gambar 21.
Penyebaran daun salam dipastikan berasal dari wilayah Asia
Selatan. Wilayah ini termasuk area yang dimulai dari Semenanjung
Deccan hingga lembah selatan pegunungan Himalaya. Daerah
tersebut menjadi tempat dari beragam macam rempah-rempah asli.
Kawasan Asia Barat dan Asia Tengah telah menjadi habitat asli atau
asal muasal beberapa tanaman herba yang kini telah banyak
dibudidayakan di berbagai belahan dunia, diantaranya mulai dari
Maroko hingga Vietnam. Selain di wilayah Asia, tumbuhan herba dan
rempah daun salam juga ditemuka di Wilayah Amerika Tengah,
Amerika utara, dan Amerika Selatan (Hakim, 2015).
Adapun klasifikasi daun salam dapat dilihat sebagai berikut.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Super divisi: Spermatopyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Myrtales
Famili: Myrtaceae
Genus: Syzygium
Jenis: Syzygium polyanthum
KOMPONEN BIOAKTIF
50 REMPAH - REMPAH
9.2 Komponen Nutrisi dan Bioakitf Daun Salam
Daun salam memiliki komponen bioaktif berupa zat bahan
warna, minyak atsiri, zat samak, flavonoid, seskuiterpen,
triterpenoid, steroid, sitral, saponin. Tanaman salam secara spesifik
memiliki komponen minyak atsiri 0,2% (sitral, eugenol), tanin,
flavonoid (rutin, katekin), dan metil kavicol atau dengan nama lain
estragole (p-allylanisole). Senyawa-senyawa tersebut mampu
berperan sebagai anti-inflamasi, antioksidan, dan antimikroba alami
(Harismah et al., 2016). Selain itu, daun salam juga mengandung
komponen nutrisi berupa karbohidrat serta beberapa vitamin,
seperti vitamin C, vitamin A, vitamin E, thiamin, riboflavin, niacin,
vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Adapula beberapa mineral pada
daun salam, seperti selenium, magnesium, kalsium, seng, sodium,
potassium, besi, dan fosfor (Norihsan et al., 2018).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 51
Tabel 14. Komponen Ekstrak GCMS Daun Salam
Waktu
No. Senyawa RA %
Retensi
1. “Oktanal” “4.425” “6.97”
2. “cis-4-dekenal” “8.938” “18.74”
3. “Dekanal” “9.160” “3.14”
4. “3,5-dimetil oktana” “11.025” “0.39”
5. “cis-3-hesenil heksanoat” “12.022” “0.66”
6. “tert-dodekanetiol” “12.392” “2.05”
7. “2-metil dekana” “12.551” “0.96”
8. “4-penten-2-on” “12.920” “0.38”
9. “Isokaryofilen” “13.061” “3.16”
10. “trans-karyofilen” “13.467” “4.29”
11. “α-humulen” “13.515” “2.06”
12. “β-kamigrena” “13.579” “1.63”
13. “5,10-asam undekadienoat” “13.650” “1.25”
“2,6 bis (1,1-dimetiletil)-4-metil
14. “13.760” “0.67”
fenol”
15. “β-mirsen” “13.857” “1.17”
“3,7,11-trimetil 1,6,10-dodekatrien-
16. “13.913” “3.61”
3-ol”
17. “α-kopaena” “13.993” “0.41”
18. “Nerolidol” “14.438” “4.09”
19. “dihidrokarvil asetat” “14.805” “1.87”
20. “Sitronelol” “14.950” “4.27”
21. “1-dodekana” “15.044” “2.95”
22. “4,6,8-trimetil-1-nonena” “15.177” “1.63”
23. “9,12,15-oktadekatrienal” “15.280” “1.93”
24. ∆-kadinol” “15.398” “1.65”
25. “α-bisabolol” “15.546” “4.63”
26. “Farnesol” “16.413” “16.95”
Sumber: Wartini (2009).
KOMPONEN BIOAKTIF
52 REMPAH - REMPAH
9.2.2 FTIR Daun Salam
Pembacaan FTIR telah dilakukan oleh Sartika et al. (2023),
untuk mengetahui komponen yang ada pada daun salam. Setelah
dilakukan proses pembuatan ekstrak daun salam maka selanjutnya
melakukan pembacaan dengan fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR). Analisa hasil pengujian FTIR pada daun salam
menunjukan hasil pada bilangan gelombang 3744,24 cm-1; 96,14%T ;
3279,12 cm-1; 86,12%T merupakan senyawa fenol, monomer alkohol,
alkohol ikatan hidrogen, fenol memiliki intensitas berubah-ubah dari
ikatan O-H. Pada bilangan gelombang 2920,51 cm-1; 82,99%T;
2854,78 cm-1; 87,28%T merupakan senyawa alkana yang memiliki
intensitas kuat dari ikatan C-H.
Pada bilangan gelombang 1609,71 cm-1; 75,51%T merupakan
senyawa cincin aromatik yang memiliki intensitas berubah-ubah
dari ikatan C=C. Pada bilangan gelombang 1445,26 cm-1; 80,43%T
merupakan senyawa alkana yang memiliki intensitas kuat dari ikatan
C-H. Pada bilangan gelombang 1319,12 cm-1; 77,67%T merupakan
senyawa nitro yang memiliki intensitas kuat dari ikatan NO2. Pada
bilangan gelombang 1217,55 cm-1; 75,53%T merupakan senyawa
amina, amida yang memiliki intensitas kuat dari ikatan C-N. Pada
bilangan gelombang 1029,37 cm-1; 62,79%T merupakan senyawa
alkohol, eter, asam karboksilat, ester yang memiliki intensitas kuat
dari ikatan C-O. Pada bilangan gelombang tertentu menunjukan
kesesuaian dengan gugus daun salam yaitu memiliki gugus O-H, C-
H, C=C, NO2, C-N, dan C-O.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 53
Tabel 15. Informasi masakan dengan tambahan daun salam
Jenis Masakan
No.
Bersantan Tanpa santan
1. Sayur Ketupat Sayur Ayam
2. Empal Gentong Sayur Asem
3. Rendang Sayur Bening
4. Sayur Gulai Ayam Goreng
5. Nasi Briyani Sayur Tumis
6. Nasi Kebuli Sayur Balado
7. Bongko Bubur
8. Botok Abon
9. Garang Asem Nasi Tim
KOMPONEN BIOAKTIF
54 REMPAH - REMPAH
BAB X
LADA
10.1 Pengertian
Lada atau merica dengan nama latin Piper nigrum L. berasal
dari keluarga Piperaceae. Lada merupakan salah satu rempah
dengan julukan “King of Spices” sebagai raja dari kelompok rempah.
Hal ini disebabkan dari riwayat lada yang begitu penting serta
menjadi rempah-rempah utama sehingga lada mendapatkan julukan
tersebut. Rasa yang ada pada lada juga sangat berciri khas dan tidak
dapat digantikan dengan rempah lain. Lada menjadi komoditas
pertama yang diperdagangkan diantara “Dunia Timur” dan “Dunia
Barat”. Produk utama komoditas lada yang diperjualbelikan secara
internasional adalah lada putih (white pepper) dan lada hitam (black
pepper).
Berdasarakan sejarah penyabaran lada, tanaman ini
sebenarnya dari pantai Barat Ghats di Malabar India. Selain itu,
tanaman liar dari lada juga ditemukan di daerah perbukitan di
bagian utara Burma dan pegunungan assam. Sekitar tahun 100 SM
dan tahun 600 M lada yang berasal dari wilayah pantai Barat India
mulai diperkirakan telah dibawa oleh pedagang hindu ke Jawa.
Terkait daerah mana yang menjadi tempat pertama kali lada sampai
ke Indonesia belum dapat dipastikan. Namun, diperkirakan lada
pertama kali hadir di daerah Karesidenan Banten. Hal ini
berdasarkan informasi bahwa pedagang hindu yang pertama kali
datang ke wilayah Indonesia melalui Lautan Hindia dan Selat Sunda,
bukan Selat Malaka. Perkiraan informasi ini kemungkinan dapat
diterima sebab jika pedagang hindu datang melalui Selat Malaka
maka penanaman lada pasti lebih dahulu berkembang di
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 55
Semenanjung Malaka dan Sumatera bagian timur, tetapi nyatanya
tanaman lada lebih dahulu dibudidayakan di Jawa dan menyebar ke
wilayah utara, yaitu Pulau Sumatera (Lampung dan Bangka).
Lada merupakan produk rempah-rempah terpenting dan
tertua. Informasi sejarah yang berasal dari Theophratus (372-287
SM) menyebutkan terdapat 2 (dua) varietas lada yang umum
digunakan oleh bangsa Romawi dan Mesir pada waktu itu, yaitu lada
hitam (Black Pepper) dan lada panjang (Pepper Longum). Sejak
pertengahan tahun 1100-1500, kedudukan lada sangat penting dalam
perdagangan hingga mampu menjadi mas kawin, alat tukar, bahan
persembahan, dan pembayaran pajak (upeti). Pada masa itu,
penyebaran dan perdagangan lada banyak dikuasai oleh bangsa
Arab. Dengan begitu pentingnya lada, maka banyak bangsa-bangsa
mulai menjelajah untuk mendapatkannya, seperti penjelajahan yang
terkenal dilakukan oleh Marcopolo atau Cournelis de
Houtman(Yudiyanto, 2016).
Di masa sekarang, terdapat 2 (dua) jenis lada yang terkenal
pada perdagangan internasional. Dua jenis tersebut adalah lada
putih (white pepper) dan lada hitam (black pepper). Indonesia
menjadi salah satu negara yang menghasilkan kedua jenis lada
tersebut. Daerah-daerah di Indonesia yang menghasilkan lada hitam
dan lada putih sangat beragam. Di daerah Bengkulu dan Sumatera
Selatan menghasilkan lada hitam. Kemudian, daerah yang paling
terkenal sebagai produsen lada hitam terbanyak berada di daerah
Lampung, serta memiliki julukan khusus untuk produk lada di
daerah ini adalan Lampung Black Pepper. Sementara itu, untuk
produk lada putih dihasilkan di daerah Kalimantan Timur,
Kalimantan Barat, Sulawesi, dan Bangka. Di daerah Bangka, lada
putih yang terkenal disebut dengan Muntok White Pepper (Wahyudi
et al., 2017).
Sebenarnya, baik jenis lada putih maupun lada hitam adalah
buah yang berasal dari lada yang sama. Lada hitam berupa buah dari
tanaman lada yang memiliki warna hijau dan dipanen sebelum
matang lalu, langsung dilakukan proses pengeringan tanpa
pengelupasan kulit. Sedangkan lada putih berupa olahan dari buah
lada yang hampir masak di pohon, lalu dipanen dan direndam untuk
KOMPONEN BIOAKTIF
56 REMPAH - REMPAH
memudahkan pengelupasan lapisan luar perikarp (kulitnya), dan
dilakukan proses pengeringan. Sebenarnya, kualitas dari buah lada
hitam dan lada putih dapat ditentukan dari beberapa faktor, di
antaranya cara pemetikan buah, jenis lada, dan cara pengolahan
sampai penyimpanan hasil. Secara umum, pemanfaatan lada putih
(white pepper) dan lada hitam (black pepper) digunakan sebagai
bumbu dapur (Hikmawanti et al., 2016). Berikut ketampakan dari lada
hitam dan lada putih secara berturut dapat dilihat pada Gambar 23.
dan Gambar 24.
KOMPONEN BIOAKTIF
58 REMPAH - REMPAH
Tabel 16. Pembacaan MS Lada Putih Pemanggangan Konvensional
No. Nama % Area
1. α-Thujene 0.36
2. α-Pinene 3.74
3. Champhene 0.11
4. Sabinene 1.82
5. β-Pinene 7.71
6. Myrecene 1.68
7. 𝛿𝛿-Carene 16.27
8. Limonene 16.05
9. 𝛾𝛾-Terpinene 1.04
10. Terpinolene 0.71
11. Linalool 2.15
12. Terpinen-4-ol 1.22
13. α-Terpineol 1.51
14. Carvon 10.76
15. 𝛿𝛿-Elemene 3.18
16. α-Copaene 0.70
17. β-Cubebene 0.82
18. β-Caryophyllene 22.96
19. β-Farnesene 2.05
20. α-Humulene 0.55
21. β-Bisabolene 0.32
22. 𝛿𝛿-Cadinene 0.30
23. Caryophyllene Oxide 0.51
Sumber: Sharapov et al (2011).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 59
Gambar 25. Hasil GCMS Lada Hitam
(Sumber: Anggraini et al., 2018)
KOMPONEN BIOAKTIF
60 REMPAH - REMPAH
Peak Senyawa Waktu Retensi % Area
18. “Alpha-cubenene” “10,327” “0,28”
19. “Alpha-copaene” “10,799” “3,65”
20. “Beta-elemene” “11,041” “1,02”
21. “Alpha-gurjunene” “11,349” “0,12”
22. “Trans-cryophyellene” “11,599” “23,77”
23. “Alpha-humulene” “12,075” “1,57”
24. “Germacrene-D” “12,485” “0,11”
25. “Beta-selinene” “12,856” “0,82”
26. “Alpha-selinene” “12,715” “0,77”
27. “Delta-cadinene” “13,102” “0,78”
28. “(-)-Caryophyllene oxide” “13,607” “0,12”
29. “(-)-Caryophyllene oxide” “14,045” “0,29”
30. “(-)-Caryophyllene oxide” “14,089” “1,32”
31. “Spathulenol” “14,742” “0,35”
Sumber: Anggraini et al (2018).
KOMPONEN BIOAKTIF
62 REMPAH - REMPAH
BAB XI
KEMIRI
11.1 Pengertian
Kemiri sudah dikenal menjadi rempah yang digunakan sebagai
bahan tambahan pada makanan. Kemiri menjadi salah satu
komoditas yang umum dibudidayakan di Indonesia dan terus
berkembang pesat. Tanaman asli Indonesia ini telah tersebar ke
berbagai wilayah di Asia Tenggara, Asia Selatan, Polinesia, dan Brazil.
Tanaman kemiri mampu hidup di daerah yang subtropis dan tropis
sehingga mampu ditanam disegala kondisi, baik tanah dataran
rendah hingga dataran tinggi, lalu di tanah yang subur ataupun yang
sedikit subur (Rahmawati, 2022).
Tanaman kemiri memiliki pohon dengan tinggi batang sekitar 1
meter. Batang tanaman memiliki kulit bagian luar dengan warna
abu-abu dan memiliki alur. Tanaman kemiri umumnya memiliki
diameter sekitar 1,5-2 cm. Bagian biji kemiri tergolong buah batu
sebab memiliki kulit yang keras. Tempurung biji kemiri memiliki
ketebalan sekitar 3-5 mm, berwarna coklat hingga kehitaman. Buah
kemiri memiliki diameter sekitar 4–6 cm dan pada bagian dalam
buah mengandung minyak yang banyak sehingga sering
dimanfaatkan sebagai bahan pembuat lilin. Setiap bagian pada
tanaman kemiri, seperti daun, kulit batang, dan bijinya dapat
dimanfaatkan sebagai obat herbal (Prabarini et al., 2014). Sebagian
besar penduduk Indonesia sudah lama percaya bahwa kemiri yang
diekstrak menjadi minyak kemiri mampu mengurangi kerontokan
rambut dan menjadi penyubur rambut. Minyak kemiri merupakan
hasil olahan minyak yang mudah diperoleh dan sering dimanfaatkan
oleh masyarakat dalam kegiatan sehari-hari untuk berbagai khasiat.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 63
Sejarah awal tempat asal usul kemiri berada adalah di
Kabupaten Maros di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Tanaman
ini berperan sebagai komoditas utama yang daerah tersebut miliki.
Awal mula penamanan kemiri disebabkan pada tahun 1826, terdapat
komunitas yang ingin mendirikan tempat tinggal lanjutan atau
mencoba bermigrasi pertama kali ke wilayah Kecamatan Camba.
Komunitas ini dipimpin oleh putra Raja Bone
XXVII, Lamappaselling Arung Panynyili serta membentuk sebuah
kerajaan di daerah yang disebut Baholiang. Baholiang memiliki arti
sebuah istana di bawah gua, hal ini disebabkan lokasi istana tersebut
berada di medan perbukitan. Alasan utama mereke bermigrasi
karena ingin membangun kebun kemiri. Setelah penanaman kemiri
dilakukan di daerah perbukitan, ternyata tanaman tersebut tumbuh
dengan baik di daerah yang kering serta menguntungkan untuk
mengekspor hasil panen ke Belanda. Oleh karena itu, Isossong
Lamappaselling kemudian mengarahkan para pengikutnya dalam
penamanan kemiri di setiap titik daerah perbukitan tersebut
(Masyhurah, 2021). Adapun klasifikasi taksonomi tanaman kemiri
dapat dilihat sebagai berikut
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malphigiales
Famili: Eurphorbiaceae
Genus: Aleurites
Jenis: A. Moluccana
KOMPONEN BIOAKTIF
64 REMPAH - REMPAH
11.2 Komponen Nutrisi dan Bioaktif Kemiri
Komponen bioaktif yang ada dalam kemiri (Aleurites
moluccana) mengandung beberapa senyawa, seperti flavonoid,
fitosteron, vitamin, polifenol, folat, alkaloid, protein, tanin, saponin,
terpenoid, karbohidrat, dan steroid. Kandungan beberapa senyawa
tersebut dikenal berkhasiat dalam menyuburkan rambut dan
menghitamkan rambut secara alami. Inti pada biji kemiri juga
mengandung asam lemak kemiri sebanyak 60-66%. Asam lemak
kemiri berupa asam lenak tak jenuh dan asam lemak jenuh menjasi
komponen utama penyusun minyak kemiri (Yola et al., 2021). Selain
itu, kemiri juga memiliki kandungan nutrisi yang terdapat di
dalamnya, seperti kalori 363 kal, protein 19 g, karbohidrat 8 g, besi 2
mg, mineral, fosfor 200 mg, kalium, air 7 g, kalsium 80 mg,
magnesium, dan lemak 63 g. Adapun vitamin yang terdapat dalam
kemiri di antaranya berupa vitamin A, vitamin B1 0,06 mg (tiamin),
vitamin B9 (folat) (Rahmawati, 2022).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 65
Tabel 20. Pembacaan Hasil GCMS Kemiri
KOMPONEN BIOAKTIF
66 REMPAH - REMPAH
11.2.2 FTIR Kemiri
Pembacaan untuk mengetahui komponen yang ada pada
rempah kemiri dilakukan dengan fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR). Hasil pembacaan FTIR kemiri dapat dilihat
berdasarkan informasi Suarni et al. (2019), sebagai berikut.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 67
yang umum menggunakan kemiri adalah sayur lodeh, soto, dan opor,
ayam goreng, sate dendeng, dan lain sebagainya.
Kemudian, apabila kemiri diekstrak dan diambil minyaknya
35%-65% minyak dapat digunakan dalam industri farmasi,
kecantikan, dan obat-obatan. Pemanfaatan minyak kemiri biasanya
menjadi minyak rambut, sumber sabun, serta minyak lampu. Tidak
hanya itu, minyak kemiri memang terkenal mampu menutrisi
rambut, menghitamkan rambut, obat kulit, bisul, obat disentri, obat
sakit maag, menumbuhkan rambut, menyembuhkan luka pada kulit,
meredakan diare, mengurangi asma, menurunkan kolesterol, dan
meningkatkan efek analgesik (Rahmawati, 2022). Selain bagian biji
kemiri, bagian batang tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan tambahan dalam pembuatan pulp dan pembuatan batang
korek. Bagian daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal.
Bagian tempurung dari biji dapat digunakan sebagai obat nyamuk
bakar dan arang secara tradisional.
KOMPONEN BIOAKTIF
68 REMPAH - REMPAH
BAB XII
CENGKEH
12.1 Pengertian
Cengkeh menjadi salah satu rempah yang sudah terkenal
memiliki banyak manfaat dan selalu digunakan di Indonesia.
Indonesia telah menjadi produsen serta konsumen tanaman
cengkeh tertinggi di dunia. Produk utama dari tanaman cengkeh
berupa bunga cengkeh kering. Penyajian bunga cengkeh kering
umumnya dalam dalam bentuk utuh namun, adapula yang
menggiling bunga cengkeh kering dan menyajikannya dalam bentuk
serbuk. Daerah di Indonesia yang terkenal sebagai produsen
terbesar cengkeh berada di Pulau Sulawesi (60%) dan Kepulauan
Maluku. Daerah Sulawesi Utara menjadi tempat spesifik sebagai
produsen tertinggi cengkeh di Indonesia, terdapat sekitar 75.920 ha
(16,7%) dari total luas 553.400 ha tanaman cengkeh (BPS, 2019).
Cengkeh atau bernama latin Syzigium aromaticum merupakan
wujud tanaman asli Indonesia yang seiring berjalannya waktu mulai
menyebar ke beberapa negara, seperti Brazil, India, Haiti, Kenya,
Malaysia, Madagascar, Mauritius, Seychelles, Mexico, Tanzania, dan
Sri Lanka. Tanaman cengkeh mampu tumbuh dengan ketinggian 8-
12 meter dan memiliki bunga yang berkelompok serta daun
berukuran besar. Awalnya, kuncup bunga cengkeh berwarna hijau
dan ketika telah tua maka berubah menjadi warna merah muda.
Sementara itu, bunga cengkeh yang telah dikeringkan akan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dengan rasa pedas yang berasal
dari kandungan minyak atsiri di dalamnya (Panuluh, 2019). Berikut
ketampakan bunga cengkeh kering dapat dilihat pada Gambar 28.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 69
Klasifikasi taksonomi tanaman cengkeh
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Spermatofit
Kelas: Magnoliofit
Ordo: Myrtales
Famili: Lythraceae
Genus: Syzigium
Jenis: S. aromaticum
Adapun cerita awal mula penyebaran tanaman ini diperkirakan
sejak tahun 22 SM. Sejak tahun tersebut, cengkeh dikenal sebagai
rempah-rempah bagi Bangsa Tiongkok dan umunya dimanfaatkan
pada upacara keagaaman dengan memasukkannya ke dalam peti
mayat. Selain itu, setiap perwira wajib mengunyah cengkeh terlebih
dahulu sebelum menghadap kaisar. Selain di Tiongkok, Bangsa
Persia juga menggunakan cengkeh sebagai lambang cinta. Padahal,
bunga cengkeh dahulu hanya digunakan sebagai obat terutama
untuk kesehatan dan memperbaiki gizi. Setelah itu, pada tahun 1980
cengkeh mulai berkembang menjadi bahan pencampur tembakau
yang ditambah rempah-rempah atau sering disebut benda periang.
Benda tersebut berupa rokok kretek, dimana pembuatan rokok
dicampurkan dengan cengkeh, tembakau, dan aneka rempah lain.
Ketika semakin berkembangnya pemakaian cengkeh sebagai bahan
campuran rokok, 10 (sepuluh) tahun kemudian Indonesia menjadi
konsumen rempah cengkeh tertinggi di dunia. Hingga saat ini,
Indonesia dikenal sebagai negara pengguna dan penghasil cengkeh
tertinggi di dunia terutama dalam memenuhi kebutuhan bahan baku
rokok (Nurdjannah, 2004).
KOMPONEN BIOAKTIF
70 REMPAH - REMPAH
Gambar 28. Cengkeh
“(Sumber: “https://www.liputan6.com/hot/read/5294152/14-
manfaat-cengkeh-untuk-kesehatan-cegah-diabetes-hingga-
lancarkan-pencernaan”)”
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 71
12.2.1 GCMS Cengkeh
Pembacaan GCMS pada cengkeh dilakukan untuk menganalisa
senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa bioaktif dapat
dilihat dari puncak kromatogram sebagai identifikasi hasil.
Pembacaan GCMS pada cengkeh didapati berdasarkan informasi
Sudarma et al. (2009), hasil dapat dilihat sebagai berikut.
KOMPONEN BIOAKTIF
72 REMPAH - REMPAH
Tabel 23. Pembacaan FTIR Cengkeh
No. Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi
1. 3543,39 OH (fase uap)
2. 2925,54 C-H alifatik
3. 1605,79-1766,90 C=C aromatik
4. 1433,60-1514,74 C-C aril
5. 1268,44 C-O
Sumber: Khotimah (2010).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 73
larvasida serta insektisida. Kemudian, minyak cengkeh dengan
kandungan eugenol diketahui mampu menjadi pengobatan alternatif
sebagai obat anti kanker agen anti-metastatik, tumor kulit,
osteosarkoma, leukemia, lambung, sel mast, dan mencegah sel
kanker payudara MDA-MB-231 dan SK-BR-3 (Tulungen, 2019).
Minyak cengkeh dapat juga berperan sebagai antimikrobia alami
terhadap beberapa mikroorganisme, seperti bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan jamur
Candida albicans. Adapun senyawa pada cengkeh yang membantu
dalam proses penghambatan mikroba adalah senyawa eugenol,
tanin, saponin, flavonoid, dan alkaloid.
KOMPONEN BIOAKTIF
74 REMPAH - REMPAH
BAB XIII
BAWANG PUTIH
13.1 Pengertian
Bawang putih menjadi salah satu jenis rempah wajib yang tidak
dapat lepas dan sering ditambahkan pada setiap masakan Indonesia.
Bawang putih tergolong dalam tanaman herba parenial yang
membentuk umbi lapis. Di setiap daerah di Indonesia, penyebutan
nama bawang putih berbeda-beda, seperti bawang bodas (Sunda),
dason putih (Minangkabau), bawa badudo (Ternate), kasuna (Bali),
bawang (Jawa Tengah), bhabang poote (Madura), bawa fiufer (Irian
Jaya), dan lasuna mawura (Minahasa) (Moulia et al., 2018). Tanaman
bawang putih dapat dibudidayakan dengan baik di sekitar 200-250
meter di atas permukaan laut. Awalnya, bawang putih hanya ditanam
di daerah dataran tinggi namun, sekarang di Indonesia terdapat jenis
tertentu yang berkembang baik di daerah dataran rendah.
Terkait morfologi bawang putih, pada bagian umbi memiliki
diameter yang bervariasi dan mampu mencapai ukuran 3,8-7,6 cm.
Umbi bawang putih juga memiliki sekitar 4-60 siung dengan
berbagai ukuran. Setiap siung pada umbi bawang putih telah
dibungkus oleh membran tipis dengan warna putih. Kemudian, pada
bagian akar bawang putih terdiri atas serabut-serabut kecil yang
berjumlah banyak (Lisiswanti et al., 2017). Berikut ketampakan umbi
bawang putih dapat dilihat pada Gambar 30.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 75
Kelas: Liliopsida
Ordo: Liliales
Famili: Liliaceae
Genus: Allium
Jenis: Allium Sativum L.
Selanjutnya, informasi penyebaran serta awal mula
pembudidayaan tanaman bawang putih ini belum diketahui secara
pasti. Dugaan awal, pada abad 19 tanaman ini dibawa oleh para
pedagang dari India, China, Arab, dan Portugis. Namun penggunaan
bawang putih pertama kali diyakini berasal dari kawasan Asia
Tengah. Informasi tersebut berdasarkan ditemukannya catatan
medis sekitar 5000 tahun lalu atau sekitar 3000 sebelum masehi.
Bermula dari Asia Tengah, mulai menyebar ke seluruh dunia,
termasuk wilayah Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah sekitar
tahun 2600–2100 sebelum masehi, bangsa Sumeria menggunakan
bawang putih dalam pengobatan. Kemudian pada tahun 1550 SM,
bangsa Mesir Kuno menggunakan bawang putih berperan dalam
menjaga stamina tubuh para pekerja dan atlet. Dari pembelajaran
dan informasi oleh bangsa Mesir maka orang yahudi kuno dapat
menyebarkannya ke semenanjung Arab. Selain bangsa-bangsa
tersebut, ternyata penduduk Romawi sudah lama memanfaatkan
bawang putih, terutama untuk veteran dan budak. Belakangan,
orang China dan Korea menggunakan bawang putih karena dikenal
dan diyakini sebagai obat serta pengusir roh jahat. Bawang putih
juga telah disebutkan khasiatnya dalam menangani serangan jantung
serta arthritis pada teks kuno Charaka-Samhita dan Bower
Manuscript (300 SM) dari India. Terakhir, informasi bawang putih
telah sampai ke Eropa beberapa abad sebelum akhirnya
diperkenalkan ke Amerika (Hernawan et al., 2003).
KOMPONEN BIOAKTIF
76 REMPAH - REMPAH
Gambar 30. Bawang Putih
“(Sumber: “https://prfmnews.pikiran-rakyat.com/lifestyle/pr-
135427567/berikut-manfaat-bawang-putih-bagi-penderita-
diabetes-diungkap-dokter-cahyo”)”
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 77
Gambar 31. Diagram GCMS Bawang Putih
(Sumber: Yusuf et al., 2017)
KOMPONEN BIOAKTIF
78 REMPAH - REMPAH
Gambar 32. FTIR Bawang Putih
(Sumber: Wibisono et al., 2020)
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 79
Selain itu, berdasarkan informasi Moulia et al. (2018),
menunjukan bahwa bawang putih bersifat sebagai agen antibakteri,
antijamur, antivirus, dan antiprotozoa alami. Dapat dilihat sebagai
berikut bahwa senyawa bawang putih mampu menangkal beberapa
spesies.
KOMPONEN BIOAKTIF
80 REMPAH - REMPAH
BAB XIV
BAWANG MERAH
14.1 Pengertian
Tanaman bawang merah cukup dikenal dan dimanfaatkan pada
setiap masakan di Indonesia. Bawang merah tergolong dalam
tanaman fungsional dengan nilai tambah tinggi serta berpeluang
untuk dikembangkan sebab memiliki prospek yang menjanjikan.
Bawang merah telah menjadi tanaman unggul di Indonesia yang
sering digunakan sebagai bahan tambahan penyedap makanan.
Bawang merah berupa rempah yang sangat mudah dijumpai di
berbagai tempat dan berperan sebagai bumbu dapur yang kaya akan
rasa serta manfaat. Tanaman ini kerap menjadi bumbu wajib disetiap
masakan, sehingga kepopuleran bawang merah tidak dapat
dipungkiri. Selain berperan sebagai bumbu masak, bawang merah
juga sering di makan langsung atau bahan tambahan pada acar,
tambahan bumbu sate, dan lain-lain (Syawal et al., 2019).
Tanaman bawang merah dengan nama latin Allium
ascalonicum L. Berkembang lebih baik apabila berada di daerah
beriklim kering. Di Indonesia, petani melakukan budidaya bawang
merah mulai di dataran rendah sampai di dataran tinggi. Namun,
tanaman ini sangat peka terhadap intensitas hujan atau curah hujan
tinggi. Selain itu, bawang merah sangat membutuhkan sinaran
matahari yang maksimal (minimal 70%), suhu udara makismal 25°C-
32°C, dan kelembaban nisbi maksimal 50%-70%. Bawang merah
termasuk dalam produk yang memiliki tambah tinggi serta harga
pasarnya yang tidak pasti. Tanaman ini termasuk dalam tanaman
semusim yang bertumbuh tegak dengan tinggi sekitar 15-40 cm
serta membentuk rumpun (Harahap et al., 2022).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 81
Klasifikasi taksonomi bawang merah dapat dilihat sebagai
berikut.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Spermatopyta
Sub divisi: Angiospermae
Kelas: Monocotyledonae
Ordo: Liliales
Famili: Liliaceae
Genus: Allium
Jenis: Allium ascalonicum L.
Adapun morfologi dari tanaman bawang merah (Allium
ascalonicum L) terdiri dari akar, batang, umbi, daun, bunga, dan biji.
Umbi bawang merah berbentuk bulat dengan ujung tumpul dan
berisi kurang lebih 2-3 butir. Bentuk biji bawang merah pipih dan
sewaktu masih muda akan berwarna bening atau putih namun, bila
tua berubah menjadi hitam. Tidak diketahui secara pasti darimana
asal tanaman ini. Namun, diperkirakan tanaman bawan merah
berasal dari kawasan Asia, lalu menyebar ke seluruh dunia. Khusus
daerah Indonesia, daerah penghasil bawang merah berada di Brebes,
Cirebon, Tegal, Solo, Pekalongan, dan Wates (Yogyakarta).
Terdapat informasi berdasarkan Rofiq (2016), bahwa sekitar
2100 tahun SM sumber asli keragaman genetika bawang merah
terdapat di India, Pakistan, dan Palestina. Hal ini disebabkan sejak
3200-2700 tahun SM di Mesir dan 1500 tahun SM di Israel tanaman
bawang merah telah dikenal dan dimanfaatkan. Berikut ketampakan
umbi bawang merah dapat dilihat pada Gambar 33.
KOMPONEN BIOAKTIF
82 REMPAH - REMPAH
14.2 Komponen Nutrisi dan Komponen Bioaktif Bawang Merah
Komponen nutrisi yang ada di dalam umbi bawang merah per
100 g terdiri dari energi, karbohidrat, air, gula total, protein, serat
total, lemak total. Lemak yang terdapat pada umbi adalah asam
lemak tak jenuh tunggal, asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh
majemuk. Terkait vitamin yang terkandung ada beberapa jenis,
seperti vitamin B1 (thiamin), vitamin C, vitamin B2 (riboflavin),
vitamin A, vitamin B6 (piridoksin), vitamin B3 (niasin), vitamin B9
(asam folat), vitamin K, dan vitamin E. Kemudian, mineral yang
terkandung pada umbi bawang merah, seperti Zat besi, Kalsium,
Magnesium, Kalium, Fosfor, Selenium, Seng, dan Natrium (Aryanta,
2019).
Selain kandungan nutrisi, yang beraneka ragam, adapula
kandungan kimia dalam bawang merah, seperti prostaglandin a-1,
dialil-disulfida (dds), s-alil-l-sistein-sulfoksida (sac/alliin), ester
asam tiosulfinat, floroglusinol, propantiol-s-oksida, adenosin,
dihidro-aliin, sulfinil-disulfida, difenil-amina, disulfida, profenil-
aliin, sikloaliin, metil-aliin, dialil-sulfida, dialil-trisulfida (dts), profil-
aliin, kaemferol, ajoene, tiofen, polisulfida, dan quercetin (Aryanta,
2019). Informasi tersebut menjadi pelengkap terakit komponen
bioaktif pada GCMS bawang merah.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 83
Gambar 34. GCMS Bawang Merah
(Sumber: Ferdiansyah et al., 2019)
KOMPONEN BIOAKTIF
84 REMPAH - REMPAH
Gambar 35. FTIR Bawang Merah
(Sumber: Santi et al., 2020)
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 85
dalam umbi bawang merah adalah sebagai antioksidan alami serta
mampu menetralkan efek karsinogenik dari senyawa radikal bebas.
Selain itu, diketahui bahwa ada banyak permasalahan yang
dapat sembuh dengan bantuan racikan herbal menggunakan bawang
merah, seperti penyakit asma, ambeien, batuk, cacingan, bisul,
demam, disentri, diabetes mellitus, hipertensi, kutu air, luka kulit
kepala, menghilangkan kutil, eksim, luka memar, meredakan masuk
angin, mengobati masalah bak, mata ikan (klavus), daya tahan tubuh
lemah, rematik, aterosklerotis, meredakan sembelit, sengatan
serangga, perut kembung, bronchitis kronis, radang anak telinga,
impotensi, dan rambut rontok (Aryanta, 2019).
Berikut terdapat informasi mendetail terkait manfaat atau
peranan komponen bioaktif dalam bawang merah berdasarkan
informasi Aryanta (2019) sebagai berikut.
1. Senyawa Alliin (SAC)
antibakteri, antidiabetes, antibiotik, antioksidan,
antihepatotoksik, antitumor, antitrombotik, lipolitik,
hepatoprotektif, imunostimulan, hipokolesterolemik, dan
hipoglikemik”
2. Senyawa Allisin
alergenik, antibakteri, antibiotik, antidiabetes, antiflu,
antihipertensi, anti-inflamasi, antioksidan, antiseptik,
antitrigliserida, antitumor, fungisida, hipoglikemik, dan
imunostimulan”
3. Senyawa Adenosin
” antiplatelet dam anti-inflamasi”
4. Senyawa Dialil-disulfida (DDS/garlisin)
anti-HIV, antibakteri, antioksidan, antitumor, antikanker,
imunostimulan, sebagai fungisida, hipokolesterol, dan
hipoglikemik”
5. Senyawa Dialil-trisulfida (DTS)
” antibakteri, antikanker, antioksidan, antiseptik, dan
hipokolesterol”
KOMPONEN BIOAKTIF
86 REMPAH - REMPAH
6. Senyawa Ajoene
” antitrombosis, antimikroba, antitumor, antifungal,
kardioprotektif, dan antioksidan”
7. Senyawa Dialil-sulfida
” antibakteri, antikanker, antioksidan, antiseptik, dan
hipokolesterol”
8. Senyawa Floroglusinol
” antiseptik, antitumor, antikanker, fungisida, dan menjaga
fungsi saluran pencernaan”
9. Senyawa Kaemferol
” antialergi, antibakteri, antikanker, anti-inflamasi, antioksidan,
antiplak, antiviral, hepatoprotektif, vasodilator,
kardioprotektif, neuroprotektif, antidiabetes, dan
antiosteoporosis”
10. Senyawa Sikloaliin
” antiagregan, fibrinolitik, dan efek lakrimatori”
11. Senyawa Difenil-amina
”antidiabetes dan hipoglikemi”
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 87
BAB XV
KAPULAGA
15.1 Pengertian
Kapulaga menjadi rempah yang umum dijumpai dalam bahan
tambahan masakan serta obat tradisional di Indonesia. Tanaman
kapulaga atau bernama latin Amomum compactum termasuk dalam
keluarga jahe-jahean atau zingiberaceae. Kapulaga juga sering
disebut sebagai tanaman tahunan. Tanaman ini memiliki tinggi
sekitar 1 meter- 2,5 meter, memiliki batang dengan warna hijau
kemerahan, memiliki daun yang berbentuk lancip, memiliki tangkai
bunga kecil, dan memiliki buah berwarna putih kemerahan. Buah
kapulaga kering memiliki bentuk yang bulat atau polong dengan
warnanya yang berubah menjadi hitam kecoklatan. Pembentukan
buah kapulaga ini terjadi pada saat berumur 4‐ 5 tahun dan
bunganya akan mekar kurang dari sehari. Pemanenan buah kapulaga
sering dilakukan setelah 1,5-2,0 bulan setelah berbunga. buahnya
berbulu dan berwarna abu-abu. Diameter buah kapulaga sekitar ± 10
mm dan memiliki biji berwarna kemerahan serta berbau seperti
kamper yang harum. Bagian yang paling banyak digunakan pada
tanaman ini adalah buahnya sebagai bumbu rempah penyedap
masakan.
Terdapat dua jenis kapulaga yang terkenal di Indonesia, yaitu
kapulaga jawa (Amomum compactum Soland. ex Maton) dan
kapulaga sabrang (Elletaria cardamomum (L.) Maton). Jenis kapulaga
jawa merupakan tanaman asli Indonesia dan sudah menyebar serta
dibudidayakan di Semenanjung Malaya dan Sumatera. Sementara
itu, jenis kapulaga sabrang merupakan tanaman yang didatangkan
dari India ke Indonesia (Ningsih et al., 2023). Pada perdagangan
KOMPONEN BIOAKTIF
88 REMPAH - REMPAH
internasional, tanaman kapulaga disebut dengan Cardomum.
Terdapat tiga jenis yang diperdagangkan, yaitu black cardomum,
Madagascar cardamom, dan green cardomum. Salah satu spesies
penghasil black cardamom berasal dari pulau Jawa (Amomum
compactum) atau dapat disebut juga dengan nama Java cardamom
(Silalahi, 2017). Berikut ketampakan buah kapulaga dapat dilihat pada
Gambar 36. Adapun klasifikasi tanamn kapulaga dapat dilihat
sebagai berikut.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Zingiberales
Famili: Zingiberaceae
Genus: Amomum Roxb
Spesies: Amomum compactum Sol. Ex Maton
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 89
kandungan terpenoid khususnya monoterpenoid maupun
seskuiterpenoid yang mudah menguap pada suhu kamar. Senyawa
terpenoid yang terkandung pada kapulaga (Amomum compactum)
terdiri atas minyak atsiri (2-5%), cineole sekitar 60%-80%, α-pinene
(16%), β- pinene, limonene, camphene, α-terpineol, ρ-cymene, dan
α- humulene (Silalahi, 2017).
KOMPONEN BIOAKTIF
90 REMPAH - REMPAH
Tabel 29. Pembacaan Hasil GCMS Kapulaga
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 91
Gambar 38. FTIR Kapulaga
(Sumber: Sukandar et al., 2015)
KOMPONEN BIOAKTIF
92 REMPAH - REMPAH
China untuk mengatasi beragam penyakit, seperti peradangan
lambung, gangguan pencernaan, antipiretik. Sementara itu, di
Malaysia kapulaga bermanfaat sebagai obat demam dan batuk
(Silalahi, 2017).
Selain itu, kapulaga bersifat aktioksidan sehingga mampu
menghambat radikal bebas. Kapulaga juga memiliki sifat antimikroba
pada bakteri staphylococcus aureus, escherichia coli, dan
sreptococcus pyogenes. Adapula obat terapi herbal menggunakan
kapulaga untuk mengobat beberapa jenis penyakit, seperti hepatitis,
malaria, inflamasi, bronkitis, sakit lambung, radang, rematik, mual,
bahkan kanker (Tarigan et al., 2023). Sebagian masyarakat Indonesia
juga telah menggunakan kapulaga dalam meredakan asam urat yang
bermasalah, mencegah penyakit gastroenteritis, meningatkan
kekebalan bagi penderita diabetes, dan melindungi risiko penyakit
kardiovaskular (Ningsih et al., 2023).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 93
BAB XVI
KETUMBAR
16.1 Pengertian
Ketumbar atau dapat disebut sebagai Coriandrum sativum L.
merupakan rempah yang umum ditambahkan dalam racikan bumbu
masakan di Indonesia. Pemanfaatan biji ketumbar asli Indonesia
masih terdapat masalah, terutama pada proses pembudidayaan.
Pembudidayaan biji ketumbar asli di Indonesia masih ternilai
rendah, hal ini disebabkan tanaman ini memerlukan biaya budidaya
yang cukup besar. Oleh karena itu, masyarakat lebih memilih biji
ketumbar impor dengan harga lebih rendah dibandingkan biji
ketumbar lokal. Impor ketumbar yang dilakukan oleh Indonesia
berasal dari Negara produsen tananaman ketumbar tersbesar,
seperti daerah India dan Bulgaria (Hijriah et al., 2022).
Pada tanaman ketumbar, bagian yang paling umum
dimanfaatkan adalah biji dan daun. Pemanfaatan biji ketumbar
umumnya sebagai pemberi rasa pada bumbu masakan serta memiliki
sifat fungsional (antibakteri dan antijamur) yang berasal dari minyak
atsirinya. Minyak atsiri ketumbar atau dapat disebut sebagai
coriander oil merupakan produk hasil pengolahan bahan pertanian
yang sangat berpotensi dan diperkirakan bernilai tambah tinggi.
Namun, terkait pembuatan minyak ketumbar ini masih belum
dilakukan di Indonesia serta belum diketahui prospek masa depan
minyak tersebut disini. Bagian lain dari tanaman ketumbar yang
biasa digunakan selain bagian biji adalah bagian daun. Daun
ketumbar sangat tersedia cukup banyak, pembudidayaan yang
mudah, ekonomis, dan hasilnya melimpah. Berdasarkan informasi
Meilina et al. (2021), penyebaran biji ketumbar bermula dari daerah
KOMPONEN BIOAKTIF
94 REMPAH - REMPAH
Timur Mediterania lalu, menyebar sebagai tanaman rempah-rempah
ke India, Iran, China, Rusia, Eropa Tengah, dan Maroko. Berikut
ketampakan biji ketumbar dapat dilihat pada Gambar 39. Klasifikasi
taksonomi tanaman ketumbar.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom: Viridiplantae
Super divisi: Embryophyta
Divisi: Tracheophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Apiales
Famili: Apiaceae
Genus: Coriadrum L.
Jenis: Coriandrum sativum L.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 95
hidrokarbon (d-α-pinen, dl-α-pinen, β-pinen, dipenten, p-simen, α-
terpinen, γ-terpinen, terpinolen, fellandren) dan hidrokarbon
beroksigen (d-linalool, n-desil aldehid, geraniol, l-borneol, asam
asetat, asam desilat) (Handayani et al., 2012).
KOMPONEN BIOAKTIF
96 REMPAH - REMPAH
10. Neryl propionate 2,55 210
11. Tetratetracontane 0,91 618
12. Trietracontene 0,52 604
13. Nonadecane 1,46 268
14. Thiogeraniol 18,89 170
15. Gynolutone 0,95 314
16. 9-octasecenal 0,57 266
Sumber: Handayani et al (2012).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 97
16.3 Aplikasi dan Penggunaannya
Pemanfaatan ketumbar sangat bervariasi, dapat dimanfaatkan
sebagai bahan tambahan masakan serta sebagai obat herbal
tradisional. Pada dunia kuliner, ketumbar digunakan pada
pengolahan kari, empal salad, saus, sate, sup, dendeng, bacem,
makanan berkuah santan, dan lain sebagainya. Kemudian,
pemanfaatan ketumbar sebagai obat-obatan mampu meningkatkan
pembentukan pembuluh kapiler serta fibroblast, membantu
penyembuhan luka, memperkecil pori-pori kulit, dan meningkatkan
laju epitelisasi. Selain itu, ketumbar juga memiliki sifat-sifat
fungsional yang berperan sebagai antioksidan, antimikroba, anti-
inflamasi, antijamur, antidiabetes, hepatoprotektif, astrigen
antikolesterol, dan analgesik. Selanjutnya, adapula pemanfaatan
ketumbar dalam bentuk minyak ketumbar yang umum digunakan
dalam campuran bahan baku pembuatan wewangian, produk
farmakologi, pemberi aroma makanan serta minuman, bahan
tambahan pembuatan aneka sabun, bahan dasar pembuatan lilin,
dan mampu berperan sebagai pestisida ataupun insektisida (Meilina
et al., 2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
98 REMPAH - REMPAH
BAB XVII
KAYU MANIS
17.1 Pengertian
Kayu manis dikenal sebagai rempah dalam bentuk berkayu dan
merupakan rempah asli yang berasal dari Asia Selatan dan Asia
Tenggara. Indonesia dan China juga termasuk daerah asli budidaya
rempah ini. Tanaman kayu manis membutuhkan waktu yang lama
dalam pengambilan hasil sehingga dianggap sebagai tanaman
tahunan. Walaupun begitu, kayu manis memiliki nilai ekonomi yang
tinggi. Hasil utama dari tanaman kayu manis adalah kulit, batang,
dan cabang batang sedangkan produk samping dari tanaman ini
adalah ranting dan daun. Di Indonesia, kayu manis memiliki
beberapa nama daerah, seperti Holim (Batak), Kayu manis (Melayu),
Pudinga (Flores), Kaninggu (Sumba), Manis jangan (Jawa Tengah),
Onte (Sasak), Mentek (Sunda), Kulik manih (Padang), dan Cingar
kanyengar (Madura) (Idris et al., 2019). Adapun klasifikasi dari
tanaan kayu manis adalah sebagai berikut.
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Spermathophyta
Kelas: Dicotilodyneae
Ordo: Ranales
Famili: Lauraceae
Genus: Cinnamomum
Jenis: Cinnamomum burmanni (Ness) BL.
KOMPONEN BIOAKTIF
100 REMPAH - REMPAH
bioaktif yang terkandung juga beragam. Kayu manis memiliki
kandungan senyawa, seperti minyak atsiri, eugenol, safrole,
sinamaldehid (72,67%), fenol, polifenol (tannin, flavonoid), damar, zat
penyamak, kalsium oksalat, naftalen (7,61%), benzaldehid (1,22%),
benzen propanol (1,5%), α-pinene (2,06%), ß-pinene (0,54%),
caryophyllene (1,27%), campene (0,68%), borneol (0,49%) dan 3-
cyclohexen-1ol (0,46%) (Prasetyorini et al., 2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 101
Tabel 33. Hasil Pembacaan GCMS Kayu Manis
KOMPONEN BIOAKTIF
102 REMPAH - REMPAH
Tabel 34. Pembacaan FTIR Kayu Manis
Bilangan Panjang
No. Ikatan Gugus Fungsional
Gelombang (cm-1)
Fenol, Monomer Alkohol,
1. 3383.94 O-H
Alkohol Ikatan Hidrogen, Fenol
2. 2929.31 C-H Alkana
3. 1609.26 C=C Cincin Aromatik
4. 1522.55 NO2 Senyawa Nitro
5. 1444.53 C-H Alkana
6. 1373.03 C-H Alkana
7. 1283.86 C-N Amina, Amida
Sumber: Antasionasti et al (2020).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 103
BAB XVIII
PALA
18.1 Pengertian
Pala atau sering dikenal sebagai Myristica fragrans Houtt
menjadi komoditas rempah asli yang ternama di Indonesia. Tanaman
ini menjadi komoditi unggulan di bidang pertanian dan memiliki nilai
ekonomi yang menguntungkan sebab permintaan dari pasar
internasional cukup tinggi, terutama biji dan bunganya. Tanaman
pala merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak ditemui di
daerah Indonesia Timur dan Tengah, seperti Maluku, Papua,
Sulawesi, dan beberapa daerah di Jawa serta Sumatera. Sejak dulu,
pala sudah dikenal memiliki beragam manfaat. (Suloi et al., 2021).
Sebagai rempah asli Indonesia, terdapat lima jenis pala yang tumbuh
di indonesia, yaitu: Myristica succedanea Reinw (pala patani),
ditemukan di Ternate disebut, Myristica speciosa Warb (pala Bacan
atau pala hutan), Myristica schefferi Warb (nama pala onin atau
gosoriwonin), Myristica fragrans Houtt (pala banda) ditemukan di
Kepulauan Banda dan Kepulauan Ambon, Myristica argentea Warb
(Pala irian atau pala fakfak).
Famili Myristicaceae memiliki sekitar 300 spesies dan 18
genus. Genus Myristica merupakan genus yang paling besar dari
famili Myristicaceae. Tanaman pala memiliki pohon yang berukuran
sedang dengan tinggi sekitar 4-10 meter. Batang pala agak
berbonggol-bonggol dan berbentuk bulat. Tanaman ini memiliki
cabang primer membentuk karangan serta melingkari batang. Kulit
buah pala berwarna hijau tua, coklat hitam, dan abu-abu tua serta
mempunyai tajuk pohon berbentuk limas. Terdapat bunga betina
dan jantan pada pohon yang berbeda. Pohon pala akan subur
KOMPONEN BIOAKTIF
104 REMPAH - REMPAH
berbuah pada umur 7 sampai 9 tahun dan potensial pada umur
setelah 20 tahun.
Buah pala tumbuh dengan bersusun panjang serta berbentuk
priformis (peer, lebar, ujung runcing) berukuran 7-10 cm, warnanya
kuning muda, dan bila sudah matang buahnya terbagi menjadi 2
(dua) bagian, menampakkan bijinya yang berbentuk ovoid (bulat
telur) dengan warna coklat tua mengkilat. Masa pertumbuhan buah
pala mulai dari penyerbukan hingga panen berlangsung sekitar 9
(sembilan) bulan. Buah pala terdiri dari beberapa bagian, yaitu
daging, biji, dan fuli. Bagian dalam buah pala yang dikeliling oleh
lapisan cangkang yang keras disebut biji, sedangkan fuli adalah
bagian yang mengelilingi biji. Lapisan terluar yang menutupi fuli dan
biji adalah daging buahnya (Kamelia et al., 2018). Berikut ketampakan
buah pala dapat dilihat pada Gambar 45. Klasifikasi taksonomi
tanaman pala
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Tracheophyta
Subdivisi: Spermatopytina
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Magnoliales
Famili: Myristicaceae
Genus: Myristica Gronov
Jenis: Myristica fragrans Houtt
KOMPONEN BIOAKTIF
106 REMPAH - REMPAH
lainnya. Selanjutnya, terkait unsur pokok buah pala terdapat
beberapa, seperti lipid atau fixed oil (25-50%), minyak atsiri (6-16%),
pati (14,6-24,2%), protein (7,5%), selulosa (11.6%), fosfor (0.24%),
kalsium (0,12%), pentosan, resin, dan elemen mineral (1,7%).
Kemudian, secara umum komponen minyak atsiri buah pala terdiri
dari α-pinene, sabinene (15,8%), β-pinene, eugenol, 3-carene,
limonene, gamma-terpinene, 4-terpineol, safrole, metil eugenol,
elimicine, isoeugenol, dan myristicine (13,2%) (Kamelia et al., 2018).
Selain itu, adapun komponen nutrisi yang terdapat di buah pala,
seperti karbohidrat, protein, lemak struktural, dan mineral (kalium,
potassium, magnesium dan fosfor).
Buah pala tersusun atas daging buah (77,9%), tempurung
(5,1%), dan biji (17%). Sebenarnya, bagian buah yang bernilai tambah
cukup tinggi adalah fuli (mace) dan biji pala yang berpotensi menjadi
minyak pala. kadar myristicin minyak pala dari fuli (mace) lebih
tinggi dibandingkan minyak pala dari biji. Lalu, apabila minyak
tersebut diolah lebih lanjut maka mampu menghasilkan 84%
trimyristicin sebagai turunan safrole yang bisa digunakan pada
pengolahan detergen, sabun, dan parfum. Selain menggunakan
minyak, daging buah pala bermanfaat untuk bahan makanan, seperti
sirup pala, manisan, asinan, dan dodol (Suloi et al., 2021).
Seluruh komponen pada buah, seperti daging buah, kulit buah,
fuli, dan biji mampu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Pemanfaatan bagian fuli serta biji paling dikenal sebagai bahan
rempah dan minyak pala yang bermanfaat sebagai obat-obatan.
Adapun senyawa kimia dari masing-masing bagian tersebut dapat
bermanfaat. Berikut dilampirkan komposisi kimia dari daging buah,
fuli, dan biji buah pala dapat dilihat pada Tabel 35, Tabel 36, dan
Tabel 37.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 107
Tabel 35. Komposisi Kimia Daging Buah Pula
Daging Buah (%)
No. Komponen
Basah Kering
1. Air 89 17.4
2. Lemak - -
3. Minyak Atsiri 1.1 8.5
4. Gula - -
5. Komponen mengandung N - -
6. Komponen bebas N - -
7. Abu 0.7 5.7
Sumber: Suloi et al., (2021).
KOMPONEN BIOAKTIF
108 REMPAH - REMPAH
18.2.1 GCMS Pala
Pembacaan GCMS pada pala dilakukan untuk menganalisa
komponen organik yang mudah menguap. Komponen bioaktif dapat
dilihat dari bagian puncak kromatogram sebagai identifikasi hasil.
Pembacaan GCMS pada pala didapati berdasarkan informasi
Sipahelut (2019), hasil dapat dilihat sebagai berikut.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 109
Gambar 47. FTIR Pala
(Sumber: Teresa et al., 2016)
KOMPONEN BIOAKTIF
110 REMPAH - REMPAH
yang dipanen pada usia 6-7 bulan sering dimanfaatkan untuk
mengambil produk minyak atsirinya (Suloi et al., 2021). Berikut
terdapat informasi tambahan terkait pemanfaatan dan
pengaplikasian pala pada Tabel 40.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 111
DAFTAR PUSTAKA
KOMPONEN BIOAKTIF
112 REMPAH - REMPAH
Aryanta, I. W. R. (2019). Bawang Merah Dan Manfaatnya Bagi
Kesehatan. Widya Kesehatan, 1(1), 29–35.
Aryanta, I. W. R. (2019). Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. Widya
Kesehatan, 1(2), 39–43.
Augustia, V. A. S., Charfadz, N., Akbar, R., & Diana. (2021). Pengaruh
Waktu Ekstraksi, Rasio Bahan/Pelarut, dan Daya Microwave
Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Serai Dapur dengan Bantuan
Gelombang Mikro. Jurnal Teknik Kimia USU, 10(2), 51–57.
Azis, A. (2019). Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Obat
Antipiretik. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 6(2), 116–120.
BPS (2019). Luas Areal Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis
Tanaman, 2000-2018.
Emilda. (2018). Efek Senyawa Bioaktif Kayu Manis (Cinnamommum
burmanii) Terhadap Diabetes Melitus: Kajian Pustaka. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia, 5(1), 246–252.
Evama, Y., Ishak, & Sylvia, N. (2021). Ekstrak Minyak Dari Serai Dapur
(Cymbopogon Citratus) Dengan Menggunakan Metode
Maserasi. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 10(2), 57–70.
Ferdiansyah, A., Wulandari, I., & Asri, N. R. (2019). Ekstraksi Minyak
Atsiri Dari Bawang Merah Dengan Metode Microwave
Ultrasonic Steam Diffusion (MUSDf). Akta Kimia Indonesia, 4(2),
86–94.
Hakim, L. (2015). Rempah & Herba Kebun-Pekarangan Rumah
Masyarakat. Diandra Creative.
Hakim, R. J., Mulyani, Y., Hendrawati, T. Y., & Ismiyati. (2019).
Pemilihan Bagian Tanaman Jeruk Purut (Citrus Hystrix D.C)
Potensial Sebagai Minyak Essensial Aromaterapi Hasil Proses
Maserasi Dengan Metode Analytical Hierarkhi Process (AHP).
Seminar Nasional Sains dan Teknologi, 1–7.
Handayani, P. A., & Juniarti, E. R. (2012). Ekstraksi minyak ketumbar
(Coriander oil) dengan pelarut etanol dan N-heksana. Jurnal
Bahan Alam Terbarukan, 1(1), 1–7.
Harahap, A. S., Luta, D. A., & Sitepu, S. M. B. (2022). Karakteristik
Agronomi Beberapa Varietas Bawang Merah (Allium
Ascalonicum L.) Dataran Rendah. Seminar Nasional UNIBA
Surakarta, 287–296.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 113
Harismah, K., & Chusniatun. (2016). Pemanfaatan daun salam
(Eugenia Polyantha) sebagai obat herbal dan rempah penyedap
makanan. Warta LPM, 19(2), 110–118.
Hijriah, N. M., Filianty, F., & Nurhasanah, S. (2022). Potensi Minyak
Atsiri Daun Ketumbar (Coriandrum sativum L.) sebagai
Pendukung Pangan Fungsional: Kajian Literatur. Jurnal
Teknotan, 16(1), 43–53.
Hikmawanti, N. P. E., Hariyanti, Aulia, C., & Viransa, V. P. (2016).
Kandungan Piperin Dalam Ekstrak Buah Lada Hitam Dan Buah
Lada Putih (Piper Nigrum L.) Yang Diekstraksi Dengan Variasi
Konsentrasi Etanol Menggunakan Metode Klt-Densitometri.
Media Farmasi: Jurnal Ilmu Farmasi, 13(2), 173–185.
Idris, H., & Mayura, E. (2019). Teknologi Budidaya dan Pasca Panen
Kayu Manis (Cinnamomum burmanii). Kementerian Pertanian
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Jannah, A. B. S. N., Ramadanti, K., & Uyun, K. (2022). Identifikasi Ciri
Morfologi pada Lengkuas (Alpinia galanga) dan Bangle (Zingiber
purpureum) di Desa Mesjid Priyayi, Kecamatan Kasemen, Kota
Serang, Banten. Tropical Bioscience: Journal of Biological
Science, 2(1), 27–34.
Kamelia, L. P. L., & Silalahi, P. Y. (2018). Buah Pala Sebagai Salah Satu
Fitofarmaka yang Menjanjikan Di Masa Depan. Molucca Medica,
11(1), 96–101.
Khairani, A. (2021). Identifikasi Senyawa Kurkuminoid dari Ektsrak
Rimpang Kunyit Putih (Curcuma Zedoaria Rosc.) Asal Aceh
Tamiang. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Komala, O., Utami, N. F., & Rosdiana, S. M. (2020). Efek Aromaterapi
Minyak Atsiri Mawar (Rosa Damascena Mill.) Dan Kulit Jeruk
Limau (Citrus Amblycarpa) Terhadap Jumlah Mikroba Udara
Ruangan Berpendingin. Berita Biologi: Jurnal ilmu-ilmu hayati,
19(2), 215–222.
Kristanti, N. W. (2017). Pengaruh Campuran Ekstrak Daun Salam
(Syzygium polyanthum Wight.) dan Daun Ketapang (Terminalia
catappa L.) Terhadap Daya Hambat Pertumbuhna Shigella
dysenteriae Sebagai Buku Ilmiah Populer [Universitas Jember].
Kurnia, A. (2019). Pengaruh Kombinasi Sari Kunyit (Curcuma
KOMPONEN BIOAKTIF
114 REMPAH - REMPAH
domestica) dan Sari Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.
Schum) sebagai Pengawet Alami Mie Basah. Universitas Islam
Negeri Raden Intan.
Lestari, R. K., Amalia, E., & Yuwono. (2018). Efektivitas jeruk nipis (
citrus aurantifolia swingle ) sebagai zat antiseptik pada cuci
tangan. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 5(2), 55–65.
Mardhiyyah, K., Ryandini, Y. I., & Hermawan, Y. (2021). Uji Aktivitas
Antioksidan dan Skrining Fitokimia Perasan Lengkuas Merah
dan Lengkuas Putih. Jurnal Jamu Indonesia, 6(1), 23–31.
Mardiah, Nurhayati, S., & Amalia, L. (2018). Upaya Mengurangi Bau
Khas Pada Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Sebagai Pewarna
Alami Makanan. Jurnal Pertanian, 9(1), 17–22.
Masyhurah, N. A. (2021). Disrupsi Hubungan Jaringan Pasar Desa
Dan Kota Selama Masa Pandemi Covid-19 Untuk Agroforestri
Kemiri Di Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros Provinsi
Sulawesi Selatan. Universitas Hasanuddin.
Mayasari, D., Jayuska, A., & Wibowo, M. A. (2013). Pengaruh variasi
waktu dan ukuran sampel terhadap komponen minyak atsiri
dari daun jeurk purut (Citrus hystrix DC.). Jurnal Kimia
Khatulistiwa, 2(2), 74–77.
Mayudanti, W. (2016). Isolasi Piperin Dari Lada Putih (Piper Nigrum
L) Dengan Metode Ekstraksi Sokletasi Dan Maserasi Serta Uji In
Siliko Piperin Terhadap Reseptor Kanker Kolon.
Meilina, R., Rosdiana, E., Rezeki, S., & Faradhiba, M. (2021).
Pemanfaatan Biji Ketumbar Sebasgai Salah Satu Pilihan
Pengobatan Luka. Jurnal Pengabdian Masyarakat (Kesehatan),
3(2), 119–124.
Mulyani, S., Susilowati, & Hutabarat, M. M. (2009). Analisis GC-MS
dan daya anti bakteri minyak atsiri Citrus amblycarpa (Hassk)
Ochse. Majalah Farmasi Indonesia, 20(3), 127–132.
Mulyanti, N., Hidayaturahmah, R., Marcellia, S., & Susanti, D. (2023).
Analisis Minyak Atsiri Pada Kulit Kayu Manis (Cinnamomum
Burmanii) Dengan Metode Gass. Jurnal Farmasi Malahayati,
6(2), 203–210.
Murdiyah, Y., Murwanti, A., & Oetopo, A. (2022). Pemanfaatan Serat
Limbah Serai Dapur (Cymbopogon Citratus) Sebagai Kertas
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 115
Seni untuk Produk Pelengkap Interior. Serat Rupa Journal of
Design, 6(1), 40–52.
Mutis, A., & Karyawati, A. T. (2021). Potensi Kunyit (Curcuma Longa)
Sebagai Nutraceutical. Jurnal Biotropikal Sains, 18(2), 93–101.
Ningsih, A. W., Pangestu, Z. P., Klau, I. C. S., Pitaloka, A. Y., Rohmah,
N. W., Sesi, F. G., & Norsyah, M. B. F. F. (2023). Artikel Review :
Studi Fitokimia dan Aktivitas Farmakologi pada Tumbuhan
Kapulaga (Elletaria cardamomum (L.) Maton). FARMASIS: Jurnal
Sains Farmasi, 4(1), 42–47.
Norihsan, M., & Megantara, S. (2018). Review: Uji Aktivitas dan Efek
Farmakologi Daun Salam (Eugenia Polyantha). Farmaka, 16(3),
44–54.
Pairul, P. P. B., Susianti, & Nasution, S. H. (2017). Jahe (Zingiber
Officinale) Sebagai Anti Ulserogenik. Medula, 7(5), 42–46.
Prabarini, N., & Okayadnya, D. (2014). Penyisihan Logam Besi (Fe)
Pada Air Sumur Dengan Karbon Aktif Dari Tempurung Kemiri.
Envirotek : Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 5(2), 33–41.
Prabowo, H., Cahya, I. A. P. D., & Arisanti, C. I. S. (2019). Standardisasi
Spesifik dan Non-Spesifik Simplisia dan Ekstrak Etanol 96%
Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.). Jurnal Farmasi
Udayana, 8(1), 29–35.
Pramesthi, D., Ardyati, I., & Slamet, A. (2020). Potensi Tumbuhan
Rempah dan Bumbu yang Digunakan dalam Masakan Lokal
Buton sebagai Sumber Belajar. Biodik: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Biologi, 6(3), 225–232.
Prasetyo, K. R. D. (2016). Uji Beda Daya Hambat antara Ekstrak
Rimpang Lengkuas Merah (Alphinia purpurata K.Schum)
dengan Ekstrak Rimpang Lengkuas Putih (Alphinia galanga W.)
terhadap Candida albicans [Universitas Jember].
Prasetyorini, Utami, N. F., Yulianita, Novitasari, N., & Fitriyani, W.
(2021). Potensi Ekstrak Refluks Kulit Batang Kayu Manis
(Cinnamomum Burmannii) Sebagai Antijamur Candida albicans
dan Candida tropicalis. FITOFARMAKA : Jurnal Ilmiah Farmasi,
11(2), 164–178.
Prastiwi, S. S., & Ferdiansyah, F. (2017). KANDUNGAN DAN
AKTIVITAS FARMAKOLOGI JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia s.).
KOMPONEN BIOAKTIF
116 REMPAH - REMPAH
Jurnal Farmaka, 15(2), 1–8.
Putri, M. S. (2014). Curcuma zedoaria): Its Chemical Subtance and
The Pharmacological Benefits. J Majority, 3(7), 88–93.
Rahmawati, D. (2022). Sosialisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan
Minyak Kemiri Untuk Kesehatan Rambut Masayarakat Desa
Sopu. Jurnal Altifani Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, 2(3), 277–284.
Robi, Y., Kartikawati, S. M., & Muflihati, . (2019). Etnobotani Rempah
Tradisional Di Desa Empoto Kabupaten Sanggau Kalimantan
Barat. Jurnal Hutan Lestari, 7(1), 130–142.
Rofiq, M. (2016). Analisis Distribusi Pendapatan Pada Pertanian
Bawang Merah Ditinjau Dalam Etika Bisnis Islam. Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Kediri.
Saidi, I. A., Azara, R., N, S. R., & Yanti, E. (2022). Nutrisi dan
Komponen Bioaktif pada Sayuran Daun. In Nutrisi dan
Komponen Bioaktif pada Sayuran Daun.
Sakinah, F. (2017). Uji Aktivitas Antioksidan Kombinasi Ekstrak
Rimpan Kunyit Putih (Curcuma longa L.) dan Rumput Bambu
(Lophatherum gracile B.) Menggunakan Metode DPPH serta
Identifikasi Golongan Senyawa Aktifnya. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Santi, Rahmalia, W., & Syahbanu, I. (2020). Karakterisasi Ekstrak Zat
Warna Umbi Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.).
Jurnal Kimia Khatulistiwa, 8(4), 5–12.
Saras, T. (2023). Lengkuas: Sejarah, Khasiat, dan Penggunaannya. In
Tiram Media. Tiram Media.
Sari, A. N. (2016). Berbagai Tanaman Rempah Sebagai Sumber
Antioksidan Alami. Elkawnie: Journal of Islamic Science and
Technology, 2(2), 212.
Sari, D., & Nasuha, A. (2021). Kandungan Zat Gizi, Fitokimia, dan
Aktivitas Farmakologis pada Jahe (Zingiber officinale Rosc.):
Review. Tropical Bioscience: Journal of Biological Science, 1(2),
11–18.
Sartika, D., Akhyar, G., dan Mulyani, N. 2023. Laporan Proyek Usulan
Hilirisasi Teknologi Komponen Bioaktif dan Antimikroba Alami
Multi Rempah (Serai, Laos, Salam, Kunyit, Jahe, Jeruk, dan Daun
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 117
Jeruk) Dalam Meningkatkan Mutu dan Daya Simpan Produk
Shredded Spiced Fish (SSF). Lampung.
Shan, C. Y., & Iskandar, Y. (2018). Studi Kandungan Kimia dan
Aktivitas Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma longa L.).
Farmaka, 16(2), 547–555.
Sharapov, F. S., & Setzer, W. N. (2011). Thujone-Rich Essential Oils of
Artemisia rutifolia Stephan ex Spreng. Growing Wild in
Tajikistan. JEOBP: Journal of Essential Oil Bearing Plants, 14(2),
136–139.
Silalahi, M. (2017). Bioaktivitas Amomum compactum Soland ex
Maton dan Perspektif Konservasinya. Jurnal Pro-Life, 4(2), 320–
328.
Simanjuntak, T. O., Mariani, Y., & Yusro, F. (2021). Komponen Kimia
Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix) Dan
Bioaktivitasnya Terhadap Bakteri Salmonella Typhi Dan
Salmonella Typhimurium. Cendekia Eksakta, 6(1), 49–56.
Sipahelut, S. G. (2019). Perbandingan Komponen Aktif Minyak Atsiri
dari Daging Buah Pala Kering Cabinet Dryer Melalui Metode
Distilasi Air dan Air-Uap. AGRITEKNO, Jurnal Teknologi
Pertanian, 8(1), 8–13.
Sirait, R. R. (2021). Pemanfaatan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus
Aurantifolia) Dan Kulit Bawang Dayak (Eleutherine Bulbosa)
Sebagai Foot Spray Anti Bau Kaki. Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
Suarni, Rauf, N., & Gareso, P. L. (2019). Uji Karakteristik Campuran
Minyak Biji Kapuk (Ceiba pentandra) dan Minyak Biji Kemiri
(Aleurites moluccana) sebagai Bahan Baku Biodiesel. Prosiding
Seminar Nasional Fisika Makassar, 108–113.
Sukandar, D., Hermanto, S., Amelia, E. R., & Zaenudin, M. (2015).
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga (Amomum
compactum Sol. Ex Maton). Jurnal Kimia Terapan Indonesia,
17(2), 119–129.
Suloi, A. F., & Suloi, A. N. F. (2021). Bioaktivitas Pala (Myristica
fragrans Houtt): Ulasan Ilmiah. Jurnal Teknologi Pengolahan
Pertanian, 3(1), 11–18. www.google.com
Sundalian, M., Husein, S. G., & Nugraha, A. (2023). Analisis
KOMPONEN BIOAKTIF
118 REMPAH - REMPAH
Kemometrik Profil Spektrum Fourier Transform Infrared Buah
Lada Hitam (Piper Nigrum L.) Dari Beberapa Daerah Di
Indonesia. Pharmacosript, 6(1), 79–90.
Susanti, D. A., & Setyaningrum, L. (2020). Identification of Function
Groups of Ethanol Extract and n-Hexane Extract of Coriander
Seeds (Coriandrum sativum) Using Infrared
Spectrophotometer. Health Media, 1(2), 19–23.
Susiarti, S., Rahayu, M., Wahyu Ningsih, D. Q., Arifa, N., & Setiawan,
M. (2021). Tanaman Rempah dan Masakan Tradisional di
Kelurahan Nanggewer Mekar, Cibinong, Kabupaten Bogor.
Jurnal Masyarakat dan Budaya, 23(3), 337–353.
Syawal, Y., Marlina, & Kunianingsih, A. (2019). Budidaya Tanaman
Bawang Merah (Allium Cepa L.) Dalam Polybag Dengan
Memanfaatkan Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks)
Pada Tanaman Bawang Merah. Jurnal Pengabdian Sriwijaya,
7(1), 671–677.
Tarigan, A., & Saragih, H. (2023). Identifikasi Kandungan Senyawa
Bioaktif Buah Kapulaga (Amomum compactum). Jurnal Gizi,
12(1), 46–50.
Tasia, W. R. N., & Widyaningsih, T. D. (2014). Jurnal Review: Potensi
Cincau Hitam (Mesona Palustris Bl.), Daun Pandan (Pandanus
Amaryllifolius) Dan Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii)
Sebagai Bahan Baku Minuman Herbal Fungsional. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 2(4), 128–136.
Teha, A. (2021). Studi Perbandingan Antara Minyak Kemiri Hasil
Pemurnian Dengan Minyak Kemiri Komersial Dan Minyak
Kemiri Tradisional Untuk Minyak Rambut. Universitas Tribuana
Kalabahi.
Teresa, Y., Hidayati, N., & Nugrahani, R. A. (2016). Pengaruh Rasio
Pelarut Kloroform (V/V) Pada Ekstraksi Trimiristin Biji Pala
(Myristica Fragrans Houtt). Seminar Nasional Sains dan
Teknologi 2016, 1–4.
Trisilawati, O., Seswita, D., & Syakir, M. (2017). Serapan Hara N, P, K
pada Tujuh Nomor Harapan Serai Dapur pada Tanah Latosol.
Jurnal LITTRI, 23(2), 105–111.
Ulandari, A. S., Ningrum, D. M., & Permana, D. A. S. (2022).
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 119
Identifikasi Kandungan Senyawa Minyak Jeruk Nipis (Citrus
Aurantifolia) Dan Minyak Nilam (Pogostemon Cablin B .)
Sebagai Anti Repellent Dengan Metode Gc-Ms. Jurnal
Etnofarmasi, 1(1), 1–9.
Utama, W. (2003). Isolasi Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Jeruk (
Citrus paradisi) Dan Pemanfaatan Ekstraknya Sebagai Zat
Pewrna. Universitas Islam Indonesia.
Wahyudi, A. F., Jamil, A. S., Zinuddin, A., Rifin, A., & Utami, A. D.
(2017). Agribusiness Series 2017 Menuju Agribisnis Indonesia
yang Berdaya Saing. In Departemen Agribisnis IPB. Raffi Offset,
Jakarta.
Wartini, N. M. (2009). Senyawa Penyusun Ekstrak Flavor Daun Salam
(Eugenia Polyantha Wight) Hasil Distilasi Uap Menggunakan
Pelarut N-Heksana Dan Tanpa N-Heksana. Agrotekno, 15(2), 72–
77.
Wibaldus, Jayuska, A., & Ardiningsih, P. (2016). Biokativitas Minyak
Atsiri Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap
Rayap Tanah (Coptotermes sp.). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 5(1),
44–51.
Widyastuti, L. M., & Santoso, R. (2017). Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk
Purut (Citrus hystrix DC.) terhadap Penurunan Kadar Asam
Urat Mencit Jantan (Mus musculus L.) yang Diinduksi Kalium
Bromat dan Sumbangannya pada Pembelajaran Biologi SMA.
Jurnal Pembelajaran Biologi, 4(1), 15–27.
Wilujeng, R. I. (2012). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jeruk Nipis
(Citrus aurantifolia) terhadap Streptococcus mutans in vitro :
Menggunakan Metode Dilusi Tabung. Universitas Trisakti.
Yanti, Kuniti, N., & Mambang. (2020). Beberapa Tingkatan Fraksi
Ekstrak Etanol Daun Lengkuas (Alpinia Galanga). Journal of
Pharmaceutical Care and Science, 1(1), 102–111.
Yola, M., Wibowo, A., & Thaurhesia, S. (2021). Uji Aktivitas dan
Keamanan Kombinasi Ekstrak Bawang Putih (Alium sativum.l)
dan Ekstrak Kemiri (Aleurites molucanna) sebagai Penyubur
Bulu Kelinci. Borneo Journal of Pharmascientech, 5(2), 44–54.
Yudiyanto. (2016). Tanaman Lada dalam Perspektif Autekologi. In
Anugrah Utama Raharja (AURA). Anugrah Utama Raharja
KOMPONEN BIOAKTIF
120 REMPAH - REMPAH
(AURA).
Yustica, F. K., Widiastuti, N. I., Sapitri, N., & Fitriastuti, D. (2019).
Minyak Atsiri Alpinia purpurata (Zingiberaceae): Kandungan
Kimia dan Formulasinya sebagai Krim Anti Jerawat. IJCR-
Indonesian Journal of Chemical Research, 3(2), 14–21.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 121
RIWAYAT HIDUP
KOMPONEN BIOAKTIF
122 REMPAH - REMPAH
Gusri Akhyar Ibrahim, lahir di Batu
Sangkar Sumatera Barat, 17 Agustus 1971,
merupakan Dosen di Jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sarjana (S1) di Unsri Palembang
(1997), Pendidikan S2 di UGM Yogyakarta (2002)
dan Pendidikan S3 di Universiti Kebangsaan
Malaysia (2010), Program Post Doktoral di UKM pada tahun 2010 -
2011, kemudian kembali aktif mengajar dan meneliti di Unila sejak
2011. Kegiatan penelitian di bidang proses pemesinan material
ringan sepeti magnesium, iInconel dan titanium yang diperuntukan
sebagai material implant biomedikal. Peneliti juga Ketua Program
studi Magister Teknik Mesin 2019-2023, dan aktif diberbagai
kegiatan pengabdian masyarakat di bidang teknologi tepat guna.
Beberapa kali mendaptkan hibah penelitian dan pengambdian
kepada masyarakat baik di kompetisi tingkat nasional, regional dan
Universitas Lampung.
KOMPONEN BIOAKTIF
REMPAH - REMPAH 123
baru sehingga akan menemukan hasil yang terbaik. Jika pembaca
tertarik untuk berdiskusi dan memberikan masukkan, pembaca bisa
menghubungi penulis melalui media Instagram: @puanmutiaaa,
ataupun Email: puanayunisa@gmail.com
KOMPONEN BIOAKTIF
124 REMPAH - REMPAH