NIM : 20180210101
Dosen Pembimbing II :
……………………………………………………………………
Rekaman Proses :
Seminar Proposal
Seminar Hasil
Ujian Skripsi
Usulan Penelitian
Diajukan oleh :
Cindy Novita Sari
20180210101
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Usulan Penelitian
20180210101
NIP: 19620923199303133017
Pembimbing Pendamping
ii
................................... Tanggal .........................
Mengetahui :
NIK. 19721012200004133050
DAFTAR ISI
Halaman
iii
A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................15
B. Bahan dan Alat Penelitian.......................................................................15
C. Metode Penelitian....................................................................................15
D. Tata Cara Penelitian................................................................................16
E. Parameter yang diamati...........................................................................27
F. Analisis data............................................................................................29
G. Jadwal Penelitian.....................................................................................29
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Rhizobium sp. merupakan bakteri yang hidup bebas dalam tanah dan daerah
perakaran tumbuh – tumbuhan legume maupun bukan legume. Bakteri Rhizobium
sp. hanya mampu bersimbiosis dengan legume seperti kedelai Edamame, dengan
1
2
menunjukkan FMA berupa propagul dengan dosis 1 gram per lubang tanam benih
kedelai yang diberikan merupakan FMA yang efektif menginfeksi perakaran
kedelai dan mampu membantu pertahanan tanaman kedelai dalam mengatasi efek
dari cekaman kekeringan.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
umumnya tumbuh dari ketiak daun. Mentreddy (2002) menyatakan bahwa waktu
optimum untuk pemanenan adalah ketika polong masih berwarna hijau, belum
matang dan padat dengan biji hijau yang telah berkembang secara penuh yang
biasanya terjadi pada fase pengembangan.
Syarat tumbuh Edamame menghendaki ketinggian lahan minimal
200 m diatas permukaan laut (dpl), suhu berkisar 26 – 30°C, dengan penyinaran
matahari penuh. Edamame menghendaki tanah yang subur dengan pengairan yang
baik dan kemasaman tanah netral. Kedelai termasuk tanaman hari pendek
sehingga tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis yaitu 15 jam
perhari. Jika varietas kedelai yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik
dengan panjang hari 14-16 jam, ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang
hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi, karena
masa 8 bunganya menjadi pendek yaitu dari umur 50-60 hari menjadi 35-40 hari
setelah tanam (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Di Indonesia, tanaman kedelai
dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah dengan
ketinggian 1200 m dari atas permukaan laut (Fachruddin, 2000). Akan tetapi,
umumnya pertumbuhan tanaman kedelai akan baik pada pada ketinggian tidak
lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Kedelai dapat tumbuh baik pada
tanah-tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Selain itu kedelai
menghendaki tanah yang subur, gembur dan kaya bahan organik, dengan
keasamaan tanah (pH) yang cocok berkisar antara 5,8-7,0 (Juniadi, 2015).
Menurut Singgih (2013) teknik budidaya kedelai Edamame dapat
dilakukan dengan cara berikut :
1. Persiapan media tanam
Media yang perlu disiapkan adalah tanah. Tanah yang biasa
digunakan dalam budidaya kedelai Edamame ialah tanah Regosol. Tanah
yang akan gunakan perlu di kering angikan dengan bantuan sinar mtahari,
ketika tanah sudah kering maka tanah diayak menggunakan alat ayakan
kemudian dimasukkan ke dalam polybag dan diberi label menurut
perlakuan masing-masing.
8
2. Persiapan Benih
Benih yang digunakan harus memiliki kualitas baik, yakni benih
yang sudah cukup tua, utuh, dan warnanya mengkilat. Selain itu benih juga
harus bersih dari kotoran, hama, dan penyakit. Sebelum dilakukan
penanaman benih Edamame, terlebih dahulu dilakukan pengujian daya
kecambah yang bertujuan untuk mengetahui presentase daya kecambah
Edamame yang akan ditanam.
3. Penanaman
Polybag yang digunakan berukuran 30x40 cm, dan diisi tanah
dengan kapasitas 10 kg. Tanah dilubangi 2-3 cm (dilubangi menggunakan
ibu jari) dari permukaan tanah kemudian benih kedelai Edamame
dimasukan ke dalam lubang tanam, satu polybag berisi dua benih kedelai.
Kemudian benih ditutup mengunakan tanah.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi :
a. Penyulaman
Proses penyulaman kedelai Edamame dilakukan 1 minggu setelah
tanam (MST) dengan mengganti benih yang tidak tumbuh dengan
memindah tanaman dari tanaman kedelai Edamame yang tumbuh dua
tanaman perlubang. Penyulaman yang dilakukan sesuai pernyataan Mashar
(2010) yaitu pindah tanam dari tanaman yang seumur merupakan cara
penyulaman terbaik, dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 hari
setelah tanam (HST).
b. Penyiangan
Rerumputan atau gulma lainya perlu dibersihkan agar tidak
bersaing dengan Edamame, penyiangan dilakukan pada saat tanaman
berumur 9 HST. Penyiangan selanjutnya dilakukan sesuai kondisi
pertanaman. Gulma yang sering ditemukan pada lahan budidaya adalah
krokot/krayap, bayam berduri, rumput teki dan rumput grinting.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis maupun
menggunakan herbisida
9
c. Penyiraman
Kedelai menghendaki kondisi tanah lembab namun tidak becek
pada saat penanaman dan pengisian polong. Menjelang panen sebaiknya
dalam keadaan kering. Proses penyiraman dapat dilakukan dengan
menyiramkan air pada polybag pada pagi dan sore hari diawal penanaman.
Kemudian pada sore hari pada saat kedelai mulai tumbuh
d. Pemupukan
Umumnya untuk kedelai dosis yang dianjurkan adalah N 100 kg
Urea/ha, P150 kg TSP/ha, 100 kg KCl/ha, dan ditambah dengan pupuk
kandang 5 ton/ha. Pupuk diberikan tiga kali, yaitu :
1) Pupuk dasar
Diberikan pada awal penananman, dengan cara dicampurkan, dengan
dosis sepertiga dari total dosis.
2) Pupuk susulan I
Umur 20 hari setelah tanam, dosis sepertiganya dengan cara dienclo
disamping tanaman.
3) Pupuk susulan II
Umur 40 hari setelah tanam, dosis sepertiganya dengan cara dienclo
disamping tanaman.
e. Pengendalian OPT
Serangan OPT pada tanaman dapat menyebabkan penurunan
produktivitas hasil apabila tidak dilakukan usaha pengendalian.
Pengendalian dilakukan secara terpadu sesuai dengan jenis hama maupun
penyakitnya. Hama yang sering dijumpai menyerang tanaman kedelai
adalah sebagai berikut (Marwoto et al., 2017) :
1) Lalat Bibit Kedelai (Ophiomyia phaseoli)
Sejak tanaman kedelai masih muda, lalat bibit kedelai sudah
menyerang hingga tanaman berumur 10 hari dengan meletakan
telurnya di daun tanaman muda. Setelah 2 hari, telur akan menetas dan
mengeluarkan larva yang akan masuk ke dalam keping biji atau
pangkal helai daun. Kemudian larva membuat lubang gerekan pada
10
percikan air atau terbawa angin. Kelembaban udara yang sangat tinggi
(>90%) selama lebih dari 12 jam, dan suhu malam hari 20-25°C sangat
sesuai bagi perkembangan penyakit. Pengendalian penyakit dapat
dilakukan dengan cara menanam varietas toleran, rotasi tanaman
dengan tanaman bukan inang, dan aplikasi fungisida berbahan aktif
triadimefon dan mankozeb.
4) Bercak Daun Mata Katak (Frogeye leaf spot) (Cercospora sojina)
Jamur ini menginfeksi pada semua stadia umur tanaman, tetapi
sangat membahayakan jika terjadi pada waktu pembungaan (Westphal
et al,. 2009). Patogen terutama menyerang daun muda. Gejala awal
pada daun berupa bercak kecil menyerupai mata katak berwarna
kuning. Pusat bercak berkembang menjadi berwarna cokelat terang
dan kemudian berubah warna menjadi abu-abu terang. Serangan yang
parah menyebabkan daun berlubang atau sobek dan gugur sebelum
waktunya. Patogen juga dapat menginfeksi batang, polong, dan biji,
dengan gejala awal berupa noda berwarna gelap dan tampak
kebasahan. Infeksi pada batang muda mengakibatkan batang berwarna
coklat kemerahan dengan tepi sempit berwarna gelap. Biji yang
terinfeksi dicirikan oleh noda berwarna abu-abu terang hingga gelap
pada kulit biji. Suhu yang hangat (20-30 °C) dan kelembaban tinggi
(90-100%) sangat sesuai bagi jamur menghasilkan spora dan proses
infeksi patogen. Spora tersebut akan menyebar dengan bantuan
percikan air hujan, dan angin. Jamur dapat bertahan hidup pada sisa
tanaman dan benih yang terinfeksi.
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah membersihkan lahan
dari sisa tanaman, menggunakan benih sehat/bebas patogen, dan
perlakuan benih dengan fungisida berbahan aktif mankozeb.
5) Bercak target (Target spot) (Corynespora cassiicola)
Gejala serangan khas, yaitu bercak melingkar dengan garis pusat
lingkaran (konsentris) yang jelas. Kumpulan bercak yang menyatu
menyebabkan daun mengalami nekrotik (mengering) dalam waktu
yang sangat cepat kemudian robek. Infeksi C. cassiicola dengan
15
umumnya berupa humus (peat). Tanaman kedelai dikenal sebagai sumber protein
nabati yang murah karena kadar protein dalam biji kedelai lebih dari 40%.
Semakin besar kadar protein dalam biji, akan semakin banyak pula kebutuhan
nitrogen sebagai bahan utama protein. Dilaporkan bahwa untuk memperoleh hasil
biji 2,50 ton/ha, diperlukan nitrogen sekitar 200 kg/ha. Dari jumlah tersebut,
sekitar 120 – 130 kg nitrogen dipenuhi dari kegiatan fiksasi nitrogen
FMA (Fungi Mikoriza Arbuskular) adalah salah satu jasad renik tanah dari
kelompok jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Jamur ini mempunyai
sejumlah pengaruh yang menguntungkan bagi tanaman yang bersimbiosis
dengannya (Hapsoh. H, 2008). Asosiasi FMA terjadi karena pembentukan struktur
fungi intraseluler yang sangat bercabang atau “arbuscules” yang diyakini sebagai
tempat pertukaran fosfat antara fungi dan tanaman. Vesikula yang mengandung
lipid dan dianggap sebagai struktur penyimpanan karbon juga dapat terbentuk
dalam beberapa kasus, meskipun ini akan tergantung pada simbion jamur serta
kondisi lingkungan (Smith, 1997). Sebagian besar penelitian tentang FMA tetap
menggunakan akar tanaman sebagai media pertumbuhan FMA. Vesikular
merupakan struktur fungi yang berasal dari pembengkakan hifa internal,
berbentuk bulat telur dengan ukuran 30-50 μm – sampai 80 μm100 μm, yang
berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan
makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk
mempertahankan kehidupan fungi. Jika suplai metabolik dari tanaman inang
berkurang, maka cadangan makanan itu akan digunakan oleh fungi sehingga
vesikular mengalami degenerasi (Brundrett, 2004). Jika dalam keadaan tidak
menguntungkan maka akan terbnetuk spora sebagai sel vegetatig. Secara umum
spora yang berkecambah mengandung cadangan makanan dalam bentuk lemak
netral (TAG) yang berperan mendukung pertumbuhan. Lemak ini merupakan
bentuk utama karbon pada spora, hifa dan vesikel FMA, meliputi 45-95 % pol
karbon spora tergantung pada spesies.
21
Bahan pembawa inokulum atau carrier merupakan suatu bahan yang dapat
digunakan sebagai tempat hidup inokulum pupuk hayati sebelum diaplikasikan
dengan tujuan agar tetap hidup selama jangka waktu tertentu sehingga harus dapat
mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu tumbuh dan berkembang pada saat
digunakan. Keberhasilan dari inokulan mikrobia tergantung dari beberapa faktor,
dimana bahan pembawa (carrier) menjadi faktor terpenting (Tyas, 2008). Salah
satu sifat terpenting yang diperlukan dari bahan pembawa (carrier) adalah
kemampuannya dalam mempertahankan populasi dari inokulan mikrobia agar
tetap tinggi selama jangka waktu penyimpanan (Karnataka, 2007).
Menurut Aji (1994) bahan pembawa yang baik untuk inokulan adalah
tidak beracun untuk mikroba yang dikandungnya, mudah untuk memproses dan
bebas dari bahan yang menggumpal, mudah untuk disterilkan dengan autoklaf
atau gamma-iradiasi, mudah didapatkan dan terjangkau, daya rekat yang baik
untuk bibit, kisaran pH netral, tidak beracun bagi tanaman serta steril dari mikrob
indigenus sehingga inokulan mampu bertahan hidup tanpa adanya persaingan
dengan mikrob indigenus dalam bahan pembawa. Albareda et al,. (2008)
menyatakan bahwa jika ada mikrob indigenous yang tumbuh secepat angka dari
jumlah mikrob inokulan yang dimasukkan maka dapat memungkinkan lebih
banyak mikrob yang tidak diinginkan pada hasil akhir pupuk hayati. Oleh karena
22
me/100 g, dan KTK rata-rata 160,97 me/100 g serta kandungan kadar air rata-rata
mencapai 8,43% dan pH 6,04%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tanah
gambut memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pembawa bagi inokulan Rhizobium sp. Penelitian Suryantini (2016)
menjelaskan bahwa penggunaan carrier pupuk hayati bakteri pelarut fosfat
berbahan dasar gambut+dolomit+arang (2:1:1) mampu menyediakan tempat
tumbuh bagi mikrobia sehingga dapat tumbuh selama penyimpanan sebelum
diaplikasikan. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Arief (2011)
menyimpulkan bahwa penggunaan carrier gambut 100% pada pH 4,5 isolat
Rhizobium sp. mampu menghasilkan jumlah nodul akar terbaik dan mampu
meningkatkan pembentukan bintil akar sebanyak 39 nodul/tanaman. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Mieke Rochimi et al., (2017) penggunaan bahan
pembawa gambut dengan lama penyimpanan 2 bulan dapat meningkatkan
populasi Azotobacter sp. dari 2,43x109cfu/g menjadi 2,97x109 cfu/g.
G. Hipotesis
I. Metode Penelitian
cadangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 3 sampel, 2 korban dan 1 cadangan
(Lay Out pada lampiran 2). Sehingga total terdapat 72 tanaman
c. Uji Aerobisitas
Pengamatan uji aerobisitas Rhizobium sp. dilakukan pada media
YMC (Yeast Manitol Cair) sebanyak 1 ml suspensi bakteri dan kemudian
diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar. Dari hasil tersebut dilihat
pertumbuhan sel yang dihasilkan. Jika koloni tumbuh pada permukaan
tabung reaksi maka tergolong bakteri aerob, jika bakteri tersebar didalam
tabung reaksi termasuk fakultatif anaerob dan apabila bakteri berada
didasar tabung reaksi termasuk bakteri anaerob.
d. Uji Katalase
Pengujian katalase dilakukan dengan meneteskan enzim katalase
(H2O2) pada cawan porselen. Kemudian melakukan pengambilan 1 ose
suspensi Rhizobium sp. lalu dicampurkan dengan enzim katalase (H2O2)
kemudian dihomogenkan. Hasil menunjukkan positif apabila
menimbulkan gelembung-gelembung.
11. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan menyiramkan air pada polybag pada
sore hari diawal penanaman. Kemudian dilakukan penyiraman sesuai
dengan perlakuan dengan frekuensi penyiraman A (setiap hari), B (2 hari
sekali), C (4 hari sekali) dan D (6 hari sekali ) pada waktu sore hari saat
kedelai mulai tumbuh
b. Penyulaman
Proses penyulaman kedelai Edamame dilakukan saat terdapat
kedelai Edamame yang mati 1 dengan memindah tanaman dari tanaman
kedelai Edamame cadangan.
c. Penyiangan
Rerumputan atau gulma yang tumbuh disekitar pertanaman kedelai
langsung dicabut dan ditumpukkan disekitar tanaman.
d. Pemupukan
Pemupukan dasar dilakukan 7 hari sebelum tanam dengan
menggunakan pupuk kandang 150 gram, Urea 0,29 gram, Sp-36 0,55 gram
dan KCL 0,22 gram untuk setiap polybag dengan metode pemupukan
placement atau ditempatkan pada bagian bawah tanah. Pupuk susulan I
dilakukan pada 20 (HST), pupuk yang digunakan meliputi pupuk kandang
150 gram, Urea 0,29 gram, Sp-36 0,55 gram dan KCL 0,22 gram untuk
setiap polybag dengan metode pemupukan di enclo disekitar tanaman.
Pupuk susulan II dilakukan pada 40 (HST), dengan dosis dan metode yang
sama pada pemupukan susulan I.
21
dan akar. Jamur juga menginfeksi tanaman dewasa pada bagian akar, daun,
batang, dan polong.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan kultur teknis
dengan membuat guludan dan mengatur drainase, menghindari penanaman
kedelai saat curah hujan tinggi, rotasi dengan tanaman bukan inang dan
mengurangi sumber inokulum di dalam tanah dengan menjaga kebersihan
lahan. Pengendalian kimiawi dengan perlakuan benih menggunakan
fungisida berbahan aktif karboksin, triadimefon, iprodionakan, kloranil,
kloroneb, mankozeb, thiram, dan kaptan. Pengendalian hayati
menggunakan jamur antagonis dari genus Trichoderma dan Gliocladium
spp.
b. Hawar Semai Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. glycine)
Serangan penyakit pada fase perkecambahan menyebabkan
kecambah rebah dan bahkan mati. Serangan pada tanaman dewasa
menyebabkan tanaman layu, busuk akar samping, tudung akar, dan
pangkal batang tanaman. Penularan penyakit dapat melalui air, alat
pertanian, dan tanah. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan
kultur teknis dengan cara memperbaiki drainase dan aerasi tanah,
menghindari penanaman kedelai saat curah hujan tinggi, mengusahakan
agar lingkungan tanaman terpapar sinar matahari yang cukup (solarisasi),
penggunaan mulsa plastik untuk meningkatkan suhu tanah, perlakuan
benih menggunakan fungisida berbahan aktif thiram (3 g/kg biji) atau
dengan karbendazim (2 g/kg benih). Pengendalian hayati mengunakan
jamur antagonis dari genus Trichoderma dan Gliocladium spp. Aplikasi
fungisida kimia berbahan aktif etridiazol dan thiofanat
c. Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi)
Patogen menginfeksi daun kedelai terutama pada musim kemarau
mulai tanaman berumur 14-21 hari hingga menjelang panen. Gejala
serangan pada daun berupa bercak kecil berwarna coklat kemerahan mirip
karat yang berisi kumpulan uredia. Bercak mulai terlihat pada daun bagian
bawah. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara menanam
24
varietas toleran, rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, dan aplikasi
fungisida berbahan aktif triadimefon dan mankozeb.
tertutup oleh badan buah (acervuli) yang berduri kecil (setae), berwarna
hitam. Infeksi pada fase pembentukan hingga pemasakan polong
menyebabkan biji mengkerut dan berwarna cokelat gelap. Pengendalian
yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengusahakan tanaman tumbuh
sehat agar terhindar dari infeksi karena penyakit antraknosa umumnya
merupakan penyakit sekunder, menjaga kebersihan lahan, perlakuan benih
dengan fungisida berbahan aktif benomi.
g. Hawar Bakteri (Bacterial Blight) (Pseudomonas syringae)
Tanaman yang terinfeksi pada awal tanam/fase perkecambahan
hingga berpolong dicirikan dengan noda cokelat di bagian tepi. Pada
tanaman dewasa gejala pada daun berupa bercak bersudut, dimulai dari
bintik kuning dan menjadi coklat. Perubahan warna menjadi cokelat tua
hingga kehitaman dan mengering terjadi pada pusat noda. Bercak
dikelilingi lingkaran hijau kekuningan di sekitar tepi jaringan yang terlihat
kebasahan. Bercak yang menyatu menjadi nekrotik (mengering) dan
mengakibatkan bagian tengah bercak sobek dan daun berlubang. Daun
muda pada umumnya lebih rentan terhadap infeksi hawar bakteri. Infeksi
pada polong berupa bercak kecil, kebasahan, kemudian bercak menyatu
sehingga menjadi besar. Infeksi lanjut menyebabkan bercak menyelubungi
seluruh permukaan polong, dan kulit polong menjadi cokelat gelap atau
hitam. Biji terinfeksi menjadi berkerut dan berubah warna.
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan cara rotasi
tanaman, menanam benih bebas patogen, eradikasi (memusnahkan)
tanaman sakit dengan cara membakar atau menimbun sisa tanaman
terinfeksi, perlakuan benih dengan bakterisida (streptomisin).
h. Mosaik kedelai (Soybean mosaic virus)
iri khas infeksi SMV berupa daun agak kaku, tulang daun berwarna hijau
tua dan kekuningan di sekitar tulang daun, kerdil, daun keriting, dan daun
melengkung ke bawah (malformasi). Beberapa strain SMV mengakibatkan
gejala nekrosis pada daun. Pada beberapa varietas kedelai, infeksi SMV
menyebabkan gejala belang coklat pada kulit biji. Sumber SMV dapat
berasal dari biji terinfeksi (seed borne). Penularan ke tanaman sehat
26
melalui perantara vektor virus yang berupa serangga dari kelompok aphid
secara non persisten (virus bertahan hidup di dalam tubuh serangga hanya
dalam waktu singkat dan segera ditularkan ke tanaman lain setelah vektor
mengisap cairan tanaman). Vektor SMV antara lain Aphis cracivora, A.
fabae, A. glycine, A. gossypii, A. nasturtii, dan A. nerii.
Pengendalian dapat dilakukan dengan menanam benih kedelai
bebas virus, menghindari menanam kedelai di daerah endemik vektor
SMV, memusnahkan tanaman terinfeksi dengan cara mencabut dan
membakar dan aplikasi insektisida berbahan aktif imidakloprid untuk
mengendalikan vektor.
i. Katai kedelai (Soybean dwarf virus)
Gejala penyakit muncul pada daun yang berubah warna menjadi
mosaik dan berkeriput, helai daun mengecil, menggulung, menguning dan
agak kaku. Pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil (dwarf) dengan ruas
batang memendek. Bentuk polong yang terinfeksi virus katai tidak normal,
pendek, dan agak melengkung. Virus katai disebarkan oleh serangga dari
kelompok aphid, seperti A. crassivora, A. glycines, dan M. Persicae. Virus
dapat bertahan pada tanaman inang selain kedelai, misalnya semanggi
(Trifolium pratense).
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara menanam benih kedelai
bebas virus, sanitasi yaitu memusnahkan atau membakar gulma inang,
menghindari menanam kedelai di daerah endemik vektor SDV, perlakuan
benih dengan insektisida berbahan aktif tiametoxam, aplikasi insektisida
berbahan aktif imidacloprid untuk mengendalikan serangga vektor, dan
aplikasi cendawan hiperparasit L. lecanii dan P. fumosoroseus untuk
membunuh serangga vektor dan telur aphid (Chun dan Mingguang 2004).
j. Kerdil kedelai (Soybean stunt virus)
Gejala penyakit ini mirip Katai Kedelai (SDV) yaitu tanaman
kerdil, daun mengecil, dan mosaik pada daun. Tanaman yang terinfeksi
menghasilkan polong dengan biji yang kecil disertai belang. Virus kerdil
disebarkan oleh serangga dari kelompok aphid, seperti A. crassivora, A.
glycines, Aulacarthum solani, dan M. persicae. Virus juga ditularkan
27
1. Nodulasi
a. Jumlah Nodul Akar
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah seluruh nodul akar
yang terbentuk. Dilakukan pada minggu ke-2, 4, 6, dan pada saat panen.
b. Efektivitas Nodul (%)
Pengamatan efektivitas nodul dilakukan dengan mengambil sampel nodul
secara acak dari setiap tanaman, kemudian nodul dibelah menggunakan
cutter/pisau. Pengamatan dilakukan dengan melihat ada tidaknya warna
merah pada nodul. Kemudian hitung efektivitas nodul dengan rumus
berikut:
Jumlah nodul efektif
x 100%
Jumlah nodul yang diamati
c. Bobot Segar Nodul (gram)
Menimbang seluruh nodul akar segar yang ada dalam satu tanaman.
d. Diameter Nodul (cm)
Nodul akar kedelai Edamame diukur menggunakan jangka sorong.
Kegiatan ini dilakukan pada saat pencabutan tanaman korban dan pada
saat panen.
e. Sebaran Nodul
Mengamati sebaran nodul akar setelah dilakukan pemanenan.
28
L. Analisis data
M. Jadwal Penelitian
5 Pembuatan
formula nano
Sterilisasi
6
formula nano
Pembuatan
7 formula nano
inokulum
Aplikasi
8 inokulum pada
benih
Aplikasi
9
Mikoriza
10 Penanaman
11 Pengamatan
Analisis data
12
dan pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. (2005). Kedelai Budi Daya dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Aep, W.I. (2006). Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L). Merill). Tesis.
Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.
Alfi Inayati dan Eriyanto Yusnawar. (2017). Identifikasi Penyakit Utama Kedelai
dan Cara Pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan
Umbi.
Andrianto, T.T., dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani;
Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut.
Yogyakarta. 92 hal.
Anggarini, Avy. 2012. Artikel pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil
sorgum manis (sorghum bicolor l. Moench) pada tunggul pertama dan kedua.
Fakultas Pertanian Gadjah Mada, Yogyakarta.
Argal, A. K. Rawat, S. B Aher & P. S Rajput. (2015). Bioefficacy And Shelf Life
Of Rhizobium leguminosarum Loaded On Different Carriers. Applied
Biologycal Research, 17(2),125-131
Ayu M., Rosmayanti dan Luthfi A. M. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa
Varietas Kedelai terhadap Inokulasi Bradyrhizobium. Jurnal Online
Agroteknologi. 1(2):15-23.
30
31
Campbell, N.A., J.B. Reece, and L.G. Mitchell. (1999). Biology. Fifth Edition.
Benjamin-Cummings Publishing Company. University of Virginia. 1280p.
Irwan, A.W. (2006). Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).
Skripai . Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor. Bandung
32
Kurnia Rozika Sari. 2011. Pengaruh Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium pada
tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea) di Media Tanah Madura pada
Kondisi Cekaman Kekeringan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Lailia Noviana & Budi Raharjo. (2009). Viabilitas Rhizobacteri Bacillus sp.
DUCC-BR-K1.3 pada Media Pembawa Gambut Disubtitusi dengan Padatan
Limbah Cair Industri Rokok. BIOMA, 11(1), 30-39.
Marwoto, Sri Hardaningsih & Abdulla Taufiq. (2007). Hama dan Penyakit
Tanaman Kedelai. Bogor
Putri, S.M., Anas I., Hazra F., Citraresmin A. (2010). Viabilitas inoculum dalam
bahan pembawa gambut, arang, batok, zeolit yang disteril dengan iradiasi
sinar gamma co-60 dan mesin berkas electron. Jurnal Tanah dan Lingkungan
12 (1) : 9-16.
Rizky Ratna, Nurul Aini & Lilik Setyobudi. (2015). The effect of Rhizobium and
Organic Mulches of Straw in Black Soybean (Glycine max L). Varietas
Detam 1. Jurnal Produksi Tanaman, 3(8), 689-696.
Rustaman, Ramadhani Eka Putra, Sofiyan Hadi, Ruliyana Susanti, Tika Dewi
Atikah, Krisna Septiningrum (Penyunting), 272-377. Perhimpunan Biologi
Indonesia.
Sindy Marieta Putri, Iswandi Anas, Fahizal Hazra & Ania Citraresmini. (2010).
Viabilitas Inokulan dalam Bahan Pembawa Gambut, Kompos, Arang Batok
dan Zeolit yang Disterilkan dengan Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan Mesin
Berkas Elektron. Jurnal tanah dan Lingkungan, 12(1), 23-30
Tyas, I.N. 2008. Pemanfaatan kulit pisang sebagai bahan pembawa inokulum
bakteri pelarut fosfat. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas maret.
Wu, Z., Guo, L., Qin, S., Li, C. 2012. Encapsulation of R. planticola Rs-2 from
alginate-starch-bentonite and its controlled release and swelling behavior
under simulated soil conditions. J. Ind. Microbiol. Biotechnol. 39, 317–27.
Yanto Surdianto, Nana Sutrisna, Basuno & Solihin. (2015). Panduan Teknis Cara
Membuat Arang Sekam Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Bandung.
LAMPIRAN
A B C D
B C D A
C D A B
Keterangan :
A = Tanaman dengan panyiraman 1 Hari sekali
B = Tanaman dengan panyiraman 2 Hari sekali
C = Tanaman dengan panyiraman 4 Hari sekali
D = Tanaman dengan panyiraman 6 Hari sekali
35