Anda di halaman 1dari 44

Pemanfaatan Limbah Cangkang Kelapa Sawit Menjadi Briket Arang

Sebagai Bahan Bakar Alternatif


Nama : M. Irsyad
NPM : 1210024428003
Pembimbing I : Yaumal Arbi, MT
Pembimbing II : Hendri Sawir, ST, MSi

ABSTRAK
Pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan sangat perlu dilakukan
karena limbah ini sangat berharga dan bernilai ekonomi tinggi bila dimanfaatkan.
karena apabila di olah limbah tersebut bisa menjadi salah satu energI terbarukan.
Energi terbarukan itu adalah pemanfaatan energi biomassa. Biomassa yang dapat
diolah menjadi energi terbarukan salah satunya limbah perkebunan yaitu limbah
cangkang kelapa sawit. Limbah kelapa sawit ini menimbulkan adanya masalah
lingkungan seperti: estetika lingkungan, penyempitan lahan dan bisa menjadi
sumber penyakit. Pengolahan limbah cangkang kelapa sawit dapat dilakukan
dengan menjadikan limbah cangkang menjadi briket. Briket dapat menggantikan
minyak tanah, pembuatan briket menggunakan bahan perekat yang mengandung
pati, selain tepung tapioka bahan yang dapat dimanfaatkan menjadi perekat salah
satunya adalah tepung kanji. Pembuatan briket arang ini di lakukan dengan
beberapa variasi Metoda yang digunakan pada penelitian ini adalah gravimetri
untuk pengujian kadar air dan abu, metoda Bomb Calorimeter untuk pengujian
nilai kalori. Dari penelitian ini dengan 3 macam variasi komposisi campuran yaitu
95%:5%, 90%:10%, 85%:15% dengan urutan arang cangkang : tepung kanji.
Maka didapatkan semua komposisi briket ini masih dibawah atau lebih bagus dari
standar kualitas briket sesuai SNI 01-6325-2000. Masing- masing campuran briket
memiliki pengaruh terhadap kualitas briket untuk kadar air, kadar abu dan nilai
kalori pada briket kulit kakao tersebut. Briket yang paling bagus dilihat dari
parameter diatas adalah dengan campuran 90% arang cangkang dan 10% perekat.

Kata kunci : Biomassa, Briket, Perekat, Kadar air, Kadar abu, Nilai kalor
Utilization Of Oil Palm Shell Waste Into Charcoal Briquettes As An Alternative
Fuel

Name :M. Irsyad


NPM :1210024428003
Preseptor I : Yaumal Arbi, MT
Preseptor II :Hendri Sawir, ST, MSi

ABSTRACT
Utilization of waste agriculture, plantations and forestry needs to be done
because this wastes valuable and very high economic value when utilized.
because if the waste in the sport could be one of renewable energy. It is the
utilization of renewable energy biomass energy. The biomass can be processed
into renewable energy one of the sewage waste i.e. plantations oil palm shells.
This palm oil waste poses environmental problems such as: aesthetic
environment, narrowing the land and could be a source of disease. Oil Palm shell
waste processing can be done by making the shell waste into briquettes.
Briquettes can replace kerosene, briquettes using a binder containing starch,
tapioca flour in addition to materials that can be utilized into the adhesive one is
starch. This charcoal briquette making do with some variations in the methods
used in this research is the gravimetric water content and testing for ash, Bomb
Calorimeter method for testing the value of calories. From this research with 3
kinds of variations in the composition of the mixture that is 95%: 5%, 90%: 10%,
85%: 15% with the order of the charcoal shell: starch. Then it brings all the
composition of briquettes are still under or better quality than standard briquettes
suitable SNI 01-6325-2000. Each briquette blend has an impact on the quality of
briquettes for moisture content, ash and caloric value levels on cocoa skin
briquettes. Briquettes are best seen from the above parameters is with a mixture
of 90% of shell charcoal and 10% adhesive.
Keywords: biomass, Briquettes, gluten, moisture content, ash Levels, caloric
Value.
KATA PENGANTAR
Pertama sekali penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadiarat
Allah SWT, dimana atas berkat rahmat dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini yang penulis beri judul “ Pemanfaatan Limbah
Cangkang Kelapa Sawit Menjadi Briket Arang Sebagai Bahan Bakar
Alte rnatif ”.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Riko Ervil, MT. sebagai Ketua Yayasan Muhammad Yamin,
Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang;
2. Ibu Tri Ernita, ST,MP, selaku PLT Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Industri (STTIND) Padang.
3. Bapak Yaumal Arbi, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang dan selaku
pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan untuk
kelengkapan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Hendri Sawir, MT selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan nasehat dan masukan dalam penulisan skripsi penelitian ini.
5. Seluruh dosen dan karyawan/karyawati Sekolah Tinggi Teknologi Industri
(STTIND) Padang.
6. Teman-teman mahasiswa Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi
Industri (STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian penulisan skripsi penelitian ini.
7. Teman-teman seangkatan dan seluruh mahasiswa Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian Skripsi penelitian ini.
Akhirnya penulis menyadari Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, atas kritik
dan saran terlebih dahulu penulis ucapkan terima kasih.

Padang, Juni 2017

Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Rumusan masalah
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.2 Kerangka Konseptual
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
3.2 Lokasi Penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
3.4 Variabel Penelitian
3.5 Data dan Sumber Data
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data .........................................
3.7 Kerangka Metodologi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
4.2 Pembahasan
BABV PENUTUP
5.1 Kesimpulam
5.2 Saran
DAFTAR KEPUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pohon dan buah kelapa sawit
Gambar 2.2 Proses pengolahan yang terjadi di pabrik kelapa sawit
Gambar 2.3 Mesin pencacah TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)
Gambar 2.4 Bagan kerangka konseptual 31
Gambar 3.1 Kerangka metodologi penelitian Gambar 4.1 Hasil pengukuran kadar
air briket cangkang kelapa sawit
Gambar 4.2 Hasil pengukuran kadar abu briket cangkang kelapa sawit
Gambar 4.3 Hasil pengukuran nilai kalor briket cangkang kelapa sawit
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Variasi campuran briket kelapa sawit
Tabel 4.2 Hasil pengukuran briket cangkang kelapa sawit
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Data Pengukuran Briket di Laboratorium
Lampiran II Foto Hasil Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan sangat perlu
dilakukan karena limbah ini sangat berharga dan bernilai ekonomi tinggi bila
dimanfaatkan dan di olah menjadi bahan yang lebih berguna. Oleh karena itu
sangat di sayangkan bila limbah ini tidak diolah dan hanya menjadi bahan
percemar bagi alam saja. Contohnya saja di Kabupaten Pasaman Barat ini
didominasi oleh pertanian dan perkebunan oleh karena itu perlu adanya putra
daerah atau pihak manapun yang melakukan pemanfaatan ini, karena pemanfaatan
ini sangat ekonomis dan bisa mengurangi bahan pencemar itu sendiri.
Karena Pasaman Barat merupakan salah satu daerah penghasil kelapa
sawit terbesar maka tidak bisa di pungkiri banyak terdapat limbah dari hasil
pengolahan kelapa sawit itu sendiri, khususnya adalah limbah padatnya karena
masih belum banyak upaya yang dilakukan untuk pemanfaatan limbah ini kembali
khususnya cangkang sawit itu sendiri.
Limbah cangkang ini merupakan bagian terdalam pada buah kelapa sawit
dan memiliki tekstur yang keran oleh sebab itu dalam pengolahan buah kelapa
sawit cangkang ini tidak bisa di olah memnjadi minyak dan hanya menjadi limbah
atau buangan pabrik, dan cangkang kelapa sawit ini juga mempunyai kandungan
yang baik untuk di manfaatkan sebagai bahan bakar dan bisa untuk dilakukan
pengolahan lebih lanjut agar mempermudah penggunaannya dan lebih efektif
yaitu dengan mengolahnya menjadi briket arang sebagai bahan bakar alternatif.
Energi biomassa menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil
(minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat
dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif tidak
mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabakan polusi udara juga dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Widardo
dan Suryanta, 1995).
Dan salah satu contoh energi biomassa ini adalah briket arang dan briket
arang ini bisa di buat dari limbah cangkang kelapa sawit, dan dengan begitu
banyaknya pabrik kelapa sawit yang ada di Sumetera Barat tentu akan banyak
juga menimbulkan limbah cangkang kelapa sawit ini.
Oleh sebab itu penulis sangat tertarik untuk membahas tentang masalah ini
yang berjudul “ Pe manfaatan Limbah Cangkang Kelapa Sawit Menjadi
Briket Arang Sebagai Bahan Bakar Alternatif “.
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun identifkasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Menipisnya cadangan bahan bakar minyak di dunia terutama di Indonesia.
2. Belum adanya pemanfaatan limbah cangkang kelapa sawit selain untuk
bahan bakar boiler.
3. Masih terjadinya penumpukan cangkang kelapa sawit disekitar pabrik
yang menyebabkan penyempitan lahan.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka batasan masalah penelitian ini
adalah :
1. Penambilan sampel untuk penelitian ini yaitu limbah cangang kelapa sawit
di peroleh dari PT. Bintara Tani Nusantar.
2. Pembuatan produknya atau briket ini di lakukan di Labor STTIND
padang.
3. Pengujian kualitas briket akan di lakukan di Laboratorium PT. Geoservice
Padang.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Komposisi bahan perekat yang tepat sehingga limbah cangkang kelapa
sawit dapat dijadikan briket dan mempunyai Nilai Kalor, Kadar Air dan
Kadar Abu yang sesuai standar SNI ?
1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka dapat ditentukan tujuan penilian
ini adalah sebagai berikut :
Diperoleh komposisi bahan perekat arang yang paling tepat dan
mempunyai nilai kalor, kadar air dan kadar abu yang memenuhi standar
SNI Briket arang.
1.6 Manfaat penelitian
A. Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dibangku perkuliahan kedalam
bentuk penelitian, dan meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa
suatu permasalahan serta menambah wawasan penulis khususnya di bidang
keilmuan teknik Lingkungan.
B. Bagi Perusahaan
Dapat menjadi bahan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam melaksanakan
penerapan sistem pengelolaan lingkungan.
C. Bagi STTIND
Dapat menjadi suatu masukan dalam pembuatan jurnal dan dapat dijadikan
sebagai referensi dan pedoman bagi mahasiswa teknik lingkungan yang akan
melakukan penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil
minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya
menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak
kelapa sawit terbesar kedua dunia setelah Malaysia. Hal ini menunjukkan betapa
tingginya keberadaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Akan tetapi dengan
melimpahnya perkebunan kelapa sawit ini dapat menyebabkan pencemaran yang
di sebabkan oleh limbah apabila limbah tersebut tidak diolah. Limbah kelapa
sawit dapat di manfaatkan kembali seperti batang dan tandan sawit untuk pulp
kertas, Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel dan sebagainya.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan
salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa
nonmigas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam
perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk
memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.
Gambar 2.1 Pohon dan Buah Kelapa Sawit

Pohon kelapa sawit menghasilkan buah sawit yang terkumpul di dalam satu
tandan, oleh karena itu sering disebut dengan istilah TBS (Tandan Buah Segar).
Sawit yang sudah berproduksi optimal dapat menghasilkan TBS dengan berat
antara 15-30 kg/tandan. Tandan-tandan inilah yang kemudian diangkut ke pabrik
untuk diolah lebih lanjut menghasilkan minyak sawit. Produksi utama pabr ik
sawit adalah CPO dan minyak inti sawit. CPO diekstrak dari sabutnya, yaitu
bagian antara kulit dengan cangkangnya. Sedangkan dari daging buahnya akan
menghasilkan minyak inti sawit. Varietas sawit dengan kulit tebal banyak dicari
orang, karena buah sawit seperti ini yang rendemen minyaknya tinggi. Neraca
pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti gambar neraca massa
di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan 140 – 200 kg
CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan limbah/produk samping,
antara lain: limbah cair (POME=Palm Oil Mill Effluent), cangkang sawit,
fiber/sabut, dan tandan kosong kelapa sawit.

Gambar 2.2 Proses yang Terjadi di Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair yang dihasilkan cukup banyak, yaitu berkisar antara 600 – 700 kg,
dan dihasilkan pula serat dan cangkang yang mencapai 190 kg. Fiber dan
cangkang umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler. Uap dari boiler
dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik dan untuk merebus TBS sebelum
diolah di dalam pabrik. Limbah lain yang sangat besar jumlahnya selain limbah
cair adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang mencapai 230 kg dari setiap
ton TBS yang diolah. Jumlah ini sangat besar dan menggunung di pabrik-pabrik
kelapa sawit. Dulu TKKS langsung dibuat tanpa dicacah terlebih dahulu. Namun
saat ini sebagian pabrik sudah mulai melakukan pencacahan terhadap TKKS yang
dihasilkannya. Mesin cacah yang digunakan berkapasitas cukup besar dan
jumlahnya beberapa buah.

Gambar 2.3 Mesin Pencacah TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit)

Pencacahan ini dapat mengurangi volume TKKS dan memudahkan untuk


pengolahan lebih lanjut.
2.1.2 Limbah
Limbah atau sampah adalah kotoran yang dihasilkan karena pembuangan
sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan
suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, Kegiatan usaha perkebunan dan
pabrik kelapa sawit dari satu sisi akan menghasilkan produk-produk yang
bermanfaat bagi masyarakat, namun di pihak lain industri akan menghasilkan
limbah. Limbah dalam batas tertentu belum akan mencemari lingkungan karena
lingkungan baik itu perairan, atmosfir maupun tanah mempunyai daya untuk
mengolah/mengasimilasi limbah/pencemar kapasitas tertentu (daya dukung
lingkungan). Apabila daya dukung tersebut terlampaui akan terdapat
ketidakseimbangan ekologis, dimana efeknya akan membahayakan lingkungan
hidup dan kesehatan manusia. Untuk mengurangi beban pencemaran terhadap
lingkungan, parameter-parameter pencemar yang terdapat dalam limbah tersebut
harus dikurangi atau bahkan dihilangkan. Dengan adanya upaya pengendalian
pencemaran dari kegiatan industri, disamping keselamatan manusia terjaga,
kelestarian sumber daya alam pun akan terpelihara. Jika hal ini dapat diwujudkan,
maka pembangunan yang berkesinambungan dapat terlaksana. Konsep
pembangunan yang berkelanjutan mengandung gagasan “kebutuhan” yaitu
kebutuhan esensial yang memberlanjutkan kehidupan manusia dan gagasan
keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial
terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan.
Dari gagasan tersebut maka setidaknya dalam mengusahakan suatu industri kelapa
sawit yang berkelanjutan maka harus mengacu pada pemerataan dan keadilan
sosial, menghargai keanekaragaman (diversity), pendekatan integratife dan
meminta perspektif jangka panjang (Surna T. Djajadiningrat dan Melia
Famiola,2004). Ketidak serasian antara dunia bisnis dengan alam, antara ekonomi
dan ekologi, terutama karena adanya kenyataan bahwa alam adalah suatu siklus,
sedangkan sistem industri adalah linear, memanfaatkan energi dan sumber daya
alam, mentransportasikannya menjadi produk ditambah limbah, membuang
limbahnya dan akhirnya membuang produknya setelah dimanfaatkan. Pola
produksi dan konsumsi yang berkelanjutan membutuhkan suatu siklus, meniru
ekosistem. Untuk mencapai pola siklus, dibutuhkan rancangan ulang yang
mendasar dari bisnis dan ekonomi, pola linear perlu diubah menjadi pola siklus
(Surna T. Djajadiningrat dan Melia, Famiola,2004).
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjadikan pola siklus pada
industri kelapa sawit adalah konsep zero emissions. Konsep Zero Emissions dapat
diterapkan pada industri kelapa sawit, karena konsep ini mempunyai falsafah
dasar yang menyatakan bahwa proses industri seharusnya tidak menghasilkan
limbah dalam bentuk apapun karena limbah tersebut merupakan bahan baku bagi
industri lain. Zero Emissions menggambarkan perubahan konsep industri dari
model linier dimana limbah dipandang sebagai norma, system terintegrasi yang
memandang kepada nilai gunanya. Jika dilihat dari sudut pandang lingkungan,
konsep eliminasi limbah Zero Emissions merupakan solusi akhir dari
permasalahan pencemaran yang mengancam ekosistem baik dalam skala lokal
maupun dalam skala global. Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang
dipakai dan sumber-sumber yang terbaharui (renewable) menghasilkan
keberlanjutan (sustainable) penggunaan sumber daya alam dan penghematan
(efisiensi) terutama bagi limbah yang masih mempunyai nilai ekonomi. Aplikasi
Zero Emissions pada Industri Kelapa Sawit berarti meningkatkan daya saing dan
efisiensi karena semua sumber daya digunakan secara maksimal yaitu
memproduksi lebih banyak dengan bahan baku yang lebih sedikit, oleh sebab it u
Zero Emissions dapat dipandang sebagai suatu standar efisiensi. Kegiatan
perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit merupakan kegiatan yang sangat
memungkinkan penerapan konsep Zero Emissions, dimana hampir semua limbah
yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali mulai dari pelepah sampai limbah
cair. Penggunaan bahan baku secara maksimal berarti penciptaan industri baru
dan lapangan kerja sejalan dengan meningkatnya produktifitas, dan mendukung
usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa me ngurangi
kemampuan produksi sumber daya alam bagi generasi dimasa depan.
2.1.3 Jenis Limbah Kelapa Sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat
proses pengolahan kelapa sawit, Limbah industri kelapa sawit dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
1. Limbah Padat

2. Limbah Cair

3. Limbah Gas

2.1.3.1 Limbah Padat


A. Pengertian Limbah Padat
Limbah atau sampah adalah kotoran yang dihasilkan karena pembuangan
sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan
suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui
bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika
diproses secara baik dan benar. Atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak
berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai
sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan
menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka
bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis. Bagi limbah padat yang
tidak punya nilai ekonomis dapat ditangani dengan berbagai cara antara lain
ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibuang dan dibakar.
B. Jenis-Jenis Limbah Padat
Kertas, Kayu, Kain, Karet, kulit tiruan, metal, gelas atau kaca, organic,
bakteri, kulit telur dan banyak lainnya.
C. Dampak Pembuangan Limbah Padat
Dampak Limbah pasti akan berdampak negatif pada lingkungan hidup jika
tidak ada pengolahan yang baik dan benar, dengan adanya limbah padat didalam
lingkungan hidup maka dapat menimbulkan pencemaran seperti :
1. Timbulnya gas beracun, seperti asam sulfida (H2 S), amoniak (NH3 ), methan
(CH4 ), CO 2 dan sebagainya. Gas ini akan timbul jika limbah padat ditimbun dan
membusuk dikarena adanya mikroorganisme. Adanya musim hujan dan kemarau,
terjadi proses pemecahan bahan organik oleh bakteri penghancur dalam suasana
aerob atau anaerob.
2. Dapat menimbulkan penurunan kualitas udara, dalam sampah yang ditumpuk
akan terjadi reaksi kimia seperti gas H2 S, NH3 dan methane yang jika melebihi
NAB (Nilai Ambang Batas) akan merugikan manusia. Gas H2 S dengan
konsentrasi 50 ppm dapat mengakibatkan mabuk dan pusing.
3. Penurunan kualitas air, karena limbah padat biasanya langsung dibuang dalam
perairan atau bersama-sama air limbah. Maka akan dapat menyebabkan air
menjadi keruh dan rasa dari air pun berubah.
4. Kerusakan permukaan tanah.

Dari sebagian dampak-dampak limbah padat diatas, ada beberapa dampak


limbah yang lainnya yang ditinjau dari aspek yang berbeda secara umum. Dampak
limbah secara umum di tinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap
lingkungan adalah sebagai berikut :
A. Dampak Terhadap Kesehatan, dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau
menimbulkan panyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah
sebagai berikut:
a) Penyakit diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.
b) Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap.
B. Dampak Terhadap Lingkungan yaitu Cairan dari limbah – limbah yang masuk
ke sungai akan mencemari airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit.
Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak
jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air untuk kegiatan sehari-
hari, sehingga manusia akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun
tidak langsung. Selain mencemari lingkungan juga dapat menimbulkan banjir
karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tangga ke sungai
2.1.3.2 Limbah Cair
Limbah cair ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari
hidrosiklon, limbah cair kelapa sawit ini mengandung kadar bahan organik yang
tinggi, tingginya kadar bahan organik ini menimbulkan beban pencemaran yang
sangat besar, oleh karna itu diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar
pula. Limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki potensi sebagai pencemar
lingkungan karna berbau, mengandung nilai COD dan BOD serta padatan
tersuspensi yang tinggi. Untuk mengendalikan pencemaran maka diperlukan
pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit secara biologi, kimia, atau fisik.
Penanganan limbah cair secara biologi lebih disukai karna dampak akhirnya
terhadap pencemaran lingkungan minimal. Limbah cair PKS (Pabrik Kelapa
Sawit) mengandung padatan melayang dan terlarut maupun emulsi minyak dalam
air, apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai maka sebagian akan
mengendap, terurai secara perlahan, mengonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan
kekeruhan, mengeluarkan bau yang sangat tajam , dan dapat merusak daerah
pembiakan ikan. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung senyawa organik
dan anorganik yang dapat dan tidak dapat dirombak oleh migroorganisme.
Limbah yang mengandung senyawa organik umumnya dapat dirombak oleh
bakteri dan dapat dikendalikan secara biologis. Pengolahan limbah cair secara
biologis dapat dilakukan dengan proses aerobic dan anaerobic. Pengolahan limbah
cair pabrik kelapa sawit dimulai dengan proses anaerobic dan dilanjutkan dengan
proses aerobic (Said, 1996).

Limbah yang menjadi perhatian di PKS adalah limbah cair atau yang lebih dikenal
dengan POME (palm oil mill effluent). POME ialah air buangan yang dihasilkan
oleh pabrik kelapa sawit utamanya berasal kondensat rebusan, air hidrosiklon, dan
sludge separator. Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1
m3 POME. POME kaya akan karbon organik dengan nilai COD lebih 40 g/L dan
kandungan nitrogen sekitar 0,2 dan 0,5 g/L sebagai nitrogen ammonia dan total
nitrogen. Karakteristik POME ditunjukan pada tabel 1. Sumber POME berasal
dari unit pengolahan yang berbeda, terdiri dari:

 60% dari total POME berasal dari stasiun klarifikasi


 36% dari total POME berasal dari stasiun rebusan
 4 % dari total POME berasal stasiun inti.
Teknologi pengelolaan POME umumnya dengan menggunakan teknologi kolam
terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik dengan total
waktu retensi sekitar 90-120 hari. Teknologi kolam terbuka ini memerlukan lahan
yang luas (5-7 ha), biaya pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan emisi
gas metana ke udara bebas. Saat ini pengelolaan POME dengan hanya
menggunakan kolam terbuka mulai dianggap kurang efisien dan kurang ramah
lingkungan. Para pemilik atau pengelolan PKS sudah mulai merubah dengan
memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi pengelolaan lainnya. Ada
beberapa teknologi pengolahan POME yang baru saat ini, diantara teknologi yang
baru itu adalah membran dan terakhir terdengar dengan elektrokoagulasi.
Munculnya atau adanya perkembangan teknologi pengelolaan POME ini
disebabkan oleh beberapa maksud dan tujuan tertentu.

Beberapa tujuan itu adalah:

 Mendapatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan (environmental


friendly). Teknologi ini umumnya adalah menghindari gas rumah kaca
khususnya gas metana lepas ke atmosfer.
 Mendapatkan nilai tambah secara ekonomi (economic benefit). Teknologi
ini dilakukan dengan cara mendapatkan produk baru yang dapat dijual
dengan memanfaatkan POME.
 Memudahkan operasional pengelolaan, terutama kepada para pekerja di
PKS.
 Keterbatasan lahan di area PKS untuk menggunakan sistem kolam terbuka
(limited area).
 Faktor teknologi proses di PKS. Faktor ini adalah terkait dengan adanya
modifikasi teknologi proses pada pengolahan TBS di PKS, atau adanya
teknologi proses yang baru. Perbedaan proses itu terutama terkait dengan
penggunaan alat proses yang baru. Contoh dalam faktor ini adalah
perubahan teknologi sterilisasi, klarifikasi dan sebagainya. Perubahan alat
proses membawa dampak pada perubahan kualitas, kuantitas dan jenis
limbah yang dihasilkan di PKS.
6. Mendapatkan sumber energi.

Dari beberapa tujuan diatas, saat ini terdapat beberapa teknologi pengelolaan
POME selain sistem kolam terbuka. Adapun teknologi itu diantaranya adalah:

 Pengelolaan aerob dengan menggunakan kolam aerobic (aerobic pond).


Teknologi ini digunakan untuk menghindari terbentuknya gas metan.
Teknologi ini jarang digunakan karena memerlukan tenaga yang besar
untuk menggerakkan aerator.
 Teknologi pengeringan (drying process), teknologi ini tidak sesuai karena
memerlukan biaya dan energi yang besar untuk menguapkan air dalam
POME.
 Aplikasi tanah (land application), sistem ini tidak disarankan karena
memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu tek nologi ini masih
memerlukan kolam tanpa udara dan masih menghasilkan gas metan.
 Penggunaan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos, POME
digunakan sebagai bahan penyiram pada proses pengomposan tandan
kosong kelapa sawit seperti pada Gambar 3. Teknolo gi ini bagus untuk
dilaksanakan. Teknologi ini memerlukan sedikit investasi yang tinggi
tetapi mendapat keuntungan dengan hasil penjualan kompos.
 Penggunaan POME untuk menghasilkan energi. Teknologi untuk
menghasilkan energi adalah dengan cara menangkap gas metana.
Teknologi penangkapan gas metana ada yang membangun tangki (biogas
reactor) baru yang berada diatas permukaan atau dengan menutup kolam
limbah yang ada dengan menggunakan penutup dengan bahan parasut
tebal (covered lagoon).

Selain menghasilkan gas Metana sebagai energi, saat ini POME juga dilaporkan
dapat menghasilkan gas Hidrogen sebagai energi. POME menghasilkan gas
hidrogen dengan menggunakan teknologi elektrokoagulasi.

2.1.3.3 Limbah Gas


Selain limbah cair dan padat industri pengolahan kelapa sawit juga
menghasilkan limbah bahan gas, limbah ini berasal dari gas cerobong dan uap air
buangan pabrik kelapa sawit (Yan Fauzi, 2002).

2.1.4 Pengertian Briket

Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan
sebagai bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api. Briket yang
paling umum digunakan adalah briket batubara, briket arang, briket gambut, dan
briket biomassa. Briket merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang
memiliki prospek bagus untuk dikembangkan. Karena, selain dari proses
pembuatannya yang mudah, ketersediaan bahan bakunya juga mudah didapat.
Pada dasarnya briket bioarang adalah salah satu inovasi energi alternatife sebagai
pengganti arang konvensional yang berasal dari kayu. Bahan dasarnya dapat di
ambil dari serasah dan daun-daun kering lainnya.

Keuntungan yang diperoleh dari briket bioarang ini antara lain adalah :

1. Dapat menghasilkan panas pembakaran yang tinggi


2.Asap yang dihasilkan lebih sedikit dari pada arang konvensional, sehingga
meminimalisir pencemaran udara
3. Bentuknya lebih seragam dan menarik, karena dicetak dengan menggunakan
alat cetak sederhana
4. Pembuatan bahan baku tidak menimbulkan masalah dan dapat mengurangi
pencemaran lingkungan
5. Pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan kayu bakar
sebagai sumber energi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga
6. Lebih murah bila dibandingkan dengan minyak tanah atau arang kayu.
7. Masa bakar jauh lebih lama daripada arang biasa.
Briket arang adalah arang yang diperoleh dengan membakar bio massa
kering dengan sedikit udara (karbonisasi). Biomassa adalah bahan organik yang
berasal dari jasad hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Contoh biomassa
adalah dedaunan, rerumputan, ranting, gulma dan limbah-limbah perkebunan
maupun pertanian yang mengandung bahan organik. Maka dari itu dengan
perlunya permasalahan diatas penulis akan membuat briket arang dari limbah
cangkang kelapa sawit dengan bahan perekat tepung kanji. Sebagaimana yang
telah kita bicarakan diatas tentang pembuatan briket arang dari limbah cangkang
kelapa sawit merupakan komposisi utama dalam pembuatannya. Selain itu
cangkang kelapa sawit juga baik digunakan sebagai bahan bakar atau arang
karena termasuk bahan berlignoselulosa yang berkadar karbon tinggi dan
mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada kayu yang mencapai 1,4 g/ml.
Sehingga karakteristik ini memungkinkan bahan tersebut baik untuk dijadikan
arang yang mempunyai energi panas tinggi sebesar 20.093 kJ/Kg. Proses
pembutan briket arang dapat dilakukan dengan proses sederhana dimana bahan
baku yaitu cangkang kelapa sawit di jadikan dalam bentuk kecil atau halus
kemudian dikeringkan setelah itu bahan baku tersebut di bakar didalam wadah
dan disiapkan perekat dari tepung tersebut kemudian perekat tersebut dicampur
dengan bahan baku yang telah di bakar di atas tungku untuk kemudian dicetak
sesuai kehendak dan siap dikemas. Pada proses pembuatan tersebut sangat mudah
untuk dilakukan dan mudah untuk dipahami dalam proses pembuatannya sehingga
banyak limbah–limbah sawit yang tidak digunakan dan hanya dibiarkan
berserakan yang dapat merusak lingkungan dan alangkah baiknya digunakan
sebagai hal yang bermanfaat yaitu salah satunya pembuatan briket arang. Maka
dari itu perlu adanya dorongan dari instansi terkait khususnya dinas perkebunan
untuk menjadikan limbah-limbah hasil perkebunan sawit ini sebagai energi
alternatife karena banyak manfaat yang didapat dari limbah tersebut selain sebagai
energi alternatif juga dapat dijadikan penghasilan bagi yang memproduksi dan
dapat membuka lapangan pekerjaan di Sumatera Barat serta mengurangi angka
pengangguran. Industri pengolahan minyak kelapa sawit sering menyisakan
limbah. Salah satu limbah tersebut adalah cangkang buah kelapa sawit. Jika tidak
diolah dengan benar, cangkang akan menumpuk di segala tempat dan mencemari
lingkungan. Briket arang dibuat dengan membakar cangkang kelapa sawit
memakai sistem karbonasi. Kelebihan dari briket ini antara lain bisa dibuat terus-
menerus, tidak mengandung sulfur, tidak mencemari udara, dan tidak
mengeluarkan emisi gas beracun seperti NOx dan SOx. Pemanfaatan cangkang
kelapa sawit menjadi arang juga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian limbah
perkebunan. Pada kelapa sawit, cangkang merupakan lapisan pelindung daging
buah yang bertekstur keras. Sekilas arang sawit ini terlihat mirip sekali dengan
arang batok kelapa. Bedanya terdapat pada kabar abu yang dihasilkan sebab
mempengaruhi kualitas produk arang tersebut. Cangkang kelapa sawit sangat
bagus diolah menjadi arang karena mengandung karbon berkadar tinggi dan berat
jenis mencapai 1,4 g/ml sehingga mampu menghasilkan energi panas maksimal
hingga 20.093 kJ/Kg.

2.1.5. Jenis Bahan Perekat Briket

Prinsipnya hanya ada dua jenis golongan bahan perekat yaitu perekat
organik dan nonorganik. Masing- masing jenis mempunyai keunggulan
dan kelemahan tersendiri.

1. Perekat Aci

Perekat aci terbuat dari tepung tapioka yang mudah dibeli di toko makanan
dan dipasar. Perekat ini biasa untuk mengelem perangko dan kertas. Cara
membuatnya sangat gampang yaitu cukup mencampurkan tepung tapioka dengan
air, lalu mendidihkannya di atas kompor. Selama pemanasan tepung diaduk terus-
menerus agar tidak mengumpal. Warna tepung yang semula putih akan berubah
menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan terasa lengket di
tangan. Biaya pembuatan lem aci murah, tetapi produk yang sudah jadi sering
ditumbuhi oleh jamur parasit sehingga terkesan bulukan. Fenomena
demikian merupakan kerugian yang sangat besar bagi produsen karbon. Untuk
mencegah munculnya jamur, perlu ditambahkan bahan kimia yang bersifat
antifungsi dalam pembuatan lem, anti fungsi tersebut ditambahkan saat adonan
dididihkan.
2. Perekat Tanah Liat

Tanah liat atau tanah merah kering bisa dipakai sebagai perekat karbon.
Caranya adalah tanah tersebut diayak halus, seperti tepung lalu diberi air sampai
lengket. Namun, penampilan briket super karbon yang menggunakan perekat ini
menjadi kurang menarik dan membutuhkan waktu lama untuk mengeringkannya.
Selain itu, briket agak sulit menyala ketika dibakar. Namun, dari segi
biaya pembuatan bisa dikatakan yang paling murah dan praktis karena tidak perlu
dicampur dengan air panas.

3. Perekat Getah Karet

Daya lekat getah karet lebih kuat dibandingkan dengan lem aci maupun
tanah liat. Namun,ongkos produksinya relatif lebih mahal dan agak sulit
mendapatkannya karena harus membeli. Cara menggunakan getah karet
sebagai perekat yaitu getah karet cair yang baru disadap dari pohon
disiramkan ke atas bubuk arang lalu diaduk dengan alat pengaduk atau mixer
hingga rata. Adonan tersebut segera di masukkan ke dalam alat pencetak sebelum
getah karetnya mengering. Briket super karbon yang telah jadi ini akan
menghasilkan asap tebal berwarna hitam dan beraroma kurang sedap jika dibakar.
Oleh karena itu model perekat ini jarang dipilih produsen oleh produsen karbon.
4. Perekat Getah Pinus

Getah pinus hampir mirip dengan getah karet yang hanya dapat dijumpai dihutan
pinus milik perhutani. Keunggulan penggunaan lem dari getah pinus terletak pada
daya benturan briket yang kuat. Meskipun dijatuhkan dari tempat yang
tinggi briket tetap utuh. Sebelum digunakan getah pinus dipanaskan
sampai mencair dan kelihatan bening. Selanjutnya bubuk arang kering dicelupkan
ke dalam cairan lem lalu di aduk rata. Adonan yang telah rata kemudian
dituangkan ke dalam cetakan. Beberapa menit kemudian adonan akan
mengeras seperti bata dan mengilap serta mudah me nyala jika dibakar. Namun
asap yang keluar cukup banyak dan menyebarkan bau yang agak menusuk hidung.

5. Perekat Pabrik
Perekat pabrik adalah lem khusus yang diproduksi oleh pabrik yang
berhubungan langsung dengan industri pengola han kayu seperti tripleks,
multipleks dan furniture. Lem- lem tersebut mempunyai daya lekat yang
sangat kuat, tetapi kurang ekonomis jika diterapkan pada super karbon kecuali
untuk melayani pesanan khusus dari konsumen. Misalnya pembuatan briket arang
yang ditujukan untuk ekspor harus memenuhi standar perdagangan internasional
yang mencakup kadar air, kadar abu, kadar terikat, materi volatile serta jumlah
kalori yang dilepaskan setiap kilogramnya.

2.1.6. Pencetakan dan Pengempaan Briket

Alat pencetak briket sangat penting dam proses pembuatan


briket. Pengaruh terbesar terletak pada kepadatan dan stuktur briket. Struktur
briket atau bentuk dari briket dalam proses pencetakan berpengaruhnya
terhadap pembakaran. Jumlah kalor yang lebih tinggi diperoleh pada
perlakuan bentuk briket berlubang dan berbeda nyata dengan perlakuan pada
briket berbentuk pejal. Jumlah kalor rendah yang dihasilkan diperoleh pada
perlakuan briket bentuk pejal. Perbedaan jumlah kalor yang dihasilkan antara
briket pejal dan berlubang disebabkan karena briket yang berbentuk lubang
menghasilkan bara (nyala api) yang lebih baik dibanding dengan briket pejal. Hal
ini disebabkan karena pada briket berlubang terjadi suatu aliran udara melalui
rongga briket sehingga akan memacu proses pembakaran. Pencetakan bertujuan
memperoleh bentuk yang seragam dan memudahkan dalam pengemasan serta
penggunaannya. Pencetakan briket akan memperbaiki penampilan dan
menambah nilai ekonomisnya. Ada berbagai macam alat pencetak yang
dapat dipilih, tergantung tujuan penggunaannya. Setiap cetakan menghendaki
kekerasan atau kekuatan pengempaan tertentu. Pengempaan merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai sumber energi.
Pengempaan briket bertujuan untuk meningkatkan kerapatan, memperbaiki
sifat fisik briket, dan menurunkan masalah penanganan seperti penyimpanan dan
pengangkutan. Dipasaran bebas ditemukan berbagai bentuk briket yang
spesifikasinya sesuai dengan jumlah industri atau usaha yang ada, tergantung dari
penggunaannya. Berbagai bentuk cetakan briket yaitu :

1. Bentuk Silinder

Ciri-ciri: sisinya membentuk lingkaran, permukaan atas dan bawah rata,


bagian tengah kadang ada yang berlubang, paling mudah dicetak, dan ukuran
diameter bervariasi.

2. Bentuk Kubus

Ciri-ciri: semua sisi sama panjang, sama lebar, dan sama tinggi, tidak ada lubang
ditengahnya, mudah dicetak, dan tepinya membentuk sudut.

3. Bentuk Persegi Panjang

Ciri-ciri: berbentuk segi empat menyerupai bata, bagian tengah kadang adayang
berlubang, dan sisi yang satu lebih panjang dari yang lain.

4. Bentuk Heksagonal

Ciri-ciri: sisinya membentuk segi enam sama panjang, bagian tengah


berlubang, dan biasanya diproduksi untuk ekspor.

5. Bentuk Piramid

Ciri-ciri: sisinya membentuk segi tiga, bagian atas meruncing dan bawah rata,dan
tidak ada lubang di setiap sisi.

2.1.7. Proses Pembuatan Briket

Proses pembuatan briket bioarang memang agak rumit, namun sebenarnya


tidak terlalu sulit untuk dipraktekkan. Proses sederhana yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :

1. Menghancurkan bioarang menjadi serbuk/bubuk yang halus dengan


alat penghancur bioarang atau dapat juga secara sederhana dengan menggunakan
penumbuk, misalnya lesung dan alu (alat penumbuk padi), kemudian bioarang
yang tersedia ditumbuk hingga halus menjadi tepung/bubuk arang. Bioarang
dapat juga menggunakan arang remukan yang biasa dibuang oleh para penjual
dipasar karena tidak dapat diamanfaatkan. Selanjutnya kumpulkan tepung arang
yang terbentuk pada tempat khusus, misalnya ember.

2. Siapkan kanji dan encerkan dengan air hangat sehingga menjadi


adonan seperti bubur sebagai bahan perekat (lem kanji).

3. Campurkan lem kanji dengan tepung arang dengan perbandingan (1 :


9) sehingga menjadi adonan yang lengket.

4. Adonan yang sudah lengket kemudian dicetak pada alat pencetak. Caranya
seperti pada penggunaan mesin pecetak briket bioenergi.

5. Briket bioarang ini di jemur 2- 3 hari sampai betul-betul kering.

2.1.8. Pengeringan Briket

Briket hasil cetakan masih memiliki kadar air yang sangat tinggi sehingga
perlu dikeringkan. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan
menggeraskan hingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan
caranya ada 2 metode pengeringan, yakni pengeringan alami dan pengeringan
buatan.

1. Pengeringan Alami

Briket dapat dikeringkan dengan penggunaan sinar matahari atau


penjemuran hasil cetakan disusun dalam tampah atau keranjang kawat yang
berlubang, lalu dihamparkan di tempat terbuka sehingga sinar matahari bebas
masuk. Selama penjemuran, briket dibolak-balik agar panasnya merata.

2. Pengeringan Buatan

Salah satu sarana pengeringan buatan adalah dengan


menggunakan oven. Pengeringan oven diterapkan untuk menurunkan kadar air
karbon dengan cepat tanpa terhalang oleh faktor iklim dan cuaca. Oven
menggunakan elemen pemanas sebagai komponen utamanya.
2.1.9. Uji Kualitas Briket

Tahap pengujian briket adalah tahap melakukan uji karakteristik briket


untuk mengidentifikasi apakah briket yang dihasilkan berkualitas bagus yang
sesuai dengan SNI, langkah-langkah pengujian yang dilakukan meliputi kadar
abu, kadar air, nilai kalor.

2.1.9.1. Kadar Air

Penetapan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya air
yang terdapat di dalam suatu bahan. Kadar air sampel ditentukan dengan metode
oven caranya adalah bahan ditimbang dengan timbangan analisis dengan berat
bahan dalam cawan alumunium yang telah diukur bobot keringnya secara teliti,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC sampai beratnya konstan.
Bahan didinginkan dalam desikator dan timbang kembali. Kadar air bahan dapat
dihitung sebagai berikut :

b−c
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟𝑎𝑖𝑟 = × 100%
𝑏

Keterangan:

b = berat cawan + sampel sebelum dioven (g)

c = berat cawan + sampel setelah dioven (g)

2.1.9.2. Kadar Abu

Pengukuran kadar abu merupakan residu anorganik yang terdapat dalam


bahan. Abu dalam bahan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil
pembakaran (abu sisa pembakaran) bahan organik pada suhu 550 ºC. Prinsip kerja
metode ini dengan cara sebagai berikut :

1. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen.

2. Sampel dipanaskan sampai menjadi arang dan tidak mengeluarkan asap.

3. Kemudian diabukan di dalam tanur pada suhu 600 0 C hingga menjadi abu.
4. Sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang segera
setelah mencapai suhu ruang.

Perhitungan :

2.1.9.3. Nilai Kalor

Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap
maupun dilepaskan oleh suatu benda. Nilai kalor diperoleh dari briket dengan data
laboratorium. Prosedur kerja untuk menentukan nilai kalori yaitu :

a. Sampel ditimbang dan kemudian bahan tersebut dimasukkan kedalam cawan


pembakar tepat di bawah lengkungan kawat sumbu yang kedua ujungnya telah
diikatkan pada kedua elektroda.

b. Rangkaian tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bomb yang sebelumnya


telah diisi akuades sebanyak 1 ml ke dalam bomb, selanjutnya ditutup rapat dan
dialiri gas oksigen melalui katup kurang lebih 35 atm. Bomb dimasukkan kedalam
kalorimeter yang telah diisi air sebanyak 2 liter, dan dihubungkan dengan unit
pembakar.

c. Kalorimeter ditutup dan termometer dipasang pada tutup kalorimeter,


sehingga skala bagian bawah tepat pada angka 19 ºC. Temperatur konstan
pengaduk listrik dihidupkan dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian sumber
tegangan arus 23 volt dihidupkan untuk membakar kawat sumbu dan
cuplikan. Pada saat ini temperatur diamati maka temperatur akan naik dengan
cepat, setelah itu konstan dan akhirnya sedikit demi sedikit akan turun,
kemudian sumber tegangan pembakar dan pengaduk dimatikan.

2.1.10. Kegunaan Briket


Briket bioarang merupakan bahan bakar alternatif yang cukup berkualitas.
Bahan bakar ini dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang sederhana, tetapi
panas (nyala api) yang dihasilkan cukup besar, cukup lama dan aman. Bahan
bakar ini cocok digunakan oleh para pedagang atau pengusaha yang memerlukan
pembakaran terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.

2.2 Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual merupakan gambaran hubungan antar variabel yang
akan diteliti. Kerangka konsep dari penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu
input, proses dan output seperti yang digambarkan berikut :

INPUT PROSES OUTPUT

1.Limbah 1. Pengarangan limbah 1. Komposisi


cangkang dari cangkang kelapa sawit. bahan perekat
PT.Bintara briket yang
Tani 2. Penentuan komposisi bahan paling tepat dan
Nusantara. perekat briket yang tepat diperoleh juga
2.SNI Briket nilai kalor, kadar
agar tercapai kalori yang
Arang.
maksimal dengan standar air dan kadar abu
3.Variasi
kalori briket arang. yang ada pada
komposisi
3. Pengujian terhadap briket arang
bahan perekat
Briket arang. tersebut.
beberapa parameter untuk
memperoleh hasil nilai
kalor, kadar air dan kadar
abu.

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Konseptual

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
eksperimentif. Hal yang ingin dilihat pada parameter ini adalah apakah cangkang
kelapa sawit ini efisien apabila dijadikan briket sebagai bahan bakar alternatif dan
apakah hasil kalorinya sesuai dengan standar briket.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan sampel di PT. Bintara
Tani Nusantar dan pembuatan briket di lakukan di labor air STTIND Padang dan
pengujian di lakukan di Laboratorium Pengujian PT Geocervice Padang, proses
awal penelitian ini dimulai tanggal 4 Desember 2016 sampai selesai
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah Jumlah dari keseluruhan objek kajian penelitian yang
memiliki karakteristik tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah Limbah
cangkang kelapa sawit pada PT. Bintara Tani Nusantara Pasaman Barat.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi
keseluruhan. Sampel pada penelitian ini adalah cangkang pada outlet pabrik
kelapa sawit PT. Bintara Tani Nusantara.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah parameter yang akan dikaji di dalam melakukan
penelitian. Parameter yang akan dikaji antara lain:
1. Komposisi bahan perekat arang untuk dijadikan briket.
2. Kadar air
3. Kadar abu
4. Nilai kalor
3.5 Data Dan Sumbe r Data
3.5.1 Data
3.5.1.1 Data Prime r
Data primer pada penelitian ini adalah data yang penulis dapatkan dari
pengukuran 4 parameter tersebut yang diambil pada hasil percobaan.
3.5.1.2 Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini adalah SNI briket arang.
3.5.2 Sumber Data
Sumber data yang penulis dapatkan berasal dari hasil penelitian di
Laboratorium Pengujian PL. Geocervice Padang.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Metoda Analisis Percobaan
Perbandingan komposisi bahan perekat arang pada pembuatan briket akan dibuat
pada tiga model yaitu menggunakan bahan perekat dengan kadar 5%, 10% dan
15% dengan bahan perekat menggunakan tepung aci (tepung kanji).

3.6.1.1Kadar Air

Penetapan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya air
yang terdapat di dalam suatu bahan. Kadar air sampel ditentukan dengan metode
oven caranya adalah bahan ditimbang dengan timbangan analisis dengan berat
bahan dalam cawan alumunium yang telah diukur bobot keringnya secara teliti,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0 C sampai beratnya konstan.
Bahan didinginkan dalam desikator dan timbang kembali.
3.6.1.2 Kadar Abu

Pengukuran kadar abu merupakan residu anorganik yang terdapat dalam


bahan baku briket. Abu dalam bahan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral
sebagai hasil pembakaran (abu sisa pembakaran) bahan organic pada suhu 550 ºC.
Prinsip kerja metode ini dengan cara sebagai berikut :

1. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen.

2. Sampel dipanaskan sampai menjadi arang dan tidak mengeluarkan asap.

3. Kemudian diabukan di dalam tanur pada suhu 600 oC hingga menjadi abu.

4. Sampel dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang segera


setelah mencapai suhu ruang.

3.6.1.3 Nilai Kalor

Kalor merupakan suatu kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap
maupun dilepaskan oleh suatu benda. Nilai kalor diperoleh dari briket dengan data
laboratorium. Prosedur kerja untuk menentukan nilai kalori ya itu :

a. Sampel dibuat pelet dan ditimbang, kemudian pelet tersebut dimasukkan


kedalam cawan pembakar tepat di bawah lengkungan kawat sumbu yang kedua
ujungnya telah diikatkan pada kedua elektroda.

b. Rangkaian tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bom yang sebelumnya


telah diisi akuades sebanyak 1 ml ke dalam bomb, selanjutnya ditutup rapat dan
dialiri gas oksigen melalui katup kurang lebih 35 atm. Bomb dimasukkan ke
dalam kalorimeter yang telah diisi air sebanyak 2 liter, dan dihubungkan dengan
unit pembakar.

c. Kalorimeter ditutup dan termometer dipasang pada tutup kalorimeter,


sehingga skala bagian bawah tepat pada angka 19 ºC. Temperatur konstan
pengaduk listrik dihidupkan dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian sumber
tegangan arus 23 volt dihidupkan untuk membakar kawat sumbu dan
cuplikan. Pada saat ini temperatur diamati maka temperatur akan naik dengan
cepat, setelah itu konstan dan akhirnya sedikit demi sedikit akan turun,
kemudian sumber tegangan pembakar dan pengaduk dimatikan.

3.6.2 Analisis Data


Analisis data yang akan dilakukan adalah mengolah data yang didapatkan
dari teknik pengolahan yang sudah dilakukan sebelumnya.
3.6.2.1 Analisis Penentuan Kadar air
Kadar air bahan dapat dihitung sebagai berikut :

Keterangan:

b = berat cawan + sampel sebelum dioven (g)

c = berat cawan + sampel setelah dioven (g)

3.6.2.2 Analisis Penentuan Kadar Abu


Perhitungan :

3.6.2.3 Analisis Penentuan Nilai Kalor


Nilai kalor dapat dilihat langsung pada thermometer yang dipasangkan pada tutup
kalorimeter dan pengambilan nilai kalor dilihat pada saat suhu panas yang terjadi
sudah konstan atau stabil.
3.7 Kerangka Metodologi Penelitian
Langkah- langkah yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian.

START

Identifikasi Masalah
Survey Lapangan Studi Literatur

Batasan Masalah

Rumusan Masalah

Pengumpulan Data :
1. Data jumlah cangkang yang di hasilkan PT. BTN
2. Standar mutu briket arang

Pengolahan Data:
1. Menentukan komposisi arang pembuatan briket
yang paling efisien
2. Menghitung nilai kadar air, kadar abu dan nilai
kalor.

Analisis Data, Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

FINISH

Gambar 3.1 Kerangka Metodologi Penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari penelitian yang telah dilakukan dalam pembuatan briket limbah
cangkang kelapa sawit yang menggunakan campuran perekat tepung kanji dibuat
variasi campuran yang dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Variasi campuran briket cangkang kelapa sawit

Variasi campuran
Sampel
Arang Cangkang Tepung Kanji

Perlakuan A 95 % 5%
Perlakuan B 90 % 10 %
Perlakuan C 85 % 15 %
Sumber: Titi Wahyuni 2015

Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan pengukuran terhadap kadar air, kadar
abu dan nilai kalori briket maka didapatkan hasil rata-rata pengukuran seperti
yang terlihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kualitas Briket

Variasi Campuran Parameter Uji


Arang Tepung Kadar SNI Kadar SNI Nilai SNI Nilai
No
Cangkang Kanji Air Kadar Abu Kadar Kalori Kalori
(%) (%) (%) Air (%) (%) Abu (%) (Kal/g) (Kal/gr)
A 95 5 4,69 <8 5,14 <8 5812,5 > 5000
B 90 10 3,86 <8 5,28 <8 5896,8 > 5000
C 85 15 5,57 <8 4,82 <8 5774,3 > 5000
Ket *: Limbah Cangkang Sawit yang sudah diarangkan dan dihaluskan
Sumber: Titi Wahyuni 2015
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini briket diolah secara sederhana menggunakan alat yang
sederhana. Dengan pembuatan briket ini dapat diketahui berapa kandungan kalori,
kadar air dan abu yang terdapat pada cangkang sawit
setelah menjadi briket. Hasil pengujian kualitas briket dengan variasi
campuran yang berbeda dapat terlihat pada tabel 4.2 yang menunjukan hasil kadar
air, abu dan nilai kalori pada masing- masing variasi campuran tidak terlalu
signifikan perbedaannya. Data yang didapat semua hampir mendekat, baik kadar
air, kadar abu maupun nilai kalori pada briket yang telah dilakukan perlakuan
khusus yaitu dengan variasi campuran yang berbeda. Briket yang bagus memiliki
kandungan air yang kecil karena kandungan air yang ada dalam briket akan
mempengaruhi nilai kalori yang ada pada briket. Kualitas briket yang baik untuk
dipakai memiliki kandungan abu yang kecil karena dengan kecilnya kadar abu
didalam briket maka kandungan residu didalam briket tersebut sedikit maka nyala
api untuk pembakaran juga lebih besar. Dan dengan rendahnya kandungan air dan
abu pada briket tersebut perbandingan lurus dengan nilai kalori yang terkandung
didalam briket tersebut. Briket yang berkualitas juga dipengaruhi oleh material
utamanya seperti biomassa yang dijadikan briket. Ada beberapa biomassa yang
tanpa diolah sudah bisa jadi bahan bakar seperti kayu bakar, namun ada juga
biomassa yang perlu dilakukan pengolahan agar dapat dipakai menjadi bahan
bakar seperti cangkang sawit. Cangkang sawit ini walaupun sudah kering namun
belum bisa dijadikan bahan bakar untuk memasak karna bentuknya yang cendrung
kecil dan sedikit susah untuk dibakar, maka perlu dilakukan pengolahan seperti
menjadikannya briket arang.
4.2.1. Pengaruh Variasi Komposisi Campuran Briket terhadap Kadar Air
Briket
Kadar air yang terdapat di briket dapat menggambarkan nilai kalori briket,
dengan tingginya kandungan air maka nilai kalor atau nyala briket tersebut akan
lebih pendek dibandingkan dengan briket yang kadar airnya sedikit. Dengan
demikian semakin kecil kadar air yang terkandung didalam briket maka kualitas
briket lebih bagus. Pada penelitian ini pada pembuatan briket ditambahkan air
pada adonan briket agar antara perekat (tepung kanji) dan material utama
(cangkang sawit) lebih dapat menyatu dan dapat dicetak sesuai yang diinginkan.
Air yang ditambahkan pada proses pengadukan adonan briket yaitu 1:1 dari
material yaitu 250 mL. ditambahkan air sebanyak 250 mL karena berat adonan
briket yang dibuat yaitu 250 gr. Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan
kadar air tertinggi briket terdapat pada variasi komposisi campuran dengan 85%
arang cangkang sawit : 15% tepung kanji, dengan kadar airnya yaitu 5,5%.
Namun dibandingkan dengan variasi komposisi campuran yang terkecil sedikit
memiliki perbedaan yaitu 1,7 %.
Pada proses pembuatan briket ditambahkan air agar antara arang cangkang
kelapa sawit dan perekat tepung kanji lebih mudah dicetak sesuai yang
diinginkan. Dengan ditambahkan air pada adonan briket tentu bertambah kadar air
yang ada pada briket maka setelah briket dicetak perlu dilakukan lagi
pengurangan kadar air dengan cara penjemuran atau dilakukan pemanasan dengan
oven. Perbandingan kadar air pada variasi komposisi campuran briket cangkang
kelapa sawit tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 di bawah ini :

9
8
7
6
5
4 Kadar Air (%)
3
2 SNI Kadar Air
1 (%)
0

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Kadar Air Briket Cangkang Sawit


Dari gambar 4.1 hasil kadar air yang didapatkan dapat diketahui bahwa
variasi komposisi campuran pada penelitian ini tidak terlalu mempengaruhi
kandungan air di dalam briket. Karena kandungan air yang ada pada briket hanya
memiliki perbedaan sedikit sekali. Baik dari briket arang cangkang kelapa sawit
dengan variasi komposisi campuran yang mengandung 95% arang dan 5% tepung
kanji memiliki kadar air 4,7%, sementara pada komposisi 90% arang cangkang
kelapa sawit dan 10% perekat memiliki kadar air 3,8% dan pada komposisi 85%
arang cangkang kelapa sawit dan 15% perekat memiliki kadar air 5,5%. Dari hasil
ini dapat dilihat perbedaan kandungan kadara airnya tidak terlalu jauh berbeda.
Dari uraian diatas terlihat semakin banyak arang cangkang kelapa sawit yang
terdapat pada briket maka semakin sedikit kadar air yang terkandung didalamnya.
Selain dari air pada tambahan adonan briket, perekat tepung kanji yang berada
dipasaran juga mengandung kadar air, ini disebabkan karena tidak dilakukan
penjemuran kembali sebelum diolah menjadi briket. Kandungan kadar air pada
tepung kanji yang berada di pasaran yaitu 9,84% lebih tinggi dibandingkan
dengan cangkang kelapa sawit yang sudah diarangkan, cangkang kelapa sawit
yang sudah diarangkan memiliki kandungan air rata-rata yaitu 3,5%. Bila
dibandingkan dengan SNI 01-6235-2000 tentang syarat mutu briket, kadar air
yang harus ada pada briket adalah < 8%, dan yang terdapat pada briket cangkang
kelapa sawit dengan campuran perekat tepung kanji rata-rata mengandung air
<8%, maka dapat dikatakan kualitas briket berdasarkan kadar air sangat baik.
4.2.2. Pengaruh Variasi Komposisi Campuran Briket te rhadap Kadar Abu
Briket
Kadar abu yaitu jumlah residu yang ada pada briket tidak yang terbakar
setelah dilakukan pemanasan di furnace pada suhu 900 0 C. Kadar abu yang ada
pada briket mempengaruhi efesiensi pembakaran briket saat digunakan. Semakin
tinggi kadar abu maka semakin sebentar briket dapat digunakan. Semua briket
mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai
berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini
disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir, tanah dan bermacam- macam zat
mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak
menguntungkan karena akan membentuk kerak. Untuk mengetahui kadar abu
yang terkandung dalam briket maka dilakukan pengujian di laboratorium dengan
menggunakan furnace sampai pada suhu 900 0 C selama kurang lebih 2 jam.
Sehingga briket yang telah ditimbang sebanyak 1 gr berubah menjadi abu.
Kemudian briket yang sudah jadi abu ditimbangkan kembali, dihitung dengan
dengan rumus maka dapat diketahui berapa kadar abu yang ada pada briket.
Briket cangkang kelapa sawit dengan komposisi campuran yang berbeda
memiliki kadar abu bervariasi mulai dari 5,2%, 5,3%, dan 4,8%. Untuk lebih rinci
hasil pengukuran kadar abu dapat dilihat pada gambar 4.2 seperti yang ada pada di
bawah ini:
9
8
7
6
5 Kadar abu (%)
4
3 SNI Kadar Abu
2 (%)
1
0
95%:5% 90%:10%85%:15%

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Abu Briket Cangkang Sawit

Dari grafik dapat terlihat kadar abu briket cangkang kelapa sawit yang
terendah terdapat pada komposisi campuran 85% kulit kakao, 15% tepung kanji.
Jika dirata-ratakan nilai kadar abu pada komposisi campuran briket tersebut adalah
4,8%. Ini disebabkan oleh jumlah takaran arang cangkang kelapa sawit lebih
sedikit dibandingkan yang variasi komposisi yang lain, karena cangkang kelapa
sawit mengandung bahan mineral yang bisa menambah kadar abu pada briket. Bila
dibandingkan briket dengan komposisi campuran 95% cangkang sawit, 5% tepung
kanji dengan briket yang komposisi campurannya 85% arang cangkang sawit,15%
tepung kanji maka terlihat berbeda. Beda hasil pengukuran kadar abu briket arang
cangkang sawit dengan dua variasi campuran tersebut sebanyak 0,4%. Hasil
pengukuran kadar abu briket cangkang kelapa sawit dengan campuran komposisi
95% arang cangkang sawit, 5% tepung kanji adalah 5,2%. Tinggi kadar abu pada
campuran ini dipengaruhi oleh cangkang kelapa sawit membawa zat anorganik
seperti tanah, debu dan pasir di saat pembuatan briket. Cangkang kelapa sawit
dihaluskan secara sederhana dengan alat penumbuk, disaat penghalusan
kemungkinan ada pasir dan debu terbawa. Pada briket arang cangkang sawit
dengan komposisi campuran yaitu 90% arang cangkang, 10% tepung kanji
didapatkan hasil pengukuran kadar abu sebanyak 5,3%, tidak jauh berbeda dengan
briket dengan komposisi campuran 95% arang cangkang, 5% tepung kanji yang
memiliki kadar abu sebesar 5,2%. Perbedaan kadar abu dari dua briket tersebut
hanya 0,1%. Bila dibandingkan dengan SNI 01-6235-2000 tentang syarat mutu
briket maka dapat diketahui bahwa briket arang cangkang kelapa sawit dengan
campuran perekat tepung kanji dengan beberapa variasi campuran komposisi
dibawah SNI yang dianjurkan yaitu < 8%.

4.2.3. Pengaruh Variasi Komposisi Campuran Briket terhadap Nilai Kalori


Briket
Nilai kalori briket arang antara lain dipengaruhi oleh ukuran partikel
arang, kerapatan dan bahan baku arang. Semaakin kecil ukuran partikel maka nilai
kalorinya makin tinggi, demikian juga semakin kecil ukuran partikel semakin
tinggi pula kerapatannya. Nilai kalori briket arang sangat penting karena ada
kaitannya dengan efisiensi atau penghematan suatu bahan bakar. Apabila nilai
kalor rendah berarti jumlah bahan bakar yang digunakan dan dibutuhkan untuk
pembakaran atau pemanasan akan lebih banyak, tetapi bila nilai kalornya tinggi
berarti jumlah bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran akan lebih sedikit,
nilai kalori briket arang merupakan parameter penting dalam menentukan kualit as
briket arang, layak atau tidak digunakan sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai
kalori suatu briket arang makin tinggi pula kualitasnya dan harga jualnya pun
akan tinggi. Biomassa lain yang dianggap bisa menggantikan minyak tanah yaitu
kayu bakar, pada kayu bakar tidak perlu dilakukan pengolahan saja sudah dapat
menggantikan minyak tanah tapi masalah yang ada pada penggunaan kayu bakar
ini adalah semakin sulitnya ditemukan disekitar pemukiman dan juga penggunaan
kayu bakar ini cendrung menimbulkan asap yang banyak dan berpotensi
menambah polutan dialam. Limbah cangkang kelapa sawit ini merupakan
biomassa yang sering terlihat terbuang begitu saja. Belum ada masyarakat yang
menggunakan limbah cangkang kelapa sawit kering ini sebagai bahan bakar untuk
memasak. Pada penelitian ini dapat diketahui nilai kalori cangkang sawit yang
sudah diolah menjadi briket dengan bantuan perekat tepung kanji memiliki
perbedaan yang tidak signifikan.
Hasil pengukuran laboratorium terhadap nilai kalori briket cangkang
kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini :
6000
5800
5600
5400
5200 Nilai Kalor
5000
4800 SNI Nilai
4600 Kalor
4400

Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Nilai Kalori Briket Cangkang Sawit


Dari gambar 4.3 dapat terlihat bahwa nilai kalori yang tertinggi
terdapat pada cangkang kelapa sawit dengan variasi campuran 90% arang dan
10% perekat. Nilai kalori ini dipengaruhi juga oleh kadar air yang terdapat di
limbah cangkang sawit tersebut. Karena semakin sedikit kandungan air maka
semakin tinggi nilai kalori yang terdapat pada briket arang cangkang kelapa sawit
tersebut. Briket arang cangkang sawit dengan komposisi campuran 90% arang
cangkang sawit, 10% tepung kanji memiliki nilai kalori 5896,8 kal/gr lebih tinggi
dari briket dengan komposisi campuran 85% arang cangkang sawit, 15% tepung
kanji dengan nilai kalori yang didapat 5774,3 kal/gr. Perbedaan nilai kalori kedua
campuran tersebut adalah 122,5 kal/gr. Ini disebabkan oleh banyaknya jumlah
perekat yang digunakan sehingga mengurangi jumlah kalori yang terdapat arang
cangkang sawit tersebut. Pada briket cangkang kelapa sawit dengan campuran
komposisi 95% arang cangkang siwit, 5% tepung kanji didapatkan nilai kalori
5812,5 kal/gr, lebih tinggi dibandingkan briket dengan komposisi campuran 85%
arang cangkang sawit, 15% tepung kanji yaitu dengan nilai kalori 5774,3 kal/gr.
Nilai kalori briket dengan komposisi campuran 90% arang cangkang sawit, 10%
tepung kanji merupakan nilai kalori yang tertinggi diantara yang lainnya.
Hasil pengukuran kalori pada briket dengan menggunakan beberapa
macam variasi komposisi terlihat tidak terlihat mempengaruhi nilai kalori dari
masing- masing briket. Namun dengan banyak jumlah perekat yang terdapat pada
briket mengurangi nilai kalori yang ada pada briket. Bila dibandingkan dengan
syarat mutu briket arang kayu pada SNI 01-6235-2000, terhadap nilai kalori briket
arang cangkang kelapa sawit dengan macam variasi komposisi campuran, maka
dapat diketahui bahwa briket arang cangkang sawit dengan campuran perekat
tepung kanji sudah memenuhi standar tersebut. SNI 01-6325-2000 yang
mensyaratkan nilai kalori pada briket yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
pengganti minyak tanah yaitu > 5000 kal/gr. Briket arang cangkang sawit dengan
campuran perekat tepung kanji dapat digunakan di rumah tangga untuk memasak
dan keperluan lainnya. Dengan nilai kalori yang yang memenuhi standar maka
briket arang cangkang kelapa sawit ini sudah layak digunakan.
4.2.4. Efektifitas Komposisi Campuran Briket Terhadap Kualitas Briket
Limbah Cangkang Sawit
Briket yang bagus menurut SNI 01-6235-2000 memiliki kandungan air
<8%, dengan kadar abu <8% dan nilai kalori >5000. Dari syarat mutu yang
disyaratkan dapat dilihat hasil pengukuran parameter briket secara keseluruhan
dari gambar 4.1, gambar 4.2 dan gambar 4.3 yaitu pengukuran kadar air, kadar
abu, nilai kalori dipengaruhi oleh perlakuan terhadap bahan saat pembuatan
briket. Pada pembuatan briket cangkang sawit variasi komposisi campuran yang
dipilih yaitu 95% arang cangkang dan 5% perekat, serta 90% arang cangkang dan
10% perekat dan 85% arang cangkang dan 15% perekat. Namun dapat dilihat
dengan pemberian perekat lebih dari 15% dapat menpengaruhi nilai kalori yang
terdapat pada cangkang kelapa sawit setelah menjadi briket. Apabila
dibandingkan antara briket cangkang kelapa sawit yang variasi komposisi
campuran briket yang 95% arang cangkang sawit dan 5% perekat dengan 90%
arang cangkang dan 10% perekat maka dapat diketahui nilai kalori yang tinggi
yaitu pada briket yang variasi komposisi campurannya adalah 90% arang
cangkang dan 10% perekat. Ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah material
utama yaitu cangkang sawit yang terdapat pada briket, karena jumlah biomassa
yang yang sifatnya dapat menyala bila dibakar lebih banyak dibandingkan dengan
dengan variasi komposisi campuran briket yang cangkang sawit hanya 85%. Sifat
perekat yang thermoplastik, sulit terbakar dan menyerap lebih banyak air sehingga
panas yang terdapat pada briket digunakan terlebih dahulu untuk menguapkan air
yang ada pada briket. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah perekat yang
ada pada briket membuat kadar air pada briket lebih tinggi (Gandhi, Aquino :
2010). Jadi, dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa briket dengan variasi
komposisi campuran 90% arang cangkang, 10% tepung kanji lebih bagus
dibandingkan dengan variasi campuran yang lainnya. Namun perbedaannya t idak
begitu berpengaruh karna dapat dilihat dari hasil pengukuran kadar air, kadar abu
dan nilai kalori semuanya memenuhi standar SNI 01-6235-2000 tentang syarat
mutu dan kualitas briket arang kayu.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian yang dilakukan terhadap pemanfaatan limbah cangkang
kelapa sawit menjadi briket dengan menggunakan campuran perekat tepung kanji
dapat diambil kesimpulannya bahwa:
Dari hasil pengujian di laboratorium bahwa briket yang dibuat dengan 3
variasi komposisi campuran yang lebih bagus yaitu dengan variasi
komposisi campuran 90% arang cangkang sawit, 10% tepung kanji.
Apabila dibandingkan dengan standar SNI 01-6325-2000 tentang syarat
dan mutu briket arang kayu briket limbah cangkang kelapa sawit ini sudah
memenuhi standar dan mempunyai kualitas yang bagus. Briket cangkang
sawit dengan campuran perekat tepung kanji ini sudah layak dipakai untuk
industri dan untuk skala rumah tangga untuk mengurangi limbah organik.
5.2. Saran
Dari penelitian yang dilakukan maka penulis dapat memberikan beberapa
saran, yaitu sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada pelaku industri perkebunan kelapa sawit untuk dapat
mengolah limbah cangkang dari kelapa sawit ini karena selama ini
mereka hanya memanfaatkannya sebagai bahan bakar boiler namun
masih belum termanfaatkan seluruhnya. Mengolah limbah cangkang
sawit menjadi briket dapat mengurangi limbah organik disekitar pabrik
dan pemukiman masyarakat. Pengolahan limbah organik ini juga
berfungsi untuk menjaga estetika lingkungan, menjadikan lingkungan
lebih bersih. Serta mengurangi dampak negatif lainnya terhadap
lingkungan dari limbah cangkang kelapa sawit ini.
2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dalam pembuatan briket
komposisi campuran lebih diutamakan biomassa dari pada perekat.
Sebaiknya biomassa pada briket ≥90% agar nilai kalor pada briket lebih
tinggi dan lebih layak dipakai untuk pengganti minyak tanah. Dan
perekat yang digunakan sebaiknya <20%.
3. Sebaiknya biomassa sebelum dibuat menjadi briket dibersihkan dari
bahan non organik seperti debu, tanah dan lainnya. Agar kadar abu yang
didapat lebih rendah. Serta penggunaan alat yang dipakai untuk
memebuat briket dibersihkan maksimal.
BIODATA WISUDAWAN

Nama : M.Irsyad
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/ Tanggal Lahir : Gunung Tua / 03 Maret 1993
Nomor Pokok
: 1210024428003
Mahasiswa
Program Studi : TeknikLingkungan
Tanggal Lulus : 04 Maret 2017
IPK : 3,10
Predikat Lulus : Sangat Memuaskan
Pemanfaatan Limbah Cangkang
Judul Skripsi : Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar
Alternatif
1. Yaumal Arbi, MT
Dosen Pembimbing :
2. Hendri sawir, ST, Msi
Asal SMA : MA AL Barkah
Nama Orang Tua : Mansurdin
Gunung Tua, Kec. Ranah Batahan,
Alamat :
Kab. Pasaman Barat

Anda mungkin juga menyukai