Anda di halaman 1dari 34

`TUGAS KELOMPOK TEKNIK PERANCANGAN KONTRAK

RANGKUMAN DASAR TEKNIK PEMBUATAN AKTA


NOTARIS
Oleh: Dr.Herlien Budiono,S.H.

Nama Kelompok:
1.) Nafira Mega Sapsuha (201083002).
2.) Priscilia Bella Angelina Malau (212083002).
DAFTAR ISI
Bab I.Pengantar………………………………………………………..
A.Rumusan Masalah…………………………………………….
B.Tujuan Penelitian……………………………………………...
C.Manfaat Penelitian…………………………………………….
Bab II.Bahasa Akta……………………………………………………
Bab III.Akta Pihak(Partij)&Akta Berita Acara(Relaas)……………….
Bab IV.Bentuk&Sifat Akta……………………………………………
A.Awal Akta atau Kepala Akta………………………………….
B.Badan Akta……………………………………………………
C.Akhir Akta atau Penutup Akta………………………………...
Bab V.Salinan,Kutipan,Grosse,dan Lain-Lain………………………..
Bab VI.Jenis Perjanjian Berdasarkan Pada Sifat dan Akibat Hukumnya
………………………………………………………………………….
Bab VII.Pembagian Perjanjian Obligatoir……………………………...
Bab VIII.Persekutuan Perdata(Maatschap) / Perseroan………………...
Bab IX.Yayasan…………………………………………………………
Bab X.Perkumpulan…………………………………………………….
Bab XI.Perwakilan,Kuasa,dan Perjanjian Pemberian Kuasa…………...
Bab XII.Perjanjian Pemberian Jaminan………………………………...
Bab XIII.Hapusnya Perikatan dan Cessie………………………………
Bab XIV.Penutup……………………………………………………….
A.Kesimpulan………………………………………………….
B.Saran……………………………………………………………
BAB I.PENGANTAR

Kegiatan perniagaan berkembang dengan pesat sehingga mencapai tingkat


frekuensi seperti yang kita hadapi sekarang. Meningkatnya tuntutan masyarakat
akan kepastian hukum serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha mendorong
kebutuhan akan pelayanan dari pejabat umum dalam bidang pembuatan alat bukti
guna menjamin kepastian hukum tersebut.
Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna
meneguhkan haknya sendiri ataupun membantah suatu hak orang lain,menunjuk
pada suatu peristiwa,diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut,demikian ketentuan Pasal 1865 KUHPerd.Untuk membuktikan apa yang
disebutkan di dalam Pasal 1865 KUHPerd tersebut dapat digunakan alat-alat bukti
berupa bukti tulisan,bukti dengan saksi-saksi,persangkaan-
persangkaan,pengakuan,dan sumpah (Pasal 1866 KUHPerd).Bukti tulisan dapat
berupa akta otentik atau akta di bawah tangan.Dengan demikian,suatu akta yang
terkuat dan akan dipergunakan untuk dijadikan alat bukti di dalam masyarakat
sangat dibutuhkan,yakni akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan
notaris.Untuk keperluan tersebut tidak jarang orang minta bantuan pada seorang
notaris untuk membuatkan akta tersebut.
Kewenangan notaris yang utama adalah membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan,perjanjian,dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta autentik,menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,menyimpan
akta,memberikan grosse,salinan,dan kutipan akta,semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta tersebut tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh UU(Pasal 15 ayat 1 UU Republik
Indonesia No 30 Thn 2004 ttg Jabatan Notaris).
Notaris mempunyai kewenangan untuk membuat akta-akta otentik atas permintaan
para pihak untuk semua perbuatan hukum,perjanjian seperti perjanjian sewa-
menyewa yang tidak harus dalam bentuk akta otentik dan cessie (Pasal 613 ayat 1
KUHPerd).Selain hal tersebut,ada ketentuan dan ketetapan undang-undang yang
mengharuskan perbuatan hukum dibuat dalam bentuk otentik,seperti pendirian
perseroan terbatas (Pasal 7 ayat 1 UU Republik Indonesia No 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas),jaminan fidusia (Pasal 5 ayat 1 UU Republik
Indonesia No 42 Thn 1999 ttg fidusia),yayasan (UU Republik Indonesia No 16
Thn 2001 ttg yayasan jo.UU RI No 28 Thn 2004 ttg Perubahan atas Undang-
Undang RI No 16 tahun 2001 ttg Yayasan.
Membuat suatu akta otentik tidak dapat hanya mengandalkan pada contoh-contoh
akta tanpa mengetahui apa yang menjadi dasar hukum dan mengapa menggunakan
frasa,kalimat,dan susunan kata-kata tertentu di dalam akta yang dibuat.Pada saat
notaris harus mempertanggungjawabkan mengenai akta yang telah dibuatnya,maka
penjelasan mengenai dasar hukum dari muatan isi aktanya harus dapat diberikan
oleh notaris tersebut.Selain hal itu,notaris menjamin terhadap kebenaran,baik
kebenaran formil maupun kebenaran materiilnya.Para notaris harus menguasai UU
RI No 30 Thn 2004 ttg Jabatan Notaris dan UU RI No 2 Thn 2014 ttg Perubahan
Perubahan atas UU RI No 30 Thn 2004 ttg Jabatan Notaris serta semua peraturan
perundang-undangan terkait,terutama hukum perdata materiil yang merupakan
dasar,ajaran umum,serta asas-asas yang harus diperhatikan dalam menyusun suatu
akta otentik.
Buku ini tidak memberikan contoh akta dari semua perbuatan hukum yang ada
dalam bidang hukum perdata karena tujuan ditulisnya buku ini bukan semata-mata
merupakan kumpulan dari contoh-contoh akta notaris.Dasar teknik pembuatan akta
notaris merupakan pengetahuan dasar di dalam menyusun akta notaris dengan
benar.Beberapa contoh akta yang diberikan adalah sebagai acuan dan tentunya
dapat diubah,baik mengenai susunan kalimat maupun isinya.Justru didalam
membuat akta notaris harus disesuaikan dengan situasi,kondisi,dan permintaan
para klien serta dengan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku.
A.Rumusan Masalah
1.Bagaimana proses pembuatan akta autentik di hadapan notaris yang baik dan
benar?
2.Apakah dalam membuat akta autentik berdasarkan kedua pihak atau bisa
diwakilkan?Penjelasannya.
B.Tujuan Penulisan
1.Untuk menjelaskan langkah awal serta langkah akhir dalam prosedur
pembuatan akta autentik/akta sempurna di hadapan notaris.
2.Untuk menjelaskan kehadiran dan keterlibatan antara para pihak,para saksi-
saksi,notaris,dan perwakilan-perwakilan/badan hukum.
C.Manfaat Penulisan
1.Penulis memiliki harapan bahwa hasil ini dapat berguna untuk mengasah
keilmuan dasar teknik pembuatan akta notaris.
2.Penulis memiliki harapan bahwa para mahasiswa/mahasiswi dapat memahami
apa itu dasar-dasar notaris dan mewujudkannya kedalam pembuatan akta notaris
secara nyata.

BAB II.BAHASA AKTA

Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat penghubung antar anggota
masyarakat.
Dengan bantuan bahasa dapat digambarkan hal yang sebenarnya (het beschrijven
van de werkelijkheid),yakni dikenal sebagai teori menggambarkan yang
menggunakan bahasa deskriptif,misalnya:
Pada hari ini,Senin,tanggal 20-10-2001 (dua puluh Oktober dua ribu satu).
Bahasa dapat pula menggambarkan bermacam-macam aktivitas,seperti:
Penghadap pihak pertama menerangkan telah menyetujui untuk menyewakan (…)
Contoh kesepakatan yang tercapai diantara para pihak dengan kalimat bersifat
performatif:
Para penghadap bersama ini menerangkan,bahwa penghadap pihak pertama
dengan ini telah menyewakan kepada penghadap pihak kedua yang dengan ini
menerangkan telah menerima menyewa dari pihak pertama: (…)
BAB III.AKTA PIHAK(PARTIJ) DAN AKTA BERITA
ACARA(RELAAS)

Akta pihak adalah Akta yang berisikan mengenai apa yang akan terjadi
berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para penghadap kepada notaris dalam
arti mereka menerangkan dan menceritakan kepada notaris dan untuk keperluan
tersebut sengaja datang kepada notaris agar keterangan atau perbuatan tersebut
dinyatakan oleh notaris didalam suatu akta notaris dan para penghadap
menandatangani akta itu.
Sedangkan,Akta Relaas adalah Bentuk akta yang dibuat untuk bukti oleh para
penghadap,dimana didalam akta tersebut diuraikan secara otentik tindakan yang
dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan sendiri oleh notaris
dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris.

BAB IV.BENTUK DAN SIFAT AKTA

Pasal 38 Ayat 1 UU Jabatan Notaris menyebutkan bahwa setiap akta notaris terdiri
atas:
- Awal Akta atau Kepala Akta.
- Badan Akta.
- Akhir Akta atau Penutup Akta.
A. Awal Akta atau Kepala Akta
1.) Judul Akta
Judul Akta terdiri dari:
 Risalah Rapat
 Jual Beli Bangunan
 Pendirian Perseroan Komanditer
 Kuasa Menjual Tidak Diharuskan Dalam Peraturan Jabatan Notaris
Dimuat dari:
 Reportorium
 Klapper
UU mengenal adanya:
 Perjanjian Bernama
 Perjanjian Tidak Bernama
Perjanjian Kerja Sama memuat:

 Pengaturan Pemasukan
 Hak dan Kewajiban
 Pembagian Untung-Rugi
 Dsb.
2.)Nomor Akta
Fungsi Nomor Akta adalah Lebih pada urutan pembuatan akta serta
memberi manfaat akan kemudahan mencari akta didalam repertorium.
3.)Jam,Hari,Tanggal,Bulan,dan Tahun
Pasal 15 ayat 1 UUJN:”…menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,…”
4.)Nama Lengkap dan Tempat Kedudukan Notaris
Contoh akta Risalah Rapat:
Pada hari ini,Selasa,tanggal 25-2-2009 (dua puluh lima Februari dua ribu
Sembilan),pukul 12.30 (dua belas lewat tiga puluh menit) Waktu Indonesia
Barat.----------------------------------------------------
Saya,(…) Sarjana Hukum,Notaris di Kota Bandung,dengan dihadiri oleh
saksi-saksi yang saya,Notaris,kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir
akta ini:----------------------------------
Atas permintaan dari Direksi perseroan terbatas yang akan disebutkan di
bawah ini,telah berada di kantor saya,pada Jalan (…),Kota Bandung,untuk
membuat suatu risalah rapat dari apa yang akan dibicarakan dan
diputuskan dalam rapat umum luar biasa para pemegang saham dalam
perseroan terbatas “PT (…)”:-------------------------------------------------------
------------------
Frasa untuk awal/kepala akta notaris pengganti (Pasal 27 UUJN) dan
pejabat sementara notaris (Pasal 35 UUJN):
Pada hari ini,Senin,tanggal 24-1-2009 (dua puluh empat Januari dua ribu
sembilan),pukul 11.30 (sebelas lewat tiga puluh menit) Waktu Indonesia
Barat.---------------------------------------------------
B. Badan Akta
Badan akta memuat:
1.Nama
Lengkap,TTL,Kewarganegaraan,Pekerjaan,Jabatan,Kedudukan,Tempat
Tinggal Para Penghadap,atau Orang Yang Mereka Wakili.
2.Keterangan Mengenai Kedudukan Bertindak Penghadap.
3.Isi Akta Yang Merupakan Kehendak dan Keinginan dari Pihak yang
Berkepentingan.
4.Nama Lengkap,Tempat dan Tanggal Lahir serta
Pekerjaan,Jabatan,Kedudukan,dan Tempat Tinggal dari Tiap-Tiap Saksi
Pengenal.

C. Akhir atau Penutup Akta


Contoh bagian akhir akta:
------------------------DEMIKIAN AKTA INI---------------------------
Dibuat sebagai minuta dan diselesaikan di Kota Bandung,pada hari dan
tanggal tersebut pada permulaan akta ini,dengan dihadiri oleh (…) dan(…)
keduanya pegawai kantor notaris sebagai saksi-saksi.

Setelah akta ini dibacakan oleh saya,notaris,kepada para penghadap


(penerjemah resmi),dan para saksi,(serta para saksi pengenal) maka pada
ketika itu juga para penghadap,(penerjemah resmi),para saksi (serta para
saksi pengenal) dan saya,notaris,menandatanganinya.

BAB V.SALINAN,KUTIPAN,GROSSE,DAN LAIN-LAIN

Pendapat tentang orang berkepentingan:


“orang berkepentingan adalah bagi siapa isi akta itu diperuntukkan,mereka
yang menjadi pihak pada isi akta itu,sekalipun mereka tidak ikut sebagai
penghadap dalam akta yang bersangkutan.Jadi,bukan pihak dalam akta,akan
tetapi pihak-pihak pada akta,yakni para pihak dalam Pasal 1870 KUH-
Perdata.

Orang yang memperoleh hak dari yang berkepentingan langsung adalah:


- Mereka yang memperoleh hak berdasarkan alas hak,berhak atas Salinan dari
pemilik sebelumnya.
- Mereka yang memperoleh hak berdasarkan alas hak khusus seperti
pembeli,pesero,legataris,dan cessionaris,mempunyai hak atas salinan akta
yang berkaitan dengan hak yang dimilikinya.
- Eksekutor adalah orang yang memperoleh hak dari pihak yang terkena
eksekusi,sama dengan pembeli dari benda sitaan.
Legalisatie adalah Keterangan yang ditandatangani oleh seorang pejabat atau
fungsionaris yang diangkat untuk keperluan itu yang memuat keterangan
identitas dari orang yang telah membubuhkan tanda tangannya.
Dengan legalisatie mewajibkan notaris bahwa:
-Penandatangan/pembubuh cap jempol telah dikenal oleh atau diperkenalkan
kepada notaris.
-Isi akta telah dijelaskan kepada penanda tangan.
-Penanda tangan/pembubuhan cap jempol pada akta dibawah tangan telah
dilakukan dihadapan notaris.

Bab VI.JENIS PERJANJIAN BERDASARKAN PADA SIFAT


DAN AKIBAT HUKUMNYA

- Perjanjian Di Bidang Hukum Keluarga


Walaupun perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai,tetapi perjanjian dibidang hukum keluarga pada umumnya bersifat
memaksa.Baik para pihak yang berkaitan didalam melangsungkan
perkawinan,tata cara,maupun hak dan kewajiban para pihaknya telah
ditentukan UU.Kebebasan para pihak hanya sebatas menentukan apa yang
akan terjadi dengan harta benda perkawinan mereka yang perjanjiannya akan
dijelaskan dibagian perjanjian mengenai pembuktian.

- Perjanjian Kebendaan
Pada umumnya untuk terbentuknya perjanjian dibidang kebendaan,baik
untuk benda bergerak maupun benda tetap dipersyaratkan selain kata sepakat
adanya penyerahan yang telah ditentukan oleh UU. Perjanjian kebendaan
bertujuan untuk menimbulkan,beralih,berubah,atau berakhirnya suatu hak
kebendaan.Pada umumnya perjanjian dibidang kebedaan terjadi berdasarkan
titel/alas hak khusus,yakni karena adanya jual beli,hibah,tukar menukar,atau
pemisahan/pembagian.

- Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir disebutkan secara umum didalam ketentuan Pasal 1313
KUHPerdata adalah perjanjian yang timbul karena kesepakatan dua pihak
atau lebih dengan tujuan timbulnya perikatan untuk kepentingan yang satu
atas beban yang lain atau timbal balik.Semua perjanjian,baik bernama atau
tidak bernama adalah mendasarkan perjanjian obligatoir.

- Perjanjian Mengenai Pembuktian


Perjanjian mengenai pembuktian adalah kesepakatan diantara para pihak
agar didalam akta perjanjian diatur pembuktian yang hendak disimpangi atau
menghilangkan keraguan dalam penerapan pembuktian menurut UU.Pada
umumnya perjanjian ini bertujuan agar dihindari pengajuan perlawanan
pembuktian.Muatan isi perjanjian mengenai pembuktian tidak boleh
bertentangan dengan UU,ketertiban umum,dan kesusilaan.
Ada kalanya para pihak memperjanjikan bahwa mereka bersepakat untuk
menggunakan satu alat bukti atau menyerahkan beban pembuktian pada
salah satu pihak,misalnya:
“Pembukuan dari kreditor mengenai jumlah uang yang sewaktu-waktu
terutang oleh debitor kepada kreditor dan yang wajib dibayar oleh debitor
kepada kreditor berdasarkan perjanjian kredit atau berdasarkan apapun juga
merupakan bukti yang sempurna dan mengikat dalam segala hal terhadap
debitor,baik didalam pengadilan atau dimanapun juga.
Perjanjian perkawinan merupakan contoh perjanjian mengenai pembuktian
yang dibuat oleh kedua calon suami istri dengan mempersiapkan beberapa
penyimpangan terhadap harta benda perkawinan menurut UU, asal
perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum,kesusilaan
dan UU.UU Perkawinan tidak mengatur mengenai perjanjian perkawinan
yang bagaimana dapat dibuat.Namun,KUHPerdata mengenal adanya
perjanjian perkawinan pisah harta sama sekali (Pasal 139-154
KUHPerd),dengan persatuan untung dan rugi serta persatuan hasil dan
pendapatan (Pasal 155-167 KUHPerd).Dengan demikian,dalam hal
perkawinan putus baik karena kematian,perceraian,maupun perpisahan harta
kekayaan telah jelas bagi suami istri siapa pemilik dari dan bagaimana harta
benda suami-istri akan dibagikan.

- Perjanjian Bersifat Kepublikan


Adalah perjanjian dimana salah satu pihak atau semua pihak adalah badan
hukum public di bidang hukum privat.Badan hukum seperti negara,daerah
tingkat I,dan kabupaten/kota dapat
membeli,menjual,menyewakan,singkatnya semua perjanjian keperdataan.

BAB VII.PEMBAGIAN PERJANJIAN OBLIGATOIR

- Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama


Perjanjian bernama adalah Perjanjian yang diatur secara khusus didalam
UU.Misalnya perjanjian sewa-menyewa,pinjam pakai,jual beli,dan lain-lain.
Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur khusus dalam
UU meskipun mempunyai nama,misalnya perjanjian kerjasama dan sewa-
beli.
Bagian essentialia:
 Sepakat para pihak.
 Objek sewa.
 Jangka waktu sewa.
 Uang sewa.
Bagian naturalia:
 Apabila barang yang disewa musnah sebagian,penyewa dapat
memilih meminta pengurangan harga sewa atau
pembatalan.Akan tetapi,untuk kedua hal tersebut penyewa
tidak berhak menuntut ganti rugi(Pasal 12 ayat 3 PP No 44
Thn 94 jo.Pasal 1553 KUHPerd).
 Penyewa dilarang mengubah bentuk bangunan rumah tanpa
izin tertulis dari pemilik(Pasal 9 ayat 2 PP No 44 Thn 94).
 Penyewa tidak berhak mengoperkan hak sewa /
memindahkan hak penghunian ataupun mengulangsewakan /
menyewakan kembali tanpa izin dari pemilik(Pasal 9 ayat 2
PP No 44 Thn 1994 jo.Pasal 1559 ayat 1 KUHPerd).Apabila
yang disewa didiami sendiri oleh penyewaia berhak untuk
menyewakan sebagian rumah tersebut,kecuali dilarang dalam
perjanjiannya(Pasal 1559 ayat 2 KUHPerd).
 Perjanjian sewa menyewa tidak berakhir dengan
meninggalnya atau dibubarkannya(apabila badan
hukum)salah satu pihak(Pasal 1575 KUHPerd).
 Perjanjian sewa-menyewa tidak putus dengan dijualnya
objek sewa,kecuali telah diperjanjikan sebelumnya.Jika ada
perjanjian demikian,penyewa tidak berhak menuntut ganti
rugi apabila tidak diperjanjikan dengan tegas(Pasal 13 PP No
44 Thn 94 jo.Psl 1576 KUHPerd).
Bagian Accidentalia:
 Cara pembayaran sewa.
 Kewajiban pembayaran listrik,air,serta PBB.
 Pilihan domisili.

- Perjanjian Konsensuil,Riil,dan Formil


Konsensuil adalah bahwa untuk terbentuknya perikatan cukup dengan
adanya kata sepakat,misalnya perjanjian jual beli benda bergerak berwujud.
Riil adalah selain diisyaratkan adanya kata sepakat diantara para
pihak,sekaligus juga harus ada penyerahan objek perjanjian atau bendanya.
 Penitipan barang adalah hanya mengenai benda bergerak dan terjadi
dengan cuma-Cuma,kecuali diperjanjikan sebaliknya.
 Pinjam Pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu
menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada
pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu
setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan
mengembalikan barang itu.
 Pinjam Meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa
pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang yang
sama dengan jenis dan mutu yang sama pula.
Formil adalah perjanjian yang terikat dengan formalitas tertentu, dalam hal ini
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Perjanjian Pokok dan Perjanjian Bantuan
Perjanjian Pokok adalah perjanjian yang mempunyai alasan (mandiri) bagi
adanya perjanjian tersebut.
Perjanjian Bantuan adalah perjanjian yang alasan dilakukannya tergantung
pada adanya perjanjian lain.

BAB VIII.PERSEKUTUAN
PERDATA(MAATSCHAP)/PERSEROAN

Persekutuan Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud
untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.

- Perseroan Perdata Notaris

Karakteristik persekutuan perdata notaris sama dengan pasal 1618


KUHPdt.Karakteristik Persekutuan perdata notaris yang diatur dalam
UUJN-P adalah persekutuan perdata yang bertujuan tidak menjalankan
perusahaan dalam artian komersil, para notaris yang tergabung dalam
persekutuan perdata notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi
yang diemban sebagai tanggung jawab pekerjaan, keuntungan bukan
menjadi bagian atau orientasi dalam menjalankan profesinya. Notaris
melakukan pekerjaannya atas dasar dan alasan idiil yang secara teratur dan
mandiri dalam bidang tertentu yang memiliki kualitas pribadi yang sangat
terpelajar dalam bidangnya dan didasarkan pada kedudukannya sebagai
pejabat umum. Persekutuan perdata notaris tidak dapat dikatakan
menjalankan perusahaan melainkan persekutuan perdata dalam arti kantor
bersama.
Bentuk persekutuan perdata notaris di dalam Undang-undang tidak
menentukan mengenai cara pendirian persekutuan, sehingga perjanjian
perserikatan bentuknya sesuai dengan kesepakatan parapihak dan harus
sesuai dengan asas-asas yang ada dalam perjanjian. dapat dilakukan dengan
akta otentik ataupun akta dibawah tangan. klien diharapkan secara bebas
memilih notaris mana dalam gedung tersebut yang akan digunakan jasanya.
Hubungan dengan pihak lain merupakan hubungan secara pribadi demikian
juga pertanggungjawabannya.

- Perseroan Firma

Firma adalah orang-orang yang melakukan kerja secara bersama-sama yang


biasanya rekan sejawat atau teman dalam hal
berdagang.Sedangkan,berdasarkan Pasal 16 KUHD, perseroan firma adalah
suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah satu
nama bersama.

Firma merupakan badan usaha yang berbeda dengan badan usaha berbentuk
badan hukum seperti Perseroan Terbatas (“PT”). Harta kekayaan PT terpisah
dengan pengurusnya, sedangkan untuk harta kekayaan firma tidak terpisah
dengan pengurusnya. Sehingga pertanggungjawaban firma mencakup sampai
kepada harta kekayaan pribadi pengurusnya.

Kemudian, saat ini telah diterbitkan Permenkumham 17/2018 yang mengatur


spesifik tentang langkah-langkah mendirikan firma. Firma adalah persekutuan
yang menjalankan usaha secara terus menerus dan setiap sekutunya berhak
bertindak atas nama persekutuan. Demikian pengertian firma dalam Pasal 1
angka 2 Permenkumham 17/2018.

Berikut ini prosedur dan syarat pendirian firma yang kami rangkum untuk
mempermudah Anda.

1. Pemohon mengajukan nama firma ke Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”)


melalui Sistem Administrasi Badan Usaha dengan mengisi format pengajuan
nama. Perhatikan persyaratan nama firma dalam Pasal 5 ayat (2)
Permenkumham 17/2018.
2. Membuat akta pendirian melalui akta notaris.Mengingat permohonan
pendaftaran pendirian firma melalui Sistem Administrasi Badan Usaha harus
diajukan paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian firma
telah ditandatangani.
3. Membayar biaya pendaftaran yang merupakan Penerimaan Negara Bukan
Pajak melalui bank persepsi.
4. Pengisian format pendaftaran harus dilengkapi dengan dokumen pendukung
secara elektronik yang berupa:

a. pernyataan secara elektronik dari pemohon yang menyatakan bahwa dokumen


untuk pendaftaran firma telah lengkap;
b. pernyataan dari korporasi mengenai kebenaran informasi pemilik manfaat
firma;
c. akta pendirian firma; dan
d. pernyataan secara elektronik dari pemohon yang menyatakan bahwa dokumen
untuk pendaftaran firma telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, serta bertanggungjawab penuh terhadap format pendaftaran dan
keterangan tersebut.

5. Menteri kemudian menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (“SKT”) pada


saat permohonan diterima yang disampaikan secara elektronik kepada
pemohon.
6. Dikarenakan pemohon memberikan kuasa kepada notaris untuk mengajukan
permohonan,selanjutnya notaris dapat langsung mencetak SKT firma sendiri
menggunakan kertas putih ukuran F4/folio dengan berat 80 gram.
7. SKT firma wajib ditandatangani dan dibubuhi cap jabatan oleh notaris serta
memuat frasa yang menyatakan “Surat Keterangan Terdaftar ini dicetak dari
Sistem Administrasi Badan Usaha”.

Berakhirnya Firma

Menjawab pertanyaan Anda yang terakhir terkait berakhirnya firma, dapat terjadi
dengan pembubaran firma, dalam hal:

a. berakhirnya jangka waktu perjanjian;


b. musnahnya barang yang dipergunakan untuk tujuan firma atau tujuan firma
telah tercapai;
c. karena kehendak para sekutu; atau
d. alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Alasan berakhirnya atau bubarnya firma juga dapat terjadi karena meninggalnya
salah seorang sekutu. Namun jika diperjanjikan atau disepakati lain oleh para
pengurusnya, maka firma dapat terus dilangsungkan dengan ahli waris atau sekutu
lain yang masih hidup.
Adapun berakhirnya atau bubarnya suatu firma dilakukan dengan mengajukan
permohonan kepada Menteri melalui Sistem Administrasi Badan Usaha, yang
dilengkapi dengan akta pembubaran, putusan pengadilan, atau dokumen lain yang
menyatakan bubar.

- Perseroan Komanditer
Perseroan Komanditer atau CV adalah badan usaha berjenis bukan badan hukum
yang mempunyai satu atau lebih sekutu komplementer dan sekutu komanditer.
Salah satu pihak dalam persekutuan komanditer bersedia memimpin, mengelola
perusahaan, dan bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan.CV biasanya
didirikan dengan akta dan harus didaftarkan. Persekutuan ini bukan merupakan
badan hukum (sama dengan firma), sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.
Sementara itu, semua kemitraan harus memiliki kesepakatan yang menentukan
bagaimana membuat keputusan bisnis. Keputusan ini mencakup bagaimana
membagi keuntungan atau kerugian, menyelesaikan konflik, dan mengubah
struktur kepemilikan, dan bagaimana menutup bisnis, jika sudah tidak sesuai
kondisinya.Perseroan Komanditer biasanya merupakan jenis kemitraan investasi,
seringkali digunakan sebagai sarana investasi untuk berinvestasi dalam aset
seperti real estat. CV berbeda dari kemitraan lain di mana mitra lain hanya
memiliki kewajiban terbatas, yang berarti mereka tidak bertanggung jawab atas
hutang bisnis yang melebihi investasi awal mereka.

Bisnis yang berbentuk CV biasanya mengoperasikan satu set aset tertentu,


seperti real estat.

Bentuk Perseroan Komanditer

1. Persekutuan komanditer murni

Ini merupakan persekutuan komanditer yang pertama. Dalam persekutuan


komanditer murni hanya terdapat satu sekutu komplementer, sedangkan yang
lainnya adalah sekutu komanditer.

2. Persekutuan komanditer campuran

Persekutuan komanditer campuran umumnya berasal dari bentuk firma bila firma
membutuhkan tambahan modal. Sekutu firma menjadi sekutu komplementer
sedangkan sekutu lain atau sekutu tambahan menjadi sekutu komanditer.
3. Persekutuan komanditer bersaham

Persekutuan komanditer bersaham mengeluarkan saham yang tidak dapat


diperjualbelikan dan sekutu komplementer maupun sekutu komanditer mengambil
satu saham atau lebih. Tujuan dikeluarkannya saham ini adalah untuk menghindari
terjadinya modal beku karena dalam tidak mudah untuk menarik kembali modal
yang telah disetorkan.

Kelebihan persekutuan komanditer biasanya relatif mudah didirikan,


memungkinkan untuk mengumpulkan modal lebih besar, memungkinkan
spesialisasi dalam pengelolaan, pemilik juga biasanya lebih termotivasi untuk
bekerja keras.

Sementara itu, kekurangannya yakni sebagian sekutu mempunyai tanggung jawab


tidak terbatas atas utang-utang perusahaan, sering terjadi perbedaan pendapat
antara sekutu-sekutu dan relatif sulit untuk mengumpulkan modal.

CV biasanya memiliki satu pihak yang bersedia memimpin, mengelola perusahaan,


serta bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan. Sementara pihak lainnya
hanya bersedia menaruh modal dalam usaha tetapi tidak bersedia memimpin
perusahaan. Biasanya, mereka hanya bertanggungjawab atas utang-utang
perusahaan sebesar modal yang disertakan.

e. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (PT) yang dulunya disebut juga dengan Naamloze
Vennootschaap (NV) adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang
memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian
sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham
yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat
dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Perseroan Terbatas (PT)
merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan
untuk mengelola usaha bersama, dimana perusahaan memberikan kesempatan
kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya ke perusahaan dengan
cara membeli saham perusahaan.
Selain itu, Perseroan terbatas (PT) adalah badan hukum perusahaan
yang paling banyak digunakan dan diminati oleh para pengusaha. Undang –
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mendefenisikan
perseroan terbatas (PT) sebagai berikut:
“Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Dari pengertian di atas dapat kita kemukakan hal-hal penting sebagai
berikut :
1. Bahwa Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum perusahaan
untuk melakukan suatu kegiatan.
2. Pendirian Perseroan Terbatas dilakukan atas dasar suatu perjanjian antara pihak-
pihak yang ikut terlibat di dalamnya.
3. Pendirian Perseroan Terbatas didasarkan atas kegiatan atau ada usaha
tertentu yang akan dijalankan.
4. Pendirian Perseroan Terbatas dengan modal yang terbagi dalam bentuk
saham.
5. Perseroan Terbatas harus mematuhi persyaratan yang telah ditetapkan
dalam undang-undang serta peraturan pemerintah lainnya.

BAB IX YAYASAN

Pengertian Yayasan
Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, bahwa
yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan merupakan badan
usaha yang bergerak dalam bidang sosial, termasuk usaha-usaha kemanusiaan.
Yayasan didirikan dengan akta notaris dengan menunjukkan modal pendirian
yayasan, dan memperkenalkan para pengurusnya.
Dengan demikian sebagai konsekuensi Yayasan sebagai badan hukum,
maka ada pemisahan antara harta kekayaan yayasan dengan harta pribadi,
demikian pula hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya. Akta pendirian
Akta pendirian
yayasan yang telah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum atau
perubahan anggaran dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia atas permohonan yang diajukan
oleh pengurus yayasan.
Selama pengumuman belum dilakukan, pengurus yayasan bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian yayasan dan kerugian
pihak ketiga. Yayasan sebagai badan hukum yang mandiri terlepas dari pribadi
perseorangan, sehingga ia dianggap seperti halnya manusia sebagai subjek
hukum, dapat mempunyai hak dan kewajiban sendiri, dapat melakukan
perbuatan hukum dapat dipertanggungjawabkan sendiri. Sedang yang
melaksanakan kepengurusan semua itu adalah pengurusnya. Sebagai subjek
hukum badan, yayasan tidak dapat menjalankan sendiri
apa yang harus dilakukan oleh badan tersebut. Maka demikian perlu alat
perlengkapan (yang dinamakan organ) yang berwujud manusia alamiah untuk
mengurus dan bertindak mewakili badan ini. Organ-organ dalam yayasan
adalah sebagai berikut.
Pertama, Pengurus adalah organ yang melakukan kepengurusan
yayasan baik untuk urusan ke dalam maupun keluar, serta berhak mewakili
yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengurus tidak boleh
merangkap sebagai pembina atau pengawas, karena untuk menghindari
kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara
pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan
atau pihak lain. Untuk pengecualian dari pengurus, bahwa pengurus dapat
menerima upah, gaji, atau honorarium apabila pengurus bukan pendiri dan
tidak terafiliasi oleh pendiri, pembina dan pengawas.
Kedua, Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan
pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan
kegiatan yayasan supaya tidak terjadi kerugian. Dalam Pasal 40 UndangUndang
Yayasan, pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan
pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan
kegiatan yayasan. Yayasan memiliki pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang pengawas atau lebih, dengan wewenang, tugas dan tanggungjawabnya
diatur dalam Anggaran Dasar. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai
Pembina atau Pengurus.

BAB X. PERKUMPULAN

Perkumpulan adalah suatu bentuk organisasi masyarakat yang didirikan oleh


sekelompok individu yang memiliki tujuan atau kepentingan bersama.
Perkumpulan dapat berbentuk badan hukum atau non-hukum, dan biasanya
memiliki susunan yang terdiri dari anggota, pengurus, serta kepengurusan yang
bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan perkumpulan.
Perkumpulan dapat memiliki berbagai macam tujuan, seperti kegiatan sosial,
pendidikan, olahraga, seni, agama, atau profesi. Tujuan dari perkumpulan biasanya
dijelaskan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga yang menjadi
pedoman dalam menjalankan kegiatan perkumpulan. Anggota perkumpulan
biasanya memiliki kesamaan minat atau visi-misi tertentu yang menjadi dasar
kebersamaan mereka dalam berorganisasi. Perkumpulan juga dapat diakui oleh
pemerintah melalui proses pendirian yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam menjalankan kegiatannya, perkumpulan harus
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi yang baik, menjalankan
kegiatan yang sesuai dengan tujuan dan visi misi perkumpulan, serta mematuhi
peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Dalam praktiknya, perkumpulan dapat berperan sebagai sarana partisipasi aktif


anggotanya dalam kegiatan sosial, ekonomi, budaya, atau politik. Perkumpulan
juga dapat menjadi wadah untuk memperjuangkan kepentingan bersama,
memberikan manfaat bagi anggotanya, serta membangun hubungan dan kolaborasi
dengan pihak lain. Namun, perkumpulan juga memiliki keterbatasan, tantangan,
dan kelemahan yang perlu dikelola dengan bijaksana untuk mencapai tujuan dan
keberlanjutan perkumpulan itu sendiri.
Dasar Hukum Perkumpulan
Perkumpulan merupakan bentuk organisasi yang memiliki dasar hukum yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas). Undang-Undang ini memberikan landasan hukum yang
jelas bagi pendirian, pengelolaan, dan keberadaan perkumpulan di Indonesia.
Dasar hukum perkumpulan dalam Undang-Undang Ormas meliputi beberapa
ketentuan penting. Pertama, setiap perkumpulan harus memiliki anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Anggaran dasar merupakan dokumen yang
memuat tujuan, visi, misi, hak, dan kewajiban anggota perkumpulan. Sedangkan
anggaran rumah tangga memuat aturan pengelolaan dan mekanisme pengambilan
keputusan perkumpulan.

BAB XI. PERWAKILAN,KUASA,DAN PERJANJIAN PEMBERIAN


KUASA
Pengertian Kuasa Secara umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang
diatur dalam Bab Keenam Belas, Buku III KUH Perdata , sedang aturan khususnya
diatur dan tunduk pada ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBg.
Untuk memahami pengertian kuasa secara umum, dapat dirujuk Pasal 1792 KUH
Perdata yang berbunyi :
“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan
kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan

Sifat pokok yang penting dalam perjanjian kuasa antara lain:


Penerima kuasa langsung memiliki kapasitas sebagai wakil penerima kuasa, yang
berarti bahwa pemberian kuasa tidak hanya mengatur hubungan internal antara
pemberi kuasa dan penerima kuasa. Namun, hubungan hukum itu langsung
memberikan kedudukan dan kapasitas kepada penerima kuasa sebagai wakil penuh
(full power) dari pemberi kuasa.
Pemberian kuasa bersifat konsensual, artinya bahwa hubungan hukum tersebut
dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa yang memiliki kekuatan mengikat
sebagai persetujuan di antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, pemberian kuasa
harus dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah
pihak. Perjanjian kuasa berkarakter garansi kontrak, yang berarti bahwa tanggung
jawab pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat yang
diberikan, sedangkan pelanggaran menjadi tanggung jawab penerima kuasa, sesuai
dengan asas “garansi kontrak” yang diatur dalam Pasal 1806 KUH Perdata.
Jenis Kuasa
Ada beberapa surat kuasa yang dapat dipergunakan di depan sidang pengadilan
yaitu :
Kuasa Umum
Pasal 1795 KUH Perdata mengatur tentang Kuasa Umum yang bertujuan :
a.memberikan wewenang kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi
kuasa, terutama terkait dengan pengurusan harta kekayaannya. b.Pengurusan
tersebut mencakup segala hal yang terkait dengan kepentingan pemberi kuasa atas
harta kekayaannya.
c.Dengan demikian, fokus dari kuasa umum hanya terbatas pada tindakan atau
perbuatan yang terkait dengan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan bahwa pemberian kuasa dapat dilakukan
secara khusus, yang hanya terbatas pada satu atau beberapa kepentingan tertentu.
Jenis kuasa ini menjadi dasar untuk seseorang bertindak di depan pengadilan
sebagai wakil dari pemberi kuasa sebagai pihak utama (principal). Namun, untuk
kuasa khusus tersebut sah sebagai surat kuasa di depan pengadilan, maka harus
dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Pasal 123 HIR terlebih dahulu.

Kuasa Perantara
Pasal 1792 KUH Perdata dan Pasal 62 KUHD mengatur tentang Kuasa Perantara
yang dikenal sebagai agen perdagangan atau makelar. Dalam hal ini, pemberi
kuasa (principal) memberikan perintah kepada pihak kedua sebagai agen atau
perwakilan untuk melakukan tindakan hukum tertentu dengan pihak ketiga.
Tindakan yang dilakukan oleh agen secara langsung mengikat principal, selama
tidak bertentangan atau melampaui batas wewenang yang telah diberikan.
Berakhirnya Kuasa
Pasal 1813 KUH Perdata mengizinkan pengakhiran perjanjian kuasa secara
sepihak atau unilateral, yang berlawanan dengan Pasal 1338 KUH Perdata ayat (2)
yang menyatakan bahwa persetujuan tidak dapat dicabut atau dibatalkan secara
sepihak, melainkan harus melalui kesepakatan bilateral antara kedua belah pihak.
Menurut Pasal 1813 KUH Perdata, ada beberapa hal yang dapat mengakhiri
pemberian kuasa, di antaranya adalah pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasa
secara sepihak. Ketentuan penarikan atau pencabutan kembali kuasa oleh pemberi
kuasa diatur lebih lanjut dalam Pasal 1814 KUH Perdata dan seterusnya.
Pencabutan dapat dilakukan tanpa memerlukan persetujuan dari penerima kuasa,
dan dapat dilakukan secara tegas dalam bentuk tertulis atau lisan. Pencabutan
kuasa bisa dilakukan dengan cara yang tegas, yakni dengan:
mencabut secara tertulis, atau meminta kembali surat kuasa dari penerima kuasa.
Pasal 1816 KUH Perdata membolehkan pencabutan kuasa secara diam-diam
dengan cara mengangkat atau menunjuk kuasa baru untuk melaksanakan tugas
yang sama. Akibat dari tindakan ini adalah kuasa yang pertama ditarik kembali
secara diam-diam sejak tanggal pemberian kuasa kepada kuasa yang baru.
Namun, jika ingin melakukan pencabutan secara sepihak, sebaiknya dilakukan
secara terbuka dengan memberitahukan atau mengumumkannya. Hal ini
memberikan perlindungan hukum kepada pemberi kuasa dan pihak ketiga. Sejak
saat itu, setiap tindakan yang dilakukan oleh kuasa atas nama pemberi kuasa
dianggap tidak sah dan melanggar hukum sehingga tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada pemberi kuasa. Namun, jika pencabutan tidak
dilakukan secara terbuka, maka semua tindakan hukum yang dilakukan oleh kuasa
dengan pihak ketiga yang beritikad baik, tetap mengikat kepada pemberi kuasa

BAB XII.PERJANJIAN PEMBERIAN JAMINAN

Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu


perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa
pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dengan
jenis dan mutu yang sama pula. Dilihat dari bentuknya, perjanjian hutang piutang
antara orang perseorangan pada umumnya dapat mempergunakan bentuk
perjanjian baku (standard contract) maupun non baku.Hal ini tergantung dari
kesepakatan para pihak. Kelemahan dari perjanjian hutang piutang antara orang
perseorangan ini ialah mengenai sifat (karakternya), karena biasanya lebih
ditentukan secara sepihak dan didalamnya ditentukan sejumlah klausul yang
membebaskan kreditur dari kewajibannya (eksonerasi klausul) Sehubungan dengan
keadaan ini, maka secara tidak langsung hal tersebut dapat pula menimbulkan
peluang terjadinya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).
Dengan menggunakan model perjanjian yang bersifat sepihak seperti itu maka
akan memberi peluang bagi kreditur dalam menyalagunakan keadaan. Seharusnya
keseimbangan antara para pihak didalam perjanjian hutang piutang memberikan
kewenangan dan kedudukan yang sama di dalam Hukum. Pertemuan kehendak
antara para pihak dapat terwujud dalam bentuk penawaran dan penerimaan, dua
perbuatan tersebutmemberikan konsekuensi sama yang perlu mendapatkan
perlindungan hukum jika salah satu diantara pihak mengingkari kesepakatan.
Penyalahgunaan keadaan berhubungan dengan terjadinya kontrak yaitu
menyangkut keadaan-keadaan yang berperan pada terjadinya kontrak, misalnya
seseorang yang menawarkan prestasi menikmati keadaan pihak yang menerima
tawaran prestasi dimana pihak tersebut mempunyai posisi tawar lebih lemah
dibanding pihak pertama. Setiawan mengungkapkan, seperti yang dikutip dari
ceramah Azikin Kusuma Atmadja dalam ceramahnya di Jakarta, bahwa
penyalagunaan keadaan sebagai faktor yang membatasi atau mengganggu adanya
kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan antara kedua pihak Setiap
kontrak yang telah disetujui dan disepakati antara para pihak yang melakukan
perjanjian hutang piutang wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian hutang
piutang. Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan Hukum antara dua pihak
pembuatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan Hukum yaitu hubungan yang
menimbulkan akibat Hukum yang dijamin oleh Hukum atau undang-undang.
Unsur-unsur perjanjian diperlukan untuk mengetahui apakah yang dihadapi adalah
suatu perjanjian atau bukan, memiliki akibat hukum atau tidak. Unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu perjanjian diuraikan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai
berikut;
i. Ada pihak-pihak Pihak yang dimaksud adalah subjek perjanjian
yang paling sedikit terdiri dari dua orang atau badan hukum
yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan
hukum berdasarkan Undang-undang.
ii. Ada persetujuan. Persetujuan dilakukan antara pihak-pihak
yang bersifat tetap dan bukan suatu perundingan

3. Ada tujuan yang hendak dicapai.Hal ini dimaksudkan bahwa


tujuan dari pihak kehendaknya tidak bertententangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.
iii. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Hal itu dimaksudkan
bahwa prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
iv. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa
perjanjian bisa dituangkan secara lisan atau tertulis. Hal ini
sesuai ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa
hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai
kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
a) Adanya syarat tertentu. Syarat menurut undang-undang, agar suatu
perjanjian atau kontak menjadi sah. Perjanjian sebagai wujud komitmen
antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak
tersebut harus memenuhi persyaratan berdasarkan Hukum Perjanjian agar
dapat berlaku secara sah dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan
hukum. Pengaturan mengenai syarat yang harus dipenuhi dalam suatu
perjanjian diatur pada Pasal 1320 – Pasal 1337 KUHPerdata, Bagian Kedua
dalam Bab Kedua tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak
atau perjanjian. Sebagaimana diketahui bersama, diperlukan empat syarat
agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah, yaitu: . sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya;
b) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c) suatu hal tertentu; dan
d) suatu sebab yang halal.. Perjanjian dapat mengalami pembatalan apabila
suatu Perjanjian dibuat dengan
e) tidak memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata. Pembatalan dapat
dibedakan menjadi 2
(dua) terminologi yang memiliki konsekuensi yuridis, yaitu:
a. Null and Void Dari awal Perjanjian itu telah batal atau dianggap tidak
pernah ada apabila syarat objektif tidak dipenuhi, sehingga Perjanjian
tersebut menjadi batal demi hukum. Sejak semula tidak pernah
dilahirkan suatu Perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
b. Voidable Apabila salah satu syarat subjektif tidak terpenuhi,
Perjanjian tidak berarti batal demi hukum, melainkan salah satu pihak
dapat meminta pembatalan Perjanjian tersebut kepada hakim. Adapun
pihak yang berhak untuk meminta
pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan
sepakatnya secara tidak bebas. Apabila pihak tersebut belum mengajukan
pembatalan kepada hakim, perjanjian tetap mengikat para pihak. Perbedaan atas
jenis Perjanjian lahir dari adanya sistem terbuka dan asas kebebasan berkontrak
dalam Hukum Perjanjian yang tercantum di dalam KUHPerdata. Hukum Perjanjian
yang diatur dalam KUHPerdata menganut sistem terbuka

BAB XIII.HAPUSNYA PERIKATAN DAN CESSIE

Menurut Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana


diubah dengan Undang Undang No. 10 Tahun 1998 (yang selanjutnya disebut UU
Perbankan) Pasal 1 ayat (12), Kredit adalah Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dari pasal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi bank dalam hukum perbankan di Indonesia adalah
lembaga yang menjalankan fungsi intermediary, yaitu lembaga yang menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat. Berdasarkan fungsinya intermediary tersebut,
penghimpunan dana masyarakat disebut "simpanan", sedangkan penyaluranan dana
masyarakat disebut "kredit" Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk
giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU Perbankan). Sedangkan kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Pasal 1 angka (11) UU
Perbankan). Dalam kaitannya dengan fungsi penyaluran dana masyarakat dalam
bentuk kredit, maka Perbankan merupakan salah satu sumber dana bagi masyarakat
baik perorangan maupun badan hukum dalam memenuhi kebutuhan pendanaan,
dimana kredit dewasa ini menjadi salah satu untuk kebutuhan bagi masyarakat
kelangsungan usahanya terutama untuk memenuhi kebutuhan permodalan. Kata
kredit secara etimologi, berasal dari dari bahasa Yunani yaitu kata Credere yang
berarti kepercayaan. Kepercayaan dilihat dari sisi bank adalah suatu keyakinan
bahwa uang yang akan diberikan akan dapat dikembalikan tepat pada waktunya
sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak tertuang dalam yang akta perjanjian
kredit. Keyakinan bank, tentunya berdasarkan studi kelayakan usaha masing
masing debitor yang akan dibiayai.2 Kegiatan perkreditan merupakan proses
pembentukan asset bank. Kredit merupakan risk asset bagi bank karena asset bank
itu dikuasai pihak luar bank yaitu debitor. Setiap bank menginginkan dan berusaha
keras agar kualitas risk asset ini sehat dalam arti produktif dan collectable. Namun
kredit yang diberikan kepada debitor selalu ada risiko berupa kredit tidak dapat
kembali tepat padawaktunya yang dinamakan kredit bermasalah atau
nonperforming loan (NPL). Kredit bermasalah selalu ada dalam kegiatan
perkreditan bank karena bank menghindarkan adanya tidakmungkin keredit
bermasalah. Bank hanya seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar
tidak melebihiketentuan Bank Indonesia (BI) berusahamenekan sebagai pengawas
perbankan. 3 Pemberian fasilitas kredit menimbulkan risiko yang harus dihadapi
oleh bank (kreditor). Tingkat risiko (degree of risk) tersebut sebagai akibat dari
adanyajangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pelunasan
kredityang akan diterima kemudian hari. Selama jangka waktu pemberian kredit,
banyak peristiwaperistiwa yang mungkin terjadi terhadap debitor, seperti
debitormeninggal dunia, peningkatan status hukum debitor dalam hal debitor
adalah badan usaha, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak menjadi
permasalahan selama pembayaran dilakukan. Pembayaran merupakan salah satu
cara untuk mengakhiri suatu perikatan/perjanjian kredit, termasuk pula untuk
mengakhiri piutang yang timbul karena hak tagih. Selama hak tagih masih "hidup",
maka hak tagih tersebut dapat berganti kreditor, debitor ataupun obyek
perikatannya. Misalnya, jika debitor meninggal dunia atau dilakukan peningkatan
status hukum debitor pada saat jangka waktu kredit masih berlangsung maka pihak
bank perlu melakukan novasi subjektif pasif (novasi terhadap debitor), atau
mungkin dapat dilakukan penggantian lainnya seperti dalam cessie dan subrogasi.
Dalam hal demikian ada kemungkinan terjadinya suatu hubungan hukum segi tiga
atau tersangkutnya tiga pihak dalam suatu hubungan hukum. Peristiwa hukum
tersebut merupakan suatu lembaga hukum yang rumit sebagaimana halnya dengan
perwakilan, janji untuk pihak ketiga (derdenbeding) dan pengayaan yang tidak
langsung (indirecte verrijking) karena dapat menimbulkan permasalahan dan
membutuhkan pemikiran yang lebih dalam sebagaimana halnya dengan subrogasi,
cessie dan novasi. Pengalihan atau pengoperan hak (cessie), penggantian kreditor
karena pembayaran (subrogasi) atau pembaharuan utang (novasi), merupakan
hukum perbuatan yang seringkali dilakukan oleh perbankan terkait dengan kredit
yang disalurkan kepada masyarakat, yang merupakan variasi dan pola dalam
penyaluran kredit. Berdasarkan cessie dan permasalahan subrogasi, novasidalam
kaitannya dengan kredit perbankan yang merupakan salah satu variasi dan pola
pemberian fasilitas kredit sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu dilakukan
pengkajian lebih lanjut mengenai penggunaan lembaga subrogasi, cessie dan
novasi dalam pengalihan utang kredit perbankan Perjanjian kredit mempunyai
fungsi yang penting baik bagi kreditor maupun bagi debitor antara lain: 1)
Berfungsi sebagai perjanjian pokok; 2) Berfungsi sebagai alat bukti mengenai
batasan hak antara kreditor dan debitor; 3) Berfungsi sebagaialat monitoring kredit.
Secara yuridis ada 2 (dua) jenis Perjanjian kredit yang digunakan bank dalam
praktek pemberian kredit, yaitu (Ibid:31):1) Perjanjiankredit dalam bentuk Akta
Bawah Tangan (diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata). Perjanjianpemberian kredit
oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya diantara mereka (kreditor dan
debitor) Notaris. Lazimnya tanpa dalam penandatangan akta perjanjian kredit ini,
saksi turut serta membubuhkan tandatangan karena saksi merupakan salah satu alat
hukum pembuktian dalam perdata Akta bahwa tangan mempunyai kekuatan
pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang
menandatanganinya. Supaya akta bawah tangan tidak mudah dibantah, maka
diperlukan legalisasi oleh Notaris yang berakibat akta bawah tangan tersebut
mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta otentik. 2) Perjanjian dalam bentuk
Akta Otentik (diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata). Perjanjian pemberian kredit
oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris. Akta
otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, yang artinya akta otentik
dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan
tanda tangan dari para pihak. Pada dasarnya timbul karena hak tagih. Selama hak
tagih masih "hidup", maka hak tagih tersebut dapat berganti kreditor, debitor
ataupun obyek perikatannya. Misalnya, jika debitor meninggal dunia atau
dilakukan peningkatan status hukum debitor pada saat jangka waktu kredit masih
berlangsung maka pihak bank perlu melakukan novasi subjektif pasif (novasi
terhadap debitor), atau mungkin dapat dilakukan penggantian lainnya seperti dalam
cessie dan subrogasi. Dalam hal demikian ada kemungkinan terjadinya suatu
hubungan hukum segi tiga atau tersangkutnya tiga pihak dalam suatu hubungan
hukum. Peristiwa hukum tersebut merupakan suatu lembaga hukum yang rumit
sebagaimana halnya dengan perwakilan, janji untuk pihak ketiga (derdenbeding)
dan pengayaan yang tidak langsung (indirecte verrijking) karena dapat
menimbulkan permasalahan dan membutuhkan pemikiran yang lebih dalam
sebagaimana halnya dengan subrogasi, cessie dan novasi. Pengalihan atau
pengoperan hak (cessie), penggantian kreditor karena pembayaran (subrogasi) atau
pembaharuan utang (novasi), merupakan hukum perbuatan yang seringkali
dilakukan oleh perbankan terkait dengan kredit yang disalurkan kepada
masyarakat, yang merupakan variasi dan pola dalam penyaluran kredit.
Berdasarkan cessie dan permasalahan subrogasi, novasidalam kaitannya dengan
kredit perbankan yang merupakan salah satu variasi dan pola pemberian fasilitas
kredit sebagaimana diuraikan di atas, maka perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut
mengenai penggunaan lembaga subrogasi, cessie dan novasi dalam pengalihan
utang kredit perbankan Perjanjian kredit mempunyai fungsi yang penting baik bagi
kreditor maupun bagi debitor antara lain: 1) Berfungsi sebagai perjanjian pokok; 2)
Berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan hak antara kreditor dan debitor; 3)
Berfungsi sebagaialat monitoring kredit. Secara yuridis ada 2 (dua) jenis Perjanjian
kredit yang digunakan bank dalam praktek pemberian kredit, yaitu (Ibid:31):1)
Perjanjiankredit dalam bentuk Akta Bawah Tangan (diatur dalam Pasal 1874
KUHPerdata). Perjanjianpemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang
dibuat hanya diantara mereka (kreditor dan debitor) Notaris. Lazimnya tanpa
dalam penandatangan akta perjanjian kredit ini, saksi turut serta membubuhkan
tandatangan karena saksi merupakan salah satu alat hukum pembuktian dalam
perdata Akta bahwa tangan mempunyai kekuatan pembuktian apabila tanda tangan
yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Supaya akta
bawah tangan tidak mudah dibantah, maka diperlukan legalisasi oleh Notaris yang
berakibat akta bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti
akta otentik. 2) Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik (diatur dalam Pasal 1868
KUHPerdata). Perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang
dibuat oleh atau dihadapan Notaris. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian
yang sempurna, yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu
membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Pada
dasarnya perjanjian kredit akan berjalan baikdan lancar apabila debitor membayar
kredit yang diterima secara lancar sesuai dengan yang diperjanjikan. Pembayaran
merupakan pengakhiran perjanjian kredit yang semestinya. Namun adakalanya hal
tersebut tidak berjalan lancar sebagaimana mestinya. Pada dasarnya mengenai
berakhirnya perjanjian kredit adalah mengacu pada Pasal 1381 KUHPerdata dan
berbagai praktek hukum lainnya yang timbul dalam hal pengakhiran perjanjian
kredit. Perjanjian kredit berakhir melalui: 1) Pembayaran; 2) Subrograsi (Pasal
1400KUHPerdata); 3) penggantian hak-hak kreditor oleh pihak ketiga yang
membayar utang; 4) Pembaruan utang novasi (pasal 1413 KUHPerdata); 5)
Perjumpaan utang/kompensasi (pasal 1425 KUHPerdata). Untuk penyelamatan
kredit bank dan untuk menjaga likuiditas bank, banyak cara yang dilakukan
Perbankan, diantaranya dengan cara rekstrukturisasi utang maupun dengan cara
pengalihan utang atau dikenal dengan take over kredit.

BAB XIV.PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembuatan akta Notaris tanpa kehadiran penghadap dan/atau saksi dalam
undang-undang tentang Jabatan Notaris tidak diperbolehkan, karena selain harus
menghadiri proses pembuatan akta, para penghadap maupun saksi-saksi juga harus
mendengarkan pembacaan akta serta menandatangani akta. Akta oleh tidak
dibacakan apabila penghadap telah membaca sendiri, serta memahami isi akta
tersebut, pada hal ini tetap harus diberikan keterangan pada akhir akta bahwa
penghadap telah membaca sendiri akta tersebut Pengecualian kehadiran penghadap
pada tempat pembuat akta juga terdapat pada pembuatan Berita Acara Rapat
Pemegang Saham bila dikaitkan dengan Pasal 77 ayat (1) UUPT, yang
menegaskan RUPS juga dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video
kenferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua
peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi
dalam rapat. Ketentuan dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT tersebut mengeliminasi
ketentuan mengenai kewajiban Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf i UUJN, akan tetapi ruang lingkup kedua peraturan perundang-undangan
tersebut tidak sama. Dalam posisi seperti diatas, maka lex generalis-nya yaitu Pasal
16 ayat (1) huruf i UUJN dan lex specialis-nya yaitu Pasal 77 ayat (1) UUPT jo
penjelasan Pasal 77 ayat (4) UUPT. Dengan konstruksi hukum semacam ini maka
ketentuan sanksi yang terdapat dalam Pasal 84 UUJN jika Pasal 16 ayat (1) huruf i
UUJN hanya berlaku untuk akta-akta selain RUPS yang tersebut dalam Pasal 77
ayat (1) UUPT juncto Penjelasan Pasal 77 ayat (4) UUPT.
2. Berdasarkan Pasal 54 Undang-undang No.30 tahun 2004, Notaris hanya dapat
memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan
akta atau kutipan akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli
waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan. Serta dalam Pasal 16 angka (1) huruf a dinyatakan bahwa
Notaris dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk bertindak jujur,
seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait
dalam perbuatan hukum.Berkaitan dengan memberikan salinan akta melalui fax
dalam Studi Kasus Putusan Nomor: 06/B/Mj.PPN/2009 kepada para penghadap
yaitu JOHANNES WIDJAYA dan INNEKE WIDJAYA maka terbukti bahwa
Notaris R.SJARIEF BUDIMAN,SH tidak bertindak secara seksama dan tidak
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum sesuai dengan
kewajiban Notaris yang tercantum dalam Pasal 16 angka (1) huruf a, karena
dengan pengiriman salinan akta melalui fax, Notaris tidak mengetahui siapa orang
yang menerima fax tersebut dan akta menjadi tidak terjaga kerahasiaannya sesuai
dengan isi sumpah jabatan Notaris yaitu tercantum pada Pasal 4 Undang-Undang
No.30 tahun 2004.
3. Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup kewenangan
menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73
ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b UUJN). Berdasarkan substansi pasal
tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan sidang untuk
memeriksa:
a. Adanya dugaan pelanggaran Kode Etik;
b. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan Notaris;
c. Perilaku para Notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya sebagai
Notaris yang dapat mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas
jabatan Notaris.
Khusus dalam kasus Putusan Nomor: 06/B/Mj.PPN/2009 Majelis Pengawas
telah melakukan tugas tersebut dengan memberikan sanksi:
a. Menerima permohonan banding Pembanding dahulu Pelapor maupun
permohonan banding Pembanding dahulu Terlapor;
b. Menyatakan batal putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa
Barat Nomor: 226/MPW-JABAR/2008 tanggal 27 Nopember 2008;
c. Menyatakan Majelis Pemeriksa Pusat memeriksa dan mengadili sendiri
permohonan bandin Pembanding dahulu Pelapor maupun permohonan
banding Pembanding dahulu Terlapor;
d. Menyatakan Terbanding dahulu Terlapor R.Sjarief Budiman, SH. Notarsi Koa
Depok, yang saat ini berkantor di Jl. Tole Iskandar Komplek Lembah Griya
Depok Blok B-1 No.1 Kota Depok, Jawa Barat, dalam menjalankan
jabatannya membuat akta Nomor 3 tanggal 22 Juni 2007 tentang Pendirian
PT. Golden Lobster; Akta Nomor 4 tanggal 22 Juni 2007 tentang Surat Kuasa,
dan Akta Nomor 5 tanggal 22 Juni 2007 tentang Surat Kuasa, bersalah
melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a dan huruf I, Pasal 16 ayat (1) huruf c dan
huruf d juncto Pasal 54; Pasal 16 ayat (8); Pasal 39 ayat (2) juncto Pasal 40;
Pasal 41; Pasal 44 ayat (1) dan Pasal 3 dan Pasal 4 Kode Etik Notaris.
e. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama 6 (enam) bulan
terhadap R.Sjarief Budiman, SH. Notaris Kota Depok.
f. Memerintahkan kepada R.Sjarief Budiman, SH. Untuk menyerahkan Protokol
Notaris yang akan diusulkan kepada Menteri.
B.Saran
1. Sebagai Pejabat Umum yang diangkat oleh penguasa, Notaris bertindak bukan
untuk kepentingan diri sendiri akan tetapi untuk kepentingan masyarakat yang
Pembuatan akta.dilayaninya. Untuk itu sebaiknya Notaris berpegang teguh pada
Kode Etik Notaris dan UUJN dalam melaksanakan jabatannya agar tidak
mencemarkan nama baik Notaris dan tetap menjaga kepercayaan masyarakat
sebagai pengguna jasa.
2. Sebaiknya Notaris memberikan salinan akta sesuai dengan ketentuan undang-
undang yaitu sesuai dengan Pasal 54 Undang-undang No.30 tahun 2004 dan
menjalankan kewajiban jabatannya sesuai apa yang telah ditentukan oleh undang-
undang.
3. Disarankan Majelis Pengawas didalam melaksanakan sidang terhadap Notaris,
Majelis Pengawas tidak hanya menjatuhkan sanksi tetapi juga melakukan
pembinaan terhadap Notaris tersebut, sehingga Notaris tersebut tidak melakukan
pelanggaran
lagi.

Anda mungkin juga menyukai