SKRIPSI
OLEH :
FARODHIANA FISILKY
170154603514
1
IMPLEMENTASI METODE AMABA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA
AL-QUR’AN PADA ANAK TUNA RUNGU DI TPA IQRO’ NUR AINI
BANGUNTAPAN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan program sarjana
OLEH
FARODHIANA FISILKY
NIM 170154603514
2
3
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing I
Pembimbing II
4
LEMBAR PENGESAHAN
Dewan Penguji
Dra. Wiwik Dwi Hastuti, S.Pd, M.Pd Ketua
5
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
atau seluruhnya.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini
menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
Malang,
Yang membuat pernyataan
Farodhiana Fisilky
170154603514
6
ABSTRAK
7
ABSTRACT
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat-NYA yang telah memberikan kesempatan dan
Pada Anak Tuna Rungu Di TPA Iqro’ Nur Aini Banguntapan Bantul”.
Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
3. Bapak Drs. Abdul Huda, M.Pd sebagai dosen pembimbing I yang selalu
9
6. Kedua orangtua Bapak Misbahul Mukhtar dan Ibu Uswatun Hasanah dan
7. Saudara, sahabat, dan partner terbaik Risza Wahyu Ningrum, yang telah
menemani proses belajar penulis dari masa SMA, pesantren, hingga
sekarang, yang selalu memberi semangat, dorongan, dan motivasi,
semoga kita menjadi saudara hingga tua.
8. Teruntuk mas Lubis, yang baru-baru ini datang mewarnai kehidupan dan
memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman baikku, Tania, Mba Eca, Alfan, Mba Siska, dan masih
banyak sekali orang-orang baik yang tidak dapat disebutkan satu persatu
demikian peneliti sangat menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
Malang,
Penulis
10
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................ i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian.................................................................................... 7
C. Kegunaan Penelitian............................................................................. 8
D. Tujuan Penelitian.................................................................................. 8
E. Definisi Operasional............................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Al--Quran....................................................................... 10
B. Menghafal Al-Quran............................................................................. 13
C. Implementasi Pada Anak Tunarungu.................................................... 15
D. Penerapan Metode AMABA................................................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Peneltiian........................................................................... 26
B. Kehadiran Peneliti................................................................................ 27
C. Sumber Data......................................................................................... 28
D. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 29
E. Analisis Data......................................................................................... 30
11
F. Pengecekan Keabsahan Data................................................................ 31
G. Tahapan Penelitian................................................................................ 32
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Proses Singkat Penelitian...................................................................... 34
B. Profil TPA............................................................................................. 34
C. Pembahasan.......................................................................................... 46
BAB V PEMBAHASAN
A. Hasil Pelatihan Metode AMABA......................................................... 78
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 64
B. Saran .................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 66
LAMPIRAN......................................................................................................68
RIWAYAT HIDUP...............................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi umat Islam yang merupakan sumber
hukum utama dalam ajaran agama Islam. Menurut para ulama, Al-Qur’an adalah
firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan
perantara malaikat Jibril, dengan menggunakan bahasa arab sebagai pedoman dan
petunjuk bagi manusia serta diterima oleh umat islam secara mutawattir atau
berturut-turut (Thoha, dkk. 2004).
Orang Islam wajib hukumnya untuk belajar Al-Qur’an karena banyak ilmu
yang bisa dipelajari di dalam Al-Qur’an salah satunya yaitu ilmu cara membacanya.
Membaca Al-Qur’an mempunyai keutamaan diantaranya mendatangkan pahala
apabila dibaca dan merupakan bagian dari ibadah (Thoha, dkk. 2004), Rasulullah
SAW bersabda:
Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Alquran) maka ia
memperoleh satu kebaikan. Setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali
lipatnya. Aku tidak mengatakan, “Alif laam miim’ itu satu huruf, tetapi alif satu
huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf” (H.r Tirmidzi nomor 2912).
Namun, karena Al- Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, maka tidak semua
umat islam mampu dan menguasai untuk membacanya. Dengan itu diperlukan
metode-metode tertentu agar dapat mempermudah dalam membaca Al- Qur’an, saat
ini sudah sangat banyak dikembangkan beberapa metode membaca Al-Qur’an
seperti, Yanbu’a, Qira’ati, Baghdadiyyah, Iqro’, Ummi, Bil-Qolam, dan masih
banyak metode-metode yang lain. Beberapa metode tersebut memiliki karakteristik,
1
kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun memiliki tujuan yang sama yaitu
mempermudah umat islam dalam belajar memmbaca Al-Qur’an.
Masalahnya beberapa metode pembelajaran Al-Qur’an yang sudah ada tidak
semua cocok untuk semua orang, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan
atau orang yang berkebutuhan khusus. Diantaranya adalah orang tunanetra dan
tunarungu. Tunanetra memiliki keterbatasan pada penglihatan, sehingga kesulitan
melihat huruf-huruf Al-Qur’an. Oleh karena itu, dikembangkan metode
pembelajaran berupa pembelajaran Al-Qur’an braille, dan ditetapkan Mushaf Al-
Qur’an braille sebagai salah satu mushaf Al-Qur’an standar Indonesia melalui
Keputusan Menteri Agama No.25 tahun 1984 bagi kalangan tunanetra.
antara makhluk dan Khalik. Walaupun manusia ada kekurangan, pasti ada sisi lain
yang Allah lebihkan seperti halnya Naja, peserta Hafiz Indonesia 2019 yang divonis
2
lumpuh otak (cerebral palsy) bisa hafal Al-Qur’an 30 juz beserta baris dan
halamannya. Dalam video yang di upload akun Hafiz Indonesia pada tanggal 3 Mei
2019, diketahui bahwa Naja mulai menghafal Al-Qur’an sejak usia 3,5-9 tahun pada
saat menjadi peserta Hafiz Indonesia 2019.
Kemudian ada juga anak bernama Daniel Satria Ramadhan memiliki
kekurangan yaitu penyandang tunanetra. Tetapi Daniel memiliki kelebihan yang luar
biasa dalam hal ingatannya. Bocah tunanetra asal Bekasi ini mampu menghafal Al-
Qur’an sejak balita. Daniel juga mengikuti lomba hafiz Al-Qur’an dari tingkat
sekolah, kecamatan, dan tingkat daerah. Daniel berhasil menjuarai perlombaan
tersebut. Pada Tahun berhasil medapat juara 1 di tingkat kecamatan dan juara 2 di
tingkat daerah. Pada tahun 2019 daniel mengikuti lomba tingkat nasional Akademi
Hafiz Anak Indonesia (AHAI) 3 di Kota Bandung.
Kemudian ada seorang bocah asal Mesir bernama Mu’adz, dimana dia tidak bisa
melihat indahnya dunia dan wajah-wajah orang tersayang sejak lahir. Tidak seperti
anak normal pada umumnya yang bisan membaca Al-Qur’an dengan huruf-huruf
hijaiyyah, Mu’adz yang buta tentu saja kesulitan dalam membaca Al-Qur’an karena
tidak mampu membaca huruf-huruf Al-Qur’an yang dihafalkannya. Tetapi
kebutaannya tidak menyurutkan semangatnya untuk menjadi hafiz dan tak lupa berdoa
kepada Allah agar diberi kemudahan dalam proses menghafal Al-Qur’an. Dalam
tayangan sebuah acara televisi yang tersebar di Youtube, Syaikh Fahd Al-Kandari
sebagai pembawa acara menanyakan kepada Mu’adz bagaimana cara belajar dan
menghafal Al-Qur’an dengan keterbarasan yang dimilikinya. Mu’adz menjawab
semua itu bisa dilakukan dengan modal semangat baja. Yang lebih mengagumkan lagi
adalah dia tidak berdoa agar Allah memberikan penglihatannya tetapi rahmat Allah
yang dia harapkan.
Sudah banyak contoh kisah dari beberapa orang yang memiliki kekurangan
tetapi mampu menghafal Al-Qur’an 30 juz. Hal ini menunjukkan bahwa siapa saja
yang memiliki kekurangan dalam dirinya pasti Allah berikan kelebihan pada dirinya
termasuk anak tunarungu.
Kewajiban menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup diberatkan kepada
seluruh kaum muslim dan muslimin tak terkecuali anak tunarungu. Tunarungu adalah
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
3
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga tidak bisa menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak dalam kehidupan secara
komplek.
Pada hakikatnya manusia mempunyai kedudukan yang sama dalam hal untuk
mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Hal ini sebagai yang tercantum dalam UUD
RI 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga berhak mendapatkan
pengajaran” dan pada ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Undang-undang No. 8 tahun
2016 menjelaskan hak-hak penyandang disabilitas mulai dari hak kesehatan,
pendidikan, perlindungan hukum, priwasi, dan lain- lain. Hak pendidikan penyandang
disabilitas dijamin dalam pasal 10 UU No. 8 tahun 2016 yang salah satunya adalah
hak mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus. Begitu pula dalam hal
pembelajaran dan menghafal Al-Qur’an.
Pada kenyataanya, pengembangan metode belajar membaca Al-Qur’an pada
kalangan tunarungu masih terbatas. Muchlis Hanafi, selaku Kepala Lajnah
Pentashihan Al-Qur’an Balitbang-Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia,
mengatakan “belum mempunyai pola untuk pembelajaran Al-Qur’an di kalangan
komunitas tunarungu”. Sementara itu, Rama Sakti wakil ketua Yayasan Majelis
Ta’lim Tuli Indonesia (MTTI) mengatakan, “Ketersediaan akses belajar agama bagi
kaum muslim penyandang disabilitas tunarungu masih minim. Bahkan disekolah-
sekolah khusus jarang sekali yang mengajarkan bacaan shalat atau membaca Al-
Qur’an yang dapat dilantunkan dan diamalkan secara baik dan benar oleh kaum
tunarungu. Permasalahan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga
dilingkup internasional” (Tim Mina News, 2020)
Beberapa metode yang telah dikembangkan di dunia untuk kalangan tunarungu
lebih menekankan penggunaan bahasa isyarat dalam membaca Al-Qur’an. Seperti
yang dilakukan oleh Global Deaf Muslim (GDM) yang mengupayakan
menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Isyarat Amerika (ASL) sebagai upaya
memahami Alquran. Di Indonesia pengembangan pembelajaran baca Al-Qur’an
pada tunarungu umumnya menggunakan metode yang sudah ada, seperti metode
4
IQRO’, namun dibaca dengan menggunakan bahasa isyarat tanpa pelafalan (PLD
UIN Sunan Kalijaga).
Pembelajaran Al-Qur’an menggunakan bahasa isyarat dilakukan dikarenakan
adanya keterbatasan pendengaran yang ada pada orang tunarungu. Mengingat bicara,
bahasa, atau pelafalan erat hubunganya dengan ketajaman pendengaran, maka untuk
melafalkan huruf-huruf atau berbicara pada orang tunarungu mengalami hambatan.
Hal ini dikarenakan bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan, sehingga
para tunarungu dalam segi bahasa, berbicara, dan pelafalan sangat terbatas.
(Haenudin,2016) Apalagi didalam Al-Qur’an sendiri terdapat 28 huruf hijaiyah yang
tiap hurufnya memiliki karakter dalam pelafalanya.
Menurut Abdul Muiz Ali Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),
menyampaikan bahwa isyarat jika sebagai wasilah (media/isyarat) untuk
mengenalkan para tunarungu bisa membaca Al-Qur’an itu boleh, tetapi perlu
digaris bawahi bahwasanya isyarat atau peraga bukan termasuk bacaan.
Di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Allah SWT telah berfirman
“Kami telah memudahkan Al-Qur’an untuk dibaca, ditelaah, direnungkan dan
dipahami isi dan maknanya, maka adakah orang yang mengambil pelajaran dan
manfaat dari padanya?” ( Salim Bahreisy Said Bahreisy, Herman Kurniadi. 1993).
Artinya, Allah SWT telah menjamin dan memudahkan kepada siapapun yang
memilki kemauan untuk membaca Al-Qur’an dan mempelajari Al-Qur’an.
5
hijiayah tersebut.
Sebelum metode AMABA disusun, Ibu Tri Purwanti telah menggunakan
metode IQRO’ dalam pembelajaran Al-Qur’an pada anak tunarungu. Namun dalam
pelaksanaanya, guru dan anak tunarungu mengalami kesulitan untuk membaca dan
melafalkan. Hal ini dikarenakan susunan huruf hijaiyah yang ada pada metode
IQRO’ tidak berurutan dengan kemudahan pelafalan sesuai dengan tahap
perkembangan wicara anak.
Pada dasarnya, anak tunarungu ketika berlatih mengucapkan huruf-huruf akan
mengikuti gerakan oral/mulut lawan bicaranya. Maka, dalam pengajaranya perlu
menyesuaikan tahap perkembanngan wicara anak. Perlu pengajaran yang bertahap
dimulai dari huruf yang mudah diucapkan ke huruf yang sulit. Secara umum
perkembangan bahasa dimulai dari pengenal huruf vokal, bilabial (kedua bibir),
labio dental (bibir dan gigi), dental (gigi), palatal/alveolar, velar, dan global.
(Sardjono, 2014)
Di dalam buku IQRO’, pengenalan huruf hija’iyyah dimulai dari huruf ( )َاyang
merupakan huruf vokal, ( )َبhuruf bibir (bilabial), kemudian beranjak ke huruf ( )َت
yang merupakan huruf lidah yang menyentuh gigi/ konsonan gigi (dental), ( )ِ جhuruf
lidah tengah/ konsonan langit-langit keras (palatal). Hal ini akan membuat anak
tunarungu kesulitan untuk mengikuti pelafalan berdasarkan perkembangan bahasa,
anak tunarungu juga akan bingung melihat gerakan mulut/oral lawan bicaranya
karena posisi lidah dan mulutnya tidak berurutan.
6
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, penerapan metode AMABA di SLB
Islam Qothrunnada Banguntapan Bantul menggunakan 5 jilid/buku. Dalam masing-
masing jilid/buku terdapat materi pembelajaran yang berbeda- beda, semuanya telah
disusun dan dilengkapi dengan isyarat abjad jari yang diambilkan dari SIBI
untuk menandakan huruf hijaiyyah. Selebihnya isyarat lainnya dibuat untuk
melambangkan harakat, bacaan mad dan kaidah hukum tajwid lainnya, seperti
idgam, gunnah, dan qalqalah.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka fokus pada penelitian ini adalah:
1. Perencanaan penerapan metode AMABA dalam pembelajaran menghafal Al-
Qur’an pada anak tunarungu di TPA Iqro’ Nur Aini Banguntapan Bantul
7
2. Hasil penerapan dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an metode AMABA
pada anak tunarungu di TPA Iqro’ Nur Aini Banguntapan Bantul
3. Kendala yang mempengaruhi penerapan metode AMABA dalam pembelajaran
menghafal Al-Qur’an pada anak tunarungu di TPA Iqro’ Nur Aini Banguntapan
Bantul
C. Tujuan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas tentang
penerapan metode AMABA dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an pada anak
tunarungu di TPA Iqro’ Nur Aini Banguntapan Bantul baik secara akademik maupun
praktik.
4.Kegunaan Akademis
8
dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran Al-Qur’an, sehingga dapat mencapai hasil
pembelajaran yang optimal.
d. Bagi Sekolah, sebagai informasi penting yang dapat dijadikan bahan masukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran Al-Qur’an pada
anak tunarungu dan selanjutnya dapat meningkatkan mutu sekolah melalui output
peserta didik yang berkualitas.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan
istilah agar lebih mudah dalam memahami objek yang digunakan pada penelitian.
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
b. Implementasi, memiliki makna pelaksanaan atau penerapan. Hal ini berkaitan
dengan suatu perencanaan, kesepakatan, maupun penerapan kewajiban
c. Metode, merupakan sebuah cara kerja yang mempunyai sistem dalam memudahkan
pelaksanaan dari suatu kegiatan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
d. Tunarungu, merupakan mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagai maupun
seluruhnya yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional
dalam kehidupan sehari-hari.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Allah Swt memberikan jaminan kemudahan dalam mempelajari kitab suci al-Qur’an,
baik dari sisi bacaannya maupun isi kandungannya, hal ini diterangkan pada surah al-
Qamar/54 yang diulang sampai empat kali. Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya al-
Qur’an, kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt kepada manusia ini mudahlah buat
diingat, dan mudah buat dibaca, asal saja orang mau.mempelajarinya.
Al-Qur’an diberkahi sejak dari sumbernya, karena ia merupakan kalam Allah
Subhanahu wa Ta‟ala, diberkahi dari penyampainya (Jibril `Alahissalam) dan diberkahi
ketika sampai dit ujuannya (dada Rasulullah Shalallauh `alahi wa sallam), serta diberkahi
pada ukuran dan isinya. Al-Qur‟an “hanya” lembaran-lembaran kitab yang tipis, jika
dibandingkan dengan buku-buku tebal karangan manusia. Tetapi kandungan setiap ayat
tidak bisa dibandingkan dengan puluhan buku tebal karya manusia. Al-Qur‟an juga
diberkahi pada bacaannya, diberkahi pada ilmu dan pengetahuannya. Diberkahi pada
makna dan petunjuknya serta diberkahi pada pengaruhnya, dan selanjutnya diberkahi pada
tujuannya yang realistis.
Berdasarkan hadis riwayat Bukhari, dari Ustman, Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Sebaik-baiknya manusia di antara kamu adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengamalkannya.” Dari hadis tersebut, diketahui bahwa Al-Qur’an mengandung kebaikan
bagi umat Islam. Dengan membaca, menghafal, dan memahami ayat-Nya, Allah akan
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
A. Pembelajaran Al-Qur’an
1. Keutamaan Al-Qur’an
a. Al-Qur’an untuk dibaca
Didalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Allah SWT telah berfirman Kami
telah memudahkan Al-Qur’an untuk dibaca, ditelaah, direnungkan dan dipahami isi dan
maknanya, maka adakah orang yang mengambil pelajaran dan manfaat dari
padanya?”.Artinya, Allah SWT telah menjamin dan memudahkan kepada siapapun yang
memilki kemauan untuk membaca Al Qur’an dan mempelajari Al-Qur’an.
b. Al-Qur’an sebagai obat
10
ada obat kesesatan, obat hati, dan merupakan obat bagi badan yang mengalami sakit dan
penderitaan. Karena didalam Alquran terdapat sebab- sebab dan sarana untuk memperoleh
rahmat, dimana apabila seorang hamba melakukanya maka akan memperoleh rahmat,
kebahagiaan, dan pahal di dunia dan akhirat.
c. Al-Qur’an salah satu alat terapi
Membaca Al-Qur’an dapat mengaktifkan sel otak yang bertugas mengendalikan
tubuh dan membuat energi positif didalamnya. Dr. Ahmad al Qadhi, direktur utama
Islamic Medicine Institute for Education and Research Amrekia Serikat berhasil
membuktikan bahwasanya bacaan Alquran berpengaruh 97% dapat melahirkan
ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit, dan bacaan Al-Qur’an menimbulkan efek
relaksasi hingga 65% sehingga berpengaruh pada perubahan fungsi dan kinerja sistem
syaraf otonom yang lebih lanjut berpengaruh pada organ-organ tubuh yang lain serta
fungsi-fungsinya.(Syakir,dkk. 2014)
d. Membaca Al-Qur’an menjadi ibadah sebagai penolong pembacanya
Dijelaskan dalam kitab syarah riyadhush sholihin bahwasanya keutamaan orang
yang dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan lancar maka akan ditempatkan bersama
malaikat di akhirat, sementara pahala bagi orang yang membaca Al-Qur’an terbata-bata
dengan sebab lidahnya kaku maka mendapat dua pahala yaitu pahala membaca dan pahala
terbata-bata.( Musthafa Dib al-Bugha, dkk.2014
2. Pengertian Pembelajaran Al-Qur’an
Pembelajaran adalah suatu konsep dari dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar yang
harus direncanakan dan diaktualisasikan, diarahkan pada pencapaian tujuan sebagai
gambaran dari hasil belajar (Abdul Majid, 2013). Pada hakikatnya pembelajaran sangat
terkait bagaimana membangun interaksi yang baik antara dua komponen yaitu guru dan
anak didik. Pembelajaran berasal dari kata dasar “belajar”. Pembelajaran lebih berfokus
pada proses belajar yang terjadi.
Sementara, membaca berarti mengeja dan melafalkan apa yang tertulis. Membaca
merupakan perintah Allah kepada kita sebagai hamba-Nya. Allah memerintahkan kita
untuk senantiasa membaca semua yang Allah ciptakan agar kita dapat memahami bahwa
Allah adalah Dzat yang Maha Agung dan Maha Mulia. Allah telah memerintahkan kepada
manusia untuk membaca dan memahami firman Allah. Hal ini termaktub dalam QS.
Al-‘Alaq ayat 1-5.
11
Sedangkan Al-Qur’an menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kitab suci
umat Islam. Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab “Qara’a- Yaqro’u-
Qur’anan” yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca secara berulang-ulang. Adapun
menurut beberapa pendapat ulama menyebutkan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu atau
firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan
Malaikat Jibril amenggunakan bahasa arab yang menjadi pedoman dan petunjuk bagi
manusia dan merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar serta diterima
oleh umat Islam secara mutawatir. Cara membaca Al-Qur’an harus sesuai dengan apa
yang diajarkan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad SAW dan apa yang diajarkan
oleh nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya.
Jadi dapat disimpulkan pembelajaran baca Al-Qur’an adalah proses belajar mengeja
atau melafalkan huruf-huruf Alquran yang merupakan wahyu atau firman Allah SWT dan
merupakan kitab suci umat Islam.
3. Komponen Pembelajaran Al-Qur’an
12
d. Metode Pembelajaran
Suasana belajar yang lebih kondusif juga dipengaruhi oleh lingkungan yang
ada. Karena lingkungan merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar
baik meliputi kelas maupun lingkungan sekitar kelas.
2) Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia
Hasil pembelajaran mencakup semua dampak yang dapat dijadikan indikator apakah
yang sudah diajarkan telah difahami dan dilaksanakan dengan baik oleh anak didik. Hasil
pembelajaran Al-Qur’an dapat berupa hasil nyata (actual outcomes) dan hasil yang
diinginkan (desired outcomes). Hasil nyata (actual outcomes) merupakan hasil belajar
pembelajaran Al-Qur’an yang dicapai anak didik karena diterapkanya suatu metode
pembelajaran yang dikembangkan dengan keadaan/kondisi yang ada. Sedangkan hasil
yang diinginkan (desired outcomes) merupakan tujuan yang ingin dicapai yang biasanya
sering mempengaruhi keputusan dalam merancang pembelajaran Alquran dalam melakukan
pilihan suatu metode pembelajaran yang paling baik untuk digunakan dengan kondisi
pembelajaran yang ada.
B. Menghafal Al-Qur’an
13
Tahfiz Al-Qur’an terdiri dari dua kata yakni tahfiz serta Al-Qur’an. Kata tahfiz
adalah bentuk secara bahasa berasal dari kata h}afiz}a-yah}faz}u- h}ifz}an, yang artinya
adalah menjaga, memelihara, atau melindungi. Tahfiz atau menghafal Al-Qur’an adalah
sebuah aktivitas yang sangat mulia serta terpuji.
14
sekaligus membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang menjadi
mukjizat terbesar Nabi.
e. Menghadirkan Motivasi
Para penghafal Al-Qur’an mesti menghadirkan motivasi terbaik untuk
kembali menaikkan semangat sekaligus mengesampingkan berbagai situasi.
f. Menjadikan Prioritas
Tunarungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang
mengalami kehilangan atau kekurangmampuan mendengar, sehingga ia mengalami
gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Ada beberapa penyebab anak
mengalami ketunarunguan, baik dari faktor dalam diri anak maupun faktor dari luar diri
anak. Anak tunarungu juga memiliki klasifikasi dan jenis ketunarunguan, ada yang ringan,
15
sedang, berat dan total. Anak tunarungu apabila dilihat dari segi fisiknya tidak ada
perbedaan dengan anak pada umumnya. Tetapi dampak dari ketunarunguan mereka
memiliki karakteristik yang khas, diantaranya dilihat dari:
a. Segi Intelegensi
Dalam segi intelegensi, anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak
normal pada umumnya, ada yang pandai, sedang, dan ada yang bodoh. Namun secara
fungsional intelegensi mereka berada di bawah anak normal, hal ini disebabkan oleh
kesulitan anak tunarungu dalam memahami bahasa. Intelegensinya tidak mendapat
kesempatan untuk berkembang secara optimal, dikarenakan mereka tidak dapat
memahami sesuatu yang banyak dari pengetahuan verbal. Namun, pada sisi yang lain
intelegensi mereka lebih banyak memahami dari sesuatu yang mereka lihat. Pada aspek
penglihatan dan yang berupa motorik anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan,
bahkan dapat berkembang dengan cepat.
b. Segi bahasa dan bicara
Dalam segi bicara dan bahasa, anak tunarungu mengalami hambatan. Hal ini
disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman
pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan. Sehingga
para tunarungu dalam segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam
pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan dan kata-kata yang bersifat abstrak
Pendekatan oral atau berbahasa lisan yaitu dengan memandang lawan bicara atau
bentuk mulut lawan bicaranya. Pendekatan berbicara dengan berbasis oral ini tidak
mudah, baik bagi guru, orang tua, maupun anak tunarungu. Perlu memakan waktu yang
cukup lama sampai anak tunarungu atau orang normal untuk memahami apa yang
16
diucapkan.
b. Total komunikasi
17
2) Membantu memperlancar expresi, menanggapi fikiran perasaan.
3) Dapat berkomunikasi dengan lingkungan secara lisan maupun tertulis.
4) Agar dapat memiliki dasar ucapan yang benar, mampu membentuk bunyi
bahasa dengan benar sehingga dapat dimengerti orang lain.
5) Memberi keyakinan kepada anak bahwa bunyi/suara yang diproduksi
melalui alat bicaranya harus mempunyai makna.
6) Agar anak mampu mengoreksi ucapanya yang salah.
7) Agar anak bisa membedakan ucapan yang satu dengan ucapan lainya.
8) Agar anak memfungsikan alat-alat bicaranya yang kaku, dengan harapan
otomatisasi alat bicara terealisir dengan baik
3. Metode Pembelajaran Anak Tunarungu
Semua anak berhak mendapatkan pendidikan, termasuk juga anak tunarungu.
Sangatlah penting untuk mengizinkan dan memberikan pelatihan kepada anak tunarungu
dalam mengembangkan kecakapan komunikasi dengan anak-anak lain yang normal ataupun
dengan anakanak yang memiliki nasib yang sama dengan anak tersebut. Anak-anak akan
mulai belajar dari dalam yang artinya dari keinginan dirinya. Dari keluarga, maupun dari
lingkungan sekitar, termasuk juga dengan teman-temannya. Dengan mengamati setiap
pembicaraan orang lain, untuk anak tunarungu hal tersebut dijadikan bahan pembelajarannya
tentang berkomunikasi. Ketika anak tersebut ikut untuk berpartisispasi dengan lingkungan
keluarga dan lingkungan sekitar, mereka juga belajar mengenai emosi dan membangun
kecakapan emosional mereka. Dengan memasukkan anak ke sekolah itu akan meningkatkan
kemampuan mereka dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain, khususnya
juga dengan belajar membaca dan menulis. Hal tersebut bisa dijadikan suatu cara agar dapat
berkomunikasi dengan orang Iain yang tidak mengetahui bahasa isyarat. Dengan membaca,
dapat membantu anak-anak penderita tunarungu dalam mengembangkan dan memunculkan
ide emosi, dan pengalaman, entah dari diri sendiri maupun dari orang lain. Sedangkan.
dengan menulis dapat membantu mereka dalam berbagi pikiran dan emosi yang mereka
rasakan.
dari Tidak ada kesepakatan yang pasti untuk pendidikan anak tunarungu tersebut,
apakah belajar di dalam rumah, belajar di sekolah regular, ataupun belajar di sekolah khusus
dan panti rehabilitasi dan apakah mereka harus berkomunikasi dengan bahasa isyarat atau
berbicara dengan menggunakan ejaan huruf isyarat. Yang paling penting adalah bagaimana
18
membuat anak tersebut merasa nyaman berada dengan lingkungannya, entah lingkungan
sekolahnya, lingkungan keluarga. maupun dengan lingkungan sekitarnya. Mereka
membutuhkan penerimaan dari orang-orang dalam lingkungannya dan dapat berkomunikasi
baik dengan mereka.
a. Sekolah Inklusi
19
AVT adalah pendekatan yang menekankan penggunaan sisa pendengaran untuk
membantu anak belajar mendengarkan, memproses bahasa verbal, dan berbicara.
AVT Memaksimalkan penggunaan pendengaran dibantu sisa anak untuk
mendeteksi suara. Identifikasi sedini mungkin gangguan pendengaran dengan fitting
langsung dengan amplifikasi, serta intervensi segera membantu untuk mengurangi tingkat
keterlambatan bahasa umumnya terkait dengan gangguan pendengaran.
AVT didasarkan pada orang tua mengajar, selama sesi individu anak mereka terapi
untuk menekankan sisa pendengaran dan berinteraksi dengan anak mereka menggunakan
pendekatan auditori-verbal. AVT mendorong anak-anak untuk mendengar dan berinteraksi
dengan normal. Partisipasi dalam kelompok bermain, cerita di dalam perpustakaan, dan
kehadiran di sekolah dan masyarakat dapat memberikan anak-anak motivasi dengan model
bahasa alami.
20
bahasa, modifikasi kurikulum, dan demonstrasi sesi pengajaran.
c. Metode Maternal Reflektif
Melalui sebuah Metode Maternal Reflektif ini, anak dengan penderita tunarungu
tersebut dapat diajarkan mengolah bahasanya, mulai dari belajar bagaimanacara untuk
mengeluarkan suaranya, mengucapkan kata-kata dengan benar sesuai dengan
artikulasinya, hingga mampu untuk berkomunikasi dengan menggunakan kalimat yang
baik dan benar. Secara garis besar, pembelajaran dengan menggunakan metode MMR
terdiri dari kegiatan percakapan. yang termasuk juga di dalamnya kegiatan untuk
menyimak, membaca, dan menulis yang dikemas secara terpadu dan utuh. Dengan ini,
anak-anak tersebut dapat menemukan kaidah-kaidah percakapan.
Kegiatan percakapan dalam Metode Maternal Reflektif menjadi hal utama yang
akan diberikan sebagai pokok pengajaran untuk anak-anak tunarungu tersebut. Dalam
metode ini, diberikan dua jenis metode percakapan, yaitu percakapan dari hati ke hati atau
conversation from heart to heart dan percakapan linguistik atau linguistic conversation.
Percakapan dari hati ke hati merupakan percakapan yang spontan dilakukan,
fleksibel untuk mengembangkan empati anak. Ungkapan yang dimaksud anak melalui
kata-kata atausuara yang kurang jelas, isyarat tubuh, atau gerakan-gerakan lainnya
ditangkap oleh guru (seizing method) dan dibahasakan sesuai dengan maksudnya.
kemudian meminta anak untuk mengucapkannya kembali (play a double part). Namun,
dalam kegiatan ini guru tetap menjaga lajunya percakapan dan pertukaran yang terjadi di
antara anggota yang bercakap (anak dengan anak atau anak dengan guru), misalnya berupa
persetujuan, penyangkalan, imbauan, komentar, atau pertanyaan untuk memperjelas pesan
komunikasi.
Membaca dan menulis oleh anak tunarungu dilakukan melalui pengembangan hasil
dari sebuah percakapan yang terjadi. Pada awalnya, percakapan yang mereka lakukan
masih pada taraf pengungkapan melalui isyarat tubuh atau bahasa isyarat dan dengan suara
yang kurang jelas untuk mereka artikan, lalu dibahasakan oleh guru melalui seizing
methode dan play a double part. Ungkapan bahasa-bahasa yang belum bisa mereka
tangkap dan mengerti secara sempuma dapat mereka visualisasikan ke dalam bentuk
tulisan yang kemudian dapat mereka baca.
Bacaan bahasa visual hasil percakapan tersebut dapat mereka pahami secara global
intuitif karena apa yang telah ditulis dan dibacanya merupakan sebuah ide dari mereka.
21
Oleh sebab itu, kegiatan membaca bagi anak tunarungu tersebut menurut MMR
merupakan membaca video visual. Pengenalan bunyi fonem (vokalisasi dan konsonsan)
diberikan secara menyatu dalam kata dan pengucapannya sehingga menjadi lebih
bermakna yang pada akhirnya anak-anak tersebut dapat mengenal huruf, kata, cara
pengucapan, dan cara penulisannya. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa proses
pembelajaran ini dilakukan secara serempak.
D. Penerapan Metode AMABA
1. Pengertian dan latar belakang penyusunan
Metode AMABA merupakan metode terapi wicara/latihan bicara pada anak
tunarungu dengan cara belajar membaca Al-Qur’an yang disusun oleh Ibu Tri
Purwanti (pendiri SLB Islam Qothrunnada Banguntapan Bantul). Nama AMABA
diambil dari tiga huruf hijaiyah pertama yang dikenalkan yaitu huruf A ( َ) ا, Ma ( ) م,
dan Ba ( ) ب.
Pada tahun 2010, Ibu Tri Purwanti mengampu anak tunarungu dan merasa
prihatin karena tidak ada pengajaran Al-Qur’an bagi anak tunarungu. Padahal pada
kenyataan dilapangan, ternyata anak tunarungu bisa untuk diajarkan pelajaran agama
secara umum, matematika, dan pelajaran lain. Sehingga Ibu Tri Purwanti merasa
bahwa untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak tunarungu juga bisa. Sehingga
mulai dicoba menggunakan buku IQRO’ untuk pembelajaran, namun mengalami
kesulitan terutama dalam pelafalan huruf-hurufnya.
Kemudian Ibu Tri Purwanti mengeksplorasi dan menguji coba berkali-kali
memadukan metode IQRO’ dengan referensi teori tahap perkembangan bicara anak
22
mulai dari rabaan, letupan, dan teori lainya. Tahun 2012 uji coba jilid 1 dan jilid 2
AMABA telah selesai dilaksanakan dan mendapatkan apresiasi dari wali siswa
karena anaknya semakin berkembang dalam segi kemampuan membaca dan
wicaranya.
Tahun 2013, Ibu Tri Purwanti membuka kegiatan mengaji untuk anak
tunarungu dirumahnya, dan makin laun semakin banyak anak tunarungu yang ikut
mengaji. Hingga tahun 2014 diresmikan menjadi Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA) khusus anak tunarungu oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Al-Qur’an
Angkatan Masjid Mushola (LPTQ Nasional AMM) dengan jumlah 41 santri diampu
oleh Ibu Tri Purwanti dan beberapa guru.
Kemudian pada tahun 2015, didirikanlah Sekolah Luar Biasa (SLB) yang
bernama Qothrunnada untuk memperkuat kelembagaanya. Metode AMABA sampai
saat ini masih terus dikembangkan dan disempurnakan.
2. Disiplin ilmu AMABA
Iqro’ merupakan metode cara cepat belajar Alquran yang disusun oleh KH.
As’ad Humam dari Kota Gede dan dikembangkan oleh LPTQ Nasional
Angkatan Masjid Mushola (AMM) Kota Gede Yogykarta. Adapun bentuk
Iqro’ berupa Iqro’ biasa/privat dan Iqro’ Klasikal.
b. Terapi wicara
Isyarat SIBI adalah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia yang dibakukan menjadi
salah satu media yang membantu komunikasi sesama tunarungu. Wujudnya
berupa tatanan sistematik isyarat jari, tangan dan berbagai gerak untuk
23
melambangkan kosa kata bahasa Indonesia.
d. Metode komunikasi total
24
komunikasi total, dan ilmu neurologi terapan untuk mengeluarkan suara.
3. Tujuan Metode AMABA
a. Sistematika Buku
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
26
hukum-hukum membaca Alquran. Maka penelitian ini menggunakan pendekatan
pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran salah satunya memberi pemahaman terhadap peserta didik.
B. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lapangan sangat diperlukan karena peneliti merupakan
pengumpul data utama dalam metode penelitian kualitatif. Kehadiran peneliti di
lapangan menjadi tolak ukur keberhasilan untuk memahami secara mendalam
fenomena yang sedang diteliti sehingga keterlibatan antara peneliti dan informan
sangat diperlukan dalam hal penelitian ini. Peneliti harus berperan aktif dalam
mengumpulkan data dan mengamati secara langsung saat proses penelitian
berlangsung. Langkah awal dalam penelitian kualitatif yaitu dengan melakukan studi
pendahuluan. Tujuan dilakukannya studi pendahuluan yaitu untuk mempermudah
peneliti dalam penyusunan proposal dan menjalin hubungan baik dengan informan
agar kegiatan penelitian dapat berjalan dengan lancar.
Pada penelitian kualitatif, peneliti terlibat dalam pengalaman berkelanjutan
dan terus menerus dengan para informan. Keterlibatan inilah yang akan
memunculkan serangkaian masalah strategis, etis, dan personal dalam proses
penelitian kualitatif Cresswell (2014). Pada penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen utama adalah peneliti sendiri sehingga dapat menggali masalah yang
ada dalam masyarakat. Penelitian berperan aktif dalam memuat rencana penelitian,
proses, dan pelaksanaan penelitian, serta menjadi faktor penentu dari keseluruhan
proses dan hasil penelitian.
27
data, yaitu kepala sekolah sekaligus pencipta metode AMABA sebagai metode
pembelajaran Al-Qur’an di TPA Iqro’ Nur Aini (e) memilih informan pendukung,
yaitu guru- guru yang terlibat aktif dalam pembelajaran Al-Qur’an (f) melakukan
pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi (g) menyusun
rekaman data (h) menganalis data (i) menyusun laporan penelitian. Pada saat
melakukan penelitian, peneliti dibantu dengan pedoman wawancara, pedoman
observasi serta pedoman studi dokumentasi.
C. Sumber Data
28
informasi tentang bagaimana keadaan guru di TPA Iqro’ Nur Aini
Banguntapan Bantul, bagaimana perkembangan sekolah, bagaimana proses
penerapan metode AMABA dalam pembelajaran Alquran pada anak
tunarungu di TPA Iqro’ Nur Aini serta bagaimana sarana dan prasarana
pembelajaran yang ada.
1. Wawancara
29
dilakukan secara sistematis dengan prosedur terstadar. Data yang
diobservasi dapat berupa gambaran tentang sikap perilaku, tindakan dan
keseluruahn interaksi.
3. Dokumentasi
E. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
maupun orang lain. Adapun metode yang digunakan sebagai berikut:
30
a. Reduksi Data
c. Penarikan Kesimpulan
31
observasi dan dokumentasi apakah data yang dijelaskan responden itu benar
adanya. Peneliti akan membandingkan data hasil wawancara penyusun
AMABA dan guru pengajar metode AMABA dengan observasi/
pengamatan pembelajaran Al-Qur’an di kelas, apakah benar datanya seperti
yang yang diungkapkan subjek penelitian.
2. Triangulasi Sumber
No Kode Keterangan
1. W Wawancara
2. O Observasi
3. D Dokumentasi
Daftar Koding
G. Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan 4 tahap yaitu pra lapangan,
pendahuluan, perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian. Adapun penjelasan dari
tahapan-tahapan dalmal penelitian ini yaitu segabai berikut.
1. Tahap Pra Lapangan
Pada tahap inii peneliti meminta izin secara langsung pada subjek penelitian
untuk menggali informasi dalam keluarganya, kemudian peneliti memberikan
32
surat tanda kesediaan untuk menjadi informanpada para informan yang terpilih,
setelah mendapatkan izin dan kesediaan peneliti bersiapuntuk melakukan
penelitian.
2. Tahap Perencanaan
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
34
al-Qur’an dengan metode A MA BA, serta simulasi terapi sebelum mengajarkan
membaca al-Qur’an dengan metode A MA BA.
Pada saat akan melakukan penelitian, ternyata Indonesia juga terdapat kasus
COVID-19 yang menyebabkan seluruh lembaga pendidikan menjadi belajar di
rumah saja dan khusus untuk TPA Iqro Nur Aini ditiadakan sampai batas waktu
yang belum ditentukan. Tetapi santri yang dijadikan sebagai subjek penelitian
peneliti tinggal di rumah Ibu Tri Purwanti karena santri tersebut merupakan
santri percobaan mengembangkan metode A MA BA mulai dari tidak bisa berbicara
sampai mampu menghafalkan Al-Qur’an khususnya surat-surat dalam juz 30,
sehingga peneliti masih bisa melakukan penelitian pada bulan Januari 2021.
B Profil TPA
1. Sejarah Berdirinya TPA
Dari hasil mengikuti pelatihan dalam pengajaran metode AMA BA,
sejarahdirinya ber TPA diawali dari kesulitan yang dialami oleh Ibu Tri Purwanti
beserta guru Agama untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an pada anak tunarungu saat
beliau masih mengajar di SLB Negeri 2 Bantul.
“Di pertengahan 2011 saya sudah mulai kesusahan bagaimana mengajarkan
untuk membaca Al-Qur’an dari sebuah tantangan bersama guru agama di sekolah
saya. Tantangannya adalah begini, “bu, bisa tidak ya kita mengajarkan membaca Al-
Qur’an pada anak tunarungu? Hoalah bu Pur bu Pur, njenengan iki ora ngerti wae,
wong diajak ngomong ae angel kok kon ngaji” gitu ya. Dari tantangan itulah dalam
hati saya “oh bener ya, ning kok iso diajari ngomong ya”75
Kemudian beliau mulai tertarik belajar terapi wicara dari salah satu guru di SLB,
pada saat guru tersebut melakukan terapi pada anak.
“Awalnya saya belajar dari salah satu guru di SLB pada saat guru bina
wicaranya itu kalo pas ngajari wicara saya sok nginjeng “piye sih ngajarine ya wong
aku bukan jurusan PLB. Dari situlah saya coba belajar, “lohh diajari ngomong iso e,
kok diajari ngaji ora iso ya. Padahal podo sg disebut beh beh beh, meh meh meh”
latihannya seperti itu ya. Kenapa tidak bisa kita ajari “ba” padahal “beh” itu bisa kita
ajarkan.”76
Setelah belajar terapi wicara, beliau mulai tertarik untuk mengajarkan membaca
35
Al-Qur’an dengan menggunakan metode Iqro As’ad Humam. Beliau merasa kesulitan
untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an dengan metode Iqro As’ad Humam karena
kematangan wicara anak belum matang. Sehingga beliau mencoba untuk
mengkomparasi dan menyingkrionkan metode Iqro As’ad Humam dengan terapi wicara
mulai dari huruf bilabial, dental, labiodental dan membolak balikkan tata letak urutan
huruf hijayah sampai terbitlah buku A MA BA jilid 1.
“Coba-coba saja kita ajari dengan metodenya as’ad humam dan kita cobakan itu
ternyata susah sekali. Itulah dari eee apannya, riwayat. Jadi kita tidak serta merta.
dari kesulitan2 yang ada kita ajarkan A BA TA TSA JA HA KHO dan itu sangat luar
biasa susah sekali. Karena apa? Dari anak kematangan wicara itu belum matang, tapi
kita sudah ajarkan langsung ke huruf2 tenggorokan nahh itu sangat susah sekali
sehingga kita cobakan, kita komparasi kita sinkronkan dengan terapi wicara ternyata
itu ada startnya dari huruf bilabial, dental, labiodental kesana semakin susah ya kita
cobakan, sehingga ee apa namanya kita kombinasikan metode A MA BA di kelas saya
ee olak alik olak alik dan terciptalah A MA BA jilid 1.”
Pada tahun 2013 beliau mulai mendapat pertentangan karena beliau hanya guru
honorer dan bukan guru lulusan PLB sampai buku jilid 1 di buang ke dalam tong
sampah. Kemudian beliau mengajar di rumah dengan buku yang sempat dibuang ke
dalam tong sampah. Saat mengajar di rumah, muridnya semakin banyak, sehingga
beliau mengundurkan diri dari SLB tersebut dan jadilah TPA Iqro Nur Aini yang resmi
berdiri pada tahun 2014.
36
“Tahun 2013 saya mulai dapat pertentangan karena saya hanya guru honorer
dan bukan guru bukan jurusan PLB. Disitu saya hanya dicibirin aja, “nggaya reko-
reko gawe buku” buku saya dibuang dan sempat masuk tong sampah di sekolah saya
dulu, sehingga yo tak tutur, tak openi. Di rumah ternyata, wali2 yang sudah lepas 1
tahun dari kelas saya terus kadang ngejar ke rumah sehingga kita belajar lagi, kita
lanjutkan di rumah jadilah TPA yang resmi berdiri pada tahun 2014. Itulah disana
mulai berkembang, muridnya semakin banyak semakin menjadi pertentangan. Akhirnya
pada tahun 2014 akhir saya resmi mengundurkan diri dari sekolah itu dan kita
langsung spesifik ke penanganan di TPQ Iqro Nur Aini”
1. Identitas TPA
b. Status : Swasta
d. Kelurahan : Tamanan
e. Kecamatan : Banguntapan
f. Kabupaten : Bantul
37
k. Nama Yayasan : Yayasan Pendidikan Islam Nur Aini
m. Kelurahan : Tamanan
n. Kecamatan : Banguntapan
o. Kabupaten : Bantul
No Nam Status
a
1 Ulfah Maghfirotul Hasanah Direktur
TPA
2 Hanifah Nur Aini Ustadzah
38
6 Desy Afrida Hardianti Ustadzah
7 Iffah Ustadzah
b. Data Santri
39
Nitikan Baru 99
Hanief Sukoharjo, 26-
5 Kunti TUNARUNGU PNS
Yudha 02-
12A,
Hendrato
2007 Yogyakar
ta
Yogyakarta, Prawirodirjan
6 Feri Kurniawan TUNARUNGU Buruh Swasta
24-2- GM
2007 II/845
Hasna Nurwida Yogyakarta, Prawirodirjan
7 TUNARUNGU Swasta
31- GM
A
07-2004 II/568
jl. Kab
Putrisia Sleman, 12 Sleman
8 Shwandhia Kwarasan TUNA RUNGU Swasta
September
06/05
2008
Nogotirto
Gamping Sleman
Kemutuk
Athaya Bantul, 16-06
10 Kragilan TUNARUNGU Wiraswasta
Hara
2010 Tamanan
Alilatunnisa
Bantul
Dalem RT 44,
Ghaniya
11 31/12/2010 RW 10, TUNARUNGU Swasta
Mufidatul
Purbayan, Kota
Zahra
Gede
Wonocatur
40
Nayaka Axello Yogyakarta, RT 10/RW Buruh
12 TUNARUNGU
Banu 13- 25 tidak tetap
Krisnawan 08-2008 Banguntapan,
Bantul
Nadia Pandes I,
Bantul, 27 Mei
13 Husnayai Wonokrom TUNARUNGU Buruh
2012
n o, Pleret,
Sholihah Bantul
Bandung,
M. Bantul, 12
14 Pendowoharj TUNARUNGU Swasta
Muflih November
o, Sewon,
Umar 2009
Bantul
Kemutug,
Ary Yogyakarta, 22 Tamanan, Karyawa
15 TUNARUNGU
Najwa Mei 2010 Banguntapa n Swasta
Nafisah n,
Bantul
Klopo
Muhammad Kulon Progo, Sepuluh RT
16 TUNARUNGU Sales/Sopir
Anas 09 23 RW 10
Hasbullah Juni 2010 Bendungan
Wates
Kulon Progo
Amila Ilmadina Bantul, 06 Mei Karyawan
17 TUNARUNGU
Fauzia 2010 Swasta
Krambil Sawit,
Muhammad Gunung Kidul, Buruh
18 Saptosari, TUNARUNGU
Hafiz Nur 20 Harian Lepas
Gunugn
Putra Februari 2010
Kidul
41
Syakira Dewi Yogyakarta, 9 Karang
19 TUNARUNGU Pedagang
Arumi Juni Singosaren DK
2010 III
Golo UH
M. Jakarta, 12 Karyawa
20 5/932 RT 06 TUNARUNGU
Demas Desember n Swasta
RW 02
Haidar 2008
Yogyakarta
Ali
Blok N/33
Kulonprogo, komplek TNI
21 Panji Waskito TUNARUNGU TNI AU
18 AU Lanud Adi
November Sucipto Jogja
2009
Kasihan RT 05
Bekasi, 25 Karyawa
22 Keanu Alfarezel Tamantirto TUNARUNGU
September n Swasta
Kasihan
2012
Bantul
Yumna
Tangerang, 3 Sanggrahan,
23 Khairunnis TUNARUNGU Wiraswasta
Mei Berbah,
a
2009 Sleman
Faiha
Sanden DK 15
Fareno Bantul, 5
24 RT 4 TUNARUNGU Wiraswasta
Tanaya Desember
Murtigading,
Hernansyah 2008
sanden Bantul
Ridho Maulid Tanjung Perumahan
25 AUTIS Swasta
Bintang Pinang, Jalimbar
17 desember
2006
Adinda Blawong 2 RT
Bantul, 20 Juni Buruh
26 Lathifann 13 Trimulyo TUNAGRAHIT
2009 banguna
y Jetis
42
Najwah Bantul A
n
Sleman, 6 Kaliputih RT 44,
27 Fauza Zhielzan AUTIS Sopir
Desember Sewon, Bantul
2007
Tambakboyo
RT 22/61
Aldo Sleman, 28 Juli
28 Condongcatu TUNARUNGU Wirawasta
Raditya 2009
r, depok,
Setyawan
sleman,
DIY
Kedaton, RT
Wafid Bantul, 5 Juni
29 07/18 TUNARUNGU Buruh
Syarifudi 2011
Pleret
n
Bantul
Oswald Hafza
30 15 Juli 2011 Down Syndrome
Pradikta
Rejowinangun
Biru Damai Yogyakarta, 18
31 RT 14 RW 5 Tunarungu PNS
Di Langit April 2012
Kotagede
Krapyak
Muhamma
Yogyakarta, 17 Kulon RT 07
32 d Zulhilmi Tunarungu Wiraswasta
September No 189
Pratama
2010 Panggungharjo
Sewon
33 Duta Pati, 29-06- Lebak Kulon Tunarungu
2007
43
Rembang, 19-
34 Iqbal - Tunarungu
06-
2007
Yogyakarta, Pedagang
35 Ayman Rejowinangun Tunarungu
31- Kecil
07-2004
Sebagian perlengkapan
1 Ruang Kelas 14 Baik
belum memenuhi setandar
2 Tempat ibadah 1 baik Jadi satu dengan pendopo
Kamar
3 1 baik
mandi/WC Guru
Kamar
mandi/WC
4 Siswa 3 baik
Ruang
5 1 baik
Sirkulasi/selasar
b.Sarana Pendidikan
44
No Jenis Jml Kondisi Keterangan
c. Jilid 3 -
d. Jilid 4 -
e. Jilid 5 -
f. Panduan
- -
Terapi
Perlengkapan TPA - -
e. Lemari 18 Baik
45
f. Papan Tulis 13 Baik
2
g. Komputer PC 1 Rusak
C Pembahasan
46
Metode Iqro As’ad humam adalah sebuah metode pengajaran Al-qur’an dengan
menggunakan Buku Iqro’ yang terdiri dari 6 jilid dan dapat dipergunakan untuk balita
sampai manula. Ada prinsip-prinsip dasar metode Iqro, diantaranya yaitu At-thariqah As-
shoutiyah, At-thariqah Tadaruj, At-thariqah Riyadlotuil Athfal, At-Tawassui
Filmaqaasid Lafil Alat, At-Thariqah Bimuraa- a’til Listi’daadi Wal-thabiiy.
At-thoriqoh as-shoutiyah tidak dimulai dengan mengenalkan nama-nama hurufnya,
tetapi langsung dibaca atau langsung diajarkan namanya ini huruf “alif” melainkan
diajarkan bunyi suaranya “a” bagi yang bertanda fathah, “i” bagi yang bertanda kasroh,
“u” bagi yang bertanda dhommah. Demikian juga tanda baca (harokat) yang
menyertainya, juga tidak diperkenalkan namanya.
Dalam hal ini buku Iqro’ mengikuti prinsip yang pertama yaitu langsung bunyinya.
Yang penting anak bisa baca walaupun tidak mengenal nama hurufnya.
At-thariqah Tadaruj yaitu Iqro’ menggunakan metode berangsur-angsur atau dikenal
dengan istilah “at-thoriqoh bittadarruj”. Hal ini tercermin dalam tahapan-tahapan pokok
dari jilid 1 – 6, antara lain: disusun dari yang kongkrit menuju yang abstrak, dimulai dari
yang mudah menuju yang sulit, dan dimulai dari yang sederhana menuju yang kompleks.
At-thariqah Riyadlotuil Athfal, Prinsip CBSA (Cara Belajar Santri Aktif) atau
prinsip “Biriyadlotil athfal” adalah suatu prinsip pengajaran yang ditandai oleh
diutamakannya “belajar” daripada “mengajar”.
Dalam buku Iqro’ prinsip ini benar-benar sangat dipentingkan karena seorang
pendidik hanya diperbolehkan menerangkan dan memberi contoh bacaan-bacaan yang
tercantum dalam “Pokok Bahasan” sedangkan bacaan pada “lembar kerja” yang
digunakan sebagi latihan peserta didik, pendidik tidak boleh ikut membaca atau
menuntunnya.
At-Tawassui Filmaqaasid Lafil Alat, Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah
bahwa pengajaran itu berorientasi kepada tujuan, bukan kepada alat yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan itu.
Dalam kaitannya dengan pengajaran membaca Al-Qur’an, maka tujuan yang
hendak dicapai peserta didik bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai
dengan kaidah-kaidah tajwid yang ada. Mengenai kemampuan mengenal nama-nama
huruf huruf, kemampuan mengeja, mengetahui ilmu tajwidnya dan sebagainya adalah
termasuk “alat” untuk tercapainya tujuan tersebut. Dalam buku Iqro’ yang dipentingkan
47
adalah kemampuan peserta didik dalam membaca Al-Qur’an. Untuk itu: Buku
Iqro’tidak mengenalkan nama- nama huruf dan tanda bacanya sebelum anak bisa
membacanya.
At-Thariqah Bimuraa-a’til Listi’daadi Wal-thabiiy, Menurut H.M. Budiyanto,
dalam bukunya “Prinsip-prinsip Metodologi Buku Iqro” berpendapat bahwa
“Pembelajaran itu haruslah memperhatikan kesiapan, kematangan, potensi-potensi dan
watak pembelajar”.
Prinsip-prinsip dasar metode Iqro inilah yang menjadi salah satu pondasi dalam
merumuskan metode A MA BA. Namun ada perbedaan antara metode Iqro As'ad
Humam dan Metode A MA BA. Perbedaan yang pertama adalah pada metode Iqro
As'ad Humam membaca Al-Qur'an murni seperti pada umumnya manusia normal
membaca Al-Qur'an, sedangkan pada metode A MA BA sudah di kombinasikan dengan
terapi wicara serta aspek-aspek yang lain sebagaimana pengertian metode A MA BA itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku pembicara
dalam pelatihan saat menjelaskan prinsip metode Iqro As'ad humam yang kedua:
"Yang selanjutnya ini, yang kedua ini menggunakan metode yang berangsur-
angsur atau bertahap, dari konkret menuju abstrak. Konkretnya apa? Bisa terlihat dari
gerakan-gerakan mulutnya sebenarnya seperti itu. Terus mudah menuju sulit. Nahh ini
dari harakat-harakat fathah terus ditambah harakat kasrah, harakat dhommah sampai
ke pembelajaran ke belakang itu sampai huruf-huruf ghorib kalau ngga salah itu yang
di iqro ya. Terus itu diajarkan, sehingga ada tingkatan-tingkatannya. Nah ini sebagai
acuan juga dalam pengembangan dan sama juga. Cuma bedanya adalah disini fasenya
pembelajaran membaca al-Qur’an murni secara umum, sedangkan pada kita adalah
sudah kita kombinasikan dengan terapi wicara. Bedanya itu, tapi secara prinsip
umumnya sama.”
Perbedaan yang kedua adalah pada Metode Iqro As'ad Humam yang menjadi
sasaran pembelajaran adalah anak bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar
sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid yang benar, sedangkan pada Metode A MA BA
yang menjadi sasarannya adalah anak-anak bisa keluar suara. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku pembicara dalam pelatihan saat
menjelaskan prinsip metode Iqro As'ad Humam yang keempat:
48
“Terus yang selanjutnya itu berorientasi pada tujuan. Yaitu anak bisa membaca
Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid yang benar
bukan pada alatnya. Jadi disini anak2 itu yang kita bidik adalah bacaannya. Nahh
pada anak2 kita yang kita bidik adalah suaranya. Alat kita adalah buku, terus media2
juga pakai isyarat. Nahh kalo kita mengajarkannya nanti yang diutamakan isyaratnya
nanti malah ngga jadi. Itu adanya nanti di terapi.”
Perbedaan yang ketiga adalah pada Metode Iqro As'ad Humam tidak menuntut
anak-anak untuk bisa menulis huruf-huruf Al-Qur'an sebelum bisa membaca, sedangkan
pada Metode A MA BA ada keunggulan yaitu anak tunarungu tidak hanya diajarkan
bisa membaca, tetapi anak tunarungu juga diajarkan menulis, mengamati gambar,
mengamati gestur, mimik wajah, dan isyarat.
“Selanjutnya tidak menuntut anak bisa menulis huruf-huruf Al-Qur’an sebelum bisa
membaca. Ini untuk prinsip metodologi iqro. Tapi pada prinsip pembelajaran anak
tunarungu nanti akan berbeda. Karena apa? Kita pakai metode komtal. Metode komtal
itu kita nanti eee tidak hanya membaca, tidak hanya melihat, tapi disitu ada menulis,
ada gambar, ada gestur, ada mimik muka terus ada juga isyarat ada, semua kita pakai,
termasuk salah satunya adalah menulis. Kenapa? Kemampuan anak tunarungu kita
harus kembangkan menulisnya agar anak bisa mengungkapkan apa yang ingin dia
sampaikan. Itu menjadi prasyarat. Dan menulisnya anak tunarungu bisa langsung
pakai tulis? Tidak. Nanti ada terapi-terapinya yang tentu saja untuk mengajarkan
kematangan motorik, itu yang pertama. Yang kedua itu huruf isyarat. Huruf abjad jari
itu ada dalam sebuah buku itu disebutkan abjad jari atau menulis dengan abjad jari itu
sama dengan kemampuan menulis. Contohnya kita mau bilang buku itu sudah menulis.
Coba bisa tidak? Bisa. Kenapa? Lebih cepat dia dalam mengingat, satu. Yang kedua,
dia secara otomatis sudah kita ajarkan abjad jari yang kita kenalkan 1 huruf A,
tuliskan huruf A nya, nanti anak akan serta merta langsung bisa untuk
mengaplikasikan ke dalam bahasa tulis. Terus itu yang bedanya ya nanti.”
Komunikasi total adalah konsep pendidikan bagi kaum tunarungu yang
menganjurkan digunakannya semua bentuk komunikasi untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa.
Ruang lingkup kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan komunikasi total
49
meliputi berbagai komponen komunikasi ekspresif dan reseptif. Semua komponen
komunikasi berperan dalam usaha mengembangkan bahasa. Komponen-komponen
tersebut antara lain komponen manual, komponen oral dan komponen aural. Komponen
manual yaitu isyarat baku, ejaan jari, mimik wajah, ekspresi badan, isyarat alami.
Komponen oral yaitu bicara dan membaca ujaran. Komponen aural yaitu melalui
pemanfaatan sisa pendengaran.
Dari hasil pelatihan pengajaran metode A MA BA dalam membaca Al- Qur’an
yang peneliti ikuti, peneliti mendapatkan hasil bahwa alasan dari Ibu Tri Purwanti
selaku perintis Metode A MA BA menggunakan Metode Komunikasi Total adalah
lebih cocok untuk anak tunarungu karena melibatkan seluruh aspek dalam
berkomunikasi mulai dari isyarat, oral, ekspresi, tulisan, gambar dan simbol. Hal ini
sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku pembicara dalam pelatihan
saat menjelaskan alasan menggunakan Metode Komunikasi Total:
“Kenapa saya ambil komtal dan tidak ambil MMR (metode maternal
reflektif)? Karena disini lebih masuk kepada Anak-anak dan kita bisa satu gayung
bisa 10 pulau terlampaui. Isyaratnya kita bisa, oralnnya juga bisa, ekspresi anak juga
dapat, tulisan juga okee, gambar juga oke, simbol no problem.”
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang dibakukan itu merupakan salah
satu media yang membantu komunikasi sesama kaum tunarungu di dalam masyarakat
yang lebih luas. Wujudnya adalah tataan yang sistematis tentang seperangkat jari,
tangan, dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata bahasa Indonesia.
Berdasarkan pembentukannya, isyarat terbagi menjadi 4 yaitu isyarat pokok, isyarat
tambahan, isyarat bentukan dan abjad jari. Namun dari keempat isyarat tersebut, yang
paling penting dalam merumuskan metode A MA BA adalah isyarat abjad jari. Abjad
jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (kanan atau kiri) untuk
mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di dalam Sistem Isyarat
Bahasa Indonesia serupa dengan Internasional Manual Alphabet (dengan perubahan-
perubahan).92 Dari hasil pelatihan pengajaran metode A MA BA dalam membaca Al-
Qur’an yang peneliti ikuti, peneliti mendapatkan hasil bahwa isyarat di dalam metode A
MA BA hanya tidak menjadi prioritas tetapi hanya sebagai titian saja. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku pembicara dalam pelatihan:
50
“Yang kita harapkan terus terang saja di metode A MA BA itu prioritas utamanya
adalah kita menghasilkan suara. Jadi yang kita optimalkan disini adalah suara bukan
isyaratnya. Isyarat hanya sebagai titian saja atau sebagai bantuan saja.”
51
dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku pembicara dalam pelatihan:
“Untuk urutan buku A MA BA itu berbeda dengan biasanya, yaitu A MA BA WA
LA FA TA DA THO DHO NA YA SA. Baru masuk ke huruf desis. Jadi disini ada
pengelompokan huruf. Huruf bibir lidah dan gigi, terus masuk ke huruf desis SA SHO ZA
JA DA DZA DZO TSA SYA. Huruf tenggorokan KA QO HA GHO KHO HA ‘A. Baru
huruf yang berbeda dari pengelompokan lainnya yaitu HA. HA kalo orang normal
masuk ke huruf tenggorokan ada di pangkal tenggorokan. Tapi pada anak tunarungu
untuk memunculkan atau menghasilkan disini terapinya nanti adalah kita memakai
pernapasan dada. Jadi suara dada. Jadi keluarnya dari dada dulu itu susah karena tidak
bisa langsung bentuk di sini. Kemaren kita sudah diskusikan dengan ahli quran tidak
masalah memakai ha itu haaaa itu dimunculkan dari dada karena yang kita tangani
adalah anak- anak yang mengalami hambatan. Terus yang terakhir baru pemunculan
RO. Itu dari susunan huruf-hurufnya.”
52
tiupan lembut. Ketiga, meniup dengan letupan, yaitu latihan pada huruf-huruf letup (ba,
fa, da, ja). Keempat, Menghirup dan menghembuskan melalui hidung, yaitu latihan
kestabilan nafas dan sekaligus latihan rutin untuk relaksasi. Kelima, Meniup dengan
desis, latihan pada huruf- huruf desis (sa, tsa, za, dza, dzo). Keenam, meniup dengan
nafas dada, yaitu latihan pada huruf kha, kho, gho. Dalam meniup bisa dibantu dengan
bantuan alat (lilin, peluit, alat tiup, mainan yang dengan teknik tiup).
Setelah melalui tahapan latihan pernapasan, maka bisa dilanjutkan pada latihan
keterarah wajahan. Tahapan latihan keterarah wajahan yang pertama dengan face to face,
yaitu meniru bentuk mulut dan latihan vocal a i u e o. Apabila gerak koordinasi anak
tunarungu sudah bagus, maka langsung diikuti gerakan tangan. Tahapan yang kedua
adalah dengan terapi kaca, yaitu melatih keterarahan dan belum kepada penyadaran
suara. Namun pemunculan suara mulai dilakukan dimana pengolahan masih kepada
latihan koordinasi antara mata, gerakan tangan, dan gerakan mulut. Tahapan yang ketiga
adalah pemunculan huruf konsonan. Dalam pemunculan huruf konsonan langsung masuk
ke suku kata dan langsung dengan tulisan arab diikuti latin, stukturnya mengikuti struktur
A MA BA.
Berdasarkan hasil dokumentasi yang peneliti dapatkan, peneliti mendapatkan hasil
bahwa dalam Metode A MA BA terdapat 5 jilid buku terapi membaca Al-Qur’an, 1 buku
panduan terapi, dan 4 jilid buku terapi menulis Al- Qur’an yang penulis cantumkan
dalam lampiran.
Fenomena yang diperoleh peneliti, yaitu analisis hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi adalah :
53
5. Anak bisa menghafal Al-Qur’an
BAB V
PEMBAHASAN
54
“A MA BA bukan hafalan, tetapi A MA BA adalah sebuah terapi yang dimana bisa untuk
menerapi. Kita gunakan seluruh organ dan tadi kita setuju dengan menggunakan
pendekatan komtal jadi dengan melihat, dengan merasakan, dengan mengucapkan itu
dari berbagai media salah satunya adalah buku. Kenapa saya pakai itu? kita pakai
seperti mushaf? Karena itu ada runtutannnya, dan itu kita pakai nanti pada saat menulis
dan membaca maka ada dari kanan dari kiri itu adalah tahapan-tahapan dari terapi.
Terus mengerti huruf bacaan yang dilihatnya. Sebelum organ wicara itu mampu dan
sebelum dia bisa untuk benar-benar mengenal atau memahami huruf yang diucapkan
atau dilihatnya itu, maka jangan dulu masuk pada lembaran- lembaran A MA BA. Tapi
benar-benar dulu pahamkan kepada huruf yang kita terapikan, kalau sudah paham
nanti baru masuk ke sana.”
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan ditemukan bahwa
sebelum anak tunarungu mulai menghafal, tindakan yang paling utama adalah anak
tunarungu harus melalui tahapan identifikasi dan asesmen terlebih dahulu untuk
mengetahui kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan kata, kelebihan dan
kekurangan anak tunarungu agar tepat sasaran dalam memberikan penanganan pada
langkah selanjutnya. Setelah mengetahui hasil identifikasi dan asesmen, maka nanti baru
ditindaklanjuti dengan memberikan program-program yang sesuai dengan hasil
identifikasi dan asesmen. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Galih Rasita Dewi
selaku ustazah kelas menghafal Al-Qur’an:
“Jadi untuk mengetahui tentang kemampuan anak-anak itu dilakukan dengan
adanya Identifikasi dan asesmen. identifikasi itu kan pertama anak datang itu oooo anak
ini tunarungu ujian kita akses kemudian kita asesmen anak itu kemampuannya sampai
apa misalnya artikulasinya bagaimana Sudah bisa mengucap aiueo belum kemudian
Sudah punya basic hafalan belum atau ee masih tingkat dasar. kemudian ketika kita
udah tahu kelebihan dan kekurangannya apa, kelebihan dan kekurangannya itu apa
Nanti kita tindaklanjuti dengan adanya program-program untuk menghafal itu sendiri,
kemudian yang kedua Kalau dari segi sarana dan prasarananya mungkin dari perangkat
pembelajarannya seperti itu misalnya perangkat jadi misalnya anaknya itu mau dimulai
dari apa misalnya Basmalah kalimat Toyibah baru nanti ke hafalan hafalan Qur'an
lainnya itu nanti kita buat rencana, rencana Program pembelajaran seperti itu,
administrasi pembelajaran kemudian yang kedua itu seperti buku, buku prestasi lebih ke
55
buku-buku alat perlengkapan nya kayak gitu prestasi kemudian Alat tulisan dan
sebagainya. jadi yang pertama asesmen yang paling utama dalam perencanaan.”
Jika hasil identifikasi atau asesmen kemampuan anak masih rendah, anak
tunarungu harus melalui tahapan terapi terlebih dahulu yang dimulai dari terapi dalam
pengajaran wicara sampai anak sudah menyelesaikan terapi di Jilid 4 buku A MA BA
untuk mempermudah pengenalan hafalan. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Tri
Purwanti selaku perintis Metode A MA BA:
“Kalo menghafal sebenarnya kita sambil anak-anak kan memang kita aplikasikan
ke sholat ya, cuman dalam arti yang benar-benar program tahfiz itu setelah anak selesai
jilid 4 di A MA BA. Jilid 4 A MA BA selesai itu langsung paling tidak terapinya sudah
sampai sana kita ngajarnya mudah. Tapi kalau misalnya kayak Rozak Dihyah, kita untuk
ini belum masuk program tahfiz, tapi latihan menghafal saja. Pengenalan menghafal.
Jadi untuk melanyahkan oral biar lentur, tapi target bidikan ke tahfiz belum ada. Target
56
bidikan tajwid manakala anak sudah bisa muulai meraba bajaan di juz 30. Itu kalo jilid
4 sudah bisa meraba. Jadi jilid 4 sudah mulai langsung sambil mulai ke surat an-nas itu
perbaikan. Jadi kita mau betulkan, “ini ghunnah” kalo belum sampai ke situ kita capek
juga ngajari yang belum sampe ke tahapnya sana.”
Selain itu dari hasil wawancara juga penulis dapatkan hasil bahwa pengenalan
hafalan bisa diajarkan pada anak ketika oral anak sudah mampu menggerakkan dua
sampai tiga kata. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku perintis
Metode A MA BA:
“Kalau cuman pengenalan menghafal itu ya kalo anak sudah mampu oral, sudah
mampu menggerakkan dua tiga kata, menirukan dua tiga kata, okee sudah berani kita
ajarkan.”
Urutan kegiatan pembelajaran di TPA Iqro Nur Aini sebelum masa pandemi
COVID-19 secara umum yaitu anak melakukan sholat ashar berjamaa terlebih dahulu.
Kemudian membaca doa setelah sholat dan terapi bersama. Selanjutnya pembelajaran di
kelas sesuai pengelompokkan kelasnya yang berdasarkan pada hasil asesmen. Hal ini
sesuai yang dikatakan oleh Ibu Galih Rasita Dewi selaku ustazah kelas menghafal Al-
Qur’an:
“Kalau pembelajaran yang pertama itu sholat, kemudian kita hafalan dan terapi
bersama. terus habis itu kita hafalan bersama. Hafalannya itu lebih ke membaca doa
setelah sholat sih, jadi misalnya tasbih tahmid takbir tahlil misalnya seperti itu.
Kemudian ada doa untuk kedua orang tua dan sebagianya. Setelah itu kita masuk ke
kelas-kelas sesuai pengelompokan kelasnya. Pengelompokan kelas itu disesuaikan
berdasarkan dengan kemampuannya. Jadi misalnya kelasnya bu ulfah itu anak-anak
yang baru masuk. Jadi masih perlu terapi lebih, nahh itu dijadikan satu, kelasnya itu
disesuaikan dengan kemampuannnya, bukan umur bukan kelas. Kalo terapi bersama itu
maksudnya disini itu untuk pemanasan sebelum masuk ke kelasnya sendiri-sendiri.
contohnya gini, ayo anak-anak semuanya bilang AA jadi semuanya ngga satu-satu face
to face. Nahh aa ii, nanti ada terapi rahang juga, terapi lidah pokoknya itu terapi yang
pemanasan.”
Selama masa pandemi COVID-19, sejak bulan Maret 2020 kegiatan di TPA Iqro
Nur Aini ditiadakan hingga waktu yang belum ditentukan. Walaupun kegiatan TPA
57
hingga saat ini belum dibuka, peneliti masih bisa memperoleh data melalui pengamatan
langsung saat anak sedang melakukan pembelajaran, karena santri yang menjadi subjek
penelitian tinggal bersama perintis Metode A MA BA. Berdasarkan hasil pengamatan
langsung saat anak sedang melakukan pembelajaran, sebelum anak-anak tunarungu mulai
setoran hafalan, mereka
menghafal bersama-sama dengan cara baca simak. Kemudian setelah mereka
selesai baca simak, mereka melakukan setoran hafalan secara individu dengan sistem
setoran yaitu dimulai dari 1 surat penuh, kemudian dilanjut dengan tebak surat dan
sambung ayat. Sistem setoran semacam ini bisa diterapkan pada anak-anak tunarungu
setelah mereka menyelesaikan A MA BA jilid 5. Hasil pengamatan ini diperkuat dengan
hasil wawancara setelah melakukan pengamatan saat anak tunarungu sedang melakukan
pembelajaran dan sesuai yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku perintis Metode A
MA BA:
“Itu kalau sudah selesai jilid 5 sebenaranya, tapi kalau pas jilid 5 pun anak-anak
mampu. Anak-anak juga sudah mampu di situ. Yang jelas kita tahap demi tahap kita
target utamanya itu adalah anak-anak mampu mengimplementasikan menghafal surat
itu pada sholat. Itu utamanya. Nahh, makanya yang kita targetkan biasanya minimal
pertama itu 4 surat pertama, jadi ada sholat rekaat 1 rekaat 2 sama sunnah, qobliyah,
terus sunnah ba’diyah. Jadi makanya kita targetnya hanya paling 5-6 surat untuk awal
ya. Tapi setelah sudah mulai bisa, sudah sampai surat al-maun, itu anak-anak sudah
mulai kita kenalkan nanti pertama tidak tebak surat dulu, tapi langsung saya baca ayat 1
anak-anak baca ayat 2, tapi dengan melihat mushaf dulu. Jadi tahapannya gitu, jadi
ngga serta merta langsung seperti ini pake proses, wong kita wae yang normal aja kita
juga anu, nahh kita tebak surat seperti ini manakala anak itu sudah mampu lepas
isyarat.”
58
evaluasi hafalan anak-anak tunarungu sebelum pandemi COVID-19, evaluasi
dilaksanakan setiap pertemuan yaitu di hari Senin hingga Rabu dari ashar hingga
menjelang maghrib. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Galih Rasita Dewi selaku
ustazah kelas menghafal Al-Qur’an:
“Evaluasi itu dilakukan setiap hari. Maksudnya setiap hari itu setiap pertemuan.
Nahh setiap pertemuan itu kita lakukan evaluasi terkait bagaimana tingkat hafalnya,
yang kedua itu artikulasinya, yang ketiga itu panjang pendeknya. Untuk pertemuannya 1
pekan 3 kali, senin selasa rabu dari ashar sampai set 6”.
a. Sistematika buku dan pengajaran dari yang mudah menuju ke yang sulit dari huruf
vocal, bilabial, labio dental, dental, palanatal/alveolar, velar, global, yang sudah
dikombinasikan dengan tahap perkembangan bahasa secara umum sehingga lebih
mudah tahapannya untuk anak tunarungu.
b. Diikuti dengan isyarat sehingga mempermudah anak dalam mengingat huruf dan
mengontrol artikulasinya.
59
c. Setiap tahap dilakukan terapi sehingga terapi dan aplikasi selalu terkait.
d. Adanya pengulangan huruf sehingga lebih mematangkan anak dalam mengucap
dan menajamkan dalam mengingat huruf hurufnya.
e. Sangat mendukung pengembangan kemampuan wicara/oral anak.
f. Anak tidak mudah bosan karena sistim terapi dan aplikasi sehingga meminimkan
pengulangan yang lama pada tiap halaman.
g. Dengan sistim huruf berharokat langsung mempermudah anak tunarungu dalam
pengucapan dan sekaligus mendukung anak dalam pengucapan dengan artikulasi
yang lebih baik.
h. Diajarkan dengan tahap demi tahap secara sistematis yang disesuaikan dengan
karakteristik anak tunarungu sehingga lebih mudah untuk diterima/dipelajari oleh
anak tunarungu.
Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku perintis Metode A MA BA:
“Keunggulan metode amaba kenapa bisa dilirik banyak orang terutama orang-orang yang
disini sudah tau terkait sistem2 terapi? Pertama, Karena kita memiliki sistematik buku yang
pengajaran dari yang mudah ke yang sulit dari huruf vokal bilabial labiodental sampai
yang susah, yang sudah dikombinasikan dengan tahap perkembangan bahasa secara umum
sehingga lebih mudah tahapannya untuk anak tunarungu. Terus selanjutnya ini sudah
dikombinasikan juga diikuti dengan isyarat sehingga mempermudah anak dengan
mengingat huruf dan mengontrol artikulasinya. Coba kalau anak tunarungu tidak pakai
titian isyarat jari, maka mereka susah sekali untuk membedakan huruf-huruf. Yang kedua
juga sangat mudah untuk lupa, kita terapikan huruf lain, yang lainnnya akan lupa. Setiap
tahap dilakukan terapi sehingga terapi dan aplikasi selalu terkait. Di buku saya ini, nanti
pada saat pemunculan huruf ini terapi pembentukan huruf awal, terus kita mulai. Kita
aplikasi dari terapi tahap satu. Terapi di jilid 2 itu ada terapi lalu masuk materi. Kita
terapikan dulu huruf-huruf mati, kita mematikan huruf terus langsung masuk ke materi.
Kalau sudah masuk jilid 3 sudah masuk ke al- qur’an. Materi yang belum tersampaikan
tidak kita ambilkan dulu. Di dalam metode amaba hampir sama dengan metode iqro cuman
bedanya struktur huruf yang berbeda. Intinya banyak pengulangan materi. Sangat
mendukung pada pengembangan wicara oral anak. Anak tidak mudah bosan karena sistem
terapi dan aplikasi sehingga meminimkan pengulangan yang lama pada tiap halaman.
Diajarkan dengan tahap demi tahap secara sistematis”
60
Berdasarkan hasil dokumentasi materi dari pelatihan pengajaran metode A MA BA
dalam membaca Al-Qur’an yang peneliti ikuti, peneliti mendapatkan hasil bahwa ada 6
keunggulan yang didapatkan anak secara bersamaan yaitu:
a. Anak bisa membaca tulisan arab,
b. Anak bisa membaca tulisan latin,
c. Anak bisa menulis dengan tulisan arab,
d. Anak bisa menulis tulisan latin,
e. Kemampuan wicara meningkat, dan
f. Anak juga bisa juga berisyarat.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan, ditemukan bahwa kemampuan
berbicara santri dalam menghafal Al-Qu’an setelah menggunakan Metode A MA BA,
kemampuan anak dalam berbicara meningkat. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Galih
Rasita Dewi selaku ustazah kelas menghafal Al-Qur’an:
Selain itu, hal ini juga diperkuat dengan hasil pengamatan langsung yang dilakukan
peneliti saat anak sedang melakukan pembelajaran, bahwa anak sudah mampu membaca
tulisan arab bahkan mampu menghafal dengan sistem baca simak dengan teman, mampu
setoran hafalan, mampu tebak surat yang dibacakan oleh Ibu Tri Purwanti dan bahkan anak
tunarungu mampu meneruskan ayat yang dibacakan oleh Ibu Tri Purwanti dengan cara
sambung ayat secara bergantian, yaitu ayat satu dibacakan oleh Ibu Tri Purwanti kemudian
anak menebak nama surat dan melanjutkan ayat yang kedua.
Berdasarkan hasil wawancara penulis mendapatkan hasil bahwa anak- anak tunarungu
sudah mampu menghafal surat An-Nas sampai surat Al- Qori’ah. Hal ini sesuai yang
dikatakan Ibu Tri Purwanti:
61
“Iqbal baru sampe an-nas sampai al-ashr, duta dan Iqbal sampe al- qoriah, dan
alhamdulillah semua surat bisa. Karena memang kita sistemnya bukan ngebut. Tapi memang
sistemnya memang sampai anak itu benar-benar bisa. Hanya itu kita coba untuk sambung
ayat, menyebutkan nama surat, jadi dia tidak hanya ngapalin-ngapalin tapi ngga tau surat
apa yang dihapalin. Saya coba anak-anak itu paham betul, sehingga nanti pada saatnnya
kita masuk ke eeee apa namanya turjumul quran, dia tahu ooo iya surat al ashr seperti ini
bunyinnya maknanya apa gitu, sampe ke situ.”
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan ditemukan bahwa kendala yang
dihadapi selama mengajarkan menghafal Al-Qur’an pada anak- anak tunarungu saat TPA
masih aktif sebelum masa pandemi COVID-19 adalah kadang anak tidak konsisten untuk
berangkat TPA. Anak yang jarang berangkat hafalannya akan terhambat bahkan hafalannya
bisa sampai hilang. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Galih Rasita Dewi selaku ustazah
kelas menghafal Al-Qur’an:
Kalo kendalanya itu mungkin siswanya kadang-kadang ngga konsisten berangkat.
Anak yang jarang berangkat terlihat banget menghambat hafalannya, misalnya udah hafal
sampai ayat 4, kemudian dia seminggu ngga berangkat otomatis 3 kali ngga berangkat, nanti
hafalannya itu hilang lagi, terus mulai dari belakang lagi dan yang kedua ketika tidak
dimurojaah itu terasa sekali langsung hilang semua, walaupun dulu udah hafal udah tinggi
tapi ketika ngga di murojaah itu nanti hilang. Ketika kita menghafal nambah ayat misalnya
sekarang al-maun ayat 1 itu juga kita memurojaah beberapa surat yang sudah di hafal.
Biasanya kalau saya itu 2 sampai 3 surat dimurojaah dulu baru nambah hafalan.108
Untuk mengatasi kendala yang dihadapi ustazah saat TPA masih aktif sebelum pandemi
adalah yaitu dengan mengingatkan anak agar selalu mengulang hafalan. Selain itu ustazah
juga melakukann koordinasi dengan orang tua karena kunci keberhasilan anak berkebutuhan
khusus itu salah satunya komunikasi dengan orang tua. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu
Galih Rasita Dewi selaku ustazah kelas menghafal Al-Qur’an:
“ langsung ke anak itu selalu mengingatkan jangan lupa untuk memurojaah. Kemudian yang
kedua itu kita koordinasi ke orang tua. Jadi selalu komunikasi, jangan sampai ngga
komunikasi karena kunci keberhasilan anak berkebutuhan khusus itu salah satunya
62
komunikasi dengan orang tua. Nah misalnya, Assalamualaikum ma. Ini reno udah sampai al-
maun. Tolong dimurojaah ya sampai ini. Kemudian meminimalisir dia bolos tpa gitu loh.”
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan ditemukan bahwa kendala yang
dihadapi selama mengajarkan menghafal Al-Qur’an pada anak- anak tunarungu saat masa
pandemi COVID-19 yaitu mereka terkadang suaranya hilang karena belum mampu
mengontrol suara. Dalam metode A MA BA yang menjadi alat untuk mengontrol suara anak-
anak tunarungu adalah isyarat yang sudah dimodifikasi di dalam buku Metode A MA BA. Hal
ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Tri Purwanti selaku perintis Metode A MA BA:
“Kalau menurut saya kendalanya cuman 1 kadang suaranya hilang- hilang, jadi ada
huruf-huruf yang hilang karena mereka ngga bisa kontrol suara, sehingga kadang ada huruf
seperti Aiman itu, misal wamaaaaaa ad, a nya hilang, wamaaaaaad. Kadang ada yang
hilang seperti itu makanya kalau secara oral murni itu kita hanya menuntut secara oral
murni mereka punya hak untuk isyarat. Sehingga karena isyarat kita dalam metode A MA BA
kita pakekan sebagai kontrol suara. Makanya manakala anak salah kita langsung
mengingatkannya dengan isyarat, begitupun anak nanti bila 1 kali diingatkan dengan isyarat
saya nanti belum sadar juga, maka dia harus mempraktikkan dengan mengikut isyaratnya
sehingga bacaannya benar, dia tersadar kesalahannya dimana baru lanjut, hanya itu aja,
kendalanya ngga begitu banget. Malah justru kita mengajarkan pada anak tunarungu itu
sangat mudah, sangat mudahnya kenapa? Lebih susah ngajarin anak tunagrahita dan Autis.
Anak tunarungu sak enak-enake ABK.”
Selain hilangnya suara, kendala yang dimiliki oleh anak tunarungu adalah terkadang
lupa kosakata. Untuk mengatasi kendala tersebut maka bisa dibantu dengan kode atau isyarat
yang ada di dalam buku Metode A MA BA. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Ibu Tri
Purwanti selaku perintis Metode A MA BA:
“Dibantu dengan gerakan kalau yang sudah lepas oral itu lupa. Itu sebenarnya anak-
anak tunarungu kayak Iqbal aja ngga perlu mencontohi kodenya panjang, tau salahnya
dibacaannya mana. Kode pak, saya membetulin kodenya. Kalo kode lupa baru nanti ke
bacaan.”
63
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah peneliti memaparkan analisis terhadap data yang telah diperoleh dari tempat
penelitian, berikut peneliti dapat menyimpulkan data sebagai berikut:
1. Proses penerapan metode A MA BA dalam menghafal Al-Qur’an pada anak tunarungu di
TPA Iqro’ Nur ‘Aini harus melalui tahapan asesmen terlebih dahulu untuk mengetahui
kemampuan anak dan ditindaklanjuti dengan melalui serangaian tahapan terapi terlebih
dahulu yang dimulai dari terapi dalam pengajaran wicara sampai anak sudah menyelesaikan
terapi di Jilid 4 buku A MA BA. Setelah anak tunarungu menyelesaikan seluruh rangkaian
terapi, maka pengenalan hafalan bisa diajarkan pada anak ketika oral anak sudah mampu
menggerakkan dua sampai tiga kata. Sebelum anak-anak tunarungu mulai setoran hafalan,
mereka menghafal bersama-sama dengan cara baca simak. Kemudian setelah mereka selesai
baca simak, mereka melakukan setoran hafalan secara individu dengan sistem setoran yaitu
dimulai dari 1 surat penuh, kemudian dilanjut dengan tebak surat dan sambung ayat.
2. Hasil penerapan metode A MA BA dalam menghafal Al-Qur’an pada anak tunarungu di TPA
Iqro’ Nur ‘Aini adalah anak tunarungu mendapatkan 6 keunggulan secara bersamaan yaitu
64
anak bisa membaca tulisan arab, anak bisa membaca tulisan latin, anak bisa menulis dengan
tulisan arab, anak bisa menulis tulisan latin, kemampuan wicara meningkat, dan anak juga
bisa juga berisyarat.
3. Kendala penerapan metode A MA BA dalam menghafal Al-Qur’an pada anak tunarungu di
TPA Iqro’ Nur ‘Aini adalah anak tunarungu terkadang suaranya hilang karena belum mampu
mengontrol suara. Dalam metode A MA BA yang menjadi alat untuk mengontrol suara anak-
anak tunarungu adalah isyarat yang sudah dimodifikasi di dalam buku Metode A MA BA.
Selain hilangnya suara, kendala yang dimiliki oleh anak tunarungu adalah terkadang lupa
kosakata. Untuk mengatasi kendala tersebut maka bisa dibantu dengan kode atau isyarat yang
ada di dalam buku Metode A MA BA.
B. Saran-saran
1. Untuk TPA Iqro Nur Aini
a. TPA tidak hanya menerima santri tunarungu, tetapi juga menerima santri berkebutuhan
khusus lainnya.
b. Memperbanyak sarana pembelajaran
2. Untuk Ustadz/Ustadzah TPA Iqro Nur Aini
a. Ustadz/ustadzah diharapkan lebih memperhatikan keadaan santri.
b. Ustadz/ustadzah diharapkan meningkatkan kemampuan dalam mengajar.
65
DAFTAR PUSTAKA
A., Hermin Ratih, and Amanda Pasca Rini. 2015. "Pengaruh Auditori Verbal Therapy
terhadap Kemampuan Penguasaan Kosakata pada Anak yang Mengalami Gangguan
Pendengaran." Jurnal Psikologi Indonesia 79.
Abdullah, Nandiyah. 2013. "Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus." Magistra 8- 9.
Alvayed, Gilang. 2019. Efektivitas Implementasi Metode Kauny Quantum Memory dalam
Meningkatkan Menghafalkan Al-Quran Kelas VII di MTs Negeri 4 Sleman. Skripsi,
Yogyakarta: Sarjana FIAI UII.
Anwari, Syarif Pulloh. 2019. Daniel Satria Ramadhan, Bocah Tunanetra Hafiz Al- Quran,
Daya Ingatnya Melebihi Anak-Anak Seusianya. Mei 7. Accessed April 14, 2020.
https://jabar.tribunnews.com/2019/05/07/daniel-satria- ramadhan-bocah-tunanetra-
hafiz-alquran-daya-ingatnya-melebihi-anak- anak-seusianya?page=all.
Aqila. 2014. Anak Cacat Bukan Kiamat Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati.
Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Darka, Ahmad. 2009. Bagaimana Mengajar Iqro'dengan Benar. Jakarta: CV. Tunas Utama.
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar dan Aplikasi). Malang: Ya3.
Fauzi, Ahmad. 2017. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan
Kemampuan Membaca Al-Quran Bagi Siswa Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa Islam
Qothrunnada Kabupaten Bantul. Thesis, Yogyakarta: Pascasarjana FIAI UII.
Furchan, Arief. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Futikhaturrohmah. 2019. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kecepatan Menghafal
Al-Quran Santri Asrama Mahasiswi Kompleks VI Pondok Pesantren Sunan
Pandanaran. Skripsi, Yogyakarta: Sarjan FIAI UII.
66
Haenudin. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu. Jakarta Timur: Luxima.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.
Julita, Viosri Okma. 2015. "Efektivitas Metode VAKT untuk Meningkatkan Hafalan Surah
Al-kautsar Bagi Anak Tunarungu." Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus 615-626.
Karwati, Euis. 2014. Manajemen Kelas Classroom Management Guru Profesional yang
Inspiratif, Kreatif, Menyenangkan, dan Berprestasi. Bandung: Alfabeta.
Khaqiqi, Abdin Nur. 2018. Pola Pembelajaran Tahfiz Al-Quran Anak Tunarungu di Rumah
ABATA Kav. Argodewi Kecamatan Mungsen Kabupaten Temanggung. Skripsi,
Salatiga: IAIN Salatiga.
Kisdiantoro. 2016. VIDEO: Hafidz Cilik Mu'adz Membuat Semua Orang di Studio Menangis:
Saya Tak Minta Mata Saya Kembali. Januari 7. Accessed April 14, 2020.
https://jabar.tribunnews.com/2016/01/07/video-hafidz-cilik- muadz-membuat-semua-
orang-di-setudio-menangis-saya-tak-minta-mata- saya-kembali.
Kustawan, Dedy. 2019. Penilaian Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta
Timur: Luxima.
Margono. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Maulidiah, Arini
Intan. 2018. Efektivitas Metode Tikrar dalam Menghafal Al- Quran Juz 30 Pada
Mahasiswi Ta'lim Progam Studi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia. Skripsi, Yogyakarta: Sarjana FIAI UII.
Muhfaidah, Ulum. 2016. Pembelajaran Al-Quran pada Siswa Tunarungu di SMPLB Negeri
Salatiga Tahun Pembelajaran 2016/2017. Skripsi, Salatiga: IAIN Salatiga.
Mursiti. 2007. Pengaruh Metode Maternal Reflektif Dengan Teknik Perdati Dan Teknik
Membaca Ideo-Visual Terhadap Pemerolehan Perbendaharaan Kata Anak Tuna
Rungu Wicara di Surakarta. Skripsi, Surakarta: Sarjana FKIP UNS.
Nurcahyo, Arif Tri. 2009. Pembelajaran Al-Quran Terhadap Siswa Tunarungu di SLB Negeri
1 Wonosari Gunungkidul. Skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Pedak, Mustamir. 2009. Mukjizat Terapi Al-Quran untuk Hidup Sukses. Jakarta:
Wahyumedia.
Purwanti, Tri, interview by Mohammad Rizal Ahnafi Aflah. 2019. Studi Pendahuluan
(Desember 5).
Rahmasita, Anis Nur. 2017. Implementasi Program Tahfiz Al-Quran di MTs Negeri 9
Sleman. Skripsi, Yogyakarta: Sarjana FIAI UII.
Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan. Sugiyono. 2005.
Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suparno. 2001. Buku Pegangan Kuliah Pendidikan Anak Tunarungu. Yogyakarta: UNY
Press.
Suroso, Fuad Nashori. 2000. Metodologi Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syaodih, Nana. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yulius, Yongky. 2019. Kisah Perjuangan Naja Hafiz Indonesia 2019. Alami Lumpuh Otak,
Tapi Hafal Hingga 30 Juz. Mei 10. Accessed April 14, 2020.
https://jabar.tribunnews.com/amp/2019/05/10/kisah-perjuangan-naja-
hafiz-indonesia-2019-alami-lumpuh-otak-tapi-hafal-hingga-30-juz- alquran?page=all.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
2. Kepala Sekolah/Yayasan
69
mengevaluasi pembelajaranya?
3. Guru AMABA
70
PEDOMAN OBSERVASI
71
j. Kemampuan guru dalam mengevaluasi pembelajaran
PEDOMAN DOKUMENTASI
72
pada anak tunarungu
d. Kegiatan belajar mengajar Al-Qur’an dengan metode
AMABA pada anak tunarungu
e. Hasil perkembangan peserta didik/buku prestasi
73
Lampiran 4. Transkip Wawancara
Informan 1
A. Identitas diri:
4. Jam : 14.30-selesai
B. Materi Wawancara
74
Informan dan prasarananya mungkin dari perangkat pembelajarannya seperti
itu misalnya perangkat jadi misalnya anaknya itu mau dimulai dari
apa misalnya Basmalah kalimat Toyibah baru nanti ke hafalan
hafalan Qur'an lainnya itu nanti kita buat rencana, rencana Program
pembelajaran seperti itu, administrasi pembelajaran kemudian
yang kedua itu
seperti buku, buku prestasi lebih ke buku-buku alat perlengkapan
nya kayak gitu prestasi kemudian Alat tulisan dan sebagainya. jadi
75
pembelajaran menghafal Al-Quran?
Kalo yang terlibat itu yang pertama meng asesmen adalah
foundernya A MA BA, kedua itu direktur, dan yang ketiga itu
ustaz- ustazah yang dirasa menjadi tim asesmen. Biasanya ada tim
Informan sendiri, sebelum masuk itu nanti ada catatan dari dokter apa tidak,
ada catatan dari psikolog apa tidak nahh peran dokter dan psikolog
jadi
hanya sebatas itu.
Peneliti Bagaimana urutan kegiatan pembelajaran saat TPA secara umum?
Kalau pembelajaran yang pertama itu sholat, kemudian kita hafalan
Informan
dan terapi bersama. Maksudnya terapi bersama itu kita ngga melihat
dia kemampuannya itu udah baik apa belum, soalnya nanti kita
klasikal “A A MA MA II UU EE OO itu bareng-bareng semuanya
terus habis itu kita hafalan bersama. Hafalannya itu lebih ke
membaca doa setelah sholat sih, jadi misalnya tasbih tahmid takbir
tahlil misalnya seperti itu. Kemudian ada doa untuk kedua orang
tua dan sebagianya. Setelah itu kita masuk ke kelas-kelas sesuai
pengelompokan kelasnya. Pengelompokan kelas itu disesuaikan
berdasarkan dengan kemampuannya. Jadi misalnya kelasnya bu
ulfah itu anak-anak yang baru masuk. Jadi masih perlu terapi lebih,
nahh itu dijadikan satu, kelasnya itu disesuaikan dengan
kemampuannnya, bukan umur bukan kelas.
Peneliti Penyesuaiannya berdasarkan hasil asesmen itu ya bu?
76
Iya, Jadi setiap tahun itu di asesmen lagi, kan ada asesmen dan
evaluasi setiap tahunnya oohh ternyata di kelasku santri X itu
ketinggian, jadi besok pas di tahun ajaran baru itu diturunkan, jadi
itu diikutkan di kelas yang lebih rendah lagi. Rendah dalam artian
kemampuan.
Kalo terapi bersama itu maksudnya disini itu untuk pemanasan
sebelum masuk ke kelasnya sendiri-sendiri. contohnya gini, ayo
anak-anak semuanya bilang AA jadi semuanya ngga satu-satu face
to face. Nahh aa ii, nanti ada terapi rahang juga, terapi lidah
pokoknya itu terapi yang pemanasan.
Habis itu kita masuk ke kelas-kelas tadi dengan kemampuannya
Informan tadi. Habis itu baru pembelajaran biasa, berdoa, kemudian salam,
kemudian pemberian materi tapi materinya itu sebatas materi TPA
aja sesuai dengan kemampuan anaknya. Kalua misalnya anak
belum mampu akademik ya dikasih misalnya menulis arab,
pokoknya disesuaikan dengan kemampuan anak. Terus habis itu
baru kita
membaca A MA BA, hafalan dan terapi. Nah itu satu-satu.
Peneliti Bagaimana urutan pelaksanaan saat menghafal Al-Quran?
Jadi pertama itu dilenturkan dulu pakai terapi tadi, biasanya terapi
pijat. Setelah terapi pijat itu langsung ke menghafal. Nahh pas
menghafal itu pertama aiueo, habis itu membaca kalimat basmalah
dan thoiyibah subhanallah alhamdulillah allahu akbar lailaaha
illallah dan syahadat. Setelah itu baru kita program, baru al-fatihah.
Setelah dia selesai al-fatihah ndia ke An-nas jadi naik naik naik.
Nahh menghafalnya itu lebih ke per ayat. cara penanamannya kalo
aku tak tulis dulu hurufnya di lembar hafalannya dia, misalnya
sekarang al-fatihah, berarti menulis al-fatihah ayat satu sampai
Informan tujuh. Terus habis itu, yo sekarang ayat 1 dulu kamu hafalkan terus
77
lihat bu galih. Jadi itu keterarah suaraan dan keterarah wajahan.
Jadi pas menghafal dia harus lihat aku. Bismillahirrahmanirrahim
pakai isyarat sama oral, ulangi lagi Bismillahirrahmanirrahim
terus
anaknya disuruh ngulang.
Bagaimana metode yang digunakan dalam pembelajaran menghafal
Peneliti
Al-Quran?
A MA BA itu kan suatu cara membaca Al-Qur’an dengan
komunikasi total yang disesuaikan dengan karakteristik anak. Jadi
metode yang dipakai juga menggunakan komunikasi total yaitu
Informan
gestur, jadi ekspresiku, isyarat sama oral. Jadi harus tiga-tiganya
dipakai semua.
Apa saja sarana dan Prasarana yang digunakan saat pelaksanaan
Peneliti
pembelajaran menghafal Al-Quran?
Untuk terapi yang pertama ada minyak terapi. Yang kedua itu lilin,
tisu, pokoknya benda-benda yang itu untuk terapi tiup. Nahh
kemudian ada mushaf Al-Qur’an atau iqro atau juz Amma,
kemudian buku prestasi. Kalau untuk menghafal, anak-anak
menggunakan juz amma. Kalau disini A MA BA nya itu pakai
Informan buku A MA BA, jadi itu iqro khusus anak tunarungu. Apa
bedanya? Hurufnya itu disesuaikan dengan produksi suara
anak, tempat
keluarnya suara. Misalnya yang tadi bilabial berarti kan PBMW,
78
Iqro, iqronya As’ad Humam. Jadi balik lagi ke jilid 2 sampai jilid
6. Kalau
dia udah jilid 6 baru Al-Qur’an.
Bagaimana proses evaluasi yang dilakukan saat menghafal Al-
Peneliti
Quran?
Jadi evaluasi itu dilakukan setiap hari. Maksudnya setiap hari itu
setiap pertemuan. Nahh setiap pertemuan itu kita lakukan evaluasi
Informan terkait bagaimana tingkat hafalnya, yang kedua itu artikulasinya,
yang ketiga itu panjang pendeknya.
Kapan waktu yang digunakan untuk evaluasi dalam menghafal Al-
Peneliti
Quran?
Untuk pertemuannya 1 pekan 3 kali, senin selasa rabu dari ashar
Informan
sampai set 6.
Peneliti Berapa jumlah hafalan yang dimiliki santri saat ini?
Untuk hafalannya dimulai dari kalimat thoiyyibah. Untuk reno
hafalannya sudah sampai al-maun. Terus kalau hanif, sudah sampai
al-alaq. Duta al-qoriah. Iqbal Al-qoriah. Saat dimasa pandemic
Informan
evaluasinya melalui video call atau orangtuanya mengirimkan
video
kemudian saya mengirimkan feed back berupa video saya.
Kemampuan berbicara santri dalam Menghafal Al-Quran
Peneliti
menggunakan metode A MA BA
Alhamdulillah ya mas, jadi ketika menggunakan metode A MA BA
itu kemampuan berbicara anak itu meningkat. Soalnya kan waktu
Informan kita menghafal, membaca dengan A MA BA itu tidak hanya
sekedar
mengaji, tetapi juga sekalian terapi wicara. Jadi itu bisa digunakan
79
dalam sehari-hari, misalnya dia baru terapi membedakan huruf BA
dan MA. Coba kalo ngga denger BA MA sama ngga? Sama kan?
Nah, ketika dia belajar huruf hijaiyyah terus dia bisa membedakan
BA dan MA. Jadi untuk kesehariannya, berbicara sehari-hari dia
bisa mengucapkan makan ya makan, ngga bakan seperti itu contoh
konkretnya.
Apa saja kendala yang dihadapi ustadzah dalam melakukan
Peneliti penerapan metode a ma ba dalam menghafal Al-Qur’an pada anak
tunarungu?
Kalo kendalanya itu mungkin siswanya kadang-kadang ngga
konsisten berangkat. Anak yang jarang berangkat terlihat banget
menghambat hafalannya, misalnya udah hafal sampai ayat 4,
kemudian dia seminggu ngga berangkat otomatis 3 kali ngga
berangkat, nanti hafalannya itu hilang lagi, terus mulai dari
belakang lagi dan yang kedua ketika tidak dimurojaah itu terasa
sekali langsung hilang semua, walaupun dulu udah hafal udah
Informan tinggi tapi ketika ngga di murojaah itu nanti hilang. Ketika kita
menghafal nambah ayat misalnya sekarang al-maun ayat 1 itu juga
kita memurojaah beberapa surat yang sudah di hafal. Biasanya
kalau saya
itu 2 sampai 3 surat dimurojaah dulu baru nambah hafalan.
Bagaimana cara mengatasi kendala yang dihadapi ustadzah dalam
Peneliti
menghafal Al-Qur’an pada anak tunarungu?
Untuk langsung ke anak itu selalu mengingatkan jangan lupa untuk
memurojaah. Kemudian yang kedua itu kita koordinasi ke orang
tua. Jadi selalu komunikasi, jangan sampai ngga komunikasi karena
kunci keberhasilan anak berkebutuhan khusus itu salah satunya
Informan komunikasi dengan orang tua. Nah misalnya, Assalamualaikum
ma. Ini reno udah sampai al-maun. Tolong dimurojaah ya sampai
ini.
Kemudian meminimalisir dia bolos tpa gitu loh.
80
Informan 2
C. Identitas diri:
8. Jam : 20.30-selesai
D. Materi Wawancara
81
Peneliti Kapan anak-anak mulai boleh atau bisa menghafal Al-Qur’an?
Kalo menghafal sebenarnya kita sambil anak-anak kan memang
kita aplikasikan ke sholat ya, cuman dalam arti yang benar2
program tahfidz itu setelah anak selesai jilid 4 di A MA BA. Jilid
Informan
4 A MA BA selesai itu langsung paling tidak terapinya sudah
sampai sana kita ngajarnya mudah. Tapi kalo misalnya kayak
rozak dihyah, kita untuk ini belum masuk program tahfidz, tapi
latihan menghafal saja. Pengenalan menghafal. Jadi untuk
melanyahkan oral biar lentur, tapi terget bidikan ke tahfoidz
belum ada. Target bidkan tajwid manakala anak sudah bisa
muulai meraba bajaan di juz 30. Itu kalo jilid 4 sudah bisa
meraba, jadi jilid 4 sudah mulai langsung samnbil mulai ke surat
an-nas itu perbaikan. Jadi kita mau betulkan, “ini ghunnah” kalo
belum sampai ke situ kita capek juga ngajari yang belum
sampe ke
tahapnya sana.
Untuk mulai menghafal yang tadi sistemnya setoran, kemudian
Peneliti
sambung ayat seperti itu mulai kapan bu?
Itu kalau sudah selesai jilid 5 sebenaranya, tapi kalau pas jilid 5
pun anak-anak mampu. Anak-anak juga sudah mampu di situ.
Yang jelas kita tahap demi tahap kita target utamanya itu adalah
anak-anak mampu mengimplementasikan menghafal surat itu
pada sholat. Itu utamanya. Nahh, makanya yang kita targetkan
biasanya minimal pertama itu 4 surat pertama, jadi ada sholat
rekaat 1 rekaat 2 sama sunnah, qobliyah, terus sunnah ba’diyah.
Jadi makanya kita targetnya hanya paling 5-6 surat untuk awal
ya. Tapi setelah sudah mulai bisa, sudah sampai surat al-maun,
itu anak-anak sudah mulai kita kenalkan nanti pertama tidak
Informan
tebak surat dulu, tapi langsung saya baca ayat 1 anak-anak baca
82
ayat 2, tapi dengan melihat mushaf dulu. Jadi tahapannya gitu,
jadi ngga serta merta langsung seperti ini pake proses, wong kita
wae yang normal aja kita juga anu, nahh kita tebak surat seperti
ini manakala
anak itu sudah mampu lepas isyarat.
Waktu yang digunakan untuk evaluasi apakah hanya setalah
Peneliti
sholat maghrib saja atau ada waktu lain bu?
Tidak hanya maghrib aja, pagi subuh juga itu, malah cepet
Informan banget bagus malahan. Siang itu anak-anak di sela-sela waktu
di kamar
nanti di ngapalin sendiri. Anak-anak kan sudah mampu baca,
kadang saya kasih tugas aja, kalo sudah saya stop berarti dia ngga
boleh dulu untuk baca surat lainnya dulu, harus matangkam itu
dulu.
Maksudnya lepas isyarat itu seperti anak-anak tadi waktu setoran
Peneliti
hafalan itu ya bu?
Iya, karena apa? Mereka mampu meraba sekaligus ini adalah
terapi apa, terapi anak dalam membaca bahasa ujaran. Jadi kalo
kita ngomong seperti ini dia paham, Bu Pur ngomong apa
paham, nah itu. saya bilang apa oh dia paham ke sana. secara
otomatis nanti kalo kita ajarkan anak-anak saya ngomong “duta,
duta maaf tidak seperti itu, oiya ohh maaf maaf” dia paham,
Informan karena sudah mampu membaca ujaran dengan lancar. Karena
saya sampaikan A MA BA itu adalah terapi. A MA BA itu tidak
hanya sekedar membaca al-quran saja, tapi membaca alquran
yang fase-fasenya
adalah fase-fase terapi. Sebenarnya itu sihh.
Peneliti Surat apa saja yang sudah dihafalkan anak-anak bu?
83
Iqbal baru sampe an-nas sampai al-ashr, duta dan Iqbal sampe al-
qoriah, dan alhamdulillah semua surat bisa. Karena memang kita
sistemnya bukan ngebut. Tapi memang sistemnya memang
sampai anak itu benar-benar bisa. Hanya itu kita coba untuk
sambung ayat, menyebutkan nama surat, jadi dia tidak hanya
ngapalin-ngapalin tapi ngga tau surat apa yang dihapalin. Saya
Informan
coba anak-anak itu paham betul, sehingga nanti pada saatnnya
kita masuk ke eeee apa namanya turjumul quran, dia tahu ooo iya
surat
al ashr seperti ini bunyinnya maknanya apa gitu, sampe ke situ.
Apa saja kendala yang dihadapi ustazah dalam melakukan
Peneliti penerapan metode a ma ba dalam menghafal Al-Qur’an pada
anak tunarungu?
Kalau menurut saya kendalanya cuman 1 kadang suaranya hilang-
Informan
hilang, jadi ada huruf-huruf yang hilang karena mereka ngga bisa
84
Autis. Anak tunarungu sak enak-enake ABK
Peneliti Bagaimana cara mengatasi kendala yang dihadapi?
Dibantu dengan gerakan kalau yang sudah lepas oral itu lupa. Itu
sebenarnya anak-anak tunarungu kayak Iqbal aja ngga perlu
mencontohi kodenya panjang, tau salahnya dibacaannya mana.
Informan
Kode pak, saya membetulin kodenya. Kalo kode lupa baru nanti
ke bacaan
Lampiran 5. Dokumentasi
A. Terapi
85
Gambar 3. Terapi Pernapasan (Terapi Tiup)
86
Gambar 5. Terapi Keterarah wajahan (Menggunakan Kaca)
87
Gambar 6. Terapi Keterarah wajahan (Menggunakan Kaca)
88
Gambar 9. Setoran hafalan
89
Gambar 11. Setoran hafalan
90
A. Cuplikan Buku Terapi Membaca A MA BA
1. Buku Terapi A MA BA
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
َ Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
ُ
kanan berawal ِا kanan berawal kanan berawal
ا
huruf A lalu huruf I lalu ا huruf U lalu
hentakkan ke hentakkan ke hentakkan ke
depan satu depan satu depan satu
ketukan ketukan ketukan
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
91
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
kanan berawal kanan berawal
َ ُ kanan berawal
ب huruf B didepan ب huruf B didepan ب huruf B didepan
pundak ِ pundak
pundak hentakkan
hentakkan ke hentakkan ke
ke depan satu
depan satu depan satu
ketukan berakhir
ketukan berakhir ketukan berakhir
huruf U
huruf A huruf I
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ
kanan berawal
و huruf W و huruf W و
ِ huruf W didepan
didepan pundak didepan pundak
pundak tarik ke
tarik ke depan tarik ke depan
depan ke depan
ke depan satu ke depan satu
satu ketukan
ketukan ketukan
berakhir huruf U
berakhir huruf A berakhir huruf I
92
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
َ Posisi tangan Posisi tangan ُ Posisi tangan
kanan berawal kanan berawal
kanan berawal
ل ل ل
huruf L didepan huruf L didepan
ِ huruf L didepan
pundak tarik ke pundak tarik ke
pundak tarik ke
depan ke depan depan ke depan
depan ke depan
satu ketukan satu ketukan
satu ketukan
berakhir huruf A berakhir huruf I
berakhir huruf U
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ
kanan berawal
huruf F di depan ف huruf F di depan
ف ِ ف huruf F di depan
mulut lalu tarik mulut lalu tarik
mulut lalu tarik
ke samping ke samping
ke samping
kanan satu kanan satu
kanan
ketukan berakhir ketukan berakhir
satu ketukan
huruf A huruf I
berakhir huruf U
93
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
94
huruf U
95
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
kanan berawal ِض kanan berawal
kanan berawal
huruf D di huruf D di
huruf D di depan
َ depan bahu lalu depan bahu lalu ُ bahu lalu
gerakkan ke gerakkan ke
ض ض gerakkan ke dada
dada dalam dada dalam
dalam posisi H
posisi H posisi H
kemudian
kemudian kemudian hentakkan
hentakkan hentakkan kedepan satu
kedepan satu kedepan satu ketukan berakhir
ketukan berakhir ketukan berakhir huruf U
96
huruf A huruf I
97
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ
kanan berawal
س huruf S di depan س huruf S di depan س
ِ huruf S di depan
mulut lalu mulut lalu
mulut lalu
putarkan satu putarkan satu
putarkan satu
ketukan berakhir ketukan berakhir
ketukan berakhir
huruf A huruf I
huruf U
98
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
kanan berawal kanan berawal
kanan berawal
َ huruf S di depan huruf S di depan ُ
huruf S di depan
ص ِص ص
mulut lalu mulut lalu
mulut lalu
putarkan dalam putarkan dalam
putarkan dalam
posisi tangan posisi tangan
posisi tangan
huruf H satu huruf H satu
huruf H satu
ketukan berakhir ketukan berakhir
ketukan berakhir
huruf O huruf I
huruf U
99
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ kanan berawal
huruf Z di depan ز huruf Z di depan
ز ز huruf Z di depan
mulut lalu ِ mulut lalu
mulut lalu
gerakkan meniru gerakkan meniru
gerakkan meniru
huruf Z satu huruf Z satu
huruf Z satu
ketukan berakhir ketukan berakhir
ketukan berakhir
huruf A huruf I
huruf u
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ
kanan berawal
ج ج ج
huruf J didepan ِ huruf J didepan
huruf J didepan
pundak tarik ke pundak tarik ke
pundak tarik ke
depan ke depan depan ke depan
depan ke depan
satu ketukan satu ketukan
satu ketukan
berakhir huruf A berakhir huruf I
berakhir huruf U
100
Gambar Diskripsi Gambar Diskripsi Gambar Deskripsi
Arab Arab
Arab
101
gerakkan meniru gerakkan meniru huruf Z satu
huruf Z satu huruf Z satu ketukan berakhir
ketukan berakhir ketukan berakhir huruf U sambil di
huruf O sambil huruf I sambil di hentak
di hentak hentak
102
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ kanan berawal
huruf T di depan ِث huruf T di depan
ث ث huruf T di depan
mulut lalu mulut lalu
mulut lalu
gerakkan gerakkan
gerakkan
memutar satu memutar satu
memutar satu
ketukan berakhir ketukan berakhir
ketukan berakhir
huruf A huruf I
huruf U
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
kanan berawal kanan berawal
kanan berawal
َ ُ
huruf S di huruf S di
ش ش ش huruf S di
samping pipi ِ samping pipi
samping pipi lalu
lalu gerakkan lalu gerakkan
gerakkan berubah
berubah tangan berubah tangan
tangan ke huruf Y
ke huruf Y putar ke huruf Y putar
putar satu
satu ketukan satu ketukan
ketukan berakhir
berakhir huruf A berakhir huruf I
huruf U
103
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
kanan berawal kanan berawal
َ ُ kanan berawal
huruf K di huruf K di
huruf K di depan
ك ِك ك
depan leher depan leher
leher lalu
lalu lalu
gerakkan cepat
gerakkan cepat gerakkan cepat
satu ketukan
satu ketukan satu ketukan
hingga menempel
hingga hingga
leher berakhir
menempel leher menempel leher
huruf U
berakhir huruf A berakhir huruf I
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
kanan berawal kanan berawal
kanan berawal
َ ُ
huruf Q huruf Q
ق ق ق huruf Q
menempel pada menempel pada
ِ
jakun lalu jakun lalu menempel pada
gerakkan cepat gerakkan cepat jakun lalu
satu ketukan satu ketukan gerakkan cepat
kedepan kedepan satu ketukan
berakhir huruf O berakhir huruf I kedepan berakhir
huruf U
104
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
105
huruf U
106
Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Diskripsi Arab Gambar Deskripsi
107
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ ُ
kanan berawal kanan berawal
kanan berawal
خ ِخ خ
huruf K dileher huruf K dileher
huruf K dileher
lalu gerakkan lalu gerakkan
lalu gerakkan satu
satu ketukan satu ketukan
ketukan
kesamping kesamping
kesamping
berakhir huruf O berakhir huruf I
berakhir huruf U
Posisi tangan Posisi tangan Posisi tangan
َ kanan berawal kanan berawal ُ kanan berawal
huruf D dileher ِع huruf D dileher
ع ع huruf D dileher
menunjuk menunjuk
menunjuk tengah
tengah leher lalu tengah leher lalu
leher lalu tarik
tarik kedepan tarik kedepan
kedepan satu
satu ketukan satu ketukan
ketukan berakhir
berakhir huruf A berakhir huruf I huruf A
108
pangkal leher huruf H di
huruf H di
bawah lalu pangkal leher
pangkal leher
hentakkan kedepan bawah lalu
bawah lalu
satu ketukan hentakkan
hentakkan
berakhir huruf A kedepan satu
kedepan satu
ketukan berakhir
ketukan berakhir
huruf I
huruf U
Posisi tangan kanan Posisi tangan Posisi tangan
berawal huruf R di kanan berawal
َ ُ kanan berawal
ر bawah dagu lalu ر huruf R di ر huruf R di bawah
gerakkan ke bawah ِ bawah dagu lalu
dagu lalu
satu ketukan gerakkan ke
gerakkan ke
berakhir huruf O bawah satu
bawah satu
ketukan berakhir
ketukan berakhir
huruf I
huruf U
109