Anda di halaman 1dari 18

SEXING SPERMATOGENESIS

• Keberadaan spermatozoa dalam proses pembentukan jenis


kelamin pada kebanyakan makhluk hidup khususnya mamalia,
mempunyai arti penting karena spermatozoa menentukan
jenis kelamin seekor anak ternak
• Berdasarkan kromosom sex yang dibawanya, spermatozoa pada
mamalia dapat dibedakan atas spermatozoa pembawa kromosom X
(spermatozoa X) dan spermatozoa pembawa kromosom Y
(spermatozoa Y).
• Dalam suatu perkawinan, jika spermatozoa Y yang berhasil
membuahi sel telur, anak yang akan dilahirkan adalah jantan
dengan komposisi kromosom secara normal, yaitu XY.
• Sebaliknya jika spermatozoa X yang berhasil membuahi sel telur,
maka akan dilahirkan anak betina dengan komposisikromosom yang
normal yaitu XX. Ketidak hadiran gen testis determining factor akan
menyebabkan gonad primordial berubah menjadi ovarium
Pemisahan Spermatozoa
• Pengamatan yang serius tentang perbedaan antara
spermatozoa X dan Y terutama pada manusia pertamakali
dilaporkan oleh Morgan pada tahun 1919
• Spermatozoa Y umumnya mempunyai kepala yang lebih kecil dan
ringan dibandingkan dengan spermatozoa X
• Shettles (1970) melaporkan bahwa ukuran panjang kromosom
Y adalah 2.35 kali lebih pendek dari kromosom X
• Sumner and Robinson (1976) mengemukakan bahwa kandungan DNA
spermatozoa berkorelasi positif dengan massa bagian kepala
spermatozoa
• Kaneko et al (1983) mengamati bahwa kandungan DNA
spermatozoa Y adalah 2.78% lebih rendah dibandingkan
spermatozoa X
• Krzyzanik and Hafez (1987) berpendapat bahwa walaupun
spermatozoa Y mempunyai ukuran yang lebih kecil karena
mengandung lebih sedikit DNA disbanding spermatozoa X,
tetapi mempunyai gerakan yang lebih cepat

spermatozoa Y mengandung materi genetic yang


lebih sedikit, sehingga lebih ringan dalam bergerak
dan mempunyai motilitas yang lebih aktif
dibandingkan spermatozoa X.

Upaya memisahkan spermatozoa X dan Y untuk


mengendalikan jenis kelamin ternak yang diproduksi
Teknik pemisahan spermatozoa
1. Nevo et al., [1960] teknik Motility and Electrophoretic
Separation
2. Bennet and Boyce [1973] Penggunaan metode HY antigen
3. Moore and Hibbit [1975] teknik Iso Electric Focusing
4. Corson et al [1984] teknik Sephadex Column
5. Bermink [1984] menggunakan teknik Hormonal Manipulation

Indonesia
• Herman dan Tjokronegoro (1982) dengan menggunakan Human
Serum Albumin (HAS) 10% dan 20% dalam kolom
Hasilnya adalah 71% spermatozoa Y pada lapis 10% dan 72.18%
pada lapis 20% HAS dengan rasio jenis kelamin kelahiran anak
laki-laki 83% dan anak perempuan 27%
• Henri [1982] dengan menggunakan larutan Bovine Serum
Albumin (BSA) pada ternak Domba
• Jaswandi [1992] melakukannya pada ternak Sapi perah.

• teknik pemisahan dengan menggunakan menggunakan larutan


BSA pada kolom (menghasilkan 75-80% spermatozoa Y)
• teknik penyaringan dengan Sephadex (menghasilkan 70-75%
spermatozoa X)
Pemisahan spermatozoa dengan metode
Kolom BSA
Didasarkan pada perbedaan motilitas (kecepatan pergerakan)
antara spermatozoa X dan Y dalam menembus larutan BSA

Teknik pelaksanaan :
1. Penampungan semen
2. pemeriksaan makroskopis (volume, warna, pH, baud an
konsistensi) semen tersebut.
3. pemeriksaan secara mikroskopis.
4. pengenceran semen yang dilakukan pada suhu kamar untuk
mendapatkan konsentrasi spermatozoa yang diinginkan
(Pengencer TRIS, asam sitrat, fruktosa dan aquades)
5. Pemisaahan spermatozoa dilakukan dengan cara
memasukan sample ke dalam kolom yang berisi BSA.
Kolom yang digunakan dilengkapi dengan kran pada
masing-masing bagian (atas dan bawah) untuk
memudahkan pengambilan semen pada setiap bagian
setelah proses pemisahan. Sedangkan larutan BSA yang
digunakan mengandung Tris, glukosa, asam sitrat, BSA dan
aquades.
6. Sampel semen dibiarkan selama kurang lebih dua jam
untuk mengendap
7. diharapkan spermatozoa Y akan bergerak lebih cepat
menembus larutan BSA karena memiliki bentuk dan ukuran
yang lebih kecil dan kandungan DNA-nya lebih sedikit
disbanding spermatozoa X.
8. semen bagian bawah dan atas diambil dengan cara memutar kran
pada masing-masing bagian dan ditampung dengan
menggunakan tabung centrifuge.
Sentrifugasi masing-masing bagian semen pada kecepatan
2800-3200 rpm selama 15 menit, dimaksudkan untuk mendapatkan
endapan semen yang bersih, sedangkan supernatannya dibuang
9. Endapan semen tersebut selanjutnya diencerkan kembali
dengan menggunakan jenis pengencer pada awal
pengenceran
10. dilakukan kembali sentrifugasi untuk mendapatkan
endapan semen yang lebih bersih
11. Hasil sentrifugasi ini selanjutnya diencerkan dengan
pengencer yang mengandung Tris, glukosa, asam sitrat,
kunign telur dan aquades dengan perbandingan yang sama
(1 : 1)
Kelemahan teknik pemisahan ini, antara lain pola pergerakan
spermatozoa yang tidak menentu dalam kolom ----
disebabkan oleh tingginya tingkat kepekaan spermatozoa
terhadap sentuhan yang berakibat terhadap perubahan arah
geraknya
Kondisi ini akan menyebabkan sebagian spermatozoa akan
bergerak ke arah yang berbeda dengan arah pergerakan yang
diharapkan (menuju ke bawah), sehingga pada fraksi semen
bagian atas juga masih didapatkan spermatozoa Y.
Proses sentrifugasi kemungkinan dapat timbul kerusakan pada
membrane plasma sel spermatozoa yang akan mengurangi daya
fertilitas spermatozoa
Efisiensi usaha dalam merubah rasio spermatozoa X dan Y
dipengaruhi oleh beberapa factor :
1.konsentrasi BSA,
2.waktu atau lama spermatozoa menembus larutan BSA
3.konsentrasi spermatozoa yang akan dipisahkan
Pemisahan spermatozoa dengan alat Flow Cytometer
• Perbedaan kandungan DNA antara spermatozoa X dan Y telah
dijadikan dasar bagi penggunaan alat Flow Cytometer untuk
menganalisis kromosom X dan Y
• Prinsip kerja alat Flow Cytometer adalah melewatkan semen ke
dalam flow chamber (ruangan tempat dilewatkan semen) yang
diselubungi oleh kantung (sheath fluid) yang berfungsi
mengantur flow chamber, sehingga spermatozoa yang terdapat
di dalam semen akan mengalir dan akan melewati sinar laser
• Detektor optic akan mengukur intensitas pancaran sinar
fluoresens dari partikel (sel spermatozoa) yang lewat dan
mengubah sinyal tersebut ke dalam pulsa listrik.
• Informasi tentang DNA spermatozoa yang lewat tersebut
digambarkan dalam bentuk tinggi, area, lebar atau bentuk dari
pulsa yang terlihat. Dengan demikian sifat distribusi dan jumlah
DNA spermatozoa dapat diperoleh
• Sel spermatozoa tersebut keluar dari flow chamber dan akan
melewati sepasang charge plates, sehingga terjadi pemisahan
antara sel spermatozoa yang diinginkan (spermatozoa Y) dan
yang tidak diinginkan
• hasil aplikasi alat ini pada ternak sapi, diperoleh rataan
spermatozoa yang dapat dipisahkan ± 4 x 105 sampai 5 x 105
spermatozoa per jam
• Hasil ini berbeda nyata dengan target sesungguhnya pada
waktu mendisain alat ini, yaitu 20-50 x 105 spermatozoa per
jam.
• Angka yang rendah ini diperoleh karena adanya keinginan
untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi dari hasil
pemisahan tersebut
• Walaupun kecil kemungkinan untuk mendapatkan tingkat kemurnian
100%, tetapi pernah dicapai tingkat kemurnian 95%.
• Seidel et al., (1996) menggunakan spermatozoa yang telah
dipisahkan untuk memproduksi anak sapi dengan cara IB.
• Interval waktu melakukan IB dengan waktu melakukan
pemisahan spermatozoa serta tempat menyimpan
spermatozoa sebelum dilakukan inseminasi menjadi perlakuan
dalam penelitian ini.
• Dari 29 ekor sapi yang di IB dengan spermatozoa yang
disimpan pada suhu 5°C diperoleh 14 ekor bunting pada
pemeriksaan kebuntingan minggu ke-4 dan tinggal 12 ekor
yang bunting pada pemeriksaan kebuntingan minggu ke-8.
• Insemiansi yang dilakukan dalam waktu 10 jam setelah
pemisahan spermatozoa, diperoleh kebuntingan 11 ekor
(pemeriksaan minggu ke-8) dari 22 ekor yang diinseminasi dan
hanya 1 ekor yang bunting dari 7 ekor yang diinseminasi
dengan spermatozoa dalam waktu 17-24 jam setelah
pemisahan spermatozoa dilakukan.
• Beberapa hal yang menjadi hambatan sebelum proses pemisahan
spermatozoa dengan alat flow cytometer adalah pencucian
spermatozoa untuk memudahan pelaksanaan pewarnaan
• Pewarnaan dilakukan untuk untuk mendeteksi kandungan DNA
spermatozoa
• Efek pencucian ini antara lain akan memperbesar kemungkinan
kerusakan membrane sel spermatozoa, akrosom, bahkan inti
spermatozoa.
• Penggunaan zat warna harus tepat karena setiap zat warna
mempunyai preferensi khusus terhadap bagian DNA
• Sebagai contoh, zat warna DAPI (4’-6 diamidini-2-phenylindole)
mempunyai preferensi khusus terhadap pasangan basa A-T
(adenine-thymine).
• Dengan demikian pasangan basa lain tidak akan terwarnai oleh
DAPI, sehingga akan menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap
kandungan DNA secara keseluruhan

Anda mungkin juga menyukai