Anda di halaman 1dari 27

BAHAN AJAR

TEKNIK PRODUKSI DAN APLIKASI ASAP CAIR

OLEH :
TIM BBPP KETINDAN

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN KETINDAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Bahan Ajar yang berjudul Teknologi
Asap Cair : Manfaat dan Aplikasinya telah terselesaikan dengan baik.
Bahan Ajar ini disusun sebagai bahan acuan dalam penyelenggaraan
pelatihan dan diperuntukkan bagi para peserta pendidikan dan pelatihan baik
terdiri dari petugas / penyuluh / petani atau pemangku kepentingan lainnya yang
berkepentingan
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang membantu
yang bersangkutan sehingga Bahan Ajar ini dapat tersusun dengan baik. Harapan
kami, kiranya Bahan Ajar ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
menggunakannya, dan kami mengharapkan saran dari para pembaca untuk
menyempurnakan Bahan Ajar ini, “ terima kasih.

Ketindan, Juli 2020


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketersediaan limbah biomasa di Indonesia sangat melimpah dan proses
dekomposisinya secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah
dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak buruk terhadap
kesehatan manusia. Melalui pendekatan teknologi yang tepat, limbah pertanian,
perkebunan, dan kehutanan tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi produk-
produk bernilai guna dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Sehingga dibutuhkan
teknik konversi yang merupakan teknologi yang bisa direkomendasikan untuk
mengolah limbah biomasa tersebut. Salah satunya adalah teknik pirolisis yang
melibatkan proses pembakaran biomassa yang dikombinasikan dengan teknik
kondensasi atau lebih dikenal dengan Teknologi Asap Cair. Teknologi ini
merupakan teknologi tepat guna yang mampu menghasilkan beberapa produk
seperti arang, tar dan asap cair yang dapat digunakan untuk mengetasi berbagai
permasalahan di segala bidang diantaranya yang akan dibahas pada bahan ajar
ini lebih menekankan pada prospek asap cair sebagai pestisida organik untuk
mengendalikan organisme penganggu tumbuhan (OPT) sebagai alternatif
penggunaan pestisida kimia sintetik yang memiliki dampak negatif seperti
pencemaran lingkungan, menyebabkan resistensi dan resurgensi hama, serta
dapat mengakibatkan residu pada produk pertanian tertentu. Dengan
memanfaatkan asap cair sebagai pestisida organik, para petani diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan bahan pengendali OPT dengan memanfaatkan sumber
daya alam yang ada di sekitarnya sehingga diharapkan petani mampu
berswasembada pestisida. Selain itu pada bahan ajar ini juga akan diulas
mengenai pemanfaatan asap cair sebagai pengawet makanan alami.
B. Deskripsi Singkat
Bahan ajar ini menjelaskan tentang pengertian asap cair, teknik
pembuatan asap cair, dan manfaat asap cair di bidang proteksi tanaman
(pengendali hama dan patogen, herbisida organik, regulator pertumbuhan
tanaman, penginduksi ketahanan tanaman) dan pengolahan makanan sebagai
pengawet makanan.

C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta


Dengan mempelajari bahan ajar ini diharapkan peserta dapat lebih
memahami mengenai pengertian asap cair, teknik pembuatan asap cair, dan
manfaat asap cair di bidang proteksi tanaman (pengendali hama dan patogen,
herbisida organik, regulator pertumbuhan tanaman, penginduksi ketahanan
tanaman) dan pengolahan makanan sebagai pengawet makanan.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Peserta setelah mengikuti materi bahan ajar ini diharapkan mampu
menerapkan teknologi asap cair sebagai pestisida organik untuk
mengendalikan organisme penganggu tumbuhan (OPT) dan pengawet
makanan alami sesuai dengan standar operasional prosedur.
2. Indikator Keberhasilan
Peserta setelah mengikuti materi pelatihan ini diharapkan dapat:
a. Menjelaskan pengertian asap cair dengan benar
b. Mempraktekkan proses pembuatan asap cair dengan benar
c. Mengaplikasikan asap cair sebagai pestisida organik untuk
mengendalikan organisme penganggu tumbuhan (OPT) dan pengawet
makanan alami sesuai dengan standar operasional prosedur.
E. Materi Pokok
Bahan ajar ini membahas beberapa pokok bahasan yang terbagi atas empat
bagian yang berkaitan dengan isi, yaitu:
I. Pendahuluan
II. Pengertian Asap Cair
III. Teknik dan Prinsip Pembuatan Asap Cair
IV. Manfaat dan Aplikasi Asap Cair

F. Petunjuk Penggunaan Bahan Ajar


Proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika Anda dapat mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat dan pahami tujuan pembelajaran yang tertera pada
setiap bab
2. Pelajari setiap bab secara berurutan (Bab I – Bab IV)
3. Aplikasikan setiap informasi mengenai teknologi asap cair ini baik sebagai
pengendali OPT sebagai pestida organik maupun pengawet makanan alami.
4. Untuk memperluas wawasan, Anda disarankan untuk mempelajari bahan -
bahan dari sumber lain seperti internet atau yang tertera pada daftar pustaka
di akhir bahan ajar ini.
BAB II
PENGERTIAN ASAP CAIR

Setelah mempelajari Bab II ini peserta diharapkan mampu menjelaskan pengertian dan mekanisme kerja
asap cair dengan benar

Asap cair dihasilkan dari bahan baku limbah biomassa baik dari pertanian,
perkebunan, dan kehutanan. Jenis biomassa dan ketersediaan bahan baku
limbah pertanian di Indonesia dapat terlihat pada tabel 1 .
Jenis Biomassa Ketersediaan bahan baku (Ton)
Kelapa sawit
Serat 12.830.950
Cangkang 6.136.541
Tandan Kosong 23.988.298
Pelepah
Tebu
Ampas tebu 9.559.395
Kelapa
Sabut Kelapa 1.119.301
Tempurung 383.760
Padi
Sekam 13.016.712
Jerami 90.370365
Jagung
Tongkol 4.263.116
Batang dan Daun 14.920.906
Sumber : ESDM 2015 dalam Syamsiro 2016

Limbah pertanian diartikan sebagai bahan sisa dari produksi pertanian.


Limbah pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu limbah pertanian pasca
panen dan limbah pertanian sisa industri pengolahan hasil pertanian. Limbah
perkebunan yang potensial lainnya yaitu buah pinus dan kakao serta limbah
kehutanan seperti limbah industri penggergajian, limbah industri pengolahan
kayu lapis, dan limbah pembalakan hutan. Selain limbah biomassa di atas
sampah organic juga berpotensi digunakan sebagai bahan baku. Menurut
Murthado dan Sa’id (1988) sampah organik dapat dibedakan menjadi sampah
organic lunak (mudah membusuk) dan sampah organic padat (sulit membusuk).
Sebagian besar sampah organic lunak sudah ditangani dengan cara
pengomposan dan produknya digunakan sebagai pupuk. Namun sampah organik
padat hingga saat ini penangannya hanya dirtangani dengan membakarnya di
dalam incinerator dan produknya hanya berupa abu dan kurang termanfaatkan.
Di beberapa Negara, cara ini sudah dilarang karena akan menimbulkan
pencemaran udara.
Limbah biomassa di atas adalah bahan organik yang terbentuk dari senyawa-
senyawa karbon seperti holo selulosa (selulosa dan hemi selulosa), lignin, dan
senyawa karbohidrat lainnya yang berpotensi dijadikan sumber energy.
Teknologi alternative untuk menyelesaikan limbah biomassa ini analah dengan
teknologi asap cair. Teknologi ini merupakan teknologi sederhana yang
memanfaatkan limbah biomassa tersebut melalui metode pirolisis yang
merupakan proses dekomposisi bahan organik melalui proses pemanasan
dimana bahan akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas.
Asap cair pertama kali dikembangkan pada tahun 1940 oleh sebuah pabrik di
Kansas City, Amerika Serikat dengan menggunakan metode destilasi kering dari
bahan kayu. Asap cair terbuat dari hasil pembakaran yang terkondensasi pada
suhu dingin, terdiri dari fase cairan terdispersi dalam medium gas sebagai
pendispersi. Asap tersebut dapat terbentuk dari pembakaran tidak sempurna
karena saat pembakaran jumlah oksigen yang terbatas menyebabkan adanya
reaksi dekomposisi bahan polimer menjadi komponen organik dengan bobot
yang lebih rendah.
Asap merupakan sistem komplek yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan
medium gas sebagai pendispersi. Asap diproduksi dengan cara pembakaran
tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi
senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang
meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi. Jumlah partikel padatan
dan cairan dalam medium gas menentukan kepadatan asap. Selain itu asap juga
memberikan pengaruh warna rasa dan aroma pada medium pendispersi gas.
Sifat dari asap cair dipengaruhi oleh komponen utama yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang proporsinya bervariasi tergantung pada jenis bahan
yang akan di pirolisis. Proses pirolisis sendiri melibatkan berbagai proses reaksi
diantaranya oksidasi, polimerisasi dan kondensasi.
Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling awal
menghasilkan fural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa tersusun
dari pentosan dan heksosan dan rata-rata proporsi ini tergantung pada jenis
kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk furfural, fural dan turunannya beserta
suatu seri yang panjang dari asam karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa,
pirolisis heksosan membentuk asam asetat dan homolognya. Dekomposisi
hemiselulosa terjadi pada suhu 200-250 oC. Fenol dihasilkan dari dekomposisi
lignin yang terjadi pada suhu 300 oC dan berakhir pada suhu oC. Proses
selanjutnya yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat dan
senyawa karbonil seperti asetaldehid, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan
menghasilkan senyawa fenol, guaikol, siringol bersama dengan homolog dan
derivatnya.
BAB III
PRINSIP DAN TEKNIK PEMBUATAN ASAP CAIR

Setelah mempelajari Bab III ini peserta diharapkan mampu menjelaskan prinsip dan teknik kerja
pembuatan asap cair dengan benar

3.1 Prinsip Pembuatan Asap Cair


Pembuatan asap cair menggunakan metode pirolisis yaitu peruraian dengan
bantuan panas tanpa adanya oksigen atau dengan jumlah oksigen yang terbatas.
Biasanya terdapat tiga produk dalam proses pirolisis yakni: gas, pyrolisis oil, dan
arang, yang mana proporsinya tergantung dari metode pirolisis, karakteristik
biomassa dan parameter reaksi.
Terdapat beberapa cara memanfaatkan energi yang tersimpan dalam
biomassa melalui pirolisis. Pembakaran langsung adalah cara yang paling tua
digunakan. Biomassa yang dibakar dapat langsung menghasilkan panas tetapi
cara ini hanya mempunyai efisiensi sekitar 10%. Cara lain adalah dengan
mengubah biomassa menjadi cairan. Cara ini digunakan karena keuntungannya
berupa kemudahan penyimpanan, pengangkutan, serta pembakaran. Cairan
yang dihasilkan dari pengolahan biomassa dapat berupa crude bio-oil.
Pirolisis merupakan proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen
sehingga menyebabkan adanya penguraian komponen-komponen penyusun
kayu keras. Pirolisis dapat juga diartikan penguraian bahan organik secara tidak
teratur tanpa berhubungan langsung dengan udara luar. Hasil dari pembakaran
tanpa oksigen tersebut menyebabkan terbentuknya tiga zat dalam bentuk yang
berbeda yaitu padatan, cairan dan gas (Gambar 3) (Qomariyah, 2013).
Pirolisis didefinisikan sebagai proses dekomposisi suatu bahan oleh
pembakaran dan grafikasi, serta diikuti oksidasi total atau parsial dari produk
utama. Dengan teknik pirolisis limbah padat kelapa sawit dapat diolah
menghaslkan produk berupa arang dan asap. Asap yang dikeluarkan dapat
menjadi destilat (asap cair) dengan menggunakan kondesor, sehingga tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan. Teknik pirolisis dengan menggunakan
suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan
pembentukan asap cair berkurang karena suhu dalam air pendingin semakin
meningkat yang menyebabkan asap yang dihasilkan tidak terkondensasi secara
sempurna (Haji, 2013).

3.2 Teknik Pembuatan Asap Cair


Teknik pembuatan asap cair ini menggunakan pirolisator yang dilengkapi
oleh kondesnsor yang merupakan serangkaian alat untuk mengubah limbah
biomassa menjadi asap cair salah satunya dengan metode pirolisis. Pirolisator ini
sangat bervariasi baik ukuran maupun modelnya mulai dari kapasitas kecil dan
besar. Secara umum terdapat beberapa tipe pirolisator yang sudah berkembang
di masyarakat mulai dari yang sederhana hingga tipe skala laboratorium. Namun
yang akan kami sampaikan adalah pirolisator yang dikembangkan oleh Tim
Proteksi, Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 1. Pirolisator

Pirolisator ini terdiri dari beberapa bagian


a. Tabung reaktor : tempat bahan baku yang akan diolah dan dibakar
b. Tabung kondensor : diisi air untuk mengkondensasi asap
c. Alat pemanas : dapat menggunakan kompor gas atau kayu sebagai bahan
bakar yang diletakan di bagian dasar tabung reactor
d. Pipa penyalur asap : pipa yang menghubungkan tabung reactor dan
tabung kondensor
e. Pipa pembuangan : pipa yang mengeluarkan asap sisa pembakaran

3.3 Jenis Asap Cair


Asap cair yang dihasilkan ini terdiri dari 3 (tiga) grade yaitu :
a. Asap cair grade 3 merupakan asap cair yang langsung diperoleh dari proses
pirolisis yang digunakan sebagai biopestisida, meningkatkan kualitas tanah
dan mengontrol pertumbuhan tanaman, mempercepat pertumbuhan pada
akar, batang, umbi, daun, bunga, dan buah, pengolahan karet, penghilang
bau dan pengawet kayu agar tahan terhadap rayap.

b. Asap cair grade 2 merupakan produk turunan yang digunakan untuk


pengawet makanan sebagai pengganti formalin dengan aroma asap
berwarna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap lemah.
c. Asap cair grade 1 merupakan produk turunan yang digunakan sebagai
pengawet makanan siap saji seperti bakso, mie, tahu, nugget, dan lainnya.
Asap cair ini berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral dan
merupakan asap cair paling baik kualitasnya serta tidak mengandung
senyawa yang berbahaya untuk diaplikasikan ke produk makanan

3.4 Langkah-Langkah Pembuatan Asap Cair


Sebelum proses ada beberapa langkah yang harus diperhatikan agar kualitas
dan kuantitas hasilasap cair menjadi optimal. Berikut ini adalah langkah-langkah
tersebut:
a. Sebelum dimasukkan ke pirolisator, bahan baku terlebih dahulu
dikeringkan, dipecah atau dipotong menjadi beberapa bagian yang lebih
kecil agar luas permukaan pembakaran menjadi lebih besar.
b. Selanjutnya bahan baku dimasukan ke dalam tabung reactor hingga
penuh lalu ditutup rapat. Lalu tabung kondensor diisi dengan air sebelum
proses pirolisis dilakukan
c. Kemudian dilanjutkan dengan pemanasan atau proses pembakaran
dengan metode pirolisis yang merupakan proses reaksi penguraian
senyawa-senyawa penyusun kayu keras menjadi beberapa senyawa
organik melalui reaksi pembakaran kering pembakaran tanpa oksigen.
Proses pirolisis ini secara umum berlangsung 8 jam atau lebih tergantung
pada suhu dan jenis bahan baku yang digunakan
d. Asap hasil pembakaran yang dihasilkan kemudian akan dikondensasi
melalui tabung kondensor. Hasil dari proses pirolisis diperoleh tiga
produk yaitu asap cair Grade 3 (G3), tar, dan arang.

Sedangkan untuk menghasilkan Asap cair Grade 2 (G2) dan Grade 1 (G1)
dibutuhkan proses pemurnian dengan metode distilasi. Berikut ini adalah
langkah-langkah tersebut:
Asap cair
Grade 3
Distilasi
Asap cair
Grade 2
Distilasi
Asap cair
Grade 1

Hasil distilasi (distilat) ini masih belum bisa digunakan sebagai pengawet
makanan karena ada lagi proses lain yang harus dilewati yaitu proses filtrasi.
Proses Filtrasi dilakukan dengan menggunakan zeolit aktif untuk mendapatkan
asap cair yang aman dari bahan berbahaya dan bisa dipakai untuk pengawet
makanan non karsinogenik dengan bau asap yang ringan dan tidak menyengat.
Kualitas asap cair ditentukan dari komposisi fenol, asam dan besarnya
komponen tersebut dipengaruhi oleh kondisi operasi proses pirolisis yaitu suhu
dan waktu pirolisis serta suhu distilasi. Kandungan maksimum senyawa-senyawa
fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600°C. Asap cair
mengandung berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam
organik, alkohol dan ester (Jayanuddin dan Endang Suhendi, 2012).
BAB IV
MANFAAT DAN APLIKASI ASAP CAIR

Setelah mempelajari Bab IV ini peserta diharapkan mampu menjelaskan manfaat dan aplikasi asap cair
dengan benar

4.1 Manfaat Asap Cair


Asap cair yang bahan bakunya berasal dari limbah pertanian, perkebunan,
maupun kehutanan ternyata mempunyai manfaat yang sangat kompleks. Di
bawah ini dipaparkan manfaat asap cair yaitu:
- Di bidang pertanian digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah dan
menetralisir asam tanah, membunuh hama penyakit tanaman dan
mengontrol pertumbuhan tanaman, pengusir serangga, mempercepat
pertumbuhan pada akar, batang, umbi, daun, bunga, dan buah. Dalam
penelitian yang dilakukan Aisyah dkk (2013) menyatakan bahwa dengan asap
cair pada konsentrasi 7% dapat menghambat pertumbuhan cendawan
Colletotrichum gloesporoides dan Fusarium oxysporum pada tanaman
ketimun sebesar 100%. Sedangkan menurut Wiyantono dan Minarni (2009)
mengungkapkan bahwa asap cair berbahan baku tempurung kelapa memiliki
aktivitas penghambat makan bersifat antifeedant sekunder yang lemah
sampai sedang terhadap larva C. pavonana atau ulat krop pada tanaman
kobis. Menurut Corryanti dan Frida (2015), hasil pemberian asap cair sejak
awal kegiatan penyapihan secara rutin dapat menekan kematian semai di
bedeng pemeliharaan. Kematian pada awal sapihan disebabkan oleh
penyakit lodoh, sedangkan kematian setelah semai berkayu disebabkan oleh
penyakit bercak daun. Efektivitas perlakuan asap cair dibandingkan perlakuan
rutin (kontrol) menekan kematian sebesar 75%. . Bahkan di BBPP Ketindan
sudah membuktikan bahwa asap cair mampu digunakan untuk
mengendalikan jamur Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknose,
serangan hama Spodoptera litura, walang sangit, burung dan juga tikus.
Asap cair dapat membunuh serangga hama diduga berdasarkan efek
sinergisme melalui penghambatan aktivitas enzim asetilkholin pada sistem
syaraf yang berakibat paralisis atau kelumpuhan pada serangga. Selain itu
asap cair juga menyebabkan meningkatkan penyerapan karbofuran oleh
tubuh serangga akibat permiabilitas kutikula serangga semakin besar
(Supriadi, 2013). Menurut Haji (2012) asap cair mempunyai senyawa
antifeedant yang dapat menghambat makan baik dalam waktu sementara
ataupun permanen.
- Sebagai penggumpal lateks atau getah karet. Dibandingkan menggumpalkan
dengan asam semut, penggunaan asap cair ini lebih unggul, karena getah
karet yang menggumpal menjadi tak berbau lagi. Selain itu, kulaitas
meningkat karena karet menjadi lebih putih. Untuk menggumpalkan 200 liter
getah karet, pekebun perlu 1 liter asap cair (Basri, 2010).
- Sebagai pengawet makanan. Asap cair merupakan pengawet makanan alami
pengganti formalin. Pengawet makanan termasuk dalam kelompok zat
tambahan makanan yang bersifat inert secara farmakologik (efektif dalam
jumlah kecil dan tidak toksis). Pemakaian pengawet sangat luas. Hampir
seluruh industri mempergunakannya,termasuk industri farmasi, kosmetik,
dan makanan.Di bidang kesehatan dan farmasi, penggunaan pengawet
dibatasi jenis dan jumlahnya. Khusus untuk pengawet makanan, diatur
melalui Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88. Namun, banyak pihak
tidak bertanggung jawab menggunakan bahan pengawet yang dilarang BPOM
untuk makanan seperti formalin, yang biasanya digunakan pada bakso, tahu,
ikan dengan alasan biaya murah dan produk keliatan lebih bagus serta tahan
lebih lama. Penggunaan formalin bisa digantikan dengan asap cair, karena
harganya yang cukup murah dan alami. Asap cair mengandung senyawa fenol
yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga menghambat kerusakan pangan
dengan cara mendonorkan hidrogen. Dalam jumlah sangat kecil, asap cair
efektif untuk menghambat autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi
kerusakan pangan karena oksidasi lemak oleh oksigen. Kandungan asam pada
asap cair juga efektif dalam mematikan dan menghambat pertumbuhan
mikroba pada produk makanan dengan cara senyawa asam itu menembus
dinding sel mikroorganisme yang menyebabkan sel mikroorganisme menjadi
lisis kemudian mati. Dengan menurunnya jumlah bakteri dalam produk
makanan, kerusakan pangan oleh mikroorganisme dapat dihambat sehingga
meningkatkan umur simpan produk pangan. Menurut Utomo (2012),
misalnya untuk mengawekan ikan. Setelah pemiletan ikan direndam dalam
larutan asap cair hasil distilasi dengan konsentrasi sebesar 2% selama 30
menit.
- Digunakan untuk mengawetkan kayu dan meningkatkan daya tahan kayu
terhadap serangan hama. Menurut Setiawati (2010), konsentrasi cuka
kayu/asap cair sebesar 70% merupakan konsentrasi paling efektif dalam
mengawetkan rotan /kayu terhadap serangan bubuk Dinoderus minutus.
Selain asap cair sebagai produk atau hasil pembakaran dari bahan limbah
tersebut, hasil lain seperti arang tempurung ataupun abu sekam dapat juga
dimanfaatkan. Jadi tidak hanya satu saja manfaat dari hasil pembakaran ini.

4.2 Aplikasi Asap Cair


a. Asap Cair sebagai Pestisida Organik
Hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi :
1) Pada saat pembuatan dan aplikasi asap cair usahakan menggunakan
sarung tangan
2) Simpanlah sediaan asap cair di tempat khusus, tidak terjangkau oleh anak
– anak dan hewan peliharaan
3) Sebelum ekstrak tanaman digunakan dalam skala luas, buat percobaan
dahulu pada skala yang lebih kecil
4) Gunakan pakaian pelindung diri pada saat aplikasi asap cair
5) Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin dan saat angin
kencang
6) Jangan menyemprot ketika turun hujan
7) Basuh tangan setelah aplikasi asap cair
8) Cucilah pakaian kerja setelah menggunakan asap cair

Berdasarkan arahan Dirjen Pupuk dan Pestisida (2006), Penggunaan Pestisida


secara bijaksana adalah penggunaan Pestisida yang memperhatikan prinsip 6
(enam) tepat, yaitu :
1) Tepat Sasaran
Tentukan jenis tanaman dan hama sasaran yang akan dikendalikan,
sebaiknya tentukan pula unsur-unsur abiotis dan biotis lainnya.
2) Tepat Jenis
Setelah diketahui hasil analisis agroekosistem, maka dapat ditentukan
pula jenis Pestisida apa yang harus digunakan, misalnya : untuk hama
serangga gunakan insektisida, untuk tikus gunakan rodentisida.
3) Tepat Waktu
Waktu pengendalian yang paling tepat harus di tentukan berdasarkan :
a. Stadium rentan dari hama yang menyerang tanaman, misalnya
stadium larva instar I, II, dan III.
b. Kepadatan populasi yang paling tepat untuk dikendalikan, lakukan
aplikasi Pestisida berdasarkan spot stop, Ambang Kendali
atau Ambang Ekonomi.
c. Kondisi lingkungan, misalnya jangan melakukan aplikasi
Pestisida pada saat hujan, kecepatan angin tinggi, cuaca panas
terik.
d. Lakukan pengulangan sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
4) Tepat Dosis / Konsentrasi
Gunakan konsentrasi/dosis yang sesuai dengan yang dianjurkan
5) Tepat Cara
Lakukan aplikasi Pestisida dengan cara yang sesuai dengan formulasi
Pestisida dan anjuran yang ditetapkan.
6) Tepat Mutu
Tepat mutu ialah pestisida yang digunakan harus bermutu baik. Untuk itu
agar dipilih pestisida yang terdaftar dan diijinkan oleh Komisi Pestisida.
Jangan menggunakan pestisida yang tidak terdaftar, sudah kadaluarsa,
rusak atau yang diduga palsu karena efikasinya diragukan dan bahkan
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pestisida yang terdaftar dan
diijinkan beredar di Indonesia kemasannya diharuskan menggunakan
bahasa Indonesia
Penyemprotan diharuskan menyesuaikan alat antara penyemprotan untuk
hama, penyebab penyakit dan gulma. Alat aplikasi atau alat semprot yang efisien
dapat menjamin penyebaran bahan/ campuran semprot yang merata pada
sasaran dan tidak menimbulkan pemborosan.
Untuk memperoleh hasil aplikasi yang optimal, maka alat aplikasi
Pestisida harus dikalibrasi agar dosis yang kita capai sesuai dengan anjuran.
Langkah-langkah kalibrasi alat aplikasi Pestisida (cair), sebagai berikut :
1) Menyiapkan alat aplikasi dalam kondisi baik ember berukuran sedang,
gelas ukur 100 ml atau 500 ml, stop watch, air, tali rapia, dan meteran.
2) Memasukan air kedalam tangki ± ¾ dari kapasitas tangki. Kemudian,
setelah tangki tertutup, alat aplikasi diberi tekanan atau dipompa sampai
mencapai tekanan yang dianjurkan.
3) Selanjutnya air dari dalam tangki, disemprotkan ke dalam ember
(hindari agar air jangan sampai ada yang keluar dari ember) selama
beberapa menit. Lalu air dari ember ditakar dengan gelas ukur.
Dengan demikian diketahui waktu yang diperlukan untuk
mengeluarkan cairan/ droplet dalam volume yang sudah terukur.
4) Untuk mengatur kecepatan jalan pada saat aplikasi Pestisida di lapangan
dihitung dengan menggunakan data tersebut di atas (misal volume cair
yang terukur 10 liter dalam waktu 10 menit), maka waktu aplikasi yang
diperlukan perhektar (misal volume larutan yang diperlukan adalah
volume tinggi sekitar 500 liter/ hektar atau disebut volume tinggi)
adalah : 500/10X10 menit = 500 menit. Dengan demikian luas area
yang dapat disemprot per menit adalah : 10.000/500 =20 m² /menit.
Hal ini dapat dipraktekkan dengan membuat suatu area yang terukur
(misal 4 m X 5 m) dan dibatasi dengan tali rapia, lalu dilaksanakan
penyemprotan berulang-ulang sampai diperoleh kecepatan berjalan
untuk aplikasi seluas 20 m², menghabiskan 1 (satu) liter dalam waktu 1
(satu) menit (Dirjen Pupuk dan Pestisida, 2011).

Selama pelaksanaan aplikasi dilapang, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai


berikut :
1) Pada waktu aplikasi Pestisida, operator pelaksana atau petani harus
memakai perlengkapan keamanan seperti sarung tangan, baju lengan
panjang, celana panjang, topi, sepatu kebun, dan masker/ sapu tangan
bersih untuk menutup hidung dan mulut selama aplikasi.
2) Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan arah datangnya
angin dan tidak melalui area yang telah diaplikasi Pestisida. Aplikasi
sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari.
3) Selama aplikasi Pestisida, tidak dibenarkan makan, minum, atau merokok.
2) Satu orang operator/ petani hendaknya tidak melakukan aplikasi
penyemprotan Pestisida terus menerus lebih dari 4 (empat) jam dalam
sehari.
3) Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida hendaknya telah
berusia dewasa, sehat, tidak ada bagian yang luka, dan dalam
keadaan tidak lapar.
4) Pembuangan Sisa
b. Asap Cair sebagai Pengawet Makanan
1. Asap cair grade 3 tak dapat digunakan untuk pengawet makanan, karena
masih banyak mengandung tar yang karsinogenik. Asap cair grade 3 tidak
digunakan untuk pengawet bahan pangan.
2. Asap cair grade 2 dipakai untuk pengawet makanan sebagai pengganti
formalin dengan taste asap (daging asap, ikan asap/bandeng asap)
berwarna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap lemah.
Cara penggunaan asap cair grade 2 untuk pengawet ikan adalah celupkan
ikan yang telah dibersihkan ke dalam 2.5 persen asap cair dan tambahkan
garam. Biasanya ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair
grade 2 bisa tahan selama 30 jam pada suhu ruang dan 48 jam pada
lemari pendingin.
Langkah kerja mengawetkan ikan segar menggunakan asap cair grade 2
No Tahapan Uraian
1 Mempersiapkan bahan baku Persiapkan bahan baku dan alat
yang diperlukan untuk
mengawetkan ikan segar ( asap
cair grade 2, garam dan air) sesuai
ukurannya
2 Membersihkan ikan Ikan dibersihkan dari kotoran yang
menempel menggunakan air bersih
3 Menyiapkan air rendaman asap cair Siapkan air untuk merendam ikan
sebanyak 2-3 liter untuk ikan segar
1 kg. Kemudian tambahkan garam
sebanyak 50 gr per liter air dan
tambahkan asap cair 2.5 persen
yaitu 25 ml dalam 1 liter air

4 Mencelupkan ikan segar dalam Celupkan ikan ke dalam rendaman


rendaman asap cair dan direndam asap cair. Kemudian rendam ikan
yang sudah diberikan asap cair
grade 2 selama 15 menit

6 Penirisan Ikan segar yang sudah direndam,


ditiriskan mengunakan saringan
sampai air menetes sempurna

6 Pengemasan Laukan pengemasan ikan yang


sudah diawetkan menggunakan
plastik kedap udara

3. Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan siap saji seperti
bakso, mie, tahu, bumbu-bumbu barbaque. Asap cair grade 1 ini berwarna
bening, rasa sedikit asam, aroma netral dan merupakan asap cair paling
bagus kualitasnya serta tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk
diaplikasikan ke produk makanan. Cara menggunakan asap cair grade 1
untuk pengawet makanan siap saji adalah 15 cc - 25 cc asap cair, kemudian
campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie atau tahu.
Saat perebusan juga digunakan larutan asap cair dengan kadar yang sama
dilarutkan dalam adonan makanan. Biasanya bakso yang memakai pengawet
asap cair grade 1 bisa tahan penyimpanan selama enam hari.
1) Langkah kerja mengawetkan bahan pangan setengah jadi (adonan
bakso) menggunakan asap cair grade 1 metode 1
No Tahapan Uraian
1 Mempersiapkan bahan baku Persiapkan bahan baku dan alat yang
diperlukan untuk mengawetkan
makanan siap saji (bakso/tahu/mie)
sesuai ukurannya
2 Mencampur asap cair grade 1 15 cc - 25 cc asap cair grade 1
campurkan ke dalam 1 kg adonan
bakso/tahu/mie, kemudian aduk rata

3 Mencetak dan memasak Adonan bakso yang sudah dicampur


dengan asap cair dicetak dan direbus
hingga matang
2) Langkah kerja mengawetkan bahan pangan setengah jadi (adonan
bakso) menggunakan asap cair grade 1 metode 2

No Tahapan Uraian
1 Mempersiapkan bahan baku Persiapkan bahan baku dan alat yang
diperlukan untuk mengawetkan
makanan siap saji (bakso/tahu/mie)
sesuai ukurannya
2 Mencampur asap cair grade 1 25 cc asap cair grade 1 campurkan ke
dalam air yang digunakan untuk
merebus bakso. Dosis yang digunakan
2,5 % yaitu 25 ml dalam 1 liter air.
3 Merebus dan mematangkan Adonan bakso yang sudah dicampur
bakso dengan asap cair dicetak dan direbus
hingga matang
Pengawetan bakso menggunakan asap cair

Kelebihan sifat fungsional asap cair dalam pengawetan makanan adalah untuk
memberikan aroma dan rasa asap (smoky), warna dan sebagai bahan pengawet
alami, juga sebagai antibakteri serta antioksidan.
Daftar Pustaka
Abbot, W (1925) A Method of Computing the Effectiveness of an Insecticide.
Journal of Economic Entomology, 18(2), 265–267.
https://doi.org/https://doi.org/10.1093/jee/18.2.265a
Bernays, E., Bright, K., Gonzalez, N., Angel, J (1994) Dietary Mixing in a Generalist
Herbivore: Tests of Two Hypotheses. Esa Journal, 75(7), 1997–2006.
https://doi.org/https://doi.org/10.2307/1941604
Booker, J. C., Bedmutha, R., Vogel, T., Gloor, A., Xu, R., Ferrante, L (2010)
Experimental Investigatin into the Insecticidal, Fungicidal and Bactericidal
Properties of Pyrolysis Bio-oil from Tobacco Leaves using a Fluidized Bed
Pilot Plant. Industrial and Engineering Chemistry Research, 49, 10074-10079.
https://doi.org/https://doi.org/10.1021/ie100329z
Boucias, D., Pendland, J. J (1998) Principles of Insect Pathology. Springer US.
Caceres, L., McGarvey, B., Briens, C., Berruti, F., Yeung, K., Scoot, I (2015)
Insecticidal properties of pyrolysis bio-oil from greenhouse tomato residue
biomass. Journal of Analytical and Applied Pyrolisis, 112, 333–340.
https://doi.org/10.1016/j.jaap.2015.01.003
Chapman, R (1995) Mechanics of food handling by chewing insects. (In
Chapman). Chapman & Hall.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2013) Laporan Tahunan Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2012. Direktorat Perlindungan
Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian.
Girard, J. P (1992) Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand,
Ellis Horwood.
Haji, A. G (2013) Komponen Kimia Asap Cair Hasil Pirolisis. Jurnal Rekayasa Kimia
Dan Lingkungan, 9(3), 109–116.
https://doi.org/https://doi.org/10.23955/rkl.v9i3.779
Haji, A. G., Mas’ud, Z. A., Lay, B. W., Sutjahyo H., S., Pari, G (2007)
Characterization of Liquid Smoke Pyrolyzed. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian, 16(3), 111–118.
Haji, A. G., Mas’ud, Z. A., Pari, G (2012) Identifikasi Senyawa Bioaktif Antifeedant
dari Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Perkotaan. Bumi Lestari Journal
of Environment, 12(1), 1–8.
Isman, M. B (2002) Insect Antifeedant. Pesticide Outlook. The Royal Society of
Chemistry, 13(4), 152–157. https://doi.org/10.1039/b206507j
Jayanudin, Suhendi, E (2012) Identification Of Chemical Components Liquid
Smoke From Coconut Shell. Jurnal Agroekotek, 4(1), 39–46.
Katja, D. G., Suryanto, E., Momuat, L. I., Tambunan, Y (2008) Pengaruh Adsorben
Terhadap Aktivitas Antioksidan Dari Asap Cair Kayu Cempaka (Michelia
champaka Linn). Chem. Prog, 1(1), 54–59.
Koul, O., Dhaliwal, G., Cuperus, G (2004) Integrated Pest Management: Potential,
Constraint, and Challenges. CABI Publishing.
Maga, J. A (1988) Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc.
Matsumura, F (1976) Toxicology of Insecticides. Plenum Press.
Mela, E., Arkeman, Y., Noor, E., Achsani, N. A (2013) Potential Products of
Coconut Shell Wood Vinegar. Research Journal of Pharmaceutical, Biological
and Chemical, 4(4), 1480–1493.
Meyer, J (2006) Chemoreceptor. (N. S. University, Producer).
http://www.cals.ncsu.edu/
Oramahi, H. A., Diba, F., Nurhaida (2014) New Bio Preservatives fro
Lignocelluloses Biomass Bio-oil for Anti termites Coptotermes curvignathus
Holmgren. Procedia Environmental Sciences, 20, 778–784.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.proenv.2014.03.094
Prabowo, H., Martono, E., Witjaksono (2016) Activity of Liquid Smoke of Tobacco
Stem Waste as An Insecticide on Spodoptera litura Fabricius Larvae. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia, 20(1), 22–27.
https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jpti.16620
Prijono, D (1988) Pengujian Insektisida (Penuntun Praktikum). Institut Pertanian
Bogor.
Qomariah, S (2013) Pengaruh Pemberian Asap Cair dari Limbah Tempurung
Kelapa sebagai Pencegah Hama pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum
annum L.). Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Tanada, Y., Kaya, H (1993) Insect Pathology. Academic Press.
Tiilikkala, K., Fagernas, L., Tiilikkala, J (2010) History and Use of Wood Pyrolysis
Liquids as Biocide and Plant Protection Product. The Open Agriculture
Journal, 4, 111–118. https://doi.org/10.2174/1874331501004010111
Tranggono, S., Setiadji, B., Darmadji, P., Supranto, Sudarmanto (1996) Identifikasi
asap cair dari berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa. Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Pangan, 1(2), 15–24.
Wagiman, F. X., Ardiansyah, A., Witjaksono (2014) Activity of Coconut Shell
Liquid Smoke as An Insecticide on the Rice Brown Planthopper. Journal of
Agricultural and Biological Science, 9(9), 293–296.
Wijaya, M., Noor, E., Tun Tedja, I., Pari, G (2008) Perubahan Suhu Pirolisis
Terhadap Struktur Kimia Asap Cair Dari Serbuk Gergaji Kayu Pinus. Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 1(2), 73–77.
Wiyantono, Winarni, E. W (2009) Study on Potency of Liquid Smoke Against the
Cabbage Head Caterpillar Crocidolomia pavonana. Jurnal Pembangunan
Pedesaan, 9(1), 50–56.

Anda mungkin juga menyukai