1. Peta topografi adalah peta yang menggambarkan relief permukaan bumi. Relief adalah
perbedaan nggi rendahnya permukaan bumi.
relief digambar menggunakan garis kontur elevasi (ke nggian).
Dilansir dari U.S. Geological Survey, kontur elevasi adalah garis khayal yang menghubungkan
k- k dengan elevasi (ke nggian) yang sama pada permukan tanah di atas atau di bawah
garis acuan. Sehingga, peta topografi dapat menunjukkan ke nggian ap k yang membentu
permukaan bumi.
Peta topografi umumnya digunakan sebagai peta dasar dalam penyelidikan geologi.
a) Dengan garis-garis kontur yang ada di permukaan peta, kamu bisa melihat perbedaan
ke nggian permukaan dan juga kontur tanah di suatu wilayah.
b) Peta topografi memperlihatkan kontur suatu wilayah seper ke nggian kontur sampai
ngkat vegetasi dan objek-objek yang dibangun manusia.
c) Peta topografi bisa menjadi alat navigasi yang memberikan informasi tentang lokasi,
jarak antarpemukiman penduduk, rute jalan, keberadaan sungai, danau, dasar laut, dan
sebagainya.
d) Peta topografi bisa menjadi pedoman saat merencanakan tata guna lahan,
pembangunan, dan sebagainya.
e) Peta topografi memiliki karakteris k khusus yang kemungkinan dak dimenger orang
awam. Sehingga peta ini salah satunya hanya dimanfaatkan untuk kepen ngan militer
yang memberikan informasi tentang unsur-unsur yang menguntungkan di saat
bertempur. Selain untuk kepen ngan di atas, biasanya peta topografi hanya disediakan
lembaga tertentu demi kepen ngan di dunia pendidikan.
2. Peta geologi adalah peta yang menampilkan segala kondisi geologi yang ada di lapangan.
Tujuan dibuat peta geologi (Coe, 2010):
a. Merekam posisi fitur geologi tertentu atau singkapan
b. Membantu memahami Sejarah geologi suatu daerah
c. Menemukan sumberdaya alam dan memahami cara terbaik untuk mengeksploitasinya
d. Mengiden fikasi potensi bahaya (misalnya sesar, gunung berapi, Gerakan massa,
endapan berbahaya)
e. Mendapatkan wawasan mengenai lingkungan bawah permukaan yang mengatur tanah,
drainase, pertanian dan ekosistem
f. Memberikan dasar untuk merekonstruksipenampang geologi detail dan visualisasi
lapisan bawah permukaan.
Palu geologi dak hanya dimanfaatkan sebagai pemecah batuan, namun juga dapat
dimanfaatkan sebagai alat pengukur panjang atau pengukur tebal lapisan bataun. Oleh
sebab itu sebelum anda memanfaatkan palu geologi untuk tugas kerja dilapangan, ukur
terlebih dahulu panjang kepala palu (head of hammer) dan panjang gagang palu (arm of
hammer) secara keseluruhan.
Selain itu palu geologi juga dapat digunakan untuk menentukan kekerasan dan ngkat
kelapukan batuan
c. Lup berfungsi Untuk membantu mengama struktur batuan yang sulit diama dengan
mata telanjang seper mineral atau tekstur batuan.
d. GPS berfungsi untuk Membantu orientasi koordinat STA di lapangan
e. Larutan HCL berfungsi untuk Untuk membantu mengetahui keberadaan kandungan
karbonat pada batuan
f. Kantong sampel atau kantong contoh batuan dapat digunakan kantong plas k yang kuat
atau kantong jenis lainnya asal kuat yang dapat dipakai untuk membungkus contoh-contoh
batuan dengan alat yang baik
g. Komparator bu r digunakan untuk membantu mengetahui atau membandingan ukuran
bu r pada batuan berdasarkan standar ukuran bu r sedimen ataupun mineral.
Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta.
Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah
utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut
sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di sebelah selatan Kampus
Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan Selatan (Southern Mountains).
2 Kondisi Geomorfologi
Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar
endapan Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G.
Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di atas
muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan rendah.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang
keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng
sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-
Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan dan
selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan pengering
utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi
daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai
Dengkeng
Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir
dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara
Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau
pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang
berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini dikeringkan (direklamasi)
oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Reklamasi ini
dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga
air yang datang dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah
dataran rendahnya yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang
digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di
daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai
Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan
irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.
Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari
sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat
mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat
aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur.
Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G.
Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi
batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 – 40 cm. Di daerah
G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang massif,
menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di antara G. Tugu dan
G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan batuan metamorfik
(mica schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili
oleh puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian
paling utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak,
G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak
mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak pada
sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona
lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan desa.
Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis mika .
singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar
kolom (columnar joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat
mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan
pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah
konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada area pedesaan di
tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa serta
batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan
berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam
Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit Wungkal dan
bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat penggalian
penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.
Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan deretan
perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di
lereng selatan Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama mulai dari
sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala terdapat £ragmen
sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu
lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga
terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan
karena kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran.
Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada
pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan penyelidikan serta
rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi
cukup baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung
Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut
dijumpai tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh
batu gamping berlapis.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang
menonjol dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit
Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu
gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf,
sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen.
Untuk daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai merupakan bagian
dari Fonnasi Kebo, Butak dan Semilir. Beberapa lokasi singkapan penting penting
antard lain sekitar Lanang dan desa Tegalrejo dijumpai” batu pasir tufan dengan sisipan
serpih. Di selatan desa Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik
dengan pola retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk submarine breccia. Semakin
ke selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan endapan kip
as aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis
dengan pelapukan mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-
abu dengan zona kekar.
Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen akan dijumpai
dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufa
maupun sisipan breksi. Pengamtan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak
keaadaan strtigrafis serta struktur geologi di daerah selatan Kampus Lapangan.
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa filtit,
sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan hingga
saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk perkiraan umurnya
adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di
dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan
sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir
batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary
Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak
garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup
oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian
atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn.
Keberadaan forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera plangtonik yang sangat
jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen
Tengah hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi
Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping
diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagJn
timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di
Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang
miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir
dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan.
Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan
(1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan
teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah
merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi
magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati--
hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh
pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi
terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode
transgresi dan menghasilkan pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen
Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sarna dengan
Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu
Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi Wungkal-
Gampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan
Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan
turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik.
Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang
memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif
sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang
diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi
daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang
masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah
utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.
1. Formasi Kebobutak, bagian atas perselingan batupasir, batulempung dan lapisan tuf
asam. Bagian bawah batupasir, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan
aglomeratberupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur Oligosen
hingga miosen awal
2. Formasi Semilir, berupa tufm breksi patuapung dasitan, batupasir tufan dan serpih .
Umur awal miosen hingga Tengah miosen dan menjari dengan Formasi Nglanggran
dan formasi sambipitu.
3. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, aglomerat dan lava andesit-basal dan tuf.
4. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai
Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek.