Abstrak— Budaya Tionghoa merupakan salah juga turut mengambil andil dalam menentukan
satu budaya yang telah berkembang jauh. susunan, bentuk, elemen ruang, serta pilihan warna
Kedatangan orang Tionghoa di Indonesia yang digunakan. Mengingat karakter masyarakat
mempunyai banyak sejarah. Dari sekitar banyak Tionghoa yang sangat kental dengan kepercayaan
budaya Tionghoa satu yang paling menarik religiusnya, hampir semua aspek arsitektural dapat
merupakan arsitektur Tionghoa. Arsitektur menggambarkan kebiasaan, karakter maupun
Tionghoa telah beradaptasi dengan kebudayaan kepercayaan mereka.
lokal di Indonesia. Arsitektur Tionghoa di
daerah Tiongkok memiliki konsep dan tatanan Karakter tiap jenis bangunan pun berbeda-beda,
yang pasti dalam arsitekturnya, baik rumah dimana hal tersebut dipertimbangkan dari fungsi,
tinggal, klenteng, maupun bangunan lainnya. makna, serta penghuni yang akan menempati
Namun dengan bercampurnya budaya Tionghoa bangunan tersebut. Karakter bangunan pada rumah
dengan budaya lokal Indonesia, konsep dan tinggal tentulah berbeda dengan karakter bangunan
tatanan dalam arsitektur berbeda dengan yang pada fasilitas publik seperti mall, maupun bangunan
di Tiongkok. Tujuan dari penelitian ini adalah yang ditujukan untuk kegiatan religius.
untuk meneliti apakah arsitektur klenteng di Untuk itulah penulis menggunakan klentheng
Surabaya sudah memadai kegiatan ibadah kaum sebagai objek penelitian dikarenakan oleh kental dan
KongHuCu. rincinya berbagai pertimbangan dan filosofi yang
Kata Kunci— Arsitektur, Interior, Klentheng, mendasari pembangunan bangunan tersebut
Tionghoa dibandingkan dengan rumah tinggal atau restoran.
Penulis juga melakukan analisa perbandingan antara
Abstract— Chinese culture is one of a developing tiga klentheng di Surabaya, khususnya area
culture. The arrival of Chinese people to Surabaya Utara untuk mengetahui unsur-unsur
Indonesia brings a lots of history. Among many arsitektur khas Tionghoa apa saja yang diterapkan
of the Chinese culture, one of the most interesting dan pengaruh jaman yang terjadi pada saat
one is Chinese architecture. Chinese architecture klentheng itu dibangun.
has adapted with Indonesia’s local culture.
Chinese culture at China have spatial
architecture concept of their own for their
houses, temple, and other building. But, since the II. METODE PENELITIAN
culture came to Indonesia the spatial architecture Metode penelitian yang digunakan adalah metode
concept have changed. The purpose of this kualitatif deskriptif dan perbandingan objek melalui
research is to found out whether the architecture tabel dan checklist. Metode ini dimaksudkan untuk
of the temple at Surabaya can provide the membuat deskrpsi mengenai akumulasi data yang
religious activities for the KongHuCu religion. telah dilakukan dilapangan, mencari informasi
Key word— Architecture, Interior, Temple, faktual secara detail, dan membuat komparasi dan
Chinese evaluasi. Metode kualitatif deskriptif ini
dilaksanakan dengan melakukan survey, studi kasus,
I. PENDAHULUAN studi komparatif, dan beberapa analisa. Terdapat dua
data lapangan dalam penelitian ini yaitu, data fisik
Dalam membangun sebuah bangunan di suatu yang berupa dokumentasi foto lapangan, dan juga
daerah, pastilah terdapat konsep arsitektural yang data non-fisik yaitu observasi langsung ke lapangan
memiliki pertimbangan dan makna yang berbeda dengan melakukan beberapa wawancara dengan
dengan konsep arsitektural pada daerah lain. Makna- orang yang mengetahui klenteng dengan detail.
makna inilah yang kemudian membuat sebuah Untuk mendukung analisa yang dilakukan, telah
bangunan memiliki keunikan tersendiri, yang dikumpulkan data-data berupa literatur dan jurnal
menjadi ciri khas sebuah daerah atau kebudayaan. sebagai acuan. Data-data kemudian diubah menjadi
Mulai dari tata letak bangunan hingga pada pilihan tabel komparasi untuk memudahkan analisa lebih
material dipertimbangkan sedemikian rupa agar lanjut dan perolehan kesimpulan yang akurat.
bangunan tetap kokoh dan dapat membawa dampak
positif bagi para penggunanya. Karakter kebudayaan
III. KAJIAN TEORI Merupakan unit organisasi ruang dengan
konsep dasar meliputi penggunaan Jian
A. Teori Bentuk Arsitektural atau bay room sebagai modulasi &
dikembangkan secara berulang menjadi
Shen (1988), Zhihong (1998) dan Congzhou (2008) massa bangunan. Berbentuk persegi empat
mengungkapkan bahwa semua bangunan tiongkok yg diberi pembatas dinding atau kolom.
mempunyai konsep dasar tatanan arsitektural yang Bangunan utama memiliki minimal 3 jian.
dipengaruhi pemikiran Konfusionisme Li ( sopan
santun ) diantaranya :
1. Poros Utara-Selatan
Poros utara – selatan ini dapat ditentukan dengan
menggunakan sumbu kosmologis utara-selatan,
dimana bangunan diharapkan menghadap
selatan sebagai arah hadap yg baik untuk
mendapat aliran udara positif (Chi ) yang datang
dari katulistiwa.
2. Dinding pelingkup
Secara umum, tatanan denah berorientasi
kedalam dan memiliki dinding pelingkup,
dimana unit keluarga merupakan unit penting
dari sebuah tatanan negara (Jika keluarga tidak
baik, maka negara tidak akan baik). Jendela
berorientasi ke arah dalam untuk melindungi
penghuni dari gangguan elemen luar rumah. - Axial Planning
(daerah dalam rumah merupakan teritorial yang Memiliki bentuk struktur simetri &
teratur, sedangkan daerah luar rumah merupakan orthogonal pada denah dan potongan.
daerah yang tidak teratur). Struktur utama terletak di sumbu
3. Gerbang Penanda longitudinal yang berperan sebagai sumbu
Gerbang ini berfungsi sebagai batas teritorial utama, sedangkan struktur sekunder
pemilik rumah. Tamu diharap mempersiapkan sebagai sayap di kedua sisi membentuk
diri dengan baik sebelum memasuki daerah ruang dan halaman.
tersebut.
4. Sumur langit / Tien Ching
Biasa disebut juga dengan sebutan Courtyard ini
bersifat privat dan berperan sebagai peluang
sirkulasi udara, penerangan dan tempat
berhubungan dengan Tuhan (fungsi horizontal
dan vertikal). Daerah Tiongkok utara memiliki
Tien Ching luas dan berjumlah lebih dari satu.
Sedangkan pada daerah Tiongkok selatan, Tien
Ching lebih sempit karena luas kavling yang
terbatas.
5. Hirarki Ruang
Tiap bangunan memiliki tatanan hirarkis.
Semakin ke belakang, tempat tersebut makin
privat/sakral/tua, dan sebaliknya. Altar leluhur
berperan sebagai titik sentral tempat kegiatan
keluarga dilaksanakan. Ruang tidur orang lebih
tua adalah yang paling dekat dengan altar
leluhur. Hal ini berakar dari ajaran
Konfusionisme yang menghormati orang yg
lebih tua.
6. Simetris Arsitektur Tionghoa menggunakan kombinasi
Konsep Yin-Yang diterapkan pada keseimbangan bentuk persegi panjang dengan variasi ukuran
tatanan ruang yang akan memberikan dan posisi sesuai kebutuhan yg mematuhi prinsip
kenyamanan dan ketentraman hidup bagi keseimbangan dan simetri.
penghuninya.
Lima macam bentuk atap bangunan bergaya Cina
Menurut G. Lin, organisasi ruang pada bangunan
(Widayati dalam Udaya Pratiwi) :
Tionghoa terbagi atas 2 karakter dominan :
- Jian
Pohon bambu dan cemara melambangkan umur
panjang, kekuatan, dan keuletan dalam menjalani
kehidupan. Sedangkan pohon pinus sering digunakan
untuk melambangkan kekuatan dan tekad.
Ornamen manusia yang digunakan dapat berupa
patung maupun ukiran di dinding yang menceritakan
kisah pendek. Pada pintu depan klentheng, biasa
terdapat Men Sin, atau sepasang perwira penjaga
pintu masuk bernama Cin Siok Poo dan Oei Tie
Kiong. Pat Sian atau delapan dewa dalam kisah Tang
Yu dianggap sebagai dewa pelindung berbagai jenis
profesi. Ornamen ini dipakai di meja altar pada
klentheng maupun lukisan di dinding. Kisah Sam Kok
yang menceritakan tentang peperangan antar tiga
negara, diambil dari episode pengangkatan sumpah
saudara antara Lauw Pie, Kwan Kong dan Thio Hwie
di Taman Persik. Kisah ini dijadikan ornamen pada
dinding. Selain itu, terdapat pula kisah See Yu yang
menjadi ornamen di ruang pemujaan untuk dewa.
Ornamen atau simbol religi yang sering digunakan
ialah simbol Yin-Yang. Yin-Yang mewakili prinsip
keseimbangan dan kekuatan alam, dimana Yin
melambangkan bulan, kegelapan, air dan prinsip
feminin. Sedangkan Yang melambangkan matahari,
B. Teori Ornamen Cina
terang, api dan prinsip maskulin. Selain itu, terdapat
Ornamen khas Cina terbagi atas lima kategori, yaitu pula simbol lain yang disebut Pakua atau trigrams
ornamen hewan, ornamen tumbuhan, ornamen yang terdiri atas tiga garis pada kedelapan sisinya.
manusia, ornamen religi, serta meander. Tiap garis mewakili tingkat kenyataan yang berbeda.
Garis terluar/atas melambangkan aspek fisik. Garis
Ornamen hewan biasanya berupa hewan-hewan tengah mengarah pada isi pokok atau tingkat berpikir.
mitologis maupun hewan nyata yang masing-masing Garis terdalam mengarah pada intisari Tao dan
menggambarkan sebuah makna khusus. Naga Cina simbol ukuran spiritual ( perwakilan tenaga Yin ( - -
atau Liong merupakan hewan mitologis Cina dengan - ) dan Yang ( ---- ).
kepala buaya, badan yang bersisik menyerupai ular,
serta lengan dan cakar burung. Kombinasi hewan- Meander merupakan ragam hias jaman perunggu dari
hewan ini memiliki makna bahwa naga dapat hidup Asia Tenggara ke Indonesia. Teknik membatik
di tiga alam, yaitu tanah, udara, dan air. Naga Cina digabungkan dengan ragam hias Bandji dalam seni
sendiri seringkali digunakan untuk melambangkan Tionghoa.
kebijaksanaan, kekuatan, keberuntungan, penolak
roh jahat dan menjaga keseimbangan Hong Shui.
Selain naga, hewan lain yang dianggap sebagai
pelindung ialah singa Qi Ling. Hewan-hewan dengan
makna lain juga sering digunakan sebagai ornamen di
dinding, seperti burung Hong, kura-kura, rusa,
kelelawar (melambangkan keberuntungan), bangau,
dan Qilin.
Ornamen tumbuhan biasa diletakkan pada dinding,
pintu, maupun tiang dan balok. Sama seperti ornamen
hewan, tiap-tiap tumbuhan memiliki arti yang
berbeda-beda. Bunga teratai sering digunakan untuk
melambangkan kesucian dan kesuburan. Bunga
seruni, botan dan plum melambangkan kekuatan dan
Gambar 1. Ornamen kotak di dinding klenteng kapasan
keteguhan hati dalam menghadapi kehidupan.
Biasanya ornamen ini digunakna untuk menghiasi
dinding dan partisi. Bunga peony melambangkan
C. Hubungan Kepercayaan dan Arsitektur
perhatian, kasih, kekayaan dan kehormatan.
Chrysanthemum digunakan untuk melambangkan Kepercayaan religius kebudayaan Tionghoa sering
sukacita dan penolakan hal yang tak diinginkan. diterapkan pada arsitektur dan interior bangunan,
sehingga menghasilkan sebuah mahakarya yang
indah dan memiliki makna yang mendalam. Selain
itu, susunan ruang pada bangunan yang mengikuti
kepercayaan religius terbukti menghasilkan
bangunan yang kokoh berdiri hingga puluhan tahun.
Contoh penerapan konsep religius ini dapat dilihat
dari susunan ruang dengan bentuk geometris yang
berperan dalam organisasi ruang, dengan bentuk
sederhana dapat menghadirkan sumur langit atau
Tien Ching segi empat. Bangunan berlantai satu
dibangun dengan aturan tertentu di sekeliling Tien
Gambar 3. Ornamen Qi Ling pada halaman depan
Ching yang memiliki makna agar dekat dengan
tanah/bumi sehingga kesehatannya terjamin. Untuk
Qi (breath) dalam kelompok bangunan, maka ruang-
ruang tersebut diarahkan menuju void dari Tien
Ching tersebut.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
setiap klentheng di Surabaya ini menerapkan konsep
arsitektur dengan pengaruh konfusianisme Li, namun
dengan beberapa perubahan untuk menyesuaikan
bentuk arsitektur dengan kebutuhan maupun pengaruh
kebudayaan lain, seperti pada klentheng Boen Bio.
Berbeda dengan kedua klentheng lainnya, klentheng
Boen Bio memiliki bentuk bangunan yang
dipengaruhi oleh gaya arsitektural barat sehingga
tidak memiliki dinding pelindung, gerbang penanda,
maupun sumur langit. Akan tetapi, elemen interior dan
organisasi ruang dalam klentheng Boen Bio tetap
menggunakan konsep arsitektural Tionghoa.
Sedangkan pada klentheng Hok An Kiong dan
klentheng Pak Kik Bio menerapkan konsep
arsitektural Tionghoa, baik pada bentuk bangunan,
maupun organisasi ruang dan elemen interiornya.
Namun, tata letak sumur langit pada kedua klentheng
tersebut berbeda dengan pada bangunan biasanya,
yaitu terletak pada sisi kiri dan kanan.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin, D. (2017). Klenteng kuno Boen Bio di
Surabaya. Jurnal Lektur Keagamaan,15(1),
157-172.
Dwi, D., Suryokusumo, B., & Sugiarto, T.
https://media.neliti.com/media/publications/11
5174-ID-arah-perkembangan-klenteng-di-
jawa-timur.pdf
Kartono., Lukito, J. (2012). Studi tentang konsep
tatanan arsitektur Tionghua di Surabaya yang
dibangun sebelum tahun 1945. Journal of
Architecture and Built Environment,39(2),
101-110.
Khaliesh, H. (2014). Arsitektur tradisional
Tionghua: tinjauan terhadap identitas, karakter