Anda di halaman 1dari 68

as

Ringkasan Eksekutif

K omoditi kelapa sawit menempati posisi teratas dan paling dominan menguasai
lahan di Riau. Sebanyak kurang lebih 47,92% daratan Riau adalah kebun sawit.
Mayoritas pemiliknya adalah pengusaha dan cukong yang memperoleh izin ribuan hektar
dari negara. Sayangnya, izin-izin yang dikeluarkan untuk para perusahaan sawit seringkali
tidak sesuai dengan peruntukan lahan. Di sisi lain, perusahaan sawit juga melakukan
penanaman sawit di dalam kawasan hutan dengan masif, namun dibiarkan begitu saja.
Bahkan, sejak adanya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), tepatnya pada Pasal 110A dan
110B, Negara memberikan insentif kepada pelaku usaha untuk menyelesaikan persoalan
aktivitas usaha yang berada di kawasan hutan. Insentif itu menghapus pertanggungjawaban
pidana aktivitas usaha, termasuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di kawasan
hutan.
Pasca penerbitan UUCK dan turunannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) mengeluarkan data dan informasi terkait subjek hukum yang masuk
dalam skema penyelesaian aktivitas usaha dalam kawasan hutan secara bertahap. Dari Surat
Keputusan pada tahap I-XI, tercatat ada 453 subjek hukum dari entitas perusahaan yang
masuk dalam skema penyelesaian Pasal 110A dan 110B. Angka ini paling tinggi jika
dibandingkan subjek hukum lainnya, di mana masyarakat hanya ada sebanyak 279 entitas,
koperasi 62 entitas, dan pemerintah 4 entitas. Secara luasan, hasil identifikasi KLHK juga
menunjukkan bahwa perusahaan adalah entitas paling besar menguasai kawasan hutan,
yaitu 736.272,52 ha, sementara masyarakat hanya 113.109,53 ha.
Berangkat dari informasi di atas, WALHI Riau melakukan investigasi dan pemantauan
terhadap perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar identifikasi Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemantauan dilakukan di 11 areal kerja perusahaan yang
masuk daftar tersebut, yaitu PT Gunung Mas Raya, PT Ivomas Pratama, PT Ivomas Tunggal,
PT Padasa Enam Utama, PT Sawit Asahan Indah, PT Sekar Bumi Alam Lestari, PT Ramajaya
Pramukti, PT Banyu Bening Utama, PT Gandaerah Hendana, PT Inecda, dan PT Peputra Supra
Jaya. Pemantauan dilakukan dalam dua periode, Mei s/d Juni 2022 dan periode Agustus s/d
Oktober 2023.

1
Berdasarkan hasil investigasi dan analisis spasial tim WALHI Riau, diperkirakan luas 11
perusahaan yang yang melakukan penanaman di dalam Kawasan hutan, dengan total luas
28.031,2 ha, dengan indikasi luas di dalam HGU seluas 15.600 ha dan di luar HGU seluas
12.431,20 ha. Selain menempati kawasan hutan, tim juga menemukan satu perusahaan
tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), enam perusahaan tidak sesuai peruntukan
ruang berdasarkan RTRW, tiga perusahaan menanam di kawasan gambut fungsi lindung, tiga
perusahaan menanam sawit di kawasan riparian, dan enam perusahaan pernah mengalami
kebakaran hutan dan lahan. Kesebelas perusahaan juga tercatat memiliki konflik lahan
dengan masyarakat tempatan dan tidak memenuhi kewajiban IUP-nya.
WALHI Riau meminta KLHK memperketat pengawasan proses impelementasi Pasal 110A
dan 110B dengan mempertimbangkan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi
yang mengajukan penyelesaian sawit dalam kawasan hutan. WALHI Riau juga meminta KLHK
meninjau ulang penerbitan persetujuan pelepasan kawasan hutan dan/atau persetujuan
penggunaan kawasan hutan yang telah diterbitkan, dan menjalankan penyelesaian kegiatan
usaha di Kawasan Hutan secara transparan serta memastikan temuan masyarakat
ditindaklanjuti.

2
A. PENDAHULUAN

D ominasi perkebunan kelapa sawit di Riau melahirkan beragam persoalan.


Beberapa di antaranya seperti aktivitas ilegal di kawasan hutan, pencemaran,
kebakaran hutan dan lahan, hingga konflik agraria dan sumber daya alam. Tidak dapat
dibantah, persoalan ini lahir karena sikap abai negara yang membiarkan pelanggaran demi
pelanggaran salah satu aktivitas bisnis ekstraktif terbesar ini. Belakangan, Negara
memberikan insentif kepada pelaku usaha untuk menyelesaikan persoalan aktivitas
perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan. Insentif itu menghapus
pertanggungjawaban pidana aktivitas usaha, termasuk perkebunan kelapa sawit dan
pertambangan di Kawasan Hutan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana diubah
oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja yang telah disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang
Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU CK) merupakan biang
persoalan legalisasi tersebut. Norma dari undang-undang ini dan aturan turunannya lebih
luas dari cakupan penghapusan pertanggungjawaban pidana kegiatan perkebunan yang
diatur oleh aturan sebelumnya.
Terbitnya UU CK merupakan asal muasal lahirnya ketentuan Pasal 110A dan 110B
dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan. Redaksi lengkap kedua norma tersebut, yaitu:
Pasal 110A
(1) Setiap Orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki
Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan sebelum berlakunya Undang-Undang ini
yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat
tanggal 2 November 2023.
(2) Dalam hal Setiap Orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan
memiliki Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan tidak menyelesaikan
persyaratan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai
sanksi administratif berupa:

3
a. pembayaran denda administratif; dan/ atau
b. pencabutan Perizinan Berusaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata
cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif
sebagaimana yang dimaksud pada ayal (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 110B
(1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf b, huruf c, dan/ atau huruf e, dan/ atau Pasal 17 ayat (2) huruf b,
huruf c, dan/ atau huruf e, atau kegiatan lain di Kawasan Hutan tanpa memiliki
Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 2O2O dikenai sanksi
administratif, berupa:
a. penghentian sementara kegiatan usaha;
b. pembayaran denda administratif; dan/ atau
c. paksaan pemerintah.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang
perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/ atau di sekitar Kawasan Hutan
paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5
(lima) hektare, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui
penataan Kawasan Hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata
cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Ketentuan mengenai penyelesaian kegiatan usaha di Kawasan Hutan selanjutnya


diatur melalui PP No. 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan
Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang
Kehutanan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan mekanisme Pasal 110A diperuntukan bagi
kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang berada di Kawasan Hutan namun telah
memiliki izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan yang sesuai dengan tata ruang ketika
diterbitkan. Penyelesaian melalui mekanisme Pasal 110A hanya mewajibkan pembayaran
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Penyelesaian melalui

4
mekanisme ini kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Persetujuan Pelepasan Kawasan
Hutan untuk kegiatan usaha yang berlokasi di Hutan Produksi dan Persetujuan
Melanjutkan Kegiatan Usaha selama satu daur 15 (lima belas) tahun sejak masa tanam untuk
kegiatan usaha yang berlokasi di di dalam kawasan Hutan Lindung dan/atau kawasan Hutan
Konservasi.
Sementara mekanisme Pasal 110B terbuka untuk kegiatan usaha perkebunan dan
pertambangan sebagaimana ditentukan PP 24/2021. Penyelesaian dilakukan dengan
pengenaan sanksi administratif berupa Penghentian Sementara Kegiatan Usaha dan
pembayaran Denda Administratif. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, pelaku usaha
akan dikenakan sanksi berupa Paksaan Pemerintah. Pembayaran denda administratif akan
ditindaklanjuti dengan penerbitan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dengan jangka
waktu maksimal 25 (dua puluh lima) tahun sejak masa tanam/sesuai ketentuan perizinan di
bidangnya apabila kegiatan usaha berlokasi di kawasan Hutan Produksi. Sementara, untuk
kegiatan usaha yang berada di Hutan Lindung/Hutan Konservasi wajib melakukan
pengembalian areal kepada Negara.

Urgensi Menolak Pengoperasian Ketentuan Pasal 110A dan 110B di Riau


Keputusan Menteri Petanian Nomor 833/KPTS/SR.020/M/12/2019 tentang
Penetapan Luas Tutupan Kelapa Sawit Indonesia menyebut luas kebun kelapa sawit di
Indonesia 16,38 juta ha. Dari dua puluh enam provinsi yang diidentifikasi, Riau merupakan
provinsi yang mempunyai tutupan kelapa sawit paling luas di Indonesia. Riau mempunyai
3,39 juta ha luas tutupan kelapa atau setara 20,68% dari luas total tutupan kelapa sawit
secara nasional. Sumber data lain, seperti Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
Sumatera (P3ES) pada 2020 menyebut luas kebun kelapa sawit di Riau jauh lebih luas. P3ES
menyebut luas kebun kelapa sawit di Riau 4,17 juta ha.1 Merujuk data P3ES, kelapa sawit
merupakan komoditi yang paling luas menggunakan lahan di Riau. Luas perkebunan kelapa
sawit di Riau setara dengan 47,92% dari total luas daratan Riau.
Laporan P3ES juga menyajikan data terdapat 1.893.618, 59 ha kebun kelapa sawit di
Riau yang berada di kawasan hutan. Persoalan ini sebenarnya telah terjadi di Riau sejak akhir

1
Paparan Gubernur Riau pada Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang
2021-2022 di Provinsi Riau disampaikan pada 7 Maret 2022.

5
tahun 1990-an. Besarnya penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Riau
tidak dapat lepas dari kebijakan penegakan hukum yang tidak tegas.

Tabel 1. Luasan dan Sebaran Kebun Kelapa Sawit di Provinsi Riau, Paparan Gubernur Riau 7 Maret 2022.

Peta 1. Sebaran Perkebunan Kelapa sawit di Kawasan Hutan Provinsi Riau. ©WALHI Riau 2023.

Sajian data P3ES dan hasil identifikasi kegiatan usaha yang dilakukan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperlihatkan fakta bahwa mayoritas kegiatan usaha
atau aktivitas kebun kelapa sawit yang dilegalkan adalah milik korporasi. Data P3ES
menyebut dari 1,89 juta kebun kelapa sawit di kawasan hutan Riau, 308 ribu diidentifikasi
milik korporasi, 50 ribu milik masyarakat dan 1,53 juta ha belum teridentifikasi. Apabila
angka 1,53 juta ha ini disandingkan dengan data indeks gini kepemilikan tanah berdasarkan

6
hak milik yang disajikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional2 dan hasil olah data berbagai perizinan berbasis lahan
yang dilakukan WALHI Riau3 dapat diasumsikan korporasi merupakan aktor dominan yang
menguasai kebun kelapa sawit di kawasan hutan tersebut.
Asumsi di atas sejalan dengan hasil olah data yang dilakukan terhadap Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha Yang
Telah Terbangun di dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan Berusaha di Bidang
Kehutanan Tahap I-XI. Data tersebut memperlihatkan korporasi/perusahaan secara kuantitas
paling dominan, baik dari subjek maupun luas yang diidentifikasi.

Tabel 2. Jumlah Subjek Hukum dalam SK tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di
Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap I-XI di Provinsi Riau.

Perusahaan Koperasi Masyarakat Pemerintah SK Datin


0 0 0 0 Tahap I
29 4 0 0 Tahap II
25 10 2 0 Tahap III
14 3 44 1 Tahap IV
19 7 15 0 Tahap V
9 3 37 1 Tahap VI
7 5 28 0 Tahap VII
12 13 39 0 Tahap VIII
15 8 49 0 Tahap IX
6 4 25 0 Tahap X
317 5 40 2 Tahap XI
453 62 279 4
Total Subjek Teridentifikasi 798

2
Indeks gini ketimpangan tanah berdasarkan hak milik adalah 0,76, sedangkan ketimpangan tanah berdasarkan
hak guna bangunan 0,95 dan ketimpangan tanah berdasarkan hak guna usaha 0,46. Artinya, sekitar 1%
penduduk Riau menguasai 76% tanah berdasarkan hak milik, 95% tanah untuk hak guna bangunan dan 46%
tanah untuk hak guna usaha. Lengkapnya dapat dilihat di Eliana Sidipurwanty dkk, Penelitian Ketimpangan
Penguasaan dan Pemilikan Tanah: Analisis di Tingkat Wilayah dan Rumah Tangga Petani, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Bogor, 2019, h. 81, 83 & 84.
3
Olah data berbagai perizinan berbasis lahan yang dilakukan WALHI Riau sedikitnya 57% daratan Riau dikuasasi
investasi. Lengkapnya dapat dilihat di Umi Ma’rufah, Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI Riau 2023 Tahun
Politik: Menagih Janji Yang Belum Tuntas, WALHI Riau, Februari 2023, h. 8.

7
Sedangkan dalam kuantifikasi luas, hasil identifikasi I-XI menunjukan perbandingan luas
signifikan anatara masing-masing subjek. Detail luasnya dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 3. Jumlah Luasan dalam SK tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di Dalam
Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap I-XI di Provinsi Riau.
SK Riau
Perusahaan Koperasi Masyarakat Pemerintah
Tahap I 0 0 0 0
Tahap II 47209,34 8920,85 0 0
Tahap III 63407,62 9916 745 0
Tahap IV 380921,33 20393 42845,19 0
Tahap V 14878,87 3571 4039,77 0
Tahap VI 6226,41 2084,63 17355,32 416,12
Tahap VII 8280,95 16433,1 14390,57 0
Tahap VIII 10683,83 11855,9 1857,13 0
Tahap IX 16773,2726 5904,03 11636,29 0
Tahap X 5176,56 2979,3 7715,37 0
Tahap XI 224963,26 4567,08 12524,89 119,78
Total 778521,443 86624,8 113109,53 535,9

Berangkat dari informasi di atas, WALHI Riau melakukan pemantauan terhadap


perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar identifikasi Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Pemantauan dilakukan di 11 areal kerja perusahaan yang masuk
daftar tersebut dilakukan dalam dua periode, Mei s/d Juni 2022 dan periode Agustus s/d
Oktober 2023. Pemantauan ini dilakukan dengan pendekatan groundtruthing, di mana
pemantauan diawali dengan analisis remote sensing. Hasil analisis yang dilakukan menjadi
dasar bagi tim WALHI Riau untuk melakukan pemeriksaan lapangan, guna memastikan
berapa luas areal kerja perusahaan yang dipantau berada di kawasan hutan dan menggali
data primer lain terkait pelanggaran-pelanggaran perusahaan tersebut. Selanjutnya, hasil
temuan lapangan ditindaklanjuti dengan analisis kebijakan dan penginderaan jauh dengan
bantuan peta tematik kawasan hutan, tata ruang, ekosistem gambut, data sebaran titik api,
dan peta tutupan lahan. Hasil analisis ini selanjutnya disandingkan dengan hasil olah data
sekunder yang berasal dari beberapa laporan pemantauan organisasi masyarakat sipil dan
informasi media. Tabel berikut ini menunjukkan 11 perusahaan yang dipantau WALHI Riau.

8
Tabel 4. 11 Perusahaan yang Dipantau oleh WALHI Riau.

No Nama Perusahaan Group Identifikasi Periode Pemantauan


Tahap KLHK
1 Gunung Mas Raya, SIMP/ Tahap XI Agustus - Oktober 2023
PT Indofood Grup
2 Salim Ivomas SIMP/ Tahap XI Agustus - Oktober 2023
Pratama, PT Indofood Grup
3 Ivomas Tunggal, PT SMG Tahap II Agustus - Oktober 2023

4 Padasa Enam PTPN IV Tahap XI Agustus - Oktober 2023


Utama, PT
5 Sawit Asahan AAL Tahap XI Agustus - Oktober 2023
Indah, PT
6 Sekar Bumi Alam KLK Tahap XI Agustus - Oktober 2023
Lestari, PT
7 Ramajaya GAR Tahap III Agustus - Oktober 2023
Pramukti, PT
8 Peputra Supra Jaya, Peputra Tahap III Mei - Juni 2022
PT Masterindo
9 Banyu Bening Darmex Tahap II Mei - Juni 2022
Utama, PT
10 Gandaeah Samsung C&T Tahap III Mei - Juni 2022
Hendana, PT
11 Inecda, PT Samsung C&T Tahap II Mei - Juni 2022

Laporan dari hasil Pemantauan ini hendak membuktikan bahwa perangkat kebijakan
penyelesaian kegiatan usaha di Kawasan Hutan, khususnya 110A, seharusnya
mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dan sosial. Pemberian persetujuan pelepasan
kawasan hutan dan persetujuan penggunaan kawasan hutan yang abai terhadap riwayat
pelanggaran hukum serta konflik yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat akan
membuat komitmen KLHK terhadap upaya penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan
dipertanyakan serta memperkeruh konflik agraria yang terjadi.
WALHI Riau berharap publikasi laporan ini akan memperkuat informasi yang diterima
publik agar dapat berkonsolidasi dan mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
untuk meninjau ulang keputusan persetujuan pelepasan kawasan hutan dan/atau
persetujuan penggunaan kawasan hutan yang telah dikeluarkan melalui mekanisme
penyelesaian Pasal 110A. Selain itu, Menteri ATR/ Kepala BPN dan Menteri Pertanian untuk
secara cermat memeriksa apakah lokasi yang sudah memperoleh perizinan sektor

9
kehutanan tersebut layak untuk ditindaklanjuti penerbitan hak atas tanahnya atau perizinan
sektor perkebunan. Tentunya hal ini merujuk pada kebijakan tematik lain, seperti fungsi
ekosistem gambut dan sebagainya. Untuk hasil identifikasi yang belum ditindaklanjuti,
WALHI Riau meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar secara cermat untuk
memeriksa riwayat pelanggaran lain di luar sektor kehutanan dan konflik agraria dan sumber
daya alam perusahaan-perusahaan tersebut. Penerbitan keputusan perizinan sektor
kehutanan yang serampangan, tidak memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat dan
lingkungan hidup hanya akan memperbesar riwayat keberpihakan negara kepada
perusahaan-perusahaan perusak lingkungan.
Laporan ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan data lapangan.
Temuan lapangan yang ada dalam laporan ini masih memiliki kekurangan dalam beberapa
aspek, misalnya tidak ada temuan langsung yang memperlihatkan lokasi wilayah ekosistem
gambut berada dalam areal kerja yang masuk dalam kawasan hutan. Karenanya, laporan ini
menggunakan data sekunder berupa analisis spasial untuk menunjukkan keberadaan
ekosistem gambut di areal kerja perusahaan. Beberapa temuan lapangan juga tidak secara
langsung dapat mengetahui adanya konflik sosial antara masyarakat dengan perusahaan.
Namun demikian, data sekunder dari media dan publikasi yang pernah ada juga menjadi
bahan analisis untuk memperlihatkan adanya konflik tersebut. Kedua, keterbatasan data
spasial. Data spasial yang digunakan WALHI Riau dalam melakukan analisis peta dan menjadi
baseline investigasi memiliki kekurangan karena masih menggunakan data HGU 2016. Data
tersebut di beberapa perusahaan kemungkinan besar mengalami perubahan karena adanya
pembaruan HGU. Namun, karena sulitnya mendapatkan data terbaru, terutama dalam
bentuk shp, WALHI Riau tetap menggunakan data HGU 2016 sebagai baseline. Meskipun
demikian, WALHI Riau memastikan bahwa data yang dipakai dalam laporan ini dapat
dipertanggungjawabkan. Ketiga, keterbatasan informasi terkait proses implementasi Pasal
110A dan 110B, sehingga beberapa perusahaan tidak dapat diketahui apakah hingga laporan
ini diluncurkan telah melakukan penyelesaian sawit dalam kawasan hutan atau belum.
Keterbatasan ini terkait dengan tertutupnya informasi proses penyelesaian dan minimnya
pelibatan masyarakat sipil dalam mengawal proses tersebut. Karenanya, WALHI Riau
berharap laporan ini dapat menjadi pertimbangan penting bagi pelaksana kebijakan untuk
tidak serta merta memberi kelonggaran terhadap beberapa perusahaan yang terbukti
memiliki banyak pelanggaran baik itu di sektor lingkungan hidup maupun sosial.

10
B. RINGKASAN TEMUAN

P emantauan terhadap 11 korporasi yang masuk dalam skema pemutihan 110A


dan 110B dilakukan dengan dua cara, yaitu pemantauan langsung ke lapangan
dan kajian media dan publikasi. Pemantauan secara langsung guna mengetahui eksisting
tutupan di kawasan hutan yang menjadi objek pemutihan. Selain itu juga untuk mengetahui
adanya pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh korporasi terkait. Kajian media dilakukan
guna melengkapi informasi terkait beberapa temuan untuk melihat tingkat kepatuhan
korporasi terhadap perlindungan lingkungan hidup dan pemenuhan hak-hak masyarakat.
Berikut ini adalah ringkasan identitas 11 perusahaan, meliputi afiliasi, kelengkapan
perizinan, analisis spasial, dan hasil pantauan lapangan terhadap pelanggaran kebun sawit
dalam kawasan hutan yang dihasilkan oleh tim WALHI Riau pada periode Mei-Juni 2022 dan
Agustus-Oktober 2023.

1. PT Gunung Mas Raya

Peta 1. Temuan Sawit dalam kawasan Hutan PT Gunung Mas Raya, Agustus 2023. ©WALHI Riau 2023.

PT Gunung Mas Raya (GMR) merupakan perusahaan yang terafliasi ke group


perusahaan Salim Ivomas Pratama (SIP). PT GMR memiliki kebun kelapa sawit di

11
Kelurahan Balam Sempurna, Kecamatan Bagan Senembah, Desa Bangko Lestari,
Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir, Propinsi Riau, tepatnya pada
koordinat N1°49'4.04" E100°38'8.24", N1°49'39.79" E100°33'47.30", N1°47'29.01"
E100°35'29.75", N1°51'13.78" E100°36'47.23", N1°50'49.18" E100°38'31.13,
N1°44'41.99", E100°41'40.28".
Berdasarkan data HGU ATR/BPN Provinsi Riau Tahun 2019, PT Gunung Mas Raya
merupakan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 46/HGU/BPN/2000 dengan luas
sekitar 12.149 ha. Perusahaan ini juga mempunyai IUP yang diterbitkan oleh Menteri
Investasi/Kepala BKPM pada tahun 1999 seluas 14.500 ha.
Analiss interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT GMR mengembangkan
kebun sawit seluas 4093,56 ha kawasan hutan baik di dalam maupun di luar HGU.
Rinciannya sebagai berikut.

Tabel 5. Sebaran Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan di dalam dan di luar HGU PT GMR

Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994, sebanyak
9.768 ha HGU PT GMR berada di APK Perkebunan, 1.844,1 ha di APK Kehutanan, dan 59
ha di APL. Adapun rincian APK Kehutanan yang ditempati PT GMR berada di HP (1.064,5
ha), HPK (76,9 ha), dan HPT (702,7 ha).
Analisis tumpang tindih HGU PT GMR dengan Lampiran Peta Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan SK.130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017 tentang
Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional (Kepmen LHK No. 130/2017)
menunjukkan separuh areal kerja PT GMR yang berada di kawasan hutan baik di dalam
HGU maupun luar HGU berada di ekosistem gambut. Lihat tabel di bawah ini.

12
Tabel 6. Kawasan Ekosistem Gambut di Kawasan Hutan di dalam dan luar HGU PT GMR.

Kawasan Gambut di dalam HGU Gambut di luar HGU Jumlah


Hutan (ha) (ha) (ha)

Lindung Budidaya Lindung Budidaya

HP 146,5 21,6 296 651 1115,1

HPK 5,9 120,4 - 55 181,3

HPT - 2,2 - 727,9 730,1

Jumlah (ha) 152,4 144,2 296 1433,9 2026,5

Hasil pemantauan lapangan memperlihatkan tanaman kelapa sawit PT GMR


berusia antara 11 hingga 30 tahun. Hal ini terkonfirmasi dari keterangan pekerja
perusahaan yang menyebut PT GMR telah melakukan penanaman kelapa sawit secara
bertahap sejak 1992 dan dilanjutkan pada 2009 dan 2011.
Tim di lapangan juga memperoleh informasi dari masyarakat bahwa PT GMR
mempunyai sejarah panjang berkonflik dengan masyarakat Desa Balam Jaya dan
Kelurahan Balam Sempurna. Seorang masyarakat Desa Balam Jaya menyebutkan PT GMR
berkonflik dengan masyarakat karena perusahaan tidak memenuhi kewajibannya untuk
memfasilitasi pengembangan kebun masyarakat desa sekitar seluas 20% dari total HGU-
nya.

13
2. PT Salim Ivomas Pratama

Peta 2. Temuan Sawit dalam Kawasan Hutan PT Ivomas Pratama Tunggal, Agustus 2023. ©WALHI Riau
2023.

PT Salim Ivomas Pratama (SIP) adalah perusahaan afiliasi Indofood Group. PT SIP
memiliki kebun kelapa sawit di Desa Balam Sempurna dan Balai Jaya Kecamatan Balai
Jaya Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, yang berada di koordinat N1°24'44.71" E
100°20'49.79", N 1°28'28.53" E 100°39'48.06". Data HGU 2016 menunjukkan PT SIP
mempunyai HGU seluas 1.867,49 hektar. Perusahaan ini memegang Surat Pendaftaran
Usaha Perkebunan (SPUP) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan
pada tahun 2000 seluas 21.384 ha.
Hasil interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT SIP mengembangkan kebun
sawit seluas 417 ha pada kawasan hutan fungsi HPK di dalam HGU. Berdasarkan
tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994, diketahui hampir seluruh wilayah
HGU PT SIP masuk ke dalam Area Peruntukan Kawasan (APK) Perkebunan (1.254 ha)
dan hanya 612 ha yang masuk ke APL.
Hasil pemantauan lapangan menujukkan usia kelapa sawit di areal ini diperkirakan
antara 11 hingga 30 tahun. Informasi dari masyarakat, PT SIP mulai melakukan
penanaman kebun kelapa sawit sejak tahun 1992 dan dilanjutkan pada 2009 dan tahun

14
2011. Informasi lainnya, perusahaan ini mempunyai riwayat konflik dengan masyarakat
Desa Balam Sempurna dan Balai Jaya. Masyarakat kedua desa menuntut PT SIP
memenuhi kewajibannya memfasilitasi pengembangan kebun masyarakat seluas 20%
dari luas izinnya.

3. PT Ivomas Tunggal

Peta 3. Temuan Sawit dalam Kawasan Hutan PT Ivomas Tunggal, Agustus 2023. ©WALHI Riau 2023.

PT Ivomas Tunggal (IMT) merupakan perusahaan yang terafliasi dengan Sinarmas.


Perusahaan ini memiliki kebun kelapa sawit di Kelurahan Balam Sempurna, Kecamatan
Bagan Senembah dan Desa Bangko Lestari, Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten
Rokan Hilir, Provinsi Riau, tepatnya pada koordinat N1°51'13.78" E100°36'47.23",
N1°50'49.18" E100°38'31.13, N1°44'41.99", E100°41'40.28".
PT IMT tidak ditemukan memiliki IUP, namun berdasarkan Data HGU 2016,
perusahaan ini teridentifikasi mempunyai HGU seluas 9.731 ha. Analisis citra Sentinel
menunjukkan areal kebun HGU PT IMT berada pada HPK seluas 440,92 ha. Berdasarkan
tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994, diketahui hampir seluruh wilayah
HGU PT IMTmasuk ke dalam APK Perkebunan (9.640 ha) dan hanya 90 ha yang masuk
ke APL.

15
Dari tegakan kelapa sawit diperkirakan usia tanaman antara 15 hingga 20
tahun.Sedangkan informasi dari masyarakat disebutkan PT IMT mulai menanam kelapa
sawit sekitar tahun 2000-an. Informasi lain, PT IMT mempunyai riwayat konflik dengan
masyarakat Desa Balam Jaya. Konflik terjadi karena PT IMT tidak memenuhi
kewajibannya untuk memfasilitasi pengembangan kebun masyarakat seluas 20% dari
luas izinnya.

4. PT Padasa Enam Utama

Peta 4. Temuan Lapang Sawit dalam Kawasan Hutan PT Padasa Enam Utama, Agustus 2023. ©WALHI Riau
2023.

PT Padasa Enam Utama (PEU) adalah perusahaan yang berafiliasi dengan PTPN
IV.4 PT PEU memiliki areal perkebunan kelapa sawit di Desa Bandar Picak, Desa
Sibiruang, Desa Gunung Malelo, Desa Gunung Bungsu dan Desa Koto Tuo Barat,
Kecamatan Koto Kampar Hulu dan Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar,
Provinsi Riau tepatnya berada pada titik koordinat E100˚ 33’56,528” N0˚ 28’ 15,92”,
E100˚ 35’54,337” N0˚28’22,972”, E100˚ 34’16,825” N0˚ 25’56,928”, E100˚ 38’50,116”

4
Ptpn4.co.id, Struktur Grup Perusahaan PT Perkebunan Nusantara IV, https://www.ptpn4.co.id/tentang-
kami/struktur-grup/ diakses pada 15 Oktober 2023.

16
N0˚ 22’ 17,938”, E100˚ 37’34,055” N0˚ 2’12,927”, E100˚ 35’56,226” N0˚ 23’10,468”,
E100˚ 33’35,594” N0˚ 24’23,556”.
PT PEU memiliki IUP dari Bupati Kampar Nomor 525/DISBUN.UP/125 seluas
7.704,55 ha. Berdasarkan data HGU BPN Tahun 2016, PT PEU mendapatkan HGU pada
tahun 1992, 2009 dan 2011 dengan Nomor 14/HGU/BPNRI/92, 40/HGU/BPNRI/2009,
15/HGU/BPNRI/2011, dengan total luas HGU 7.677,78 ha. Hasil interpretasi Citra
Sentinel-2 mengindikasikan PT PEU mengembangkan kebun sawit dalam kawasan hutan
di dalam HGU seluas 4.531,7 ha, dengan rincian seluas 4.493 ha di HPK dan 38,7 ha di
HP. Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994, diketahui hampir
seluruh wilayah HGU PT IMT masuk ke dalam APK Perkebunan (6.532 ha) dan hanya 371
ha yang masuk ke APK Diprioritaskan.
Berdasarkan pengamatan, diperkirakan usia sawit PT PEU antara 5 sampai 26
tahun. Ini terkonfirmasi dari keterangan masyarakat bahwa PT PEU mulai
mengembangkan kebun kelapa sawit secara bertahap, yaitu pada tahun 1997, 2009,
2011, 2015 dan 2018.
Selain itu, tim juga menemukan PT PEU menanam kelapa sawit di tepian sungai
dalam kawasan hutan. Dilihat dari ciri-ciri fisik di perkirakan kelapa sawit tersebut
berusia lebih dari 20 tahun. Temuan lainnya terdapat papan informasi bertuliskan
Kawasan Bernilai Konsevasi Tinggi (HCV), namun di sekitarnya berupa kelapa sawit,
pohon pisang, dan semak-semak ubi kayu.

17
5. PT Sawit Asahan Indah

Peta 5. Temuan Lapang Sawit dalam Kawasan Hutan PT Sawit Asahan Indah, Agustus 2023. ©WALHI Riau
2023.

PT Sawit Asahan Indah (SAI) adalah perusahaan yang berafiliasi dengan grup PT
Astra Agro Lestari. 5 PT SAI memiliki kebun di Desa Sungai Salak dan Desa Sei Kuning,
Kecamatan Rambah Samo, Desa Sangkir Indah, Kecamatan Pagaran Tapah, dan Desa
Pematang Tabih, Kecamatan Ujung Batu, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau tepatnya
pada titik koordinat N 0°47'7.95" E 100°29'34.62", N 0°48'34.82" E 100°30'42.09", N
0°48'42.80" E 100°31'2.94" dan N 0°48'19.69" E 100°31'46.10".
PT SAI memiliki IUP dari Bupati Rokan Hulu Nomor Kpts. 100/SETDA-
PEM/402/2014 seluas 7.923,25 ha. Berdasarkan data HGU ATR/BPN Tahun 2016 PT SAI
mendapatkan HGU pada tahun 1989 dengan Nomor SK 17/HGU/1989 seluas 7.921,18
ha. Hasil analisis citra sentinel-2 mengindikasikan PT SAI mengembangkan kebun kelapa
sawit seluas 647 ha di dalam HGU dengan rincian di Kawasan HPT seluas 127 ha dan
HPK seluas 520 ha. Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994,

5
Astra-agro.co.id, Entitas Anak, https://www.astra-agro.co.id/entitas-anak-perusahaan/, diakses pada 15
Oktober 2023

18
diketahui hampir seluruh wilayah HGU PT IMT masuk ke dalam APK Perkebunan (7.175
ha) dan sisanya berada di APK Transmigrasi (682 ha) dan APK Pertanian (106 ha).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diperkirakan usia sawit PT SAI antara 23
hingga 25 tahun. Hal ini terkonfirmasi dari informasi masyarakat yang menyebutkan
bahwa PT SAI mulai menanam sawit pada tahun 1998 hingga tahun 2000. Hasil
pemantauan lapangan tim juga menemukan tanaman kelapa sawit milik PT SAI yang
berada dalam kawasan hutan ditanam di lokasi HCV dan sempadan sungai.
Temuan lainnya, tim menemukan sebagian wilayah Desa Sangkir Indah dan
perkebunan milik masyarakat di area HPK yang masuk dalam HGU PT SAI. Berdasarkan
pengamatan ciri ciri fisik diperkirakan kebun kelapa sawit tersebut berusia sekitar 7
sampai 20 tahun.

Peta 7. Temuan Perkebunan dan Perkampungan Masyarakat di HGU PT Sawit Asahan Indah, Oktober
2023. ©WALHI Riau 2023.

19
6. PT Sekar Bumi Alam Lestari

Peta 8. Temuan Lapang Sawit dalam Kawasan Hutan PT Sekar Bumi Alam Lestari, Oktober 2023. ©WALHI
Riau 2023.

PT Sekar Bumi Alam Lesari (SBAL) merupakan perusahaan yang berafiliasi dalam
grup perusahaan asal Malaysia yaitu Kuala Lumpur Kepong Berhad (KLK). 6 PT SBAL
memiliki kebun di Desa Koto Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi
Riau, tepatnya pada titik koordinat N 0°44'38.27" E 101°14'47.64", N0°43'45.39" E
101°15'31.86", N 0°43'53.80" E 101°15'56.76" dan N 0°43'23.68" E 101°15'33.02".
PT SBAL memiliki IUP dari Bupati Kampar dengan No. 525/Disbun/514/2007 seluas
6.200 ha. Berdasarkan data HGU ATR/BPN Tahun 2016, PT SBAL mendapatkan HGU
pada tahun 1994 yang diperpanjang tahun 2004 dengan Nomor SK 133/HGU/BPN/04
seluas 6490,87 ha. Hasil interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT SBAL
mengembangkan kebun sawit dalam kawasan hutan seluas 796,12 ha baik di dalam
maupun luar HGU/IUP. Berikut rinciannya.

Tabel 7. Sebaran Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan di dalam dan di luar HGU PT SBAL.

6
Klk.com, history and Milestones, https://www.klk.com.my/history-milestones/#toggle-id-6 diakses pada 15
Oktober 2023.

20
Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994, diketahui
wilayah HGU PT SBAL yang masuk ke dalam APK Perkebunan yaitu seluas 5.235 ha. Ada
32,6 ha yang masuk ke APK Kehutanan. Dalam HPT (140 HA), Sisanya berada di APK
Kawasan Lindung (678 ha), APL (499 ha), dan APK Transmigrasi (44 ha).
Berdasarkan pengamatan tim di lapangan, diperkirakan usia sawit tersebut antara
23 hingga 24 tahun. Hal ini terkonfirmasi dari informasi masyarakat yang menyebutkan
PT SBAL mulai mengembangkan sawit pada tahun 1999 hingga tahun 2000. Akan tetapi,
tim juga menemukan tanaman sawit berusia antara 5 hingga 8 tahun dan diperkirakan
bukan replanting. Usia ini belum tentu sama dengan usia tanam, sebab biasanya
perusahaan melakukan pembibitan selama ±2 tahun sebelum ditanam di kebun.
Temuan lainnya, berdasarkan hasil analisis citra terdapat hutan alam bercampur
semak di area HGU yang masuk dalam kawasan hutan tepatnya di HPT seluas ±140 ha.
Tim WALHI Riau juga menemukan pada areal HGU PT SBAL yang masuk pada kawasan
HP terdapat kebun Plasma milik PT Sumber Jaya Indah Nusa Coy seluas ±22 ha.

21
Peta 9. Temuan hutan alam dan kebun plasma PT Sumber Jaya Indah Nusa Coy di PT SBAL, Oktober 2023.
©WALHI Riau 2023.

7. PT Ramajaya Pramukti

Peta 10. Temuan Lapang Sawit dalam Kawasan Hutan PT Ramajaya Pramukti, Oktober 2023. ©WALHI Riau
2023.

22
PT Ramajaya Pramukti (RP) merupakan anak perusahaan Sinar Mas.7 PT RP
memiliki perkebunan kelapa sawit di Desa Suka Maju dan Desa Koto Garo, Kecamatan
Tapung Hilir, Kabupaten Kampar Provinsi Riau, tepatnya pada titik koordinat N
0°43'44.93" E101°16'52.81", N 0°44'11.24" E 101°16'10.93" dan N 0°44'45.30" E
101°15'18.06".
PT RP memiliki IUP dari Kepala DPMPTSP Kabupaten Kampar dengan Nomor
503/DPM-PTSP/PEL/IUP-Bun/2020/0009 seluas 3.942,6 ha. PT RP mendapatkan HGU
pada tahun 2000 dengan Nomor SK 48/HGU/BPN/2000 seluas 6998 ha. Hasil
interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT RP mengembangkan kebun sawit dalam
kawasan Hutan seluas 241,6 ha, meliputi Kawasan HPT seluas 217,8 ha dan HP seluas
23,8 ha di dalam HGU. Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun
1994, diketahui wilayah HGU PT RP yang masuk ke dalam APK Perkebunan yaitu seluas
248,8 ha. Ada 32,6 ha yang masuk ke APK Kehutanan. Sisanya berada di APK Kawasan
Lindung (678 ha), APL (499 ha), dan APK Transmigrasi (44 ha). PT RP diketahui masuk
dalam daftar permohonan yang sedang diproses Tim Terpadu untuk mekanisme 110A
dengan luas 206 ha.8
Berdasarkan pengamatan tim di lapangan diperkirakan usia sawit 23 hingga 25
tahun. Hal ini terkonfirmasi dari informasi masyarakat bahwa penanaman kelapa sawit
oleh PT RP dimulai tahun 1998 hingga 2000. Tim juga menemukan Pada areal HGU PT
RP yang masuk pada kawasan hutan terdapat patok batu yang bertuliskan BPN 16.

7
Smart-tbk.com, Tingkatkan Produktivitas, Koperasi Sawit Berkat Ridho Bermitra dengan Sinar Mas
Agribusiness and Food untuk Peremajaan Kebun Sawit Masyarakat, https://www.smart-tbk.com/tingkatkan-
produktivitas-koperasi-sawit-berkat-ridho-bermitra-dengan-sinar-mas-agribusiness-and-food-untuk-
peremajaan-kebun-sawit-masyarakat/ diakses pada 27 Oktober 2023.
8
Betahita.id, Hari Ini Tenggat UUCK, Ada 1.263 Sawit Korporasi di Kawasan Hutan,
https://betahita.id/news/detail/9452/hari-ini-tenggat-uuck-ada-1-263-sawit-korporasi-di-kawasan-
hutan.html?v=1700559033 diakses pada 21 November 2023.

23
8. PT Banyu Bening Utama

Peta 11. Temuan Lapang Sawit dalam Kawasan Hutan PT BBU, pada 2021. ©WALHI Riau 2023.

PT Banyu Bening Utama (PT BBU) terafiliasi dengan PT Darmex Plantation. Hal ini
dibuktikan dengan kepemilikan saham PT BBU yang mayoritas dimiliki oleh PT Darmex
Plantation (99%), sisanya dimiliki PT Palma Lestari (1%) sesuai dengan SK perubahan
anggaran dasar Nomor AHU-0076331.AH.01.02 Tahun 2021. Saat ini direktur utama PT
BBU adalah Harry Hermawan. Perkebunan kelapa sawit PT BBU terletak di Desa Kuala
Mulia, Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu.
PT BBU memiliki IUP yang dikeluarkan oleh dengan SK Nomor 71 Tahun 2004
tanggal 04 Juni 2004 seluas 6.420 ha. PT BBU memiliki HGU seluas 6.420 ha. PT BBU
memiliki HGU seluas 5.000 ha dengan SK No. 59-HGU-BPN RI-2007 tanggal 20
November 2007. Berdasarkan Buku Basis Data Geospasial Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tahun 2016 tidak ditemukan PT BBU dalam izin pelepasan kawasan hutan.
Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Provinsi Riau Tahun 1994, diketahui
wilayah HGU PT BBU yang masuk ke dalam APK Perkebunan yaitu seluas 880,4 ha.
Sisanya berada di APK Kawasan Lindung (1.470 ha) dan APL (4.070 ha).
Hasil interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT BBU mengembangkan
kebun sawit seluas 16.570,07 ha. Hampir seluruh kebun yang dikembangkan PT BBU
24
berada di kawasan hutan, yaitu seluas 16.380,30 ha. Seluruhnya menempati kawasan
HPK dengan rincian seluas 6.047,84 ha di dalam HGU dan 10.332,46 ha di luar HGU.
Berdasarkan analisis tumpang tindih peta fungsi ekosistem gambut dalam Kepmen
LHK No. 130/2017 dengan HGU PT BBU, diindikasikan seluas 5,8 ha kebun sawit PT BBU
di Kawasan HL merupakan gambut indikatif fungsi lindung, di Kawasan HPK seluas 3.943
ha adalah lahan gambut indikatif fungsi budidaya dan 2.408 ha di gambut indikatif
fungsi lindung, dan di Kawasan HPT 2,2 ha berada di indikatif fungsi budidaya.
Pemantauan lapangan tim WALHI Riau pada Juni 2022, menemukan pabrik kelapa
sawit (PKS) milik PT BBU berada dalam Kawasan Hutan dengan fungsi HPK. Pemantauan
di lapangan juga menemukan tanaman kelapa sawit milih PT BBU yang berada dalam
kawasan hutan dengan fungsi HPK. Pantauan saat itu, umur tanaman bervariasi antara
16 bulan hingga lebih dari 10 tahun, sehingga diperkirakan terdapat sawit yang ditanam
pada kisaran bulan Maret 2021. Berdasarkan analisis Citra Sentinel-2, luas kebun yang
ditanam ulang (replanting) pada bulan tersebut adalah seluas 1.308,32 ha.

Peta 12. Temuan lapangan penanaman sawit dalam kawasan hutan oleh PT BBU pada 2021. ©WALHI Riau
2023.

25
Temuan lainnya, PT BBU melakukan penanaman kelapa sawit di ekosistem gambut
KHG Sungai Indragiri – Sungai Batang dengan fungsi ekosistem gambut indikatif fungsi
lindung. Kedalaman Gambut bervariasi 2 hingga > 4 Meter. Tidak ditemukan lokasi
pemantauan tinggi muka air kanal dan sekat kanal di konsesi PT BBU.
Tim juga menemukan konflik PT BBU dengan masyarakat Cenaku Lestari.
Masyarakat menuntut perusahaan untuk segera mengosongkan lahan seluas 900 ha
yang telah puluhan tahun dikuasai PT BBU. Pengosongan lahan berdasarkan SK Bupati
Indragiri Hulu Nomor 142/TP/VI/2021 hasil kesepakatan antara PT BBU dengan
masyarakat yang difasilitasi pemerintah Indragiri Hulu.

9. PT Gandaerah Hendana

Peta 13. Sawit dalam Kawasan Hutan PT Gandaerah Hendana. ©WALHI Riau 2023.

PT Gandaerah Hendana (PT GH) adalah sebuah perusahaan asing yang bergerak
di sektor perkebunan kelapa sawit berada di Kabupaten Indragiri Hulu dan Pelalawan,
Provinsi Riau. PT GH terafiliasi dengan Grup Samsung C&T. Mayoritas saham PT GH
dipegang oleh perusahaan asal Singapura bernama S&G Biofuel PTE. LTD, dengan jumlah
saham sebesar 95 ribu lembar. Sisanya, 5 ribu lembar saham dipegang oleh PT Ganda

26
Sawit Utama. Saat ini direktur utama PT GH adalah orang berkewarganegaraan Korea
Selatan bernama Jeong Seok Kang, sementara kursi Komisaris Utama dipegang oleh WNI
bernama Hendri Saksti.
PT Gandaerah Hendana memiliki izin pelepasan kawasan hutan dengan SK
806/KPTS-II/1993 seluas 12.775 ha, IUP PT GH Nomor HK.350/E4.495/06.91 tanggal 29
Juni 1991 diperpanjang pada 28 Februari 2014 bernomor Kpts.10/BP2T-IR/II/2014
seluas 14.387 ha dan dikeluarkan oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPPT) Provinsi Riau. Adapun luasan tersebut tersebar di dua kabupaten: kecamatan
Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu seluas 6.590 ha dan Kecamatan Ukui dan Kerumutan,
Kabupaten Pelalawan seluas 7.797 ha. HGU PT GH Nomor 05/08/1997 tanggal 06 Juni
1997 adalah seluas 13.870,77 ha.
Hasil interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT GH mengembangkan kebun
sawit dalam Kawasan hutan seluas 4.822,19 ha baik di dalam maupun di luar HGU dan
IUP. Berikut rinciannya.

Tabel 8. Sebaran Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan di dalam dan di luar HGU PT GH.

Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Tahun 1994 dengan areal kerja PT GH
(IUP, HGU, dan analisis citra), sejumlah 11.297 ha PT GH masuk ke dalam APK
Perkebunan. Ada sebanyak 640,6 ha menempati APK Kehutanan yang ketika ditumpang
tindih dengan peta Kawasan Hutan, 624,7 ha berada di HP dan 15,9 di HPK. Selain di
kedua APK tersebut, berdasarkan peta RTRW Tahun 1994 areal kerja PT GH juga berada
di Kawasan Lindung seluas 1.329,7 ha (320,2 di HP dan 1.009,5 di HPK). PT GH diketahui

27
masuk dalam daftar permohonan yang sedang diproses Tim Terpadu untuk mekanisme
Pasal 110A UU CK dengan luas 1.875 ha.9
Berdasarkan analisis tumpang tindih peta fungsi ekosistem gambut dalam Kepmen
LHK No. 130/2017 dengan areal kerja PT GH, diindikasikan seluas 338,3 ha merupakan
gambut fungsi lindung (30,4 ha di HP; 304,3 ha di HPK) dan seluas 3.532,6 ha adalah
lahan gambut fungsi budidaya (1.158,6 ha di HP; 2.374 di HPK).
Pemantauan lapangan yang dilakukan oleh tim WALHI Riau di areal PT GH yang
berada dalam Kawasan hutan menemukan tanaman sawit diperkirakan berumur ±6
tahun pada titik koordinat S 00°07'59.20" E 102°16'36.75". Tim juga bertemu dengan
masyarakat yang sedang menanam sawit milik pribadi di dalam areal ke rja PT GH yang
masuk dalam kawasan hutan. Lahan tersebut merupakan area HGU PT GH bekas
terbakar pada 2019. Salah satu pemilik lahan mengatakan tanah tersebut dibeli dari
perangkat Desa Seluti Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulu dengan harga Rp33
juta/ha. Ia mengaku sudah mendapatkan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dari
Pemerintah Desa tersebut sejak tahun 2021. Adapun perkiraan jumlah masyarakat yang
memiliki lahan garapan sawit di dalam areal kerja PT GH ada sekitar 30 KK dengan total
luas ±50 ha.
Tim menemukan plang himbauan perusahaan lain yang memasuki wilayah areal
kerja PT GH yaitu PT Mitra Kembang Selaras (MKS). Perusahaan ini merupakan anak
perusahaan APRIL dengan luas konsesi 14.462,27 ha berdasarkan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) dengan No. SK.
71/MENHUT-II/2007. Berdasarkan tumpang tindih peta areal kerja PT GH dengan
konsesi PT MKS, ditemukan sekitar ±827,06 ha konsesi PT MKS yang tumpang tindih
dengan areal kerja PT GH.

9
Betahita.id, Hari Ini Tenggat UUCK, Ada 1.263 Sawit Korporasi di Kawasan Hutan,
https://betahita.id/news/detail/9452/hari-ini-tenggat-uuck-ada-1-263-sawit-korporasi-di-kawasan-
hutan.html?v=1700559033 diakses pada 21 November 2023.

28
10. PT Inecda

Peta 14. Temuan Lapang Sawit dalam Kawasan Hutan PT Inecda, Mei 2022. ©WALHI Riau 2023.

PT Inecda adalah perusahaan kelapa sawit yang berlokasi di Desa Pauh Ranap
Kecamatan Peranap, Desa Pasir Bongkal Kecamatan Sungai Lalak, Desa Simpang
Kelayang Kecamatan Kelayang, Desa Petala Bumi Kecamatan Seberida, dan Desa
Petalongan Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu. Sama dengan PT GH,
perusahaan ini juga berafiliasi dengan Grup Samsung C&T. Sebanyak 95% saham PT
Inecda dimiliki oleh S&G Biofuel PTE. LTD, sedangkan 5% lainnya dimiliki oleh PT
Argacitra Kurnia, PT Indriplant, dan Tjoet Asiah Azwar. Saat ini direktur utama PT Inecda
adalah orang berkewarganegaraan Korea Selatan bernama Jeong Seok Kang, sementara
kursi Komisaris Utama dipegang oleh WNI bernama Hendri Saksti.
PT Inecda memiliki IUP dari BKPM dengan nomor 837/T/Pertanian/Industri/2005
seluas 9.466 ha. PT Inecda memiliki izin pelepasan kawasan hutan seluas 12.859 ha
dengan SK 93/KPTS-II/1989, tanggal 07 Desember 1996 dan dua HGU dengan No. 01
tanggal 01 April 1992 GS. No. 606/1992 tanggal 01 April 1992 seluas ±6.357,4 ha dan
No. 19 tanggal 26 Oktober 2000 SU. No. 04/Kab.Inhu/2000 tanggal 24 Oktober 2000
seluas ±3.108,1 ha.

29
Hasil interpretasi Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT Inecda mengembangkan
kebun sawit dalam kawasan hutan seluas 1.452,08 ha HPK, seluas 1.381,09 ha dalam
HGU dan 71 ha di luar HGU. Berdasarkan analisis tumpang tindih peta fungsi ekosistem
gambut dalam Kepmen LHK No. 130/2017 dengan HGU PT Inecda, diindikasikan kebun
sawit PT Inecda di Kawasan HPK seluas 944,9 ha merupakan gambut fungsi lindung dan
330,8 ha adalah lahan gambut fungsi budidaya. PT Inecda diketahui mendapat SK
Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan yang diterbitkan Menteri LHK (mekanisme Pasal
110A UU CK) dengan nomor SK.1064/MENLHK/SETJEN/PLA.2/10/2022 seluas 1.369 ha
dan seluas 118 ha masuk ke daftar permohonan yang diproses Tim Terpadu. 10
Ditemukan tanaman kelapa sawit milik PT Inecda yang berjarak ±5 meter dari tepi
sungai alam yang mengalir ke sungai Indragiri (DAS Indragiri). Tim juga menemukan
tanaman kelapa sawit dengan ciri-ciri fisik yang diperkirakan berumur 7-8 tahun yang
berada di dalam kawasan HPK. Selain itu, ditemukan tanaman kelapa sawit dan fasilitas
perusahaan yang berada di dalam kawasan gambut fungsi lindung.

11. PT Peputra Supra Jaya

Peta 15. Temuan Sawit dalam Kawasan Hutan PT Peputra Supra Jaya. ©WALHI Riau 2023.

10
Betahita.id, Hari Ini Tenggat UUCK, Ada 1.263 Sawit Korporasi di Kawasan Hutan,
https://betahita.id/news/detail/9452/hari-ini-tenggat-uuck-ada-1-263-sawit-korporasi-di-kawasan-
hutan.html?v=1700559033 diakses pada 21 November 2023.

30
PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ) berafiliasi dengan grup Peputra Masterindo. PT PSJ
memiliki IUP-B dari Bupati Pelalawan No: KPTS.525.3/DISBUN/2011/113 tanggal 27
Januari 2011 seluas 1.500 ha. Wilayah IUP-B PT PSJ meliputi Desa Langkan, Segati,
penarikan, Tambak, dan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.
Berdasarkan data BPN Riau tahun 2016, PT PSJ tidak memiliki HGU. Hasil interpretasi
Citra Sentinel-2 mengindikasikan PT PSJ mengembangkan kebun sawit seluas 4.677,49
ha. Seluas 184,5 ha di dalam IUP-nya berada dalam Kawasan HP, sementara berdasarkan
hasil interpretasi Citra Sentinel-2, diperkirakan ada seluas 2.212,25 ha kebun PT PSJ di
luar masuk ke Kawasan HP. Berdasarkan tumpang tindih peta RTRW Tahun 1994,
sebanyak 654 ha IUP PT PSJ masuk ke dalam APK Perkebunan, 495 ha masuk APK
Kehutanan, dan 190 ha masuk ke dalam APK Transmigrasi. Sebanyak 261,9 ha APK
Kehutanan tersebut masuk ke Kawasan HP.
Berdasarkan analisis tumpang tindih peta IUP PT PSJ dan PT Nusa Wana Raya
(NWR) terdapat areal seluas ±78,79 ha areal PT PSJ yang tumpang tindih dengan PT
NWR. Temuan lainnya, terdapat papan informasi lahan PT PSJ di luar wilayah IUPnya dan
di luar Kawasan hutan. Tanaman sawit di tempat itu berusia lebih dari 10 tahun.

C. ANALISIS TEMUAN

U paya memutihkan kawasan hutan untuk kegiatan perkebunan sekaligus


melegalkan kejahatan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan dimulai
sejak 2012. Hal ini ditandai penerbitan PP No. 60 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No.
10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (PP
60/2012). Awalnya, Negara hanya memberikan skema pemutihan untuk perkebunan kelapa
sawit yang berada di kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi yang dapat Dikonversi
(HPK). Perkebunan tersebut harus memiliki izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah
sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kegiatan usaha yang
mengajukan permohonan akan diberikan pelepasan kawasan hutan.
Upaya tersebut kemudian dilanjutkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 104
Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan yang
memperluas kriteria pemberian legalitas. Kegiatan usaha perkebunan yang telah memiliki
izin dari Pemerintah Daerah berdasarkan rencana tata ruang yang ditetapkan sebelum UU

31
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dapat mengajukan permohonan Pelepasan
Kawasan Hutan apabila terletak di HPK dan Tukar Menukar Kawasan Hutan apabila terdapat
di kawasan Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi Terbatas. Lebih lanjut, PP 104/2015
pun memberikan kesempatan kepada kegiatan usaha perkebunan yang terletak di Hutan
Konservasi dan Hutan Lindung untuk melanjutkan usahanya selama 1 (satu) daur tanaman
pokok. Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 77P/HUM/2019,
kesempatan melanjutkan usaha selama 1 (satu) daur tanaman pokok dibatasi menjadi 15
(lima belas) tahun sejak masa tanam.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, kebijakan tersebut kemudian dilanjutkan
dengan ketentuan penyelesaian kegiatan usaha di Kawasan Hutan sebagaimana terdapat
dalam Pasal 110A dan Pasal 110B UU P3H sebagaimana diubah dengan UU CK. Perlu dilihat
bahwa apabila dua Peraturan Pemerintah sebelumnya menawarkan penyelesaian kepada
perkebunan kelapa sawit yang sebelumnya telah memiliki izin dilengkapi dengan kriteria
mengenai tata ruang, ketentuan dalam UU CK tidak demikian. Pasal 110B turut membuka
kesempatan bagi perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha lainnya seperti pertambangan
yang tidak memiliki Perizinan Berusaha di bidangnya untuk mengajukan penyelesaian. 11
WALHI Riau menilai mekanisme penyelesaian perkebunan kelapa sawit di Kawasan
Hutan, khususnya melalui mekanisme Pasal 110A, terlampau menyederhanakan persoalan.
Padahal, dokumen evaluasi GNPSDA KPK menyebutkan “KLHK menyelesaikan keterlanjuran
perizinan di kawasan hutan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan sektor lain, serta
mempertimbangkan: daya dukung dan tampung lingkungan; dan kepatuhan terhadap
regulasi pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup”.12 Dalam pemberian legalitas,
persoalan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta riwayat kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tidak menjadi pertimbangan. Beberapa catatan lain seperti aspek konflik
antara masyarakat dengan korporasi13 serta pentingnya untuk melihat indikasi tindakan

11
Pemberian legalitas didasarkan kepada kepemilikan perizinan di bidangnya. Lihat PP No. 24 Tahun 2021
tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal
dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan, LN No. 34, TLN No. 6636 (selanjutnya disebut dengan PP No. 24
Tahun 2021), Pasal 37.
12
Komisi Pemberantasan Korupsi, Nota Sintesis Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam,
(2018), hlm. 24.
13
Henri Subagyo “Jebakan-jebakan Forest Amnesty” https://www.forestdigest.com/detail/256/jebakan-
jebakan-forest-amnesty diakses pada 11 November 2023.

32
koruptif ketika mengeluarkan perizinan 14 pun tidak diperhatikan dalam mekanisme yang
tersedia. Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan/Persetujuan Melanjutkan Kegiatan Usaha
hanya melihat pada pemenuhan kewajiban pembayaran PSDH/DR; fungsi kawasan hutan
tempat kegiatan usaha terbangun; dan keberadaan perizinan lain. Bahkan batasan luas
Pelepasan Kawasan Hutan yang terdapat dalam PermenLHK 7/2021 pun dikecualikan untuk
perkebunan sawit yang memenuhi kriteria 110A. Dengan menerapkan parameter-parameter
yang lebih ketat, KLHK seharusnya dapat memastikan bahwa pemberian legalitas hanya
diberikan kepada kegiatan usaha yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi sekaligus
mengakselerasi penyelesaian konflik di lapangan.
Tidak hanya parameter pemberian legalitas yang longgar, persyaratan Pasal 110A
yang memungkinkan penyelesaian dengan hanya mensyaratkan izin lokasi dan/atau izin
perkebunan pun bermasalah karena setidaknya dua hal. Pertama, izin lokasi memiliki masa
berlaku yang terbatas.15 Kedua, kegiatan usaha perkebunan wajib untuk memiliki Izin Usaha
Perkebunan dan Hak Guna Usaha/Hak Atas Tanah secara kumulatif. 16 Seharusnya, berbagai
perusahaan yang mengajukan penyelesaian kegiatan usaha di Kawasan Hutan melalui
mekanisme Pasal 110A dikenakan sanksi administratif oleh Kementerian/Lembaga yang
berwenang di bidang perkebunan.
Selama lebih dari delapan tahun insentif kebijakan pemutihan kawasan melalui PP
60/2012 tentang Perubahan Atas PP 10/2010 hingga PP 104/2015 berlangsung, paling tidak
11.906,87 ha kawasan hutan Riau dilepaskan untuk mengakomodasi legalisasi aktivitas ilegal
kebun kelapa sawit.17 Berdasarkan informasi dari laman berita Betahita (11/2023), jelang
batas daluarsanya pada 2 November 2023, terdapat 1.679 unit kebun dengan total luas
sebesar 1.679.797 ha yang masuk dalam datin tahap I-XV. Dari total subjek hukum tersebut,

14
Henri Subagiyo dan Astrid Debora S M “Ulasan Peraturan: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Perkebunan
Kelapa Sawit” Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 5 No. 1 (2018) hlm. 149-150
15
Lihat Peraturan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993
tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman
Modal dan Peraturan Menteri ATR /Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi
”Kegiatan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan apabila telah
mendapatkan hak atas tanah dan memenuhi Perizinan Berusaha terkait perkebunan dari Pemerintah Pusat.”
16
Lihat UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang
penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Ps. 42
17
Data spasial Greenpeace, 2016 yang dipublikasikan dalam laporan Greenpeace Indonesia, Sawit Ilegal dalam
Kawasan Hutan: Karpet Merah Oligarki, (2021)

33
1.263 unit kebun terindikasi miliki perusahaan atau korporasi. Berdasarkan inventarisasi data
dan informasi (datin) dalam SK KLHK tahap I-XI olahan WALHI Riau, terdapat sebanyak 453
subjek korporasi dengan total luas 778.521,44 ha di Riau yang masuk dalam daftar
perusahaan sawit yang berkegiatan dalam kawasan hutan.
Seluas 867.313,22 ha dari 969 unit diselesaikan menggunakan Pasal 110A/110B
UU CK, dan seluas 507.009,58 ha dari 162 unit diselesaikan menggunakan Pasal 110A. 18
Khusus penyelesaian mekanisme 110A, sebanyak 78 unit sudah mendapatkan SK Penetapan
Batas Pelepasan Kawasan Hutan atau Penetapan Areal Kerja, 29 unit sudah mendapatkan SK
Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan, dan sisanya 55 unit dalam proses oleh Tim
Terpadu.19 Di Riau sendiri, terdapat 7 entitas korporasi yang mendapatkan SK Penetapan
Batas Pelepasan Kawasan Hutan, 6 entitas korporasi mendapatkan SK Persetujuan Pelepasan
Kawasan Hutan, dan 8 entitas perusahaan berada dalam daftar permohonan yang diproses
tim terpadu.
WALHI Riau memandang kebijakan tersebut hanya akan mempertegas
ketimpangan penguasaan korporasi atas daratan Riau. Bahkan dapat menggambarkan ambisi
pemerintah untuk melegalkan kebun kelapa sawit yang berada di Kawasan Hutan Riau. Hal
ini paling tidak dapat dilihat dari penerbitan Keputusan Menteri LHK Nomor 813/2023. Tugas
tim yang mengakselerasi implementasi ketentuan Pasal 110A dan Pasal 110B malah
distimulus dengan kemudahan-kemudahan lainnya dan tetap abai terhadap konsistensi dan
komitmen negara untuk menjalankan aksi korektif. Hal ini karena beberapa perusahaan yang
berpotensi mendapat insentif kebijakan tersebut mempunyai riwayat buruk terkait
komitmen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk melihat secara kebijakan maupun secara kepatutan layak atau tidaknya
perusahaan tersebut mendapat insentif tersebut dapat dilihat dari analisis di bawah. Analisis
ini akan memperlihatkan apakah KLHK melangsungkan penerapan ketentuan tersebut secara
ketat atau tidak. Terkait hal tersebut, kami melakukan identifikasi terhadap sebelas
perusahaan yang dipantau berdasarkan analisis spasial tematik temuan hotspot, kesesuaian

18
Betahita.id, Hari Ini Tenggat UUCK, Ada 1.263 Sawit Korporasi di Kawasan Hutan,
https://betahita.id/news/detail/9452/hari-ini-tenggat-uuck-ada-1-263-sawit-korporasi-di-kawasan-
hutan.html?v=1700559033 diakses pada 21 November 2023.
19
Betahita.id, Hari Ini Tenggat UUCK, Ada 1.263 Sawit Korporasi di Kawasan Hutan,
https://betahita.id/news/detail/9452/hari-ini-tenggat-uuck-ada-1-263-sawit-korporasi-di-kawasan-
hutan.html?v=1700559033 diakses pada 21 November 2023.

34
tata ruang, keberadaan lokasinya di kawasan hutan yang berada di ekosistem gambut, dan
tumpang tindih areal kerja dengan perusahaan lain.

1. Analisis Temuan Menanam Sawit Pasca Disahkannya UUCK

Temuan tim yang menunjukkan adanya penanaman sawit ulang (replanting) di


kawasan hutan pasca disahkannya UUCK pada 2020 berada di areal HGU PT BBU.
Pantauan tim pada Juni 2022 menemukan adanya tanaman berusia ±16 bulan, yang
artinya ia baru ditanam pada Maret-April 2021. Temuan ini dikuatkan dengan analisis
citra yang menginterpretasikan adanya bukaan lahan yang siap tanam di lokasi yang
sama dan di titik lain di dalam HGU PT BBU dalam kawasan hutan. Luasnya diperkirakan
mencapai 1.308,32 ha. Dalam skema penyelesaian kegiatan usaha di Kawasan Hutan,
terdapat beberapa keadaan yang memuat larangan melakukan penanaman sawit
baru/replanting dan batasan pengembalian areal yang dihitung sejak masa tanam.20
Seharusnya, PP No. 24 Tahun 2021 memuat ketentuan larangan replanting setelah 2
November 2020 apabila tujuan pengaturan merupakan perbaikan tata kelola
perkebunan kelapa sawit di Kawasan Hutan.

2. Analisis Temuan Titik Panas/Hotspot dan Karhutla di 11 Perusahaan

Olah data spasial atas sebelas perusahaan tersebut menunjukan terdapat 6


perusahaan yang ditemukan hotspot di areal kerjanya. Detail temuan hotspot dalam
kurun waktu sepuluh tahun belakangan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 9. Temuan Hotspot 11 Perusahaan yang Dipantau oleh WALHI Riau.

Sebaran Hotspot dan Hasil Publikasi


Nama Perusahaan
1997 2012 2013 2014 2015 2019 2022 2023

Gunung Mas Raya, PT NI √ √ √ - - - -

Salim Ivomas Pratama, PT NI - - - - - - -

Ivomas Tunggal, PT NI - - - - - - -

20
PP No. 24 Tahun 2021, Ps. 27-28.

35
Padasa Enam Utama, PT NI - - - - - - -

Sawit Asahan Indah, PT NI - - - - - - -

Sekar Bumi Alam Lestari, PT NI - - - √ - - -

Ramajaya Pramukti, PT NI - - - - - - -

Peputra Supra Jaya, PT NI - - - √ - - -

Banyu Bening Utama, PT NI √ √ - √ - - -

Gandaeah Hendana, PT NI √ √ √ √ √ - √

Inecda, PT NI √ √ - - - - √

Dari penelusuran data sekunder diperoleh informasi, 6 perusahaan, yaitu PT GMR,


PT SBAL, PT GH, PT BBU, PT PSJ, dan PT Inecda terkonfirmasi mengalami peristiwa
kebakaran hutan dan lahan. Atas kebakaran hutan dan lahan tersebut, pelaku usaha
seharusnya dikenakan sanksi dan dibebankan kewajiban pemulihan berdasarkan Pasal
30 PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
sebagaimana diubah dengan PP No. 57 Tahun 2016 dan Pasal 511 PP No. 22 Tahun 2021
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemberian legalitas terhadap
ketiga perusahaan tersebut seharusnya memperhatikan riwayat pelanggaran hukum
berupa kebakaran hutan dan lahan dan memastikan kewajiban pemulihan telah
terpenuhi. Lebih lanjut, ketidakpatuhan Perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan seharusnya dapat menjadi salah satu pertimbangan KLHK dalam menentukan
luasan persetujuan.

36
Peta 16. Sebaran Hotspot di Riau Periode 2012-2023. ©WALHI Riau 2023.

3. Analisis Pelanggaran terhadap Peruntukan Ruang

Selanjutnya, berdasarkan tumpang susun dengan peta tematik kesesuaian tata


ruang dan ekosistem gambut diketahui keberadaan masing-masing perusahaan yang
dipantau berada di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya. Detail informasinya dapat
dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 10. Areal Kerja 11 Perusahaan di Wilayah Gambut dan Kesesuaian dengan Tata Ruang Provinsi Riau
1994.
Tumpang Tindih
Kebun dengan Kesesuaian dengan peruntukan
Nama Perusahaan Fungsi Ekosistem tata ruang 1994 (ha)
Gambut (ha)
Lindung Budidaya Perkebunan Kehutanan Lain-lain
Gunung Mas Raya, PT 2174 3617 9768 328,4 59 (APL)
Salim Ivomas Pratama,
- 650 1254 - 612 (APL)
PT
Ivomas Tunggal, PT - 109 9640 - 90 (APL)
Padasa Enam Utama, 371 (APK
- - 6532 -
PT diPrioritaskan)
Sawit Asahan Indah, 682 (APK
- - 7175 -
PT Transmigrasi)

37
106 (APK
Pertanian)
678 (Kawasan
Lindung)
Sekar Bumi Alam
- 583 5235 32,6 499 (APL)
Lestari, PT
44 (APK
Transmigrasi)
Ramajaya Pramukti,
- - 248,8 157,5 -
PT
190 (APK
Peputra Supra Jaya, PT - - 654 495
Transmigrasi)
4070 (APL)
Banyu Bening Utama, 1470
2405,8 4003 880,4 -
PT (Kawasan
Lindung)
1.329,7
Gandaerah Hendana,
- 1114 11,297 640,6 (Kawasan
PT
Lindung)
Inecda, PT 2307 5088 11162 - -

Tabel 11. Areal Kerja 11 Perusahaan di Wilayah Gambut di dalam kawasan hutan di dalam dan di luar
HGU/IUP.
Di dalam HGU Di luar HGU
No. Korporasi FEG
HP HPK HPT HL Total HP HPK HPT Total
Lindung 146,5 - - - 146,5 296,3 - - 296,3
1 PT GMR
Budidaya 21,6 126,3 2,2 150,1 651,2 56,8 728,6 1436,6
Lindung - - - - 0 - - - 0
2 PT GH
Budidaya 110,6 50,9 161,5 469,2 1037,3 - 1506,5
Lindung - 944,9 - - 944,9 - - - 0
3 PT Inecda
Budidaya - 330,8 - - 330,8 - - - 0
Lindung - 2408,3 - 5,8 2408,3 - 742,8 - 742,8
4 PT BBU
Budidaya - 3943 - - 3943 - 1099 - 1099
Lindung - - - - 0 - - - 0
5 PT SIMP
Budidaya - 107,3 - - 107,3 - - - 0
Lindung - - - - 0 - - - 0
6 PT IMT
Budidaya - 51,3 - - 51,3 - - - 0

Sejumlah 6 perusahaan diketahui menempati APK Kehutanan dan Kawasan


Lindung, sehingga tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukan tata ruang: PT RP, PT PSJ,
PT GH, PT GMR, PT BBU, dan PT SBAL. Konsekuensinya 6 perusahaan tersebut tentu
tidak layak untuk memperoleh insentif kebijakan penyelesaian melalui Pasal 110A yang

38
mensyaratkan IUP dan/atau ILOK diterbitkan sesuai dengan tata ruang yang berlaku 21
dan seharusnya menggunakan ketentuan Pasal 110B.
Keberadaan 6 perusahaan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang dan 3
perusahaan yang berada di ekosistem gambut fungsi lindung bertentangan dengan UU
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,22 PP No. 71 Tahun 2014 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana diubah dengan PP No.
57 Tahun 2016, Permentan No. 14/PL.110.2.2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit, dan Pasal 37 Keputusan Presiden Nomor 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Temuan di atas memperlihatkan
penerbitan IUP dan ILOK yang bertentangan dengan peruntukan ruang berdasarkan
RTRWP dan/atau berada dalam kawasan gambut fungsi lindung telah cacat dalam
proses penerbitan perizinan sejak awal. Hal ini seharusnya menjadi rujukan untuk
melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap IUP, ILOK, bahkan HGU.
Temuan lapangan terhadap kebun sawit PT PEU, PT SBAL, dan PT Inecda juga
ditemukan berada di kawasan riparian. Temuan ini seharusnya ditindaklanjuti
pengenaan sanksi administratif karena temuan tersebut bertentangan dengan
ketentuan larangan membuka lahan dan menanam kelapa sawit dengan jarak sampai
100 meter dari kiri dan kanan sungai dan sampai 50 meter dari kiri dan kanan anak
sungai sesuai dengan Peraturan Kementerian Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/3/2015 (Permentan 11/2015) Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa
Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System
/ISPO). Menanam sawit di riparian juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No
38 Tahun 2011 Tentang Sungai Pasal 10 ayat (1) huruf b dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 tentang
Penerapan Garis Sempadan Sungai. Fakta ini seharusnya membuat KLHK tidak
menerbitkan perizinan sektor kehutanan kepada ketiga perusahaan tersebut.

21
PP No. 24 Tahun 2021, Ps. 4 ayat (1)
22
Ketentuan mengenai fungsi lindung telah diatur pula dalam peraturan sebelumnya, yaitu UU No. 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang.

39
4. Analisis Kewajiban Perusahaan Memiliki Perizinan Berusaha dan Hak Atas Tanah

Kebijakan Pasal 110A dan Pasal 110B sesungguhnya mengingkari kewajiban


aktivitas perkebunan yang diamanatkan Pasal Pasal 42 UU No. 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan sebagaimana diubah dengan UU CK yang mengatur ”Kegiatan usaha budi
daya Tanaman Perkebunan dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan
apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan memenuhi Perizinan Berusaha terkait
perkebunan dari Pemerintah Pusat.” Berdasarkan analisis atas ketersediaan dokumen
perizinan dan hak atas tanah diketahui terdapat 2 perusahaan yang tidak secara lengkap
memiliki hak atas tanah dan memenuhi perizinan berusaha terkait perkebunan, yaitu PT
Ivomas Tunggal dan PT Peputra Supra Jaya. Detail ketersediaan dokumen masing-masing
perusahaan dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 12. Informasi ketersediaan dokumen perizinan dan legalitas 11 perusahaan.

40
Ketentuan Pasal 110A yang menjadikan izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan
sebagai dasar tindak lanjut penerbitan perizinan sektor kehutanan tentu abai pada
kewajiban perusahaan untuk mempunyai hak atas tanah dalam melakukan aktivitas
perkebunan. Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak mempunyai IUP atau hak
atas tanah seharusnya dikenakan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan
usaha berdasarkan Pasal 47 ayat (2) UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
sebagaimana diubah dengan UU CK. Merujuk pada kewajiban tersebut, seharusnya
Kementerian Pertanian/Pemerintah Daerah selama proses ini terlebih dahulu
mengenakan penjatuhan sanksi administratif penghentian sementara kegiatan usaha.
Berdasarkan pantauan WALHI Riau, 2 perusahaan (PT Ivomas Tunggal dan PT Peputra
Supra Jaya) yang tidak mempunyai izin usaha perkebunan dan hak atas tanah masih
tetap beraktivitas normal. Hal ini memperlihatkan, ketentuan Pasal 110A mempunyai
andil makin melemahkan penegakkan hukum di sektor perkebunan.

5. Analisis Tumpang Tindih

Analisis kami juga memperlihatkan terdapat tumpang tinding areal kerja yang
berada di kawasan hutan dengan areal perizinan lainnya. Daftar perusahaan yang areal
kerjanya saling tumpang tindih tersebut, dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 13. Daftar perusahaan yang areal kerjanya saling tumpang tindih
Perusahaan Tumpang Tindih Perusahaan Tumpang
Kehutanan Perkebunan Tambang Tindih dan Luas
PT Peputra Supra PT Nusa Wana Raya (±78,79
√ - -
Jaya ha)
PT Gandaerah PT Mitra Kembang Selaras
√ - -
Hendana (±827,06 ha)
PT Sekar Bumi PT Sumber Jaya Indah Nusa
√ - -
Alam Lestari Coy (±22 ha)

UU CK melalui Pasal 27 PP No. 24 Tahun 2021 dan Pasal 312 ayat (4) Permen LHK
No 07 Tahun 2021 menawarkan skema penyelesaian terhadap kegiatan usaha
perkebunan kelapa sawit yang tumpang tindih dengan perizinan di bidang kehutanan.
Pasal 312 ayat (4) Permen LHK No 07 Tahun 2021 menawarkan skema penyelesaian
terhadap tumpang tindih ini dengan cara: jika ada tumpang tindih antara izin lokasi
dan/atau izin berusaha perkebunan dengan izin kehutanan yang diterbitkan lebih awal,

41
pengelola area perkebunan akan: Jika di dalam Kawasan Hutan Produksi, Kerjasama
dengan pemilik izin kehutanan. Kerja sama dilakukan selama 1 daur untuk periode
terpanjang dalam 25 tahun sejak periode penanaman. Setelah satu daur, pelaku usaha
harus mengembalikan Kawasan di dalam Kawasan Hutan kepada Negara; atau Jika
tumpang tindih pada lzin Lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan terbit
terlebih dahulu dari Perizinan di bidang kehutanan, Menteri berwenang melakukan
revisi luasan Perizinan di bidang kehutanan.
Adanya tumpang tindih ini pada akhirnya akan berdampak pada terjadinya konflik
kepentingan dan pertanggungjawaban atas pengelolaan lahan tersebut. Skema di atas
juga sama sekali mengabaikan keberadaan masyarakat yang juga turut mengelola area
kawasan. Ia juga tidak mempertimbangkan kesesuaian perkebunan dengan fungsi
ekologis kawasan tersebut bagi ekosistem keanekaragaman hayati dan pelestarian
lingkungan hidup yang akan terdampak akibat bertambahnya ekspansi perusahaan
industri ekstraktif.

6. Analisis Tutupan Kawasan Hutan

Dari sebelas perusahaan yang dipantau, diketahui ada satu perusahaan


mempunyai tutupan hutan sekunder, yaitu di area kerja PT SBAL. Luasnya sekitar 140
ha. KLHK perlu memastikan bahwa area ini dikecualikan dari persetujuan pelepasan
kawasan hutan, konsisten dengan frasa ”kegiatan usaha yang telah terbangun” dalam
Pasal 110A UU P3H sebagaimana diubah dengan UU CK. Jangan sampai klaim PT SBAL
menguasai kawasan hutan menjadi jalan mulus mendapatkan wilayah yang faktanya
masih berupa hutan. Luasan IUP PT SBAL-lah yang seharusnya dikurangi bahkan
dievaluasi karena menempati kawasan hutan. Lebih lanjut, perusahaan ini juga tercatat
berkonflik dengan beberapa komunitas masyarakat karena tidak kunjung memenuhi
kewajiban plasma 20% dari wilayah usahanya.

7. Analisis Riwayat Pelanggaran Hukum dan Konflik

Keterkaitan antara penggunaan lahan besar-besaran dan ekspansi industri kelapa


sawit memang tak dapat dipisahkan. Selama pengelolaan perkebunan sawit skala besar
diserahkan kepada korporasi, sepanjang itu pula terjadi penggundulan hutan untuk
perkebunan, rusaknya ekosistem gambut, dan hilangnya hak masyarakat terhadap

42
tanah. Hal tersebut memunculkan kejahatan lingkungan hidup dan yang serius. Selain
itu, hasil temuan primer dan sekunder laporan ini juga memperlihatkan, sebelas
perusahaan mempunyai komitmen buruk terhadap penyelesaikan konflik agraria dan
sumber daya alam di areal kerjanya. Tindak lanjut hasil identifikasi KLHK dengan
penerbitan perizinan sektor kehutanan berpotensi meningkatkan eskalasi konflik di
lokasi-lokasi tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan amanat Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam. TAP MPR ini secara tegas mengamanatkan penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang
berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
Riwayat kejahatan dan konflik ini juga yang terjadi di 11 perusahaan yang telah
dirangkum di bawah ini.
PT Gunung Mas Raya
Tercatat sejak 2019 hingga 2023, ada 4 gugatan perdata yang dilayangkan kepada PT
Gunung Mas Raya (GMR) di Pengadilan Negeri Rokan Hilir. Gugatan tersebut terkait
perbuatan melawan hukum menduduki lahan milik masyarakat dan melakukan
aktivitas perkebunan dalam kawasan hutan, namun dalam putusannya PT GMR
terbukti tidak bersalah. PT GMR berkonflik dengan kelompok Koperasi Sinembah Jaya
Abadi Rohil yang menuntut kewajiban perusahaan meredistribusi 20% dari luas areal
perkebuan kelapa sawitnya kepada Masyarakat. Total luas areal perkebunan PT GMR
12.825 ha yang sejak 1998 tidak dipenuhi. Konflik lainnya dengan empat suku, yaitu
Suku Hamba Raja, Rao, Haru dan Bebas. Mereka menuntut PT GMR mengembalikan
tanah ulayat.
Selain itu perkebunan PT GMR berada di ekosistem gambut, Berdasarkan analisis
tumpang tindih peta FEG Kepmen LHK Nomor 130 Tahun 2017 dan HGU PT Inecda
diindikasikan PT GMR melakukan penanaman kebun sawit di lahan gambut seluas
5.791 ha, di mana 3.617 ha adalah gambut fungsi budidaya dan 2.174 ha adalah
gambut fungsi lindung. Ditemukan juga satu titik api di wilayah konsesi PT GMR
berdasarkan pantuan satelit Terra Modis yang di lakukan oleh Jikalahari.

PT Salim Ivomas Pratama


PT Salim Ivomas Pratama (SIP) memiliki dua perkara gugatan perdata di Pengadilan
Negeri Rokan Hilir oleh Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian
Kubu dan 4 orang warga, Arman J.M, Sarianto, Mustami Siregar, Sutaryo Untung Dan
Khofifah Dinda Syahputri. PT SIP digugat melakukan aktivitas perkebunan di tanah
ulayat milik Suku Melayu Kenegerian Kubu dan PT SIP belum memfasilitasi
pembangunan kebun masyarakat di Desa Balam Sempurna, Kecamatan Balai Jaya. PT

43
SIP juga melakukan pemutusan jalan di Km 36, Dusun Kayangan, Desa Balam Jaya, hal
ini menyulitkan aktivitas masyarakat.
PT Ivomas Tunggal
PT Ivomas Tunggal berkonflik dengan masyarakat Suku Sakai Duri, PT IMT dilaporkan
ke Dinas Perkebunan Provinsi Riau karena mengolah lahan di luar HGU yang
merupakan tanah ulayat seluas 24 ribu ha. Selain itu, Gerakan Mahasiswa dan
Pemuda Intelegensia Riau (Gempira) melaporkan PT IMT karena diduga mengelola
kebun sawit dalam kawasan hutan seluas 13.432 ha. Diketahui PT IMT menanam
sawit di pinggir sungai dan anak sungai sekitar 1-2 meter dari tepi sungai, hal ini
disebutkan dalam laporan Eyes on the Forest (EoF) dalam laporannya berjudul
Pemantauan implementasi dan verifikasi kriteria penilaian perusahaan yang
memperoleh ISPO di Riau Kalimantan Barat dan Papua.
PT IMT membuang limbah B3 jenis spent bleaching earth dan fly ash yang masuk
kategori berbaya. Hal ini mencemari lingkungan masyarakat Kelurahan Lubuk Gaung,
Kecamatan Sungai Sembilan, dan Kecamatan Dumai Kota. Tak hanya itu, PT IMT
membuang limbah ke laut dan merusak ekosistem mangrove sesuai temuan DLHK
Kota Dumai.
PT Padasa Enam Utama
Ada dua perkara perdata menjerat PT Padasa Eman Utama (PEU), yaitu dari Yayasan
Firmar Abadi dan Yayasan Majelis Rakyat Riau. Gugatan kedua yayasan ini soal PT
PEU merusak dan merambah hutan dengan cara menanam kelapa sawit, mendirikan
bangunan, menduduki dan menguasai kawasan hutan di luar izin 1.768 ha berada
dalam kawasan hutan yang dapat dikonversi (HPK) dan lebih kurang 611 ha berada
dalam kawasan hutan lindung Bukit Suligi. Dalam putusannya majelis hakim menolak
kedua gugatan ini karena penggugat tidak serius dan tidak kooperatif dalam
mengajukan gugatannya dan putusan lainnya penggugat tidak memenuhi syarat
sebagai organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan.

PT Sawit Asahan Indah


PT Sawit Ashan Indah (SAI) mempunyai konflik lahan dengan beberapa masyarakat,
yaitu dari desa Lubuk Bendahara Timur dan Sei Kuning, Lubuk Bilang, Teluk Aur dan
Induk Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu. Masyarakat menuntut dipenuhinya
kewajiban KKPA 20% oleh PT SAI, ada juga masyarakat desa desa Kota Intan yang
menolak perpanjangan HGU PT SAI dan segala bentuk CSR atau bantuan dari
perusahaan tersebut. Mereka beralasan tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk
mendapatkan KKPA atau pemberian 20% dari total HGU yang dimilki PT SAI.
PT Sekar Bumi Alam Lestari
PT SBAL tercatat pernah berkonflik dengan masyarakat di Desa Kota Garo dan Desa
Koto Aman, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar. Pada 2011, masyarakat Kota

44
Garo beberapa kali menggelar unjuk rasa menuntut pembagian kebun plasma
yangdijanjikan sejak tahun 2003. Sementara masyarakat Desa Koto Aman menuntut
kepada PT. SBAL supaya tanah yang dikelola oleh PT SBAL dikembalikan kepada
masyarakat Desa Koto Aman. Pada 2017, masyarakat Koto Aman melakukan unjuk
rasa di depan Kantor Bupati Kampar. Masyarakat juga sudah melakukan komunikasi
kepada DPRD Kabupaten, DPRD Provinsi, BPN Kanwil bahkan Gubernur Riau, namun
penyelesaian tidak ada sama sekali. Bahkan akibat protes-protes yang dilakukan
seorang warga bernama Dabson L Alias Soni bin Alimin dikriminalisasi dengan
tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan dipenjara selama 6 bulan.
PT Ramajaya Pramukti
PT Ramajaya Pramukti (RP) terbukti menanam sawit di bantaran sungai Petapahan,
bahkan di dalam aliran Sungai Petapahan dan parit-parit konsesi PT RP. Selain itu PT
RP juga melakukan pelurusan sungai yang menyebabkan erosi dan pendangkalan
sungai terus terjadi. Selain itu PT RP berkonflik dengan masyarakat Hukum Adat
Petapahan karena penguasaan tanah adat seluas 167 ha. PT RP juga membangun
jalan dengan membelah hutan adat tanpa adanya persetujuan masyarakat. Terdapat
klaim area HCV di konsesi PT RP yang sebenarnya merupakan wilayah Hutan Adat
Imbo Putui. Konflik lahan dengan PT RP juga terjadi pada warga transmigrasi Dusun
Sido Makmur Desa Suka Mulia dan Desa Beringin Lestari Kabupaten Kampar.
PT Banyu Bening Utama
PT Banyu Bening Utama (BBU) salah satu anak perusahaan PT Duta Palma Grup atau
Darmex Group milik Surya Darmadi yang terjerat korupsi kegiatan usaha perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Tindak pidana korupsi yang dilakukan
Surya Darmadi terkait penerbitan izin lokasi dan IUP 5 perusahaan Duta Palma Group
seluas 37.095 ha di Indragiri Hulu yang salah satunya adalah PT BBU. Menurut
perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), korupsi tersebut
telah menyebabkan total kerugian negara sebesar 104,1 triliun rupiahSurya Darmadi
memiliki izin usaha perkebuna kelapa sawit dari Bupati Inhu saat itu, Raja Thamsir
Rachman. Namun izin tersebut secara prosedur bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berada di dalam kawasan hutan, segingga terjadi
perubahan fisik dari kawasan hutan menjadi kebun sawit, serta menghilangkan
tutupan hutan alam dan menurunnya kualitas lingkungan. Kegiatan usaha
perkebunan kelapa sawit tersebut juga tidak menerapkan pola kemitraan
masyarakat, sehingga tidak memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan
kepada seluruh kehidupan rakyat.

Tak hanya itu, PT BBU juga melakukan pelanggaran terkait penanaman sawit di area
ekosistem gambut. Berdasarkan analisis tumpang tindih peta FEG Kepmen LHK
Nomor 130 Tahun 2017 dan HGU PT BBU diindikasikan PT BBU melakukan
penanaman kebun sawit di lahan gambut seluas 6.408,8 ha, di mana 4.003 ha adalah
gambut fungsi budidaya dan 2.405,8 ha adalah gambut fungsi lindung.

45
PT Gandaherah Hendana
PT GH tercatat tiga kali berurusan dengan penegak hukum terkait kasus kerusakan
lingkungan. Pada tahun 2018, masyarakat Desa Ukui Dua melaporkan PT GH tentang
pencemaran lingkungan Sungai Andan, Sungai Soni dan Sungai Ukui. Namun
berdasarkan putusan PN Pelalawan Nomor 17/Pdt.G/2018/PN Plw, PT GH dinyatakan
tidak bersalah dengan dalih permasalahan tersebut telah diselesaikan. PT GH
beralasan bahwa ia telah memenuhi ketentuan tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Pelalawan No. KPTS.660/BLH/II/2017/11 tanggal 09 Februari 2017
Tentang Penerapan Sanksi Adminstratif Paksaan Pemerintah terhadap PT GH.

Selain itu pada kasus kasus karhutla yang masuk dalam proses persidangan, PT GH
dinyatakan bersalah sengaja membakar lahan seluas 580 ha yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup. PT GH dijatuhi hukuman pidana denda sebesar Rp8.000.000.000 (delapan
milyar rupiah) dan biaya pemulihan lahan sebesar Rp208.848.730.000 (dua ratus
delapan milyar, delapan ratus empat puluh delapan juta, tujuh ratus tiga puluh ribu
rupiah). Namun, PT GH tidak terima dengan hasil putusan PN Rengat dan melakukan
banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. Putusan PT Pekanbaru Nomor
640/PID.B/LH/2021/PT PBR kemudian membatalkan putusan PN Rengat Nomor
256/PID.SUS/2021/PN RGT dan menyatakan PT Gandaerah Hendana tidak bersalah.
Lalu di tingkat kasasi Mahkamah Agung kembali menguatkan putusan PT Pekanbaru

PT Inecda
PT Inecda berkonflik dengan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Suku Talang Mamak.
Suku Talang Mamak (Talang Sungai Limau, Desa Talang Sungai Parit, dan Desa Pasir
Bongkar) merasa tanah mereka dirampas oleh PT Inecda seluas 10.900 ha.23 Hal ini
dikarenakan masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perizinan PT Inecda. Walapun
sesungguhnya izin tersebut terbit di atas wilayah penghidupan masyarakat Suku
Talang Mamak seperti berkebun dan memanen madu sialang. Kemudian setelah izin
terbit, PT Inceda menjanjikan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) untuk masyarakat
Talang Mamak. Namun, janji tersebut tidak pernah ditepati oleh PT Inecda. 24
Kemudian PT Inecda kembali menjanjikan lahan seluas 3.200 ha dengan rincian 1.600
ha untuk plasma, dan 1.600 ha diserahkan kembali kepada masyarakat. Tapi hingga
saat ini, PT Inecda tetap tidak memenuhi janjinya kepada masyarakat.25 Pada tahun

23
Zaiyardam Zubir, Penguasa, Pengusaha, dan Petani: Kapitalisme Perkebunan Sawit, Distorsi Sosial Ekonomi,
dan Perlawanan Petani di Indragiri Hulu Riau 1978–2010, Jurnal Masyarakat Indonesia 43(1), IPSK-LIPI, 2017, h.
129.
24
News.detik.com, Tanah Dirampas, Suku Pedalaman Riau Mengadu ke DPRD,
https://news.detik.com/berita/d-418310/tanah-dirampas-suku-pedalaman-riau-mengadu-ke-dprd (8 Agustus
2005), diakses pada 6 September 2022.
25
Zaiyardam Zubir, Penguasa, Pengusaha, dan Petani: Kapitalisme Perkebunan Sawit, Distorsi Sosial Ekonomi,
dan Perlawanan Petani di Indragiri Hulu Riau 1978–2010, Jurnal Masyarakat Indonesia 43(1), IPSK-LIPI, 2017, h.
136.

46
2014, masyarakat Desa Perkebunan Sungai Parit menyampaikan kepada pemerintah
Kabupaten Indragiri Hulu terkait konflik lahan masyarakat dengan PT Inecda seluas
±42 ha. Merespon hal tersebut, Pemkab Indragiri Hulu melayangkan surat kepada PT
Inecda sebagai upaya penyelesaian konflik lahan. Berdasarkan surat Sekda Indragiri
Hulu dengan nomor 525/Disbun-PP/X/2014/1400 tertanggal 29 Oktober 2014
ditujukan ke PT Inecda tentang penghentian aktifitas pada areal yang sedang
berkonflik dengan masyarakat Desa Perkebunan Sungai Parit. Namun PT Inecda tidak
mengubris surat dari pemerintah Indragiri Hulu tersebut. 26 Hingga 2022 konflik lahan
antara PT Inecda dan masyarakat Suku Talang Mamak masih terus terjadi dan dalam
pengawasan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Riau terkait konflik lahan masyarakat
dengan perusahaan.

PT Peputra Supra Jaya


PT PSJ menunjukkan sikap ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan-
undangan sejak memiliki izin. Diawali dengan cacat prosedur perizinan tanpa adanya
izin pelepasan kawasan hutan. Berdasarkan Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2015
Data Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk Perkebunan, tidak ditemukan
pelepasan kawasan atas nama PT PSJ. PT PSJ juga tidak memiliki HGU. PT PSJ juga
tidak memiliki izin pelepasan kawasan, areal perkebunan PT PSJ juga pernah terbakar
seluas ±100 ha pada tahun 201527 dan dilaporkan ke Polda Riau pada tahun 2016
karena diduga melakukan pembakaran baik secara sengaja maupun akibat kelalaian.
Selain itu melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan secara ilegal dan tahun
2018 diputuskan bersalah oleh MA dan dijatuhi hukuman denda sebesar 5 Miliar
Rupiah.28 Dan pada tahun 2021, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Diteskrimum)
Polda Riau memulai penyelidikan dan penyidikan terhadap PT PSJ atas dugaan tindak
pidana pencucian uang (TPPU) hasil perkebunan ilegal kelapa sawit seluas 3.323 ha di
Desa Gondai.

26
Oketimes.com, PT Inecda Caplok 42 Ha Lahan Warga Desa Sungai Parit,
https://www.oketimes.com/news/6706/pt-inecda-caplok-42-ha-lahan-warga-desa-sungai-parit.html, diakses
pada 8 September 2022.
27
Eyes on the Forest, Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Peputra Supra Jaya,
Oktober 2015, h. 2.
28
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018, h. 57.

47
D. PENUTUP

bahwa:
B erdasarkan hasil pemantauan WALHI Riau pada periode Mei-Juni 2022 dan
Agustus-Oktober 2023 dan analisis temuan, laporan ini menyimpulkan

1. Sebelas perusahaan yang masuk identifikasi KLHK benar melakukan aktivitas


perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan dengan total luas 28.031,2 ha, dengan
indikasi luas di dalam HGU seluas 15.600 ha (di HPT seluas 977,36 ha, HP seluas
550,38 ha, dan HPK seluas 14.072,26 ha) dan di luar HGU seluas 12.431,20 ha (di HP
seluas 2.027,74 ha dan HPK seluas 10.403,46 ha);
2. Terdapat satu perusahaan yang melakukan penanaman sawit ulang pasca
disahkannya UU CK, yaitu PT BBU. Temuan lapangan WALHI Riau menunjukkan
adanya tanaman sawit berusia 16 bulan pada Juni 2022 seluas 1.308,32 ha.
3. Terdapat enam perusahaan yang tercatat pernah mengalami kebakaran lahan dan
hutan, yaitu PT GMR, PT SBAL, PT BBU, PT PSJ, PT GH, dan PT Inecda. Catatan ini
harus menjadi pertimbangan penting dalam pemberian pelepasan kawasan hutan
karena pernah melakukan pelanggaran dan kelalaian dalam menjaga areal kerjanya
dari karhutla;
4. Dari sebelas perusahaan yang dipantau, tiga di antaranya membangun kebun sawit
dalam kawasan ekosistem gambut fungsi lindung, yaitu PT GMR, PT BBU, dan PT
Inecda. Ketiga perusahaan jelas melanggar PP No. 71 Tahun 2014 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana diubah dengan PP
No. 57 Tahun 2016, Permentan No. 14/PL.110.2.2009 tentang Pedoman
Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit, dan Pasal 37 Keputusan
Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Selain
menempati kawasan ekosistem gambut, tiga perusahaan juga terbukti menanam di
kawasan riparian, yaitu PT PEU, PT SBAL dan PT Inecda. Menanam sawit di kawasan
riparian melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah RI No 38 Tahun 2011 Tentang
Sungai Pasal 10 ayat (1) huruf b dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penerapan Garis
Sempadan Sungai. Catatan ini harus menjadi pertimbangan dalam pemberian

48
pelepasan kawasan hutan karena menunjukan riwayat kepatuhan Perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan.
5. Berdasarkan peta RTRW 1994, enam perusahaan, yaitu PT RP, PT PSJ, PT GH, PT
GMR, PT BBU, dan PT SBAL menempati APK Kehutanan dan Kawasan Lindung,
sehingga berdasarkan ketentuan pasal 4 PP No. 24 Tahun 2021 enam perusahaan ini
tidak layak diproses melalui Pasal 110A. Perusahaan tersebut harus diproses melalui
mekanisme Pasal 110B.
6. Dari sebelas perusahaan yang dipantau hanya tiga perusahaan yang mempunyai
kelengkapan dan kesesuaian kriteria Pasal 110A, yaitu PT SIMP, PT PEU, dan PT SAI.
Meski demikian, ketiga perusahaan ini memiliki catatan buruk dalam penyelesaian
konflik dengan masyarakat, sehingga pemberian kelonggaran atau pemutihan sawit
dalam kawasan harus ditinjau ulang. Sementara itu, terhadap delapan perusahaan
lainnya, tentu tidak layak mendapat penyelesaian kawasan hutan melalui Pasal 110A
karena tidak memenuhi persyaratan memiliki perizinan berusaha dan
ketidaksesuaian dengan peruntukan tata ruang;
7. Terdapat satu perusahaan yang memiliki tutupan hutan di dalam HGU yang masuk
dalam kawasan hutan, yaitu PT SBAL. Tutupan hutan seluas 140 ha berada HPT. Perlu
dipastikan bahwa persetujuan pelepasan kawasan hutan yang diterbitkan melalui
mekanisme Pasal 110A mengecualikan areal yang masih terdapat tutupan hutan;
dan
8. Dari sebelas perusahaan yang dipantau seluruhnya mempunyai riwayat konflik
agraria, sehingga tindak lanjut identifikasi dengan penerbitan persetujuan pelepasan
kawasan hutan, persetujuan penggunaan kawasan hutan, dan persetujuan kerja
sama berpotensi memperbesar konflik agraraia dan sumber daya alam.

Berdasarkan kesimpulan di atas, laporan ini merekomendasikan agar:


1. KLHK memperketat implementasi Pasal 110A dan 110B dengan mempertimbangkan
pelanggaran lain yang dilakukan oleh korporasi yang mengajukan penyelesaian sawit
dalam kawasan hutan;
2. KLHK meninjau ulang penerbitan persetujuan pelepasan kawasan hutan dan/atau
persetujuan penggunaan kawasan hutan yang telah diterbitkan;

49
3. KLHK menjalankan penyelesaian kegiatan usaha di Kawasan Hutan secara transparan
dan memastikan temuan masyarakat ditindaklanjuti;
4. Kementerian ATR/BPN tidak sekedar menjadikan pelepasan kawasan hutan dari hasil
implementasi kebijakan Pasal 110A UUCK untuk menjadi satu-satunya dasar
penerbitan HGU;
5. Kementerian Pertanian menjatuhkan sanksi administrasif kepada perusahaan-
perusahaan yang beraktivitas di dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi Perizinan
Berusaha Perkebunan (sebelumnya IUP), seperti PT IMT; dan
6. Kementerian Pertanian bersama Kementerian ATR/BPN melakukan pengawasan dan
penjatuhan sanksi administratif guna memastikan pelaku usaha perkebunan
(perusahaan) melakukan aktivitas perkebunan dengan dilengkapi kewajiban terkait
hak atas tanah dan perizinan berusaha terkait perkebunan.

50
Lampiran 1. Gambar temuan lapangan di sebelas perusahaan sawit dalam kawasan hutan di Riau

1. PT Gunung Mas Raya

Gambar 1. Ditemukan patok BPN atas nama GMR 104 di Gambar 2. Ditemukan papan informasi yang bertuliskan SIPM
areal kebun kelapa sawit PT Gunung Mas Raya. Group pada areal kebun kelapa sawit PT Gunung Mas,
berdasarkan survey SK 903/2016 patok ini berada dalam berdasarkan survei lapangan yang berpedoman pada Keputusan
kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat E menteri Kehutanan Nomor 903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016
100°35'29.62" N 1°49'29.04" tanggal 16 Agustus 2023. tentang kawasan hutan di Provinsi Riau diketahui areal tersebut
©WALHI Riau 2023. berada pada kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat E
100°33'10.14" N 1°47'59.19" 16 Agustus 2023. ©WALHI Riau
2023.

Gambar 3. Terlihat kebun kelapa sawit milik PT Gunung Gambar 4. Terlihat kebun kelapa sawit milik PT Gunung Mas
Mas Raya diluar HGU). Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi Raya. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi dilapangan,
dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 20 tahun. diperkirakan sudah berusia sekitar 20 tahun, selain itu juga
Berdasarkan survei lapangan yang berpedoman pada terlihat alat pengukur ketinggian air pada kanal di areal
Keputusan menteri Kehutanan Nomor perusahaan tersebut. Berdasarkan survei lapangan yang
903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang kawasan berpedoman pada Keputusan menteri Kehutanan Nomor
hutan di Provinsi Riau, kebun kelapa sawit tersebut berada 903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang kawasan hutan di
pada kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat E Provinsi Riau, di ketahui bahwa areal tersebut berada pada
100°33'8.99" N1°49'26.4" tanggal 17 Agustus 2023. kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat E
©WALHI Riau 2023. 100°36'34.24" N 1°50'46.38" tanggal 16 Agustus 2023. ©WALHI
Riau 2023.

51
Gambar 5. Terlihat kebun kelapa sawit milik PT Gambar 6. Terlihat kebun kelapa sawit di areal PT
Gunung Mas Raya. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi Gunung Mas Raya yang dikelola dan dikuasi
dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 13 masyarakat. Dari ciri-ciri fisik diperkirakan berusia 9
tahun,. Berdasarkan survei lapangan yang tahun, juga terlihat pada areal tersebut merupakan
berpedoman pada Keputusan menteri Kehutanan wilayah gambut, berpedoman pada Keputusan menteri
Nomor 903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang Kehutanan Nomor 903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016
kawasan hutan di Provinsi Riau, diketahui bahwa areal tentang kawasan hutan di Provinsi Riau, diketahui areal
tersebut berada pada kawasan hutan. Gambar diambil tersebut berada pada kawasan hutan. E 100°41'40.28"
pada koordinat E 100°38'18.38" N 1°51'8.83" tanggal N 1°44'41.93". ©WALHI Riau 2023.
16 Agustus 2023. ©WALHI Riau 2023.

52
2. PT Ivomas Pratama

Gambar 7. Ditemukan tanaman kelapa sawit Gambar 8. Ditemukan tanaman kelapa sawit menurut
menurut pantauan tim dilapangan diperkirakan pantauan tim dilapangan diperkirakan berumur sekitar 25
berumur sekitar 25 tahun di areal PT Salim Ivomas tahun diareal PT Salim Ivomas Pratama di Kecamatan
Pratama di Kecamatan Bagan Sinembah Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Berdasarkan Berdasarkan temuan lapangan, kebun kalapa sawit
temuan lapangan, kebun kalapa sawit tersebut tersebut berada pada kawasan hutan merujuk Keputusan
berada pada kawasan hutan mengacu pada Menteri Kehutanan Nomor
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang Kawasan
903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang Hutan di Provinsi Riau. Gambar diambil pada titik koordinat
Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Gambar diambil E 100°37'52.65" N 1°44'59.921" tanggal 17 Agustus 2023.
pada titik koordinat N E 100°39'16.645" N ©WALHI Riau 2023.
1°45'4.773" tanggal 17 Agustus 2023. ©WALHI
Riau 2023.

Gambar 9. Ditemukan tanaman kelapa sawit


menurut pantauan tim dilapangan diperkirakan
berumur sekitar 25 tahun di areal PT Salim Ivomas
Pratama di Kecamatan Bagan Sinembah
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Berdasarkan
temuan lapangan, kebun kalapa sawit tersebut
berada pada kawasan hutan mengacu pada
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang
Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Gambar diambil
pada titik koordinat E 100°36'6.81" N1°45'2.83"
tanggal 17 Agustus 2023.
©WALHI Riau 2023.

53
3. PT Ivomas Tunggal

Gambar 10. Tanaman kelapa sawit usia sekitar 20 Gambar 11. Tanaman kelapa sawit usia sekitar 25
tahun di areal PT Ivomas Tunggal, di Kabupaten Rokan tahun diareal PT Ivomas Tunggal, di Kabupaten Rokan
Hilir, Provinsi Riau. Berdasarkan hasil survei lapangan Hilir, Provinsi Riau. Berdasarkan hasil survei lapangan
kebun kalapa sawit tersebut berada pada kawasan kebun kalapa sawit tersebut berada pada kawasan
hutan mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan
hutan mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang Nomor 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016 tentang
Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Gambar diambil pada Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Gambar diambil pada
koordinat E100°36'15.52" N1°47'27.25"tanggal 17 koordinat E100°38'41.05" N1°45'16.68"tanggal 17
Agustus 2023. ©WALHI Riau 2023. Agustus 2023. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 12. Pada Peta Tanaman kelapa sawit usia


sekitar 25 tahun diareal PT Ivomas, di Kabupaten
Rokan Hilir, Provinsi Riau. Berdasarkan hasil survei
lapangan kebun kalapa sawit tersebut berada pada
kawasan hutan mengacu pada Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 903/Menlhk/Setjen/PLA.2/12/2016
tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau. Gambar
diambil pada koordinat E100°36'43.34" N1°45'14.2"
tanggal 17 Agustus 2023. ©WALHI Riau 2023.

54
4. PT Padasa Enam Utama

Gambar 13. Buah kelapa sawit PT PEU Kebun Koto


Gambar 14. (1) Plang Blok J22 T.T 1997 Luas 27HA
Kampar. Berdasarkan pemantauan lapangan yang
JLH.PK 3338, (2) plang D.11 TT 2002 20HA dan (3) plang
berpedoman Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
T. Tanam 2015 No.Blok c.18 luas 39 Ha JLH PKK 5338
dan Kehutanan (LHK) Nomor
milik PT PEU Kebun Koto Kampar. Berdasarkan
903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 Tentang
pemantauan lapangan yang berpedoman pada
Kawasan Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tersebut berada pada kawasan hutan. Gambar
(LHK) Nomor 903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016
diambil pada koordinat N 0°24'50.96" E 100°33'50.23"
Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal
1 Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023.
tersebut berada pada kawasan hutan. Gambar diambil
pada koordinat (1) N0°24'52.25" E100°38'10.30"; (2)
N0°26'55.28" E100°34'30.79"; dan (3) N0°25'31.28"
E100°33'57.77". 1 Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 16. Kebun kelapa sawit milik PT PEU Kebun


Gambar 15. Kebun kelapa sawit milik PT PEU Kebun
Koto Kampar yang berada dipingiran Sungai, dari ciri-
Koto Kampar, dari ciri-ciri fisik dan dari informasi
ciri fisik dan dari informasi dilapangan, diperkirakan
dilapangan, diperkirakan berusia sekitar 4-5 tahun.
sudah berusia sekitar 25 tahun. Berdasarkan
Berdasarkan pemantauan lapangan yang
pemantauan lapangan yang berpedoman pada
berpedoman pada Keputusan Menteri Lingkungan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor
(LHK) Nomor 903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016
903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 Tentang
Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal
Kawasan Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal
tersebut berada pada kawasan hutan. Gambar diambil
tersebut berada pada kawasan hutan. Gambar
pada koordinat N 0°26'56.13" E 100°36'7.40" 1 Oktober
diambil pada koordinat N 0°25'57.67" E 100°35'3.03"
2023. ©WALHI Riau 2023.
1 Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023

55
Gambar 17. Terlihat kebun kelapa sawit milik PT PEU
Kebun Koto Kampar, dari ciri-ciri fisik dan dari informasi
dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 25 tahun.
berdasarkan pemantauan lapangan yang berpedoman
pada Keputusan Menteri Lingkungan HIdup dan
Kehutanan (LHK) Nomor
903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 Tentang Kawasan
Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal tersebut berada
pada kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat N
0°26'43.22" E 100°35'3.15" 1 Oktober 2023. ©WALHI Riau
2023

5. PT Sawit Asahan Indah

Gambar 18. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT Gambar 19. Ditemukan tumpang tindih izin PT SAI
SAI yang berdasarkan SK 903/2016 berada dalam dengan kebun kelapa sawit milik Mayarakat yang
Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi berdasarkan SK 903/2016 berada dalam Kawasan
dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 23-25 Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi
tahun. Gambar diambil pada titik koordinat N dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 7
0°48'34.69" E 100°30'42.08" 2 Oktober 2023. tahun. Gambar diambil pada titik koordinat N
©WALHI Riau 2023. 0°47'28.85" E 100°32'53.25" 2 Oktober 2023.
©WALHI Riau 2023.

56
Gambar 20. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT Gambar 21. Ditemukan kebun kelapa sawit dipingiran
SAI yang berdasarkan SK 903/2016 berada dalam sungai milik PT SAI yang berdasarkan SK 903/2016
Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi berada dalam Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan
dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 23-25 dari informasi dilapangan, diperkirakan sudah berusia
tahun. Gambar diambil pada titik koordinat N sekitar 20 tahun. Gambar diambil pada titik koordinat
0°48'19.69" E 100°31'46.10" 2 Oktober 2023. N0°47'47.15" E100°30'9.84" 2 Oktober 2023. ©WALHI
©WALHI Riau 2023. Riau 2023.

6. PT Sekar Bumi Alam Lestari

Gambar 22. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT Gambar 23. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT
SBAL yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada SBAL yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada
dalam Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan informasi dalam Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari
di lapangan, diperkirakan kebun sawit ini berusia informasi dilapangan, diperkirakan sudah berusia
sekitar 24 tahun. Gambar diambil pada titik koordinat sekitar 23 tahun. Gambar diambil pada titik koordinat N
N 0°44'38.27" E 101°14'47.55" tanggal 3 Oktober 0°44'6.91" E 101°15'16.60" tanggal 3 Oktober 2023.
2023. ©WALHI Riau 2023. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 24. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT Gambar 25. Terlihat kebun kelapa sawit milik PT SBAL
SBAL yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada dalam
dalam Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi
informasi dilapangan, diperkirakan sudah berusia dilapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 5-8
sekitar 23 tahun. Gambar diambil pada titik koordinat tahun. Gambar diambil pada titik koordinat
N 0°43'23.64" E 101°15'33.08" tanggal 3 Oktober N0°43'45.39" E101°15'31.86" tanggal 3 Oktober 2023.
2023. ©WALHI Riau 2023. ©WALHI Riau 2023.

57
Gambar 26. Ditemukan tutupan hutan dan semak belukar di dalam
HGU PT SBAL yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada
dalam Kawasan Hutan. Gambar diambil pada titik koordinat
N0°43'23.74 E101°15'32.95" tanggal 3 Oktober 2023. ©WALHI Riau
2023.

7. PT Ramajaya Pramukti

Gambar 27. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT RP Gambar 28. Ditemukan kebun kelapa sawit milik
yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada dalam PT RP yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini
Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan informasi di berada dalam Kawasan. Dari ciri-ciri fisik dan
lapangan, diperkirakan kebun sawit ini berusia sekitar 25 informasi di lapangan, diperkirakan kebun sawit ini
tahun. Gambar diambil pada titik koordinat N berusia sekitar 25 tahun. Gambar diambil pada
0°44'11.13" E 101°16'10.93"; 3 Oktober 2023. ©WALHI titik koordinat N0°44'11.24
Riau 2023.

Gambar 29. Ditemukan kebun kelapa sawit milik PT RP Gambar 30. Ditemukan kebun kelapa sawit milik
yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada dalam PT RP yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini
Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan informasi di berada dalam Kawasan. Dari ciri-ciri fisik dan
lapangan, diperkirakan kebun sawit ini berusia sekitar 23 informasi di lapangan, diperkirakan kebun sawit ini
tahun. Gambar diambil pada titikkoordinat N0°44'45.51" berusia sekitar 22 tahun. Gambar diambil pada
E 101°15'25.58" Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023. titik koordinat N 0°44'45.30" E 101°15'18.08" 3
Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023.

58
Gambar 31. Ditemukan kebun Plasma milik PT Gambar 32. Ditemukan kebun Plasma milik PT Sumber
Sumber Jaya Indah Nusa Coy di dalam izin PT SBAL Jaya Indah Nusa Coy di dalam izin PT SBAL yang
yang berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada berdasarkan SK 903/2016 kebun ini berada dalam
dalam Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari Kawasan Hutan. Dari ciri-ciri fisik dan dari informasi di
informasi dilapangan, diperkirakan sudah berusia lapangan, diperkirakan sudah berusia sekitar 25 tahun.
sekitar 25 tahun. Gambar diambil pada titik Gambar diambil pada titik koordinat N 0°46'38.48" E
koordinat N 0°47'8.93" E 101°16'19.20" tanggal 3 101°15'59.82"tanggal 3 Oktober 2023. ©WALHI Riau
Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023. 2023.

Gambar 33. Ditemukan patok batas milik PT BPN di


dalam izin PT RP yang berdasarkan SK 903/2016
kebun ini berada dalam Kawasan Hutan. Gambar
diambil pada titik koordinat N 0°44'12.01" E
101°15'57.79” 3 Oktober 2023. ©WALHI Riau 2023.

59
8. PT Banyu Bening Utama

Gambar 34. Pabrik Pengelolaan Kelapa Sawit (PKS) PT. Gambar 35. Tanaman Kelapa Sawit didalam konsesi PT. BBU
Banyu Bening Utama Pada titik koordinat S 00°26.9947’ T dengan umur tanam 16 Bulan Pada titik koordinat S
102°21.4720’ Foto diambil oleh Tim WALHI Riau pada 12 00°30.9383’ 102°37.0886’ Foto diambil pada 12 Juni 2022
Juni 2022. ©WALHI Riau 2023. oleh Tim WALHI Riau. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 36. Lokasi tanaman Kelapa Sawit PT. Banyu Bening Gambar 37. Tutupan lahan dan kanal PT. Banyu Bening
Utama dengan umur 10 Tahun Pada titik koordinat Utama dengan umur lebih kurang 10 Tahun Pada titik
S 00°28.7189’ T 102°39.1593’ Foto diambil pada 12 Juni koordinat S 00°29.2902’ T 102°38.6000’ Foto diambil oleh
2022 oleh Tim WALHI Riau. ©WALHI Riau 2023. Tim WALHI Riau pada 12 Juni 2022. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 38. lokasi konflik lahan kebun kelapa sawit antara Gambar 39. Mesin pengering cangkang (rotary dryer) yang
PT. Banyu Bening Utama dan Kooperasi Cenaku Lestari diletakkan ditepi kebun kelapa sawit PT. Banyu Bening
Pada titik koordinat S 00°29.2529’ T 102°38.0728’ Foto Utama Pada titik koordinat S 00°30.9523’ T 102°34.6870’
diambil pada 12 Juni 2022 oleh Tim WALHI Riau. ©WALHI Foto diambil pada 12 Juni 2022 oleh Tim WALHI Riau.
Riau 2023. ©WALHI Riau 2023.

60
Gambar 40. Lokasi tanaman kelapa sawit yang berumur 5 Gambar 41. Sekolah Sds. Johan Sentosa yang berada dalam
tahun Pada titik koordinat S 00°34.3713’ T 102°33.6131’ wilayah izin konsesi PT.BBU Dinas Pendidikan dan
Foto diambil pada 12 Juni 2022 oleh Tim WALHI Riau. Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Inderagiri Hulu. Pada
©WALHI Riau 2023. titik koordinat S 00°35.7790’ T 102°33.1295’ Foto diambil
pada 12 Juni 2022 oleh Tim WALHI Riau. ©WALHI Riau
2023.

Gambar 42. Lokasi jalan masuk kendaraan kebun kelapa


sawit PT. BBU Pada titik koordinat S 00°37.8317’ T
102°32.0945’ Foto diambil pada 12 Juni 2022 oleh Tim
WALHI Riau. ©WALHI Riau 2023.

61
9. PT Gandaerah Hendana

Gambar 43. Terdapat rumah karyawan PT GH di lokai HGU PT Gambar 44. Tanaman sawit diperkirakan berumur ± 6
GH pada koordinat S 0°5'47" E 102°15'19"©WALHI Riau 2023. tahun pada koordinat S 00°07'59.20" E 102°16'36.75".
Foto di ambil pada tanggal 12-06-2022. ©WALHI Riau
2023.

Gambar 45. Terdapat plang pengumuman milik PT GH di Gambar 46. Terdapat plang pengumuman waspada titik
lokasi HGU PT GH pada koordinat S 0°14'0" E api pada koordinat S 0°16'3" E 102°20'4".©WALHI Riau
102°18'27".©WALHI Riau 2023. 2023.

Gambar 47. Ada aktivitas masyarakat yang sedang menanam


sawit milik pribadi di dalam areal kerja PT GH yang masuk
dalam kawasan hutan pada koordinat S 0°17'5" E
102°20'2".©WALHI Riau 2023.

62
10. PT Inecda

Gambar 48. Ditemukan patok batas milik PT INECDA di Gambar 49. Ditemukan patok batas milik PT INECDA di
dalam izin PT INECA yang berdasarkan SK 903/2016 kebun dalam izin PT INECA yang berdasarkan SK 903/2016
ini berada dalam Kawasan Hutan. Gambar diambil pada kebun ini berada dalam Kawasan Hutan. Gambar diambil
titik koordinat N 0°29'28" E 102°17'15” Mei 2022. ©WALHI pada titik koordinat N 0°29'28" E 102°17'15” Mei 2022.
Riau 2023. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 50. Kebun Kelapa Sawit milik PT INECDA yang Gambar 51. Tanaman kelapa sawit berada pada
berada dipingiran Sungai. Berdasarkan pemantauan ekosistem gambut indikatif fungsi lindung pada titik
lapangan yang berpedoman pada Keputusan Menteri koordinat 102°17'27"E, 0°28'24"S. Foto diambil pada 1
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor Juni 2022. ©WALHI Riau 2023.
903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 Tentang Kawasan
Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal tersebut berada pada
kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat S 0°28'55"
E 102°17'50" Mei 2022. ©WALHI Riau 2023.

Gambar 53. Ditemukan Menara Api PT INECDA di dalam


Gambar 52. Ditemukan Embung Air milik PT INECDA di izin PT INECDA yang berdasarkan SK 903/2016 menara
dalam izin PT INECA yang berdasarkan SK 903/2016 ini berada dalam Kawasan Hutan. Gambar diambil pada
EMBUNG AIR ini berada dalam Kawasan Hutan. Gambar titik koordinat S 0°28'23" E 102°17'59” Mei 2022.
diambil pada titik koordinat S 0°28'24" E 102°17'43” Mei ©WALHI Riau 2023.
2022. ©WALHI Riau 2023.

63
Gambar 54. Kebun Kelapa Sawit milik PT INECDA yang
berada dipingiran Sungai. Berdasarkan pemantauan
lapangan yang berpedoman pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor
903/MENLHK/Setjen/PLA.2/12/2016 Tentang Kawasan
Hutan di Provinsi Riau, diketahui areal tersebut berada pada
kawasan hutan. Gambar diambil pada koordinat S 0°26'43"
E 102°18'17" Mei 2022. ©WALHI Riau 2023.

11. PT Peputra Supra Jaya

Gambar 55. Plang himbauan PT. Peputra Supra Jaya, titik


koordinat N 00°05'48.43" E 101°46'03.62". Plang tersebut
membuktikan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan PT.
Peputra Supra Jaya. Foto d ambil pada tanggal 14-06-2022,
pukul 14:45. ©WALHI Riau 2023.

64
Tim Penulis:
Umi Ma’rufah
Ahlul Fadli
Fandi Rahman
Eko Yunanda
Agus Tri Nurhuda
Sri Depi Surya Azizah
Mahendra
Boy Jerry Even Sembiring

Penyunting:
Umi Ma’rufah
Ahlul Fadli

Olah Data Spasial:


Agus Tri Nurhuda
Rezki Andika
Eko Yunanda
Fandi Rahman

Desain dan Penata Letak:


Khairul Azwan Ritonga
Eko Yunanda

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau


Jl. Belimbing Gang Anggur II No 4 Kel. Wonorejo
Kec. Marpoyan Damai Kota Pekanbaru 28125
Email: sekretariat@walhiriau.or.id

Dipublikasikan pada 7 Desember 2023

65
66

Anda mungkin juga menyukai