Anda di halaman 1dari 10

/ Krisis Air Bersih dan Darurat Kekeringan serta Kebutuhan Dunia Pada Khilafah /

Oleh: Dr. Rini Syafri (Pemerhati Kemaslahatan dan Kebijakan Publik)

#MuslimahNewsID -- Krisis air bersih dan darurat kekeringan akut tengah melanda hampir seluruh
wilayah Indonesia bahkan berbagai penjuru dunia. Ini menjadi petunjuk bahwa di tangan peradaban
barat sekuler bumi tengah menderita kerusakan lingkungan yang sangat parah.

Sebab, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan sumber daya air yang berlimpah.
Berikut mekanis daur air agar air lestari bagi kehidupan. Tidak hanya itu Allah subhanahu wa ta’ala
juga menciptakan keseimbangan pada segala aspek yang dibutuhkan bagi keberlangsungan daur air,
mulai dari hamparan hutan, iklim, sinar matahari, hingga sungai, danau dan laut.

Krisis air bersih dan darurat kekeringan dapat dikembalikan kepada dua penyebab utama. Pertama,
deforestasi yang begitu pesat; Kedua, liberalisasi atau privatisasi sumber daya air. Penyebab pertama,
tampak dari hasil penelitian terkini para ahli iklim, lingkungan dan sumber daya air. Yakni, laju
deforestasi yang sangat cepat berpengaruh kuat terhadap daur air. Secara langsung berupa hilangnya
wilayah tagkapan air dan penguapan. Tidak langsung berupa peningkatan suhu global dan iklim
ekstrim.

Kondisi ini diperparah oleh penyebab utama kedua, yakni liberalisasi sumber daya air yang
mengakibatkan eksploitasi mata air oleh ribuan industri air minum dalam kemasan (AMDK). Selain
liberalisasi air bersih perpipaan sehingga akses air bersih kian terbatas, dan liberalisasi sungai-danau-
laut sehingga kian tercemar.

Penting diingat, laju deforestasi yakni alih fungsi hutan yang begitu pesat selama beberapa dekade
terakhir bukanlah karena tekanan populasi manusia sebagaimana yang banyak disangkakan, tetapi
lebih karena tekanan politik globalisasi dengan sejumlah agenda neoliberal yang hegemoni.
Diantaranya berupa liberalisasi sumber daya alam kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan
kawasan ekonomi khusus dan energi baru terbarukan.

Semuanya, baik deforestasi dengan segala aspeknya, maupun liberalisasi sumber daya air dengan
segala wujudnya memiliki ruang yang subur dan luas dalam sistem kehidupan sekuler. Khususnya
sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi yang melegalkan kelalaian negara.

Sementara itu, krisis air bersih dan darurat kekeringan yang berlanjutan menunjukan upaya
penanggulan dalam bingkai neoliberal telah gagal. Baik konsep ekonomi hijau, ekonomi biru yang
ditujukan untuk mengatasi deforestasi dan pemanasan global, maupun konsep pengelolaan sumber
daya air terpadu (Integrated Water Resources Management - IWRM) yang ditujukan untuk pelestarian
sumber daya air.

Hasilnya, puluhan juta jiwa tetap tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi yang baik
bahkan kian parah tiap kali musim kemarau datang. Ratusan ribu warga terdampak kekeringan. Tak
hanya Indonesia, pun seluruh dunia. Tiap hari 3.800 anak jiwanya melayang sia-sia.

Sementara, tercatat dalam sejarah peradaban Islam yang agung kota-kota Islam abad pertengahan
memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang sangat maju. Demikian pula halnya di pedesaan dan
wilayah pertanian. Sebagai indikasi terjaganya kelestarian lingkungan yang penting untuk daur air
khusunya hutan. Disamping menunjukan tata kelola sumber daya air yang baik dan benar. Buah yang
pasti ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah.
===
Potensi Sumber Daya Air Berlimpah

Subhanallah, hampir 71% permukaan bumi terdiri dari air. Kelimpahan itu begitu menonjol di negeri
ini. Sebab, sekitar 21% total sumber air di wilayah Asia-Pasifik berada di wilayah Indonesia. Disamping
itu, tampak dari begitu banyaknya jumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan cekungan. Yaitu, 470 DAS
dan telah teridentifikasi 232 cekungan air tanah. Ada 53 cekungan di Sumatra, 70 cekungan di Jawa, 15
cekungan di Kalimantan, 40 cekungan di Sulawesi, 3 cekungan di Bali, 8 cekungan di NTB, 20 cekungan
di NTT, 6 cekungan di Maluku dan 17 cekungan di Irian Barat.

Di samping itu, meski volume air tawar kurang dari 1%, namun bila dibagi rata kepada seluruh
penduduk di bumi ternyata lebih dari cukup. Bila penduduk bumi ada 7 miliar orang, maka setiap
orang mendapat 1.457 m3 per hari. Sementara kebutuhan minimal air bersih setiap orang menurut
standar WHO hanya 50 m3.

Ketersediaan air yang berlimpah di bumi ditegaskan Allah subhanahu wa ta’ala, “... dan dari air kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (TQS Al Anbiyaa:
2). Keberlimpahan air tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tapi juga bagi lestarinya
kehidupan. Semua kondisi itu menunjukan bahwa darurat kekeringan dan krisis air bersih sejatinya
bukan karena kurangnya sumber daya air.
===
Daur Air Dan Keseimbangan Alami

Maha besar Allah yang tidak saja menciptakan air yang memadai, supaya lestari dan terbarukan. Pun
Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan mekanisme kolosal ilmiah yang menakjubkan. Yaitu, siklus
hidrologi atau daur air. Sehingga secara fisik jumlah air tak pernah berkurang. Melalui presipitasi
107.000 – 119.000 km3 uap air terkondensasi setiap tahun. Jumlah yang sangat memadai bagi
pemenuhan kebutuhan dasar kehidupan dan aktivitas manusia. Tentunya selagi daur air berlangsung
normal.

Betapa pentingnya hutan bagi keberlangsungan daur air digambarkan sebagai berikut; Pohon
mengambil kelembaban dari tanah dan mengolahnya, mengangkatnya ke atmosfer. Sebuah pohon yang
sudah dewasa melepaskan 1.000 liter air uap setiap hari ke atmosfer. Seluruh hutan hujan Amazon
mengirimkan 20 miliar ton per hari. Uap air menciptakan awan dengan bantuan gas-gas yang mudah
menguap seperti terpena dan isoprena, yang dipancarkan oleh pepohonan secara alami, untuk
membentuk hujan. Bank-bank awan yang kaya akan air ini menempuh perjalanan panjang digerakkan
oleh angin, sabuk konveyor untuk pengiriman pengendapan yang oleh para ilmuwan disebut sungai
terbang.

Subhanallah, agar siklus air berlangsung normal Allah subhanahu wa ta’ala pun telah menciptakan
segala sesuatu dalam keseimbangan. Mulai dari hamparan hutan, intensitas mata hari, temperatur
hingga sungai, lautan dan danau. “Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?” (TQS
Ar Rahmaan: 13). Indonesia sendiri memiliki hamparan hutan hujan tropis terluas di dunia.

Namun, hari ini keseimbangan alamiah tersebut dirusak. Cuaca ekstrim dan pemanasan global serta
deforestasi ditenggarai para ahli sebagai faktor yang paling bertanggungjawab terhadap gangguan
siklus air. Semua berujung pada darurat kekeringan dan krisis air bersih, disamping pencemaran
sungai dan danau serta eksploitasi mata air. Kondisi ini diperparah oleh liberalisasi air bersih
perpipaan. Sungguh kerusakan yang begitu nyata.
===
Ketika Keseimbangan Dirusak: Cuaca Ekstrim dan Deforestasi

Dampak buruk cuaca ekstrim serta pemanasan global terhadap keberlangsungan daur air telah
dinyatakan para ahli lingkungan. Pemerhati dan pakar lingkungan Universitas Riau, Tengku Ariful
Amri menyatakan, "Banyangkan, sirkulasi air yang seharusnya tidak pernah berhenti dari atmosfer ke
bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi kini terasa
kian tersendat sehingga terjadi penumpukan penguapan akhirnya menyebabkan kondisi ekstrim di
berbagai wilayah Tanah Air."

Selanjutnya ia berujar, "Hal ini bisa jadi karena alamdi wilayah kita tidak lagi terjaga dengan baik dan
mengalami kerusakan parah." Bisa jadi pula, kondisi ini disebabkan berbagai hal antara lain hutan di
sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) sudah tidak memadai, ditambah dengan kondisi lingkungan
yang kian kritis.

Artinya, iklim ekstrim dan pemanasan global sendiri terjadi karena ulah manusia. Yakni, penebangan
hutan untuk penggunaan bukan hutan. Bahkan deforestasi hutan tropis bertanggungjawab atas
seperlima dari emisi gas rumah kaca di bumi, lebih dari akumulasi jumlah emisi yang dihasilkan
kereta, pesawat dan mobil di seluruh dunia.

Dijelaskan pula dalam artikel bertajuk “Deforestation and Drought”, bahwa penebangan hutan
mengakibatkan pelepasan karbon dioksida yang tersimpan, yang memerangkap panas dan
berkontribusi terhadap pemanasan atmosfer. Tetapi hutan juga memengaruhi iklim dengan cara lain,
yaitu menyerap lebih banyak energi matahari daripada padang rumput, misalnya, atau melepaskan
sejumlah besar uap air. Banyak ahli percaya bahwa deforestasi dan penggundulan hutan yang sedang
terjadi dalam skala besar, terutama di Amerika Selatan, secara signifikan telah mengubah iklim dunia.

Sementara laju deforestasi di seluruh dunia berlangsung begitu dahsyat. Lebih dari satu juta hektar
hutan yang sebagian besar merupakan hutan tropis hancur setiap bulannya di dunia – setara dengan
area hutan seluas satu lapangan bola hancur setiap detik.

Indonesia dengan tutupan hutan hujan tropis terluas di dunia setelah Barzil dan Kongo kondisinya tak
kalah memprihatinkan. Laju deforestasi termasuk yang tercepat di dunia. Mencakup hutan di Aceh
hingga Papua. Karenanya tidak heran kekeringan terutama di musim kemarau menimpa dari ujung
timur Merauke hingga ujung barat di Aceh.

Deforestasi hutan tropis Gunung Slamet, mengakibatkan dalam kurun waktu sepuluh tahun (2001-
2011) 1.321 mata air hilang. Gunung Slamet terletak di antara lima kabupaten di Provinsi Jawa Tengah,
yaitu Brebes, Banyumas, Purbalingga, Tegal dan Pemalang. Puluhan ribu waga di puluhan desa di ke
lima Kabupaten saat ini menderita kekeringan.

Deforestasi pegunungan Cycplosdi Kabupaten Jayapura. Diperkirakan dari sekitar 35 sungai yang
mengelilingi Cagar Alam Cyclops, saat ini 11-13 sungai telah kering.
Deforestasi hutan Gunung Rinjani di Pulau Lombok NTB, mengakibatkan DAS yang kritis di Pulau
Lombok mencapai 71,59% dari 482 DAS, di Pulau Sumbawa mencapai 73,09 persen dari 482 DAS. Dari
1,07 juta hektare luas hutan NTB, lahan kritis mencapai 578 ribu ha. Saat ini sejumlah wilayah NTB
mulai mengalami kekeringan. Kondisi bendungan besar baik di Pulau Lombok maupun Sumbawa
sudah kritis.

Gunung Muria di wilayah utara Jawa Tengah bagian timur, termasuk ke dalam wilayah Kabupaten
Kudus di sisi selatan, di sisi barat laut berbatasan dengan kabupaten Jepara, dan di sisi timur
berbatasan dengan kabupaten Pati. Deforestasi 43 ribu hektare dari 63 ribu hektare hutan gunung
Muria mengakibatkan sekitar 25 sumber mata air yang mengalir ke daerah Kudus mengering.

Di Aceh deforestasi dapat mencapai 20,79 hektare setahun. Pun di wilayah Sumatera lainnya,
Kalimantan, dan Sulawesi berdampak nyata terhadap kekeringan sungai dan mata air. Sungguh
mengkhawatirkan.
===
Liberalisasi SDA; Agenda Neolib KEK dan EBT Akibatkan Laju Deforestasi Kian Cepat

Penting untuk dicatat, laju deforestasi yang begitu tinggi bukanlah karena tekanan populasi manusia
sebagaimana yang banyak disangkakan. Akan tetapi lebih karena tekanan politik globalisasi dengan
berbagai agenda neoliberal yang hegemoni. Baik liberalisasi SDA kehutanan dan pertambangan
maupun pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zone (SEZ) dan proyek Energi
Baru Terbarukan (EBT) terutama biofuel.

Tragis, liberalisasi SDA kehutanan melenyapkan jutaan hektar hutan hujan tropis yang begitu berharga
bagi keberlangsungan daur air. Demikian pula liberalisasi sektor pertambangan, mengakibatkan
sedikitnya 6,3 juta hektare hutan lindung terancam. Kondisi ini diperparah oleh pembangunan 12
kawasan KEK.

Laju deforestasi yang mengkhawatirkan akibat pembukaan KEK setidaknya tergambar dari
pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api (KEK TAA). Kawasan seluas 2.030 hektare
di Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ini berada di wilayah pesisir timur
kabupaten Banyuasin. Umumnya berupa hutan mangrove dan rawa gambut dengan luas wilayah
mencapai 3.632 km2 atau lima kali luas Singapura. KEK TAA mengaharuskan alih fungsi hutan lindung
pantai Air Telang yang luasnya mencapai 12.360 hektare untuk pelabuhan termasuk Pelabuhan
Internasional Tanjung Carat. Selebihnya untuk perkebunan sawit, perumahan, jalan dan pembangunan
lain.

Sementara itu, terdapat 12 KEK di Indonesia, yaitu KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan, KEK Sorong,
KEK Morotai, KEK Bitung, KEK Palu, KEK Mandalika, KEK Tanjung Lesung seluas 1500 hektare, KEK
Tanjung Kelayang, KEK Tanjung Api-Api, KEK Sei Mangkei, dan KEK Arun Lhokseumawe.

Adapun tentang EBT, Presiden Joko Widodo pada Confrence of Parties ke 21 (COP 21) di Paris tahun
2015 menyampaikan pernyataaan nasional di hadapan 196 Negara tentang komitmen Indonesia
mengikuti agenda perubahan iklim global, termasuk dalam penggunaan energi biofuel. Komitmen yang
sama kemudian dipertegas pada KTT 20 Juli lalu di Jerman. Saat ini Indonesia telah mengadopsi
mandatori biodiesel blending 20 persen (B-20) dan ditargetkan 30 persen (B-30) pada tahun 2025.
Komitmen politik neoliberal ini sungguh sangat mahal. Laporan Greenpeace berjudul ‘How The Palm
Oil Industry is Cooking the Climate’ menyatakan bahwa Indonesia telah kehilangan 74 juta hektare
hutan sejak 50 tahun terakhir untuk keperluan industri kehutanan, minyak kelapa sawit adalah salah
satunya. Angka kehilangan hutan Indonesia hingga 2010 adalah sekitar 1,8 juta hektare pertahun.

Sementara itu organisasi lingkungan Jerman Naturschutzbund melaporkan pada lamandw.com, 2 juni
2016; yang bertajuk Bagaimana Ambisi Iklim Eropa Membunuh Hutan Indonesia, menegaskan bahwa
penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran untuk biodiesel meningkat enam kali lipat antara
tahun 2010 dan 2014. Jumlah minyak sawit yang diimpor Eropa dari Indonesia tahun 2012 saja
membutuhkan lahan produksi seluas 7000 km2.

Hutan basah Kalimantan yang menjadi habitat alami bagi berbagai jenis satwa adalah yang paling
terancam oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, penambangan dan pertanian. Menurut WWF
Kalimantan akan kehilangan 10-13 juta hektar hutan antara 2015 hingga 2020.

Ditegaskan menjauhi bahan bakar fosil jauh lebih berbahaya. Seperti termaktub dalam laporan terbaru
Rainforest Foundation Norway, bahwa biofuel berbasis minyak sawit lebih buruk dampaknya terhadap
iklim dari pada bahan bakar fosil itu sendiri. Laporan bertajuk “For Peta’s Sake” yang ditulis Dr. Chris
Malins pakar kebijakan bahan bakar rendah karbon terkenal dari Rainforest Foundation Norwegia
berkesimpulan, “Terdapat bukti yang meyakinkan penggunaan biofuel kelapa sawit lebih buruk
beberapa kali terhadap iklim dari pada bahan bakar fosil”
(https://www.regnskog.no/en/news/norway-bans-palm-oil-based-biofuel-in-its-public-procurement

Pada akhirnya, baik liberalisasi sumber daya alam dan pertambangan, pembangunan KEK dan program
EBT biofuel semakin mempercepat laju deforestasi.
===
Privatisasi Sumber Daya Air, Kesalahan Yang Fatal

Privatisasi, diartikan secara sempit sebagai, “sale of publicly owned enterprise's assets or shares to the
individuals or private firms”; secara luas diartikan, “government's role and functions and to put
forward some methods or policies in order to strengthen free market economy.”

Kebijakan pemerintah pro pasar dalam pengelolaan sumber daya air pertama kali dinyatakan dalam
dokumen yang dipublikasi Bappenas tahun 2003. Dokumen berjudul, “Kebijakan Pembangunan Air
Minum Dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat”, menyatakan pemerintah mengadopsi
prinsip Dublin-Rio. Selengkapnya dinyatakan pada halaman 5, “ … keberlanjutan merupakan kata kunci
dalam penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan bagi masyarakat, ... Dalam upaya mencapai
tujuan tersebut maka disepakati bahwa pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan harus mengikuti prinsip Dublin-Rio.”

Muatan ideologi kapitalistik dalam prinsip Duplin-Rio terlihat jelas dalam prinsip yang berbunyi,
“Water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic
goods.”

Ini artinya pemerintah tak lagi memposisikan air sebagai barang sosial, tetapi sebagai barang ekonomi
untuk diprivatisasikan (baca: diserahkan) pada investor/korporasi. Indikasi itu terlihat dalam
pernyataan pada bagian pendahuluan, yang berbunyi, “….salah satu alasan mengapa perlu ada
pembaharuan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan adalah karena kurang
efektif dan efisiennya investasi yang telah dilakukan pada pembangunan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan”.

Prinsip Dublin-Rio yang kapitalistik kemudian dikemas dalam wujud konsep pengelolaan sumber daya
air terpadu atau Integrated Water Resources Manajement (IWRM). Direspon positif karena terkesan
ilmiah, rasional dan berpihak pada masyarakat. Dinyatakan, IWRM, sangat dipengaruhi oleh prinsip
Dublin-Rio dan gagasan yang ditonjolkan adalah Integration, Decentralization, Participation, and
Economic and Financial Sustainability.

Selain itu pemerintah juga mengadopsi logika batil prinsil Dublin dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang
SDA, yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi seiring menguat tuntutan publik agar
pengelolaan air di kembalikan ke negara. Namun privitasi dan liberalisasi sumber daya air tetap
berlangsung seiring diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 121 tentang Pengusahaan Sumber Daya
Air. Jadi tidak heran, bila kemudian agenda privatisasi bergulir deras dalam pengelolaan sumber daya
air di Indonesia.
===
Industrialisasi Mata Air (AMDK) Harus Bertanggung Jawab

Eksploitasi mata air pebisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) disinyalir kuat juga
bertanggungjawab terhadap darurat kekeringan dan krisis air bersih hari ini. Sebagai contoh
kekeringan yang diderita penduduk Desa Caringin Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Desa
yang terletak di kaki gunung Salak ini memiliki enam sungai dengan air yang banyak. Penelitian yang
dilakukan pada tahun 2009 menunjukan industrialisasi air minum dalam kemasan pada lahan seluas
5,5 ha oleh 5 perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) telah menghilangkan wilayah tangkapan
air (catchment area).

Selain itu, berdasarkan studi tentang sumber daya air tanah yang dilakukan oleh Direktorat Geologi
Tata Lingkungan, Departemen Energi dan Sumber daya Mineral pada tahun 1998, di Desa Caringin
tersebut, menunjukkan terjadi eksploitasi air bersih secara besar-besaran. Debit sumber air yang
dieksploitasi oleh salah satu perusahaan AMDK di desa Caringin tersebut, yaitu PT Ega Tirta Kalista
mencapai 200 liter per detik. Kemungkinan 4 perusahaan AMDK yang lain juga memiliki debit yang
hampir sama. Oleh karena itu secara total debit air yang dieksploitasi oleh semua perusahaan AMDK
pasti sangat tinggi.

Berapa banyak air yang dieksploitasi? Fantastis, dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat. Pada
tahun 2009 total produksi AMDK 12,8 miliar liter, pada tahun 2010 meningkat menjadi 13,7 miliar
liter. Dan Tahun 2016 seiring perluasan pabrik dan hadirnya pabrik-pabrik baru di tanah air, produksi
mengalami peningkatan menjadi sebesar 26,90 miliar liter.

Selain di Sukabumi, kekeringan juga melanda Klaten, Kudus, Kulon Progo, Ungaran, dan banyak
wilayah yang perusahaan air minum dalam kemasan berproduksi.
===
Kian Runyam Oleh Liberalisasi Air Bersih Perpipaan

Air bersih perpipaan dengan berbagai teknologi terkini semestinya menjadi solusi cepat darurat
kekeringan dan krisis air bersih. Namun liberalisasi dan komersialisasi semakin menambah beban
penderitaan masyarakat. Karena bagi korporasi untung di atas segalanya, akibatnya, tidak saja harga
yang sangat mahal, jangkauan dan kualitasnyapun jauh dari harapan. Fenomena air bersih perpipaan
Ibu Kota Jakarta adalah contoh terbaik. Dinyatakan, mayoritas masyarakat miskin Jakarta, sulit
mendapatkan air bersih, terlebih setelah PAM Jaya diprivatisasi. Tak hanya itu, harga air di Jakarta
lebih tinggi dari beberapa negara Asean, seperti Singapura, Malaysia maupun Filipina!

Tuntutan publik agar pengelolaan air bersih perpipaan sepenuhnya berada di tangan negara hanyalah
harapan kosong. Sebab, tampaknya kontrak dengn Palyja dan Aetra akan diperpanjang hingga tahun
2024. Pslyja dan Aetra merupakan dua korporasi yang diserahi pemerintah hak menguasai hajat air
bersih perpipaan puluhan juta jiwa penduduk Ibu kota.
===
Sistem Kehidupan Sekuler Biang Keladi

Bila ditelaah secara mendalam semua aspek yang berkontribusi terhadap darurat kekeringan dan
krisis air bersih, baik itu aspek deforestasi, liberalisasi mata air oleh pebisnis AMDK dan liberalisasi air
bersih, semuanya memiliki ruang subur dan lapang dalam sistem kehidupan sekuler, khususnya sistem
ekonomi kapitalis dan sistem politik demokrasi. Berikut dengan paradigma dan logika-logika batil yang
menjadikan air dan hutan sebagai barang komersial.

Bahwa sistem ekonomi kapitalis bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan termasuk


deforestasi juga ditegaskan para peneliti ekonomi kapitalis sendiri. Masoud Movahed misalnya,
peneliti ekonomi pada New York University dan Harvard Economics Review dalam makalahnya yang
berjudul “Does capitalism have to be bad for the environment?”

Makalah yang disampaikannya pada pertemuan tahunan ekonomi World Economic Forum tahun 2016
memaparkan bahwa pertumbuhan dan konsumerisme adalah inti sistem ekonomi kapitalis. Tuntutan
untuk terus meningkatkan produksi dan konsumsi telah mendorong eksploitasi sumber daya alam
secara besar-besaran. Demi menekan biaya produksi dan memenangkan persaingan, beberapa
korporasi tak segan mengorbankan kelestarian lingkungan.

Demikianlah kuatnya cengkraman neoliberalisme di negeri ini. Sayangnya, rezim dengan sistem
pemerintahan demokrasi justru menyokong hal itu. Mereka enggan menghentikannya, bahkan menjadi
fasilitator bagi kerusakan ini. Ujungnya, petaka lingkungan perubahan iklim.

Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah mengingatkan kita dalam QS Ar Rum: 30-41,” Telah tampak
kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah
menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).”

Ayat ini memperingatkan kita agar kembali kepada syariat Allah, termasuk dalam mengatasi persoalan
darurat kekeringan dan krisis air bersih. Aturan itu tak lain berupa sistem kehidupan Islam yang
paripurna, yaitu Khilafah Islam.

===

Solusi Islam
Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan kadar atau karakter alamiah pada setiap
makhluk ciptaan-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al A’la: 3, yang artinya,”Dan yang
menentukan kadar (masing-masing ciptaan-Nya) dan memberi petunjuk)”.

Allah pun telah menciptakan keseimbangan pada semua ciptaan-Nya, sebagaimana firman-Nya “Dia
ciptakan keseimbangan.” (TQS Al A’la: 7). Dan Allah telah mengingatkan agar keseimbangan itu jangan
dirusak, “Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu” (TQS Al A’la: 8). Artinya, kesejahteraan di
seluruh penjuru alam hanya akan terwujud, termasuk bebas dari darurat kekeringan dan krisis air
bersih manakala syariat Allah subhanahu wa ta’ala diterapkan.

Penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah meniscayakan keseimbangan dan kelestarian
alam terjaga khususnya keberadaan hutan dan lahan serta iklim yang kondusif untuk keberlangsungan
siklus air. Di sisi lain meniscayakan terwujudnya tata kelola sumber daya air yang benar. Sehingga,
krisis air bersih dan darurat kekerangan dapat segera diatasi. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala sendiri
telah menegaskan, ”Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi seluruh alam” (TQS Al An-Anbiyaa: 107).
===
Adapun pandangan Islam agar deforestasi dan liberalisasi sumber daya air segera berakhir, di
antaranya adalah: Pertama, pada faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis
yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Demikian pula sumber-sumber mata air
yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat. Karena itu pada hutan dan sumber-sumber
mata air, sungai danau dan lautan secara umum melekat karakter harta milik umum sebagaimana
ditegaskan Rasulullah ‫ ﷺ‬yang artinya,”Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang
rumput/hutan, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Kedua, status hutan, sumber mata air, danau, sungai dan laut sebagai harta milik umum,
menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. Tiap individu publik memiliki hak yang sama
dalam pemanfaatannya dan tidak menghalangi siapapun dalam pemanfaatannya. Artinya,
pemanfaatannya tidak boleh membahayakan atau menimpakan bencana baik pada diri sendiri maupun
orang banyak. Sebab, hal ini diharamkan Islam. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, artinya,”Tidak boleh
membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Ketiga, Negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya dalam
pengelolaan harta milik umum. Rasulullah ‫ ﷺ‬menegaskan yang artinya,”Imam adalah ibarat
penggembala dan hanya dialah yang bertanggungjawa terhadap gembalaannya (rakyatnya),” (HR
Muslim). Artinya, hak konsesi (pemanfaatan secara istimewa khusus) terhadap hutan, sumber-sumber
mata air, sungai, danau dan laut, karena konsep ini tidak dikenal dalam Islam.

Pemanfaatan secara istimewa (hima) hanyalah ada pada tangan negara, denga tujuan untuk
kemashlahatan Islam dan kaum muslimin. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Tidak ada hima (hak
pemanfaatan khusus) kecuali bagi Allah dan Rasulnya” (HR Abu Daud).

Keempat, Negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga
terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun berada. Dan
status kepemilikannya adalah harta milik umum dan atau milik negara. Industri ini dikelola
pemerintah untuk kemashlahatan Islam dan kaum muslimin.
Hal ini kembali pada kaedah bahwa status hukum industri dikembalikan pada apa yang
dihasilkannnya. Untuk semua itu, Negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sains dan teknologi,
memberdayakan para pakar, seperti pakar ekologi, pakar hidrologi, pakar tekhnik kimia, teknik
industri dan ahli kesehatan lingkungan. Sehingga terjamin akses setup orang terhadap air bersih gratis
atau murah secara memadai, kapanpun dan dimanapun ia berada.

Kelima, negara harus bebas dari agenda penjajahan termasuk agenda hegemoni climate change dan
global warming. Sebab, Islam telah mengharamkan penjajahan apapun bentuknya. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman dalam QS Al Maaidah: 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan
kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.

Keenam, harus ada koreksi total yang didasarkan paradigma dan prinsip Islam terhadap paradigma,
visi, misi dan pelaksanaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hari ini, utamanya biofuel berbasis
minyak sawit.

Ketujuh, kekuasaan bersifat sentralisasi, administrasi bersifat desentralisasi. Hal yang menjadikan
Negara dan Pemerintah memiliki kewenangan yang memadai untuk menjalankan secara optimal dan
maksimal fungsi raa’in dan junnah.

Inilah sejumlah prinsip sohih untuk mengakhiri krisis akut air bersih dan darurat kekeringan.
Keseluruhan konsep ini adalah aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam. khilafah Islam.
Sistem politik yang didesain Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan fitrah, karakter alamiah makhluk
cipataan-Nya.
===
Peradaban Islam, Air dan Lingkungan Lestari

Fakta sejarah peradaban Islam yang agung menunjukkan bagaimana sistem kehidupan Islam sukses
menjaga kelestarian air berikut segala faktor lingkungan yang dibutuhkannya. Tampak dari
berlimpahnya air di kota-kota besar, seluruh pemukiman penduduk hingga desa dan wilayah
pertanian.

Kota-kota Islam abad pertengahan sudah memiliki sistem manajemen dan pasokan air yang sangat
maju untuk mengalirkan air ke semua tujuan. Di Samarra, air dibawa oleh hewan dan saluran
pengumpan, yang mengalir sepanjang tahun.Jalan raya yang luas dan panjnag hingga luar kota, dengan
saluran pengumpan yang membawa air minum mengapitkedua sisi jalan.

Keahlian teknik serupa disponsori oleh Zubaida, istri Khalifah Harun al-Rashid untuk memasok Mekah
dengan air. Baghdad, dengan populasi lebih dari 800.000 (abad ke 10) dilayani oleh sistem kanal yang
memberikan akses kota ke laut. Pada tahun 993, terhitung 1500 pemandian umum.

Seluruh dunia Muslim, di tandai dengan air yang mengalir di sungai, kanal, atau qanat (saluran bawah
tanah) ke kota. Air disimpan dalam tangki, untuk disalurkan melalui pipa-pipa bawah tanah ke
berbagai tempat. Seperti, tempat tinggal, bangunan umum dan kebun. Air yang berlebih mengalir
keluar dari kota ke sistem irigasi.

Kota Suriah dan Damaskus paling disukai karena memiliki sistem air yang luas dan lengkap. Sungai
Barada, Qanawat, dan Banyas memasok kota melalui dua set kanal bawah tanah, satu untuk air tawar,
yang membawa air ke masjid, sekolah, pemandian, air mancur umum dan rumah pribadi, sedang yang
lainnya untuk drainase.

Samarkand memiliki sistem perpipaan timah. Air dialirkan melalui saluran berjajar. Ahli geografi al-
Istakhri (pertengahan abad ke-10) mengatakan bahwa di kota, ada persediaan air untuk yang
kehausan. Ia pun jarang sekali melihat penginapan, sudut jalan, atau lapangan tanpa pengaturan air. Ia
menambahkan bahwa air bersirkulasi dan dialirkan ke pasar pipa timah.

Bagi muslim di Barat, di Marrakech, air dialirkan ke kota untuk minum dan irigasi melalui saluran
bawah tanah, terutama dari pegunungan yang berjarak dua puluh mil ke selatan. Di Fes, ahli geografi
Ibn Hawqal, pada abad ke-10, mencatat pasar dicuci setiap hari. Tiga abad kemudian, diamati, sebagian
besar rumah disilangkan oleh 'sungai', dan di setiap rumah, terlepas dari ukurannya, ada air mancur
yang mengalir. Air di kota juga digunakan untuk mencuci jalan dan beroperasi antara 300 - 400 kincir
air.

Kota-kota besar di wilayah Timur memiliki saluran air mengalir; dan di mana-mana dapat ditemukan
banyak kolam dan pemandian. Banyak pemandian seperti itu (dialirkan dari mata air mata Tiberias)
masih berfungsi pada tahun 1914, selama 24 jam sehari. terdapat hostel bagi para pelancong yang
datang dari negeri yang jauh untuk bermalam dengan hangat dan nyaman.

Di Spanyol, pemandian umum dapat ditemukan bahkan di desa terkecil; di pertengahan abad ke-10.
Cordova sendiri memiliki 900 buah. Sementara, seperti catatan Scott, pada abad ke-18, terjadi
sebaliknya, tidak ada banyak di seluruh Eropa. Kaum Muslim memiliki kebiasaan mandi setiap hari,
dan karenanya, pemandian umumnya disediakan untuk pria di pagi hari dan wanita di sore hari.

Tidak hanya perkotaan, pemukiman penduduk dan pedesaan, lahan-lahan pertanian pun terairi
dengan memadai. Semua ini mengindikasi bagaimana di bawah naungan perdaban Islam daur air dan
segala aspek yang menjaga keberlangsungannya terjaga. Baik hutan, iklim, sungai, dan danau.

Karenanya kehadiran khilafah adalah kebutuhan yang mendesak. Tidak saja bagi Indonesia tapi juga
dunia. Lebih dari pada itu, khilafah adalah ajaran Islam yang disyari’atkan Allah subhanahu wa ta’ala.
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi
antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (TQS Al Anfal
(8): 24).

Anda mungkin juga menyukai