2/Feb/2016
30
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
31
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
32
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
merespon apa yang terjadi, hal ini dapat 4. Keterlambatan laporan dari korban atas
menjadi tekanan tersendiri bagi korban. terjadinya kasus kekerasan dalam
Karena bisa saja korban beranggapan rumah tangga akan berpengaruh
bahwa apa yang dialaminya bukanlah hal terhadap tingkat kesukaran penyidik
yang penting karena tidak direspon dalam melakukan proses penyidikan,
lingkungan. Hal ini akan melemahkan terutama pengumpulan saksi barang
keyakinan dan keberanian korban untuk bukti.9
melaporkan kasusnya kepada pihak
berwajib.7 UU No 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Hambatan dalam penanganan Tangga,Pasal 51: Tindak pidana kekerasan fisik
kekerasan dalam rumah tangga dimulai pada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4)
saat penyidikan. Penyidik Polisi (Polri) merupakan delik aduan. Pasal 52: Tindak
menghadapi kendala karena masih kuatnya pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud
anggapan masyarakat bahwa kekerasan dalam dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik
rumah tangga adalah persoalan pribadi atau aduan.Pasal 53: Tindak pidana kekerasan
persoalan rumah tangga, sehingga tidak layak seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
dicampuri oleh orang lain atau polisi. yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
Perempuan (istri) karena memiliki perasaan sebaliknya merupakan delik aduan.
hati nurani yang lembut dan kentalnya adat dan Untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara
budaya Timur, menjadi tidak tega memberi hukum, diperlukan baik norma-norma hukum,
balasan kepada suami atau mantan suami atau peraturan perundang-undangan, juga
dengan melaporkan perbuatannya kepada aparatur pengemban dan penegak hukum yang
polisi, meskipun telah menyakiti dan professional, berintegritas, dan disiplin yang
menyiksanya baik secara fisik maupun psikis.8 didukung oleh sarana dan prasarana hukum
Pada umumnya fenomena kasus kekerasan serta perilaku hukum masyarakat. Oleh karena
dalam rumah tangga mempunyai spesifikasi itu, idealnya setiap negara hukum, termasuk
sendiri, antara lain sebagai berikut: Negara Indonesia harus memliki
1. Terjadi tindak kekerasan lebih banyak lembaga/institusi/aparat penegak hukum yang
diketahui oleh pelaku dan korban saja, berkualifikasi demikian. Salah satunya adalah
sehingga kurang adanya saksi maupun Kejaksaan Republik Indonesia, disamping
alat bukti lainnya yang memenuhi Pasal Kepolisian Republik Indonesia, Mahkamah
183 dan 184 KUHAP; Agung, dan bahkan Advokat/Penasehat
2. Pihak korban tidak mau melaporkan Hukum/Pengacara/Konsultan Hukum, yang
kasusnya karena merasa tabu dan secara universal melaksanakan penegakkan
beranggapan akan membuka aib hukum.10
keluarga sendiri terutama terhadap Peran Polri dalam Perlindungan Anak Dan
kasus yang berhubungan dengan Penanggulangan Kekerasan Dalam Rumah
seksual; Tangga, yaitu memperhatikan banyaknya kasus
3. Bagi korban yang mau melapor dan pelanggaran terhadap perlindungan anak dan
perkaranya memenuhi syarat formil KDRT, aparat Polri sebagai salah satu institusi
maupun materiil, tidak jarang berusaha yang konsern terhadap masalah ini telah
mencabut kembali karena merasa ia banyak melakukan upaya konkrit. Beberapa
sangat memerlukan masa depan bagi upaya yang telah ditempuh Polri, di antaranya:
anak-anaknya dan masih menginginkan 1. Mendirikan Ruang dan Pelayanan
rumah tangganya dibangun kembali; Khusus (RPK), sebagai tempat
7 9
https://elisatris.wordpress.com/Peran Polri Dalam Ibid, hal. 136.
10
Perlindungan Anak Dan Penanggulangan Kekerasan Dalam Marwan Efendi, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari
Rumah Tangga. Diunduh Jumat 18 September 2015. Perspektif Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
8
MoertiHadiatiSoeroso, Op.Cit, hal. 135. 2005, hal. 2.
33
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
34
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
35
Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016
36