Abstrak
Sangat memprihatinkan bahwa beberapa bangunan heritage klenteng tua dengan denah khas
arsitektur tradisional Tionghoa si‐he‐yuan 四 合院telah dirubah total. Bangunan artefak sejarah budaya yang tidak
ternilai telah musnah dan tidak mungkin dipulihkan kembali lagi. Tulisan ini menguraikan makna simbolisme dan
falsafah budaya yang tersirat pada elemen arsitektur khusus ini. Penelitian literature dilakukan berdasarkan hasil
penelitian sosio‐historis dan sejarah arsitektur, dilengkapi tulisan mengenai kepercayaan rakyat tradisional dan
kosmologi Tionghoa purba. Dengan pengertian yang jelas diharapkan mereka yang berkepentingan menyadari dan
berhati‐hati ketika bertindak pada bangunan klenteng tua bersejarah.
Kata kunci: Sejarah arsitektur, Tradisional, Konservasi, Pelestarian, Si‐he‐yuan.
Pendahuluan
Ketika melakukan penelitian arsitektur Tionghoa pada bangunan klenteng tua tradisional di
pulau Jawa, penulis menemukan beberapa kasus klenteng tua yang sesungguhnya merupakan heritage
sejarah telah ditangani secara keliru4. Ketidak tahuan pengurus mengenai makna yang tersirat pada
elemen arsitektur bangunan, penyebab utama perusakan fatal artefak tsb.
Diantara bangunan yang dimaksud adalah klenteng Hok Tek Bio, Fu De Miao福 德廟 di
Purwokerto (mungkin?) dan Klenteng Ban Sian Tong, Wan Shan Tang 萬 善堂, jl. Pagarsih, Bandung.
Bangunan klenteng aslinya berdenah bentuk si‐he‐yuan 四 合院, telah dirubah total menjadi bentuk yang
sekedar suatu ruangan luas, gelap dan tertutup; serupa ruang aula gedung serba guna saja !!
Paper ini menguraikan makna yang tersirat pada denah si‐he‐yuan tsb, agar jelas bahwa
denah bangunan mutlak harus dipertahankan pada konservasi dan preservasi. Klenteng tua di pulau
1
Mahasiswa program pasca sarjana, jurusan Arsitektur pada Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
2
Guru besar jurusan Arsitektur pada Universitas Brawijaya, Malang.
3
Dosen jurusan Arsitektur pada Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
4
Arsip dokumentasi foto dari 90an klenteng yang pernah dikunjungi dapat dilihat pada blog berikut:
http://indonesiachinesetemple.wordpress.com/
http://klenteng‐chinese‐temples.blogspot.com/
Kustedja, S., Sudikno, A., Salura, P.
Jawa pemrakarsa pembangunannya mayoritas para migrant dari Tiongkok Selatan; maka pembahasan
akan fokus pada unsur arsitektur Tiongkok Selatan.
Metode
Site‐visit, studi literatur, sosio‐historis, folk‐cult, antropologi, etnografik. analisa : hermeunetik,
semiotik, kwalitatif .
Studi Literatur
Pembahasan berangkat dari denah rumah sederhana 3 jian 间 (ruang, rohang, bay) yang
merupakan hunian rakyat jelata, jumlah bilangan selalu ganjil agar simetris pada sumbu utama. Di
Tiongkok utara jian间selebar 3.3 m‐3.6 m; di Tiongkok selatan 3.6 m – 3.9 m. Kearah dalam jian 间 di
Tiongkok utara sekitar 4.8 m, di selatan sampai 6.6 m. Pada pengembangan bangunan berikutnya modul
jian间awal akan berulang lagi.
Denah rumah type ini biasa disebut “ satu hall dua kamar” yi‐tang‐er‐nei一堂二 內, atau “satu
terang dua gelap” yi‐ming‐liang‐an 一 明两暗. Dalam sejarah kekaisaran pernah ada peraturan yang
melarang masyarakat umum membangun hunian lebih dari 3 jian.
Gambar 1. Denah rumah dasar umum 3 jian 间 (rohang,bay ) di Tiongkok utara. dinding belakang tanpa
jendela/bukaan. Umumnya kamar dilengkapi ranjang bata, kang 炕 yang mendapatkan hawa panas dari tungku
didapur sebelahnya. (Knapp, Ronald G.2006: 31).
290
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
Gambar 2. Denah rumah sederhana umum 3 jian 间.(rohang,bay ) di Tiongkok selatan, lebih panjang kearah
dalam. Dinding belakang berjendela/bukaan . (Knapp, Ronald G.2006: 31).
Gambar 4. Denah dasar san‐he‐yuan 三合院. 1= pintu masuk, 2= courtyard, 3= ruang leluhur.
Kustedja, S., Sudikno, A., Salura, P.
Gambar 5. Rumah San‐he‐yuan 三合院. Contoh diatas adalah rumah masa kecil Deng Siao‐Ping.(Knapp, Ronald G.
2006: 240, 243).
Setelah kedua bentuk denah dasar diatas, perkembangan selanjutnya ialah hunian besar
dikenal sebagai bentuk si‐he‐yuan 四合院 dengan courtyard, ting‐yuan 庭院 didalam. Berupa persil
yang kempat sisinya dibatasi oleh bangunan sebagai dinding pembatas persil yang rapat.
Gambar 6. Pola pertumbuhan rumah awal 3 jian 间 (rohang;bay ) sehingga membentuk denah tertutup si‐he‐
yuan; untuk daerah Tiongkok utara dan selatan. Perhatikan proporsi bukaan tian‐jing 天井 yang mengecil di selatan.
(Knapp, Ronald G. 2006:25).
292
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
Gambar 7. Denah dasar si‐he‐yuan 四合院. 1 = pintu masuk, 2 = courtyard ting‐yuan 庭院, 3 = ruang leluhur.
Jumlah ting‐yuan庭 院di tengah hunian ini, akibat perluasan memanjang; akan menunjukan
tingkat status sosial pemiliknya. Maksimum yang pernah dibangun sampai 5 buah ting‐yuan memanjang
dalam satu persil. Umumnya hanya sampai 3 buah ting‐yuan ke arah memanjang. Bentuk denah dasar
ini dipakai juga didaerah Tiongkok selatan.
c.) Ruang penerimaan tamu dan keluarga, syarat utama yang boleh masuk kedalam ruang, khusus
keluarga, anggota kerabat dekat.
d.) Merupakan ruang yang dibangun dengan bahan terbaik, ornamen terindah, tempat mengantungkan
kaligrafi, lukisan.
e.) Pada bangunan shang‐fang merupakan tempat tinggal anggota keluarga tertua, yang paling di
hormati dalam hirarki keluarga.
f.) Atap, wuwungan dan ketinggian lantai shang‐fang merupakan yang tertinggi diantara semua
bangunan dalam lingkungan si‐he‐yuan tersebut. Melambangkan hirarki order tertinggi shang‐fang
terhadap bangunan lain di sekelilingnya.
Susunan ruang pada xiang‐fang廂 房juga mengiku urutan seper pada shang‐fang 房 , hanya
di sini ruang leluhur berubah menjadi ruang serba guna, diantaranya tempat menerima tamu bukan
keluarga.
Bangunan batas muka tao‐zuo 倒座, harafiah berarti bangunan lawan. Dianggap
sebagai penyeimbang dari unit shang‐fang 房 . Di tengah unit bangunan muka terletak pintu entrance
utama da‐men 大 门, pada kedua sisi pintu terdapat ruang bagi karyawan, penjaga pintu, pembantu, atau
gudang. Daerah ini merupakan daerah service, serta orang luar masih diijinkan untuk masuk. Pada pintu
da‐men ini diletakan tembok penghalang “tembok bayangan; ying‐bi 影 壁” sehingga pihak di luar tembok
terhalang melihat langsung kedalam kearah courtyard; zhong‐ting 中 庭.
Zhong‐ting 中庭; ting‐yuan 庭院; merupakan “jiwa” dari denah si‐he‐yuan ini. Memiliki
multi fungsi dalam kehidupan keluarga penghuni.
a. Ketika upacara ritual keluarga, umat pertama kali bersembahyang kearah langit dan bumi;
melambangkan alam semesta, menghadap ke ruang terbuka zhong‐ting ini. Baru ritual selanjutnya
menghadap ke arah meja abu keluarga leluhur.
b. Seluruh jendela dan pintu ruangan sekeliling bangunan menghadap pada bidang zhong‐ting 中庭.
c. Penerangan dan penghawaan ruangan sekelilingnya mengandalkan cahaya dan aliran udara dari
bidang ini.
d. Tempat menampung air hujan dari sebagian atap dan bukaan sumur langit, tian‐jing 天井.
e. Tempat bermain bagi anak‐anak dan bercengkrema diantara anggota keluarga penghuni.
f. Kadang ditempatkan tanaman hias dan tumbuhan lain dalam pot di sekelilingnya.
g. Merupakan simpul pergerakan penghuni ke semua bagian bangunan.
294
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
h. Tempat mengerjakan tugas rutin rumah tangga, mencuci, menjemur sambil mengawasi anak‐anak
belia.
Tembok batas keliling, wei‐qiang 圍牆, merupakan salah satu ciri dari denah si‐he‐
yuan: tembok membatasi dengan tegas lingkungan ruang privat keluarga yang tertutup, dipisahkan
dengan ruang di luar yang dianggap ruang umum yang tidak teratur (chaos). Ruang dalam yang di
pisahkan disimbolkan sebagai copy alam semesta yang teratur (faham kosmologi makro‐kosmos)
menjadi suatu mikro‐kosmos yang dapat diatur dan ditata oleh manusia dengan tertib.
Ruang dianggap telah dikuasai mutlak (territory), ruang bangunan ini sejak awal membangun
telah melewati berbagai upacara ritual dibersihkan / disucikan agar baik untuk hunian. Dilakukan pada
tahapan : awal pembuatan pondasi, menegakkan tiang, memasang gording terakhir pada wuwungan,
dan memasang kosen pintu masuk utama (entrance).
Setelah rampung, satu ruang khusus ming‐jien 明 间, secara tetap diperuntukan bagi ritual
penghormatan leluhur.
Gambar 8. Denah perluasan memanjang sebanyak 3 chin, 1 = pintu masuk, 2 = zhong‐ting 中庭, 3 = ruang leluhur,
11 = tian‐jing 天井. ( Liu Tun Chen, 1957: 85)
296
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
pada ketinggian bangunan utama shang‐fang 房 ; serta bangunan lainnya dari unit in si‐he‐yuan yang
sudah ada. Bangunan tambahan terluar akan dihuni oleh keluarga yang lebih muda pada hirarki
kekerabatan keluarga.
Dari kedua courtyard samping terdapat masing‐masing pintu tambahan keluar di bagian
muka dan belakang bangunan.
Gambar 9. Denah si‐he‐yuan dengan perluasan ke samping. 1 = pintu masuk, 2 = courtyard, 3 = ruang leluhur, 4 =
sumur matahari ri‐jing 日 井, 5 = sumur naga long‐jing 龍井, 6 = sumur bulan yue‐jing 月井, 7 = sumur harimau hu‐
jing 虎井.
Gambar 10 . Rumah Si‐he‐yuan 四合院. Dengan perluasan ke samping. Satu variant. (Knapp, Ronald G. 2000:25).
3) Wuwungan, atap bangunan samping lebih rendah dari bangunan inti. Shang‐fang tetap
tertinggi dominan dalam seluruh kompleks.
298
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
Gambar 11. Denah si‐he‐yuan 四合院 bangunan utama klenteng Hiap‐Thian‐Kiong di Bandung. Perhatikan 2
(dua) kotak tian‐jing samping telah berubah fungsi menjadi bangunan tambahan baru.
Gambar 12. Denah si‐he‐yuan 四合院 bangunan utama, perhatikan 2 buah courtyard samping telah ditutup atap
dan lantai disatukan. Klenteng Hok Tek Bio, Bogor.
Tahap berikutnya hunian mulai muncul diatas muka bumi dengan sebagian masih dalam
galian di bawah permukaan tanah. Selanjutnya ruang hunian bergeser seluruhnya berada di atas
permukaan bumi. Pada kedua tahap terakhir ini sudah mulai dibangun atap berbentuk lingkaran untuk
melindungi ruang di bawahnya. Pada puncak atap hunian disediakan lubang keluarnya asap akibat
menghidupkan api di dalamnya.
Api digunakan untuk memasak keperluan penghuni dan juga untuk membakar persembahan
kurban bagi yang dianggap berkuasa pada alam sekitar. Lubang atap juga berfungsi untuk perhawaan
(ventilasi) dan penerangan di ruang dalam hunian.
Dari situs artefak purba di temukan juga banyak bekas hunian berbentuk lingkaran
mengelilingi secara konsentris sebuah rumah besar di tengah‐tengah nya. Agaknya di rumah besar ini
dihuni oleh kepala suku yang menjadi pimpinan kelompok. Bahan dan konstruksi tampaknya lebih rumit
dibandingkan hunian berbentuk bulat sekelilingnya.
Gambar 13. Perkiraan hunian purba awal; didalam gua. ( Chang, SSH. 1986:135)
Gambar 14. Perkiraan perkembangan, seluruh hunian dalam lubang galian di bawah permukaan tanah. ( Chang,
SSH. 1986:135)
300
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
Gambar 15. Tahap berikut, hunian sebagian saja dalam galian, sebagian diatas permukaan tanah. ( Chang, SSH.
1986:135)
Gambar 16. Hunian seluruhnya di atas permukaan tanah. Pada seluruh tahap selalu tersedia lubang
pembuangan asap. ( Chang, SSH. 1986:135)
Gambar 17. Rekonstruksi rumah bulat, berdasarkan artefak yang telah ditemukan. Lubang perhawaan dipuncak
atap. (Chang, SSH. 1986:138)
Pembangunan rumah besar juga melalui bermacam upacara, hal ini terlihat dengan
ditemukan di sekitar situs tulang‐tulang rangka hewan korban; kadang juga ditemukan rangka manusia
korban. Pada permukaan tanah di tengah ruangan rumah besar dibuat lubang perapian tempat untuk
memasak dan tempat bakaran kurban. Upacara ritual dilakukan oleh kepala suku yang merangkap
sebagai orang yang mampu berhubungan dengan para penguasa alam. Rumah besar berfungsi sebagai
hunian kepala suku, simbol pusat orientasi warga suku dan tempat upacara ritual bersama.
Kustedja, S., Sudikno, A., Salura, P.
Gambar 18. Rekonstruksi perkiraan rumah besar kepala suku, berbentuk segi empat. ( Chang, SSH. 1986:136)
Tempat upacara ini ditandai dengan daerah yang ditinggikan dari lingkungan sekitarnya
merupakan platform; podium dari tanah. Ditempatkan juga patung dari tokoh penguasa alam atau
benda lainnya yang di hormati, untuk menyenangkan tokoh ini; dihadapannya diadakan ritual serta
bakaran persembahan kurban berupa hewan atau pun manusia. Pesan dan harapan manusia terkirim
dalam simbol asap yang mencuat ke langit mencapai tokoh yang dituju.
Kemudian pada tahap para kelompok suku yang telah membesar melanjutkan usaha
penyatuan meluas baik berbentuk persekutuan maupun oleh kekuatan militer, terbentuklah kerajaan‐
kerajaan. Dalam proses konsolidasi ini ditata sistim dinasti kerajaan serta pengaturan susunan
masyarakat secara feudal. Terbentuk kelompok penguasa kerajaan, para pemilik budak, dan kelompok
budak atau pun rakyat jelata. Kepercayaan masyarakat disatukan mengikuti kepercayaan penguasa.
Awalnya upacara ritual untuk menghormati alam dilakukan pada daerah eksklusif yang
khusus hanya boleh dimasuki kepala suku dinamai she‐ji社 稷berupa ritual pada penguasa bumi. Pada
masa kerajaan; mulai diadakan kuil/klenteng leluhur (ancestor temple) zong‐miao 宗
廟untuk menghorma
pendiri kerajaan/dinasti, disamping tetap menghormati penguasa alam semesta. Terdapat ritual khusus
yang hanya dilakukan raja atau kaisar, orang kebanyakan dilarang keras melakukannya. Hanya kaisar
sebagai putra langit yang dapat dan boleh berhubungan dengan penguasa tertinggi langit.
Sedangkan ritual untuk keluarga diselengarakan di hunian, dalam “ruang leluhur” zheng‐ting
正 廳; menghorma leluhur keluarga dan alam semesta. Ritual bersifat umum dilakukan di klenteng umum
bersama‐sama. Pemanfaatan hunian sebagai tempat tinggal dan juga tempat ritual berimbas ruang
leluhur merupakan pusat kehidupan keluarga dan orientasi perancangan denah bangunan hunian.
302
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
Upacara ritual menghormati alam semesta langit dan bumi membutuhkan ruang terbuka di
dalam hunian, maka diadakan bukaan pada atap berupa: sumur langit; tian‐jing 天 井dan zhong‐ting中 庭
pada denah unit si‐he‐yuan 四 合 院 .
Dari segi analisa sejarah arsitektur secara etimologi; melalui analisa penamaan elemen
lubang pada atap masa prasejarah tempat terjadinya tetesan air hujan masuk ke dalam hunian, ini
dinamai zhong‐liu 中 霤ar harafiah “tetesan air di pusat”. Ke ka bentuk hunian menjadi lebih baku
berbentuk denah segi empat si‐he‐yuan 四 合院, bukaan disebut yan‐liu檐霤ar harafiah “tetesan air dari tepi
atap”. Air dari empat sisi atap keliling akan terkumpul pada petak zhong‐ting 中 庭; yang terletak dibawah
sumur langit; tian‐jing 天井. Istilah zhong‐liu 中霤dahulu kala dipakai juga untuk penamaan lubang galian di
tanah tempat menyalakan api bakaran kurban bagi penguasa bumi.
menjadi siap bangun. Ritual ini menggambarkan sebagian lokasi dari alam telah di”bersihkan“,
dipisahkan dari alam semesta yang tidak beraturan “chaos”, sebagai simbol mulai disiapkan lokasi yang
akan ditata dengan tertib.
Selama proses pembangunan pada tahapan tertentu; yang dianggap kritis diselengarakan
upacara ritual. Ritual ini menggambarkan seriusnya masyarakat tradisional Tionghoa menghargai suatu
bangunan hunian. Mereka berusaha dengan berbagai simbol untuk meng”suci”kan bangunan, yang akan
dihuni oleh keluarganya. Mereka berharap kelancaran selama pembangunan, keselamatan, dan
kebahagian selama tinggal di bangunan itu. Dengan usaha membangun mikro‐kosmos bangunan selaras
dengan alam semesta yang lebih besar makro‐kosmos.
Pada periode budaya selanjutnya pemilihan situs dilakukan dengan menggunakan
kepercayaan popular yang disebut yang‐zhai陽 宅 , atau feng‐shui風水. Sedangkan tahapan upacara
dilakukan serupa dengan sebelumnya. Sedangkan hewan kurban digantikan dengan makanan sebagai
simbol kemakmuran.
Dalam paham kosmologi kuno ruang angkasa tian 天 alam semesta dibagi dalam 4 bagian
ruang langit sesuai 4 arah mata angin, masing‐masing bagian dikuasai oleh satu hewan simbolis yang
terdiri dari 7 rasi bintang.
Langit tian 天 sendiri dianggap memiliki sumbu pusat pada bintang utara yang menetap
sedangkan benda langit lainnya bergerak disekeliling sumbu langit ini. Sumbu langit ini akan
berhubungan pada bumi di 地di k simbol dianggap awal sumbu bumi cosmic axis. Sedangkan manusia
ren 人yang menghuni bumi merupakan penghubung langit dan bumi. Konsep ini disebut sebagai falsafah
tian‐di‐ren 天 地 人; langit‐bumi‐manusia.
Falsafah ini ditransformasi pada bentuk hunian sebagai unit berdenah si‐he‐yuan 四 合院.
Sumbu langit diproyeksikan sebagai sumbu utama simetris denah bangunan, dengan arah sumbu utama
tepat utara‐selatan merupakan garis simbol menghubungi titik bintang utara, dan titik simbul pusat
bumi axis‐mundi ; merupakan ujung lain dari sumbu langit yang berawal dari bumi. Titik axis‐mundi ini
diproyeksikan pada lambang bagian bukaan atap yan‐liu檐 霤ar harafiah “tetesan air dari tepi atap”,
atau sumur langit; tian‐jing 天 井dan dengan courtyard; zhong‐ting 中 庭dipermukaan bumi. Sedangkan
pembagian ruang langit menurut 4 mata angin ditransformasikan dalam bentuk denah segi‐empat
dengan keempat sisinya mengarah tepat pada 4 mata angin.
Dengan seluruh simbolisme demikian dibayangkan suatu mikrokosmos yang merupakan
proyeksi makrokosmos dengan dimensi terjangkau dalam bentuk hunian manusia yang selaras,
304
Seminar Nasional – Menuju Arsitektur berEmpati
Daftar Pustaka
Chang, Simon Shieh‐Haw. 1986. The spatial organization and socio‐cultural basis of traditional courtyard houses.
University of Edinburgh. U.K. Disertation.
Fu Xinian , et al, 2002. Chinese Architecture. Yale University Press. New Haven.
Institute of the history of Natural Sciences Chinese academy of sciences. Zhang Yuhuan. 1986. History and
Development of Ancient Chinese Architecture. Science Press. Beijing.
Knapp, Ronald G. 2000.China’s Old Dwellings. University of Hawai’i Press.Honolulu.
Knapp, Ronald G. 2003. Asia’s Old Dwellings. Tradition, resilience and change. Oxford University Press, Hong Kong.
Knapp, Ronald G. 2006. Chinese house. The architectural heritage of a nation. Tuttle.
Liang Ssu‐ch’eng. 2005. Chinese Architecture. A pictorial history. Dover Publications. New York.
Lip, Evelyn. 1983. Chinese temple architecture in Singapore. Singapore University Press. Singapore.
Lip, Evelyn. 1986. Chinese temples and deities. Times Books International. Singapore.
Liu Tun‐Chen. 1957. General account of the Chinese House. Taipei. Ming Wen.
Needham , Joseph, 1971. Science and civilization in China. vol 4, part 3. Cambridge University Press, Cambridge.
Salmon, Claudine & Lombard, Denys. 1977. The Chinese of Jakarta. Temples and communal life. Association
Archipel. Paris.
Shan Deqi. 2003. Chinese Vernacular Dwelling. China Intercontinental Press. Beijing.
Yang Hung‐Hsun dalam tulisannya Development of architecture in early China, 1980.
306