Anda di halaman 1dari 2

Mengenal Kuntowijoyo; Cendekiawan Indonesia penggagas

Ilmu Sosial Profetik


Kuntowijoyo merupakan salah satu cendekiawan muslim Nusantara. Tidak
hanya itu, ia juga disebut-sebut sebagai sastrawan, budayawan, dan sejarawan.
Kuntowijoyo lahir di Bantul, 18 September 1943. Apabila Dilihat dari garis keturunan
Kuntowijoyo, ia merupakan sosok yang termasuk dalam kategori Priyayi. Hal ini bisa
dilihat dari figure kakeknya yang merupakan lurah sekaligus seniman, ulama,
pedagang, petani dan seorang tukang.
Selain seorang yang aktif dalam dunia akademisi, anak kedua dari pasangan H.
Abdul Wahid Sosromartojo dan Hj. Warasti (Irwanto 2014) ini juga merupakan aktivis
Muhammadiyah, walaupun latar belakang keluarganya Terdiri dari orang-orang
Muhammadiyah dan Nahdhatul ulama (NU).
Corak pemikiran dan perkembangan Intelektual Kuntowijoyo banyak
dipengaruhi Sartono Kartodirjo. Seorang Dosen yang juga merupakan sejarawan di
bidang sosial. Menurut pengakuan Kuntowijoyo, Sartono selalu menganjurkan untuk
bersikap skeptis dan tidak percaya terhadap reduksionisme, bersikap plurikausalitas dan
melakukan pendekatan multidimensional dalam sejarah(Irwanto 2014)
Selepas kelulusannya dari SMA 2 Solo di tahun 1962, Kuntowijoyo
melanjutkan studinya di Fakultas Sastra UGM dan selesai tahun 1969. Ia kemudian
mengajar di Fakultas yang sama sampai ia melanjutkan studinya di University of
Connecticut USA dan lulus tahun 1974. pada tahun 1990, Kuntowijoyo Berhasil meraih
gelar Ph.D Ilmu sejarah dari Columbia University dengan judul disertasi “Social
Change in an Agrarian Society: Madura 1850- 1940”. Adapun Puncak Gelar
akademiknya diraih pada tahun 2001 dari Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Semasa Hidupnya, Kuntowijoyo telah memberikan banyak sumbangsih di
ranah keilmuan maupun kebudayaan. Beberapa diantara karya-karyanya yang bercorak
sastra adalah, “Dilarang Mencintai Bunga-Bunga”, “Rumput-Rumput Danau Bento”,
Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma”, “Barda dan Cartas”, “Topeng Kayu”,
“Pasar”, “Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari”, dan “Khotbah diatas
Bukit”.(Kuntowijoyo 1994)
Sedangkan karya-karya lainnya yang bercorak keilmuan diantaranya, Dinamika
Sejarah Umat Islam Indonesia, Identitas Politik Umat Islam, Budaya dan Masyarakat,
Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Radikalisme Petani, Demokrasi dan Budaya,
Metodologi Sejarah, Pengantar Ilmu Sejarah, Muslim tanpa Masjid, Islam sebagai Ilmu
dan Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas.
Sebetulnya Kuntowijoyo telah menderita penyakit yang tergolong langka di
Indonesia. Ia mengidap meningo enshephslitis atau radang selaput otak. Meskipun
mengidap penyakit, Kuntowijoyo tetap aktif dan produktif dalam memberikan
sumbangsih di ranah keilmuan. Pada tahun 1999 Kuntowijoyo mendapatkan
penghargaan sastra se- Asia Tenggara, SEA Write Award. Kuntowijoyo tutup usia pada
22 Februari 2005 dan dimakamkan di Makam keluarga UGM di Sawitsari, Yogyakarta.
(Fahmi 2005)

Anda mungkin juga menyukai