Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan dasar dalam
belajar matematika (Sapitri dkk.,2019:16). Menurut Guswinda dkk., (2019:378)
kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan yang harus
dimiliki oleh peserta didik dan merupakan salah satu faktor yang menentukan
hasil belajar matematika peserta didik. Sejalan dengan pendapat Akbar dkk.,
(2018:145) yang mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika karena dapat
mempermudah peserta didik dalam menghadapi masalah-masalah dalam
kehidupan peserta didik pada hari ini dan pada hari yang akan datang.
Zulfah (2017:2) mengatakan peserta didik diharuskan mempunyai
kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang berhubungan
dengan soal-soal matematika, sebagai sarana baginya untuk mengasah penalaran
yang cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif. Namun berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Dwi Putra dkk., (2018:89) mengatakan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik pada tingkat SMP termasuk pada
kategori rendah, dari 34 peserta didik yang mengikuti tes hanya 1 peserta didik
yang dapat menyelsaikan tes dengan baik. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh A. B. Lestari & Afriansyah, (2021:101) dan Mahfiroh dkk.,
(2021:72) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik SMP/MTs termasuk kategori kurang, karena peserta didik tersebut tidak
dapat memenuhi indikator dari kemapuan pemecahan masalah matematis.
Peneliti melakukan tes awal untuk mengetahui kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik kelas VIII 2 SMP Negeri 17 Pekanbaru pada
materi Bangun Ruang Sisi Datar (Lampiran D1). Soal tes yang diberikan
merupakan soal Ujian Nasional Matematika pada tahun 2017. Tes dilakukan
dikelas VIII 2 SMP Negeri 17 Pekanbaru dengan total 42 peserta didik yang terdiri
21 peserta didik laki-laki dan 21 peserta didik perempuan. Alternatif jawaban dari
2

soal tes yang diberikan merujuk pada angkah-langkah proses pemecahan masalah
matematis (Lampiran E1)
Hasil pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik
kelas VIII 2 SMP Negeri 17 Pekanbaru dengan menggunakan pedoman penskoran
dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Persentase Peserta Didik yang Mendapat Skor Maksimal pada Setiap
Indikator KPMM

Indikator KPMM Jumlah Peserta didik yang Persentase


No
yang diukur dapat memenuhi indikator
1 Memahami masalah 20 47,61%
2 Merencanakan
0 0%
pemecahan masalah
3 Melaksanakan
rencana pemecahan 4 9,52%
masalah
4 Menafsirkan hasil
4 9,52%
yang diperoleh

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat kemampuan pemecahan masalah


matematis peserta didik masih rendah, peserta didik belum dapat menyelesaikan
soal dengan baik pada setiap indikator. Pada indikator memahami masalah, 17
peserta didik menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan tetapi kurang tepat,
dan 5 peserta didik menuliskan apa yang diketahui tanpa menuliskan apa yang
ditanyakan atau sebaliknya. Salah satu jawaban peserta didik dalam menentukan
hal yang diketahui dan ditanya disajikan pada Gambar 1.1 berikut.

(a)

(b)

Gambar 1.1 Jawaban peserta didik pada indikator memahami masalah


3

Gambar 1.1 menyatakan bahwa peserta didik mengalami kesulitan dalam


memahami masalah yang diberikan, terlihat pada Gambar 1.1 (a) peserta didik
sudah menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan tetapi hanya menyalin ulang
soal yang diberikan tanpa memahami soal tersebut, sedangkan pada Gambar 1.1
(b) peserta didik sudah benar dalam menuliskan apa yang diketahui tetapi peserta
didik tidak menuliskan apa yang ditanyakan pada soal.
Pada indikator merencanakan pemecahan masalah, 4 peserta didik yang
merencanakan penyelesaian masalah dengan membuat model matematika tetapi
kurang tepat, dan 38 peserta didik tidak merencanakan penyelesaian masalah sama
sekali. Salah satu jawaban peserta didik dalam merencanakan pemecahan masalah
disajikan pada Gambar 1.2 berikut.

Gambar 1.2 Jawaban peserta didik pada indikator merencanakan pemecahan


masalah

Gambar 1.2 menyatakan bahwa peserta didik belum melakukan langkah yang
kedua dari pemecahan masalah, karena peserta didik langsung membuat
penyelesaian dari masalah yang diberikan tanpa membuat perencanaan
pemecahan masalah terlebih dahulu.
Pada indikator melaksanakan rencana pemecahan masalah, 15 peserta didik
menuliskan penyelesaian setengah atau sebagian besar penyelesaian benar, 13
peserta didik menuliskan penyelesaian tetapi penyelesaian salah atau hanya
sebagian kecil penyelesaian benar, dan 10 peserta didik tidak menuliskan
penyelesaian masalah. Salah satu jawaban peserta dalam melaksanakan rencana
pemecahan masalah didik disajikan pada Gambar 1.3 berikut.
4

Gambar 1.3 Jawaban peserta didik pada indikator melaksanakan rencana


pemecahan masalah

Gambar 1.3 menyatakan peserta didik sudah melaksanakan rencana


pemecahan masalah, namun terdapat kesalahan dalam menggunakan operasi
hitung. Peserta didik sudah benar dalam menentukan panjang kerangka rusuk
tegak, alas dan tutup prisma segilima tetapi pada saat menentukan panjang seluruh
kerangka segilima seharusnya peserta didik menggunakan operasi hitung
penjumlahan akan tetapi peserta didik menggunakan operasi hitung perkalian
sehingga hasil akhir yang diperoleh salah.
Pada indikator menafsirkan hasil, 13 peserta didik menafsirkan hasil yang
diperoleh dengan membuat kesimpulan tetapi kurang tepat, dan 25 peserta didik
tidak menuliskan kesimpulan. Salah satu jawaban dalam menanfsirkan hasil yang
diperoleh peserta didik disajikan pada Gambar 1.4 berikut.

Gambar 1.4 Jawaban peserta didik pada indikator menafsirkan hasil yang
diperoleh
Gambar 1.4 menyatakan peserta didik sudah menafsirkan hasil yang
diperoleh, namun masih kurang tepat kerena hasil yang dituliskan berbeda dengan
5

hasil yang diperoleh sebelumnya. Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan


masalah matematis diatas diperoleh bahwa peserta didik belum mampu mencapai
indikator memahami masalah pada Gambar 1.1, indikator merencanakan
penyelesaian masalah pada Gambar 1.2, indikator menyelesaikan masalah pada
Gambar 1.3, dan indikator memeriksa kembali/membuat kesimpulan pada soal
Gambar 1.4. Disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik masih rendah. Diperlukan peninjauan kembali oleh guru agar
kemampuan pemecahan masalah matematis pada peserta didik dapat ditingkatkan
lagi.
Peneliti melakukan wawancara terhadap 3 peserta didik kelas VIII 2 SMPN 17
Pekanbaru untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik. Saat peneliti melakukan wawancara dengan peserta didik mengenai
pembelajaran di kelas, peserta didik mengatakan bahwa matematika adalah
pelajaran yang paling sulit dan menakutkan sehingga banyak peserta didik yang
menghindari pelajaran matematika. Hal itu mengakibatkan ketika kegiatan
pembelajaran berlangsung, peserta didik jarang tampil ke depan kelas dan bersifat
pasif saat pembelajaran yang membuat kegiatan pembelajaran menjadi
membosankan, sehingga mereka mengobrol dengan temannya dan mengerjakan
pekerjaan lain yang menyenangkan dan pada akhirnya mereka tidak mengerti
dengan materi yang diajarkan, mereka tidak bisa menyelesaikan soal yang
berbentuk cerita karena kurangnya pengetahuan peserta didik dalam penyelesaian
permasalahan yang disajikan. Apabila diminta mengerjakan soal ke depan kelas
peserta didik tampak gugup, tegang dan harus dipaksa untuk mengerjakan soal di
depan kelas. Peserta didik juga mengatakan kurangnya variasi cara mengajar guru
di setiap pertemuan, dimana peserta didik tidak pernah belajar secara
berkelompok dan selalu belajar secara individu dengan guru yang menjelaskan di
depan kelas.
Hasil wawancara dengan guru kelas VIII 2 SMPN 17 Pekanbaru, guru
mengatakan banyak peserta didik yang kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran
dan kurang memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran. Peserta didik kurang
terlatih dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah karena tidak selalu
6

diberikan di setiap pertemuan, sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam


menyelesaikan soal pemecahan masalah. Latihan soal yang biasa diberikan oleh
guru kepada peserta didik di kelas umumnya berupa soal-soal yang sifatnya rutin.
Guru memberikan permasalahan yang serupa dengan contoh soal yang telah
diberikan oleh guru di depan kelas, kemudian peserta didik dituntun mengerjakan
permasalahan sesuai dengan langkah-langkah yang telah diajarkan. Hal itu
menyebabkan peserta didik menganggap bahwa menyelesaikan permasalahan
matematika cukuplah dengan mengikuti atau meniru cara kerja yang diterangkan
oleh guru di depan kelas. Apabila guru memberikan soal yang sedikit berbeda
dari contoh soal yang telah diberikan sebelumnya, peserta didik kesulitan dalam
menyelesaikannya. Pembelajaran matematika seperti ini, kurang memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik dalam mengemukakan ide dan
gagasan dalam mengembangkan kemampuannya untuk menyelesaikan
permasalahan dengan cara mereka sendiri.
Peneliti melakukan observasi pada pembelajaran persamaan garis lurus di
kelas VIII 2 SMPN 17 Pekanbaru untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperbaiki
selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi menunjukkan, guru
tidak menyampaikan tujuan pembelajaran serta strategi atau metode yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran. Sesuai Permendikbud No.22 Tahun 2016
tentang standar proses pendidikan dasar dan menegah bahwa pada kegiatan
pendahuluan seharusnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta strategi
atau metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
Pada kegiatan inti, guru tidak menjelaskan langkah-langkah menyelesaikan
soal pemecahan masalah sehingga peserta didik mengalami kesulitan memahami
masalah, membuat model matematika dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Beberapa peserta didik menjadi malas menyelesaikan masalah yang diberikan dan
mengharapkan contekkan dari teman dikarenakan hal tersebut. Beberapa peserta
didik lainnya sibuk sendiri atau bercerita dengan temannnya, hanya beberapa
peserta didik yang aktif menyelesaikan masalah yang diberikan. Kegiatan inti
seharusnya menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
7

didik dan mata pelajaran (Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016), sedangkan dari
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, terlihat bahwa model pembelajaran yang
digunakan masih bersifat konvensional.
Pada kegiatan penutup, guru hanya memberikan soal untuk dijadikan
pekerjaan rumah dan salam penutup. Pada kegiatan penutup guru seharusnya: 1)
membuat simpulan pelajaran; 2) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan; 3) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran; 4) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas,
baik tugas individu maupun kelompok; dan 5) menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya (Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016).
Guru telah melakukan usaha perbaikan dalam proses pembelajaran peserta
didik kelas VIII 2 SMPN 17 Pekanbaru diantaranya : (1) Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang dimiliki oleh guru sudah menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning, namun dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas guru belum menggunakan langkah-langkah Discovery
Learning; (2) memberikan masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik yang bersifat kontekstual, tetapi masih banyak
peserta didik yang kesulitan menyelesaikannya sehingga guru hanya memberikan
soal-soal rutin; (3) guru mengajak peserta didik untuk menuliskan hasil kerjanya
di papan tulis, (4) mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam bertanya dan
menjawab pertanyaan agar mendapat nilai tambahan kepada peserta didik.
Salah satu upaya perbaikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik adalah dengan
penerapan model pembelajaran yang tepat dan dapat digunakan untuk
mengoptimalkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah. Salah
satu model pembelajaran yang dapat mengarahkan peserta didik pada kegiatan
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual), bekerjasama
dalam kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan dengan
suasana aktif dan menyenangkan sehingga pembelajaran berpusat pada peserta
didik.
8

Menurut Arends (2008:43) Problem Based Learning (PBL) dirancang untuk


membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan
menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya. Konsep dari materi
yang diajarkan pada model PBL disajikan dalam bentuk masalah kehidupan
sehari-hari, sehingga membuat kualitas dan aktivitas peserta didik di kelas, pada
proses pembelajaran yang mengaitkan pemecahan masalah kehidupan sehari hari
menjadi lebih baik (Wondo 2017:78).
Model PBL dapat membantu peserta didik untuk bernalar, berpikir secara luas
dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga membantu peserta didik
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Model PBL
cocok digunakan untuk memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik sehingga perlu diupayakan pembelajaran dengan model PBL
(Silalahi dkk.,2021:114). Melalui model PBL, peserta didik dapat mengasah
kemampuan pemecahan masalah matematisnya, karena PBL merupakan salah satu
model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara langsung pada setiap
kegiatan untuk memecahkan suatu masalah. Peserta didik menggunakan beberapa
informasi atau referensi tanpa berpatokan dengan contoh yang diberikan oleh guru
untuk menyelesaikan permasalahan yang diaplikasikan ke dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat meningkatkan kreativitas dan pendalaman wawasan peserta
didik dalam menyelesaikan permasalahan.
Salah satu materi pembelajaran yang yang sangat penting dikuasai oleh
peserta didik adalah materi peluang, karena peluang merupakan suatu konsep
matematika yang selalu dibutuhkan dalam kehidupan yang digunakan untuk
memperkirakan suatu kejadian Riana & Fitrianna (2021:1020). Namun pada
kenyataannya masih banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
memahami materi peluang. Hasil penelitian Saniyah & Alyani (2021:211)
mengatakan bahwa peserta didik mengalami kesulitan belajar dalam pemecahan
masalah matematis pada materi peluang karena tidak memahami konsep dari
materi tersebut, sehingga peserta didik tidak dapat membuat model matematis
pada soal peluang yang diberikan.
9

Peneliti melakukan penelitian tindakan kelas, dengan menerapkan model


Problem Based Learning (PBL) untuk memperbaiki proses pembelajaran dan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik kelas
VIII 2 SMPN 17 Pekanbaru semester genap tahun pelajaran 2022/2023 pada materi
pokok Peluang. Pembelajaran peluang diawali dengan memecahkan masalah
kontekstual sebagai pemicu proses pembelajaran, dan peserta didik diharapkan
memiliki keterampilan menyelesaikan masalah melalui penyelesaian
permasalahan kontekstual.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah penerapan model Problem Based Learning dapat
memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis pada peserta didik kelas VIII 2 SMP Negeri 17 Pekanbaru
semester genap tahun pelajaran 2022/2023 pada materi pokok Peluang?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini dilakukan sesuai dengan rumusan masalah di
atas adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik kelas VIII 2 SMP Negeri
17 Pekanbaru semester genap tahun pelajaran 2022/2023 melalui penerapan
model Problem Based Learning pada materi pokok Peluang.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peserta didik, dapat memberikan variasi pembelajaran dimana peserta
didik dituntut untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran dan dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik di
kelas VIII 2 SMP Negeri 17 Pekanbaru.
10

2. Bagi guru, sebagai masukan untuk guru matematika kelas VIII 2 SMP Negeri
17 Pekanbaru dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.
3. Bagi sekolah, model Problem Based Learning diharapkan dapat menjadi
masukan kepada SMP Negeri 17 Pekanbaru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah dalam meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis peserta didik.
4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
keterampilan peneliti sehingga dapat diterapkan saat mengajar.

1.5 Definisi Operasional


Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dan
penafsiran para pembaca, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini. Adapun istilah istilah yang dijelaskan adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis (KPPM) merupakan suatu
kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah menggunakan
langkah-langkah yang benar dan jelas. Adapun indikator kemampuan
pemacahan masalah matematis yaitu (1) memahami masalah; (2)
merencanakan pemecahan masalah; (3) melaksanakan rencana pemecahan
masalah; dan (4) menafsirkan hasil kembali.
2. Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menyajikan
permasalahan nyata dan peserta didik dapat menyelesaikan masalah-masalah
tersebut secara ilmiah. Adapun tahapan pada model Problem Based Learning
yaitu (1) orientasi peserta didik terhadap masalah; (2) mengorganisasikan
peserta didik; (3) membimbing peyelidikan individu maupun kelompok; (4)
megembangkan dan menyajikan hasil karya; dan (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Anda mungkin juga menyukai