Anda di halaman 1dari 41

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Pada Bab ini Penulis memaparkan beberapa teori dan konsep dari para ahli dan

dari para peneliti sebelumnya tentang teori-teori yang berkaitan dengan variabel-

variabel dalam penelitian ini.

2.1.1 Profitabilitas

2.1.1.1 Pengertian Profitabilitas

Tujuan utama perusahaan adalah menghasilkan laba semaksimalnya.

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menilai sejauh mana

perusahaan mampu menghasilkan laba. Berikut adalah pengertian profitabilitas

menurut para ahli :

Menurut (Jamaludin, 2020), profitabilitas adalah :

“Profitabilitas merupakan salah satu cara menunjukkan kemampuan suatu perusahaan

dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, asset, dan

modal saham tertentu. Rasio profitabilitas diproksikan dalam Return On Assets

(ROA). ROA berfungsi untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan


sumberdaya yang dimilikinya. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan akan semakin

tinggi pula laba bersih perusahaan yang dihasilkan. Teori agensi memacu para agent

untuk meningkatkan laba perusahaan. Ketika laba yang diperoleh perusahaan

membesar, maka jumlah pajak penghasilan akan meningkat sesuai dengan

peningkatan laba perusahaan.”

Menurut Hutapea & Herawaty (2020), Saputra et al., (2019), dan Olivia &

Dwimulyani (2019), profitabilitas adalah :

“Menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap tax avoidance.

Semakin efisien perusahan maka pajak yang dibayar akan lebih sedikit sehingga tarif

pajak efektif perusahaan menjadi lebih rendah. Tarif pajak efektif perusahaan yang

rendah merupakan proksi tingkat penghindaran pajak yang tinggi. Namun pernyataan

ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin (2020)

pengaruh profitabilitas (Return On Assets) terhadap penghindaran pajak

menunjukkan bahwa profitabilitas (Return On Assets) berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap tax avoidance.” Sedangkan profitabilitas menurut S. K. Singh

(2016:334) adalah sebagai berikut:

“Profitability refers to the ability of a bussiness to earn profit. It show the efficiency

of the business. These measure the profit earning capacity of the company.”
Artinya : “Profitabilitas mengacu pada kemampuan bisnis untuk mendapatkan laba.

Ini menunjukkan efisiensi bisnis. Ini mengukur kapasitas penghasilan laba

perusahaan.”

Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan profitabilitas adalah rasio untuk

mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dari hasil penjualan,

pemanfaatan total aktiva dan modal yang dimiliki perusahaan selama periode tertentu.

2.1.1.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas memiliki tujuan manfaat untuk pihak-pihak yang

berkepentingan dengan perusahaan. Bagi pihak eksternal seperti investor menjadikan

bahan acuan terhadap kinerja perusahaan sedangkan bagi perusahaan akan dijadikan

bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Tujuan dari rasio profitabilitas dari perusahaan maupun bagi pihak luar

perusahaan menurut Hery (2016:192)

1. Untuk mengetahui besaran laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode

tertentu.

2. Untuk membandingkan posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan

tahun sekarang.

3. Untuk mengukur perkembangan laba dari waktu ke waktu.

4. Untuk mengukur besarnya laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk menilai produktivitas seluruh dana perusahaan yang dipakai berupa

modal pinjaman maupun modal sendiri.

6. Untuk menilai kinerja setiap karyawan dalam melakukan pekerjaannya

7. Untuk mengevaluasi perkembangan atau kemunduran kinerja perusahaan

sehingga bisa dilakukan upaya agar masalah yang terjadi tidak berlarut-larut.

8. Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba melalui

seluruh kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,

modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan unsur-unsur laporan keuangan.

9. Untuk menggambarkan tentang tingkat efektifitas manajemen dalam

melaksanakan kegiatan operasional.

Manfaat yang didapatkan oleh pihak luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang

berhubungan atau memiliki kepentingan dengan perusahaan. Manfaat rasio

profitabilitas antara lain :

1. Memperoleh gambaran tentang tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam

satu periode (satu tahun).

2. Posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang bisa

dibandingkan dan dievaluasi.

3. Memahami perkembangan laba perusahaan dari waktu ke waktu

4. Mendapat gambaran tentang laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal

pinjaman maupun modal sendiri bisa dilihat dan dijadikan patokan yang

sesuai konsep dasar akuntansi untuk merencanakan kegiatan pada periode

berikutnya.

Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas adalah:

Jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan adalah, Kasmir (2016:1):

1. Profit Margin

Profit margin merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur

margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan

laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.

2. Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil atas

jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Hasil pengembalian investasi

menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan baik modal pinjaman

maupun modal sendiri. Semakin kecil rasio ini semakin kurang baik, demikian pula

sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari seluruh

operasi perusahaan.
3. Return On Equity (ROE)

Hasil pengembalian ekuitas atas rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk

mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modalsendiri. Rasio ini menunjukkan

efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya

posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

Return on Equity (ROE) umumnya dihitung menggunakan ukuran kinerja

berdasarkan akuntansi dan dihitung sebagai laba bersih perusahaan dibagi dengan

ekuitas pemegang saham biasa. Return On Equity (ROE) adalah rasio untuk

mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, Kasmir (2016:204).

Menurut Kasmir (2016:204), rumus untuk menghitung Return On Equity (ROE)

dapat digunakan sebagai berikut:

4. Return On Asset (ROA)

Rasio ini mengukur kemampuan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat

asset tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset yang berarti

efisiensi manajemen.
5. Laba per Lembar Saham

Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio

untuk mengukur keberhasilan manajemn dalam mencapai keuntungan bagi pemegang

saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan

pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi kesejahteraan pemegang

saham meningkat. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah

jumlah keuntungan dikurangi pajak, dividen, dan dikurangi hak-hak lain untuk

pemegang saham prioritas.

2.1.1.3 Metode Pengukuran Profitabilitas

Dalam penelitian ini pengukuran rasio profitabilitas menggunakan Return On

Assets (ROA). ROA digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan

menghasilkan laba dengan menggunakan total asset yang dimiliki, Kasmi (2016:201).

ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva

yang digunakan. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang terpenting di antara

rasio profitabilitas yang ada. Return On Asset (ROA) sering disebut juga Return On

Investment (ROI), diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak

terhadap total aktiva. Secara matematis, ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA mengukur rasio pengukuran profitabilitas yang sering digunakan oleh

manajer keuangan untuk mengukur efektifitas keseluruhan dalam menghasilkan laba

dengan aktiva yang tersedia. Berdasarkan hal ini, maka faktor yang mempengaruhi

profitabilitas adalah laba bersih setelah pajak, penjualan bersih dan total asset.

2.1.2 Ukuran Perusahaan

2.1.2.1 Definisi Ukuran Perusahaan

Pada dasarnya ukuran perusahaan merupakan antara perusahaan skala besar,

perusahaan sekala sedang dan perusahaan skala kecil. Skala perusahaan digunakan

untuk mencerminkan sebuah perusahaan berada pada ukuran besar, sedang atau kecil

yang mana didasarkan pada total seluruh aset yang dimiliki perusahaan. Menurut

Iskandar dan Saurdana (2016), ukuran perusahaan adalah :

“ Nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Terdapat beberapa proksi yang

dapat digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan yaitu jumlah karyawan, total

aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain.”

Menurut Ardiansyah (2016), ukuran perusahaan adalah :

“Suatu pengukuran yang dikelompokkan dengan melihat kegiatan operasional

perusahaan serta besarnya pendapatan yang diterima dalam periode tertentu.

Perusahaan yang memiliki asset besar, ada kemungkinan lebih leluasa dalam

melakukan tax planning yang baik.”


Dari definisi menurut para ahli diatas maka peneliti menyimpulkan ukuran

perusahaan adalah seberapa besar total aktiva dimiliki perusahaan yang dapat

digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan mencerminkan ukuran perusahaan.

Semakin besar total aktiva perusahaan maka mencerminkan semakin besar pula

perusahaan tersebut.

2.1.2.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan

Klasifikasi ukuran perusahaan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008

dibagi kedalam 4 (empat) kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah,

dan usaha besar. Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan

usaha besar menurut pasal 1 UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan

menengah adalah sebagai berikut:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur

dalam undang-undang ini.

2. Usaha kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang

memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha

besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan

usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar

dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta,

usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di

Indonesia.

2.1.2.3 Metode Pengukuran Ukuran Perusahaan

Pengukuran terhadap ukuran suatu perusahaan dapat digambarkan dengan total

asset perusahaan tersebut (Maha Dewi & Sudiartha, 2017). Semakin besar asset

biasanya perusahaan tersebut semakin besar (Skokan et al., 2013). Kenyataannya

ukuran aktiva digunakan sebagai alat ukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva

tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva (Hartono, 2013). Namun demikian

dijelaskan lebih dalam bahwa ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana

diklasifikasi besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara seperti total aktiva, log

size, dan nilai pasar saham (Suryandani, 2018). Terkait ukuran perusahaan digunakan
pengukuran secara umum yang digunakan perusahaan, dimana dapat dirumuskan

sebagai berikut (Hartono, 2013).

Ukuran Perusahaan = Ln (Total Asset)

Ukuran Perusahaan dihitung dengan menggunakan Logaritma natural dari total

asset (Astuti, 2019). Hal ini dikarenakan besarnya total aktiva masing-masing

perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang sangat besar, sehingga dapat

menyebabkan nilai yang ekstrim, untuk menghindari data yang tidak normal tersebut

maka total asset perlu dilogaritmakan yang diperoleh dari nilai di posisi laporan

keuangan.

2.1.3 Kepemilikan Institusional

2.1.3.1 Pengertian Kepemilikan Institusional

Ediana (2019), menyatakan bahwa kepemilikan institusional adalah :

“ Kepemilikan Institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh

institusi keuangan. Investor institusi umumnya merupakan pemegang saham yang

cukup besar karena memiliki pendanaan yang besar. Pemegang saham institusional

biasanya berbentuk entitas, seperti perbankan, asuransi, dana pensiun dan reksadana.

Kepemilkan instusional perusahaan umumnya dapat menghalangi prilaku opportnistic

manajer dan meningkatkan pengungkapan CSR.”


Thesarani (2016) menyatakan bahwa kepemilikan institusional adalah :

“Kepemilikan Insitusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki

institusional pada akhir tahun yang diukur dalam presentase saham yang dimiliki

investor institusional dalam perusahaan seperti perusahaan asuransi, bank, dana

pensiun, dan investment banking.”

Dari definsi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional

merupakan proporsi saham yang dimiliki institusional dalam suatu perusahaan pada

akhir tahun

Diantari&Ulupui, (2016) menyatakan bahwa kepemilikan institusional adalah

kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak ataupun institusi luar perusahaan

merupakan kepemilikan institusional, kepemilikan saham tersebut bisa dimiliki oleh

institusi bidang pemerintahan, institusi bidang keuangan, institusi hukum,

institusi swasta serta institusi-institusi yang lain. Kepemilikan institusional

mempunyai kedudukan yang cukup berarti didalam suatu industri, sebab dengan

terdapatnya kepemilikan institusional ataupun kepemilikan yang dipunyai oleh pihak

luar maka akan semakin tingginya tingkatan pengawasan terhadap manajemen

suatu perusahaan sehingga akan meminimalisir aksi manajemen dalam

melaksanakan penghindaran pajak. Kepemilikian institusional pula dapat

memonitoring konflik yang mungkin berlangsung antara manajer dengan

pemegang saham (investor).


Ramadhani & Azmi, (2019) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, intitusi

berbadan hukum, institusi luar negeri, dan dana perwalian serta institusi lainnya.

Pihak institusional yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham

lainnya dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen yang

lebih besar juga sehingga manajemen akan menghindari perilaku yang

merugikan para pemegang saham.

2.1.3.2 Metode Pengukuran Kepemilikan Instiusional

Menurut Dewata, Sari dan Fithri, (2016) Kepemilikan institusional dapat

didefinisikan sebagai sejumlah proporsi saham yang dimiliki oleh institusi baik

swasta domestic maupun asing. Kepemilikan institusional menjadi aspek yang amat

besar dalam meminimalisir konflik keagenan seperti yang dijelakan teori agensi

diiatas. Semakin besar kepemilikan institusi semakin besar pula kekuatan institusi dan

lembaga terkait untukmengawasi pihak manajemen perusahaan dalam segala

aktivitasnya. Keberadaan investor institusional dianggap memumpuni monitoring

perusahaan untuk mendapatkan keefektifan tiap-tiap keputusan yang diambil oleh

manajer rsbute manajemen. Mak hal tersebut akan mengakibatkan dorongan untuk

mengoptimalkan kinerja keungan termasuk persistensi laba. Kepemilikan

institusional diukur dengan rumus berikut.


Rumus diatas berfungsi untuk mengetahui presentase kepemilikan institusional

dengan membandingkan antara jumlah saham kepemilikan institusional dengan

jumlah saham yang beredar. Peraturan BAPEPAM VIII G.7 Tahun 2012 Tentang

Penyajian dan Pengungkapan Keuangan Emiten Atau Perusahaan Publik terkait hak

pihak institusional untuk memperoleh saham hingga lebih dari 5% dari saham yang

ditawarkan.

2.1.4 Tax Avoidance

2.1.4.1 Pengertian Pajak

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Menurut Pohan (2016), menyatakan bahwa pajak adalah sebagai berikut:

”Pajak merupakan salah satu kontributor terbesar dalam penerimaan Negara. Oleh

karena itu, pengoptimalan pendapatan negara melalui sector perpajakan menjadi


tugas utama Direktorat Jendral Pajak sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam

meningkatkan ketaatan wajib pajak untuk melaksanakan tanggung jawab

perpajakannya. Namun demikian, hal tersebut berbanding terbalik dengan harapan

masyarakat pada umumnya maupun industri pada khususnya. Mereka berusaha

melaporkan pajak sekecil-kecilnya dan laba sebesar-besarnya. Selain itu, dimata

wajib pajak, kebijakan pungutan pajak dinilai bersifat memaksa dan tidak ada kontra

prestasi langsung yang dapat ditunjukkan.”

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban

terhadap negara yang telah diatur oleh undang-undang harus dibayarkan oleh wajib

pajak yang tinggal di negara tersebut, pajak digunakan untuk melaksanakan

pembangunan nasional agar mencapai kemakmuran rakyat.

2.1.4.2 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di

dalam pelaksanaan pembangunan nasional karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan nasional untuk mencapai kesejahteraan Negara. Menurut Siti Resmi

(2014:3) terdapat dua fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin


maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah

berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya

tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi

pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak

seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

dan lain-lain.

2. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi

serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak sebagai sumber

penerimaan bagi negara untuk membiayai pembangunan nasional dan pengeluaran

rutin, selain itu juga sebagai alat pengatur dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah di

bidang sosial dan ekonomi.

2.1.4.3 Jenis Jenis Pajak

Menurut Resmi (2014:7), terdapat jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi

tiga yaitu:

1. Menurut Golongan Pajak dikelompokkan menjadi dua:


a. Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang

lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang

bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung

terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau

jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Menurut Sifat Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi

Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan

subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik

berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan

timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan

pribadai Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh:

Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).


Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis pajak dibagi

menurut golongan dan sifatnya, pajak menurut golongan yaitu pajak yang ditanggung

oleh pribadi atau dibebankan ke pihak ketiga. Sedangkan pajak menurut sifat yaitu

pajak yang memerlihatkan keadaan subjek atau objeknya.

2.1.4.4 Beban Pajak

Merujuk dari PSAK Nomor 46 Paragraf 5 dan 6, beban pajak (penghasilan pajak)

adalah jumlah gabungan pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam

menentukan laba-rugi pada suatu periode. Beban pajak (penghasilan pajak) terdiri dari

beban pajak kini (penghasilan pajak kini) adalah jumlah pajak penghasilan terutang

atas penghasilan kena pajak pada satu periode dan beban pajak tangguhan

(penghasilan pajak tangguhan) adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk

periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa beban pajak merupakan

jumlah gabungan pajak kini dan pajak tangguhan berdasarkan periodenya dalam satu

periode atau periode mendatang.

2.1.4.5 Manajemen Pajak

Pajak di mata negara merupakan sumber penerimaan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan pajak bagi perusahaan selaku wajib pajak

adalah beban yang akan mengurangi laba bersih. Sedangkan kita ketahui perusahaan

memiliki tujuan untuk memperoleh laba semaksimal mungkin, dan berusaha


membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi

kemampuan ekonomis perusahaan.

Pohan (2013:3) mengungkapkan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh

pengusaha adalah dengan meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak

melanggar aturan, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Menurut

Pohan (2013:13), manajemen perpajakan adalah:

“Usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam suatu perusahaan atau

organisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari perusahaan atau

organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan ekonomis, sehingga

memberi kontribusi maksimum bagi perusahaan.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat di simpulkan bahwa manajemen pajak adalah

usaha yang dilakukan oleh manajemen perpajakan suatu perusahaan untuk mengelola

pembayaran pajak secara efisien dan ekonomis, guna menekan pembayaran pajak

serendah mungkin namun tetap memenuhi kewajiban perpajakan secara benar,

sehingga memberi kontribusi maksimum bagi perusahaan.

Menurut Pohan (2016:10) strategi yang dapat ditempuh untuk mengefisiensikan

beban pajak secara legal yaitu:

1. Penghematan pajak (tax saving)

2. Penghindaran pajak (tax avoidance)

3. Penundaan pembayaran pajak


4. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan

5. Menghindari pemeriksaan pajak dengan cara menghindar lebih bayar

6. Menghindari pelanggaran pajak terhadap peraturan yang berlaku

Berdasarkan definisi di atas strategi dalam mengefisiensikan beban pajak secara

legal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penghindaran Pajak (Tax Avoidance).

2.1.4.6 Definisi Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

Menurut Pohan (2016) menjelaskan bahwa:

“Praktik penghindaran pajak (tax avoidance) adalah permasalahan yang unik

sekaligus rumit. Praktik tax avoidance (penghindaran pajak) di satu sisi

diperbolehkan, namun di lain tidak diinginkan. Tax avoidance (penghindaran pajak)

merupakan berbagai usaha untuk mereduksi beban pajak yang secara legal

diperkenankan dan dinilai aman untuk wajib pajak mengingat cara-cara yang

dilakukan tidak melanggar peraturan pajak yang ada. Hal tersebut dikarenakan

metode maupun teknik yang dilakukan dalam praktik tax avoidance cenderung hanya

memanfaatkan celah atau kelemahan dalam peraturan pajak.”

Menurut Dharma dan Ardiana (2016), pengertian penghindaran pajak atau tax

avoidance adalah:

”bahwa praktik tax avoidance adalah upaya yang dilakukan wajib pajak untuk

meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celah pada peraturan yang berlaku

sedangkan tax evasion dilakukan melalui cara-cara yang melanggar ketentuan pajak”
Menurut Iman Santoso dan Ning Rahayu (2013:4) penghindaran pajak (tax

avoidance) adalah sebagai berikut:

“Penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilan secara legal yang

masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk

memperkecil jumlah pajak yang terutang”.

Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa tax avoidance merupaka upaya

penghidaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak secara legal yang tidak melanggar

32 hukum perpajakan dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam

undangundang perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak terutang.

2.1.4.7 Metode Penelitian (Penghindaran

Pajak)

Saat ini sudah banyak cara dalam pengukuran tax avoidance. Setidaknya terdapat

dua belas cara yang dapat digunakan dalam mengukur tax avoidance yang umumnya

digunakan dalam Hanlon dan Heitzman (2010), dimana disajikan dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1

Pengukuran Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

No Metode Pengukuran Cara Perhitungan Keterangan

Total tax expense


1 GAAP ETR per dollar of
pretax book
income
2. Current tax
ETR expense per
dollar of pretax
book income
3. Cash taxes paid
ETR per dollar of
pretax bppk
income
4. Sum of cash taxes
paid over n years
divided by the
ETR sum of pretax
earnings over
years
5. Statutory ETR-GAAP ETR The difference of
ETR between the
statutory Etr an
firm`s GAAP
ETR
6 DTAX Error term from the following regression:ETR The unexplained
differential x Pre-tax book income = a+b x portion of the
control ETR differential

7 Pre-tax book income –(U.S CTE + fgn


CTE)/U.S.STR)-( -

BTD
/U.S.STR

9
Abnormal total BTD/
10

11
12
Menurut Dyreng, et al (2010) ,variabel penghindaran pajak dihitung melalui

CETR ( ) pada perusahaan yaitu kas

yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak.

Rumus untuk menghitung CETR menurut Dyreng, et al (2010) adalah sebagai

berikut:

Keterangan:

Pembayaran Pajak ( ) adalah jumlah kas pajak

dibayarkan perusahaan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus CETR (

) bertujuan untuk

mengindikasi tingkat penghindaran pajak pada perusahaan, Alasan penelitian ini

menggunakan rumus CETR ini menggambarkan penghindaran pajak perusahaan

dengan pertimbangan bahwa semakin besar Cash ETR ini 35 mengindikasikan

semakin rendah tingkat penghindaran pajak perusahaan. Selain itu, CETR juga

menggambarkan semua aktivitas yang mengurangi

pembayaan pajak kepada otoritas perpajakan. Pengukuran

menggunakan Cash ETR menurut Dyreng, et. al (2010) baik

digunakan untuk:

“Menggambarkan kegiatan penghindaran pajak oleh perusahaan karena

ETR tidak terpengaruh dengan adanya perubahan estimasi seperti penyisihan

penilaian atau perlindungan pajak. Selain itu pengukuran menggunakan


ETR dapat menjawab atas permasalahan dan keterbatasan atas pengukuran

berdasarkan model GAAP ETR. Semakin kecil nilai

ETR, artinya semakin besar penghindaran pajaknya, begitupun

sebaliknya”.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berfungsi sebagai dasar pendukung dalam melakukan

penelitian. Tujuannya yaitu untuk mengetahui hasil yang dilakukan oleh peneliti

terdahulu, selain itu juga untuk melihat persamaan dan perbedaan dari penelitian

terdahulu. Ringkasan tabel dari penelitian terdahulu yang mendukung penelitian

penulis adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil


1 Pengaruh Profitabilitas, profitabilitas
Putu Winning
Leverage, dan berpengaruh negatif
Arianandini, I Wayan
Kepemilikan signifikan pada tax
Institusional terhadap avoidance, leverage tidak
Ramantha (Universitas
Tax Avoidance berpengaruh signifikan
Udayana)
pada tax avoidance dan
kepemilikan institusional
tidak berpengaruh
signifikan pada tax
avoidance.
2 Dianing Ratna Wijayani Pengaruh Profitabilitas, profitabilitas
(Universitas Muria Kepemilikan Keluarga, berpengaruh terhadap
Kudus) Corporate Governance Tax Avoidence.
dan Kepemilikan Kepemilikan keluarga
Institusional terhadap tidak berpengaruh
Penghindaran Pajak terhadap Tax Avoidence.
Komisaris independen
berpengaruh negatif
secara signifikan
terhadap tax avoidance.
Kepemilikan
institusional berpengaruh
secara signifikan
terhadap tax avoidance.
3 Komang Subagiastraa, I Pengaruh Profitabilitas, Profitabilitas
Putu Edy Arizonab, I Kepemilikan Keluarga, berpengaruh signifikan
Nyoman Kusuma dan Good Corporate terhadap tax avoidance,
Adnyana Mahaputrac. Governance terhadap kepemilikan keluarga
(Universitas penghindaran Pajak tidak berpengaruh
Mahasaraswati signifikan terhadap tax
Denpasar), 2021 avoidance, kepemilikan
institusional berpengaruh
signifikan terhadap tax
avoidance, dewan
komisaris independen
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance,
kualitas audit tidak
berpengaruh signifikan
terhadap tax avoidance.
4 Ulfa Jasmine, Pengaruh Leverage, Leverage berpengaruh
(Universitas Riau) Kepemilikan terhadap penghindaran
Institusional, Ukuran pajak (tax avoidance.
Perusahaan, dan kepemilikan institusional
Profitabilitas terhdap berpengaruh terhadap
Penghindaran Pajak penghindaran pajak (tax
avoidance. ukuran
perusahaan berpengaruh
terhadap penghindaran
pajak (tax
avoidance).profitabilitas
berpengaruh terhadap
penghindaran pajak (tax
avoidance.
5 Vidiyanna Rizal Putri1 , Pengaruh Leverage, Menunjukkan bahwa
Bella Irwasyah Putra. Profitability, Ukuran leverage dan profitability
(STIE Indonesia) Perusahaan dan Proporsi memiliki pengaruh
Kepemilikan negatif dan signifikan
terhadap tax avoidance.
hasil penelitian ini juga
membuktikan bahwa
ukuran perusahaan dan
proporsi kepemilikan
berpengaruh positif dan
signifikan
6 I Made Surya Dharma Pengaruh Leverage, Hasil Penelitian tersebut
dan Putu Agus Ardiana, Intensitas Aset Tetap, menyatakan bahwa
(2016) Ukuran Perusahaan, dan Leverage, Intensitas Aset
Koneksi Politik Terhadap Tetap, dan Ukuran
Tax Avoidance Perusahaan berpengaruh
terhadap Tax Avoidance,
sedangkan Koneksi
Politik tidak berpengaruh
terhadap Tax Avoidance.
7 Rezka Olva,(2017) Pengaruh Profitabilitas Hasil Penelitian tersebut
dan Ukuran Perusahaan menyatakan bahwa
Terhadap Tax Avoidance Profitabilitas
berpengaruh terhadap
Tax Avoidance,
sedangkan Ukuran
Perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
Tax Avoidance.
8 Yoanis Carrica Pengaruh Proporsi Proporsi komisaris
Wijayanti, Komisaris Independen, independen berpengaruh
Ni Ketut Lely A. Kepemilikan negatif pada
Merkusiwati, Institusional, Leverage, penghindaran pajak,
(Universitas Udayana, dan Ukuran Perusahaan sedangkan Kepemilikan
2017) pada Penghindaran Pajak Institusional, Leverage,
dan Ukuran Perusahaan
berpengaruh positif
terhadap Penghindaran
Pajak.
9 Ngadiman dan Pengaruh Levarage, Leverage tidak memiliki
Christiany Puspitasari, Kepemilikan pengaruh yang
(Universitas Institusional, dan Ukuran signifikan, sedangkan
Tarumanegara, 2014) Perusahaan terhdap kepemilikan institusional
Penghindaran Pajak dan ukuran perusahaan
memiliki pengaruh yang
segnifikan terhadap
penghindaran pajak.
10 I Kadek Junaedi, Pengaruh Profitabilitas, Profitabilitas memiliki
I Made Sudiartana,Ni Leverage, Kepemilikan
pengaruh positif
Luh Gde Mahayu Institusional,dan Ukuran
terhadap penghindaran
Dicriyani, (Universitas Perusahaan terhadap Tax
Mahasaraswati Avoidance pajak, leverage
Denpasar, 2021)
memiliki pengaruh

positif terhadap

penghindaran pajak,

kepemilikan institusional

memiliki pengaruh
negatif terhadap
penghindaran pajak, dan
ukuran perusahaan
memiliki pengaruh
positif terhadap
penghindaran pajak.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pajak merupakan sumber penerimaan utama sekaligus menjadi yang paling

penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam

negeri. Sesuai dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara

perpajakan, pajak merupakan "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan isi undang-undang

tersebut, terlihat jelas bahwa pajak merupakan sumber pendapatan bagi negara.

Sedangkan, bagi perusahaan pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih

suatu perusahaan. Perbedaan kepentingan negara yang menginginkan penerimaan

pajak yang besar dan berkelanjutan bertolak belakang dengan kepentingan

perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin.

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan diatas,

maka terbentuklah kerangka pemikiran dari penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan dan Kepemilikan

Institusional terhadap Penghindaran Pajak (tax Avoidance) pada perusahaan farmasi

yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.

2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Tax avoidance

Profitabilitas merupakan cara perusahaan mengelola asetnya untuk menghasilkan

laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu

(ROA) yang merupakan suatu indikator

yang mencerminkan peforma keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu dan

merupakan salah satu proksi dalam mengukur profitabilitas. Berdasarkan Teori

Agensi, adanya konflik kepentingan antara pihak pemegang saham (principal) dengan

manajer (agent). Pihak agent akan berusaha meningkatkan laba setelah pajak

perusahaan dengan melakukan praktik penghindaran pajak, karena laba yang besar

akan menghasilkan beban pajak yang besar. Sehingga pihak agent akan mengelola

beban pajak agar tidak mengurangi kompensasi kinerja agent sebagai akibat beban

pajak. Menurut (2013), menyatakan bahwa:


“Firms with high profitability have the opportunity to position themselves in tax

planning that reduces the amount of taxes”.

Menurut Subagiastra (2016), Dewi dan Noviari (2017), Nur Amalia Sari (2018)

dan Winnie (2018), menyatakan bahwa:

Profitabilitas berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Profitabilitas

merupakan rasio yang menunjukkan seberapa baik kinerja perusahaan dalam

mengelola asetnya untuk memperoleh laba. Semakin baik perusahaan mengelola

asetnya, maka semakin besar laba yang diperoleh. Besarnya laba akan menjadi acuan

dasar pengenaan pajak penghasilan perusahaan. semakin besar laba maka semakin

besar pula beban pajak yang diperoleh. Hal tersebut akan membuat perusahaan

cenderung melakukan praktik penghindaran pajak.

Selain itu, Dewi dan Setiawan (2016) menyatakan hubungan antara profitabilitas

dengan adalah sebagai berikut:

“Ketika laba yang diperoleh membesar, maka jumlah beban pajak penghasilan akan

meningkat sesuai dengan peningkatan laba perusahaan sehingga perusahaan

kemungkinan melakukan tax avoidance untuk menghindari jumlah beban pajaknya.”


2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau

kecilnya perusahaan, salah satunya berdasarkan total aset. Semakin besar total aset

mengindikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan, dan transaksi pun semakin

kompleks sehingga memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah atau

kelemahan yang ada pada ketentuan perundang-undangan untuk melakukan tindakan

dari setiap transaksi, (Retta dan Mienati 2016).

Menurut Nurfadillah et.al, (2016) menyatakan bahwa:

“Ukuran perusahaan dapat menunjukkan stabilitas dan kemampuan suatu perusahaan

didalam mengelolah ekonominya, semakin besar ukuran perusahaan maka akan

menjadi pusat perhatian dari pemerintah dan akan menimbulkan kecenderungan

kepada manajer untuk patuh didalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Ukuran

perusahaan ditunjukkan melalui logtotal aset, karena dinilai bahwa ukuran ini

memiliki kemampuan untuk mengurangi tingkat fluktuasi data yang berlebih tanpa

mengganti proporsi dari nilai sebelumnya”.


Perusahaan yang tergolong perusahaan kecil tidak dapat mengelola pajak

dengan optimal dikarenakan kekurangan ahli dalam hal perpajakan, berbeda dengan

perusahaan yang tergolong perusahaan besar yang memiliki sumber daya yang lebih

besar sehingga dapat dengan mudah mengelola pajak. Sumber daya manusia yang

ahli dalam perpajakan diperlukan perusahaan dalam mengelola pajak agar dapat

menekan beban pajak perusahaan secara optimal (I Gusti Ln Ngr Dwi, 2016).

Dari kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka penelitian. Penulis

dapat merumuskan hipotesis penelitian yang selanjutnya dapat digunakan dalam

mengumpulkan data dan analisis.

2.2.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional

Kepemilikan intitusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki

oleh institusi keuangan seperti Bank, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perseroan

Terbatas, Institusi dan Lembaga Keuangan lainnya (Muhammad 2020).

Hubungan kepemilikan institusional dengan

yang dinyatakan oleh Pohan (2009) :

“tingginya kepemilikan institusional cenderung akan mengurangi penghindaran

pajak, dikarenakan fungsinya pemilik institusional untuk mengawasi dan memastikan

manajemen untuk taat terhadap perpajakan. Namun dengan adanya kepemilikan

saham institusi, ketika melakukan penghindaran pajak dalam upaya menekan beban

pajaknya, persentase saham yang dimiliki institusi dapat dimanfaatkan untuk


menekan laba kena pajak perusahaan, karena dengan saham yang beredar atau

dimiliki pihak institusi akan menyebabkan timbulnya beban dividen, beban dividen

tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak perusahaan.”

Menurut Oktaviana dan Wahidahwati (2017), menyatakan bahwa:

“kepemilikan institusional akan berpengaruh positif terhadap kegiatan

. Dengan kata lain, semakin tinggi porsi kepemilikan

institusional perusahaan maka akan semakin tinggi pula tindakan

dalam perusahaan. Hal ini didasari oleh kepentingan pemilik saham

institusional yang juga memiliki keinginan untuk mensejahterakan diri sendiri tanpa

memikirkan rusaknya citra perusahaan”.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Gusti Ayu Pradnyanita dewi & Maria

M. Ratna Sari (2015), Khoirunnisa Alviyani (2016), kepemilikan institusional

berpengaruh terhadap .

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Landasan Teori
Profitabilitas Ukuran Kepemilikan
Perusahaan Institusional
1. Kasmir, (2016) 1.Retta dan 1. Muhammad, 1. Pohan, (2016)
2. Agoes,Sukrisno, Mienati, (2016) (2020) 2. Dharma dan
dan Trisnawati, 2. Hartono, (2015) 2. Dewata, Sari Ardiana, (2016)
Estralita. 2017. 3. Ardiansyah, dan Fithri, (2016) 3. Santoso dan Ning
3. Jamaludin, (2016) 3. Thesarani, (2016) Rahayu (2013:4)
(2020) 4. Iskandar dan 4. Ediana, (2019)
4. Saputra et al., Saurdana (2016) 5. Ramadhani &
(2019) Azmi, (2019)
5. Fahmi, (2017:81)
6. Hery (2016:192)
7. S. K. Singh
(2016:334)

Referensi Metode Penelitian


1.Kasmi (2016:201)
2.Subagiastra (2016)
3.Sewi & Noviaria (2017)
Metode Kuantitatif
Referensi
1.Nurfadillahet.al,(2016)
2.I Gusti Ngr Dwi (2016)
Analisis Data

Referensi
1.Maha Dewi & Sudiatha, (2017)
2.Alviyani. (2016)
3.Oktaviana dan Wahidahwati,
(2017)

Tax advoidance
Profitabilitas

Hipotesis 1

Tax advoidance
Ukuran Perusahaan

Hipotesis 2
Tax advoidance
Kepemilikan
Institusional 1. Analisi Deskriptif
2. Analisis verifikatif
Hipotesis 2 3. Analisis Regresi Linier
4. Uji Hipotesis dan
Korelasi

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.

Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang

relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis

terhadap rumusan masalah penelititan, belum jawaban yang empiric (Sugiono,

2017:63)

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, maka penulis dapat menyimpulkan

beberapa hipotesis yang telah diuraikan sebelumnya, diantaranya:

H1: Profitabilitas dapat berpengaruh terhadap


H2: Ukuran Perusahaan dapat berpengaruh terhadap

H3: Kepemilikan Institusional dapat berpengaruh terhadap

Anda mungkin juga menyukai