Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Teori dan Penelitian Terdahulu

1.1.1. Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh

investor. Kemakmuran pemegang saham atau investor tersebut merupakan

ukuran kinerja manajer keuangan. Keown (2020) mengatakan bahwa nilai

perusahaan adalah nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas

perusahaan yang beredar. Dengan memaksimumkan nilai perusahaan maka

pemilik perusahaan akan menjadi lebih Makmur


(Suwardika & Mustanda, 2017)
. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai perusahaan adalah

nilai pasar seluruh komponen keuangan perusahaan yang bersedia dibayar

oleh calon pembeli jika perusahaan dijual yang tercermin dari harga

sahamnya. Dengan kata lain, nilai perusahaan juga bisa disebut sebagai

persepsi investor atau masyarakat umumnya terhadap perusahaan yang

sering dikaitkan dengan harga saham.

Menurut Vivi & Novari (2016), nilai perusahaan adalah harga yang

dapat diperoleh dari penjualan jika perusahaan tersebut ingin menjualnya.

Ini mencakup nilai pasar dari sekuritas hutang dan ekuitas yang beredar

(Dewi et al., 2017). Kenaikan nilai saham yang signifikan dapat

mempengaruhi nilai perusahaan secara keseluruhan, menciptakan

keuntungan bagi para pemegang saham (Fatimah et al., 2017). Oleh karena
itu, nilai perusahaan juga mencerminkan evaluasi atas nilai bisnis yang

tengah beroperasi dan dikelola oleh perusahaan tersebut.

Menurut Suwardika dan Mustanda (2017), nilai perusahaan adalah

harga yang dapat ditawarkan oleh calon pembeli ketika perusahaan ingin

menjualnya. Ketika sebuah perusahaan menawarkan sahamnya ke publik,

nilai perusahaan tersebut menjadi representasi dari persepsi investor

terhadap nilai suatu perusahaan. Nilai perusahaan juga berperan sebagai

indikator utama yang digunakan oleh calon investor untuk mengevaluasi

kinerja perusahaan dalam periode yang akan datang, terutama terkait

dengan pergerakan harga saham. Kenaikan harga saham suatu perusahaan

dapat menjadi peluang bagi investor untuk mendapatkan keuntungan yang

lebih tinggi. Sehingga, kenaikan nilai saham dapat tercermin dalam

peningkatan nilai perusahaan yang dinilai oleh investor.

Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Price Book

Value (PBV) karena berkaitan dengan pertumbuhan modal sendiri yang


(Budi & Maryono, 2022)
membandingkan nilai pasar dengan nilai bukunya .

PBV adalah suatu rasio yang sering digunakan untuk menentukan nilai

perusahaan dan mengambil keputusan investasi denganc cara

membandingkan harga pasar saham akhir tahun dengan niali buku

perusahaan. Dalam penelitian PBV dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Harga saham
PBV =
Nilai buku per lembar saham

1.1.2. Kebijakan Dividen


Kebijakan deviden adalah presentase laba yang dibayarkan kepada

para pemegang saham dalam bentuk deviden tunai, penjagaan stabilitas

deviden dari waktu ke waktu, pembagian deviden saham dan treasuary.

Kebijakan manajemen atas laba yang diperoleh perusahaan umumnya

dalam satu tahun, untuk dibagikan sebagai deviden atau sebagai laba yang

ditahan untuk mendukung aktivitas operasional (Harmono, 2017). Apabila

perusahaan memutuskan untuk membagi laba yang diperoleh sebagai

deviden berarti akan mengurangi jumlah laba yang ditahan yang akhirnya

juga mengurangi sumber dana intern. Sedangkan apabila perusahaan tidak

membagi labanya sebagai deviden akan bisa memperbesar sumber dana

intern perusahaan dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk

mengembangkan perusahaan (Hemastuti dan Hermanto, 2014).

Kebijakan dividen diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR).

Dividend Payout Ratio (DPR) adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur seberapa besar persentase laba bersih suatu perusahaan yang

dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang sahamnya


(Badriyah & Rahardjo, 2022)
. DPR dihitung dengan membagi jumlah dividen yang

dibayarkan oleh perusahaan dalam satu periode tertentu dengan laba bersih

yang dihasilkan dalam periode yang sama. DPR memberikan gambaran

tentang kebijakan dividen perusahaan dan seberapa besar persentase dari

laba yang dialokasikan untuk membayar dividen kepada pemegang saham,

sementara sisanya biasanya digunakan untuk reinvestasi dalam perusahaan

untuk pertumbuhan masa depan atau untuk memenuhi kebutuhan modal


perusahaan. Semakin tinggi DPR, semakin besar bagian dari laba yang

dibagikan kepada pemegang saham, yang dapat menjadi sinyal bagi


(Wulandari, 2023)
investor terkait kebijakan dividen perusahaan .

Kebijakan dividen dirumuskan sebagai berikut:

Dividend per Share


DPR=
Earning per Share

1.1.3. Profitabilitas

Hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen

perusahaan disebut dengan profitabilitas (Suardikha et al, 2016). Rasio

profitabilitas mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang

ditunjukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam

hubungannya dengan penjualan maupun investasi, semakin baik rasio

profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya

perolehan keuntungan perusahaan (Fahmi, 2017). Rasio Profitabilitas

merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari

keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu, rasio ini juga

memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang

ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau pendapatan

investasi. Semakin tinggi nilai rasio profitabilitas menunjukkan bahwa

suatu perusahaan semakin efisien dalam memanfaatkan aktivanya untuk

memperoleh laba (Ngurah et al, 2016).

Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan ROE yang

merupakan hasil pengembalian atas ekuitas atau kemampuan perusahaan

dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dengan menggunakan ekuitas.


ROE menjadi salah satu pilihan utama karena mampu memberikan

gambaran yang komprehensif mengenai efisiensi penggunaan modal

perusahaan untuk menghasilkan laba bersih bagi pemegang saham. ROE

memperhitungkan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari


(Hernomo, 2017)
modal yang diinvestasikan oleh pemegang saham .

Dengan demikian, ROE memberikan indikasi seberapa efektif perusahaan

dalam menghasilkan keuntungan dari sumber daya yang telah ditanamkan

oleh pemiliknya, yang dalam hal ini diekspresikan melalui ekuitas. Selain

itu, ROE juga relatif mudah dipahami dan digunakan oleh banyak pihak

terkait, termasuk investor dan analis keuangan, untuk mengevaluasi


(Danna et al., 2022)
kinerja keuangan suatu perusahaan .

Menurut Sudana (2015) Profitabilitas rasio mengukur kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber yang

dimiliki perusahaan, seperti aktiva, modal atau penjualan perusahaan.

terdapat beberapa cara untuk mengukur besar kecilnya profitabilitas, yaitu:

1. Return on Assets (ROA) – Earning After Taxes

ROA menunjukan kemampuan perusahaan dengan menggunakan

seluruh aktiva yang miliki untuk menghasilkan laba setelah pajak.

Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi

efektifitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola

seluruh aktiva perusahaan. semakin besar ROA, berarti semakin

efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain


dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih

besar, dan sebaliknya

2. Return on Equity (ROE) – Earning After Taxes

ROE menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang

dimiliki perusahaan. ratio ini penting bagi pihak pemegang saham,

untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pengelolaan modal

sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.

semakin tinggi ratio ini berarti semakin efisien penggunaan modal

sendiri yang dilakukan pihak manajemen perusahaan.

3. Profit Margin Ratio

Profit margin ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba dengan menggunakan penjualan yang dicapai

perusahaan. semakin tinggi rasio ini menunjukan perusahaan

semakin efisien dalam menjalankan operasinya. Profit margin ratio

dibedakan menjadi:

4. Net Profit Margin (NPM)

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

laba bersih dari penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini

mencerminkan efisiensi seluruh bagian, yaitu produksi, personalia,

pemasaran, dan keuangan yang ada dalam peruasahaan.

5. Operating Profit Margin (OPM)


Rasio ini mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba

sebelum bunga dan pajak dengan penjualan yang dicapai

perusahaan. Rasio ini menunjukan 18 efisiensi bagian produksi,

personalia, serta pemasaran dalam menghasilkan laba.

6. Gross Profit Margin (GPM)

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

laba kotor dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini

menggambarkan efisiensi yang dicapai bagian produksi.

7. Basic Earning Power – Earning Before Interest and Taxes

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

laba sebelum bunga dan pajak dengan menggunakan total aktiva

yang dimiliki perusahaan. dengan kata lain rasio ini

mencerminkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan seluruh

investasi yang telah dilakukan perusahaan. semakin tinggi rasio ini

berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh aktiva yang

dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan

pajak.

1.1.4. Rasio Leverage

Rasio leverage merupakan rasio solvabilitas jangka panjang

dimaksudkan untuk menangani kemampuan jangka panjang perusahaan

dalam memenuhi kewajibannya, atau yang lebih umum kewajiban

keuangannya (Stephen, 2015). Leverage yang besar (high debt/equity

ratio) mempunyai rata-rata return lebih besar dari pada perusahaan dengan
leverage yang lebih kecil. Tingginya leverage akan meningkatkan resiko

perusahaan, tetapi peningkatan resiko sebagai refleksi dari koefisien beta

yang lebih besar (Suripto, 2015). Rasio leverage adalah mengukur

seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang.

Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan

perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme

leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang

yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Oleh karena

itu perusahaan harus menyeimbangkan beberapa utangnya dengan memilih

utang yang layak diambil dan dari mana sumber sumber yang dapat

dipakai untuk membayar utang (Fahmi, 2017). Leverage timbul karena

perusahaan dalam operasinya menggunakan aktiva dan sumber dana yang

menimbulkan beban tetap bagi perusahaan. Penggunaan aktiva yang

menimbulkan beban tetap disebut dengan operating leverage, sedangkan

penggunaan dana dengan beban tetap disebut financial leverage.

Rasio leverage mengukur berapa besar penggunaan utang dalam

pembelanjaan perusahaan. Leverage diukur dengan DER yang merupakan

seberapa banyak penggunaan hutang oleh perusahaan sebagai

pendanaannya. Jadi besarnya hutang yang digunakan perusahaan dapar

dilihat pada nilai DER perusahaan. Tidak hanya itu, DER memberikan

gambaran langsung tentang seberapa besar perusahaan menggunakan

utang sebagai bagian dari struktur modalnya. Nilai DER yang tinggi dapat

menunjukkan bahwa perusahaan lebih bergantung pada hutang dalam


pembiayaan operasional atau investasinya, sementara nilai DER yang

rendah menunjukkan perusahaan cenderung lebih mengandalkan modal

sendiri atau ekuitas untuk mendukung kegiatan bisnisnya


(Kumalasari et al., 2022)
.

Menurut Sudana (2015) besar kecilnya leverage dapat diukur dengan

cara:

1. Debt to Total Assets Ratio

Debt ratio ini mengukur proporsi dana yang bersumber dari utang

untuk membiayai aktiva perusahaan. semakin besar rasio ini

menunjukan porsi penggunaan utang dalam membiayai investasi

pada aktiva semakin besar, yang berarti pula risiko keuangan

perusahaan meningkat dan sebaliknya

2. Debt to Equity Ratio

Debt to equity ratio adalah rasio yang membandingkan antar

hutang terhadap ekuitas. semakin besar rasio ini menunjukan porsi

penggunaan utang dalam membiayai ekuitas semakin besar, maka

risiko keuangan perusahaan meningkat dan sebaliknya. Semakin

rendah debt equity maka semakin baik karena aman bagi kreditor

saat likuidasi.

3. Times Interest Ratio

Times interest ratio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk

membayar beban tetap berupa bunga dengan menggunakan EBIT

(Earning Before Interest and Texes). Semakin besar rasio ini


berarti kemampuan perusahan untuk membayar bunga semakin

baik. Dan peluang untuk mendapatkan tambahan pinjaman juga

semakin tinggi.

4. Cash Coverage Ratio

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dengan menggunakan

EBIT ditambah dana dari depresiasi untuk membayar bunga.

Semakin besar rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan

untuk membayar bunga. Semakin besar rasio ini menunjukan

kemampuan perusahaan untuk membayar bunga semakin tinggi,

dengan demikian peluang untuk mendapatlan pinjaman baru juga

semakin besar.

5. Long-term Debt to Equity Ratio

Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka

panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Semakin

tinggi rasio ini mencerminkan risiko keuangan perusahaan

semakin besar, dan sebaiknya.

1.2. Kerangka Pemikiran

Suatu nilai perusahaan tentu memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi

antara lain seperti kebijakan dividen perusahaan, profitabilitas perusahaan, dan

rasio leverage perusahaan. Dengan begitu, peneliti melakukan penelitian terkait

bagaimana keputusan perusahaan terkait dengan kebijakan dividen yang diambil,

tingkat profitabilitas yang dicapai, serta tingkat leverage yang dimiliki dapat

mempengaruhi nilai perusahaan secara keseluruhan. Keputusan perusahaan terkait


kebijakan dividen, baik untuk membagikan laba kepada pemegang saham atau

mempertahankan laba untuk investasi lebih lanjut, dapat memengaruhi persepsi

dan kepercayaan investor terhadap perusahaan. Sementara itu, profitabilitas, yang

sering diukur dengan ROE, mencerminkan efisiensi perusahaan dalam

menghasilkan laba dari ekuitas yang dimiliki, sementara rasio leverage

menunjukkan seberapa besar perusahaan menggunakan hutang sebagai bagian

dari struktur modalnya. Kombinasi kebijakan dividen yang baik, profitabilitas

yang tinggi, dan tingkat leverage yang seimbang dapat mempengaruhi persepsi

pasar terhadap nilai perusahaan, memperkuat daya saing, serta meningkatkan

kepercayaan investor dan pemangku kepentingan lainnya terhadap kinerja dan

pertumbuhan jangka panjang perusahaan. Dalam konteks ini, kerangka penelitian

ini membantu untuk memahami hubungan antara faktor-faktor dan dampaknya

terhadap penilaian nilai perusahaan secara komprehensif.

1.3. Hipotesis Penelitian


Menurut penelitian Badriyah & Rahardjo (2020) kebijakan dividen

memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai Perusahaan. Hal ini

dikarenakan, adanya kebutuhan pasar atau preferensi pemegang saham tertentu

terhadap perusahaan yang memiliki kebijakan dividen yang konsisten dan

menguntungkan. Namun hasil penelitian milik Budi & Maryono (2021)

menyatakan hal sebaliknya, bahwa kebijakan dividen tidak memberikan pengaruh

terhadap nilai Perusahaan, karena terdapat faktor lain yang lebih dominan serta

terdapat variabel tambahan yang tidak dipertimbangkan dalam penelitian tersebut,

seperti faktor eksternal pasar atau perubahan kebijakan perusahaan yang

memengaruhi persepsi investor terhadap nilai perusahaan.

H1: Kebijakan dividen memberikan pengaruh terhadap nilai Perusahaan

Menurut penelitian Badriyah & Rahardjo (2020) profitabilitas memberikan

pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai Perusahaan. Hasil penelitian ini

didukung dengan hasil penelitian milik Budi & Maryono (2021) bahwa

profitabilitas memberikan pengaruh terhadap nilai Perusahaan. Laba yang

konsisten dan tinggi dapat mencerminkan kinerja yang baik, meningkatkan

kepercayaan investor, dan mengindikasikan stabilitas serta potensi pertumbuhan

perusahaan. Selain itu, profitabilitas yang tinggi juga dapat meningkatkan

kemampuan perusahaan untuk menginvestasikan lebih banyak dana ke proyek-

proyek yang menguntungkan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan nilai

perusahaan dalam jangka panjang.

H2: Profitabilitas memberikan pengaruh terhadap nilai Perusahaan


Menurut penelitian Badriyah & Rahardjo (2020) leverage memberikan

pengaruh positif yang signifikan terhadap nilai Perusahaan. Hasil penelitian milik

Budi & Maryono (2021) juga menyatakan bahwa rasio leverage memberikan

pengaruh positif signifikan terhadap nilai Perusahaan. Hal ini dikarenakan,

kemampuan perusahaan untuk memanfaatkan hutang dengan bijak dalam struktur

modalnya. Penggunaan hutang dapat memungkinkan perusahaan untuk

memperluas skala operasi atau melakukan investasi yang dapat meningkatkan

pertumbuhan. Leverage yang cerdas dapat memberikan keuntungan finansial

dengan biaya modal yang lebih rendah daripada biaya ekuitas, memungkinkan

perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari leverage operasional yang lebih

besar.h

H3: Rasio leverage memberikan pengaruh terhadap nilai perusahaan

Anda mungkin juga menyukai