Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MK SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS Steinernema sp. DAN Metarhizium sp. SEBAGAI PENGENDALI Lepidiota


stigma PADA KEDELAI EDAMAME (Glycine max (L.) Merr. var. Edamame)

DI SUSUN OLEH :
MEGA AYU RAHMAWATI (S612102004)

DOSEN PENGAMPU :
Ir. Susilo Hambeg Poromarto, MSc, PhD

PROGRAM STUDI PASCASARJANA AGRONOMI


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021

i
DAFTAR ISI

1. Halaman Judul ............................................................................. i


2. Daftar Isi ....................................................................................... ii
3. Daftar Gambar ............................................................................. iii
4. BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Msalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................. 3
1.4 Kebaruan Penelitian .................................................................. 4
5. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ……………………………….......................... 5
A. Nematoda entomopatogen (NEP) Steinernema sp. .............. 5
B. Jamur Metarhizium sp. ........................................................ 6
C. Hama uret (Lepidiota stigma) .............................................. 8
D. Kedelai Edamame (Glycin max) .......................................... 10
2.2 Kerangka Berpikir ..................................................................... 12
2.3 Hipotesis ……………................................................................ 12
6. DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

1.Gambar 2. Metarhizium anisoplae.........................................................................................7


2.Gambar 3. Siklus hidup uret (Lepidiota stigma)...............................................................10
3.Gambar 3. Tanaman kedelai edamame (Glycine max)....................................................11

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan lahan sangat berdampak terhadap keberlangsungan hidup
tanaman budidaya. Lahan yang sehat berarti terbebas dari serangan hama penyakit
maupun residu bahan kimia. Adanya hama maupun penyakit pada lahan budidaya
akan menyebabkan gangguan yang cukup signifikan baik untuk keberlangsungan
hidup tanaman maupun sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Salah satu hama yang
berdampak negatif pada kesehatan lahan yaitu uret (Lepidiota stigma). L. stigma
merupakan hama yang menyerang perakaran tanaman yang mana kerusakan pada
akar akan menyebabkan kelayuan pada tanaman muda dan sering menimbulkan
kematian. Larva dari Lepidiota juga menyerang akar tanaman kacang-kacangan
(T.- Sunarto and Irwan 2019).
Pengendalian hama Lepidiota stigma saat ini masih terpaku pada
penggunaan pestisida kimia dikarenakan kurangnya pengetahuan akan
penggunaan biopest. Pengendalian yang sering dilakukan petani pada umumnya
menggunakan insektisida karena cara ini dirasakan lebih cepat hasilnya.
Insektisida dikenal sangat efektif dan mampu memberikan perlindungan terhadap
tanaman pertanian. Pengendalian hayati dengan penggunaan musuh alami makin
memperoleh perhatian besar seperti nematoda entomopatogen yang merupakan
salah satu alternatif untuk mengendalikan uret (Lepidiota stigma) tanpa
menimbulkan dampak negatif pada musuh alami serangga hama dan lingkungan
(Erdiansyah 2016).
Beberapa jenis agens hayati yang bisa digunakan diantaranya adalah
Nematoda Entomopatogen (NEP), jamur Bauveria bassiana, bakteri merah,
Bacillus thuringiensis, Metarhizium, dll. Nematoda entomopatogen (NEP) telah
berhasil diaplikasikan terhadap serangga yang hidup di tanah (aplikasi tanah) serta
serangga di atas tanah (semprotan daun). Pemanfaatan NEP berkembang pesat di
Jepang, Turki, Thailand, dan di negara-negara Eropa, tetapi lebih banyak

1
digunakan dalam pengendalian hama uret pada komoditas hortikultura, pertanian,
dan kehutanan. Keunggulan NEP adalah mudah diperbanyak secara massal baik
in vivo maupun in vitro. NEP yang diketahui paling efektif terhadap hama uret
tebu adalah Steinernema sp. (T.- Sunarto and Irwan 2019).
Metarhizium sorokin (Hypocreales: Clavicipitaceae) adalah genus jamur
ascomycetous, tersebar di seluruh dunia dan diakui sebagai agen kontrol biologis
serangga. Spesies dalam genus ini menghuni tanah sebagai saprobe, sebagai
penghuni rizosfer, sebagai endofit, dan juga menunjukkan simbiosis kompleks
sebagai patogen serangga, dan antagonisme jamur patogen tanaman (Brunner-
Mendoza et al. 2019). (Rosyidi et al. 2017) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa penggunaan agens pengendali hayati seperti cendawan entomopatogen M.
anisopliae dan nematoda entomopatogen Steinernema sp. banyak dilakukan untuk
mengendalikan uret Lepidiota stigma pada tanaman tebu. Disebutkan juga pada
penelitian selanjutnya mengenai pengendalian uret menggunakan nematoda
entomopatogen Steinernema sp. dengan cendawan entomopatogen M. anisopliae
di laboratorium, menunjukkan perlakuan aplikasi kombinasi Steinernema sp.
dengan M. anisopliae memberikan mortalitas uret sebesar 92% pada pengamatan
tiga minggu setelah aplikasi kombinasi Steinernema sp. terlebih dahulu dan 48
jam berikutnya aplikasi M. anisopliae, sedangkan pada pengamatan tiga minggu
setelah aplikasi kombinasi M. anisopliae terlebih dahulu dan 48 jam berikutnya
aplikasi Steinernema sp. memberikan mortalitas uret sebesar 84%.
Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang
berperan penting di Indonesia sehingga kebutuhan akan kedelai dalam negeri akan
semakin meningkat untuk setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk. Salah satu jenis kedelai yang mulai diminati ditanam di Indonesia adalah
kedelai Edamame. Edamame merupakan sebutan yang digunakan untuk jenis kedelai
hijau yang dapat dikonsumsi. Sebenarnya, Edamame dan kedelai kuning memiliki
kesamaan spesies yaitu Glycine max (L.) Merill, tetapi Edamame mempunyai rasa
yang lebih manis dari kedelai kuning, tekstur yang lembut, aroma

2
kacang-kacangan yang lebih terasa dan biji yang berukuran lebih besar
dibandingkan kedelai kuning. Saat ini permintaan kedelai terus meningkat sebesar
akan tetapi tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri untuk memenuhi
-1 -1
konsumsi rata-rata 8,12 kg kapita tahun . Total kebutuhan edamame beku di
Jepang berkisar antara 150.000-160.000 t/tahun. Produksi dalam negerinya sekitar
90.000 t/tahun, sehingga kekurangannya sebanyak 60.000-70.000 ton diimpor dari
negara produsen edamame lainnya, seperti Taiwan, Cina, Thailand, Indonesia dan
Vietnam (Soewanto and Prasongko, n.d.), sedangkan untuk produksi kedelai rata-
rata nasional per tahun 2020 mencapai 15,69 ku/ha (“Badan Pusat Statistik” n.d.).
Pengendalian hama secara terpadu menggunakan NEP merupakan salah
satu terobosan untuk menekan pertumbuhan hama serta menjaga kelestarian
lingkungan. Penggunaan agensia hayati diharapkan dapat menimbulkan interaksi
yang menguntungkan dari segi pengendalian hama, kesuburan tanah,
pertumbuhan tanaman, dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian
mengenai efektivitas penggunaan NEP Steinernema sp. dan agensia hayati
Metarhizium sp. sebagai upaya pengendalian hama uret (Lepidiota stigma)
dianggap perlu untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Belum diketahuinya konsentrasi dari NEP Steinernema sp., yang tepat untuk
digunakan dalam pengendalian hama Lepidiota stigma.
b. Belum diketahui konsentrasi dari Metarhizium sp. yang tepat untuk
digunakan dalam pengendalian hama Lepidiota stigma.
c. Belum diketahui pengaruh dari Steinernema sp. dan Metarhizum sp. terhadap
populasi hama Lepidiota stigma.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Mengetahui konsentrasi dari NEP Steinernema sp., yang tepat untuk
digunakan dalam pengendalian hama Lepidiota stigma.

3
2 Mengetahui konsentrasi dari NEP Metarhizium sp., yang tepat untuk
digunakan dalam pengendalian hama Lepidiota stigma.
3 Mengetahui pengaruh dari Steinernema sp. dan Metarhizum sp. terhadap
populasi hama Lepidiota stigma.

3.1 Kebaruan Penelitian


Penelitian ini menitik beratkan pada usaha pengendalian hama uret yang
ramah lingkungan menggunakan nematoda entomopatogen Steinernema sp. dan
agen hayati Metarhizium sp. yang dikenal sebagai diakui agen kontrol biologis
serangga. Pada penelitian sebelumnya, Steinernema sp. banyak digunakan untuk
mengendalikan hama uret dan ulat grayak, pada penelitian ini penulis ingin
mengkombinasikan kerja dari NEP Steinernema sp. dengan Metarhizium sp.
dalam hal mengendalikan hama uret pada pertanaman kedelai edamame. Serta
diharapkan dapat membantu dalam menambah kesuburan tanaman dan
memperbaiki kondisi tanah pasca serangan hama uret.

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


A. Nematoda Entomopatogen (NEP) Steinernema sp.
Penggunaan insektisida kimia untuk mengendalikan serangga tanah
telah lama dilakukan dan menimbulkan kontaminan pada lingkungan, dan
dapat menyebabkan degradasi mikroba atau toleransi serangga dan resistensi
serangga, sehingga diperlukan alternatif dalam strategi pengendalian.
Nematoda entomopatogen dari famili Steinernematidae memiliki kesesuaian
untuk mengatasi hal tersebut dan memiliki kualitas sebagai agen pengendalian
secara biologi. Nematoda ini memiliki kisaran inang yang luas, memiliki
kemampuan mencari inangnya, membunuh inangnya secara cepat, aman bagi
lingkungan dan telah terdaftar di US Environmental Protection Agency
(EPA) (T. Sunarto 2017).
Klasifikasi nematoda Steinernema menurut (Nguyen and Hunt 2007)
adalah sebagai berikut:
Filum : Nematelminthes
Kelas : Secernentae Syn Phasmidae
Ordo : Dorylaimida
Famili : Steinernematidae
Genus : Steinernema
Spesies : Steinernema spesies.
Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. paling banyak terdapat di
tanah selain itu mampu hidup di permukaan daun, tempat-tempat yang banyak
mengandung bahan organik, air tawar dan air laut. Nematoda entomopatogen
dapat berkembang biak di dalam tubuh serangga secara cepat yaitu dapat
menghasilkan 2 sampai 3 generasi. Siklus hidup nematoda dari telur menjadi
dewasa memerlukan waktu kurang lebih 14 hari. Dalam siklus hidupnya
Steinernema spp. memiliki 3 macam stadium yaitu telur, larva (juvenil), dan

5
dewasa. Juvenil memiliki empat stadium yaitu juvenil I (JI), juvenil II, juvenil
III, dan juvenil IV. Panjang tubuh juvenil berkisar antara 438–950 µm dan
dewasanya 1.200–1.500 µm
Siklus hidup Steinernema sp. bisa lebih cepat apabila terdapat nutrisi
yang melimpah dan sebaliknya apabila tidak tersedia nutrisi yang cukup maka
siklus hidup nematoda bisa lebih lama. Steinernema sp. akan melakukan
migrasi ke tempat lain apabila tidak ada persediaan makanan yang cukup.
Perpindahan nematoda dari suatu tempat ke tempat lain melalui bantuan air,
angin atau terbawa oleh alat-alat pertanian. Nematoda Entomoatogen
Steinernema sp. bersifat amphigonus yaitu mempunyai individu jantan dan
betina serta dapat kawin untuk menghasilkan generasi baru. Telur dapat
diletakkan di dalam lingkungan atau di dalam tubuh serangga inang. Juvenil
infektif biasanya melakukan ganti kulit di dalam telur. Nematoda yang bari
menetas adalah juvenil infektif stadia kedua.
Infeksi dilakukan oleh stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI)
terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran
intersegmental yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga maka,
bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk
berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga.
Nematoda sendiri mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Sehingga
serangga yang terinfeksi dapat mati dalam waktu 24-48 jam setelah infeksi
(Uge, Yusnawan, and Baliadi 2021).

B. Jamur Metarhizium sp.


Metarhizium adalah salah satu jamur patogen serangga yang dikenal
sebagai jamur green muscardine karena mempunyai konidia (spora) berwarna
hijau. Jamur Metarhizium pertama kali diisolasi oleh Metschnikoff dari
serangga hama yang menyerang tanaman gandum Anisoplia austriaca pada
tahun 1879 dan didentifikasi sebagai Entomophthora anisopliae, dan pada

6
tahun 1888 jamur ini digunakan pertama kali dalam pengendalian hama secara
hayati (Indrayani 2017). Sejak saat itu eksplorasi isolat jamur M. anisopliae
semakin berkembang ke kelompok serangga lainnya, seperti Lepidoptera,
Hemiptera, Diptera, Hymenoptera, dan Coleoptera.
Metarhizium adalah genus yang sangat beragam dan keragaman dapat
dikaitkan dengan habitat, kondisi iklim, tanaman dan/atau inang serangga.
Metarhizium adalah jamur mesofilik yang tumbuh pada suhu antara 10 dan 40° C,
dengan suhu optimal untuk perkecambahan dan pertumbuhan antara 25 dan 30° C
dan mengalami kematian pada suhu 50° C. Selain itu, banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa spesies bervariasi di berbagai wilayah, M. robertsii dan M.
brunneum menjadi spesies dominan di Ontario dan Siberia Barat, M. brunneum di
Oregon, M. flavoviride di Denmark, M. aniso pliae di Meksiko dan Brazil, serta
M. pingshaense di Jepang (Brunner-Mendoza et al. 2019).

Gambar 1. Metarhizium anisopliae (EH-473/4) (Brunner-Mendoza et al. 2019)

Infeksi Metarhizium dimulai ketika serangga rentan bersentuhan dengan


konidia dari suspensi konidia yang tersebar secara antropogenik atau konidia
yang ditemukan di dalam tanah (antropogenik atau alami). Konidia menempel
pada kutikula serangga inang melalui interaksi hidrofobik. Protein utama yang
terlibat dalam hal ini adalah hidrofobin permukaan konidia yang salah satunya
dikodekan oleh ssgA. Adhesin spesifik seperti Mad1 (Metarhizium adhesi 1)

7
juga berkontribusi untuk menempelkan konidia pada permukaan inang.
Perkecambahan konidia pada kutikula serangga tergantung pada berbagai
faktor biotik seperti hidrokarbon kutikula serangga serta faktor abiotik
(misalnya suhu, radiasi matahari, dan kelembaban). Setelah tahap
perkecambahan, jamur mengembangkan struktur tahan yang disebut
+2
appressorium di mana cAMP dan sinyal ion Ca terlibat. Di bawah
appressoria terbentuk pasak penetrasi yang menembus kutikula inang.
Setelah penetrasi kutikula, hifa jamur memasuki hemocoel serangga yang
memicu mekanisme pertahanan inang, seperti produksi fenoloksidase, dan juga
aktivasi hemosit yang melepaskan bioaktif dan mencapai fagositosis, enkapsulasi
atau nodulasi untuk memerangi mikosis. Reseptor Pengenalan Patogen Serangga
(PRR's) seperti peptidoglikan dan protein pengikat -glukan berinteraksi dengan
Patogen Associated Molecular Patterns (PAMP's) jamur seperti mannans dan
-glukan jamur dan memulai reaksi pertahanan (Butt et al. 2016). Begitu berada di
dalam inang, morfologi jamur berubah dari hifa menjadi blastospora seperti ragi.
Blastospora berkembang biak di haemocel dan menyerang jaringan lain,
sementara jamur melanjutkan penyerapan nutrisi. Di sini Metarhizium
mengeluarkan asam trehalase yang diarahkan pada hidrolisis trehalosa, gula
utama yang ditemukan dalam hemolimfa serangga.

C. Hama uret (Lepidiota stigma)


Menurut deskripsi yang dilakukan oleh (Simbolon, Sembiring, and
Sabrina 2018) mengklasifikaskan Lepidiota stigma sebagai berikut:
Phylum : Arthopoda
Classis : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Melolonthidae
Genera : Lepidiota
Species : Lepidiota stigma S.

8
Kumbang Lepidiota stigma berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat
terang , tubuhnya ditutupi sisik renik berwarna kuning atau putih kekuningan.
Bila sisik-sisiknya lepas, warna tubuhnya menjadi coklat tua mengkilap.
Panjang kumbang Lepidiota stigma 3,5 – 5 cm, diameter larva 1,0 – 1,1 cm
dengan panjang tubuh mencapai 7,5 cm (Siswanto, Sumanto, and Soetopo
2017). Pada bagian kepala terdapat sungut dengan tipe sungut pada ruas-ruas
ujung meluas. Memiliki 1 pasang sungut, tiga ruas ujung terakhir sungut
meluas menjadi struktur-struktur seperti keping yang dapat membentang
secara lebar (Maa, n.d.). Siklus hidup uret beragam tergantung pada jenis uret
dan keadaan lingkungan setempat, namun pada umumnya berlangsung selama
satu tahun dengan melalui berbagai stadia yang terdiri dari stadia telur, uret
aktif, uret tak aktif (istirahat), pupa dan imago (kumbang). Dari kelima
stadium ini hanya stadium kumbang yang muncul di atas permukaan tanah
sedangkan stadia lainnya berlangsung di dalam tanah. Stadium uret aktif
berlangsung paling lama yaitu antar 5-9 bulan.
L. stigma merupakan jenis hama yang menjadi masalah pada tanaman
budidaya. Uret biasanya muncul secara musiman, tetapi jika populasi meledak
dapat menyebabkan kerugian yang cukup serius. Siklus hidup uret pada
umumnya berlangsung selama satu tahun dengan melalui berbagai stadia yang
terdiri dari stadia telur, larva (aktif dan tidak aktif), pupa dan imago. Stadia
imago, berada di permukaan tanah sedangkan stadia lainnya berada dalam
tanah.
Gejala awal mirip dengan gejala tanaman yang kekeringan (kurang air).
Mulanya daun menguning pada rumpun bagian dalam dan menjadi gugur,
selanjutnya menjadi gundul dan batang menjadi rusak. Pada kasus yang parah,
pangkal batang tanaman dapat terangkat dan tercabut dengan sendirinya.
Kerusakan yang terberat terjadi pada saat stadia larva instar 3 karena pada stadia
ini L. stigma sangat rakus, khususnya saat masih muda. Stadia larva instar awal

9
biasanya hidup di tanah organik. Keberadaan populasi instar L. stigma
sebanyak 4-5 ekor per pohon dapat menyebabkan kerusakan secara ekonomis.
Instar 3 dari larva ini dikenal sangat rakus makan dan tumbuh dengan sangat
cepat, namun kemudian uret menjadi inaktif, bergerak masuk ke dalam tanah
membuat semacam ‘saluran’ atau ‘terowongan’ untuk masa berpupa. Siklus
hidup serangga ini membutuhkan waktu sekitar 1 tahun.

Gambar 2. Siklus hidup uret (Lepidiota stigma) (Saefullah 2019)

D. Kedelai Edamame (Glycin max (L.) Merr. var Edamame)


Berdasarkan klasifikasi kedudukan tanaman kedelai edamame dalam
sistematika taksonomi tumbuhan yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Fabales
Family : Fabaceae / Leguminosae
Genus : Glycine Willd.
Species : Glycine max (L.) Merr. var edamame (“USDA Plants
Database” n.d.)

10
Tanaman edamame tumbuh dengan tegak, membentuk semak, dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman edamame terdiri dari
akar, batang, daun, bunga, polong, dan biji. Tinggi tanaman edamame
berkisar antara 30-50 cm, bercabang sedikit, bergantung pada varietas dan
lingkungan hidupnya. Tanaman kedelai memiliki daun majemuk, berbentuk
bulat dengan ujung lancip, berwarna hijau tua hingga hijau kekuning-
kuningan. Edamame berbunga secara sempurna, yaitu memiliki benang sari
dan putik dalam satu bunga. Polong kedelai terbentuk 7-10 hari setelah
munculnya bunga mekar. Persyaratan kedelai edamame lebih ditekankan
kepada ukuran polong muda, dengan lebar 1,4-1,6 cm, dan panjang 5,5-6,5
cm. Dalam satu tanaman, edamame mampu menghasilkan 20-36 polong,
baik polong isi maupun polong hampa (Maya 2020).

Gambar 3. Tanaman kedelai edamame (Glycine max (L.) Merr.


var Edamame)

11
2.2 Kerangka Berpikir

Efektivitas NEP Steinernema sp. dan Metarhizium sp. sebagai Pengendali


Hama Lepidiota stigma pada Tanaman Kedelai Edamame (Glycine max
(L.) Merr. var Edamame)

Tingginya penggunaan pestisida kimia sebagai Ledakan hama uret (Lepidiota stigma) pada musim
salah satu bentuk pengendalian hama hujan menurunkan produktivitas tanaman

NEP Steinernema sp. efektif mengendalikan Lahan mengalami penurunan karena


hama uret (Lepidiota stigma) residu kimia dan serangan hama

Jamur Metarhizium sp. diakui sebagai agen NEP Steinernema sp. dan Metarhizium sp.
kontrol biologis serangga memberikan mortalitas uret hingga 92%

2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka penelitian di atas maka dapat diduga hasil penelitian
ini antara lain :
1. Pemberian NEP Steinernema sp. dapat membantu menekan populasi hama
uret (Lepidiota stigma) pada lahan tanaman kedelai edamame (Glycin max
(L.) Merr. var Edamame).
2. Pemberian agensia hayati Metarhizium sp. dapat membantu menekan populasi
hama uret (Lepidiota stigma) pada lahan tanaman kedelai edamame (Glycin
max (L.) Merr. var Edamame).
3. Interaksi dari NEP Steinernema sp. dan agensia hayati Metarhizium sp. dapat
menekan populasi hama uret (Lepidiota stigma) pada lahan tanaman kedelai
edamame (Glycin max (L.) Merr. var Edamame).

12
DAFTAR PUSTAKA

“Badan Pusat Statistik.” n.d. Accessed September 12, 2021.


https://www.bps.go.id/publication/2021/07/27/16e8f4b2ad77dd7de2e53ef2/an
alisis-produktivitas-jagung-dan-kedelai-di-indonesia-2020--hasil-survei-
ubinan-.html.

Brunner-Mendoza, Carolina, María del Rocío Reyes-Montes, Soumya Moonjely,


Michael J. Bidochka, and Conchita Toriello. 2019. “A Review on the Genus
Metarhizium as an Entomopathogenic Microbial Biocontrol Agent with
Emphasis on Its Use and Utility in Mexico.” Biocontrol Science and
Technology 29 (1): 83–102. https://doi.org/10.1080/09583157.2018.1531111.

Butt, T.M., C.J. Coates, I.M. Dubovskiy, and N.A. Ratcliffe. 2016. “Entomopathogenic
Fungi.” In Advances in Genetics, 94:307–64. Elsevier.
https://doi.org/10.1016/bs.adgen.2016.01.006.

Erdiansyah, Iqbal. 2016. “PEMANFAATAN FORMULA NEMATODA


ENTOMOPATOGEN Steinernema Carpocapsaes UNTUK
MENGENDALIKAN HAMA ULAT DAUN Spodoptera Litura PADA
PERTANAMAN KEDELAI.” Jurnal Ilmiah Inovasi 16 (1).

Indrayani, I. Gusti Agung Ayu. 2017. “POTENSI JAMUR Metarhizium anisopliae


(METSCH.) SOROKIN UNTUK PENGENDALIAN SECARA HAYATI
HAMA URET TEBU Lepidiota stigma
(COLEOPTERA:SCARABAEIDAE)/Potency of Metarhizium anisopliae
(Metsch.) Sorokin for biocontrol of sugarcane white grub, Lepidiota stigma.”
Perspektif 16 (1): 24–32. https://doi.org/10.21082/psp.v16n1.2017.24-32.

Maa, Ali. n.d. “Records of Four Species of Subfamily Melolonthinae Macleay, 1819
from Malaysia (Scarabaeidae: Coleoptera).” Journal of Entomology and
Zoology Studies, 11.

Maya, Sintia Dewi. 2020. “EFEKTIVITAS PEMBERIAN KONSENTRASI ASAP


CAIR DENGAN KOMPOS AZOLLA TERHADAP SERANGAN HAMA
UTAMA SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI EDAMAME.”
Undergraduate, Universitas Muhammadiyah Malang.
http://eprints.umm.ac.id/65132/.

13
Nguyen, Khuong, and David Hunt. 2007. Entomopathogenic Nematodes:
Systematics, Phylogeny and Bacterial Symbionts. BRILL.

Rosyidi, Imron, Hari Purnomo, Nanang Tri Haryadi, and Mohammad Hoesain. 2017.
“KOMPATIBILITAS CENDAWAN METARHIZIUM ANISOPLIAE
(METSCHN.) SOROKIN DENGAN NEMATODA ENTOMOPATOGEN
STEINERNEMA SP.” JURNAL HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
TROPIKA 17 (2): 111–18. https://doi.org/10.23960/j.hptt.217111-118.

Saefullah, Pija. 2019. “EFEKTIFITAS KONSENTRASI NEMATODA


ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp.) TERHADAP MORTALITAS
LARVA Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaeidae).”
http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/15769.

Simbolon, Armando Septian, Mariani Sembiring, and Tengku Sabrina. 2018.


“Deskripsi Makrofauna Pada Tanah Andisol Di Kabupaten Karo Dengan
Berbagai Ketebalan Abu Vulkanik Gunung Sinabung.” Jurnal Pertanian
Tropik 5 (1): 20–29. https://doi.org/10.32734/jpt.v5i1.3130.

Siswanto, Sumanto, and Deciyanto Soetopo. 2017. “URET PADA TANAMAN


TEBU DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGENDALIANNYA
DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN.” Perspektif 15
(2): 110– 23. https://doi.org/10.21082/psp.v15n2.2016.110-123.

Soewanto, Hani, and Adi Prasongko. n.d. “Agribisnis Edamame untuk Ekspor,” 28.

Sunarto, Toto. 2017. “PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN PADI


DENGAN BIOPESTISIDA (NEMATODA ENTOMOPATOGEN,
Steinernema spp.) DI DESA PURBAHAYU, KECAMATAN
PANGANDARAN, KABUPATEN PANGANDARAN.” Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat 1 (6). http://journal.unpad.ac.id/pkm/article/view/16439.

Sunarto, Toto-, and Aep Wawan Irwan. 2019. “The Effectiveness of


Entomopathogenic Nematode Steinernema spp. on Mortality of Lepidiota
stigma F. (Coleoptera: Scarabaeidae).” CROPSAVER - Journal of Plant
Protection 2 (2): 77–81. https://doi.org/10.24198/cropsaver.v2i2.23947.

14
Uge, Emerensiana, Eriyanto Yusnawan, and Yuliantoro Baliadi. 2021. “Pengendalian
Ramah Lingkungan Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura Fabricius) Pada
Tanaman Kedelai.” Buletin Palawija 19 (1): 64–80.
https://doi.org/10.21082/bulpa.v19n1.2021.p64-80.

“USDA Plants Database.” n.d. Accessed June 17, 2021.


https://plants.usda.gov/home/plantProfile?symbol=GLMA4.

15

Anda mungkin juga menyukai