Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL

ANALISIS PENALARAN DEDUKTIF SISWA DALAM


MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI REFLEKSI
PADA TRANSFORMASI GEOMETRI

OLEH
TRI PRATIWI ALFIANI
NIM 160311604643

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JUNI 2020

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pembelajaran matematika tidak pernah lepas dari kegiatan berpikir,
bernalar bahkan pula berimajinasi. Wike (2010) menyebutkan bahwa tiga kegiatan
ini selalu digunakan siswa untuk memahami konsep-konsep pada matematika. Hal
ini dipertegas dengan pernyataan Lithner (2008) bahwa apabila siswa tidak
memiliki kemampuan untuk bernalar, maka siswa akan menganggap matematika
adalah mata pelajaran yang hanya mengikuti serangkaian prosedur dan siswa
hanya mengikuti langkah-langkah penyelesaian masalah matematika tanpa
mengetahui maknanya. Selain itu, Iqbal (2016) menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika memiliki tujuan yang salah satunya adalah untuk mengasah
kemampuan bernalar siswa. Jadi, untuk memiliki penalaran yang baik salah satu
caranya yaitu mempelajari matematika dan untuk bisa paham materi dalam mata
pelajaran matematika maka siswa harus menggunakan penalaran. Maka dari itu,
penalaran sangat berperan penting bagi siswa dalam pelajaran matematika begitu
pula sebaliknya.
Pentingnya penalaran juga dicantumkan dalam NCTM (2000) yang
menetapkan lima standar proses dalam pembelajaran matematika yang meliputi:
pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, serta
representasi. Permendikbud No.20 Tahun 2016 juga menyebutkan bahwa
penalaran menjadi salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa.
Kesimpulannya, penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki
siswa agar pembelajaran matematika dapat terlaksana dengan baik.
Namun, pada kenyataannya kemampuan penalaran siswa di Indonesia
masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil presentase aspek penalaran pada
TIMSS 2011 dan 2015 berturut-turut yaitu hanya 17% dan 10% siswa Indonesia
yang dapat menjawab soal penalaran dengan benar. Hal ini membuktikan bahwa
kemampuan bernalar siswa di Indonesia masih rendah bahkan menurun dari
sebelumnya 17% pada tahun 2011 menjadi 10% pada tahun 2015. Selain itu,
berdasarkan hasil penilaian (survei) Programme Internationale for Student
Assesment (PISA) tahun 2015, dimana didalamnya kemampuan penalaran

1
2

matematika adalah salah satu indikator penilaian, menunjukkan rata-rata


kemampuan matematika peserta didik Indonesia masih rendah. Indonesia
menduduki peringkat 62 dari 70 negara yang berpartisipasi, dengan rata-rata skor
kemampuan matematika 386. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan penalaran matematika di Indonesia masih tergolong rendah.
Sumarmo & Hendriana (2014) menyebutkan bahwa secara garis besar
penalaran matematik diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu penalaran induktif
dan penalaran deduktif. Secara umum, penalaran induktif adalah proses penarikan
kesimpulan berdasarkan data yang terbatas, sedangkan penalaran deduktif adalah
proses penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang sudah disepakati. Pada
penelitian ini, terkhusus membahas penalaran deduktif siswa. Ramdani (2012)
mengatakan bahwa penalaran deduktif merupakan proses penalaran dari
pengetahuan maupun pengalaman umum yang menuntun seseorang untuk
memperoleh kesimpulan yang bersifat khusus. Menurut NCTM (2000), siswa
harus menjadi semakin mampu menggunakan penalaran deduktif untuk
membangun atau menyangkal dugaan dan harus dapat menggunakan pengetahuan
yang ada untuk menyimpulkan informasi tentang situasi lain. Oleh karena itu,
penalaran deduktif diperlukan dalam membangun atau menyangkal suatu dugaan
dalam matematika.
Sumarmo & Hendriana (2014) menyebutkan bahwa terdapat empat
kegiatan yang termasuk dalam penalaran deduktif, antara lain: (1) melaksanakan
perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu, secara konseptual pada
umumnya tergolong berpikir matematik prosedural dan melaksanakan
perhitungan rutin, namun perhitungan yang dimaksudkan menggunakan
permasalahan yang tergolong rumit; (2) menarik kesimpulan logis (penalaran
logis); (3) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan
pembuktian dengan induksi matematika; dan (4) menyusun analisis dan sintesis
beberapa kasus. Rich & Thomas (2009:18) berpendapat bahwa proses
pengambilan kesimpulan secara deduktif memiliki tiga langkah, yaitu: (1)
membuat pernyataan umum; (2) membuat pernyataan khusus; dan (3) membuat
deduksi yang dilakukan secara logis ketika pernyataan umum diterapkan pada
pernyataan khusus.
3

Salah satu cara untuk melihat penalaran deduktif siswa adalah dengan
memberikannya masalah matematika. Masalah matematika yang diberikan
biasanya berupa pertanyaan atau soal yang penyelesaiannya tidak dapat secara
langsung menggunakan prosedur yang rutin.
Sebelumnya, peneliti sudah melakukan studi pendahuluan untuk melihat
bagaimana proses penalaran siswa, terutama penalaran deduktif siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika berupa pembuktian. Pada studi pendahuluan,
peneliti memberikan tiga buah permasalahan matematika untuk diselesaikan oleh
siswa. Soal pada studi pendahuluan ditunjukkan oleh Gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 Soal pada Studi Pendahuluan


Pada soal nomor 1, diharapkan siswa dapat membuktikan teorema
pythagoras dengan menggunakan langkah-langkah penalaran deduktif. Siswa
dapat menggunakan konsep-konsep yang dimiliki sebelumnya (pernyataan umum)
untuk membuktikan teorema pythagoras (pernyataan khusus) dan membuat
kesimpulan secara deduksi. Namun, dari pekerjaan 24 siswa, hanya 9 siswa yang
menggunakan penalaran, dan yang digunakan adalah penalaran induktif. Dimana
siswa mencoba menerapkan teorema tersebut pada beberapa permisalan bilangan,
dan mendapatkan hasil yang sesuai, sehingga siswa tersebut menyimpulkan secara
umum bahwa rumus pada teorema pythagoras adalah benar untuk diterapkan pada
4

semua segitiga siku-siku. Hasil perngerjaan siswa A pada Gambar 1.2


menunjukkan pengerjaan siswa dengan menggunakan penalaran induktif.
Sedangkan untuk 15 dari 24 siswa yang lain, hanya menulis ulang soal dan
menuliskan cara mencari sisi-sisi yang lain berdasarkan teorema tersebut.

Gambar 1.2 Jawaban Siswa A


Pada soal nomor dua, jawaban siswa sedikit bervariasi. Namun, sama
dengan nomor 1, kebanyakan siswa menggunakan penalaran induktif. Siswa B
menggunakan beberapa contoh segitiga, dan menjumlahkan besar sudutnya
sehingga memperoleh kesimpulan bahwa jumlah besar sudut dalam segitiga
adalah 180 °. Jawaban siswa B ditunjukkan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Jawaban Siswa B


Siswa C pada soal nomor 2 menjawab dengan memanfaatkan dua garis
sejajar yang dipotong oleh garis. Hal ini menunjukkan bahwa siswa C juga
melakukan langkah pertama dalam penalaran deduktif. Namun, dalam tahap
selanjutnya, siswa C menggunakan angka dalam membuktikannya sehingga
pembuktian tidak dilakukan secara umum ke khusus namun sebaliknya. Dapat
dikatakan siswa C juga masih menggunakan penalaran deduktif. Jawaban siswa C
disajikan dalam Gambar 1.4.
5

Gambar 1.4 Jawaban Siswa C


Pada soal nomor 3, peneliti menggunakan contoh soal untuk mengetahui
penalaran deduktif siswa menurut NCTM (2000), namun beberapa bilangan
diganti. Beberapa siswa sudah menjawab dengan benar, namun tidak mencapai
50 % siswa menjawab benar dan menggunakan penalaran deduktif. Salah satu
siswa yang bernalar secara deduktif menurut peneliti adalah siswa D, dimana
siswa D menggunakan konsep kesebangunan untuk menjawab soal tersebut.
Meskipun siswa tidak menuliskan secara jelas bahwa konsep yang digunakan
adalah konsep kesebangunan. Namun pada jawabannya terdapat sedikit
kekurangan dimana dia memutuskan menggunakan konsep kesebangunan
berdasarkan apa, itu masih belum diketahui. Jawaban siswa E ditunjukkan pada
Gambar 1.5.

Gambar 1.5 Jawaban Siswa E


6

Sedangkan, siswa E pada soal nomor 3 melakukan kesalahan pemahaman


bahwa dua garis sejajar adalah besar sisinya sama. Hal ini diduga karena siswa E
salah mengerti tanda pada gambar. Jawaban siswa E ditunjukkan pada Gambar
1.6.

Gambar 1.6 Jawaban Siswa F


Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dipaparkan oleh peneliti, masih
terdapat kesalahan dalam tahap bernalar siswa secara deduktif ataupun tidak
dituliskannya setiap tahapan dalam bernalar secara deduktif. Selain itu juga
beberapa siswa sudah diduga melakukan penalaran deduktif, namun tidak dapat
menuliskannya. Namun, penyebab dari hal tersebut masih belum diketahui. Maka
dari itu perlu diadakannya analisis penalaran deduktif siswa lebih lanjut untuk
mengetahui proses penalaran deduktif siswa yang sebenarnya serta penyebab
kesalahan siswa dalam bernalar deduktif. Sesuai yang dikatakan KBBI, kegiatan
analisis berarti penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk
perkaranya, dan sebagainya).
Selain memberikan soal kepada siswa, peneliti juga melakukan wawancara
dengan guru matematika yang mengajar di kelas tersebut. Hasil wawancara yang
diperoleh menyebutkan bahwa guru selalu menjelaskan asal sebuah rumus atau
pembuktian dari suatu rumus, bukan hanya memberikan rumus jadinya kepada
siswa. Hal itu dilakukan agar siswa terbiasa memahami asal rumus, dan tidak
hanya sekedar menghafal rumus. Namun, kebanyakan siswa hanya menghafalkan
7

rumus akhir yang diperoleh dari penjelasan guru. Selain itu, guru juga
mengungkapkan bahwa untuk menjelaskan konsep dasar memperoleh rumus
tersebut dirasa sudah cukup, mengenai siswa hanya menghafal tidak itu
merupakan pilihan dari siswa tersebut. Dimana metode menghafal menurut
Ananggih dkk (2017) dalam belajar akan membuat pembelajaran tidak bermakna
dan tidak efektif. Maka dari itu, kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah
diduga bukan dari metode pengajaran guru, melainkan dari penalaran deduktif
siswa itu sendiri dalam menyelesaikan soal.
Dalam mengetahui proses penalaran siswa, ada banyak materi yang dapat
digunakan salah satunya adalah transformasi geometri. Hollebrands (2003)
berpendapat bahwa pembelajaran geometri transformasi dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang konsep matematika penting
lainnya seperti simetri, kongruensi, fungsi, dan sebagainya serta menyadari bahwa
transformasi geometri melibatkan berbagai disiplin ilmu dan memungkinkan
untuk penalaran berkembang. Penalaran geometri transformasi merupakan proses
berpikir, memahami, dan mengambil keputusan berdasarkan proses yang logis
terkait permasalahan transformasi geometri. Penalaran dalam transformasi
geometri dapat berupa penalaran grafis/visual dan penalaran secara aljabar sesuai
dengan nature transformasi geometri yang bisa didekati dengan dua metode:
grafis dan aljabar (Mashingaidze, 2012). Berdasarkan paparan tersebut, penalaran
merupakan aspek penting dalam menyelesaikan masalah transformasi geometri.
Oleh karena itu, peneliti memilih transformasi geometri sebagai materi yang
digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih materi transformasi geometri
terkhusus jenis refleksi. Hal ini dikarenakan pada sekolah yang menjadi target
penelitian yaitu SMA Panjura Malang, materi transformasi geometri pada kelas
XI yang sudah diajarkan siswa adalah materi refleksi, sedangkan untuk meneliti di
kelas XII tidak diperbolehkan karena mereka sudah harus fokus Ujian Nasional.
Beberapa penelitian terdahulu banyak yang membahas tentang penalaran
deduktif siswa maupun penelitian mengenai materi transformasi geometri.
Evidiasari dkk (2019) meneliti kemampuan penalaran induktif siswa SMA dalam
menyelesaikan masalah transformasi geometri, dan hasilnya bahwa setiap tahap
8

penalaran induktif hanya dapat dilakukan oleh siswa yang berkemampuan tinggi.
Sari (2019) meneliti penalaran deduktif dan induktif siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika ditinjau dari adversity quotient dimana materi yang diangkat
adalah pola bilangan di tingkat sekolah menengah pertama dan diperoleh hasil
bahwa dalam menyelesaikan masalah matematika siswa yang memiliki adversity
quotient rendah dan sedang cenderung menggunakan penalaran induktif,
sedangkan siswa yang memiliki adversity quotient tinggi cenderung menggunakan
penalaran deduktif. Hermawan (2019) melakukan penelitian tentang profil
penalaran deduktif siswa SMA dalam menyelesaikan masalah trigonometri
ditinjau dari kecerdasan logis matematis, dan diperoleh hasil bahwa hanya siswa
SMA yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi dalam menyelesaikan
masalah trigonometri mampu memenuhi seluruh indikator penalaran deduktif
sedangkan yang memiliki kecerdasan logis sedang dan rendah hanya melakukan
beberapa tahapan penalaran deduktif.
Berdasarkan paparan di atas, masih dibutuhkan analisis tentang penalaran
deduktif siswa dalam menyelesaikan masalah matematika materi refleksi pada
transformasi geometri, karena dalam penelitian sebelumnya pada materi
transformasi geometri hanya dilakukan penelitian tentang penalaran deduktif pada
jenjang SMA, sedangkan sudah disebutkan bahwa penalaran ada dua jenis, yaitu
induktif dan deduktif. Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan, penulis perlu
mengetahui lebih lanjut penyebab kurangnya penalaran deduktif siswa pada
materi transformasi geometri agar dapat memberikan saran lebih lanjut yang dapat
membantu guru untuk mengembangkan kemampuan penalaran deduktif siswa.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Penalaran Deduktif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika
Materi Refleksi pada Transformasi Geometri”.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang diangkat, maka peneliti dapat menarik
rumusan masalah, yaitu: bagaimana penalaran deduktif siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika materi refleksi pada transformasi geometri?
9

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan pada rumusan masalah yang tertulis, maka penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika materi refleksi pada transformasi geometri.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
pada pembaca mengenai penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika materi refleksi pada transformasi geometri.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada
pihak sekolah mengenai penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika materi refleksi pada transformasi geometri sehingga
dapat memberikan pengajaran yang lebih baik lagi untuk meningkatkan
kemampuan matematika siswa.
3. Bagi penulis dan pembaca diharapkan dari hasil penelitian ini mampu
memberikan pengetahuan mengenai penalaran deduktif siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika materi refleksi pada transformasi
geometri.
1.5 Definisi Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman konsep dalam penelitian ini, beberapa
istilah perlu didefinisikan secara operasional. Berikut ini penjelasan dari beberapa
istilah yang digunakan:
1. Penalaran adalah suatu proses berpikir untuk mendapatkan suatu kesimpulan
berupa pengetahuan yang didapatkan dari fakta-fakta atau pernyataan-
pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya.
2. Penalaran deduktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang
bersifat khusus dari satu atau lebih pernyataan umum mengenai informasi
yang diketahui.
3. Masalah matematika adalah soal atau pertanyaan dimana siswa tidak dapat
menggunakan prosedur rutin untuk menentukan penyelesaiannya.
10

4. Penyelesaian masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk


merespon atau mengatasi halangan ketika suatu metode jawaban tampak
belum jelas.
5. Transformasi geometri adalah mengubah setiap koordinat titik (titik-titik dari
suatu bangun) menjadi koordinat lainnya pada suatu bidang dengan satu
aturan tertentu.
6. Suatu refleksi/pencerminan terhadap garis s adalah suatu fungsi M s yang
didefinisikan untuk setiap titik pada bidang V sebagai berikut:
1) M s ( B )=B, untuk B pada s
2) M s ( A )= A ' , untuk A di luar s sedemikian sehingga s adalah sumbu
AA '.
Selanjutnya, garis s dinamakan sumbu refleksi atau sumbu pencerminan atau
cermin.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penalaran Deduktif
1. Pengertian Penalaran
Istilah penalaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berasal dari kata dasar nalar, yaitu kegiatan yang memungkinkan seseorang
berpikir logis. Sedangkan penalaran sendiri menurut KBBI adalah hal
mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan
perasaan atau pengalaman. Sehingga penalaran dapat diartikan suatu proses
berpikir logis dengan dari beberapa fakta atau prinsip dan bukan dengan
perasaan dan pengalaman.
Pengertian penalaran banyak disebutkan oleh beberapa ahli. Lithner
(2008) menyebutkan penalaran adalah pemikiran yang diadopsi untuk
menghasilkan pernyataan dan mencapai kesimpulan pada pemecahan masalah
yang tidak selalu didasarkan pada logika formal sehingga tidak terbatas pada
bukti. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suriasumantri (2010) yang
mengatakan bahwa penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik
kesimpulan berupa pengetahuan.
Sedangkan Keraf (1982) mengatakan bahwa penalaran adalah proses
berpikir dengan cara menghubungkan fakta-fakta yang sudah ada untuk
memperoleh suatu kesimpulan. Pernyataan tersebut sejalan dengan Shadiq
dalam Sumartini (2015) yang berpendapat bahwa penalaran adalah suatu
proses atau suatu aktifitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa definisi penalaran yang telah dipaparkan,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir
untuk mendapatkan suatu kesimpulan berupa pengetahuan yang didapatkan
dari fakta-fakta atau pernyataan-pernyataan yang kebenarannya telah
dibuktikan sebelumnya. Sumarmo & Hendriana (2014) menyebutkan bahwa
secara garis besar penalaran matematik diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Secara umum, penalaran induktif

11
12

adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan data yang terbatas,


sedangkan penalaran deduktif adalah proses penarikan kesimpulan
berdasarkan aturan yang sudah disepakati. Penelitian ini hanya akan
membahas satu jenis penalaran yaitu penalaran deduktif.
2. Penalaran Deduktif
Bani (2011) mengatakan bahwa penalaran deduktif adalah proses
berpikir untuk menarik kesimpulan berupa suatu hal khusus yang didasari
dari hal umum atau hal yang kebenarannya sudah diasumsikan/dibuktikan
sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ramdani (2012) bahwa
penalaran deduktif merupakan proses penalaran dari pengetahuan maupun
pengalaman umum yang menuntun seseorang untuk memperoleh kesimpulan
yang bersifat khusus.
Sternberg dalam Wijayanti (2017) berpendapat bahwa penalaran
deduktif merupakan proses penalaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan
tertentu berkaitan dengan satu atau lebih pernyataan umum mengenai apa
yang diketahui. Pendapat tersebut didukung dengan pendapat Ayalon & Even
dalam Hermawan (2019) bahwa penalaran deduktif adalah proses pembuatan
kesimpulan dari informasi yang diketahui (premis) berdasarkan aturan logika
formal, dimana kesimpulannya berasal dari informasi yang diberikan dan
tidak perlu untuk memvalidasi dengan eksperimen.
Berdasarkan paparan sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa
penalaran deduktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang
bersifat khusus dari satu atau lebih pernyataan umum mengenai informasi
yang diketahui. Sumarmo & Hendriana (2014) menyebutkan bahwa nilai
kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan
tidak keduanya bersama-sama. Soemarmo & Hendriana (2014) juga
menyebutkan bahwa terdapat empat kegiatan yang termasuk dalam penalaran
deduktif, antara lain: (1) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau
rumus tertentu; (2) menarik kesimpulan logis (penalaran logis); (3) menyusun
pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan
induksi matematika; dan (4) menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus.
Dimana pada poin (1), yaitu kegiatan melaksanakan perhitungan berdasarkan
13

aturan atau rumus tertentu yang dimaksud, secara konseptual pada umumnya
tergolong berpikir matematik prosedural dan melaksanakan perhitungan rutin,
namun perhitungan yang dimaksudkan menggunakan permasalahan yang
tergolong sulit.
Rich & Thomas (2009:18) berpendapat bahwa proses pengambilan
kesimpulan secara deduktif memiliki tiga langkah, yaitu:
1) Making a general statement referring to a whole set or class of things,
artinya membuat pernyataan umum, yang mengacu pada keseluruhan
himpunan atau klasifikasi benda.
2) Making a particular statement about one or some of the members of the
set or class referred to the general statement, artinya membuat
pernyataan khusus tentang satu atau beberapa anggota himpunan atau
klasifikasi yang mengacu pada pernyataan umum.
3) Making a deduction that follows logically when the general statement is
applied to the particular statement, artinya membuat deduksi yang
dilakukan secara logis ketika pernyataan umum diterapkan pada
pernyataan khusus.
Sehingga indikator penalaran deduktif disajikan dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Indikator Penalaran Deduktif dalam Menyelesaikan Masalah Matematika


materi Refleksi pada Transformasi Geometri
Indikator dalam Menyelesaikan
Langkah Penalaran Masalah Matematika Materi
Deskripsi
Deduktif Relfeksi pada Transformasi
Geometri
Making a general statement Kegiatan siswa dalam Membuat pernyataan umum
referring to a whole set or membuat atau (rumus/ teorema/ definisi dsb)
class of things membuat pernyataan sebagai dasar
umum yang akan penyelesaian masalah matematika.
digunakan sebagai
dasar penyelesaian
masalah matematika
Making a particular Kegiatan siswa dalam Membuat pernyataan khusus yang
statement about one or some membuat pernyataan mengacu pada pernyataan umum
of the members of the set or khusus yang mengacu yang sudah disebutkan
class referred to the general pada pernyataan sebelumnya.
statement umum yang sudah
disebutkan
sebelumnya.
14

Lanjutan Tabel 2.1

Indikator dalam Menyelesaikan


Langkah Penalaran Masalah Matematika Materi
Deskripsi
Deduktif Relfeksi pada Transformasi
Geometri
Making a deduction that Kegiatan siswa dalam Membuat deduksi yang dilakukan
follows logically when the membuat deduksi yang secara logis ketika pernyataan umum
general statement is applied dilakukan secara logis diterapkan pada pernyataan khusus.
to the particular statement ketika pernyataan
umum diterapkan pada
pernyataan khusus.

2.2 Penyelesaian Masalah Matematika Materi Refleksi pada Transformasi


Geometri
1. Masalah Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masalah berarti
sesuatu yag harus diselesaikan (dipecahkan). Hal ini diperjelas oleh
pernyataan Bell dalam sari (2019) bahwa ciri-ciri suatu situasi yang dapat
digolongkan sebagai masalah bagi seseorang yaitu keadaan itu disadari, ada
kemauan untuk mengatasinya dan melakukannya, serta tidak segera dapat
ditemukan cara mengatasi situasi tersebut.
Sedangkan Hujodo dalam Sari (2019) mengatakan bahwa suatu soal
atau pertanyaan dalam matematika dikatakan sebagai masalah apabila tidak
terdapat aturan atau hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk
menemukan penyelesaian. Salim, dkk (2016) menyebutkan bahwa suatu soal
matematika disebut sebagai asalah bagi seorang siswa, jika:
a. Pertanyaan yang dihadapkan dapat dimengerti oleh siswa, namun
pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.
b. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan menggunakan prosedur
rutin yang telah diketahui siswa.
Dalam Hermawan (2019) Polya mengklasifikasikan jenis masalah
menjadi dua, yaitu:
15

1) Masalah menemukan (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau


mendapatkan nilai atau objek tertentu yang belum diketahui dalam soal
dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.
2) Masalah pembukytian (problem to prove), yaitu prosedur yang digunakan
dalam menentukan apakah pernyataa itu benar atau salah. Soal
pembukian terdiri dari hipotesis dan kesimpulan.
Berdasarkan paparan di atas, dalam penelitian ini masalah yang
dimaksudkan adalah soal atau pertanyaan dimana siswa tidak dapat
menggunakan prosedur rutin untuk menentukan penyelesaiannya. Maksud
dari kesimpulan yang disebutkan, siswa harus mengggunakan pemikiran
mendalam atau penalaran untuk dapat menemukan jawaban dari soal tersebut.
Dalam penelitian ini, masalah yang digunakan adalah masalah menemukan
(problem to find) dalam materi refleksi pada transformasi geometri.
2. Penyelesaian Masalah Matematika
Tafrilyanto dalam Hermawan (2019) menyebutkan bahwa
penyelesaian masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk
merespon atau mengatasi halangan ketika suatu metode jawaban tampak
belum jelas. Terdapat beberapa tahapan dalam menyelesaikan masalah
matematika menurut para ahli, salah satunya adalah tahapan Polya. Ada
empat tahapan dalam menyelesaikan masalah berdasarkan tahapan Polya
(1973), yaitu:
a. Memahami masalah
Siswa dapat memahami masalah jika siswamampu mengerti arti dari
setiap kata yangterdapat pada masalah. sehingga siswa dapatmengetahui apa
yang diketahui dan apa yangditanyakan. Siswa dapat mencari alternatif
penyelesaian untuk menyelesaian masalah tersebut dengan menuliskan pola,
grafikdan konsep yang ditanyakan.
b. Merencanakan penyelesaian
Sebelum merencanakan suatu penyelesaianmasalah yang pertama kali
harus diketahui adalah menghubungkan konsep yang ada pada masalah.Untuk
menyelesaikan masalah yang kompleks maka yang harus dilakukan adalah
menjadikan sub-sub masalah supaya lebih mudah untukmerencakan
16

penyelesaian. Dalam merencanakan penyelesaiakan siswa harus dapat


menghubungkan konsep yang ditanyakan pada masalah tersebut dengan
konsep yang dimiliki. Manfaat menghubungkan konsep tersebut untuk
memunculkan ide.
c. Melakukan rencana penyelesaian
Melakukan rencana penyelesaian harusdilakukan dengan teliti dalam
menuliskan setiaplangkah penyelesaian dalam melakukanperhitungan siswa
dituntut untuk teliti dan tekun supaya tidak mengalami kesalahan dan hasil
yang diperoleh sesuai dengan apa yang ditanyakan.
d. Mengecek kembali hasil penyelesaian
Pada tahap ini, siswa melakukan pengecekankembali setiap langkah
yang dilakukan, supayamengetahui apakah setiap langkah yangdilakukan
sudah benar ataukah masih adakesalahan.Dari beberapa penjelasan diatas
maka dapatdisimpulkan bahwa penyelesaian masalah adalahupaya seseorang
untuk menyelesaikan masalahdan menjadikan masalah sebagai
tantanganmenuju kesuksesan.
3. Materi Refleksi pada Transformasi Geometri
Transformasi geometri adalah mengubah setiap koordinat titik (titik-
titik dari suatu bangun) menjadi koordinat lainnya pada suatu bidang dengan
satu aturan tertentu. Misalnya, transformasi (T) terhadap titik P( x , y )
menghasilkan bayangan P ’(x ’ , y ’), operasi tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut :
P ( x , y ) → P' ( x ' , y ' )
Transformasi geometri pada bidang memiliki empat jenis
transformasi, antara lain: translasi (pergeseran), refleksi (pencerminan), rotasi
(perputaran) dan dilatasi (perubahan skala). Karena penelitian ini berfokus
pada transformasi geometri jenis refleksi, maka penulis hanya akan
mencantumkan lebih lanjut mengenai refleksi.
17

a. Definisi

Gambar 2.1 Definisi Refleksi/Pencerminan


Suatu refleksi/pencerminan terhadap garis s adalah suatu fungsi M s yang
didefinisikan untuk setiap titik pada bidang V sebagai berikut:
3) M s ( B )=B, untuk B pada s
4) M s ( A )= A ' , untuk A di luar s sedemikian sehingga s adalah sumbu
AA '.
Selanjutnya, garis s dinamakan sumbu refleksi atau sumbu pencerminan
atau cermin.
b. Sifat-sifat refleksi
Pada sistem koordinat kartesius, objek (titik, bidang, kurva lingkaran)
mempunyai bayangan dengan bentuk dan ukuran yang sama tetapi letak
berubah bila dicerminkan (dengan garis).
Sifat-sifat dari refleksi antara lain :
 Bangun (objek) yang dicerminkan (refleksi) tidak mengalami perubahan
bentuk dan ukuran.
 Jarak bangun (objek) dari cermin adalah sama dengan jarak bayangan
dengan cermin tersebut.
 Sudut yang dibentuk oleh cermin dengan garis yang menghubungkan
titik awal ke bayangannya adalah sudut siku-siku.
c. Konsep refleksi
Berdasarkan sifat pencerminan (pada cermin datar), jarak objek
dengan cermin sama dengan jarak bayangan objek tersebut ke cermin.
18

 Pencerminan terhadap titik asal (0 , 0)


Setiap pasangan titik dan banyangan mendefinisikan garis melalui titik
asal O(0,0). Jarak setiap titik ke titik asal sama dengan jarak banyangan titik
tersebut ke titik asal. Sebagai contoh, titik A berpasangan dengan titik B dan
jarak A ke O sama dengan jarak B ke O. Dengan demikian, titik O adalah
sebuah cermin.Pencerminan terhadap titik asal (0,0)adalahpencerminan yang
terbentuk jika titik P(a , b)dicerminkan terhadap/ke titik asal (0 , 0) maka
bayangannya adalah P ’(−a ,−b).
'
[ ] −a
Dituliskan, A a M O ( 0,0) A −b , dengan,
−a = −1 0 a
b → [] [ ][
−b 0 −1 b ][ ]
Dengan demikian pencerminan terhadap titik O ditunjukkan dengan
matriks

M O (0,0)= [−10 −10 ]


 Pencerminan terhadap sumbu x (atau y=0)
Secara umum, pencerminan titik A(a , b) terhadap sumbu x(garis
dengan persamaan y=0) akan menghasilkan koordinat bayangan A ' (a ' , b ' )
.Jika titik A(a , b) dicerminkan terhadap sumbu x(garis y=0) maka
bayangannya adalah A ’ (a ,−b).

Dituliskan, A [ ab ] M A ' [−ba ]


sumbux

Dengan [−ba ]=[10 −10 ][ ab ]


Dengan demikian pencerminan terhadap sumbu x ditunjukkan dengan
matriks .

M sumbux = [ 10 −10 ]
 Pencerminan terhadap sumbu y (garis x=0 )
Misalkan titik A(a , b) dicerminkan terhadap sumbu yatau garis
dengan persamaan x = 0 akan menghasilkan koordinat bayangan A ' (a ' , b ' ).
Jika titik A(a , b) dicerminkan terhadap sumbu y (garis x=0) maka
bayangannya adalah A ’ (−a , b).
19

a −1 0
[] −a
Dituliskan A b M sumbuy 0 1 A ' b [

] [ ]
Dengan [−ab]=[−10 01][ ab ]
 Pencerminan terhadap garis y=x
Jika titik A(a , b) dicerminkan terhadap garis y=x) maka bayangannya
adalah A ’ (b , a).

[ ab ] M A ' [ba]
Dituliskan A

y= x

b 0 1 a
Dengan [ ]=[
a 1 0 ][b ]
Dengan demikian pencerminan terhadap garis y=x ditunjukkan
dengan matriks

M y=x = 0 1
[ ]
1 0
 Pencerminan terhadap garis y=−x
Jika titik A(a , b) dicerminkan terhadap garis y=−x) maka
bayangannya adalah A ’ (−b ,−a).

[ ab ] M A ' [−b
Dituliskan A
−a ]

y= x

−b 0 −1 a
Dengan [ ]=[
−a −1 0 ][ b ]
Dengan demikian pencerminan terhadap garis y=−xditunjukkan
dengan matriks

M y=x = 0 −1
[
−1 0 ]
 Pencerminan terhadap garis x=h
Jika titik A(a , b) dicerminkan terhadap garisx=h) maka bayangannya
adalah A ’ (2 h−a , b).

Dituliskan A [ ab ] M →
y= x A ' 2 h−a
[ b ]
 Pencerminan terhadap garis y=k
20

Jika titik A(a , b) dicerminkan terhadap garis y=k) maka bayangannya


adalah A ’ ( x , 2 k− y ).

Dituliskan A [ ab ] M

y= x A' [2 ka− y ]
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Ayalon, Michal & Even, R. 2008. Deductive Reasoning : In The Eye Of The
Beholder. Educ Stud Math. 69:235–247.
Bani, A. .2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan penalaran
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Penemuan
Terbimbing. Edisi Khusus No.1 Agustus 2011, 12-20
Bell, F. H.1978.Teaching and Learning Mathematics in Secondary School. New
York: Wm. C. Brown Company Publisher.
Depdiknas. Peraturan tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP No.
506/C/Kep/PP/2004 Tanggal 11 November 2004. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen Depdiknas, 2004.
Haryono, Didi, Filsafat Matematika, Bandung: ALFABETA, 2014.
Hermawan, M. Y. 2019. Profil Penalaran Deduktif Siswa SMA dalam
Menyelesaikan Masalah Trigonometri ditinjau dari Kecerdasan Logis
Matematis. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan
Herrdiansyah, H. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salmba Humanik.
Hollerbrands, K. 2003. High school students’ understandings of geometric
transformation in the context of technological environment. Journal of
Mathematics Behavior, 22, 55 - 72
Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK, Dirjen Dikti,
Depdikbud.
Lithner, Johan. 2008. A Research Framework for Creative and Imitative
Reasoning. Education Study Mathematic. Vol. 67, No. 3, March 2008.
255-267
Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya.

21
22

Mashingaidze, S. 2012. The Teaching of Geometric (Isometric) Transformations


at Secondary School Level: What Approach to Use and Why?.Asian
Social Science, Vol. 8, No 15
Miles, M.B. & Huberman, A. M. 1994. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan
Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Press.
OECD., PISA-2015-Results-In-Focus. 2016.
Polya, G.1973.How To Solve It, Second Edition. New Princetion : University
Press.
Ramdani, Y. 2012. Pengembangan Instrumen dan Bahan Ajar untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Koneksi
Matematis dalam Konsep Integral. Jurnal Penelitian Pendidikan,
13(1), 44-52
Rich, Barnett & Thomas, Christopher. Schaum’s outlines Problem Solved.
Geometry fourth Editioan. New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc, 2009.
Sari, A. P. I. 2019. Analisis Penalaran Deduktif atau Induktif Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika ditinjau dari Adversity Quotient.
Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Soemarmo, U.& Hendriana, H. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika.
Bandung: PT Refika Aditama
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sumartini, T. S.2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. MOSHARAFA: Jurnal
Pendidikan Matematika, 5(1), 1-10
Suriasumantri, J. S. 2010.Filsafat ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tafrilyanto, C. F. 2015. Profil Berpikir Siswa SMA Dalam Pemecahan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent Dan Field
Independent. Surabaya: UNESA.
Wardhani, Sri dan Rumiati. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP:
Belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
23

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK)


Matematika Kementerian Pendidikan Nasional, 2011.
Zulaikah, Siti. 2015. Silogisme Matematik Hubungannya dengan Proses
Pembelajaran Berpikir Tingkat Tinggi. Skripsi tidak diterbitkan.
Semarang: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
24

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif. Moleong (2005:6) menuliskan, “penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”
Sugiyono (2016:19) juga mengungkapkan, “penelitian kualitatif tidak melakukan
generalisasi tetapi lebih menekankan ke dalam informasi sehingga sampai pada
tingkat makna, yaitu data dibalik yang tampak.” Hal tersebut sejalan dengan yang
dikatakan Herdiansyah (2012:9), “penelitian dengan menggunakan pendekatan
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-
lain tanpa melakukan generalisasi terhadap apa yang didapat dari hasil penelitian.”
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Arikunto (2010:3)
mengatakan “penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.”
Jadi pada penelitian ini, peneliti mengkaji keadaan alamiah siswa yang
berhubungan dengan penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan masalah
refleksi pada transformasi geometri dengan mengumpulkan informasi dari subjek
penelitian. Data kualitatif pada penelitian ini adalah hasil jawaban siswa dari teks
soal refleksi pada transformasi geometri yang berbentuk uraian dan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap siswa. Selanjutnya akan dilakukan
analisis terhadap hasil jawaban serta hasil wawancara terhadap siswa agar dapat
mendeskripsikan secara detail mengenai penalaran deduktif yang dimiliki siswa
tersebut.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan masalah refleksi
pada transformasi geometri akan dilaksanakan di SMA Panjura Malang yang
25

terletak di Jl. Kelud No. 9, Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa
Timur. Proses pengambilan data dilakukan pada siswa kelas XI MIPA SMA
Panjura Malang. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 17Maret sampai
31Maret 2020 pada semester genap tahun ajaran 2019/2020
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 1 SMA
Panjura Malang. Penentuan subjek dilakukan saat peneliti mulai memasuki lokasi
penelitian dan selama penelitian berlangsung. Hal ini dilakukan untuk memilih
siswa tertentu yang dipertimbangkan dapat memberikan data yang diperlukan
peneliti.
Pemilihian subjek penelitian dilakukan dengan cara memberikan lembar
tes berupa masalah matematika materi refleksi pada siswa. selanjutnya siswa
menyelesaikan tes penalaran deduktif secara individu. Apabila siswa tersebut
menuliskan penyelesaian secara rinci dan jelas, siswa tersebut menjadi calon
subjek penelitian. Secara umum. Langkah-langkah pemilihan subjek terdapat pada
Gambar 3.1.
26
27

Gambar 3.1 Langkah-langah Pemilihan Subjek

Peneliti melaksanakan wawancara pada setiap subjek yang telah terpilih.


Maka dari itu, peneliti juga mempertimbangkan kemampuan komunikasi lisan
subjek penelitian berdasarkan masukan dari guru matematika kelas tersebut.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
penalaran deduktif masing-masing siswa yang memiliki kemampuan matematika
tinggi, sedang dan rendah. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data Hasil Tes
Penelitian ini mengkaji penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan
masalah refleksi pada transformasi geometri. Pengumpulan data dilakukan dengan
memberikan masalah matematika yang berupa penyelesaian masalah refleksi
kepada siswa untuk diselesaikan. Dalam proses penyelesaian masalah, siswa
menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah tersebut. peneliti tidak
melakukan intervensi terhadap penyelesaian masalah dari siswa karena penelitian
ini mengungkap penalaran deduktif siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika. Hasil penyelesaian dan ungkapan yang dilakukan oleh subjek
penelitian digunakan sebagai data untuk mendeskripiskan penalran deduktif siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika materi relfeksi pada transformasi
geometri.
2. Wawancara Semi Terstruktur
Setelah subjek penelitian menyelesaikan lembar tes penalaran deduktif,
peneliti melakukan wawancara kepada subjek penelitian. Wawancara secara garis
besar diarahkan untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan siswa ketika
menyimpulkan sesutau atau mengambil suatu langkah. Oleh karena itu,
wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur, yaitu menemukan
informasi yang tidak baku untuk lebih mendalami suatu masalah yng perlu
menekankan pada penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran
kembali, atau pendekatan baru. Pada saat wawancara, penliti memberika
pertanyaan-pertanyaan untuk menkonfimasi kebenaran asumsi peneliti terhadap
28

penalaran deduktif subjek penelitian mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan


subjek penelitian pada setiap langkah penalaran deduktif.
3.5 Instrumen Penelitian
Penelitian inimenggunakan 2 jenis instrumen, yaitu instrumen utama dan
instrumen pendukung. Instrumen utamanya adalah peneliti sendiri dan instrumen
pendukungnya antara lain berupa soal tentang refleksi.
1. Instrumen utama
Seperti yang dikatakan Sugiyono pada bukunya, instrumen utama dalam
penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument
berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data dan membuat kesimpulan atas temuannya. (Sugiyono, 2016:306-307)
2. Instrumen pendukung
Pada penelitian ini, instrumen pendukungnya merupakan soal pemecahan
masalah tentang refleksi yang terdiri dari dua soal, pedoman wawancara serta
lembar validasi instrumen penelitian.
3.6 Keabsahan Data
Data yang diperoleh melalui tes tertulis dan wawancara tersebut diuji
kredibilitasnya dan keabsahan data dengan triangulasi sumber. Sugiyono (2016)
mengatakan bahwa triangulasi sumber adalah usaha pengecekan derajat
kepercayaan data penelitian berdasarkan beberapa sumber pengumpulan data.
Pada penelitian ini triangulasi sumber, artinya membandingkan hasil tes tertulis
dan wawancara dari subjek satu dengan subjek lain. Jika terdapat banyak
kesamaan data antara kedua sumber, maka data dikatakan valid. Jika data tersebut
menunjukkan kecenderungan berbeda, maka dibutuhkan sumber ketiga sehingga
ditemukan banyak kesamaan antara kedua sumber atau data valid. Selanjutnya,
data valid tersebut dianalisis untuk mendeskripsikan penalaran deduktif siswa
dalam menyelesaikan masalah refleksi pada transfoemasi geometri.
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, proses analisis data dilakukan dengan langkah-
langkah yang mengacu pada teknik analisis data model interaktif yang
29

dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1994). Untuk penjelasan dari masing-
masing langkah-langkah adalah sebagai berikut.
1. Mereduksi Data
Mereduksi data merupakan serangkaian proses kegiatan yang tak terpisah
dari analisis. Kegiatan reduksi data diantaranya meliputi menyeleksi,
memfokuskan, dan menyederhanakan data yang diperoleh. Dari semua data
terkumpul, yaitu berupa hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan lembar tes
penalaran dediuktif dan hasil wawancara dari masing-masing subjek penelitian,
selanjutnya direduksi sehingga peneliti dapat membuat suatu kesimpulan yang
dapat diterima dan dipertanggungjawabkan.
2. Menyajikan Data
Penyajian data merupakan tahapan penting berikutnya dalam analisis
setelah reduksi data dilakukan. Penyajian data ini dimaksudkan sebbagai sususnan
informaso-informasi secara runtut dan jelas yang memungkinkan dapat digunakan
peneliti sebagai dasar dalam pengambilan suatu kesimpulan. Dari hasil reduksi
data yang terkumpul dapat disajikan suatu data salam bentuk teks naratif.
3. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan tahapan penting berikutnya dalam
analisis setelah penyajian data. Mulai dari awal pengumpulan data, peneliti
menyimpan dugaan-dugaan dan selanjutnya memverifikasi dugaan-dugaan
tersebut sehingga diperoleh keterangan-keterangan (data) baru, dan pada akhirnya
diambil suatu kesimpulan berdasarkan semua data yang telah diperolehnya.
Penarikan kesimpulan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan makna data
yang telah disajikan.
3.8 Prosedur Penelitian
Tahapanyang dilakukan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Studi pendahuluan, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Mengurus perizinan kepada pihak sekolah.
b. Pengumpulan data awal.
2. Tahap persiapan, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Menyusun rancangan penelitian.
30

b. Menyiapkan instrumen yang diperlukan.


c. Melakukan validasi instrumen.
3. Tahap pelaksanaan sekaligus analisis data, meliputi kegiatan sebagai
berikut:
a. Pemberian soal pemecahan masalah pada siswa.
b. Melakukan observasi pada siswa di dalam kelas.
c. Menganalisis data hasil pengerjaan soal, dan observasi dengan teknik
analisis data yang sudah dijelaskan sebelumnya.
d. Memilih subjek untuk sampel dari hasil analisis data pertama.
e. Melakukan wawancara terstruktur dengan beberapa subjek yang sudah
terpilih.
f. Menganalisis data hasil wawancara dengan teknik analisis data yang
sudah dijelaskan sebelumnya.
g. Apabila belum menemukan kesimpulan yang kredibel maka peneliti
kembali memilih subjek untuk menambah bukti dalam penarikan
kesimpulan. Apabila data sudah dirasa cukup maka peneliti menarik
kesimpulan akhir terhadap penelitian ini.
4. Tahap Pelaporan
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua data yang diteliti kemudian
menyusun kedalam betuk laporan.
31

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Ayalon, Michal & Even, R. 2008. Deductive Reasoning : In The Eye Of The
Beholder. Educ Stud Math. 69:235–247.
Bani, A. .2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan penalaran
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Penemuan
Terbimbing. Edisi Khusus No.1 Agustus 2011, 12-20
Bell, F. H.1978.Teaching and Learning Mathematics in Secondary School. New
York: Wm. C. Brown Company Publisher.
Depdiknas. Peraturan tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik SMP No.
506/C/Kep/PP/2004 Tanggal 11 November 2004. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen Depdiknas, 2004.
Haryono, Didi, Filsafat Matematika, Bandung: ALFABETA, 2014.
Hermawan, M. Y. 2019. Profil Penalaran Deduktif Siswa SMA dalam
Menyelesaikan Masalah Trigonometri ditinjau dari Kecerdasan Logis
Matematis. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan
Herrdiansyah, H. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salmba Humanik.
Hollerbrands, K. 2003. High school students’ understandings of geometric
transformation in the context of technological environment. Journal of
Mathematics Behavior, 22, 55 - 72
Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: P2LPTK, Dirjen Dikti,
Depdikbud.
Lithner, Johan. 2008. A Research Framework for Creative and Imitative
Reasoning. Education Study Mathematic. Vol. 67, No. 3, March 2008.
255-267
Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
32

Mashingaidze, S. 2012. The Teaching of Geometric (Isometric) Transformations


at Secondary School Level: What Approach to Use and Why?.Asian
Social Science, Vol. 8, No 15
OECD., PISA-2015-Results-In-Focus. 2016.
Polya, G.1973.How To Solve It, Second Edition. New Princetion : University
Press.
Ramdani, Y. 2012. Pengembangan Instrumen dan Bahan Ajar untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Koneksi
Matematis dalam Konsep Integral. Jurnal Penelitian Pendidikan,
13(1), 44-52
Rich, Barnett & Thomas, Christopher. Schaum’s outlines Problem Solved.
Geometry fourth Editioan. New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc, 2009.
Sari, A. P. I. 2019. Analisis Penalaran Deduktif atau Induktif Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika ditinjau dari Adversity Quotient.
Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Soemarmo, U.& Hendriana, H. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika.
Bandung: PT Refika Aditama
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sumartini, T. S.2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. MOSHARAFA: Jurnal
Pendidikan Matematika, 5(1), 1-10
Suriasumantri, J. S. 2010.Filsafat ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Tafrilyanto, C. F. 2015. Profil Berpikir Siswa SMA Dalam Pemecahan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent Dan Field
Independent. Surabaya: UNESA.
Wardhani, Sri dan Rumiati. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP:
Belajar dari PISA dan TIMSS. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK)
Matematika Kementerian Pendidikan Nasional, 2011.
33

Zulaikah, Siti. 2015. Silogisme Matematik Hubungannya dengan Proses


Pembelajaran Berpikir Tingkat Tinggi. Skripsi tidak diterbitkan.
Semarang: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Anda mungkin juga menyukai