EFEKTIVITAS EKSTRAK CASHEW NUT SHELL LIQUID (CNSL) TERHADAP
RESPON IMUN HUMORAL (LEKTIN) TERHADAP LARVA SPODOPTERA
FRUGIPERDA
AINUN NAQIAH 210108502003
PROGRAM STUDI BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2023 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu hasil pangan yang penting dalam perdagangan produk pertanian nasional maupun internasional. Jagung merupakan tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan merupakan hasil pangan penting setelah padi. Tanaman jagung juga digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku industri, tepung kue, dan minuman, sehingga meningkatkan permintaan jagung di seluruh negeri (Umboh, dkk 2023). Dalam budidaya tanaman jagung kendala yang sering dihadapi adalah serangan hama dan penyakit. Salah satu hama yang menyerang tanaman jagung adalah Spodoptera frugiperda (Girsang et al., 2022). Tanaman jagung adalah salah satu inang dari hama Spodoptera frugiperda yang bersifat polifag dan merupakan serangga dari ordo lepidoptera. S. frugiperda berperan sebagai hama pada fase larvanya. S. frugiperda menyerang pada seluruh fase tanaman jagung sehingga menjadi ancaman masalah hama utama pada pertanaman jagung, Selain itu S. frugiperda ini memiliki tingkat adaptasi dan bertahan hidup yang tinggi sehingga sulit menekan populasi S. frugiperda ini. Ciri khas larva S. frugiperda dapat terlihat adanya huruf “Y” terbalik di bagian caput atau kepalanya dan mempunyai pola bintik hitam pada segmen abdomen kedua hingga terakhir. S.frugiperda merupakan serangga yang metamorfosisnya sempurna yang terdiri dari telur, Larva, Pupa dan Imago (Alpian et al., 2021). Larva S. frugiperda dapat menyebabkan penurunan produksi dan pada serangan berat dapat mengakibatkan kematian tanaman jagung. Larva S. frugiperda menyerang tanaman jagung baik di fase vegetatif maupun fase generatif. S. frugiperda dapat menyebabkan kerusakan pada bagian akar, batang, daun, bunga, dan tongkol jagung. Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan larva S.frugiperda berkisar antara ringan hingga berat. Kerusakan ditandai dengan adanya kotoran (feses) pada permukaan daun atau titik tumbuh tanaman. Gejala yang terlihat berupa kerusakan pada daun akibat bekas gigitan (Damayanti et al., 2023) Penggunaaan pestisida di bidang pertanian telah dimulai sejak beberapa abad yang lalu. Penggunaan pestisida sintesis dimulai menjelang akhir perang dunia kedua. Penggunaan pestisida terutama pestisida sintesis telah berhasil menyelamatkan hasil pertanian yang dihancurkan oleh jasad pengganggu, namun dapat menimbulkan dampak negatif terhadap alam, lingkungan maupun juga manusia. Pengaruh efek samping pada penggunaan pestisida dapat berupa fitotoksik terhadap tanaman, resistensi hama, ledakan hama sekunder dan pengaruh terhadap organisme termasuk sasaran (Mastura dan Nuriana, 2018). Pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan dasarnya didapat dari tanaman yang bergetah. Pestisida nabati bisa dibuat dengan sederhana berupa larutan, hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan dari bagian tanaman, buah, daun, batang, akar dari jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan dengan cara sederhana, seperti daun mimba, daun sirsak, daun mengkudu, dan kulit biji jambu mete. Pestisida nabati relatif tidak berbahaya terhadap organisme non target, termasuk manusia dan juga mudah terurai (biodegradable) dan tidak mencemari lingkungan (Sutriono et al., 2022). Menurut (Dewi et al., 2019) Anacardium occidentale L. (Anacardiaceae) adalah salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai insektisida nabati. A. occidentale berfungsi sebagai antimicrobial. Kandungan asam anacardic yang ditemukan pada buah ini berperan kuat sebagai insektisida (serangga), bakterisida (bakteri), fungisida (jamur) dan cangkang kacang mete (Anacardium occidentanle) mengandung Cairan Mete Gelap (CNSL) yang digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak A. occidentale dapat menghambat perkembangan larva hama tersebut menjadi pupa antara 37,50 – 60 % dan pupa menjadi imago antara 12,50 – 25 %. Kulit jambu mete (Anacardium occidentale) yang mengandung minyak cashew nut shell licpiid (CNSL). CNSL hasil ekstraksi dari limbah kulit biji jambu mete mempunyai kandungan berbahan aktif asam anakardat, cardol dan cardano, mengandung 90% asam anacardat dan sisanya 10% kardol (Satrah, 2023). Atmadja dan Wahyono (2006) melaporkan bahwa pengujian CNSL (Cashew Nut Shell Liquid) dapat menyebabkan kematian Helopeltis antonii (Homoptera:). CNSL juga mampu mematikan larva dan imago Sitophillus sp. sebesar 22,5-55% pada konsentrasi 6,25-50%, serta mengakibatkan adanya penghambatan terhadap perkembangan larva menjadi pupa antara 37,5- 60% dan pupa menjadi imago antara 12,5-25%, sedangkan hasil pengujian terhadap Cricula trifenestrata menunjukkan bahwa CNSL berpengaruh terhadap mortalitas larva antara 37,587,5% dengan cara aplikasi topical, dan 46,5-4% dengan cara celup daun (Iskandar, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh pemberian ekstrak CNSL terhadap pertahanan imun humoral S. frugiperda. Respon imun humoral yang diamati adalah ekspresi protein lektin. Maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui” Efektifitas ekstrak Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) terhadap respon imun humoral (lektin) terhadap larva Spodoptera frugiperda”. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) terhadap respon imun humoral (lektin) terhadap larva Spodoptera frugiperda. 1.3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan ekstrak Cashew Nut Shell Liquid (CNSL) terhadap respon imun humoral (lektin) terhadap larva Spodoptera frugiperda, maupun pada hama lainnya sehingga petani dapat mengurangi pengunaan pestisida kimia. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Universitas Negeri Makassar, berlangsung Maret 2024. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu : Elektroforesis, centrifuge 4 celcius, kamera, pinset, timbangan analitik, pipet tetes, batang pengaduk, tabung reksi, gelas ukur, kuas, kotak plastik, corong, rotary evaporator, cutter, gunting, toples dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu : larva Spodoptera frugiperda, Cangkang kulit biji jambu mete, dan sampel lektin, etanol 96%, kertas saring, madu 10%, benang, alkohol 70%, kapas, serbuk gergaji, kain kasa, label, kertas minyak, dan kertas karbon hitam. 3.3 Metode Pelaksanaan 3.3.4 Perbanyakan (rearing) S. frugiperda Perbanyakan (rearing) larva S. frugiperda dilakukan di boks rearing yang telah dilubangi dan diberi kain organdi untuk sirkulasi udara. Larva diberi pakan jagung muda dan daun jagung muda hingga berkembang menjadi pupa. Selanjutnya, pupa dipindahkan ke nampan kecil dan diberi serbuk gergaji diatasnya. Selanjutnya, nampan berisi pupa dan serbuk gergaji diletakan ke dalam kurungan yang sudah berisi tanaman jagung. Pupa akan berubah menjadi ngengat dalam waktu kurang lebih 7 hari, ngengat tersebut akan bertelur pada helaian daun jagung yang ada di kurungan. Kelompok telur menetas dipindahkan ke dalam boks rearing dan diberi pakan berupa jagung muda dan daun jagung muda. Larva yang akan digunakan untuk penelitian yaitu larva instar 3. 3.3.2 Pembuatan ekstrak CNSL Bahan tumbuhan uji yang digunakan adalah cangkang biji jambu mete. Cangkang biji jambu mete dikeringkan selama beberapa hari kemudian dihancurkan. Serbuk hasil cangkang biji kemudian di mesarasi sebanyak 2 kg. Serbuk cangkang biji jambu mete direndam menggunkan etanol 96% sebanyak 2 liter di dalam toples dan diaduk secara merata kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, hasil rendaman serbuk cangkang jambu mete kemudian disaring menggunakan corong yang dilengkapi kertas saring dan dipindahkan ke wadah lain. Di hari berikutnya, dilakukan hal yang sama. Proses perendaman dilakukan sebanyak 4 kali. Hasil penyaringan selanjutnya diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 55-60ºC sehingga di peroleh ekstrak pekat. 3.3.3Analisis Lektin Hemolimf S. frugiperda ditampung dalam tabung eppendorf yang telah diisi kristal phenylthiourea (PTU). Larutan disentrifugasi selama 5 menit dengan suhu 4oC; 800 g kemudian pelet dan supernatan dipisahkan pada epperndorftube yang berbeda. Supernatan digunakan untuk uji Hemagglutinin-Assay (HA), pelet dicuci dengan menggunakan TBS pH 7,4. Kemudian 50 ul TBS dan pelet disuspensikan dengan kecepatan 12.000 g selama 15 menit, hasil endapan sentrifugal digunakan untuk HA. Hemolimf 2 ml dihomogenisasi pada tekanan 400kp/cm2 selama 5 menit, dilanjutkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.000 g selama 15 menit, supernatan ini digunakan sebagai sumber lektin. 3.3.4 Elektroforesis a. Larva S. frugiperda diambil hemolimfnya dengan pipa kapiler. Hemolimf yang keluar dari setiap larva segera dikumpulkan ke dalam mikrotabe (eppendorf) berukuran 1.5 ml yang berisi beberapa kristal phenylthiourea. Seluruh hemolimf disentrifuge pads kecepatan 8000 g. suhu 4 °C, selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan dikumpulkan ke mikrotube. b. Pelet yang dihasilkan, dicuci tanpa disuspensikan dengan menggunakan TBS, PH 74 kemudian disuspensikan hanya dengan menggunakan 50µl TBS, pH 7.4, Pelet diresuspensikan dengan menggunakan mikropipet dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 g. suhu 4 °C, selama 15 menit. Lisat yang dihasilkan dikumpulkan ke microtube c. Supematan dan pelet yang dihasilkan, di analisis bradford, panjang gelombang dihitung dengan spektrofotometer, pengenceran, dan elektroforesis dengan menggunakan protein marker, dideteksi berat molekul yang diduga lektin. 3.3.4 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan, dan tiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Adapun perlakuannya sebaai berikut : P0 : Kontrol (Tanpa pemberian ekstrak) P1 : Pemberian ekstrak dengan konsentrasi 0,1 % P2 : Pemberian ekstrak dengan konsentrasi 0,2 % P3 : Pemberian ekstrak dengan konsentrasi 0,4 % P4 : Pemberian ekstrak dengan konsentrasi 0,8 % 3.3.5 Pengujian Uji hemaglutinasi dilakukan dengan menyiapkan darah hewan vertebrata dengan antikoagulannya. Cuci TBS pH 7 konsentrasi 2% sebanyak 3 kali, siapkan wadah uji (titertek) “v”, masukkan sampel uji sebanyak 24 µm (endapan sentrifugal) ke dalam TBS pH 7,4, teteskan suspense eritrosit 25µm dan diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit (Suryani, 2014).