Anda di halaman 1dari 111

PENERAPAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA

PENGURANGAN DEFECT PADA PROSES PRODUKSI KAIN


RAJUT GREIGE

TESIS

SAFIRA SETIA PUSPA KINANTI


55321120013

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2023

i
PENERAPAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA
PENGURANGAN DEFECT PADA PROSES PRODUKSI KAIN
RAJUT GREIGE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program


Pascasarjana Pada Progrram Studi Magister Teknik Industri

SAFIRA SETIA PUSPA KINANTI


55321120013

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2023

i
PENGESAHAN TESIS

Judul : Penerapan Metode Six Sigma Dalam Upaya Pengurangan


Defect Pada Proses Produksi Kain Rajut Greige

Nama : Safira Setia Puspa Kinanti

NIM : 55321120013

Program : Fakultas Teknik - Program Studi Magister Teknik Industri

Tanggal :

ii
PERNYATAAN SIMILARITY CHECK

iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan dengan sebenar-benarnya


bahwa seluruh tulisan dan pernyataan dalam Tesis ini:

Judul : Penerapan Metode Six Sigma Dalam Upaya Pengurangan Defect


Pada Proses Produksi Kain Rajut Greige

Nama : Safira Setia Puspa Kinanti

NIM : 55321120013

Program : Fakultas Teknik – Program Studi Magister Teknik Industri

Tanggal : 30 Oktober 2023

Merupakan hasil studi pustaka, penelitian dan karya saya sendiri dengan arahan
pembimbing yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Program Studi
Magister Teknik Industri, Universitas Mercu Buana.

Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister (S2) pada
program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua informasi, data, serta hasil
pengolahannya yang dituliskan pada tesis ini telah dinyatakan secara jelas
sumbernya dan dapat diperiksa kebenarannya.

Jakarta, 30 Oktober 2023

Safira Setia Puspa Kinanti

iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di perpustakaan


Universitas Mercu Buana, Kampus Menteng dan terbuka untuk umum dengan
ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HAKI
yang berlaku di Universitas Mercu Buana. Referensi kepustakaan diperkenankan
dicatatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin
pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan
sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin


Direktur Program Pascasarjana UMB.

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala


rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tesis
yang berjudul “Penerapan Metode Six Sigma Dalam Upaya Pengurangan Defect
Pada Proses Produksi Kain Rajut Greige”. Tesis ini diajukan untuk memenuhi
sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Magister pada Program Studi
Teknik Industri Universitas Mercu Buana. Peneliti menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan penelitian ini telah memperoleh bimbingan, pengarahan,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini peneliti
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih
yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Andi Ardiansyah, M. Eng, selaku Rektor Universitas


Mercu Buana.
2. Dr. Zulfa Fitri Ikatrinasari, M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Mercu Buana yang telah memberikan dorongan dan
fasilitas pada Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana.
3. Dr. Sawarni Hasibuan, M.T, selaku Kepala Program Studi Magister
Teknik Industri Universitas Mercu Buana yang telah memberikan
dorongan, arahan, dan membagi ilmu yang bermanfaat dalam
penyelesaian penelitian ini.
4. Dr. Humiras Hardi Purba, M.T, sebagai Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan memberi motivasi dalam
penyusunan Tesis ini.
5. Para Guru Besar Universitas Mercu Buana selaku dosen yang telah
memberikan kuliah dan tugas lain guna pendalaman materi kuliah.
6. Tenaga Administrasi MTI Universitas Mercu Buana, yang sangat
membantu dalam penyelesaian laporan tesis.
7. Kepada Seluruh Rekan Magister Teknik Industri angkatan 30 yang
telah menjadi teman dan tempat bertukar pikiraan serta ide selama
kuliah di Universitas Mercu Buana.

vi
Penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada orang tua serta
keluarga yang selalu mendoakan kesuksesan saya dunia dan akhirat sehingga
penelitian ini dimudahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Penelitian ini sudah
dibuat dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti kaidah- kaidah penelitian
ilmiah sebagaimana telah diatur dalam buku pedoman yang merupakan
kebijakan Kepala Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Mercu
Buana. Pada sisi lain terdapat keterbatasan kemampuan teknis maupun
metodologis, keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini dapat menjadi
acuan yang dapat dilanjutkan dengan penelitian serupa di Industri yang berbeda.
Semoga semua pihak dapat memanfaatkan hasil penelitian ini.

Jakarta, 30 Oktober 2023

Safira Setia Puspa Kinanti

vii
ABSTRAK

Sektor industri manufaktur memiliki peranan penting dalam perekonomian


nasional, terutama pada bidang tekstil yaitu sebagai penyumbang devisa ekspor
nonmigas, penyerap tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan pasar domestik.
Menurut data BPS nilai ekspor tekstil naik signifikan sampai angka 23% pada
tahun 2021. Seiring dengan kebutuhan ekspor yang tinggi terdapat kebijakan
mutu ketat dalam proses produksi yang harus dipenuhi akan kualitas produk.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis defect yang sering terjadi khususnya
pada kain rajut greige, mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab
terjadinya defect dan mengevaluasi serta memberikan usulan perbaikan yang akan
dilakukan untuk mengurangi defect. Analisis yang dilakukan fokus pada metode
DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve and Control) dan difokuskan
mencari akar penyebab serta perbaikan yang akan dilakukan. Metode analisis
yang digunakan adalah diagram fishbone dan why-why analysis dengan
melibatkan para expert, sedangkan metode improvement menggunakan metode
5W1H. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defect vertical merupakan defect
yang paling sering terjadi dan perbaikan yang dilakukan adalah dengan membuat
standarisasi seperti penilaian kebersihan mesin, standar pembersihan mesin,
standar preventive mesin, pemeriksaan kondisi mesin dan kegiatan pelatihan.
Setelah perbaikan dilakukan diperoleh rata-rata sigma level 4,48 dan DPMO
1.453 dari yang sebelumnya sigma level 4,28 dan DPMO 2.732.

Kata Kunci: Defect, DMAIC, Fishbone, Kain Rajut Greige, Why-why analysis.

viii
ABSTRACT

The manufacturing industry sector has an important role in the national


economy, especially in the textile sector, namely as a foreign exchange
contributor for non-oil and gas exports, absorbing labor and meeting domestic
market needs. According to BPS data, the value of textile exports increase
significantly to 23% in 2021. Along with high export demand, there is a strict
quality policy in the production process that must be met regarding product
quality. This research aims to analyze defects that often occur, especially in
greige knitted fabrics, find out and identify the factors that cause defects and
evaluate and provide suggestions for improvements that will be made to reduce
defects. The analysis carried out focuses on the DMAIC (Define, Measure,
Analysis, Improve and Control) method and is focused on finding the root causes
and improvements to be made. The analysis method used is a fishbone diagram
and why-why analysis involving experts, while the improvement method uses the
5W1H method. The results of the research show that vertical defects are the most
frequently occurring defects and the improvements made are by creating
standards such as machine cleanliness assessments, machine cleaning standards,
machine preventive standards, machine condition checks and training activities.
After the improvements were made, an average sigma level of 4.48 and DPMO of
1,453 was obtained from the previous sigma level of 4.28 and DPMO of 2,732.

Keywords: Defect, DMAIC, Fishbone, Greige Knitted Fabric, Why-why analysis.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
PENGESAHAN TESIS...........................................................................................ii
PERNYATAAN SIMILARITY CHECK................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS.....................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
ABSTRAK...........................................................................................................viii
ABSTRACT.............................................................................................................ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR TABEL................................................................................................xiv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian..............................................10
1.4 Batasan Masalah dan Asumsi.................................................................10
BAB II...................................................................................................................12
KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................12
2.1. Kajian Teori............................................................................................12
2.1.1 Kualitas............................................................................................12
2.1.2 Defect...............................................................................................17
2.1.3 Six Sigma.........................................................................................17
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu dan SOTA.................................................25
2.2.1 Kajian Peneliltian Terdahulu.................................................................25
2.2.2 State of The Art (SOTA).......................................................................28
2.3. Kerangka Berpikir...................................................................................29
BAB III..................................................................................................................31
METODE PENELITIAN......................................................................................31
3.1 Jenis dan Desain Penelitian.....................................................................31

x
3.2 Data dan Informasi..................................................................................31
3.3 Teknik Pengumpulan Data......................................................................32
3.4 Teknik dan Analisis Data........................................................................33
3.5 Langkah Penelitian.................................................................................35
BAB IV..................................................................................................................36
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN...........................................................37
4.1 Analisis Data...........................................................................................37
4.1.1 Define..............................................................................................37
4.1.2 Measure...........................................................................................41
4.1.3 Analyze............................................................................................45
4.1.4 Improve............................................................................................53
4.1.5 Control.............................................................................................75
4.2 Pembahasan............................................................................................82
4.2.1 Faktor Penyebab Defect Pada Produksi Kain Rajut Greige............82
4.2.2 Hasil Perbaikan dan Implementasi dengan 5W+1H........................83
4.3 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya........................................84
4.4 Implikasi Penelitian................................................................................85
4.4.1 Implikasi Teoritis.............................................................................85
4.4.2 Implikasi Praktis..............................................................................85
4.5 Keterbatasan Penelitian...........................................................................86
BAB V...................................................................................................................87
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................87
5.1 Kesimpulan.............................................................................................87
5.2 Saran.......................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................89

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Pertumbuhan Industri Tekstil di Indonesia..............................................


Gambar 1. 2 Nilai Ekspor Tekstil di Indonesia.............................................................
Gambar 1. 3 Laporan Produksi Tahun 2022.................................................................
Gambar 1. 4 Retur kain greige pada bulan Januari 2022 – Desember 2022.................

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir............................................................................30

Gambar 3. 1 Langkah-langkah Penelitian 36


Gambar 4. 1 Alur Produksi Kain Greige...............................................................38
Gambar 4. 2 Grafik Defect Produk Januari – Desember 2022..............................39
Gambar 4. 3 Grafik P Chart Proses Produksi Kain Rajut Greige.........................43
Gambar 4. 4 Diagram Pareto Proses Produksi Kain Rajut Greige........................45
Gambar 4. 5 Diagram Fishbone Defect Vertical...................................................48
Gambar 4. 6 Diagram Fishbone Defect Horizontal...............................................49
Gambar 4. 7 Diagram Fishbone Defect Jarum Minyak.........................................50
Gambar 4. 8 Mesin Rajut Bundar..........................................................................54
Gambar 4. 9 Lingkungan Produksi Departemen Knitting.....................................55
Gambar 4. 10 Jarum dan Sinker............................................................................56
Gambar 4. 11 Laporan Harian Produski Sebelum Perbaikan................................57
Gambar 4. 12 Laporan Harian Produksi Setelah Perbaikan..................................58
Gambar 4. 13 Work Instriction Jadwal Preventive Maintenance Mesin Rajut.....66
Gambar 4. 14 Form Jadwal Preventif Mesin.........................................................67
Gambar 4. 15 Form Pemeriksaan Mesin Knitting.................................................68
Gambar 4. 16 Form Pemeriksaan Kondisi Mesin Setiap Hari..............................69
Gambar 4. 17 Kegiatan Pelatihan Internal Departemen Knitting..........................71
Gambar 4. 18 Grafik P Chart Proses Produksi Kain Rajut Greige Setelah
Perbaikan...............................................................................................................73
Gambar 4. 19 Laporan Harian Produksi................................................................76
Gambar 4. 20 Awareness Karyawan Tentang Kebersihan Mesin.........................77
Gambar 4. 21 Controlling Form Pemeriksaan Mesin Knitting.............................78

xii
Gambar 4. 22 Controlling Form Jadwal Preventif Mesin.....................................79
Gambar 4. 23 Controlling Pemeriksaan Kondisi Mesin Setiap Hari....................80
Gambar 4. 24 Formulir Absensi Pelatihan............................................................81

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kajian Penelitian Terdahulu.................................................................25


Tabel 2. 2 State of The Art (SOTA).......................................................................28
Tabel 3. 1 Operasional Variabel Penelitian...........................................................32
Tabel 3. 2 Teknik dan Analisis Data.....................................................................34
Tabel 4. 1 Data Jumlah Produksi dan Defect Periode Jan – Des 2022..................38
Tabel 4. 2 CTQ Proses Produksi Kain Rajut Greige.............................................39
Tabel 4. 3 Standar Visual Defect Produksi Kain Rajut Greige.............................40
Tabel 4. 4 Data Defect Proses Produksi Kain Rajut Greige..................................42
Tabel 4. 5 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level.........................................43
Tabel 4. 6 Why-Why Analysis Defect....................................................................51
Tabel 4. 7 Analisis Perbaikan Metode 5W1H......................................................53
Tabel 4. 8 Standar Pembersihan Mesin Rajut.......................................................59
Tabel 4. 9 Jadwal Pelatihan Departemen Knitting Periode Okt - Des 2023..........70
Tabel 4. 10 Data Defect Proses Produksi Kain Rajut Greige Setelah Perbaikan. .71
Tabel 4. 11 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level Setelah Perbaikan.........73
Tabel 4. 12 Standarisasi Perbaikan........................................................................83
Tabel 4. 13 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Saat Ini............................84

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sektor industri manufaktur memiliki peranan penting dalam perekonomian


nasional, terutama di bidang tekstil yaitu sebagai penyumbang devisa ekspor
nonmigas, penyerap tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan pasar domestik.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan sektor terbesar kedua dalam
ekspor manufaktur di Indonesia. Industri TPT menjadi salah satu industri prioritas
dan andalan yang akan dikembangkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah
tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional.

Industri tekstil menjadi salah satu sektor manufaktur yang diprioritaskan dalam
pengembangan kesiapan menuju era industri 4.0. Kegiatan ekspor dalam
perdagangan Internasional sangat meningkat, apalagi di era globalisasi saat ini.
Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor akan mempengaruhi laju perekonomian di
dalam negeri, dimana dengan semakin tingginya ekspor maka akan memperbaiki
neraca perdagangan Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor terbesar di ASEAN. Menurut


data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor tekstil pada tahun 2019 mengalami
peningkatan signifikan sekitar 23%, namun pada tahun 2020 dan 2021 PDB
industri tekstil mengalami penurunan signifikan dikarenakan pandemi Covid-19.
Pada saat era pandemi Covid-19 masyarakat megurangi pengeluaran untuk
sandang dan lebih mementingkan kesehatan.

1
160000 20

140000 15

120000
10
100000
5
80000
0
60000
-5
40000

20000 -10

0 -15
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

PDB Tekstil (Miliar Rupiah) Pertumbuhan Industri Tekstil (%)

Gambar 1. 1 Pertumbuhan Industri Tekstil di Indonesia


Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2022

Berdasarkan data BPS pada Gambar 1.1, pertumbuhan PDB industri tekstil dan
produk tekstil pada tahun 2010 sampai 2014 mengalami peningkatan yang cukup
besar dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5%, pada tahun 2015 PDB
mengalami penurunan sebesar 4,79% yang disebabkan karena krisis global dan
pada tahun 2016 sampai dengan 2017 PDB masih stabil, kemudian pada tahun
2018 sampai 2019 PDB industri tekstil naik signifikan sebesar 10% - 15%
disebabkan orderan dominan dari pasar ekspor, dan pada tahun 2020 dan 2021
PDB industri tekstil mengalami penurunan sebesar 4% dan 3% dikarenakan
masyarakat megurangi pengeluaran untuk sandang dan lebih memeningkan
kesehatan di era pandemi Covid-19, tetapi industri tekstil tetap menjadi andalan
karena memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

2
14000 30%

12000
20%

10000
10%

8000
0%
6000

-10%
4000

-20%
2000

0 -30%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Nilai Ekspor (Juta USD) Pertumbuhan (%)

Gambar 1. 2 Nilai Ekspor Tekstil di Indonesia


Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2022

Berdasarkan data BPS pada Gambar 1.2 tentang nilai ekspor tekstil di Indonesia
bahwa pada tahun 2011 mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 18%,
dan pada tahun 2012 nilai ekspor tekstil turun sebesar 11%, pada tahun 2013 dan
2014 ekspor produk tekstil stabil, pada tahun 2015 dan 2016 mengalami
penurunan sampai diangka -3% dan -4%, pada tahun 2017 dan 2018 nilai ekspor
tekstil naik sebesar 6%, pada tahun 2020 ekspor produk tekstil mengalami
penurunan drastis sampai diangka 18% dikarenakan pandemi Covid-19, dan
tahun 2021 nilai ekspor tekstil kembali naik dengan signifikan samapi diangka
23%.

Dengan tingginya nilai ekspor produk tekstil maka kualitas barang yang
dihasilkan oleh industri harus memenuhi standar. Industri terus berupaya untuk
memenuhi standar kualitas bahkan meningkatkan kualitas apabila dirasa masih
kurang dibandingkan dengan kompetitornya. Dunia perindustrian juga terus
berkembang seiring dengan bertambahnya tuntutan kebutuhan konsumen akan
kualitas produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.
Untuk memenuhi buyer requirements dan demi mempertahankan konsumen
untuk tidak beralih pada produk lain dalam persaingan di dunia industri,

3
perusahaan akan selalu berupaya memaksimalkan proses produksinya dengan
menetapkan kebijakan yang sangat ketat pada pengontrolan kualitas produk agar
dapat menghasilkan produk berkualitas yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan konsumen. Perusahaan yang dapat menghasilkan produk berkualitas
baik sesuai dengan harapan konsumen, dapat menjadi salah satu kunci kesuksesan
perusahaan tersebut dalam menjaga loyalitas dari konsumen dan meningkatkan
keuntungan.

Secara teknis struktur industri tekstil dan produk tekstil nasional dibagi menjadi
tiga yaitu: sektor hulu (upstream), sektor menengah (midstream), dan sektor hilir
(downstream). Di sektor hulu adalah pembuatan serat (fiber) dan pemintal
(spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa, dan bahan baku serat
sintetik. Untuk sektor menengah, meliputi bidang pemintalan (spinning),
pertenunan (weaving), perajutan (knitting) dan pencelupan/penyempurnaan
(dyeing/ finishing). Dan untuk sektor hilir meliputi Industri pakaian jadi
(garment), Industri embroideri (embroidery) dan industri produk jadi tekstil
lainnya selain pakaian jadi.

Perusahaan manufaktur tekstil yang memproduksi kain (sektor industri tekstil


menengah) dikelompokkan menjadi dua, yaitu perusahaan kain dengan metode
tenun (weaving) dan perusahaan kain dengan metode rajut (knitting). Pertenunan
adalah teknik pembuatan kain dengan menyilangkan dua set benang (benang lusi
dan benang pakan). Sedangkan perajutan adalah teknik pembuatan kain dengan
interloping membentuk jeratan yang mengait satu sama lain menggunakan satu
set benang. Pada perusahaan tekstil dikenal istilah kain greige/kain mentah yang
berarti kain hasil produksi (weaving dan knitting) yang belum mengalami proses
penyempurnaan.

Knitting merupakan proses pembuatan kain dengan metode rajut dengan


menggunakan mesin rajut. Produk yang dihasilkan berupa kain rajut mentah/kain
rajut greige, produk kain rajut greige memiliki spesifikasi yang berbeda-beda
sesuai dengan permintaan pelanggan. Pada umumnya kain rajut greige yang
diproduksi dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu kain non cotton non
spandex, kain 100% cotton, kain non cotton + spandex, dan kain cotton +

4
spandex. Jenis kain yang diproduksi diantaranya adalah jenis kain single jersey,
double knit, interlock, honey comb, pique, rib, flat back mesh, fleece dan french
terry.

Perusahaan dalam memproduksi kain greige sesuai dengan permintaan


pelanggan, perusahaan menerapkan sistem produksi make to order. Sehingga
jumlah produksi setiap bulannya tidak sama. Produk yang dihasilkan sebagian
besar di ekspor ke negara Amerika, Kanada, Bangladesh, Jerman dan Yordania.
Karena sebagian besar hasil produksi di ekspor maka kualitas produk yang
dihasilkan harus memenuhi standar dan dibutuhkan pengendalian kualitas pada
proses produksi supaya memenuhi standar. Departemen Knitting merupakan salah
satu yang menghasilkan produk terbesar di perusahaan, sekitar 7 juta kg setiap
tahunnya.

1,000,000.00 4.50%
900,000.00 4.00%
800,000.00 3.50%
700,000.00
3.00%
600,000.00
2.50%
500,000.00
2.00%
400,000.00
1.50%
300,000.00
200,000.00 1.00%

100,000.00 0.50%
0.00 0.00%
I I T L EI I LI S
AR AR RE RI UN JU TU BE
R R ER B ER
AP
M J BE MB
NU RU M
A U S
E M O E M
JA B
AG EPT
T SE
FE OK NOV DE
S

PRODUKSI DEFECT (%)

Gambar 1. 3 Laporan Produksi Tahun 2022


Sumber: Laporan Perusahaan

Berdasarkan Gambar 1.3 yaitu data hasil produksi dan produk defect yang
dihasilkan departemen knitting pada bulan Januari sampai dengan bulan
Desember 2022 rata-rata produksi perbulan yaitu sebesar 591.857 kg dengan
produksi tertinggi yaitu bulan Januari yang mencapai 886.580 kg dan paling
rendah yaitu bulan September 412.543 kg, rata-rata persentase defect yaitu 1.63%
dengan defect tertinggi yaitu pada bulan Agustus sebesar 3.90% dan paling

5
rendah yaitu pada bulan Januari sebesar 0,84%, yang berarti angka rata-rata
persentase defect yaitu 1.63% sangat jauh dengan target defect perusahaan yaitu
0,3%.

Karena 80% hasil produksi di ekspor, terdapat kebijakan mutu ketat yang harus
dipenuhi akan kualitas produk. Perusahaan selalu melakukan pengawasan terkait
proses produksi dan produk yang dihasilkan. Pengawasan yang dilakukan
perusahaan meliputi inspeksi produk pada masing-masing work station yang ada
serta pengawasan terkait produk jadi yang akan dikirim ke pelanggan. Dalam
proses produksi kain greige tidak lepas dari produk defect yang dihasilkan.
Produk defect yang dihasilkan diantaranya adalah defect vertical line, horizontal
line, jarum minyak, bocor, bolong dan creasemark. Perusahaan memiliki
permasalahan yaitu masih adanya produk defect yang dihasilkan selama proses
produksi berlangsung. Hal ini menyebabkan pelanggan melakukan retur karena
merasa tidak puas dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Data retur
kain greige Januari 2022 – Desember 2022 adalah seperti terlihat pada Gambar
1.4.

35000

30000

25000

20000

15000

10000

5000

0
RI RI ET RI
L EI NI LI US R R R R
A A
AR AP
M JU JU T BE BE BE BE
NU RU US EM O M M
JA FE
B M
AG PT OK
T VE SE
SE NO DE

Gambar 1. 4 Retur kain greige pada bulan Januari 2022 – Desember 2022
Sumber: Laporan Perusahaan

Bukan hanya retur, dalam pelaksanaan proses produksi dampak karena adanya
produk defect akan berpengaruh pada biaya kualitas (cost of quality). Biaya

6
kualitas akan menjadi tinggi apabila jumlah produk defect meningkat. Produk
defect yang dihasilkan akan dilakukan proses perbaikan atau pengerjaan ulang
(rework) dimana hal tersebut akan memakan waktu dan biaya. Produk defect juga
menyebabkan waste, dimana kain defect yang sudah tidak bisa diperbaiki akan
dijual dengan kualitas below standard (BS) dimana harga kain BS sangat
menurun dari harga semestinya. Jika diasumsikan dengan rata-rata harga kain
greige yang diproduksi maka pada tahun 2022 perusahaan mengalami kerugian
yang cukup besar yaitu sekitar 1.2 miliar rupiah akibat produk defect.

Proses produksi dikatakan baik apabila proses tersebut menghasilkan suatu


produk yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Namun pada kenyataannya
berbagai proses produksi masih terjadi penyimpangan dan hambatan yang
mengakibatkan produk dianggap cacat. Masalah kualitas otomatis mempengaruhi
keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Besar keuntungan yang didapatkan pasti
berkurang dengan adanya produk yang cacat. Hal ini terjadi pada perusahaan,
oleh karena itu perusahaan harus mampu mengelola sistem produksinya secara
kontinu, efektif dan efisien. Pengendalian kualitas sangat diperlukan agar
perusahaan dapat memperbaiki terjadinya kesalahan atau penyimpangan dalam
proses produksinya.

Pengendalian kualitas merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh


perusahaan, untuk mengatasi permasalahan terkait dengan kualitas produk cacat
dapat dilakukan dengan menerapkan metode Six Sigma. Menurut Gasperz (2002)
Six Sigma adalah metodologi berbasis data yang secara sistematis meningkatkan
proses untuk kepuasan pelanggan internal atau eksternal, sambil mendorong
keuntungan bagi perusahaan. Six Sigma merupakan suatu metode untuk
memperbaiki suatu proses produksi yang difokuskan untuk mengurangi variasi
proses serta mengurangi cacat (Shakila, 2018). Dengan implementasi Six Sigma
dalam mengidentifikasi cacat dan pemborosan, memperbaiki defect dan
mengurangi waste untuk meningkatkan total output produksi.

Six Sigma sebagian besar berurusan dengan pendekatan ilmiah untuk mengurangi
variasi dalam suatu proses. Six Sigma pertama kali diperkenalkan oleh Bob
Galvin, CEO Motorola pada tahun 1986, dengan tujuan: mencapai 3,4 cacat per

7
sejuta peluang, atau Six Sigma. Dimana metode Six Sigma ini merupakan salah
satu alternatif dalam pengendalian kualitas dengan usaha dalam jangka waktu
lama dan terus menerus. Terdapat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan
apabila menerapkan metode Six Sigma yaitu dapat menghilangkan variasi yang
menyebabkan pemborosan, meminimasi biaya, mengoptimalkan kualitas dari
produk, memperbaiki produktivitas serta menciptkan kepuasaan pelanggan.

Meskipun metode Six Sigma sudah cukup lama namun sampai saat ini metode
Six Sigma masih populer digunakan sebagai metode untuk pengendalian kualitas
pada industri tekstil di berbagai negara. Dalam penelitian sebelumnya yang
menggunakan metode Six Sigma diantaranya sebagai berikut:

Penelitian pada industri rajut yang dilakukan (Ahmed et al., 2022) di negara
China. Menerapkan metodologi Six Sigma di lantai produksi rajut untuk
pengendalian kualitas dan mengurangi biaya produksi. Hasilnya, terbukti metode
Six Sigma dapat mengatasi permasalahan. Tingkat sigma level yang semulanya
3,5 meningkat menjadi 4 pada akhir penelitian. Hasil akhirnya mengurangi
penolakan (not conforming product) kain rajutan sekitar 50%. Penerapan Six
Sigma dalam industri tekstil adalah pendekatan berkelanjutan yang dapat
mengurangi biaya produksi. Sebagai hasilnya, metodologi Six Sigma di industri
tekstil akan mengurangi cacat kain rajutan juga sebagai peningkatan efisiensi
produksi.

Kemudian penelitian pada industri tekstil rajut kaos kaki yang dilakukan oleh
(Kurnia et al., 2021) di Indonesia. Penelitian dilakukan karena masih banyak
ditemukan cacat pada bagian knitting diantaranya cacat bolong, benang lepas,
benang timbul dan belang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor penyebab cacat dominan pada proses produksi rajut kaos kaki. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persentase cacat kaus kaki menurun dari 11,08%
menjadi 5,54% dan meningkatkan level sigma dari 3,7017 dan setelah perbaikan
menjadi 3,9614. Dalam penelitian ini diusulkan agar semua upaya perbaikan
dimasukkan dalam SOP untuk didokumentasikan dan diterapkan.

Penelitian berikutnya dari negara Pakistan yang dilakukan oleh (Hussain et al.,
2014) pada industri tekstil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

8
mengeksplorasi penerapan metodologi Six Sigma untuk mengurangi persentase
kecacatan di sektor manufaktur kain. Hasil dari penelitian ini diperoleh tingkat
sigma awal dari proses dihitung pada 2,2 yang ditingkatkan menjadi 3 pada akhir
penelitian. Penelitian ini membantu penghematan sebesar 25 lakh rupee per bulan
dn meningkatkan penolakan (not conforming product) kain dari 2% menjadi
0,75%.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Mridha et al., 2019) di Bangladesh.


Penelitian dilakukan pada industri tekstil Ananta Apparels Ltd. Penelitian ini
bertujuan untuk meminimalkan presentase kecacatan pada bagian penjahitan.
Permasalahan yang terjadi diantaranya adalah noda, jahitan lompat, jahitan putus,
dan slip out di bagian jahit. Dengan metode Six Sigma mereka dapat
meminimalkan sebagian besar cacat di bagian penjahitan dan peningkatan yang
signifikan dari sigma level. Dari yang mulanya 2.6063 menajdi 2.9562. 13,42%
menjadi 7,26%

Penerapan Six Sigma mampu untuk meningkatkan jumlah produksi. Define,


Measure, Analyze, Improve dan Control (DMAIC) merupakan tahapan analisis
metode Six Sigma yang menjadi voice of customer yang berjalan dalam
keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan keinginan
pelanggan. DMAIC adalah singkatan dari Define yang merupakan tahapan
menentukan masalah, Measure adalah tahapan mengukur tingkat kecacatan,
Analyze adalah tahapan menganalisis sebab-sebab masalah dalam proses,
Improve adalah tahapan meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sebab
defect, dan Control adalah tahapan mengawasi kinerja proses dan menjamin cacat
tidak akan muncul lagi (Nugraha, 2018).

Maka dari itu pada penelitian ini akan digunakan metode Six Sigma dengan
tahapan Define, Measure, Analyze, Improve dan Control (DMAIC) untuk
mengatasi permasalahan terkait dengan kualitas produk cacat. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat menganalisa penyebab terjadinya produk defect pada proses
produksi kain rajut greige, memberikan usulan perbaikan dan mampu
menurunkan jumlah produk defect yang diproduksi serta meningkatkan laba
perusahaan.

9
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Apa defect yang paling sering terjadi pada produk kain rajut greige?
2. Mengapa terjadi produk defect pada proses produksi kain rajut greige?
3. Bagaimana usulan perbaikan yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk
mengurangi produk defect pada proses produksi kain rajut greige?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dintaranya adalah:


1. Menganalisis defect yang paling sering terjadi pada produk kain rajut greige.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya produk defect pada proses
produksi kain rajut greige.
3. Memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi produk defect pada proses
produksi kain rajut greige dengan metode Six Sigma.

Adapun manfaat dari penelitian ini dintaranya adalah:


1. Bagi Universitas
Memberikan refrensi tambahan agar berguna mengembangkan ilmu
pengetahuan pada bidang kualitas khususnya produk kain rajut greige dengan
metode Six Sigma dan juga berguna sebagai pembanding bagi mahasiswa
yang akan melakukan penelitian di masa yang akan datang.
2. Bagi Perusahaan
Memberikan hasil kepada perusahaan mengenai analisis penyebab terjadinya
produk defect pada proses produksi kain rajut greige menggunakan metode
Six Sigma, dari penelitian ini diharapkan mampu menurunkan jumlah produk
defect pada periode selanjutnya.
3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam permasalahan produk defect
yang ada didalam proses produksi kain rajut greige.

10
1.4 Batasan Masalah dan Asumsi

Penelitian ini dilakukan dengan batasan sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan untuk produk kain rajut greige.


2. Penelitian ini menggunakan metode Six Sigma dan mengacu pada siklus
DMAIC.

Penelitian ini diasumsikan:

1. Proses produksi berjalan secara normal selama proses penelitian dilakukan.


2. Tidak ada perubahan sumber daya manusia ketika penelitian dilakukan.
3. Tidak ada perubahan supplier bahan baku ketika penelitian dilakukan.
4. Tidak ada perubahan mesin yang digunakan ketika penelitian dilakukan.
5. Tidak ada perubahan kebijakan yang oleh pihak management ketika penelitian
dilakukan.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Topik dari penelitian ini yaitu membahas tentang kualitas dan upaya-upaya yang
dilakukan untuk memperbaiki proses produksi sehingga mencapai target kualitas
yang diinginkan. Pada kajian pustaka ini akan membahas lebih jauh tentang
kualitas serta metode Six Sigma dengan pendekatan DMAIC.

2.1.1 Kualitas

Berikut akan dijelaskan mengenai pengertian kualitas, pengendalian kualitas dan


dimensi kualitas.

2.1.1.1 Pengertian Kualitas


Kualitas merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan serta kunci sukses
perusahaan. Kualitas sangat bepengaruh terhadap kepuasaan pelanggan. Apabila
kualitas yang diberikan baik dan sesuai maka pelanggan pun merasa puas dengan
produk tersebut. Menurut (Shakila, 2018) kualitas tidak hanya dipandang pada
produk akhir saja tetapi dari keseluruhan komponen didalamnya seperti bahan
bahan baku, proses produksi, distribusi, dan lainnya. Kualitas menurut (Crosby,
1979) ialah produk sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan
(conformance to requirement). Suatu produk memiliki kualitas jika sudah sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan, standar kualitas meliputi bahan
baku, proses produksi dan produk jadi.

Menurut penelitian (Garvin, 1988), kualitas merupakan suatu kondisi dinamis


dimana berhubungan dengan suatu produk, manusia atau tenaga kerja, proses
tugas, serta lingkungan untuk memenuhi dan melebihi harapan pelanggan. Suatu
produk dapat dikatakan berkualitas apabila dapat memenuhi spesifikasi pelanggan
sehingga dapat mampu memberikan kepuasaan pada pelanggan. Kualitas produk
harus disesuaikan dengan selera atau harapan pelanggan. Kualitas produk harus
memiliki nilai sehingga dapat memuaskan konsumen, baik dengan fisik ataupun

12
dengan psikologis konsumen sehingga menunjukan pada sifat dan atribut yang
dimiliki oleh barang tersebut (Kotler et al., 2016). Untuk meningkatkan kualitas
produk maka diperlukan peningkatan keterampilan manusia atau tenaga kerja,
proses produksi serta lingkungan perusahaan agar suatu produk dapat memenuhi
dan melebihi harapan pelanggan. Definisi kualitas memiliki cakupan sangat luas
dan berbeda-beda tergantung pada sudut pandang masing-masing.

Menurut (Juran, 1993) kualitas merupakan kecocokan penggunaan produk untuk


memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan, yang didasarkan pada lima ciri
yaitu teknologi, jaminan, psikologis, waktu, dan etika. Kualitas merupakan
kesesuaian antara kebutuhan dengan spesifikasi. Maksudnya adalah mendapatkan
perhatian dari pengguna atau customer dibandingkan berfokus pada spesifikasi
teknik. Juran memfokuskan pada definisi dari kualitas dan harga dari kualitas
tersebut. Hal ini terkait dengan tujuan awal produksi dan industri membuat
produk yang disukai pasar atau dapat digunakan. Menurut (Syafwiratama et al.,
2017) Ada tiga hal yang ditekankan yang disebut juga dengan trilogy Juran, yaitu:
quality planning, control, dan quality improvement.
a. Perencanaan kualitas (quality planning)
Perencanaan kualitas adalah suatu cara untuk membuat perencanaan
penjagaan mutu kualitas dengan cara mengidentifikasi tujuan kualitas yang
ingin dicapai, kebutuhan pengguna, dan melakukan persiapan produksi
untuk meningkatkan fitur dari produk sesuai dengan keinginan pengguna.
b. Kontrol kualitas (quality control)
Kontrol kualitas digunakan untuk mengevaluasi jalannya produksi dan
membanndingkan produksi yang sedang berjalan dengan tujuan kualitas.
c. Peningkatan kualitas (quality improvement)
Peningkatan kualitas digunakan dengan melihat kebutuhan pengguna,
menentukan infrastruktur untuk peningkatan kualitas mengidentifikasi hal-
hal yang dibutuhkan untuk peningkatan kualitas, dan menyediakan
pelatihan, motivasi, sarana pendukung untuk tim yang bekerja. Peningkatan
kualitas ini harus dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan.

13
2.1.1.2 Dimensi Kualitas
Menurut penelitian (Deming, 1982) Kualitas harus bertujuan memenuhi
kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa yang akan datang. (Feigenbaum,
1991) menyatakan bahwa kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk
dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance,
atau yang disebut dengan konsep organization wide total quality control dimana
produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya sesuai dengan kebutuhan dan
harapan pelanggan. (Garvin, 1988) menyatakan bahwa kualitas dari suatu poduk
dapat di nilai dalam berbagai cara. Garvin menyatakan terdapat delapan dimensi
kualitas dari suatu produk yaitu:

1. Performance
Performance atau kinerja merupakan suatu spesifikasi utama berkaitan
dengan fungsi produk. Performance atau kinerja berhubungan dengan
bagaimana produk tersebut dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Hal ini
seringkali dijadikan sebagai pertimbangan pelanggan untuk membuat
keputusan membeli atau tidak membeli produk tersebut.
2. Reliability
Reliability atau keandalan merupakan suatu dimensi kualitas yang
menunjukkan suatu produk dapat berfungsi dengan baik dalam waktu
periode tertentu. Hal ini berkaitan dengan seberapa sering produk tersebut
mengalami kegagalan dalam menjalankan kinerjanya. Suatu produk dapat
dikatakan awet apabila memiliki kemungkinan kecil terjadi kegagalan
atau kerusakan.
3. Durability
Durability atau daya tahan merupakan ukuran dari umur suatu produk
dimana menunjukkan sampai kapan produk tersebut dapat digunakan oleh
pelangan. Durability berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat
digunakan dan dapa diukur dari waktu ketahanan produk tersebut.
4. Serviceability
Serviceability atau kemampuan pelayanan merupakan suatu ciri produk
berkaitan dengan kecepatan, kenyamanan, kompetensi, dan kemudahan
dalam melakukan perbaikan pada suatu produk. Dimana dalam hal ini

14
ditunjukkan oleh kesiapan dan kemudahan suatu produk pada saat
diperbaiki ketika terdapat kegagalan atau kerusakan.
5. Aesthetic
Aesthetic atau estetika yaitu tampilan dari suatu produk tersebut. Aesthetic
atau estetika merupakan daya tarik utama pelanggan untuk melakukan
pembelian produk tersebut. Dimana hal ini berkaitan dengan ukuran,
desain, ataupun warna dari produk tersebut.
6. Features
Features merupakan karakteristik atau spesifikasi tambahan yang mampu
memberikan keunggalan dari produk-produk sejenisnya. Dimensi ini
seringkali digunakan untuk 12 sebagai kunci dalam memenangkan
kompetisi. Features ini berguna untuk menambah keistimewaan dari
produk sehingga produk tersebut memiliki keunggulan dan kelebihan dari
produk sejenis lainnya.
7. Perceived Quality
Perceived quality merupakan suatu dimensi berkaitan dengan citra dan
reputasi dari suatu produk serta tanggungjawab peruasahaan terhadap
kualitas dari suatu produk yang dihasilkan.
8. Conformance
Conformance atau konformansi merupakan suatu aspek produk yang
memperlihatkan kesesuaian antara spesifikasi yang telah ditentukan
dengan hasil akhir produk yang dihasilkan. Produk dapat dikatakan baik
apabila dimensi konformasinya semakin sama dengan spesifikasi yang
telah ditentukan diawal.

2.1.1.3 Pengendalian Kualitas

Menurut penelitian (Gaspersz, 2002) pengendalian kualitas adalah aktivitas dan


teknik operasional yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mutu. Menurut
(Assauri, 2008) pengendalian kualitas adalah usaha untuk mempertahankan mutu
suatu produk, agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan
kebijakan perusahaan tersebut. Pengendalian kualitas dapat didefinisiakn sebagai

15
suatu sistem yang digunakan untuk menjaga kualitas barang atau jasa agar berada
pada tingkat kualitas yang diharapkan (Pratiwi & Syukri, 2016).

Pengendalian kualitas adalah kegiatan mengembangkan, mendesain,


memproduksi dan memberikan layanan produk yang bermutu atau unggul agar
menciptakan produk yang ekonomis dan berguna sesuai keinginan konsumen
(Juharni, 2017). Pengendalian kualitas juga disimpulkan sebagai alat yang penting
bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan
mempertahankan kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah barang yang
rusak. Kegiatan pengendalian dilakukan dengan cara memonitor output,
membandingkan dengan standar, menafsirkan ketidaksesuaian dan mengambil
tindakan untuk menyesuaikan kembali proses dan sehingga sesuai dengan
standar. Pengendalian kualitas dilakukan agar spesifikasi produk yang telah
ditetapkan sebagai standar dapat diwujudkan dalam hasil akhir berupa produk.
Menurut penelitian (Pratiwi & Syukri, 2016) tujuan dari pengendalian kualitas
adalah sebagai berikut:

1. Agar barang yang diproduksi dapat mencapai standar kualitas yang


diharapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi serendah mungkin.

Tujuan pengendalian kualitas adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan


dan mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan (Heizer dan Render, 2014).
Pengendalian kualitas dilakukan untuk menjamin bahwa proses operasi dalam
bisnis menghasilkan produk yang sesuai standar perusahaan (Assauri, 2016).
Menurut penelitian (Tambunan et al., 2020) tujuan utama pengendalian kualitas
adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang
dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan
mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin.

Menurut penelitian (AHMAD et al., 2020) pengendalian kualitas yang dilakukan


dapat menurunkan tingkat kerusakan produk yang dihasilkan serta dapat

16
mengetahui faktor penyebab terjadinya kerusakan produk. Untuk melaksanakan
pengendalian di dalam suatu perusahaan, maka manajemen perusahaan perlu
menerapkan melalui apa pengendalian kualitas tersebut akan dilakukan. Hal ini
disebabkan, faktor yang menentukan atau berpengaruh terhadap baik dan
tidaknya kualitas produk perusahaan terdiri dari beberapa macam misal bahan
bakunya, tenaga kerja, mesin dan peralatan produksi yang digunakan, di mana
faktor tersebut akan mempunyai pengaruh yang berbeda, baik dalam jenis
pengaruh yang ditimbulkan maupun besarnya pengaruh yang ditimbulkan.
Menurut penelitian (Tambunan et al., 2020) pada umumnya pelaksanaan
pengendalian kualitas proses produksi di dalam perusahaan dipisahkan menjadi 3
(tiga) tahap:
1. Tahap persiapan
2. Tahap Pengendalian Proses.
3. Tahap Pemeriksaan Akhir

2.1.2 Defect

Defect adalah produk yang memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai atau
mutunya kurang baik atau kurang sempurna (Bramantia, 2018). Menurut
(Radziwill, 2014) produk cacat adalah hasil pemrosesan yang salah dapat
menyebabkan produk cacat. Menurut (Setiawan & Setiawan, 2020) defect
merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi yang tidak sesuai
dengan spesifikasi mutu yang sudah ditetapkan. Menurut (Bustamin dan Nurlela,
2007) produk defect adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi, tetapi masih
bisa di perbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu. Hal itu berarti tidak sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Kesesuaian dengan kualitas
mengasumsikan bahwa terdapat suatu cakupan nilai yang diterima untuk setiap
spesifikasi atau karakteristik kualitas. Dari beberapa definisi diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa defect adalah produk yang tidak memenuhi standar spesifikasi
sehingga nilai dan mutu dari produk tersebut tidak baik atau tidak sempurna.

17
2.1.3 Six Sigma

Sigma merupakan sebuah simbol yang berasal dari Yunani, dimana simbol
tersebut melambangkan standar deviasi (penyimpangan) pada bidang statistik.
Kata Six menunjukkan jumlah standar deviasi dari nilai tengah spesifikasi yang
seharusnya (Montgomery, 2005). Six Sigma dapat diartikan sebagai sebuah
metodologi yang terstruktur untuk memperbaiki proses yang di fokuskan pada
usaha mengurangi variasi pada proses sekaligus mengurangi defect pada produk
dengan menggunakan pendekatan statistik dan problem solving tools secara
intensif (Costa et al., 2019).

Secara harfiah, Six Sigma merupakan tingkat pengendalian mutu dimana hanya
3,4 defect yang dihasilkan dari 1.000.000 peluang terjadinya defect (3,4 defect
per million opportunity / DPMO). Konsep ini adalah turunan dari konsep process
capability. Intinya, Six Sigma adalah sebuah referensi untuk mencapai suatu
keadaan yang nyaris bebas cacat (zero defects level) (Bhargava, 2019). Beberapa
pendapat menyatakan bahwa, pendekatan Six Sigma adalah suatu pendekatan
yang terampil dalam pemecahan masalah kualitas (Syafwiratama et al., 2017).
Dalam perkembangannya, Six Sigma telah menjadi sebuah metodologi dan
bahkan strategi bisnis. Banyak sekali definisi mengenai Six Sigma, diantaranya
adalah sebagai berikut:

a. Menurut (Raman, R., & Basavaraj, 2019) Six Sigma merupakan teknik
statistik untuk pengendalian kualitas dengan suatu metodologi untuk
mengurangi variasi, meningkatkan kualitas dan menghilangkan waste.
b. Menurut (Radziwill, 2014) Six Sigma adalah metode praktis untuk
mengurangi biaya, meningkatkan kualitas, dan membina perbaikan
berkelanjutan dalam produk atau proses. Metode Six Sigma telah banyak
digunakan oleh perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan dan
profitabilitas pelanggan yang lebih tinggi.
c. Menurut (Carroll, 2013) Six Sigma adalah sebuah metode melihat produk-
produk secara statistik dan dilihat dari sudut pandangan pelanggan.
Dengan tools Six Sigma salah satunya DMAIC, Organisasi bisa

18
menganalisis dan meningkatkan banyak proses produksi, menghasilkan
kepuasan pelanggan dan keberhasilan organisasi.
d. Menurut (Ginn, D., Streibel, B., & Varner, 2004) Six Sigma adalah
konsep statistik yang mewakili jumlah variasi yang ada dalam proses
relatif terhadap persyaratan atau spesifikasi pelanggan. Semakin tinggi
level sigma, semakin baik kinerja proses relatif terhadap kebutuhan
pelanggan variasi sigma.

2.1.3.1 Sejarah Six Sigma

Sejarah Six Sigma berawal pada permulaan tahun 1980-an, Motorola Inc secara
terus-menerus dikalahkan di pasar yang kompetitif yang pada akhirnya mereka
kehilangan market-nya karena perbedaan kualitas dengan perusahaan Jepang saat
itu. Saat perusahaan Jepang mengambil alih perusahaan Motorola yang
memproduksi pesawat televisi di Amerika Serikat, mereka dengan cepat
menetapkan perubahan yang drastis dalam menjalankan perusahaan. Di bawah
manajemen Jepang, perusahaan segera memproduksi televisi dengan jumlah
kerusakan satu dibanding dua puluh yang mereka pernah produksi di bawah
manajemen Motorola.

Pada tahun 1981 Motorola menghadapi tantangan tersebut dengan mengevaluasi


kualitasnya hingga 5 (lima) kali dalam 5 (lima) tahun namun tetap saja tidak
berhasil. Kemudian Motorola dengan Bob Galvin sebagai CEO-nya memutuskan
untuk menekuni kualitas dengan serius dengan mengembangkan suatu proses
yang konsisten berdasarkan pendekatan statistik.

Akhirnya pada tahun 1986, Bill Smith, seorang ahli dan senior engineer di divisi
komunikasi Motorola yang juga seorang ahli statistik, menyimpulkan bahwa bila
suatu produk cacat dan diperbaiki pada waktu produksi maka cacat lain mungkin
akan terabaikan.

Tools Six Sigma dipelopori oleh Bill Smith yang bekerja di perusahaan Motorola
pada tahun 1986. General Electric (GE) merupakan perusahaan pengadopsi
pertama program yang disebut Six Sigma sebagai alat untuk mengukur,

19
menganalisis, meningkatkan dan mengendalikan kualitas pada setiap produk,
dengan tujuan akhir yaitu menghilangkan semua cacat.

2.1.3.2 Metode Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC)

Metode DMAIC merupakan metodologi resmi sebagai pendekatan atau


penerapan untuk penyelesaian masalah pada Six Sigma (Gaspersz, 2007). Metode
DMAIC merupakan metode yang paling lazim digunakan untuk mengukur
penerapan Six Sigma di dalam sebuah organisasi/perusahaan (Tannady, 2015).
Dalam melakukan perbaikan kualitas dengan konsep Six Sigma ada beberapa
proses opersional yang harus dijalankan. Menurut penelitian (Alkatiri et al., 2015)
Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) adalah proses untuk
meningkatkan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara
sistematik berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. DMAIC akan membantu
mengidentifikasi masalah sampai pada solusi serta dampak dari solusi yang
dijalankan (Alkatiri et al., 2015). Proses tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Define
Tahap ini merupakan tahap awal dari peningkatan kualitas dengan konsep Six
Sigma. Pada tahap ini, dilakukan identifikasi proses produksi dan jenis cacat.
Selain itu ditentukan CTQ (Critical to Quality). Penetuan CTQ dilakukan
berdasarkan proses yang dapat menyebabkan cacat atau mempunyai potensi untuk
menimbulkan berbagai cacat pada produk yang diproduksi.

2. Measure
Tahap ini merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan
kaulitas dengan konsep Six Sigma. Dalam tahap ini dilakukan penghitungan nilai
DPMO dan nilai sigma level serta penentuan target dan pengaruh dari proses
perbaikan. Perhitungan DPMO dan sigma level dilakukan untuk mengukur
performasi perusahaan yaitu pada work station yang menyebabkan terjadinya
ketidaksesuaian produk.

3. Analyze
Langkah operasional ketiga adalah melakukan analisis dan menentukan akar
permsalahan dari suatu defect atau kegagalan. Analisis dilakukan terhadap ukuran

20
DPMO, sigma level dan penentuan penyebab akar masalah dengan menggunakan
suatu alat bantu untuk menentukan penyebab akar masalah.

4. Improve
Dalam tahap keempat merupakan tahapan rancangan perbaikan yang kemudian
diimplementasikan. Ada banyak perbaikan yang digunakan unutk memperbaiki
proses dilihat dari berbagai faktor dan dapat digunakan metode-metode tertentu
untuk menganalisisnya. Kemudian dilakukan perhitungan dan analisis terhadap
nilai DPMO setelah diimplementasikan perbaikan.

5. Control
Tahap ini merupakan langkah terakhir dalam peningkatan kualitas dengan metode
Six Sigma. Pada tahap control dilakukan proses pengawasan kinerja proses
setelah mengalami perbaikan.

2.1.3.3 Tools Pada Six Sigma

Pada pembahasan mengenai tahapan Six Sigma, terdapat beberapa tools


pengendalian kualitas yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Diagram Pareto (Pareto Chart)

Diagram Pareto (pareto chart) adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan,
masalah atau cacat guna membantu memusatkan perhatian untuk upaya
penyelesaian masalahnya (Suhartini, 2020). Diagram ini dibuat berdasarkan karya
Vilfredo Pareto seorang pakar ekonomi di abad ke-19 dan dipopulerkan oleh
Joseph M. Juran. Diagram Pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang
menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan.
Dengan memakai diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan
sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi diagram
Pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk
peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil (Damayant et al.,
2022). Kegunaan diagram Pareto adalah sebagai berikut:

 Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang


perlu ditangani.

21
 Membantu untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama yang
harus ditangani dalam upaya perbaikan.
 Menunjukkan hasil upaya perbaikan.
 Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan
setelah perbaikan.

Diagram Pareto digunakan untuk mengidentifikasikan beberapa permasalahan


yang penting, untuk mencari cacat yang terbesar dan yang paling berpengaruh.
Pencarian cacat terbesar atau cacat yang paling berpengaruh dapat berguna untuk
mencari beberapa wakil dari cacat yang teridentifikasi, kemudian dapat digunakan
untuk membuat diagram sebab akibat. Hal ini perlu untuk dilakukan mengingat
sangat sulit untuk mencari penyebab dari semua cacat yang teridentifikasi.
Apabila semua cacat dianalisis untuk dicari penyebabnya maka hal tersebut hanya
akan menghabiskan waktu dan biaya dengan sia-sia.

2. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)

Perangkat lain untuk mengidentifikasi masalah kualitas dan titik inspeksi adalah
diagram sebab akibat (cause and effect diagram), yang juga dikenal sebagai
Diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan (fishbone diagram), setiap tulang
mewakili kemungkinan sumber kesalahan (Damayant et al., 2022). Diagram
sebab akibat dimulai dengan empat kategori yaitu material/ bahan baku,
mesin/peralatan, manusia dan metode. Inilah yang disebut “4M” yang merupakan
penyebab. Keempat kategori ini memberikan suatu daftar periksa yang baik untuk
melakukan analisis awal. Setiap penyebab dikaitkan pada setiap kategori yang
disatukan dalam tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut, sering kali
melalui proses brainstorming (Suhartini, 2020). Faktor-faktor penyebab utama
pada diagram sebab akibat dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Material/Bahan Baku: Bahan mentah, bahan konsumsi, jenis, lot dan


lain-lain.
 Machine/Mesin: Model, instrumen, spare parts, pemrogaman dan
lain-lain.

22
 Man/Tenaga Kerja: Usia, ketrampilan, sertifikasi, perilaku, dan lain-
lain.
 Method/Metode: Pengujian, pemrosesan, pengendalian, perancangan,
instruksi dan lain-lain.
 Environment/Lingkungan: Kebisingan, kelembaban, temperatur dan
lain-lain.
Adapun kegunaan dari diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:

 Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.


 Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk
memperbaiki peningkatan kualitas.
 Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
 Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
 Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian
produk dengan keluhan konsumen.
 Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang
akan dilaksanakan.
 Sarana pengambilan keputusan dalam menentukan pelatihan tenaga
kerja.
 Merencanakan tindakan perbaikan.

3. Diagram Kendali (Control Chart)

Peta kendali (control chart) adalah representasi grafis dari data sejalan dengan
waktu yang menunjukan batas atas dan batas bawah proses yang ingin kita
kendalikan (Damayant et al., 2022). Peta kendali (control chart) digunakan untuk
memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses berada dalam
pengendalian kualitas secara statistika atau tidak sehingga dapat memecahkan
masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan adanya
perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab
penyimpangan meskipun penyimpangan itu akan terlihat pada peta kendali
(Suhartini, 2020). Manfaat dari peta kendali adalah sebagai berikut:

23
 Memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada di
dalam batas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
 Memantau proses produksi secara terus-menerus agar tetap stabil.
 Menentukan kemampuan proses (capability process).
 Mengevaluasi performance pelaksanaan dan kebijaksanaan
pelaksanaan proses produksi.

Peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item–item yang


tidak memenuhi syarat spesifikasi yang ditetapkan atau dikategorikan cacat.
Untuk itu definisi operasional secara tepat tentang apa yang dimaksud
ketidaksesuaian atau cacat sangatlah penting dan harus dipahami oleh setiap
pengguna peta kendali p.

4. Analisis Five Whys

Analisis five whys merupakan cara untuk menggali akar masalah, maka akar
penyebabnya dapat ditemukan dengan menanyakan “mengapa” berulang kali
hingga jawaban atas pertanyaan tersebut mengungkapkan akar masalah (Ohno,
1988). Teknik analisis five whys dapat digunakan secara individual atau sebagai
divisi dari bagan herringbone. Diagram herringbone membantu meneliti
penyebab potensial atau aktual dari suatu masalah. Semua variabel input telah
dimasukkan ke dalam fishbone sehingga dapat ditelusuri akar masalahnya
menggunakan teknik five whys (Al-Zwainy et al., 2018).

Metode five whys ini pertama kali dikembangkan oleh Sakichi Toyoda pada tahun
1930 untuk memecahkan masalah, karena inti dari metode ini adalah menelusuri
akar penyebab secara sederhana dan efisien, sehingga menghasilkan tindakan
pencegahan agar masalah tersebut tidak terulang kembali (Mondy, 2011).
Pendekatan ini dicapai dengan mengulangi pertanyaan "mengapa?" Setiap
jawaban yang diberikan oleh narasumber diberikan 5 kali untuk menemukan
jawaban yang efektif menyelesaikan masalah. Angka 5 dalam analisis five whys
hanyalah sebuah aturan praktis yang ketentuannya dapat diubah tergantung pada
situasi yang dihadapi. Hal yang perlu diperhatikan adalah akar masalah akan
terungkap jika memang saat mengajukan pertanyaan “Mengapa?” sudah tidak

24
memberikan respon yang mengundang pertanyaan kembali dan sudah dapat
dihasilkan tindakan solutif yang jelas (Pojasek, 2000).

5. Analisis 5W1H

Analisis 5W1H adalah suatu metode analisa yang digunakan untuk melakukan
penanggulangan terhadap setiap akar permasalahan. Pada dasarnya rencana
tindakan akan mendeskripsikan tentang dimana permasalahan tersebut berasal dan
apa yang menjadi alternatif upaya usulan perbaikan yang akan dilakukan.
Menurut (Gazperz, 2014) 5W1H dapat digunakan pada tahap improvement ini.

1. What, apa yang menjadi target utama dari permasalahan yang ada?
2. Why, mengapa rencana tindakan diperlukan?
3. Where, dimana rencana tersebut dilakukan?
4. Who, siapa yang akan mengerjakan aktivitas rencana tersebut?
5. When, kapan tindakan ini akan dilaksanakan?
6. How, bagaimana mengerjakan rencana tersebut?

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu dan SOTA

2.2.1 Kajian Peneliltian Terdahulu

Daftar penelitian terdahulu yang dipandang relevan dengan penelitian ini


dipaparkan dalam Tabel 2.1

Tabel 2. 1 Kajian Penelitian Terdahulu


No. Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian
1 (Montororing et al., Six Sigma, Berdasarkan hasil Metode DMAIC dapat
2022) DMAIC meningkatkan nilai Six Sigma dari 4,18
menjadi 4,46 dan tingkat cacat berkurang dari
2,26% menjadi 0,93%.

2 (Trenggonowati et Six Sigma, Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh


al., 2022) DMAIC nilai DPMO sebesar 2454,102 dan nilai sigma
4,318 dan terdapat beberapa masukan untuk
meningkatkan kualitas.

3 (Kaspin, 2022) Six Sigma, Hasil menunjukkan Six Sigma dapat


DMAIC meningkatkan kualitas produk untuk
memuaskan pelanggan dan terdapat lima cara
untuk mengatasi permasalahan, salah satunya
ada pembuatan SOP.

4 (Ahmed et al., Six Sigma, Menerapkan metodologi Six Sigma di lantai

25
2022) DMAIC produksi rajut juga mengurangi biaya
produksi. Hasilnya, studi waktu nyata di lantai
produksi rajutan ini terbukti sebagai produksi
kain rajut yang berkelanjutan secara ekonomi.

5 (Salsabila et al., Six Sigma, Penurununan reject dari 28,71% menjadi


2022) DMAIC 6,59% disertai dengan penurunan nilai DPMO
dari 13.660,26 PPM menjadi 2.912,66 PPM
dan peningkatan nilai sigma dari 3,7 menjadi
4,2.

6 (Nedra Abbes et al., Lean dan Six Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
2022) Sigma, kontribusi pengetahuan tentang kesiapan
DMAIC implementasi LSS di industri clothing. Hasil
dari proses ini adalah teridentifikasinya 5
enabler, 6 kriteria, dan 46 atribut yang
akhirnya siap digunakan.

No. Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian


7 (Kurnia et al., Six Sigma, Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
2021) DMAIC Sigma sebelum perbaikan adalah 3,7017 dan
setelah perbaikan adalah 3,9614 dan
mengusulkan agar semua upaya perbaikan
dimasukkan dalam SOP untuk
didokumentasikan dan diterapkan karena
persentase cacat kaus kaki menurun dari
11,08% menjadi 5,54%.

8 (Krishna Priya et Lean dan Six Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
al., 2020) Sigma, tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat
DMAIC penurunan tingkat cacat produksi, yang
dilakukan melalui penghilangan terhadap
proses-proses kerja yang tidak memberikan
nilai tambah (non value added process).

9 (Kurniawan & Six Sigma, Untuk meminimalkan produk cacat ke titik


Prestianto, 2020) DMAIC terendah atau mencapai kinerja operasional.
Persentase produk cacat yang dihasilkan
mencapai 1,4% melebihi batas toleransi 1%
dengan level sigma 4,14 yang berarti
kemungkinan produk cacat sebesar 4,033,39
peluang per juta produk

10 (Bhargava, 2019) Six Sigma, Setelah menerapkan alat DMAIC Six Sigma,
DMAIC studi menunjukkan bahwa proses berada di
bawah batas kendali dan tidak pernah berada
di luar batas kendali.

11 (Mridha et al., Six Sigma, Studi dilakukan di Ananta Apparels Ltd. untuk
2019) DMAIC meminimalkan tingkat kecacatan pada bagian
penjahitan. Dengan Six Sigma mereka dapat
meminimalkan sebagian besar cacat di bagian
penjahitan dan peningkatan yang signifikan
dari sigma level dari 2,60 menjadi 2,95.

26
12 (Fithri, 2019) Six Sigma, Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan
DMAIC nilai DPMO yang diperoleh adalah sebesar
181.67 dan nilai Sigma sebesar 5.07. Dengan
nilai sigma sebesar 5.07 berarti Departmen
Tenun telah mencapai tingkat industri rata-rata
USA.

13 (Costa et al., 2019) Six Sigma, Dari hasil perbaikan diketahui bahwa terjadi
DMAIC penurunan ppm defect dan kenaikan sigma
level. Dimana hal tersebut berdampak pula
terhadap penurunan biaya kualitas (cost of
quality) yang terdapat didalam perusahaan.

14 (Sharma et al., Six Sigma, Mengurangi cacat pada proses lapping. Hasil
2019) DMAIC penelitian dapat menurunkan reject 9,82% ke
0,02%.

No. Nama Peneliti Metode Hasil Penelitian


15 (N. Abbes et al., Six Sigma, Dalam penelitian ini mengintegrasikan
2018) DMAIC dan pendekatan DMAIC dan PDCA ke dalam
PDCA metodologi Six Sigma untuk mengetahui
sumber unit pemotongan cacat pengukuran
dan meningkatkan kemampuan indeksnya.
Hasil menunjukkan bahwa sigma level
meningkat dari 0,7 menjadi 2 dan Cp dari 0,2
menjadi 1,47.

16 (Shafira & Mansur, Six Sigma, Hasil dari penelitian ini diperoleh level sigma
2018) DMAIC dan rata-rata adalah 3,32. Level sigma yang
FMEA termasuk dalam sigma 3 akan menyebabkan
kerugian penjualan sebesar 25-40%.

17 (Syafwiratama et Six Sigma, Hasil perbaikan Six Sigma menunjukkan


al., 2017) DMAIC bahwa kapabilitas proses ditingkatkan dari 2,2
menjadi 3,1 sigma, menghemat $18.394,2
USD per bulan.

18 (Rahman et al., Six Sigma, Diperoleh pengurangan sekitar 35% pada


2017) DMAIC cacat garmen tercapai, yang membantu
perusahaan untuk mengurangi cacat dan
dengan demikian meningkatkan tingkat Sigma
dari 1,7 hingga 3,4.

19 (Yadav & Six Sigma, Hasil dari penelitian ini diperoleh mengurangi
Sukhwani, 2016) DMAIC DPMO dari 68181 menjadi 9090,9 dan
meningkatkan level sigma dari 2,99 menjadi
3,86, dengan solusi optimal.

20 (Hussain et al., Six Sigma, Hasil dari penelitian ini diperoleh tingkat
2014) DMAIC sigma awal dari proses dihitung pada 2,2 yang
ditingkatkan menjadi 3 pada akhir penelitian.
Ini membantu dalam meningkatkan penolakan
kain tenun dari 2% menjadi 0,75%,
menghasilkan penghematan sebesar 25 lakh
rupee per bulan.

27
Cost

Jasa
Lean
PDCA
FMEA
DMAIC

Efficiency
Six Sigma

Manufaktur
Reduce defect

Loss Impact Analysis


Improvement Quality
Quality
(Montororing et al., 2022)






2.2.2 State of The Art (SOTA)

(Trenggonowati et al., 2022)






(Kaspin, 2022)





(Ahmed et al., 2022)





(Salsabila et al., 2022)





(Nedra Abbes et al., 2022)






(Kurnia et al., 2021)





(Krishna Priya et al., 2020)






28
(Kurniawan & Prestianto,






Metode

Jenis Industri 2020)


(Bhargava, 2019)




Tujuan Penelitian

(Mridha et al., 2019)






(Fithri, 2019)




(Costa et al., 2019)








Tabel 2. 2 State of The Art (SOTA)

(Sharma et al., 2019)






(N. Abbes et al., 2018)







(Shafira & Mansur, 2018)








(Syafwiratama et al., 2017)







(Rahman et al., 2017)






(Yadav & Sukhwani, 2016)






(Hussain et al., 2014)













(Kinanti, 2022)
2.3. Kerangka Berpikir

Penyusunan kerangka pemikiran dimulai dari terjadinya permasalahan defect pada


proses produksi kain rajut greige yang menimbulkan dampak dari segi biaya, waktu dan
waste. Analisis penurunan defect dilakukan dengan pendekatan Define, Measure,
Analyze, Improve, Control (DMAIC) yang diharapkan dapat menemukan faktor-faktor
penyabab terjadinya defect tersebut. Hasil akhir dari analisis tersebut adalah dapat
menemukan cara untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas produksi kain rajut
greige.

29
Defect Kain
Rajut Greige

Identifikasi
Proses
Proses Produksi
Kain Rajut Greige

Pengambilan Data Studi Pustaka

Metode
DMAIC
Pemetaan proses dan
Define identifikasi defect CTQ

Menghitung DPMO, sigma - Process Control


Measure level dan capabilitty process - Sigma Awal

- Pareto
Mengidentifikasi akar
Analyze penyebab masalah
- Fishbone
- Five Whys

Mencari dan memberikan


Improve solusi perbaikan pada akar - 5W + 1H
penyebab masalah - Sigma Akhir

Memastikan implementasi
Control perbaikan selalu dalam Standarisasi
keadaan optimal

Kualitas produksi
meningkatan dan defect
menurun

Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir

30
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode Six Sigma
dengan siklus DMAIC (define, measure, analyze, improve, control) sebagai usaha
dalam menemukan suatu penyelesaian masalah defect dalam proses produksi kain
rajut greige pada Departemen Knitting.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang bersifat kualitatif dengan
bentuk eksploratif. Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus atau penelitian
lapangan, karena penelitian memusatkan perhatian pada suatu kasus yang secara
mendalam, terperinci dan detail mengenai keadaan saat ini yang menjadi
permasalahan di perusahaan yaitu jumlah defect pada proses produksi kain rajut
greige. Hal tersebut berarti bahwa penelitian yang dilakukan ini untuk menggali
objek secara mendalam sehingga dapat ditemukan potensi masalah dan menemukan
penyelesaiannya.

3.2 Data dan Informasi

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data kualitatif adalah data penjelasan atau keterangan secara lisan maupun tulisan,
seperti proses produksi yang dilakukan serta hasil observasi yang tidak dapat
dijelaskan menggunakan angka.
2. Data kuantitatif adalah data numerik berupa angka seperti jumlah produksi,
jumlah permintaan, serta data jumlah produk defect pada proses produksi.

Berdasarkan sumber perolehannya, data yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Data Primer

31
Data primer yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung di area
penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber tidak langsung yang telah
dibuat sebelumnya seperti laporan perusahaan dan jurnal literatur. Sedangkan
sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu:
 Data Internal
Data yang menggambarkan situasi serta kondisi pada suatu organisasi secara
internal, dalam hal ini adalah data jumlah produksi dan data defect kain rajut
greige.
 Data Eksternal
Data yang menggambarkan sebuah situasi maupun kondisi yang ada di luar
organisasi, dalam hal ini adalah jurnal penelitian yang berhubungan dengan
perbaikan kualitas dengan metode Six Sigma.

Tabel 3. 1 Operasional Variabel Penelitian


No. Variabel Dimensi Indikator Jenis Data Sumber Data

1 Defect Produk Quantitty Jumlah Produksi Sekunder Laporan perusahaan

Jumlah Defect Sekunder Laporan perusahaan

Jenis Defect Jenis-jenis Sekunder Laporan perusahaan


Defect

Penyebab Defect Material Primer FGD

Mesin Primer FGD

Manusia Primer FGD

Metode Primer FGD

Lingkungan Primer FGD

32
3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk bahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung pada objek yang
diteliti dengan tujuan mengetahui kondisi sebenarnya dari objek penelitian. Studi
lapangan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan secara
langsung di lapangan yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi
serta memahami proses produksi. Observasi dilakukan pada lini produksi kain
rajut greige untuk melihat secara langsung bagaimana flow process, terutama
untuk proses yang berpotensi menyebabkan cacat.
b. Focus Group Discussion (FGD)
FGD adalah kegiatan eksplorasi suatu permasalahan atau fenomena khusus
melalui pertukaran ide dan argumen oleh suatu kelompok individu yang
melibatkan expert (ahli) untuk menghasilkan sebuah kesepakatan bersama. FGD
dilakukan dengan bagian produksi untuk mencari akar penyebab permasalahan
defect dari Man, Method, Machine, Material dan Environment.

2. Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dan informasi dengan
mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, literatur
yang digunakan berupa jurnal, karya-karya ilmiah, dan buku dengan topik kualitas,
defect, dan penerapan metode Six Sigma.

Dengan dilakukannya beberapa metode pengumpulan data tersebut, diharapkan data


penelitian yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi aktual yang sebenarnya dan
valid, sehingga dapat mendukung penelitian yang dilakukan.

33
3.4 Teknik dan Analisis Data

Metode atau teknik analisis data yang digunakan didalam penelitian ini menggunakan
metodologi DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control). Adapun
penjelasan untuk masing-masing tahapan dari metodologi DMAIC yang digunakan
didalam penelitian ini antara lain digambarkan didalam tabel berikut ini:

Tabel 3. 2 Teknik dan Analisis Data


Fase Keterangan Tahap yang dilakukan
Define Menentukan permasalahan yang berasal 1. Identifikasi alur poses produksi
dari keinginan pelanggan dan kemudian (pemetaan proses)
dilanjutkan dengan menentukan target 2. Identifikasi fenomena defect
dari perbaikan yang dilakukan. produk
3. Menentuukan Critical to Quality
(CTQ)

Measure Mengklasifikasi dan menentukan target 1. Melakukan pengukuran


perbaikan yang akan dilakukan dan pengendalian proses dengan peta
melakukan pengukuran terhadap DPMO, kendali yang berhubungan
sigma level dan capability process saat dengan produk defect guna
ini yang berguna untuk menentukan arah menentukan defect yang melebihi
dan target dari perbaikan yang dilakukan. batas normal
2. Melakukan pengukuran nilai
DPMO
3. Melakukan pengukuran nilai
sigma level
4. Melakukan pengukuran nilai
capability process

Analyze Melakukan analisa terhadap hasil 1. Melakukan analisa menggunakan


pengolahan data yang dilakukan tahap diagram pareto untuk
measure, untuk dapat mengetahui faktor memperlihatkan masalah utama
penyebab dari permasalahan dan sebagai dan skala prioritas dari beberapa
acuan dalam melakukan perbaikan. permasalahan defect
2. Melakukan analisa menggunakan
diagram fishbone sebagai
pencarian faktor penyebab
timbulnya masalah defect seperti
man, machine, material, method
dan environment.
3. Melakukan analisa menggunakan
metode five whys untuk menggali
akar masalah dan menemukan
solusinya.

Improve Melakukan usaha perbaikan dalam 1. Melakukan perbaikan terhadap


permasalahan dan melakukan pengukuran faktor dominan masalah pada
terhadap efektivitas hasil perbaikan yang proses dengan membuat rencana
telah dilakukan. perbaikan dengan metode 5W1H
2. Melakukan implementasi
perbaikan
3. Melakukan pengumpulan data
hasil perbaikan
4. Melakukan pengukuran kembali

34
nilai DPMO terhadap hasil
perbaikan
5. Melakukan pengukuran kembali
nilai sigma level dan capability
process terhadap hasil perbaikan

Control Melakukan standarisasi, dengan disertai Membuat standarisasi


penerapan tools yang bertujuan untuk
menjaga hasil dari perbaikan selalu
berada dalam kondisi yang optimal.

3.5 Langkah Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan atau langkah-
langkah seperti pada Gambar 3.1

35
Gambar 3. 1 Langkah-langkah Penelitian

36
BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data

Masalah yang terjadi adalah jumlah defect yang sangat besar yaitu mencapai 0,84% -
3,90% dengan rata-rata defect yaitu 1,63%. Yang berarti masih dangat jauh dengan
target perusahaan yaitu 0,3%. Melalui pendekatan metode Six Sigma DMAIC
diharapkan dapat menurunkan angka defect dan meningkatkan nilai sigma. Berikut
adalah tahapan-tahapan dalam metode DMAIC Six Sigma:

4.1.1 Define

Pada tahap ini, penelitian berbasis data dilakukan. Tujuannya adalah untuk
menentukan masalah utama yang akan dibahas, memberikan penjelasan tentang alur
produksi, dan memberikan penjelasan tentang jenis-jenis defect.

1. Alur Produksi

Objek penelitian ini adalah produk tekstil kain rajut greige. Terdapat beberapa
tahapan dalam menghasilkan kain rajut greige yaitu dimulai dari terima purchase
order dari langganan kemudian turun ke departemen RMP (Raw Material Planning
and Control) untuk melakukan verifikasi purchase order dan membuat knitting
order.

Tahap pertama knitting order diterima bagian PPC departemen Knitting untuk dibuat
schedule rajut dan kartu kerja produski. Setelah dibuatkan kartu kerja produksi,
selanjutnya memasuki tahap produksi, yaitu dilakukan pemasangan benang dan
penyetelan mesin. Penyetelan mesin berfungsi untuk menyesuaikan mesin dengan
kontruksi kain yang akan dibuat. Setelah dilakukan penyetelan kemudian dilakukan
analisis, jika sudah sesuai maka dilanjutkan ke proses produksi.

37
Tahap ketiga yaitu tahap inspeksi, jika belum sesuai maka dilakukan perbaikan atau
penyetelan ulang dan jika sudah sesuai maka kain greige akan dikirim ke departemen
gudang kain greige (GKG).

Gambar 4. 1 Alur Produksi Kain Greige


Sumber: Laporan Perusahaan

2. Jenis dan Fenomena Defect Produk

Tabel 4. 1 Data Jumlah Produksi dan Defect Periode Jan – Des 2022

Bulan Produksi (Kg) Defect (Kg) Defect (%)


Januari 886.579,73 7449,32 0,84%
Februari 844.508,72 7726,69 0,91%
Maret 766.727,78 8373,58 1,09%
April 667.085,76 14371,39 2,15%
Mei 420.673,76 9845,64 2,34%
Juni 522.252,35 7674,18 1,47%
Juli 540.181,98 7254,58 1,34%
Agustus 436.973,05 17033.26 3,90%
Septembe 412.543,04 12833,09 3,11%
r
Oktober 561.863,98 8411,73 1,50%
November 535.472,20 9955,86 1,86%
Desember 507.421,61 5068,49 1,00%

38
Total 7.102.283,96 115.997,81 1,63%
4.00%

3.50%

3.00%

2.50%

2.00%

1.50%

1.00%

0.50%

0.00%
RI RI ET RI
L EI NI LI US R R R R
A A
AR AP
M JU JU T BE BE BE BE
NU RU M US EM O M M
JA FE
B
AG PT OK
T VE SE
SE NO DE

TARGET (%) DEFECT (%)

Gambar 4. 2 Grafik Defect Produk Januari – Desember 2022


Sumber: Laporan Perusahaan

Seperti yang ditunjukkan dalam tabel di atas, produksi tahunan adalah 7.102.283,96
Kg dengan jumlah defect 115.997,81 Kg atau 1,63%,

3. Menentukan Critical to Quality (CTQ)

Critical to Quality (CTQ) adalah kunci karakteristik yang dapat diukur dari sebuah
produk atau proses yang harus mencapai suatu standar dari spesifikasinya agar dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Alat ini biasa digunakan untuk
menguraikan kebutuhan konsumen yang cukup beragam menjadi kebutuhan yang
lebih mudah untuk diproses. Tabel CTQ yang ada di departemen knitting adalah
sebagai berikut:

Tabel 4. 2 CTQ Proses Produksi Kain Rajut Greige


No Item CTQ Keterangan
1 Horizontal Horizontal adalah jenis defect pada kain yang ditandai
dengan adanya garis-garis kearah horizontal baik yang
meliputi perbedaan warna yang berulang, ataupun
tingginya variasi benang.

39
No Item CTQ Keterangan
2 Vertical Vertical adalah jenis defect pada kain yang ditandai
dengan adanya lengkungan sepanjang kain kearah
vertikal pada jeratan yang sama dengan penyebab utama
jarum yang sudah rusak.

3 Jarum Minyak Jarum minyak adalah jenis defect pada kain yang
ditandai dengan adanya spot minyak kearah vertikal kain
yang disebabkan oleh berlebihannya pemberian minyak
pada bagian cam mesin rajut.

4 Bocor Bocor adalah jenis defect pada kain dimana terjadi bintik
bolong kecil pada kain yang disebabkan oleh timing
pada cam mesin rajut tidak sinkron antara benang
sehingga menyebabkan bolongan pada kain.

5 Bolong Bolong adalah jenis defect pada kain yang ditandai


dengan adanya lubang kecil/besar pada kain yang
disebabkan oleh slub pada benang yang terlalu besar
ataupun jarum pada mesin rajut yang patah sehingga
menyebabkan lubang pada kain.

Tabel 4. 3 Standar Visual Defect Produksi Kain Rajut Greige

No Jenis Cacat Tampak Visual


1 Horizontal

40
No Jenis Cacat Tampak Visual
2 Vertical

4 Bocor

5 Bolong

4.1.2 Measure

Pada tahap ini, pengukuran pengendalian proses yang mencakup peta kendali yang
berkaitan dengan komponen produk defect dilakukan.

41
Tabel 4. 4 Data Defect Proses Produksi Kain Rajut Greige
No. Produksi (Kg) Defect (Kg) Defect (%)
1 18.254 217 1,19%
2 15.602 323 2,07%
3 14.843 191 1,29%
4 15.957 166 1,04%
5 12.908 136 1,05%
6 17.089 208 1,22%
7 18.165 233 1,28%
8 19.009 373 1,96%
9 19.954 233 1,17%
10 19.123 226 1,18%
11 15.470 164 1,06%
12 20.108 298 1,48%
13 19.042 152 0,80%
14 20.375 257 1,26%
15 20.186 248 1,23%
16 19.908 257 1,29%
17 18.992 234 1,23%
18 20.594 325 1,58%
19 20.815 475 2,28%
20 17.361 125 0,72%
21 18.725 215 1,15%
22 15.089 183 1,21%
23 18.468 194 1,05%
24 19.937 207 1,04%
25 20.491 467 2,28%
26 20.866 184 0,88%
27 21.742 628 2,89%
28 20.293 237 1,17%
29 20.967 216 1,03%
30 20.544 290 1,41%
Total 560.877 7.662 1,35%

Peta kendali P (p chart) dibuatkan untuk menunjukkan titik mana saja yang keluar
dari batas normal yang tidak memenuhi syarat spesifikasi yang telah ditetapkan atau
dikategorikan sebagai cacat. Berikut adalah p chart hasil pengolahan dari data Tabel
4.4

42
Gambar 4. 3 Grafik P Chart Proses Produksi Kain Rajut Greige
Sumber: Laporan Perusahaan

Grafik menunjukkan bahwa beberapa sampel berada di luar batas kendali statistik.
Hal ini mengartikan bahwa proses tidak terkendali dan belum stabil, seperti yang
ditunjukkan oleh nomor 2, 8, 19, 25 dan 27. Oleh sebab itu, perlu dilakukan proses
perbaikan.

1. Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level

Setelah perhitungan pengendalian proses selesai, langkah berikutnya adalah


menghitung nilai DPMO dan sigma level.

Tabel 4. 5 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level


Produksi Defect Sigma
No. DPU DPO DPMO Level
(Kg) (Kg)
1 18.254 217 0,011888 0,005944 5.944 4,02
2 15.602 323 0,020702 0,010351 10.351 3,81
3 14.843 191 0,012868 0,006434 6.434 3,99
4 15.957 166 0,010403 0,005201 5.201 4,06
5 12.908 136 0,010536 0,005268 5.268 4,06

43
6 17.089 208 0,012172 0,006086 6.086 4,01
Produksi Defect Sigma
No. DPU DPO DPMO Level
(Kg) (Kg)
7 18.165 233 0,012827 0,006413 6.413 3,99
8 19.009 373 0,019622 0,009811 9.811 3,83
9 19.954 233 0,011677 0,005838 5.838 4,02
10 19.123 226 0,011818 0,005909 5.909 4,02
11 15.470 164 0,010601 0,005301 5.301 4,06
12 20.108 298 0,014820 0,007410 7.410 3,94
13 19.042 152 0,007982 0,003991 3.991 4,15
14 20.375 257 0,012613 0,006307 6.307 3,99
15 20.186 248 0,012286 0,006143 6.143 4,00
16 19.908 257 0,012909 0,006455 6.455 3,99
17 18.992 234 0,012321 0,006160 6.160 4,00
18 20.594 325 0,015781 0,007891 7.891 3,91
19 20.815 475 0,022820 0,011410 11.410 3,78
20 17.361 125 0,007200 0,003600 3.600 4,19
21 18.725 215 0,011482 0,005741 5.741 4,03
22 15.089 183 0,012128 0,006064 6.064 4,01
23 18.468 194 0,010505 0,005252 5.252 4,06
24 19.937 207 0,010383 0,005191 5.191 4,06
25 20.491 467 0,022790 0,011395 11.395 3,78
26 20.866 184 0,008818 0,004409 4.409 4,12
27 21.742 628 0,028884 0,014442 14.442 3,69
28 20.293 237 0,011679 0,005839 5.839 4,02
29 20.967 216 0,010302 0,005151 5.151 4,07
30 20.544 290 0,014116 0,007058 7.058 3,95
Total 560.877 7.662 0,013661 0,006830 6.830 3.97

Contoh hasil pengolahan data perhitungan untuk mendapatkan DPU, DPO, DPMO
dan level sigma:

Total Defect 7662


- DPU = = =0,013661
Total Unit 560877
DPU 0,013661
- D PO= = =0 ,006830
Jumlah CTQ Potensial 2
- DPMO=DPO ×1.000 .000=0,006830 ×1.000 .000=6830

- Sigma Level=Normsinv ( 1.000.000−DPMO


1.000 .000 )+1.5=¿ 3.97

44
Seperti yang ditunjukkan dalam tabel di atas, nilai DPMO secara keseluruhan adalah
2.732 dan nilai sigma level adalah 3,97. Selanjutnya berdasarkan nilai sigma level
dapat dikonversi ke kapabilitas proses yang maksudnya adalah untuk mengetahui
kestabilan dari proses. Dalam sebuah kriteria pada penilaian dari kapabilitas proses,
apabila Cp >1.33, maka process capability sangat baik. Apabila 1.00 ≤ Cp ≤ 1.33,
maka process capability baik, tetapi perlu pengendalian sangat ketat. Apabila Cp <
1.00, maka process capability rendah dan perlu dilakukan perbaikan proses.

Sigma Level 3.97


- CP= = =1 , 32
3 Sigma 3
Dapat disimpulkan pada penelitian ini kapabilitas prosesnya 1,32, yang menunjukkan
bahwa proses itu baik, tetapi masih memerlukan pengawasan yang ketat.

4.1.3 Analyze

Tahap ketiga dari metode DMAIC adalah analyze. Pada tahap ini, defect dianalisa
dengan mencari sumber dari defect tersebut.

1. Diagram Pareto

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4, diagram pareto digunakan untuk
menunjukkan masalah utama dan skala prioritas dari berbagai defect yang disebabkan
oleh proses produksi kain rajut greige.

45
Gambar 4. 4 Diagram Pareto Proses Produksi Kain Rajut Greige
Sumber: Laporan Perusahaan

Terdapat lima defect yang paling umum terjadi pada proses produksi kain rajut
greige, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4, yang menunjukkan jenis kesalahan
proses produksi. Tiga kesalahan terbesar adalah vertical, yang mencapai 3.880
kilogram atau 50,6%, horizontal, yang mencapai 2.189 kilogram atau 28,6%, dan
jarum minyak, yang mencapai 1.034 kilogram atau 13,5%. Untuk mengidentifikasi
defect, dilakukan analisis dengan menggunakan diagram fishbone dan cause effect
analysis.

2. Diagram Fishbone (Cause and Effect)

Berdasarkan defect terbesar yang ditemukan pada diagram pareto, dilakukan


pencarian faktor penyebab masalah defect. Dalam tahap analisis ini, diagram
fishbone digunakan untuk mencari penyebab masalah seperti manusia (man), mesin
(machine), material (material), metode (method), dan lingkungan (environment).

Berdasarkan hasil FGD lima faktor, yaitu man, machine, material, method dan
environment, defect vertical, horizontal dan jarum minyak dianalisis. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.5, 4.6 dan 4.7 Faktor man yang paling berpengaruh

46
signifikan adalah kurang disiplin tentang kebersihan mesin dimana kotoran akan
menyebabkan jarum dan sinker terganjal kotoran. Kedua faktor machine, yang
berpengaruh signifikan yaitu keadaan jarum dan sinker yang sudah aus atau bengkok
dan suplay minyak yang berlebih, dikarenakan tidak ada pemeriksaan dan belum
adanya standar tentang jadwal pemberian dan pengecekan pelumas. Kemudian
keadaan mesin yang kotor dan sudah waktunya di service, waktu service sering kali
terabaikan karena mengejar target produksi.

Ketiga faktor material, terdapat beberapa hal yang berpengaruh signifikan pada
faktor material diantaranya adalah bahan baku benang yang digunakan tidak melalui
pross steam terlebih dahulu dikarenakan dikejar terget. Proses steam benang
berfungsi untuk memberikan kelembaban pada benang sehingga pada saat proses
rajut fly waste nya berkurang. Kemudian kualitas benang yang tidak rata dan banyak
mengandung kotoran karena grade benang yang dipakai rendah (below grade), untuk
faktor material tidak dapat sepenuhnya dikendalikan, hal ini disebabkan oleh
penggunaan bahan baku yang berasal dari berbagai macam supplier. Maka dari itu,
manajemen material menjadi kunci untuk mengoptimalkan ketersediaan dan kualitas
bahan baku.

Faktor methode yang berpengaruh signifikan yaitu penanganan mesin yang kurang
teliti yang disebabkan karena karyawan yang kurang pelatihan. Kelima adalah faktor
environment, yang berpengaruh signifikan yaitu area kerja panas dan sirkulasi udara
yang kurang baik, berdebu dan kotor karena penerapan 5S belum maksimal dan
belum ada standar kebersihan lingkungan dan mesin.

47
Man Machine
Kurang disiplin tentang
Keadaan jarum dan sinker yang
kebersihan mesin
sudah aus
Jarum dan sinker Belum ada standar pemeriksaan
terganjal kotoran konsisi mesin

Perbaikan cacat yang kurang Keadaan mesin yang kotor


baik
Jarum rusak dan Mesin sudah waktunya di service
bengkok Penyetelan takedown pada
Grade jarum pengganti mesin yang tidak pas
berbeda jauh
Setting terlalu kencang/kendur
Pergantian jarum yang rusak
Cylinder tidak dibersihkan Cylinder yang sudah rusak
terlebih dahulu
Vertical
Sirkulasi udara yang
kurang baik Kurang pengalaman Benang tidak
disteam
Penanganan mesin
Area kerja panas, yang kurang teliti
berdebu dan kotor Dikejar target
Benang banyak
Penerapan 5S Kurang terampil
mengandung
belum maksimal kotoran kapas
Karyawan kurang
Belum ada standar
pelatihan
kebersihan lingkungan dan Below grade
Pelatihan karyawan
mesin yang baku
jarang dilakukan

Environment Methode Material

48
Gambar 4. 5 Diagram Fishbone Defect Vertical

49
Man Machine
Kurang disiplin tentang
kebersihan mesin Tension benang yang tidak rata
Jarum terganjal Karyawan kurang teliti
kotoran Yarn feeding tidak lancar
Alur pemasangan benang yang
Terganjal kotoran
tidak standar
Setting cylinder yang tidak pas
Karyawan kurang
Karyawan kurang terampil
Jumlah lilitan pada yarn terampil Kekencangan stich cam tidak rata
feeding tidak sama
Karyawan kurang teliti
Lilitan terlalu banyak/sedikit Toothbelt yang sudah rusak
Slubcatcher yang sudah rusak
Perbedaan lot benang
Selang benang yang sudah rusak
Horizontal
Benang banyak
Sirkulasi udara yang mengandung
kurang baik Kurang pengalaman kotoran kapas

Penanganan mesin Benang Below


Area kerja panas,
yang kurang teliti grade
berdebu dan kotor
Ketidakrataan
Penerapan 5S Kurang terampil
Benang
belum maksimal
Perbedaan ukuran
Karyawan kurang
Belum ada standar cones benang
pelatihan
kebersihan lingkungan dan Penggunaan
Pelatihan karyawan
mesin yang baku benang sisa pakai
jarang dilakukan

Environment Methode Material


Gambar 4. 6 Diagram Fishbone Defect Horizontal

50
Man Machine
Keadaan jarum dan sinker yang
sudah aus
Belum ada standar pemeriksaan
konsisi mesin
Kurang disiplin tentang
kebersihan mesin Suplay minyak berlebih
Jarum terganjal Tidak ada pemeriksaan suplay minyak
kotoran
Jarum yang rusak dan bengkok

Terganjal kotoran benang

Aliran minyak tersumbat kotoran


Jarum
Minyak
Sirkulasi udara yang
kurang baik Kurang pengalaman
Penanganan mesin
Area kerja panas,
yang kurang teliti
berdebu dan kotor
Kurang terampil
Penerapan 5S
belum maksimal
Karyawan kurang
pelatihan
Belum ada standar
kebersihan lingkungan dan Pelatihan karyawan
mesin yang baku jarang dilakukan

Enviroment Methode Material

Gambar 4. 7 Diagram Fishbone Defect Jarum Minyak

51
3. Analisa Penyebab dengan Why-Why Analysis

Tabel berikut menunjukan hasil analisis faktor penyebab defect menggunakan Why-
Why Analysis.
Tabel 4. 6 Why-Why Analysis Defect
Faktor Masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Man Operator Banyak Kurang Operator Proses Jarum dan
mengabaikan kotoran disiplin dikejar pembersihan sinker
kebersihan dari tentang target tidak terganjal
flywaste kebersihan sempurna kotoran
yang mesin dan
menempel lingkungan
pada mesin
mesin

Perbaikan Operator Kurang Kurang Perlu


cacat (cacat kurang pengalaman peatihan diadakan
amblong) terampil pelatihan
yang kurang khususnya
baik untuk
karyawan
baru/
karyawan
training

Pergantian Jarum Staf kurang


jarum yang pengganti teliti
rusak berbeda
grade

Material Benang tidak Karena Pengerjaan


di steam dikerjar order
target penting
dengan
leadtime
pendek

Benang Grade Proses Kurang


banyak kapas pembuatan pengawasan
mengandung yang benang
kotoran dipakai tidak
dibawah sempurna
standar

52
Faktor Masalah Why 1 Why 2 Why 3 Why 4 Why 5
Machine Jarum dan Kurang Pemberian Tidak ada Belum ada Standarisasi
sinker yang pelumas pelumas jadwal standar jadwal
aus tidak rutin pengecekan pemeriksaan pemeriksaan
dan kondisi mesin
pemberian mesin belum
pelumas dibuat
Mesin yang Mesin Mesin Mesin Belum ada Standarisasi
kotor sudah sudah over dipaksa standar jadwal
waktunya produksi produksi tentang service
di service karena batas belum
mengejar produksi dibuat
target

Penyetelan Setting Kurang Kurang Perlu


takedown terlalu pengalaman peatihan diadakan
pada mesin kencang / pelatihan
yang tidak terlalu khususnya
pas kendur untuk
karyawan
baru/
karyawan
training

Methode Penanganan Karyawan Kurang Kurang Perlu


mesin yang kurang pengalaman peatihan diadakan
kurang teliti terampil pelatihan
khususnya
untuk
karyawan
baru/
karyawan
training

Karyawan Pelatihan Belum ada Terlalu


kurang karyawan kesadaran sibuk dan
pelatihan jarang pentingnya fokus pada
dilakukan dilakukan pekerjaan
pelatihan masing -
masing

Enviromen Area kerja Penerapan Sirkulasi Kurang


t panas 5S belum udara pemasangan
maksimal kurang baik exhaust fan

Area kerja Penerapan Kesadaran Operator Belum ada Belum ada


berdebu dan 5S belum operator dikejar standar form
kotor maksimal kurang target kebersihan penilaian
dalam produksi yang baku operator
kebersihan jika
melakukan
5S

53
4.1.4 Improve

Setelah mengidentifikasi akar penyebab dominan pada tahap Analyze, perbaikan dilakukan untuk setiap penyebab menggunakan metode
5W1H. Analisis perbaikan menggunakan metode 5W1H dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4. 7 Analisis Perbaikan Metode 5W1H


Why What Where When Who How
Waste Causes Mengapa harus Apa yang harus Dimana Kapan Siapa Bagaimana cara dilakukan
diperbaiki diperbaiki dilakukannya dilakukannya pelaksananya perbaikannya
Kurang disiplin Supaya mesin selalu Laporan harian Area mesin rajut Setelah Operator yang Yaitu dengan menambahkan
tentang kebersihan dalam keadaan bersih produksi (knitting) pemotongan kain bertugas atau penilaian pembersihan mesin
mesin sehingga kotoran yang bertanggungjawab
menyebabkan defect pada mesin
berkurang

Mesin dan area kerja Supaya mesin dan area Prosedur pembersihan Mesin rajut dan Setiap kali Operator yang Yaitu dengan mengikuti
yang berdebu dan kerja menjadi bersih mesin area kerja operator bertugas atau SOP yang telah dibuat
kotor dan nyaman operator melakukan bertanggungjawab
pembersihan pada mesin
mesin setelah
pemotongan kain
Defect vertical
Keadaan mesin yang Supaya mesin selalu Penjadwalan Service Mesin rajut Setelah mesin Mekanik yang Membuat standarisasi
kotor dan sudah dalam keadaan (knitting) mencapai batas ditugaskan preventive mesin
waktunya di service optimal dan tidak produksinya
menimbulkan defect
ketika berproduksi

Keadaan jarum dan Supaya jarum dan Standar pemeriksaan Pada semua mesin Setiap hari PIC pemberi Membuat standarisasi dan
sinker yang aus sinker mempunyai konidis mesin rajut (knitting) setidaknya satu pelumas mengatur PIC pemberi
shelf life lebih lama kali pelumas

Karyawan yang Supaya menciptakan Kegiatan pelatihan Ruang Training Sesuai Pelatih dan peserta Mengadakan kegiatan
kurang pelatihan SDM yang kompeten internal depatemen Center perencanaan yang pelatihan pelatihan dengan berbagai

54
knitting telah dibuat topik

55
1. Rencana Perbaikan

Setelah dilakukan analisis perbaikan dengan metode 5W1H maka dibuat rencana
perbaikan yang akan diimplementasikan di lini produksi. Berikut adalah rencana
tindakan perbaikan yang akan dilakukan:

a. Rencana perbaikan dengan kasus kurang disiplin tentang kebersihan mesin,


perbaikan ini perlu dilakukan mengingat kebersihan mesin sangatlah penting
untuk menjadikan mesin selalu dalam keadaan optimal dan tidak
menimbulkan masalah (trouble) atau defect produksi. Problem utama tentang
kebersihan mesin adalah operator yang bertugas dikejar tagret produksi
sehingga banyak operator yang mengabaikan kebersihan mesin. Hal
kebersihan ini perlu dibuat penilaian supaya operator yang melakukan
pembersihan tidak merasa dirugikan karena targetnya efisiensinya menurun.

Gambar 4. 8 Mesin Rajut Bundar


b. Rencana perbaikan dengan kasus mesin dan area kerja berdebu dan kotor,
perbaikan ini perlu dilakukan agar mesin dan area kerja menjadi bersih dan

56
nyaman yang akan berdampak pada kinerja mesin dan kinerja karyawan.
Perbaikan ini dilaksanakan saat setelah pemotongan kain (counter) dilakukan
oleh operator, dimana operator akan melakukan pemersihan pada mesin serta
area mesin. Masalahnya selama ini belum ada prosedur atau standar
pembersihan mesin, maka dari itu perlu dibuat SOP tentang kebersihan
mesin.

Gambar 4. 9 Lingkungan Produksi Departemen Knitting


c. Rencana perbaikan dengan kasus keadaan mesin yang kotor dan sudah
waktunya di service, problem dari masalah ini yaitu mesin yang sudah
waktunya di service tetapi masih dipaksa menjalankan produksi dikarenakan
mengejar target order penting dengan leadtime pendek, sehingga mesin
beroperasi tidak maksimal dan menghasilkan kain defect. Kain defect
menimbulkan re-process yang akan memakan waktu dan biaya seta
menimbulkan waste, maka dari itu perlu dibuat standarisasi batas waku
service.
d. Rencana perbaikan dengan kasus keadaan jarum dan sinker yang aus
dikarenakan kurang pelumas. Sinker dan jarum adalah bagian penting dalam
pembentukan jeratan, jarum dan sinker terbuat dari bahan stainless stell
sehingga untuk menjaganya agar menmpunyai shelf life lama adalah dengan
pemberian pelumas yang rutin dan cukup. Jarum dan sinker yang kurang

57
pelumas akan menyebabkan aus dan rusak yang berdampak pada kualitas kain
yang dihasilkan. Masalah yang terjadi adalah belum adanya standarisasi
tentang jadwal pemeriksaan mesin dan penanggung jawabnya, maka dari itu
hal tersebut perlu dibuat.

Gambar 4. 10 Jarum dan Sinker

e. Rencana perbaikan kasus karyawan yang kurang pelatihan, pada departemen


knitting sering kali ada karyawan baru sehinga diperlukan training atau
pelatihan demi menciptakan sumber daya manusia yang terampil dan
kompeten. Masalah yang terjadi adalah training atau pelatihan yang jarang
dilakukkan, maka dari itu perlu dilaksanakan pelatihan yang terencana dengan
berbagai topik agar dapat menciptakan sumber daya manusia yang terampil
dan kompeten.

2. Implementasi Perbaikan

a. Laporan Harian Produksi

Berikut adalah laporan harian produksi mesin rajut sebelum perbaikan Gambar 4.
11 dan setelah perbaikan Gambar 4.12 Terlihat perbedaan laporan harian setelah
perbaikan terdapat kolom pembersihan part – part mesin rajut.

58
- Laporan Harian Produksi Sebelum Perbaikan

Gambar 4. 11 Laporan Harian Produski Sebelum Perbaikan

59
- Laporan Harian Produksi Setelah Perbaikan

Gambar 4. 12 Laporan Harian Produksi Setelah Perbaikan

60
b. Standar Pembersihan Mesin Rajut

Berikut adalah standar pembersihan mesin rajut yang telah dibuat, yang bertujuan menjadi standar pembersihan mesin untuk
operator. Standar pembersihan mesin rajut dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4. 8 Standar Pembersihan Mesin Rajut


Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
1 Membersihkan Semprot dengan Pada saat
bagian Kipas Atas air gun/lap dengan pemotongan kain,
dan Bawah kain posisi benang tanda
berada sejajar
dengan jarum

61
Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
2 Pembersihan puly Semprot dengan Pada saat
dan tarikan tooth air gun pemotongan kain,
belt saat posisi benang
tanda berada sejajar
dengan jarum

3 Pembersihan MPF Semprot dengan Pada saat


dan MER spandex air gun atau pinset pemotongan kain,
jika kotoran sulit saat posisi benang
dibersihkan tanda berada sejajar
dengan jarum

62
Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
4 Pembersihan Semprot dengan Pada saat
feeder air gun atau pinset pemotongan kain,
jika kotoran sulit saat posisi benang
dibersihkan tanda berada sejajar
dengan jarum

5 Pembersihan roda Mencabut kapas Pada saat


spandex yang menggumpal pemotongan kain,
pada roda spandex saat posisi benang
dengan pinset tanda berada sejajar
ataupun gunting dengan jarum

6 Pembersihan Semprot dengan Pada saat


jarum / sinker air gun dengan pemotongan kain,
jarak 2-3cm saat posisi benang
dengan counter 5- tanda berada sejajar
10 putaran dan dengan jarum
(turunkan RPM 5-
10)

63
Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
7 Pembersihan Bersihkan dengan  Pada saat
bagian atas rumah air gun pada saat pemotongan
cam pemotongan kain, kain, saat posisi
jika pemersihan benang tanda
dilakukan di berada sejajar
tengah maka dengan jarum
pembersihan  Jika mesin
cukup dengan jari menggunakan
tangan (dilarang benang cotton
menggunakan lap dalam
ketika mesin berproduksi dan
sedang beroperasi) counternya
lebih dari
3000/roll nya,
maka operator
wajib
melakukan
pembersihan
pada counter
1500-2000
8 Pembersihan Dilap dengan kain Pada saat
bagian bawah pemotongan kain,
silinder saat posisi benang
tanda berada sejajar
dengan jarum

64
Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
9 Pembersihan Disemprot dengan Pada saat
selang minyak, air gun dan dilap pemotongan kain,
selang angin dan dengan kain saat posisi benang
nozzle tanda berada sejajar
dengan jarum

10 Pembersihan area Dilap dengan kain Pada saat setelah


bawah mesin pada pemotongan kain
bagian tiang dan jika terlihat ada
tetesan minyak

65
Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
11 Pembersihan Disemprot dengan Pada saat
takedown air gun dan dilap pemotongan kain,
dengan kain saat posisi benang
tanda berada sejajar
dengan jarum

66
Jenis Cara Waktu Contoh Gambar
No.
Pembersihan Pembersihan Pembersihan Tidak Bersih Standar Kebersihan
12 Pembersihan rak Dengan cara Pada saat
benang dipotong dengan penyambungan
gunting benang (oper cones)

13 Pembersihan sekat Disemprot dengan Pada saat setelah


mesin air gun dan dilap pemotongan kain
dengan kain

14 Pembersihan lantai Disemprot dengan Pada saat setelah


dan area mesin air gun dan dilap pemotongan kain
dengan kain dan jika terlihat ada
tetesan minyak

67
c. Standar Preventive Maintenance

Standarisasi jadwal preventive maintenance telah dibuat dan telah dibakukan dalam work instruction, dimana didalam work
instruction terdapat batas service berkala untuk setiap jenis mesin rajut. Pembuatan form jadwal preventif mesin dan form
pemeriksaan mesin juga dilakukan, form dapat dilihat pada Gambar 4.14 dan 4.15.

Gambar 4. 13 Work Instriction Jadwal Preventive Maintenance Mesin Rajut

68
Gambar 4. 14 Form Jadwal Preventif Mesin

69
Gambar 4. 15 Form Pemeriksaan Mesin Knitting

70
d. Standar Pemeriksaan Kondisi Mesin

Standarisasi pemeriksaan kondisi mesin setiap hari dibuat guna untuk melakukan pengecekan kondisi mesin seperti yang
meliputi RPM, oli/pelumas, tekanan angin serta kondisi mesin yang meliputi tensioner, lampu, slub catcher dan kebersiannya.

Gambar 4. 16 Form Pemeriksaan Kondisi Mesin Setiap Hari

71
e. Kegiatan Pelatihan Internal Departemen Knitting

Kegiatan pelatihan internal dilakukan, mulai dari pembuatan jadwal pelatihan yang
meliputi topik pelatihan, peserta pelatihan, PIC yang memberikan pelatihan dan
waktu pelatihan dilakukan. Pelatihan diberikan kepada operator maupun mekanik
dengan berbagai topik mulai dari masalah penanganan kualitas kain, SOP kerja,
quality issue, kebersihan hingga kedisiplinan kerja. Berikut jadwal pelatihan sampai
dengan Desember 2023 dan dokumentasi pelatihan yang sudah dilaksanakan:

Tabel 4. 9 Jadwal Pelatihan Departemen Knitting Periode Okt - Des 2023

Peserta Tanggal
No. Topik Pelatihan Pelatih
Pelatihan Pelatihan
1 Penanganan cacat Mekanik Leader Mekanik 6 Oktober 2023
pada mesin
2 Menjaga quality kain Operator Produksi Leader Produksi 13 Oktober 2023
dan kedisiplinan kerja
3 Kebersihan Operator Produksi Leader Produksi 20 Oktober 2023
lingkungan kerja
4 Sosialisasi penekanan Operator Produksi Leader Produksi 27 Oktober 2023
kain BS
5 Sosialisasi SOP kerja Operator Produksi Leader Produksi 3 November 2023
Knitting
6 Pelatihan mesin Mekanik Spv. Mekanik 10 November 2023
jiunlong
7 Penanganan mesin Operator Produksi Leader Produksi 17 November 2023
jalan order penting
8 Sosialisasi NCP Operator Produksi Leader Produksi 24 November 2023

9 Sosialisai SOP Operator Produksi Leader Produksi 1 Desember 2023


pemasangan benang
poliester
10 Masalah defect kain Operator Produksi Leader Produksi 8 Desember 2023
dan pencegahannya
11 Penjelasan pemakaian Operator Produksi Leader Produksi 15 Desember 2023
jarum dan grade
jarum
12 Penjelasan Operator Produksi Leader Produksi 22 Desember 2023
pengoprasian order
baru
13 Pencegahan kain BS Operator Produksi Leader Produksi 29 Desember 2023

72
Gambar 4. 17 Kegiatan Pelatihan Internal Departemen Knitting

3. Pengukuran Setelah Perbaikan

a. Perhitungan Kinerja Proses Setelah Perbaikan


Setelah dilakukan perbaikan dan rencana implementasi, selanjutnya melakukan
pengontrolan beberapa perbaikan yang sudah di implementasikan. Tahap ini adalah
melakukan pengontrolan dengan peta kontrol P dengan melakukan pengambilan
sampel harian setelah 2 bulan perbaikan selama 30 hari.

Tabel 4. 10 Data Defect Proses Produksi Kain Rajut Greige Setelah Perbaikan
No. Produksi (Kg) Defect (Kg) Defect (%)
1 20.097 157 0,78%
2 19.421 132 0,68%
3 19.711 122 0,62%
4 20.245 172 0,85%
5 19.236 140 0,73%
6 19.102 134 0,70%
7 20.485 168 0,82%
8 20.203 152 0,75%

73
No. Produksi (Kg) Defect (Kg) Defect (%)
9 20.764 176 0,85%
10 20.009 154 0,77%
11 20.947 151 0,72%
12 21.218 157 0,74%
13 21.163 133 0,63%
14 21.447 133 0,62%
15 21.897 147 0,67%
16 22.008 161 0,73%
17 22.391 193 0,86%
18 21.563 149 0,69%
19 21.222 136 0,64%
20 20.918 146 0,70%
21 20.999 122 0,58%
22 21.496 178 0,83%
23 21.044 149 0,71%
24 21.658 173 0,80%
25 21.390 135 0,63%
26 21.943 211 0,96%
27 21.765 124 0,57%
28 22.019 185 0,84%
29 21.278 119 0,56%
30 21.542 162 0,75%
Total 629.181 4.571 0,73%

Grafik peta kendali p (p chart) dikenal sebagai peta kendali proporsi kerusakan,
adalah alat bantu yang dapat digunakan untuk pengendalian proses secara statistik.
Peta kendali p (p chart) dipilih karena pengendalian kualitas bersifat atribut. Berikut
adalah p chart hasil pengolahan data setelah perbaikan:

74
Gambar 4. 18 Grafik P Chart Proses Produksi Kain Rajut Greige Setelah Perbaikan
Sumber: Laporan Perusahaan

Tingkat cacat saat ini adalah 0,73% sudah menurun dibandingkan sebelum perbaikan
dan mulai mendekati target perusahaan yaitu 0,3%.

b. Perhitungan Kembali Nilai DPMO dan Sigma Level


Setelah perhitungan pengendalian proses selesai, langkah berikutnya adalah
menghitung nilai DPMO dan sigma level.

Tabel 4. 11 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level Setelah Perbaikan


Produksi Defect Sigma
No. DPU DPO DPMO Level
(Kg) (Kg)
1 20.097 157 0,007812 0,003906 3.906 4,16
2 19.421 132 0,006797 0,003398 3.398 4,21
3 19.711 122 0,006189 0,003095 3.095 4,24
4 20.245 172 0,008496 0,004248 4.248 4,13
5 19.236 140 0,007278 0,003639 3.639 4,18
6 19.102 134 0,007015 0,003507 3.507 4,20
7 20.485 168 0,008201 0,004101 4.101 4,14
8 20.203 152 0,007524 0,003762 3.762 4,17
9 20.764 176 0,008476 0,004238 4.238 4,13
10 20.009 154 0,007697 0,003848 3.848 4,17

75
11 20.947 151 0,007209 0,003604 3.604 4,19

Produksi Defect Sigma


No. DPU DPO DPMO
(Kg) (Kg) Level
12 21.218 157 0,007399 0,003700 3.700 4,18
13 21.163 133 0,006285 0,003142 3.142 4,23
14 21.447 133 0,006201 0,003101 3.101 4,24
15 21.897 147 0,006713 0,003357 3.357 4,21
16 22.008 161 0,007316 0,003658 3.658 4,18
17 22.391 193 0,008620 0,004310 4.310 4,13
18 21.563 149 0,006910 0,003455 3.455 4,20
19 21.222 136 0,006408 0,003204 3.204 4,23
20 20.918 146 0,006980 0,003490 3.490 4,20
21 20.999 122 0,005810 0,002905 2.905 4,26
22 21.496 178 0,008281 0,004140 4.140 4,14
23 21.044 149 0,007080 0,003540 3.540 4,19
24 21.658 173 0,007988 0,003994 3.994 4,15
25 21.390 135 0,006311 0,003156 3.156 4,23
26 21.943 211 0,006916 0,004808 4.808 4,09
27 21.765 124 0,005697 0,002489 2.849 4,26
28 22.019 185 0,008412 0,004201 4.201 4,14
29 21.278 119 0,005593 0,002796 2.796 4,27
30 21.542 162 0,007520 0,003760 3.760 4,17
Total 629.181 4.571 0,007265 0,003633 3.633 4,18

Contoh hasil pengolahan data perhitungan untuk mendapatkan DPU, DPO, DPMO
dan level sigma:

Total Defect 4571


- DPU = = =0,007265
Total Unit 629181
DPU 0,007255
- D PO= = =0,003633
Jumlah CTQ Potensial 2
- DPMO=DPO ×1.000 .000=0,003633 ×1.000 .000=3.633

- Sigma Level=Normsinv ( 1.000.000−DPMO


1.000 .000 )+1.5=¿ 4,18
Sigma Level 4 ,18
- CP= = =1 , 39
3 Sigma 3
Dalam metodologi Six Sigma, nilai sigma level adalah ukuran yang menunjukkan
sejauh mana proses bisnis atau produksi memenuhi standar kualitas yang diinginkan.

76
Sigma level yang diukur dalam satuan sigma, menunjukkan tingkat varian atau
ketidakpastian proses. Nilai sigma level yang lebih tinggi menunjukkan kualitas dan
kinerja proses yang lebih baik. Hasil menunjukkan bahwa perbaikan yang telah
dilakukan memiliki kualitas yang lebih baik, dengan nilai DPMO total sebesar 1.453,
nilai sigma level sebesar 4,18 dan Capability Process 1,39.

4.1.5 Control

Tahap Control adalah langkah terakhir dari metode DMAIC. Pada tahap ini,
pengendalian dilakukan melalui standarisasi proses yang telah dibuat. Berikut adalah
standarisasi proses dari masing-masing perbaikan yang dilakukan:

a. Laporan Harian Produksi

Pada laporan harian produksi operator sudah tertib melaksanakan pembersihan


dengan standar yang telah dibuat, kemudian operator memasukkan pada laporan
harian produksi supaya dapat dinilai kedisiplinan serta effisiensinya.

77
Gambar 4. 19 Laporan Harian Produksi
b. Standar Pembersihan Mesin Rajut

Setelah dibuat standar kebersihan mesin dan disosialisasikan dengan cara pelatihan
pada operator serta dibuat penilaian yang dimasukkan kedalam laporan harian
produksi maka operator menjadi lebih memperhatikan kebersihan mesin dan tidak
khawatir akan penilaian efisiensinya. Berikut beberapa lampiran tentang awareness
karyawan setelah dibuat SOP pembersihan mesin:

78
Gambar 4. 20 Awareness Karyawan Tentang Kebersihan Mesin

c. Standar Preventive Maintenance

Control pada preventive maintenance adalah dengan standar yang telah dibuat yang
berupa work instruction tentang jadwal preventive mesin rajut dan menentukan batas
waktu service, serta solusi apabila preventive maintenance tidak dapat dilakukan

79
sesuai dengan jadwal, maka harus dilakukan pemeriksaan quality kain oleh minimal
leader inspek untuk mesin yang sedang berproduksi dengan menanda-tangani jadwal
preventive mesin dan diketahui oleh minimal supervisor. Standar tersebut sudah
dilakukan, form tentang jadwal preventive mesin dan pemeriksan mesin knitting
sudah aktif diunakan, dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan 4.22.

Gambar 4. 21 Controlling Form Pemeriksaan Mesin Knitting

80
Gambar 4. 22 Controlling Form Jadwal Preventif Mesin
d. Standar Pemeriksaan Kondisi Mesin

Control pada standar pemeriksaan kondisi mesin mekanismenya adalah dengan


menjadwalkan PIC yang bertanggungjawab melakukan pengcekan mesin dan
mengisi form yang telah dibuat, lalu setelah selesai melakukan pengecekan form
tersebut akan dilaporkan oleh asistan supervisor yang bertanggungjawab.

81
Gambar 4. 23 Controlling Pemeriksaan Kondisi Mesin Setiap Hari

e. Kegiatan Pelatihan Internal Departemen Knitting

Kegiatan pelatihan pada departemen knitting mulai dilakukan dengan teratur dan
terjadwal untuk masing-masing shif dengan berbagai topik pelatihan. Berikut sampel
absensi pelatihan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.24.

82
Gambar 4. 24 Formulir Absensi Pelatihan

83
4.2 Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan mengidentifikasi faktor-
faktor yang menyebabkan kesalahan dalam proses produksi, serta perbaikan yang
akan dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam proses produksi kain rajut greige.
Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui seberapa besar dampak perbaikan yang
dilakukan terhadap masalah defect. Metode yang digunakan adalah Six Sigma
dengan siklus DMAIC. Berikut adalah temuan utama penelitian:

4.2.1 Faktor Penyebab Defect Pada Produksi Kain Rajut Greige

Salah satu masalah yang dihadapi perusahaan adalah persentase defect yang tinggi
pada Departemen Knitting, dengan rata-rata 1,73% dan target perusahaan 0,3%.
Defect ini menghambat produktifitas perusahaan dan mengakibatkan kerugian. Studi
ini menemukan bahwa vertical adalah defect terbesar. Menurut analisis, ditemukan
kegagalan dari 5 faktor yaitu man, material, methode, machine dan environment.
Focus group discussion (FGD) yang telah dilakukan dengan ahli menemukan
beberapa penyebab dan dituangkan pada diagram fishbone. Selanjutnya, dilakukan
analisis menggunakan why-why analysis untuk menganalisis beberapa faktor
penyebab tersebut. Prioritas masalah yang perlu diperbaiki ditentukan dengan
menggunakan why-why analysis. Faktor-faktor penyebab ini akan dijelaskan sebagai
berikut:

a. Faktor man, yaitu operator yang kurang disiplin tentang kebersihan mesin,
kemudian perbaikan cacat yang dilakukan operator kurang baik yang akan
mengakibatkan jarum menjadi rusak atau bengkok. Ketiga yaitu human error
ketika pergantian jarum yang rusak, jarum pengganti yang diberikan
mempunyai umur jarum yang berbeda jauh.
b. Faktor machine, yaitu keadaan jarum dan sinker yang aus atau bengkok,
dikarenakan tidak ada pemeriksaan dan belum adanya standar tentang jadwal
pemberian dan pengecekan pelumas. Kemudian keadaan mesin yang kotor
dan sudah waktunya di service, waktu service sering kali terabaikan karena

84
mengejar target produksi. Kemudian penyetelan take down yang tidak pas dan
penggunaan cylinder mesin yang sudah rusak.
c. Faktor material, yaitu bahan baku benang yang digunakan tidak melalui pross
steam terlebih dahulu dikarenakan dikejar terget dan benang yang masih
banyak mengandung kotoran karena grade benang rendah.
d. Faktor methode, yaitu penanganan mesin yang kurang teliti yang disebabkan
oleh operator yang bertugas kurang terampil dan kurang pengalaman. Hal
tersebut dikarenakan karyawan kurang diberikan pelatihan.
e. Faktor environment, yaitu area kerja panas dan sirkulasi udara yang kurang
baik, berdebu dan kotor karena penerapan 5S belum maksimal dan belum ada
standar kebersihan lingkungan dan mesin.

4.2.2 Hasil Perbaikan dan Implementasi dengan 5W+1H

Tahap improvement dilakukan dengan menggunakan metode 5W+1H. Beberapa


rekomendasi perbaikan yang sudah didapatkan kemudian akan diimplementasikan
pada lini produksi Departemen Knitting. Berdasarkan tindakan perbaikan yang sudah
diterapkan pada lini produksi, kemudian ditetapkan menjadi standardisasi.
Standardisasi tersebut bertujuan untuk menjadi parameter proses pada lini produksi.
Standardisasi perbaikan dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4. 12 Standarisasi Perbaikan

No
. Causes Standarisasi Perbaikan
1 Kurang disiplin tentang Penilaian kebersihan mesin pada laporan harian
kebersihan mesin produksi

2 Mesin dan area kerja Standar pembersihan mesin rajut


yang berdebu dan kotor

3 Keadaan mesin yang Standarisasi preventive mesin:


kotor dan sudah
1. Work Instriction Jadwal Preventive
waktunya di service
Maintenance Mesin Rajut
2. Form Jadwal Preventif Mesin
3. Form Pemeriksaan Mesin Knitting

85
No
Causes Standarisasi Perbaikan
.
4 Keadaan jarum dan Form Pemeriksaan Kondisi Mesin Setiap Hari
sinker yang aus

5 Karyawan yang kurang Perencanaan kegiatan pelatihan rutin dengan


pelatihan berbagai topik

4.3 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini menggunakan metode DMAIC Six Sigma dan menggunakan beberapa
referensi artikel penelitian sebelumnya tentang peningkatan kualitas. Hasil penelitian
yang dihasilkan juga berbeda-beda yang menjadi ukuran dari hasil penelitian. Berikut
adalah rangkuman dari penelitian sebelumnya dan saat ini:

Tabel 4. 13 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Saat Ini


No. Peneliti Metode Objek Penelitian Produk

1 (Hussain et al., Six Sigma, Quality Kain Tenun


2014) DMAIC Improvement

2 (Mridha et al., Six Sigma, Quality Garmen


2019) DMAIC Improvement

3 (Fithri, 2019) Six Sigma, Quality Kain Tenun


DMAIC Improvement

4 (Kurnia et al., Six Sigma, Quality Kaos Kaki


2021) DMAIC Improvement

5 (Montororing et Six Sigma, Quality Kain Rajut


al., 2022) DMAIC Improvement

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hussain et al. pada industri manufaktur


produksi kain tenun DMAIC dapat meningkatkan nilai sigma diperoleh tingkat sigma
awal 2,2 menjadi 3 pada akhir penelitian dan menurunkan NCP dari 2% menjadi
0,75%, serta menghasilkan penghematan sebesar 25 lakh rupee per bulan. Dalam
peneltian Mridha et al. yang dilakukan pada industri garmen untuk meminimalkan
tingkat kecacatan pada bagian penjahitan meningkatkan sigma level dari tingkat awal
sigma 2,60 menjadi 2,95. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Fithri pada

86
industri kain tenun didapatkan nilai sigma sebesar 5,07 setelah perbaikan. Metode
DMAIC juga dapat mengurangi kecacatan produk pada produk kaos kaki seperti
pada penelitian yang dilakukan oleh Kurnia et al. nilai sigma meningkat dari 3,7
menjadi 3,9 dan menurunkan persentase cacat dari 11,08% menjadi 5,54%.
Selanjutnya penelitian pada industri rajut di negara China yang dilakukan oleh
Montororing et al. memperoleh hasil metode DMAIC meningkatkan nilai Six Sigma
dari 4,18 menjadi 4,46 dan tingkat cacat berkurang dari 2,26% menjadi 0,93%.
Sedangkan untuk penelitian ini nilai sigma naik dari 4,28 menjadi 4,48 dan tingkat
cacat berkurang dari 1.35% menjadi 0,73%.

4.4 Implikasi Penelitian

Implikasi dari hasil penelitian ini mempunyai manfaat bagi perusahaan yang diteliti
terkait dengan peningkatan produktifitas dan kualitas dengan menggunakan
pendekatan Six Sigma. Berikut beberapa implikasi dari hasil penelitian ini:

4.4.1 Implikasi Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memeperkaya khasanah keilmuan tentang penerapan


metode Six Sigma pada industri tekstil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode
Six Sigma DMAIC, dapat meningkatkan kualitas produk di industri tekstil, termasuk
pada proses produksi kain rajut greige. Tahapan DMAIC menunjukkan bahwa
langkah-langkah dilakukan secara sistematis dan terukur pada setiap tahapannya,
yang memungkinkan praktisi untuk menemukan solusi pada permasalahan di
industri.

4.4.2 Implikasi Praktis

Perusahaan mendapat beberapa manfaat dari penelitian ini, terutama industri tekstil.
Manfaat yang didapatkan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada perusahaan tentang prioritas penanganan


defect yang harus dilakukan oleh perusahaan.

87
2. Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan defect,
serta solusi untuk masalah tersebut.
3. Memberikan masukan kepada perusahaan tentang strategi rancangan
perbaikan untuk sistem produksi saat ini.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Karena beberapa keterbatasan, penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penting untuk mengembangkan penelitian ini untuk penelitian selanjutnya.

Beberapa keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini memiliki keterbatasan terkait ruang lingkup terhadap


pendekatan Six Sigma pada Departemen Knitting. Keterbatasan ini terkait
dengan penerapan perbaikan yang hanya memiliki ruang lingkup pada
perusahaan yang diteliti.
2. Penelitian ini hanya dapat dilakukan pada proses produksi kain rajut
greige Departemen Knitting, sehingga penerapan-penerapan hanya dapat
diterapkan pada bagian ini.
3. Penelitian ini hanya fokus pada defect dominan pada proses produksi kain
rajut greige karena banyak variasi defect yang terjadi sehingga tidak
mungkin dilakukan analisis satu per satu.
4. Penelitian ini memiliki keterbatasan sumber data keuangan perusahaan
secara transparan. Sehingga perhitungan analisis biaya hanya
digambarkan secara garis besar saja.

88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data, diperoleh beberapa kesimpulan


diantaranya sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa defect yang paling sering terjadi pada proses
produksi kain rajut greige adalah defect vertical yaitu sebesar 50,6%, sehingga
poin tersebut yang menjadi kritis dalam penelitian ini.
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya produk defect pada proses
produksi kain rajut greige diantaranya: Faktor man, yaitu operator yang kurang
disiplin tentang kebersihan mesin. Faktor machine, yaitu keadaan jarum dan
sinker yang aus dan keadaan mesin yang kotor sudah waktunya di service. Faktor
methode, yaitu karyawan kurang diberikan pelatihan. Faktor environment, yaitu
mesin dan area kerja yang berdebu dan kotor.
3. Setelah penyebab defect diketahui, berikut usulan perbaikan untuk mengurangi
produk defect pada proses produksi kain rajut greige:
a. Standarisasi penilaian kebersihan mesin pada laporan harian produksi
operator.
b. Membuat Standarisasi Kebersihan Mesin Rajut.
c. Membuat standarisasi preventive maintenance berbentuk Work Instriction
Jadwal Preventive Maintenance Mesin Rajut, Form Jadwal Preventif Mesin,
dan Form Pemeriksaan Mesin Knitting.
d. Membuat Form Pemeriksaan Kondisi Mesin Setiap Hari.
e. Melakukan pelatihan dan perencanaan kegiatan pelatihan rutin dengan
berbagai topik.

89
5.2 Saran

Adapn beberapa saran untuk penelitian yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Studi lebih lanjut dapat mengeksplorasi peran pemimpin dalam


memotivasi tim dan mengawasi implementasi Six Sigma.
2. Studi lebih lanjut dapat mengeksplorasi dampak finansial perusahaan
karena penerapan perbaikan menggunakan metode Six Sigma.
3. Studi lebih lanjut dapat mengeksplorasi lebih dalam dampak pelatihan
yang dilakukan terhadap awareness karyawan.
4. Studi lebih lanjut dapat mengeksplorasi aplikasi Six Sigma dalam
berbagai area kerja, industri atau sektor yang lain.

Demikian kesimpulan dan saran dari penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi
pada industri rajut kain greige secara global. Peneliti lain juga dapat melanjutkan
penelitian ini dengan membandingkan metode dengan proses lain atau dengan negara
lain untuk membandingkan metode untuk meningkatkan kualitas kain rajut greige.

90
DAFTAR PUSTAKA

Abbes, N., Sejri, N., Chaabouni, Y., & Cheikhrouhou, M. (2018). Application of Six
Sigma in Clothing SMEs: A case study. IOP Conference Series: Materials
Science and Engineering, 460(1).
https://doi.org/10.1088/1757-899X/460/1/012009

Abbes, Nedra, Sejri, N., Xu, J., & Cheikhrouhou, M. (2022). New Lean Six Sigma
readiness assessment model using fuzzy logic: Case study within clothing
industry. Alexandria Engineering Journal, 61(11), 9079–9094.
https://doi.org/10.1016/j.aej.2022.02.047

AHMAD, R., RESMAWAN, R., & ISA, D. R. (2020). Analisis Statistical Quality
Control Dalam Upaya Mengurangi Jumlah Produk Cacat Di Pabrik Roti the Li
No’U Bakery. Jambura Journal of Probability and Statistics, 1(1), 24–36.
https://doi.org/10.34312/jjps.v1i1.4578

Ahmed, T., Farhan, G., Toki, I., Mia, R., Li, J., Ahmed, T., Farhan, G., Toki, I., Mia,
R., Li, J., & Rashedul, S. (2022). Textile & Leather Review Implementation of
the Six Sigma Methodology for Reducing Fabric Defects on the Knitting
Production Floor : A Sustainable Approach for Knitting Industry
Implementation of the Six Sigma Methodology for Reducing Fabric Defects on
the. June, 223–239.

Al-Zwainy, F. M. S., Mohammed, I. A., & Varouqa, I. F. (2018). Diagnosing the


Causes of Failure in the Construction Sector Using Root Cause Analysis
Technique. Journal of Engineering (United Kingdom), 2018.
https://doi.org/10.1155/2018/1804053

Alkatiri, H. A., Adianto, H., & Novirani, D. (2015). Implemetasi Pengendalian


Kualitas Untuk Mengurangi Jumlah Produk Cacat Tekstil Kain Katun
Menggunakan Metode Six Sigma Pada Pt. Ssp. Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional, Vol 03(03), 148–159.

91
Assauri, S. (2008). Manajemen Produksi dan Operasi edisi revisi. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 299.

Assauri, S. (2016). Manajemen operasi produksi. PT Raja Grafindo Persada.

Bhargava, M. (2019). Process Improvement in Textile Industry using Six Sigma.


International Journal for Research in Applied Science and Engineering
Technology, 7(12), 136–141. https://doi.org/10.22214/ijraset.2019.12023

Bramantia, P. N. (2018). Analisis Pengecekan Part Stamping Untuk Mengurangi


Produk Defect Guna Mencapai Customer Satisfaction.

Costa, J. P., Lopes, I. S., & Brito, J. P. (2019a). Six Sigma application for quality
improvement of the pin insertion process. Procedia Manufacturing, 38(2019),
1592–1599. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.01.126

Costa, J. P., Lopes, I. S., & Brito, J. P. (2019b). Six Sigma application for quality
improvement of the pin insertion process. Procedia Manufacturing, 38(2019),
1592–1599. https://doi.org/10.1016/j.promfg.2020.01.126

Crosby, P. (1979). Quality Is Free. McGraw-Hill.

Damayant, K., Fajri, M., & Adriana, N. (2022). Pengendalian Kualitas Di Mabel PT.
Jaya Abadi Dengan Menggunakan Metode Seven Tools. Jurnal Penelitian
Mahasiswa Teknik Industri Universitas Indraprasta PGRI, 3(1), 2.

Deming, W. E. (1982). Quality, productivity, and competitive position.

Feigenbaum, A. V. (1991). Total quality control. New York.

Fithri, P. (2019). SIX SIGMA SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN MUTU PADA


HASIL PRODUKSI KAIN MENTAH PT UNITEX, TBK. J@ti Undip : Jurnal
Teknik Industri, 14(1), 43. https://doi.org/10.14710/jati.14.1.43-52

Garvin, D. (1988). Managing Quality. The Free Perss.

Gaspersz, V. (2002). Manajemen kualitas dalam industri jasa. Gramedia Pustaka

92
Utama.

Ginn, D., Streibel, B., & Varner, E. (2004). The design for Six Sigma memory
jogger: tools and methods for robust processes and products.

Hussain, T., Jamshaid, H., & Sohail, A. (2014). Reducing defects in textile weaving
by applying Six Sigma methodology: A case study. International Journal of Six
Sigma and Competitive Advantage, 8(2), 95–104.
https://doi.org/10.1504/IJSSCA.2014.064254

Juharni, M. S. (2017). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).

Juran, J. M. (1993). Quality Planning and Analysis (3rd Editon). Mc-Graw Hill Book
Inc.

Kaspin, S. (2022). Dmaic Six Sigma Approach in Gold Scrap/Waste Management


Procedure for Smes Jewellery Industry. Journal of Pharmaceutical Negative
Results, 13(9), 5775–5782. https://doi.org/10.47750/pnr.2022.13.S09.697

Kotler, P., & Armstrong, G. (2016). Principles of Marketing sixteenth edition.

Krishna Priya, S., Jayakumar, V., & Suresh Kumar, S. (2020). Defect analysis and
lean Six Sigma implementation experience in an automotive assembly line.
Materials Today: Proceedings, 22(xxxx), 948–958.
https://doi.org/10.1016/j.matpr.2019.11.139

Kurnia, H., Jaqin, C., Purba, H. H., & Setiawan, I. (2021). IMPLEMENTATION OF
SIX SIGMA IN THE DMAIC APPROACH FOR QUALITY IMPROVEMENT
IN THE KNITTING SOCKS INDUSTRY. Tekstil ve Muhendis, 28(124), 269–
278. https://doi.org/10.7216/1300759920212812403

Kurniawan, A. R., & Prestianto, B. (2020). Perencanaan Pengendalian Kualitas


Produk Pakaian Bayi dengan Metode Six Sigma Pada CV. AGP. JEMAP, 3(1),
95–115. https://doi.org/10.24167/jemap.v3i1.2632

Mawaddah, F. A. A. (2019). Pengendalian Kualitas Pada Produk Kain Grey DI PT.

93
PRIMMISIMA Dengan Metode Six Sigma. Seminar Nasional JENACO, 179–
185.

Montgomery, D. (2005). A university‐based Six Sigma program. Quality and


Reliability Engineering International, 21(3), 243-248.

Montororing, Y. D. R., Widyantoro, M., & Muhazir, A. (2022). Production process


improvements to minimize product defects using DMAIC Six Sigma statistical
tool and FMEA at PT KAEF. Journal of Physics: Conference Series, 2157(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/2157/1/012032

Mridha, J. H., Hasan, S. M. M., Shahjalal, M., & Ahmed, F. (2019). Implementation
of Six Sigma to Minimize Defects in Sewing Section of Apparel Industry in
Bangladesh. Global Journal of Researches in Engineering, January, 1–7.
https://doi.org/10.34257/gjrejvol22is3pg1

Nugraha, F. (2018). Analisa Kualitas Kain Grey dengan Metode Six Sigma untuk
Meningkatkan Produktifitas dan Efisiensi Studi Kasus Departemen Weaving I
PT. Pandex. 1–47.

Pojasek, R. B. (2000). Asking “Why?” five times. Environmental Quality


Management, 10(1), 79–84. https://doi.org/10.1002/1520-
6483(200023)10:1<79::AID-TQEM10>3.0.CO;2-H

Pratiwi, A. I., & Syukri, S. H. A. (2016). Pendekatan Metode Lean Six Sigma
(Dmaic) Dan Cumulative Sum Untuk Peningkatan Kualitas Kain Grei Pada
Departemen Shuttle Ii (Studi Kasus Di Pc Gkbi Yogyakarta). Seminar Nasional
IENACO, 148–155. http://hdl.handle.net/11617/7074

Radziwill, N. (2014). Quality Management for Organizations Using Lean Six Sigma
Techniques. The Quality Management Journal, 21(3), 62.

Rahman, A., Shaju, S. U. C., Sarkar, S. K., Hashem, M. Z., Hasan, S. M. K., Mandal,
R., & Islam, U. (2017). A Case Study of Six Sigma Define-Measure-Analyze-
Improve-Control (DMAIC) Methodology in Garment Sector. Independent

94
Journal of Management & Production, 8(4), 1309.
https://doi.org/10.14807/ijmp.v8i4.650

Ramadhani Khija, ludovick Uttoh, M. K. T. (2015). Teknik Pengambilan Sampel.


Ekp, 13(3), 1576–1580.

Raman, R., & Basavaraj, Y. (2019). Defect reduction in a capacitor manufacturing


process through Six Sigma concept: A case study. Management Science Letters,
9(2), 253–260.

Salsabila, N., Rimawan, E., & Saroso, D. S. (2022). Quality Improvement Using The
DMAIC Method In The Light Brick Industry. Journal of Positive School
Psychology, 6(11), 2057–2076.

Setiawan, I., & Setiawan, S. (2020). Defect reduction of roof panel part in the export
delivery process using the DMAIC method: a case study. Jurnal Sistem Dan
Manajemen Industri, 4(2), 108–116. https://doi.org/10.30656/jsmi.v4i2.2775

Shafira, Y. P., & Mansur, A. (2018). Production quality improvement analysis of


grey cambric using Six Sigma Method. MATEC Web of Conferences, 154, 0–3.
https://doi.org/10.1051/matecconf/201815401090

Shakila, N. D. (2018). Penerapan Metode Six Sigma dalam Upaya Pengurangan


Defect Karung Plastik di PT. Yanaprima Hastapersada Tbk.

Sharma, M., Sahni, S. P., & Sharma, S. (2019). Reduction of defects in the lapping
process of the silicon wafer manufacturing: The Six Sigma application.
Engineering Management in Production and Services, 11(2), 87–105.
https://doi.org/10.2478/emj-2019-0013

Suhartini, N. (2020). Penerapan Metode Statistical Proses Control (Spc) Dalam


Mengidentifikasi Faktor Penyebab Utama Kecacatan Pada Proses Produksi
Produk Abc. Jurnal Ilmiah Teknologi Dan Rekayasa, 25(1), 10–23.
https://doi.org/10.35760/tr.2020.v25i1.2565

95
Syafwiratama, O., Hamsal, M., & Purba, H. H. (2017). Reducing the nonconforming
products by using the Six Sigma method: A case study of a polyester short cut
fiber manufacturing in Indonesia. Management Science Letters, 7(3), 153–162.
https://doi.org/10.5267/j.msl.2016.12.001

Tambunan, D. G., Sumartono, B., & Moektiwibowo, D. H. (2020). Analisis


Pengendalian Kualitas Dengan Metode Six Sigma Dalam Upaya Mengurangi
Kecacatan Pada Proses Produksi Koper Di PT SRG. Jurnal Teknik Industri,
9(1), 58–77.

Trenggonowati, D. L., Ridwan, A., Ulfah, M., Herlina, L., Bahauddin, A., Ekawati,
R., Arina, F., Ferdinant, P. F., Sonda, A., & Fachrur, A. R. (2022). Journal of
System Engineering and Management. 1(1), 63–66.

Yadav, A., & Sukhwani, V. K. (2016). Quality Improvement by using Six Sigma
DMAIC in an Industry. 6(6), 41–46.

96

Anda mungkin juga menyukai