Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN TENTANG WANTILAN SEBAGAI

SALAH SATU ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI

DOSEN:
Arya Bagus Mahadwijati Wijaatmaja, S.T., M.T.

MAHASISWA:
I Gede Esa Darma Santika (0201010001)
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Bali memiliki begitu banyak arsitektur tradisional, baik dari rumah tinggal, tempat suci, maupun
fasilitas publik yang berhubungan dengan sistem pemerintahan. Salah satu arsitektur yang menjadi
penunjang kegiatan bermasyarakat adalah wantilan.
Wantilan merupakan salah satu arsitektur tradisional bali yang memiliki fungsi sebagai fasilitas
publik yang mewadahi kegiatan bersosialisasi masyarakat di bali. Oleh sebab itu wantilan sangat
penting di bahas untuk mengetahu bagaimana struktur, langgam, dan konsep yang menentukan
bentuk dari wantilan tersebut.
2. RUMUSAN MASALAH.
- Bagaimana bentuk dari wantilan ?
- Apa saja faktor penentu bentuk dari wantilan?
3. TUJUAN PENELITIAN.
- Untuk mengetahui bentuk dari wantilan.
- Untuk mengetahui faktor penentu bentuk dari wantilan.
LANDASAN TEORI
• LANDASAN TEORI SEBAGAI METODE ANALOGI LINGUISTIK.
- MODEL SEMIOTIK.
Semiologi adalah ilmu tentang tanda tanda. Penafsiran semiotik tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu
bangunan merupakan suatu tanda penyampaian informasi Mengenai apakah ia dan apa yang di lakukannya.
• LANDASAN TEORI OBJEK.
- TRI ANGGA.
Konsep hirarki ruang, dimana pada bangunan di beri tingkatan yaitu kepala badan dan kaki.
- PENGERTIAN DAN FUNGSI WANTILAN.
Dilihat dari arti kata, wantilan terkait dengan kat wanti atau mewanti – wanti yang memiliki makna
terus menerus. Kata wanti ataw mewanti – wanti dalam hal ini bermakna adanya pengulangan.
Pengulangan disini berupa pengulangan atap yang bertingkat dan juga mengulang saka / kolom
berdasarkan modul tertentu.

- BAHAN DAN STRUKTUR WANTILAN.


Seperti bangunan tradisional bali pada umumnya wantilan menggunakan bahan yang di ambil dari
alam seperti batu, tanah polpolan, kayu, bambu, dan alang – alang. Pondasi dapat menggunakan
batu kali ataupun batu padas, sedangkan lantai menggunakan tanah polpolan agar dapat di gunakan
sebagai tempat tabuh atau tajen.
Untuk kolom atau saka terdiri dari 4 saka utama sebagai penopang struktur dan saka luar memiliki
jumblah yang berfariasi.
Atap menggunakan konstruksi atap payung, pada puncak konstruksi payung tersebut terdapat
petaka sebagai titik simpul seluruh iga – iga, pemucu, dan pemada.
PEMBAHASAN
• ANALISIS ATAP TUMPANG PADA WANTILAN.
Memakai teori Ferdinand De Saussure yang dikembangkan oleh Roland Barthes.
Dalam hal ini objek yang dianalisis adalah atap bertumpang (maanda) dari wantilan, wujud/bentuk dari atap tumpang ini dianggap sebagai penanda. Yang
pertandanya ada yang denotatif dan konotatif.

- Dalam pertanda denotasi,


1. Atap tumpang, yang pada bagian tengahnya terdapat jendela-jendela memberikan sirkulasi udara dan penyinaran yang baik. Udara & cahaya masuk
agar orang yang beramai – ramai tetap merasa nyaman.
2. Dilihat dari konsep tata ruang yang bersifat fisik, Clarity of Structure dan Truth of Material, bagian kepala wantilan tersusun atas kuda – kuda kayu
yang membentuk atap limasan bertumpang. Ini sangat jelas mencerminkan konsep dasar dari tata ruang khas Bali, selain daripada pengerjaan
struktur yang lebih mudah, lebih estetis. Serta konsep dari proporsi dan skala, dimana atap yang bertumpang dinilai lebih proporsional daripada
yang tidak bertumpang, dibandingkan atap yang tidak bertumpang akan menciptakan out of human scale, dimana atap yang malah menjulang tinggi
bahkan kebesaran.
- Dalam pertanda konotasinya,
1. Atap tumpang dimaknai sesuai arti/pengertian dan fungsi dari wantilan itu sendiri yaitu kata wanti atau mawanti-wanti yang berarti pengulangan,
disamping memang wantilan yang dalam fungsinya digunakan berulang bergantian, suatu saat sebagai tempat tempat sangkep (pertemuan), sekali waktu
sebagai tempat tabuh, sekali waktu sebagai tempat balih-balihan.
2. Berdasarkan Tri Angga, atap dilihat sebagai bagian kepala dari bangunan.
• STUDI KASUS
GOR Lilla Bhuana
GOR Lilla Bhuana merupakan contoh yang saya ambil dari penerapan prinsip dan nilai-nilai dari atap tumpang
wantilan, dari Arsitektur Tradisional Bali pada Arsitektur Masa Kini, dalam hal ini adalah gedung olahraga.
Secara fungsi hampir mirip dengan fungsi tradisional wantilan, namun dalam skala yang lebih besar lagi. GOR
juga dipakai bergantian dan berulang-ulang.
KESIMPULAN
Desain atau elemen-elemen tradisional yang dapat diterima adalah
desain yang rasional, karena bangunan modern mementingkan aspek
fungsional, orang juga lebih cenderung memilih tradisional yang
sekaligus juga rasional, bisa menjelaskan kenapa berwujud demikian
dengan alasan yang logis atau berdasarkan aspek fungsionalnya.
Sehingga perpaduan ini memiliki makna atau filosofi yang sesuai
konvensi dan sekaligus juga maknanya yang langsung.

Anda mungkin juga menyukai