Anda di halaman 1dari 9

PRAKATA

Alhamdulillah,atas segala curahan hidayah dan maunah-Nya, penulis dapat menyelesaikan cerita ini. Syukur yang tak terkira.
Setelah bergelut dengan waktu, akhirnya penulis dapat menyusun tulisan-tulisan yang telah berserakan dimana-mana. Ada yang saya
tulis ulang, dan ada pula yang hanya cukup menatanya. Hingga akhirnya cerita cerpen ini yang jauh dari kata sempurna berhasil penulis
selesaikan dan dihadirkan kepada para pembaca terhormat.

Cerpen ini menceritakan tentang sejarah dimana latar belakang dari cerita ini diambil dari peristiwa peperangan yang digabungkan
antara cerita asli sejarah dengan imajinasi penulis, yang dimana ini merupakan sepenggal dari cerita teks sejarah asli nya. Karena ini
akan dibuat sebagai cerpen dan bukan novel mara hanya sepertiga dari cerita sejarah yang akan dimasukkan kedalamnya. Walau begitu
semoga para pembaca dapat menikmati cerita ini dengan baik.

Bersama terbitnya buku ini, penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Allah SWT, tuhan yang Maha Kuasa, kepada kedua
orang tua yang telah meluapkan kasih sayangnya kepada penulis sehingga bisa seperti saat ini. Terima kasih juga kepada saudara penulis
yang telah memberikan semangat, dukungan, dan energi positifnya. Dan tak lupa kepada guru pembimbing penulis ya itu Bu Rita selaku
sebagai guru yang mengajar saya dalam bahasa indonesa.

Akhir kata, semua kelemahan dan kekurangan dalam cerpen ini adalah murni dari kurangnya wawasan penulis dalam menulis.
Untuk itu penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Dan semoga para pembaca dapat mau memberikan kritik dan sarannya demi perbaikan.
Semogaa menjadi pelecut semangat bagi penulis untuk senantiasa belajar dan terus belajar. Paling akhir, semoga cerpen ini dapat
memberikan manfaat, baik kepada penulis dan juga para pembaca umumnya. Aamiin!!

KENDAL, 03 OKTOBER 2022


PENULIS

MOTTO DAN PERSEMBAHAN


MOTTO :

“DO THE BEST, BE GOOD, THEN YOU WILL BE THE BEST”

[Lakukan yang terbaik, bersikaplah yang baik, maka kau akan menjadi yang terbaik]

“IF YOU FALL A THOUSAND TIMES, STAND UP MILLIONS OF TIMES BECAUSE YOU DO NOT KNOW HOW CLOSE
YOU ARE TO SUCCESS”

[Jika kamu jatuh ribuan kali, berdirilah jutaan kali karena kamu tidak tahu seberapa dekat kamu dengan kesuksesan]

“Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan disetiap kesempatan,tapi orang yang optimis selalu melihat kesempatan dalam setiap
kesulitan – Ali bin Abi Thalib”

PERSEMBAHAN :

 Karya ini dipersembahkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta
 Keluarga terkasih
 Teman-teman yang baik
 Guru pembimbing, Bu rita guru bahasa Indonesi dikelas MIPA 6
 Serta para pembaca terhormat
Tewas nya pemimpin perang Jawa
pada suatu malam hari yang sunyi pada malam itu Saya
sedang membaca Novel Pangeran Diponegoro dan saya bermimpin saya
sedang berada di masa pemerintahan Bendara Pangeran Harya Dipanegara/
Pangeran Diponegoro.
Pangeran diponegoro atau nama asli dengan nama Bendara Pangeran
Harya Dipanegara dan lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta .dia
lebih memilih bertempat tinggal di tenggalrejo. Pada tahun 20 Juli 1825.
Dalam kehidupan
keseharian pangeran diponegoro sangat suka membantu orang orang yang
ada di pedesaan. Dan pangeran suka menanam buat dan sayuran di kebun
miliknya . dia juga pernah menikah sampai beberapa kali dan pangeran
diponegoro mempunya 12 putra dan 5 putri dari pernikahan tersebut
Awal mula terjadinya perang jawa dikarenakan adanya keputusan dari pihak
Hindia Belanda yang ingin memasang patok patok di atas lahan yang dimiliki
oleh pangeran dipenegoro yang berada di Desa tenggalrejo. Pangeran
diponegoro pun tidak menerima keputusan dari pihak Hindia Belanda. Oleh
karena itu pangeran diponegoro memberontak di karena ketidakadilan dari
hindia belanda
karena kelakuan mereka yang tidak mencerminkan adat istiadat di wilayah
sekitar.
Di beberapa literatur yang ditulis oleh Hindia Belanda, menurut mantan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Wardiman Djojonegoro ,
terdapat pembelokan sejarah penyebab perlawanan Pangeran Diponegoro
karena sakit hati terhadap pemerintahan Hindia Belanda dan keraton, yang
menolaknya menjadi raja. Padahal, perlawanan yang dilakukan disebabkan
sang pangeran ingin melepaskan penderitaan rakyat miskin dari sistem
pajak Hindia Belanda dan membebaskan istana dari madat.
Keputusan dan sikap Pangeran Diponegoro yang menentang Hindia Belanda
secara terbuka kemudian mendapat dukungan dan simpati dari rakyat.
Dan kemudian pangeran diponegoro menyingkir dari Tegalrejo. Kemudian
dia membuat markas di gua selarong
Saat itu.pangeran diponegoro menyatakan keperangan ini adalah perang
salib, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang salib" yang
dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah
pacitan dan kedu.
Medan pertempuran Perang jawa yang mencakup di berbagai kota seperti :
Yogyakarta, Kedu, Bagelen, Surakarta, dan beberapa daerah seperti
Banyumas, Wonosobo, Banjarnegara, Weleri, Pekalongan, Tegal, Semarang,
Demak, Kudus, Purwodadi, Parakan, Magelang, Madiun, Pacitan, Kediri,
Bojonegoro, Tuban, dan Surabaya.
Dan tentunya pangeran mempunyai para panglima dan para pendamping
yang selalu setia menemani pangeran diponegoro. Dan semangat para
panglima dan pendamping pangeran diponegoro sangat membara untuk
membela tanah Jawa.
Pangeran diponegoro sebelum ke selarong dia memantau pasukan dari
belanda sudah pergi tau belum, dan pasti pangeran diponegoro selalu
berpindah tempat ,Dan untuk strategi pangeran diponegoro untuk
mengusir para pasukan hindia Belanda. pangeran mempunya ide yang
cemerlang yaitu dia memeberi arahan untuk semua pasukan nya dia beri
nama Turkiya, Arkiya. dan dia memerintahkan pendamping nya untuk
menjadi umpan dan meraka di beri senjata api dan peluru-peluru yang
dibuat di hutan.
‘’ panglima ku kesini saya ada ide untuk memancing pasukan belanda.
‘’ ya pangeran. bagaimana cara nya pangeran
‘’ begini cara nya kamu bedua coba pancing para pasukan belanda itu
menggunakan senjata api yang tadi saya berikan ke kalian.
‘’dan kami akan mencoba untuk mencoba berpindah tempat
‘’baiklah kalau begitu pangeran
Dan begitulah dari kedua penamping setia milik pangeran diponegoro yang
sangat ingin mempertankan tanah jawa.
Kemudian pangeran diponegoro berpindah dari selarong ke daksa . Sang
Pangeran juga dinobatkan menjadi kepala negara bergelar "Sultan
Abdulhamid Herucakra Amirulmukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah
Tanah Jawa", dengan pusat negara berada di Plered, dengan pertahanan
yang kuat. Sistem pertahanan daerah Plered dipercayakan penanganannya
kepada kerta pengalasan
Dan terlalu kuat nya pasukan dari pangeran memukul mundur pasukan
belanda dan menggagalkan rencana belanda yang ingin menguasai
Yogyakarta.
pada Oktober 1826, pasukan Diponegoro menyerang pasukan Hindia
Belanda di Gawok dan mendapat kemenangan. Namun, sang Pangeran
terluka dan terpaksa harus ditandu ke lereng Gunung Merapi. Pada 17
November 1826, sang Pangeran bertolak ke Pengasih sebelah barat
Yogyakarta. untuk menyerang pasukan Hindia Belanda. Di lokasi ini, sang
Pangeran mendirikan keraton di Sambirata sebagai pusat negara baru.
Pasukan Belanda sempat menyerang Sambirata, tetapi Diponegoro berhasil
meloloskan diri. Perang sempat berhenti akibat gencatan senjata pada 10
Oktober 1827, namun perundingan tidak menemui kesepakatan apa pun.
Berkat dukungan dan simpatik rakyat, pasukan Pangeran Diponegoro dapat
dengan mudah memindah-mindahkan markasnya dan mendapat pasokan
logistik. Selain itu, pasukan Diponegoro dikenal sangat cepat dan lincah
berkat semangat perang Sabilillah. Akibatnya, Hindia Belanda banyak
mengirimkan jenderal, kolonel dan mayor ke Pulau Jawa, seperti Jenderal
De Kock, Jenderal Van Geen, Jenderal Holsman, dan Jenderal Bisschof.
Pada 16 Februari 1830, Diponegoro setuju untuk bertemu dengan utusan
Jenderal De Kock, yakni Kolonel Jan Baptist Clereens dan mengutus Kiai
Pekih Ibrahim dan Haji Badaruddin agar Clereens bisa datang ke Remo
Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Kabupaten Purworejo), di hulu
sungai Cingcingguling. Pertemuan pada 20 Februari 1830 tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan, meski berjalan lancar dan akrab. Akhirnya,
Diponegoro ingin bertemu langsung dengan De Kock yang ketika itu berada
di Batavia dan bermaksud menunggunya di Bagelen Barat. Namun, Clereens
menyarankan agar Diponegoro menunggu De Kock di Menoreh dan sang
Pangeran tiba pada 21 Februari 1830 dan dielu-elukan oleh 700
pengikutnya.
Diponegoro langsung meresponsnya dengan menanyakan ada masalah
apa sehingga dirinya harus ditahan. Dia merasa tidak bersalah dan
tidak menaruh benci kepada siapapun. Mertanegara menyela
perbicaraan dan meminta agar masalah politik bisa diselesaikan lain
waktu. De Kock langsung memotong perbicaraan dan menegaskan
dengan nada tinggi, dengan mengatakan terserah Pangeran setuju atau
tidak, dia akan menuntaskan masalah politik hari itu juga. Diponegoro
langsung berbicara dan menuding Jenderal De Kock sangat dan
hatinya busuk karena keputusannya terburu-buru dan tidak pernah
dibicarakan sebelumnya selama bulan puasa. Sang Pangeran langsung
berbicara bahwa dia tidak memiliki keinginan lain, kecuali pemerintah
Hindia Belanda mengakuinya sebagai kepada agama Islam di Jawa dan
gelar sultan yang disandangnya.
enderal De Kock kemudian memerintahkan Letkol Roest agar Du Perron
menyiapkan pasukan. Diponegoro kemudian berbicara dengan situasi
seperti itu dan karena sifat jahatmu, dirinya tidak takut mati. Dia tidak
takut dibunuh dan tidak bermaksud menghindarinya. De Kock terhenyak
mendengar sikap keras Pangeran Diponegoro dan dengan suara lirih
berbicara bahwa dirinya tidak akan membunuh sang Pangeran, tetapi juga
tidak akan memenuhi keinginan sang Pangeran. Sempat terbersit dalam
benak Diponegoro untuk menghujam keris ke tubuh De Kock, namun
niatannya diurungkan karena akan merendahkan martabatnya. Setelah
meminum teh dan menghampiri pengikutnya, sang Pangeran beranjak
keluar dan Pangeran Diponegoro pun berhasil ditangkap.
Sang Pangeran bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota
laskarnya dilepaskan. Setelah ditangkap di Magelang, Pangeran Diponegoro
diasingkan ke Gedung Karesidenan Semarang, di ungaran , lalu dibawa ke
Batavia pada 5 April 1830 dengan menggunakan kapal Pollux. Pangeran
Diponegoro tiba di Batavia pada 11 April 1830 dan ditawan di Stadhuis
Gedung Museum Fatahillah. Selanjutnya pada 30 April 1830, Pangeran
Diponegoro diasingkan ke Manado bersama istri keenamnya bersama
Tumenggung Dipasena dan istrinya serta para pengikut lainnya seperti
Mertaleksana, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruna. Mereka tiba di Manado
pada 3 Mei 1830 dan ditawan di Benteng Nieuw Amsterdam . Tahun 1834,
Diponegro dipindahkan ke Makasssar hingga wafatnya di bateng
Ronsterdam tanggal 8 Januari 1855.
Dan peperangan pun berakhir pada 1830 dan Perang melawan penjajah lalu
dilanjutkan oleh para putra Pangeran Diponegoro, yakni Ki Sodewa atau
Bagus Singlon, Dipaningrat, Dipanegara Anom, dan Pangeran Joned yang
terus-menerus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat
putra Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon, sedangkan Pangeran Joned
dan Ki Sodewa terbunuh dalam peperangan.
Selama perang, kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara,
terdiri atas 8.000 tentara Belanda dan 7.000 tentara pribumi serta kerugian
materi sebesar 25 juta gulden.] Berakhirnya Perang Jawa juga merupakan akhir
perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban di
pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000
pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Dampaknya, setelah perang, jumlah
penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya
Bagi sebagian kalangan di kesultanan Yogyakarta, Pangeran Diponegoro
dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi
masuk ke keraton. Namun, Sri Sultan Hamengkubawa IX memberi amnesti
bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan
yang dimiliki Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas
masuk keraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut
akan diusir.
Dan Ketika ditangkap dan akan diasingkan ke Manado dengan menggunakan
Kapal Pollux, kondisi Pangeran Diponegoro sudah dalam keadaan lemah,
muntah-muntah akibat mabuk laut, dan terkena malaria. Di atas kapal,
mengawal pengasingan Diponegoro. Sering kali mereka berdua terlibat dalam
percakapan dan salah satu percakapannya adalah ketika Diponegoro
mempertanyakan kepada Knoorle, apakah sudah menjadi kebiasaan bangsa
Eropa untuk mengasingkan pemimpin yang kalah perang ke sebuah pulau
terpencil yang jauh dari sanak saudaranya. Mendapat pertanyaan itu, Knoorle
menjawab bahwa Pangeran Diponegoro diperlakukan sama dengan Napoleon
Bonaparte, yang sama-sama diasingkan dalam usia 40 tahunan. Knoorle
mengatakan pemerintahan Hindia Belanda tidak ingin peristiwa Napoleon
yang ditangkap dan diasingkan ke Pulau Elba berhasil kabur dan memimpin
perang lagi lalu berhasil dikalahkan sehingga dibuang ke pulau yang lebih
terasing lagi, yakni St Helena hingga wafat.

Anda mungkin juga menyukai