Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH APLIKASI KOMPOS PAITAN (Tithonia

diversifolia) DAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max L.)

PROPOSAL SKRIPSI

SRI ANISA
D1A019104

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Aplikasi Kompos Paitan (Tithonia diversifolia) dan Pupuk


Kandan Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine
max L.)
Nama : Sri Anisa
Nim : D1A019104
Jurusan : Agroekoteknologi

Menyetujui,

Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

Ir. Jasminarni, M.Si. Trias Novita, S.P., M.Si.


NIP. 19621227 198902 2 001 NIP. 19720228 200003 2 004

Mengetahui,
Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Dr. Ir. Irianto, M.P


NIP. 19621227 198703 1 006
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas limpahan rahmat dan


karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Proposal Skripsi
yang berjudul “Pengaruh Aplikasi Kompos Paitan (Tithonia diversifolia) Dan
Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai (Glycine
max L.)”.
Dalam menyelesaikan Proposal Skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak
yang membantu. Oleh karena itu. pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Ir. Jasminarni, M.Si. dan Trias Novita, S.P., M.Si. sebagai
Pembimbing Skripsi yang senantiasa membimbing serta memberikan kritik dan
saran selama penulisan Proposal Skripsi ini.
Penulis menyadari proposal skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap proposal
skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak yang membutuhkan.

Jambi, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
1.3. Manfaat Penelitian..................................................................................... 5
1.4. Hipotesis .................................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
2.1. Botani Tanaman Kedelai (Glycine max L.) ............................................... 6
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai ............................................................. 9
2.3. Kompos Paitan (Tithonia diversifolia) ...................................................... 10
2.4. Pupuk Kandang Sapi ................................................................................. 12
III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 14
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 14
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 14
3.3. Rancangan Penelitian ................................................................................ 14
3.4. Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 15
3.4.1. Pembuatan Kompos Paitan ............................................................. 15
3.4.2. Persiapan Lahan Penelitian ............................................................. 15
3.4.3. Pemberian Perlakuan ....................................................................... 15
3.4.4. Penanaman ...................................................................................... 15
3.4.5. Pemeliharaan ................................................................................... 15
3.4.6. Pemanenan ...................................................................................... 16
3.5. Variabel yang Diamati .............................................................................. 17
3.5.1. Tinggi Tanaman .............................................................................. 17
3.5.2. Jumlah Cabang Primer Per Tanaman .............................................. 17
3.5.3. Jumlah Polong Per Tanaman ........................................................... 17
3.5.4. Jumlah Polong Berisi Per Tanaman ................................................ 17
3.5.5. Bobot 100 Biji ................................................................................. 17
3.5.6. Bobot Segar dan Bobot Kering Tajuk ............................................ 18
3.5.7. Bobot Segar dan Bobot Kering Akar .............................................. 18
3.5.8. Hasil Per Hektar .............................................................................. 18
3.6. Analisis Data ............................................................................................. 19
3.7. Data Penunjang ......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20
LAMPIRAN ......................................................................................................... 23

ii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro ......................................... 23
2. Denah Petak Percobaan Menurut Rancangan Acak Kelompok .................... 24
3. Tata Letak Tanaman Pada Petak Percobaan ................................................. 25
4. Pembuatan Kompos Paitan ........................................................................... 26
5. Kebutuhan Kompos Paitan ............................................................................ 27
6. Kebutuhan Pupuk Kandang Sapi ................................................................. 28
7. Kebutuhan Pupuk NPK .................................................................................. 29

iii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan utama sesudah padi dan juga
jagung. Kedelai adalah salah satu bahan pangan sebagai sumber protein nabati
utama bagi masyarakat. Sampai sekarang belum ditemukannya bahan makanan dari
tanaman lainnya, seperti kedelai yang mana begitu kaya akan protein (Andayanie,
2016). Kedelai merupakan tanaman yang tergolong salah satu suku leguminosae
yang banyak digunakan sebagai bahan masakan terutama di Indonesia yaitu seperti
bahan dasar dalam pembuatan tahu, tempe, kecap dan sebagainya. Kedelai (Glycine
max L.) merupakan sumber protein nabati yang sangat baik untuk kesehatan tubuh.
Kedelai termasuk jenis kacang-kacangan yang dapat mudah dicerna dengan baik
oleh tubuh dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya. Hal ini
dikarenakan kandungan yang terdapat didalam kedelai, persentase yang sangat
tinggi yaitu protein, sehingga kedelai sangat baik menjadi pengganti protein hewani
atau daging. Melihat besarnya peranan kedelai, sehingga kita dapat memahami
bahwa kedelai merupakan sumber makanan lengkap, dan membantu orang-orang
yang sedang melakukan diet dengan pola vegetarian (Alpani, 2015).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2019),
produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 982,598 ton dengan luas
panen 680,373 ha dan produktifitasnya 1,444 ton.ha-1. Permintaan pasar akan
kedelai dari tahun ketahun semakin meningkat. Kebutuhan kedelai di Indonesia
2018 yaitu sebanyak 3,05 juta ton, sehingga kebutuhan kedelai yang sangat tinggi
tidak dapat di imbangi dengan produksi kedelai dalam negeri, dan perlu di imbangi
dengan impor kedelai. Impor kedelai pada tahun 2018 yaitu sebanyak 1,17 juta ton.
Selain itu menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2019) produksi
tanaman kedelai di Provinsi Jambi pada tahun 2018 yaitu sebanyak 15,400 ton
dengan luas panen 10,241 ha dan produktivitasnya 1,504 ton.ha-1. Hal ini
menunjukan bahwa produktivitas kedelai di Indonesia dan Provinsi Jambi masih
rendah bila dibandingkan dengan potensi kedelai pada Deskripsi (Lampiran 1) yaitu
2,03 – 2,25 ton.ha-1.

1
Kegiatan pertanian di Provinsi Jambi pada umumnya dilakukan di tanah
ultisol. Jika tanah ultisol digunakan untuk lahan pertanian maka tanah tersebut akan
miskin unsur hara kecuali bila tanahnya dipupuk secara teratur dan dikelola dengan
baik. Namun pemupukan tersebut harus dilakukan secara tepat (jenis, takaran,
waktu dan cara aplikasi), selain itu penanaman pada tanah ultisol bisa dilakukan
tiga kali dalam setahun (Salam, 2020).
Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan produksi dan pendapatan
petani di Provinsi Jambi yaitu dengan penggunaan pupuk yang berimbang dan
penggunaan varietas unggul tanaman kedelai. Pemupukan merupakan satu dari
sekian faktor penting untuk meningkatkan kualitas tanaman. Terdapat dua jenis
pupuk yang ada di pasaran, yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Sebagian
besar petani di Indonesia hanya menggunakan pupuk anorganik. Baharuddin (2016)
menjelaskan dampak dari penggunaan pupuk yang tidak tepat yaitu rusaknya sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Selain itu penggunaan pupuk anorganik memiliki
dampak negatif terhadap lingkungan, yang diakibatkan oleh penggunaan yang
berlebihan, terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama. Hal
ini bisa mengakibatkan terjadinya pelandaian produktivitas (levelling off) tanaman
serta penurunan kesuburan tanah. Adapun salah satu cara untuk mengurangi
kerusakan lahan atau sifat-sifat tanah dengan menambahkan bahan organik ke
dalam tanah yaitu dengan menggunakan pupuk organik.
Pupuk organik merupakan pupuk yang terdiri dari seluruh ataupun sebagian
besar bahan penyusunnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman
maupun hewan yang sudah melalui proses rekayasa, pada umumnya dapat
berbentuk padat maupun cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik untuk
perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Salah satu sumber bahan organik
adalah kompos (Simanungkalit et al., 2006).
Kompos adalah bahan organik yang sudah mengalami proses dekomposisi
oleh mikroorganisme pengurai, sehingga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki
sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi
tanaman (Simanungkalit et al., 2006). Pada umumnya kompos bisa dibuat dari
berbagai macam bahan organik, salah satunya yaitu gulma. Gulma adalah
tumbuhan yang tidak diinginkan pada lahan pertanian yang biasanya

2
keberadaannya mengganggu pertumbuhan tanaman budidaya, seperti rumput
ataupun tumbuhan lainnya yang tumbuh di sekitar tanaman budidaya, sehingga jika
dibiarkan dapat mengakibatkan persaingan unsur hara antara gulma dan tanaman
pokok yang dibudidayakan. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan dampak
yang tidak baik bagi tanaman budidaya. Adapun cara agar gulma bisa memiliki nilai
ekonomis yaitu dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos (Evita et al., 2022).
Paitan (Tithonia diversifolia) merupakan gulma tahunan yang bisa dijadikan
sebagai sumber bahan organik bagi tanaman. Paitan memiliki potensi untuk
digunakan sebagai pupuk kompos telah ditemukan oleh beberapa peneliti. Efendi
(2021) menjelaskan bahwa kompos gulma paitan bisa meningkatkan produktivitas
tanaman karena mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam
jumlah yang cukup banyak. Menurut Trisna et al., (2022) kompos daun paitan
diketahui bisa dijadikan sebagai pupuk pada tanaman, yang mana pupuk tersebut
dapat memperbaiki kesuburan tanah. Menurut Lestari (2016) paitan merupakan
sumber pupuk organik yang mengandung unsur hara NPK yang relatif tinggi, paitan
mengandung 3,50-4,00% N, 0,35-0,38% P, 3,50-4,10% K, 0,59% Ca, dan 0,27%
Mg. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aryani et al., (2019) dijelaskan bahwa
kandungan unsur hara N berkisaran antara 3,1-5,5 %, K sebesar 2,5-5,5 % dan P
sebesar 0,2-0,55% pada tumbuhan paitan.
Berdasarkan hasil penelitian Aryani et al., (2019), pemberian dosis paitan
(Tithonia diversifolia) dengan dosis 10 ton.ha-1 didapatkan hasil tingkat kehijauan
daun tertinggi pada tanaman kacang tanah. Jumlah cabang paling banyak
didapatkan pada dosis 15,5 ton.ha-1. Kompos paitan (Tithonia diversifolia)
memberikan pengaruh yang positif terhadap variabel jumlah polong bernas per
tanaman, bobot polong bernas per petak, dan bobot biji per petak. Hasil penelitian
Utama (2022), mengungkapkan bahwa pemberian kompos paitan dosis 20 ton.ha-1
adalah takaran terbaik karena lebih efisien pada penggunaannya yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan serta hasil edamame.
Pupuk kandang sapi merupakan salah satu pupuk organik dapat dijadikan
sebagai penyedia unsur hara, baik makro maupun mikro. Pupuk kandang berperan
dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Fefiani dan Barus, 2014).
Pupuk kandang sapi yang berkualitas yang dihasilkan tergantung bahan

3
penyusunnya seperti pupuk kandang, jerami, serasah atau sisa makanan sapi dan
lain sebagainya (Prasetya, 2014). Dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya,
kotoran sapi memiliki kadar serat begitu tinggi seperti selulosa, terbukti dari
pengukuran parameter C/N rasio didapatkan hasil yang cukup tinggi yaitu >40
(Nugroho, 2020). Selain itu, adapun kandungan dari pupuk kandang sapi adalah
sebagai berikut : nitrogen 0,4 - 1 %, phosphor 0,2 - 0,5 %, kalium 0,1 – 1,5 %, kadar
air 85 – 92 %, dan beberapa unsur-unsur lain (Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn) (Dewi et
al., 2017).
Berdasarkan hasil penelitian Neltriana (2015), pupuk kandang kotoran sapi
dengan dosis 15 ton.ha-1 berpengaruh sangat baik terhadap pertumbuhan dan hasil
ubi jalar. Hasil penelitian Rahman (2015), menyatakan bahwa pemberian pupuk
kandang sapi dengan dosis yang berbeda didapatkan hasil terbaik terhadap bobot
1000 biji, berat permalai, dan hasil per hektar namun tidak mempengaruhi tinggi
tanaman, jumlah daun, umur berbunga, dan panjang malai. Sedangkan pemberian
pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton.ha-1 didapatkan rata-rata hasil terbaik pada
tanaman sorgum. Sriyanto et al., (2015), menjelaskan bahwa pada penggunaan
pupuk kandang sapi terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tinggi tanaman
umur 15 30 dan 45 hari sesudah tanam, berat buah pertanaman, jumlah buah
pertanaman, panjang buah, dan diameter buah. Namun berbeda tidak nyata terhadap
berat buah pertanaman yang paling tinggi dihasilkan dengan dosis pupuk kandang
sapi 15 ton ha-1 yaitu 7,26 gr sedangkan yang paling rendah pupuk kandang sapi
yaitu 50 ton ha-1 yaitu 2,42 gr. Pengaruh hubungan antara pupuk kandang sapi yang
berbeda sangat nyata terhadap tinggi tanaman di umur 15, dan 30 sesudah tanam,
berbeda sangat nyata pada jumlah buah pertanaman, panjang buah serta tidak beda
nyata terhadap tinggi tanaman umur 45 hari sesudah tanam, dan berat buah
pertanaman.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Aplikasi Kompos Paitan (Tithonia Diversifolia) dan Pupuk
Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glycine Max L.)”.

4
1.2. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh aplikasi kompos paitan (Tithonia
diversifolia) dan pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil
kedelai (Glycine max L.).
2. Untuk mendapatkan dosis kompos paitan (Tithonia diversifolia) dan
pupuk kandang sapi yang dapat memberikan pertumbuhan dan hasil
kedelai (Glycine max L.) terbaik.

1.3. Manfaat Penelitian


Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi tingkat
sarjana (S1) pada Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Hasil dari penelitian
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh aplikasi kompos
paitan dan pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai.

1.4. Hipotesis
1. Aplikasi kompos paitan (Tithonia diversifolia) dan pupuk kandang sapi
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine
max L.).
2. Terdapat dosis kompos paitan (Tithonia diversifolia) dan pupuk kandang
sapi yang memberikan pertumbuhan dan hasil kedelai yang terbaik
(Glycine max L.).

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Kedelai (Glycine max L.)


Kedelai dalam bahasa belanda dikenal dengan nama sojaboon, dalam bahasa
jerman dengan nama soja bohne, dalam Bahasa inggris soybean, bahasa jawa biasa
disebut dengan kedelai, sedangkan di Sumatra disebut dengan kacang kuning
(Prayoga dan Ruwaida, 2017). Kedelai adalah tanaman yang dibudidayakan sejak
2500 SM, yang mana kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina. Kedelai awal
mulanya dikenal di Indonesia yaitu semenjak abad ke-16. Pada awalnya penyebaran
dan pembudidayaan kedelai di daerah Pulau Jawa, selanjutnya berkembang ke Bali,
Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Tanaman kedelai dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetalous
Famili : Leguminosae
Subfamili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L) Merrill (Irwan, 2006)
Akar tanaman kedelai terdiri dari akar lembaga (radicula), akar tunggang
(radix primaria), serta akar cabang (radix lateralis) berupa akar rambut. Perakaran
tanaman kedelai memiliki kemampuan menghasilkan bintil – bintil (nodula) akar.
Bintil akar tersebut ialah koloni bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri tersebut
bersimbiosis mutualisme menggunakan akar tanaman kedelai untuk mengikat N
(N2) yang bebas di udara. Bakteri Rhizobium ini umumnya banyak terdapat di tanah
yang pernah ditanami dengan tanaman kacang – kacangan, sehingga bintil akar
biasanya terbentuk kurang lebih 15 – 20 hari sesudah tanam. sebaliknya, di tanah
yang belum pernah ditanami tanaman kacang – kacangan, maka perlu dilakukan
“inokulasi” Rhizobium (Prayoga dan Ruwaida, 2017).

6
Tinggi batang tanaman kedelai yaitu 30-100 cm dengan batang yang memiliki
3-6 cabang, jika jarak tanaman rapat, maka jumlah cabang akan berkurang
berkurang, atau tidak memiliki cabang sama sekali. Tipe pertumbuhan tanaman
kedelai ada tiga macam, yaitu: determinate, tipe semi-determinate, dan tipe
indeterminate (Nugroho, 2020). Pertumbuhan batang dengan tipe determinate yaitu
batang yang tidak tumbuh saat tanaman sudah mulai berbunga. Sementara untuk
pertumbuhan batang tipe indeterminate yaitu jika pucuk batang tanaman kedelai
masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman kedelai sudah mulai berbunga. selain
dua tipe tersebut ada tipe pertumbuhan tanaman yang mana terdapat varietas hasil
persilangan dengan tipe batang mirip keduanya, oleh karena itu disebut dengan tipe
semi-determinate atau semi-indeterminate (Irwan, 2006).
Kedelai adalah tanaman dikotil semusim yang memiliki bentuk daun tunggal
dan majemuk (berdaun tiga) dengan tangkai agak panjang. Masing-masing daun
memiliki berbentuk oval, tipis, dan juga berwarna hijau. Selain itu kedelai juga
memiliki permukaan daun yang berbulu halus (trichoma) di kedua sisinya
(Subaedah, 2020). Adapun fungsi utama dari daun yaitu sebagai pabrik karbohidrat
hasil karbon asimilasi atau fotosintesis, depolitisasi karbohidrat sebagai persediaan
pada saat generatif pada proses translokasi. Kedelai adalah tanaman subtropis
dengan fotoperiode hari pendek yaitu selama 13-14 jam sehari. Pada iklim tropis
fotoperiode yaitu antara 11-12 jam dengan intensitas cahaya matahari pada siang
hari sangat tinggi, sehingga melebihi ambang untuk fotosintesis, dan daunnya akan
mengalami kelayuan 2-3 jam dalam sehari. Dampaknya proses karbon asimilasi
hanya 8-9 jam sehari (11-12 jam dipotong 3 jam) (Rahmianna, 2000).
Tanaman kedelai mempunyai bunga sempurna (hermaphrodite), yaitu di
setiap kuntum bunganya memiliki alat kelamin betina (putik) serta alat kelamin
jantan (benang sari). Bunga pada tanaman kedelai mekar pada pukul 08.00-09.00
serta penyerbukannya bersifat menyerbuk sendiri. Penyerbukan terjadi Ketika
mahkota bunga masih dalam keadaan tertutup sehingga kemungkinan terjadinya
perkawinan silang alami sangat kecil. Bunga terletak di ruas-ruas batang, dan pada
umumnya bunga berwarna ungu atau putih. Umur munculnya bunga kedelai
tergantung varietas yang digunakan. Tanaman ini menghendaki penyinaran pendek
sekitar kurang lebih 12 jam per hari (Nugroho, 2020).

7
Biasanya tangkai bunga tumbuh dari ketiak tangkai daun yang yang disebut
dengan rasim. Pada setiap ketiak tangkai daun jumlah bunga sangat beragam,
antaranya 2-25 bunga, biasanya tergantung pada kondisi lingkungan tumbuh dan
varietas kedelainya. Pada umumnya bunga pertama yang terbentuk pada buku
kelima, keenam, ataupun pada buku yang lebih tinggi. Terbentuknya bunga biasa
juga dipengaruhi oleh suhu serta kelembaban. Di suhu tinggi serta kelembaban
rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh di ketiak tangkai daun biasanya lebih
banyak. Hal tersebut dapat merangsang terbentuknya bunga. Pada ketiak tangkai
daun yang memiliki kuncup bunga serta bisa berkembang menjadi polong disebut
dengan buku subur. Tidak semua kuncup bunga dapat tumbuh menghasilkan
polong, hanya berkisar 20-80%. Pada umumnya jumlah bunga yang rontok tidak
dapat membentuk polong yang cukup besar. Bunga yang rontok terjadi pada saat
posisi buku pada 1- 10 hari sesudah mulai terbentuknya bunga (Irwan, 2006).
Pada setiap polong kedelai tersusun atas 1 - 4 biji. Untuk jumlah polongnya
tergantung dari varietas yang digunakan, di tanah subur rata-rata jumlah polongnya
100-200 polong/ tanaman. Bijinya berbentuk bulat ataupun bulat pipih hingga bulat
lonjong. Kulit bijinya bervariasi yaitu kuning, hijau, coklat atau hitam. Pada
umumnya ukuran biji kedelai di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu
biji kecil (6-30 g/100 biji), biji sedang (11-12 g/100 biji) dan besar (13 g atau
lebih/100 biji). Biji kedelai biasanya umur simpannya selama sekitar 2-5 bulan
dengan kadar air 8-12%. Pertama kali polong kedelai terbentuk yaitu sekitar 7-10
hari sesudah munculnya bunga pertama. Polong muda kacang kedelai biasanya
memiliki panjang sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk di setiap ketiak
tangkai daun biasanya sangat beragam, yaitu antara 1-10 buah di setiap kelompok.
Setelah proses pembentukan bunga berhenti maka kecepatan terbentuknya polong
serta pembesaran biji akan semakin cepat. Ukuran serta bentuk polong menjadi
maksimal disaat awal periode pemasakan biji. Hal ini lalu diikuti oleh berubahnya
warna polong, yang awalnya berwarna hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat
setelah masak (Prayoga dan Ruwaida, 2017). Selama proses matangnya buah,
polong yang awalnya berwarna hijau maka berubah menjadi kehitaman Warna pada
biji kedelai beragam, ada yang berwarna kuning, hitam, hijau, serta coklat
(Subaedah, 2020).

8
Bagian utama dari biji kedelai ada dua, yaitu kulit biji dan janin (embrio).
Pada kulit biji memiliki bagian yang dinamakan dengan pusar (hilum) yang
biasanya berwarna coklat, hitam, ataupun putih. Di ujung hilum memiliki mikrofil,
seperti lubang kecil yang terbentuk di saat proses terbentuknya biji. Masa dormansi
tidak terjadi pada biji kedelai oleh sebab itu setelah proses pembuahan selesai, biji
kedelai bisa langsung ditanam (Irwan, 2006).

2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai


Tanaman kedelai umumnya sebagian besar tumbuh pada daerah yang
beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok untuk kedelai
yaitu jika cocok untuk tanaman jagung. Bahkan daya tahan dari tanaman kedelai
lebih baik dari pada tanaman jagung. Tanaman kedelai biasanya lebih menyukai
iklim kering dari pada iklim lembab. Tanaman kedelai bisa tumbuh baik pada
daerah dengan curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan agar
mendapatkan hasil optimal, dengan curah hujan antara 100-200 mm/bulan sangat
dibutuhkan oleh tanaman kedelai (Kementerian Pertanian Republik Indonesia,
2019). Irwan (2006) menjelaskan bahwa pada umumnya kebutuhan air pada
tanaman kedelai sekitar 350 – 450 mm pada masa pertumbuhan kedelai.
Tanaman kedelai bisa tumbuh di kondisi suhu yang bervariasi. Suhu optimal
tanah dalam proses perkecambahan adalah 30°C. Jika tumbuh di suhu tanah yang
rendah (<15°C), maka proses dalam perkecambahan akan sangat lambat, hingga
mencapai 2 minggu. Hal tersebut disebabkan oleh perkecambahan biji tertekan di
kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara itu di suhu tinggi (>30°C), biji banyak
yang mati karena respirasi air didalam biji yang sangat cepat terhadap
perkembangan tanaman kedelai. Jika suhu lingkungan di sekitar 40°C saat masa
tanaman berbunga, bunga tersebut bisa rontok mengakibatkan jumlah polong dan
biji kedelai yang terbentuk akan berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10°C),
seperti di daerah subtropik, bisa menghambat proses tanaman kedelai berbunga
serta terbentuknya polong kedelai (Irwan, 2006). Menurut Subaedah (2020) suhu
optimum dalam masa pembungaan yaitu berkisar antara 25-30oC dengan lama
penyinaran 12 jam per hari dan kelembaban rata-rata 65%.

9
Kedelai bisa tumbuh serta berproduksi dengan baik didataran rendah hingga
ketinggian 900 mdpl. Tanaman kedelai bisa beradaptasi luas dengan berbagai jenis
tanah. Hal yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi ataupun lahan penanaman
kedelai yaitu tata air (drainase) serta tata udara (aerasi) tanahnya baik, pH 5-7,
sehingga di tanah masam harus dilakukan pengapuran. Pengapuran bermanfaat
untuk menaikkan pH, menambah unsur Ca, Mg, P, dan Mo, dan mengurangi
keracunan Fe, Mn, dan Al. Pemberian kapur dilakukan pada saat 2-4 minggu
sebelum tanam atau bersamaan dengan pengolahan tanah. Jumlah ataupun dosis
kapur yang diberikan biasanya tergantung pH tanah. Sebagai referensi, dari hasil
penelitian menunjukkan pada pH 5,5 dilakukan pengapuran 2 - 3 ton/ha bisa
meningkatkan produksi kedelai (Prayoga dan Ruwaida, 2017). Toleransi keasaman
tanah untuk syarat tumbuh tanaman kedelai yaitu pH 5,8-7,0 tapi pada pH 4,5
kedelai juga dapat tumbuh (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2019).
Varietas kedelai berbiji kecil, cocok ditanam pada lahan dengan ketinggian
0,5- 300 mdpl. Sedangkan varietas kedelai dengan biji besar cocok ditanam pada
lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai pada umumnya akan tumbuh baik
di ketinggian tidak lebih dari 500 mdpl (Kementerian Pertanian Republik Indonesia,
2019).

2.3. Kompos Paitan (Tithonia diversifolia)


Kompos adalah residu bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, serta
limbah organik yang sudah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi. Jenis
tanaman yang sering digunakan untuk kompos yaitu jerami, sekam padi, tanaman
pisang, gulma, sayuran yang busuk, residu tumbuhan jagung, serta sabut kelapa
(Nugroho, 2020).
Pupuk kompos bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas media tanam
tanaman yaitu dengan meningkatkan sifat fisik, kimia, serta biologis tanah,
penggunaan pupuk kompos aman dan tidak merusak lingkungan serta tidak
memerlukan biaya yang banyak dan proses pembuatannya mudah (Bachtiar dan
Ahmad, 2019). Unsur hara yang bisa disumbangkan dari kompos tergantung dari
sumber serta jumlah kompos yang diberikan. Salah satu bahan utama yang dapat
dijadikan kompos yaitu tumbuhan paitan (Tithonia diversifolia). Paitan mempunyai

10
unsur hara yang cukup tinggi serta memiliki potensi dalam memperbaiki kualitas
tanah untuk meningkatkan produktivitas tanaman selain itu juga bisa
direkomendasikan menjadi pupuk hijau ataupun menjadi bahan utama pembuatan
kompos (Pagestu, 2018). Gulma paitan (Tithonia diversifolia) adalah tumbuhan
yang tumbuh liar serta banyak tumbuh pada dataran kritis (Nurzulaikah et al.,
2013).
Paitan adalah tanaman perdu yang tegak, jarang sekali berupa pohon serta
memiliki tinggi antara 2-3 m. Batang memiliki bentuk bulat dengan empulur warna
putih. Tangkai pada tanaman paitan mendukung beberapa daun pelindung,
puncaknya membesar serta berongga. Daun memiliki tangkai, dengan bentuk bulat
telur, bergerigi, tajuk meruncing tajam, berlekuk 3-5 dangkal hingga dalam. Dasar
bunga bersama berbentuk kerucut lebar. Bunga cakram sangat banyak, berwarna
kuning serta berkelamin 2. Buahnya keras sering kali kosong serta mempunyai
mahkota dengan bentuk seperti cawan kecil. Tanaman Paitan (Tithonia diversifolia)
banyak ditemukan di dekat perairan/sungai dengan suhu lembab. Tanaman paitan
bisa tumbuh di 550-1950 mdpl dengan suhu berkisar 15- 31oC serta curah hujan
100-2000 mm. Kandungan senyawa aktif di dalam paitan yang tumbuh di dataran
tinggi lebih banyak dibandingkan dengan paitan yang tumbuh di dataran rendah.
Faktor habitat tempat tumbuh seperti iklim, tanah dan lain-lain dinilai cukup
mempengaruhi banyaknya senyawa aktif yang terkandung di paitan
(Widyaningrum, 2019).
Menurut Purwani (2016), paitan (Tithonia diversifolia) bisa digunakan
sebagai pupuk hijau ataupun kompos karena hara N, P, K yang terdapat di dalam
tanaman setara dengan kandungan hara pupuk kandang. Pemanfaatannya bisa
memperbaiki kesuburan pada tanah, meningkatkan C-organik, N tersedia, P2O5,
serta K2O5 total didalam tanah dan meningkatkan hasil di beberapa komoditas
hortikultura serta tanaman pangan yaitu jagung, tomat, selada, dan caisim, tetapi
tidak memiliki pengaruh terhadap hasil kangkung.
Berdasarkan penelitian Nurzulaikah et al., (2013) dijelaskan bahwa
pemberian kompos paitan dengan takaran yang berbeda berpengaruh terhadap berat
segar tanaman serta berat kering tajuk, namun tidak berpengaruh nyata terhadap,
tinggi tanaman kailan, luas daun, jumlah daun, berat kering akar. Menurut Evita et

11
al., (2022) kompos gulma paitan memiliki pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah polong per tanaman, bobot
biji per tanaman, bobot 1000 biji dan hasil (ton/ha). Jasminarni et al., (2021)
menjelaskan bahwa penggunaan pupuk organik bisa meningkatkan efisiensi
pemakaian pupuk anorganik, karena pupuk organik tersebut bisa meningkatkan air
serta hara pada tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme, mempertinggi
kadar humus ataupun memperbaiki struktur tanah.

2.4. Pupuk Kandang Sapi


Pupuk kandang/kotoran hewan yang dari usaha tani pertanian yaitu antara lain
kotoran ayam, sapi, kerbau, serta kambing. Komposisi hara di masing-masing
kotoran hewan tidak sama yaitu tergantung dengan jumlah serta jenis makanannya.
Pada umumnya, kandungan hara dalam kotoran hewan lebih rendah dibandingkan
dengan pupuk anorganik. Oleh sebab itu biaya aplikasi pemberian pupuk kandang
(pukan) ini lebih besar dibandingkan pupuk anorganik. Hara pada pukan tidak
mudah tersedia untuk tanaman. Ketersediaan hara disebabkan oleh tingkat
dekomposisi oleh bahan-bahan tersebut. Rendahnya ketersediaan hara pada pukan
antara lain karena bentuk N, P dan unsur lain yang terdapat dalam bentuk senyawa
kompleks organo protein atau senyawa asam humat ataupun lignin yang sulit untuk
terdekomposisi (Hartatik dan Widowati, 2015).
Nugroho (2020) menjelaskan bahwa dari berbagai jenis pukan, pukan sapilah
yang memiliki kadar serat tinggi seperti selulosa, hal tersebut terbukti dari hasil
pengukuran parameter C/N rasio yang lumayan tinggi >40. Kadar C yang tinggi
pada pukan sapi mengakibatkan terhambatnya penggunaan langsung pada lahan
pertanian disebabkan akan tertekannya pertumbuhan tanaman utama. Tertekannya
pertumbuhan dikarenakan oleh mikroba dekomposer akan menggunakan N yang
tersedia bagi dekomposisi bahan organik sehingga tanaman utama bisa kekurangan
N. Untuk hasil yang maksimal dilakukan pengomposan supaya diperoleh kompos
pukan sapi dengan rasio C/N di bawah 20. Selain masalah rasio C/N, kadar air yang
tinggi pada pukan mengakibatkan pemanfaatan secara langsung tidak dapat
dilakukan. Petani biasanya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Jika pukan dengan
kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga

12
ataupun energi yang lebih banyak dan juga proses pelepasan amonia masih
berlangsung.
Berdasarkan hasil penelitian Rosadi et al., (2019) menjelaskan bahwa
perlakuan pupuk kandang sapi dengan takaran 15 kg dapat memberikan pengaruh
terbaik pada pertumbuhan tinggi tanaman serta panjang daun jagung. Di umur 2
MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, 7 MST, serta 8 MST. Menurut Hafizah dan
Mukarramah (2017) penggunaan pupuk kandang kotoran sapi memberikan
pengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif, jumlah buah pertanaman serta
berat buah pertanaman cabai rawit di tanah rawa lebak. Setiono dan Azwarta (2020)
menjelaskan bahwa pengaplikasian pupuk kandang sapi memiliki pengaruh yang
nyata terhadap tinggi tanaman (cm), diameter batang (cm), jumlah daun(g) serta
bobot bersih tongkol per tanaman (g) pada tanaman jagung.

13
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Teaching and Research Farm Fakultas
Pertanian, Universitas Jambi, Desa Mendalo Indah, Kecamatan Jambi Luar Kota,
Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian ± 35 mdpl.
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai Maret 2022.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang
kedelai varietas anjasmoro, kompos paitan, pupuk kandang sapi, dan pupuk NPK
mutiara.
Alat yang digunakan yaitu cangkul, parang, pisau, gunting, meteran, tugal,
jaring pagar, kayu/bambu, ember, tali plastik, penggaris, alat tulis, label, kamera,
gembor, sprayer, timbangan analitik dan oven.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan perlakuan pupuk kompos paitan (Tithonia diversifolia
L.) dan pupuk kandang sapi yang terdiri dari 5 taraf perlakuan yaitu:
p0 = Pupuk anorganik 300 kg.ha-1
p1 = kompos paitan 5 ton ha-1 + pupuk kandang sapi 0 ton ha-1
p2 = kompos paitan 5 ton ha-1 + pupuk kandang sapi 5 ton ha-1
p3 = kompos paitan 5 ton ha-1 + pupuk kandang sapi 10 ton ha-1
p4 = kompos paitan 5 ton ha-1 + pupuk kandang sapi 15 ton ha-1
Setiap perlakuan diulang 5 kali, sehingga terdapat 25 petak percobaan
(Lampiran 2) dengan ukuran petak 1,8 m x 1 m dan Jumlah tanaman per petak
adalah 30 tanaman dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm, Jarak antar perlakuan dalam
ulangan 50 cm dan jarak antar ulangan 100 cm, dengan demikian jumlah seluruh
tanaman adalah 750 tanaman. Sebagai sampel tanaman dalam petak percobaan
adalah 3 tanaman diambil secara acak, sehingga diperoleh 75 tanaman sampel. Tata
letak tanaman dalam petak tercantum pada (Lampiran 3).

14
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Kompos Paitan
Pupuk kompos paitan yang akan digunakan dibuat terlebih dahulu dengan
mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan dan dilanjutkan dengan proses
pembuatan sampai pupuk kompos yang dibuat siap digunakan (Lampiran 4).

3.4.2. Persiapan Lahan Penelitian


Lahan yang akan digunakan untuk penelitian dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan parang dan cangkul dari gulma maupun dari sisa sampah lainnya.
Setelah lahan siap kemudian tanah digemburkan dan dibuat bedengan. Lahan yang
telah digemburkan dan diratakan kemudian dibuat menjadi petakan-petakan.
Jumlah petak percobaan sebanyak 25 petakan dengan ukuran masing-masing 1,8 m
x 1 m. Jarak antar perlakuan 50 cm dan jarak antar ulangan. 100 cm, dengan jarak
tanam 30 cm x 20 cm.

3.4.3. Pemberian Perlakuan


Pemberian perlakuan pupuk kompos paitan dan pupuk kandang sapi di
lakukan 1 minggu sebelum penanaman dengan dosis sesuai taraf perlakuan
(Lampiran 5 dan Lampiran 6). Pupuk diberikan dengan cara disebarkan secara
merata kemudian diaduk dengan menggunakan cangkul, lalu diratakan dan
diinkubasi selama 1 minggu. Sedangkan untuk pemberian perlakuan pupuk NPK
diberikan pada saat tanam dengan dosis sesuai dengan anjuran. (Lampiran 7).

3.4.4. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara ditugal ±3 cm, setelah itu benih kedelai di
masukan kedalam lubang tanam sebanyak 3 butir, kemudian lubang tersebut ditutup
kembali.

3.4.5. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman atau penyisipan,
penjarangan, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman.

15
Penyiraman dilakukan setiap sore hari, namun penyiraman tidak dilakukan
jika hari sedang hujan, penyiraman dilakukan setiap sore hari ketika tanaman sangat
membutuhkan air untuk pertumbuhannya mulai dari fase awal pertumbuhan sampai
tahap pengisian polong.
Benih yang hidup tidak normal atau mati diganti dengan benih baru yang
sesuai/termasuk kriteria benih bermutu secara fisik . Penggantian benih yang tidak
hidup dengan normal dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam.
Selain itu penjarangan juga dilakukan pada saat umur tanaman 7 hari setelah tanam
(HST) untuk memilih satu tanaman yang memiliki pertumbuhan seragam di antara
tanaman yang ditanam dalam satu lubang tanam.
Penyiangan dilakukan pada gulma yang tumbuh di sekitar tanaman pokok,
sehingga tidak terjadi kompetisi atau persaingan terhadap unsur hara, air dan sinar
matahari. Penyiangan dilakukan secara periodik tergantung dari banyaknya gulma
atau rumput liar yang tumbuh. Penyiangan tanaman pada saat berbunga harus
dilakukan secara hati-hati supaya bunganya tidak rontok dan perakaran tidak rusak
yang berdampak pada penurunan produksi.
Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprot insektisida Decis 2,5 EC
pada setiap perlakuan dengan konsentrasi 1 ml.L-1 air dan pengendalian penyakit
dilakukan dengan menyemprot Dhentine M-45 dengan konsentrasi 2 g.L-1 air.
Penyemprotan dilakukan 1 minggu sekali dimulai dari sejak 2 minggu setelah
tanam sampai 2 minggu sebelum panen.

3.4.6. Pemanenan
Panen dilakukan pada waktu tanaman menunjukan ciri-ciri sesuai kriteria
yang meliputi daun telah menguning dan sebagian telah rontok, batang berwarna
coklat tua, polong kulitnya sudah berwarna kuning sampai coklat. Pemanenan
dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal batang dengan menggunakan
sabit dan parang.

16
3.5. Variabel yang Diamati
3.5.1. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman akan dilakukan secara periodik mulai dari 2
minggu setelah tanam dengan interval waktu 1 minggu sekali. Tanaman diukur dari
pangkal batang sampai ke titik tumbuh tanaman dengan menggunakan meteran.
Untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran digunakan ajir 5 cm dari
permukaan tanah. Pengukuran dilakukan selama fase vegetatif sampai memasuki
fase generatif tanaman kedelai yaitu yang ditandai dengan keluarnya bunga, atau
sampai saat dimana tinggi tanaman konstan.

3.5.2. Jumlah Cabang Primer Per Tanaman.


Cabang primer merupakan setiap cabang yang tumbuh dari batang utama.
Perhitungan cabang primer dilakukan pada saat panen dengan cara menghitung
semua cabang yang keluar dari batang utama pada setiap tanaman sampel kemudian
dirata-ratakan. Satuan pengukurannya adalah cabang.

3.5.3. Jumlah Polong Per Tanaman


Perhitungan polong pertanaman dilakukan setelah panen yaitu dengan cara
menghitung semua polong yang ada pada tanaman sampel pada setiap petak
percobaan. Kemudian seluruh polong yang ada pada tanaman sampel dijumlahkan
dan dirata-ratakan. Jumlah polong pertanaman dinyatakan dengan satuan polong.

3.5.4. Jumlah Polong Berisi Per Tanaman.


Jumlah polong per tanaman dihitung setelah panen pada tanaman sampel
dengan cara menghitung semua polong kedelai yang berisi. Polong yang dikatakan
berisi apabila ditekan akan terasa keras. Seluruh polong berisi pada tanaman sampel
dijumlahkan kemudian dirata-ratakan.

3.5.5. Bobot 100 Biji


Bobot 100 biji dihitung dengan cara menimbang 100 biji kedelai yang diambil
secara acak dari tanaman sampel. Biji yang diambil adalah biji yang sudah
dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari. Bobot 100

17
biji dihitung dengan cara menimbang 100 biji kedelai yang diambil secara acak dari
semua tanaman sampel yang telah digabung. Biji yang diambil adalah biji yang
normal. Sebelum biji ditimbang terlebih dahulu dilakukan pengukuran kadar air
kedelai menggunakan moisture tester. Kadar air yang digunakan untuk pengukuran
adalah ±14%. Biji ditimbang menggunakan timbangan digital dalam satuan gram
(g).

3.5.6. Bobot Segar dan Bobot Kering Tajuk


Bobot segar tajuk diperoleh dengan cara menimbang semua bagian tanaman
kecuali akar setelah dicabut dan dinyatakan dengan satuan gram/tanaman. Tanaman
yang diambil pada perhitungan ini adalah tanaman destruktif. Dan untuk
memperoleh bobot kering tajuk dilakukan dengan cara diangin-anginkan, dijemur
dan dioven pada suhu 70oC – 80oC selama 48 jam sampai konstan dan dinyatakan
dalam satuan gram/tanaman. Setelah itu seluruh bobot segar dan bobot kering tajuk
yang diperoleh dari tanaman destruktif dijumlahkan dan dirata-ratakan.

3.5.7. Bobot Segar dan Bobot Kering Akar


Bobot segar akar diperoleh dengan cara menimbang bagian akar tanaman dan
dinyatakan dalam gram/tanaman. Akar tanaman yang diambil pada perhitungan ini
adalah akar tanaman destruktif. Dan untuk memperoleh bobot kering akar
dilakukan dengan cara akar tanaman diangin-anginkan, dijemur dan dioven pada
suhu 70oC – 80oC selama 48 jam sampai konstan dan dinyatakan dalam satuan
gram/tanaman. Setelah itu seluruh bobot segar dan bobot kering akar yang
diperoleh dari tanaman destruktif dijumlahkan dan dirata-ratakan.

3.5.8. Hasil Per Hektar.


Hasil per hektar dihitung dengan cara menimbang hasil kacang kedelai pada
petak ubinan dengan menggunakan timbangan kemudian dikonversi ke dalam
satuan ton per hektar, dengan rumus sebagai berikut.
10.000 𝑚²
Hasil (ton ha-1) = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑢𝑏𝑖𝑛𝑎𝑛 x Hasil petak ubinan x 10-6

18
3.6. Analisis Data
Data hasil pengamatan yang diperoleh pada akhir penelitian dianalisis
menggunakan sidik ragam pada taraf α 5%. Untuk mengetahui perbedaan antara
taraf perlakuan yang dicobakan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple
Range Test) pada taraf α = 5%.

3.7. Data Penunjang


Data penunjang hasil penelitian ini meliputi suhu, kelembapan, dan curah
hujan yang diukur langsung di lapangan selama penelitian, data analisis tanah awal,
analisis kandungan kompos paitan dan pupuk kandang sapi. Tujuan dari analisis
yang dilakukan untuk mengetahui kandungan pH, N, P, K, C- Organik, C/N tanah
awal, kompos paitan dan pupuk kandang sapi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alpani, A. K. 2015. Kedelai Peluang dan Tantangan. Lembaga Penelitian dan


Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Winaya Mukti. Yogyakarta.

Andayanie, W. R. 2016. Pengembangan produksi kedelai sebagai upaya


kemandirian pangan di Indonesia. Mitra Wacana Media. Jakarta.

Aryani, D.,U. Nurjannah, dan H. Hasanudin. 2019. Pemanfaatan Biomassa Gulma


Paitan (Tithonia diversifolia) (Hemsley) A. Gray Sebagai Pupuk Kompos
dalam Meningkatkan Hasil Kacang Tanah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
Indonesia 21(2): 115–120.

Bachtiar, B., dan A. H. Ahmad. 2019. Analisis Kandungan Hara Kompos Johar
(Cassia siamea) Dengan Penambahan Aktivator Promi. BIOMA: Jurnal
Biologi Makassar 4(1): 68–76.

Baharuddin, R. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum


annum L.) terhadap pengurangan dosis NPK 16: 16: 16 dengan pemberian
pupuk organik. Dinamika Pertanian 32(2): 115–124.

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2016. Deskripsi Varietas
Unggul Kedelai 1918-2016. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Malang.

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2017. Deskripsi Detap 1
Varietas Anjasmor0. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Malang.
http://www.litbang.pertanian.go.id (Diakses 27 November 2022)

Dewi, N. M. E. Y., S. Yohanes, dan I. M. Nada. 2017. Pengaruh Bahan Tambahan


pada Kualitas Kompos Kotoran Sapi. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik
Pertanian) 5(1): 76–82.

Efendi, F. 2021. Pengaruh Dosis Kompos Paitan (Tithonia diversifolia) Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Bayam Jepang. Agroteknologi UMBY. 1–14.

Evita, Jasminarni, dan T. Novita. 2022. Aplikasi Kompos Gulma Paitan (Tithonia
Diversifolia) untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau
(Vigna Radiata L.). Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 22(2): 827-
830.

Fefiani, Y., dan W. A. Barus. 2014. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Mentimun (Cucumis sativus L.) Akibat Pemberian Pupuk Kandang Sapi dan
Pupuk Organik Padat Supernasa. AGRIUM: Jurnal Ilmu Pertanian 19(1): 21–
30.

20
Hafizah, N., dan R. Mukarramah. 2017. Aplikasi Pupuk Kandang Kotoran Sapi
Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.).
Zira'Ah 42(1): 1–7.

Hartatik, W., dan L. R. Widowati. 2015. Pupuk Kandang. Balai Penelitian Tanah.
Bogor. 59–82.

Irwan, A. W. 2006. Budidaya tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinogor.

Jasminarni, Evita, dan Novita, T. 2021. Respon Tanaman Caisim Terhadap Kompos
Paitan (Tithonia diversifolia) Pada Tanah Ultisol. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan
5(2015): 299–303.

Kementerian Pertanian. 2019. Produksi Luas Panen dan Produktivitas Kedelai


Menurut Provinsi 2014 - 2018. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2019. Syarat Pertumbuhan Kedelai. Diunduh dari


http://cybex.pertanian.go.id. (Diakses 2 Oktober 2022)

Lestari, S. A. D. 2016. Pemanfaatan paitan sebagai pupuk organik pada tanaman


kedelai. Iptek Tanaman Pangan 11(1): 49–56.

Neltriana, N. 2015. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomea batatas L.). Universitas Andalas.
Padang.

Nugroho, P. 2020. Panduan Membuat Pupuk Kompos Cair. Pustaka Baru


Press.Yogyakarta.

Nurzulaikah, N. Soverda, dan T. Novita. 2013. Pengaruh Kompos Paitan (Tithonia


diversifolia) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kailan (Brassica oleracea).
Jurnal Agronomi 2(4): 94–100.

Pagestu, P. 2018. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair dan Kompos Paitan
(Tithonia diversifolia (Hemsl.) Gray) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Mint
(Mentha arvensis L.). Universitas Brawijaya. Malang.

Prasetya, M. E. 2014. Pengaruh pupuk NPK mutiara dan pupuk kandang sapi
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah keriting varietas arimbi
(Capsicum annuum L.). Agrifor 12(2): 191–198.

Pratama, A. B., dan E. Nurfitriani. 2011. Pembuatan Kompos. Simdos Unud.


Bandung.

Prayoga, A., dan I. P. Ruwaida. 2017. Buku Ajar Teknologi Produksi Tanaman
Pangan.Pusat Pendidikan Pertanian. Jakarta.

21
Purwani, J. 2016. Pemanfaatan Tithonia Diversifolia (Hamsley) A Gray Untuk
Perbaikan Tanah dan Produksi Tanaman: Balai Penelitian Tanah 20(3): 63–
82.

Rahman, V. A. 2015. Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan dan


Hasil Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Monceh). Skripsi, 3: 49–58.

Rahmianna, A. 2000. Pengelolaan sumber daya lahan dan hayati pada tanaman
kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Rosadi, A. P., D. Lamusu, dan L. Samaduri. 2019. Pengaruh Pemberian Pupuk


Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Jagung Bisi 2 Pada Dosis Yang
Berbeda. Babasal Agrocyc Journal, 1(1), 7–13.

Salam, A. K. 2020. Ilmu Tanah. Global Madani Press. Bandar Lampung.

Setiono, dan Azwarta. 2020. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Sapi Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays L). Jurnal Sains
Agro 5(2).

Simanungkalit, R. D. M., D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W.


Hartatik. 2006. Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat.

Sriyanto, D., P. Astuti, dan A. P. Sujalu. 2015. Pengaruh dosis pupuk kandang sapi
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung ungu dan terong hijau
(Solanum melongena L .). Jurnal Agrifor 14(1): 39–44.

Subaedah, S. 2020. Peningkatan Hasil Tanaman Kedelai dengan Perbaikan Teknik


Budidaya. Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia. Makassar.

Trisna, E. A., T. Sopandi, dan V. Andriani. 2022. Aplikasi Kompos Daun Paitan
(Tithonia diversifolia) Terfermentasi Ragi Tape Sebagai Pupuk Cair Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Panen Bawang Dayak (Eleutherine Bulbosa). Jurnal
Biologi 15(4): 15–27.

Utama, R. N. 2022. Pemberian Berbagai Dosis Kompos Paitan Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Edamame (Glycine max L. Merrill). Skripsi.
Universitas Andalas. Padang.

Widyaningrum, R. 2019. Pemanfaatan Daun Paitan (Tithonia diversifolia) dan


Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) Sebagai Pupuk Organik Cair (POC).
Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Bandar Lampung.

22
LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro.


Dilepas Tanggal : 22 Oktober 2001
SK Mentan : 537/Kpts/TP.240/10/2001
Nomor galur : Mansuria 395-49-4
Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria
Daya hasil : 2,03 - 2,25 ton.ha-1
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Ungu
Warna daun : Hijau
Warna bulu : Putih
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna polong masak : Coklat muda
Warna hilum : Kuning kecoklatan
Bentuk daun : Oval
Ukuran daun : Lebar
Tipe tumbuh : Determinit
Umur berbunga : 35 - 39 hari
Umur polong masak : 82 - 92 hari
Jumlah polong per tanaman : ±51 polong
Tinggi tanaman : 64 - 68 cm
Percabangan : 2,9 - 5,6 cabang
Jumlah Buku Batang Utama : 12,9 - 14,8
Bobot 100 biji : 14,8 - 15,3 g
Kandungan protein : 41,8 - 42,1%
Kandungan lemak : 17,2 - 18,6%
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan Penyakit : Moderat terhadap karat daun
Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah
Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin
M., Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish Adie
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, 2016.

23
Lampiran 2. Denah Petak Percobaan Menurut Rancangan Acak Kelompok

I II III IV V
a
P3 P4 P4 P4 P2
b c
P2 d P1 P3 P1 P3 U

P0 P3 P0 30 P4
7m

P4 P0 P1 P0 P1

P1 P2 P2 P2 P0

13 m

Keterengan :
a : Jarak antar ulangan 1 m
b : Jarak antar petakan 0,5 m
c dan d : Ukuran petakan 1,8 m x 1 m
I, II, III, IV, V : Ulangan
P : Perlakuan

24
Lampiran 3. Tata Letak Tanaman Pada Petak Percobaan

a
X X X X X X
b
X X X X X X U
100 cm

X X X X X X

X X X X X X

X X X X X X

180 cm

Keterangan :
X : Tanaman kedelai (30 tanaman per petak)
X : Tanaman sampel (3 tanaman perpetak)
a : Jarak tanam antar baris 30 cm
b : Jarak tanam dalam baris 20 cm
P : Panjang 180 cm
L : Lebar 100 cm

25
Lampiran 4. Pembuatan Kompos Paitan

1. Bahan
a. Paitan 80 kg
b. EM4 80 ml
c. Molase (gula merah) 40 gram
d. Air Secukupnya
2. Alat
a. Terpal
b. Cangkul
c. Ember
d. Gayung
e. Parang
3. Cara kerja/pembuatan pupuk kompos paitan
a. Paitan dikumpulkan sebanyak ± 80 kg, lalu dicacah sekecil mungkin,
semakin kecil semakin bagus
b. Paitan yang sudah dicacah diletakan di atas terpal.
c. Molases dan EM4 dilarutkan kedalam air dengan perbandingan 40 gram
molases (gula merah), 80 ml EM4 serta air secukupnya.
d. Larutan molases dan EM4 campur dengan paitan yang sudah dicacah
sehingga diperoleh kadar air sekitar 40% (cara mudahnya yaitu dengan
kepal campuran lalu lepas, tetapi campuran masih menggumpal, namun bila
disentuh jari akan pecah).
e. Campuran kompos paitan di ratakan di atas terpal sampai ketinggian 15 –
20 cm.
f. Campuran kompos paitan ditutup dengan sisa terpal hingga rapat.
g. Setiap satu minggu sekali kompos diaduk.
h. Selanjutnya tunggu kompos (matang) dengan ciri bau tape, berwarna coklat
kehitaman.

Sumber : Pratama dan Nurfitriani, 2011

26
Lampiran 5. Kebutuhan Kompos Paitan

Kompos Paitan 5 ton.ha-1


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑚2 )
Kebutuhan Kompos/petak = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟 (𝑚2 )
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠 𝑃𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟

1,8 𝑚2
= 𝑥 5000 𝑘𝑔
10.000 𝑚2

= 0,00018 m2 x 5000 kg
= 0,9 kg per petak

27
Lampiran 6. Kebutuhan Pupuk Kandang Sapi

1. Pupuk kandang 5 ton.ha-1


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑚2 )
Kebutuhan pupuk/petak = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟 (𝑚2 )
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑃𝑢𝑝𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟

1,8 𝑚2
= 𝑥 5000 𝑘𝑔
10.000 𝑚2

= 0,00018 m2 x 5000 kg
= 0,9 kg per petak

2. Pupuk kandang 10 ton.ha-1


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑚2 )
Kebutuhan pupuk/petak = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟 (𝑚2 )
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑃𝑢𝑝𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟

1,8 𝑚2
= 10.000 𝑚2 𝑥 10.000 𝑘𝑔

= 0,00018 m2 x 10.000 kg
= 1,8 kg per petak

3. Pupuk kandang 15 ton.ha-1


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑚2 )
Kebutuhan pupuk/petak = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟 (𝑚2 )
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑃𝑢𝑝𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟

1,8 𝑚2
= 10.000 𝑚2 𝑥 15.000 𝑘𝑔

= 0,00018 m2 x 15.000 kg
= 2,7 kg per petak

28
Lampiran 7. Kebutuhan Pupuk NPK

NPK = 300 kg.ha-1 (dosis anjuran)

Kebutuhan NPK 300 kg.ha-1


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑚2 )
Kebutuhan pupuk/petak = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟 (𝑚2 )
𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑃𝑢𝑝𝑢𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐻𝑒𝑘𝑡𝑎𝑟

1,8 𝑚2
= 10.000 𝑚2 𝑥 300 𝑘𝑔

= 0,00018 m2 x 300 kg
= 0,054 kg per petak
= 45 g per petak
= 1,5 g per tanaman

29

Anda mungkin juga menyukai