Anda di halaman 1dari 18

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MAHASISWA

MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING


Ririn Dwi Agustin

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis


Berdasarkan hasil penilain yang dilakukan dengan peneliti selaku dosen pendidikan
matematika dna pengampu matakuliah metode numerik kelas 2013A, kemampuan
penalaran mahasiswa tersebut masih tergolong kurang.

2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis


Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah logika berpikir mahasiswa. Pada
waktu perkuliahan mata kuliah metode numerik mahasiswa belum terlalu paham
dengan materi yang disampaikan. Oleh karena itu, butuh beberapa kali pertemuan
dalam menjelaskan suatu materi agar siswa benar- benar paham. Selain itu, dosen juga
perlu menerapkan model atau pendekatan pembelajaran yang cocok dengan
karakteristik mahasiswa agar kemampuan penalaran mahasiswa bisa meningkat dalam
pembelajaran matematika.

3. Solusi
Menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan problem solving

4. Mengapa
Dengan menggunakan pendekatan ini, mahasiswa akan lebihbertanggung jawab dan
terlibat secara langsung dalam pemecahan masalah dengan merumuskan dan
memecahkan masalah mereka sendiri, atau dengan menulis kembali masalah dalam
kata-kata sendiri guna memudahkan pemahaman

5. Teori
Shurter dan Pierce dalam Purnamasari (2014: 4) berpendapat bahwa istilah penalaran
diterjemahkan dari reasoning yang didefinisikan sebagai proses pencapaian
kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Suparno dkk (2006: 41)
mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan logis untuk
memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan).
Pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) dalam dunia pendidikan
dikenal pertama kali oleh John Dewey. Menurut John Dewey dalam Rohmah (2011:
8) “masalah adalah suatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti”. Teori ini
timbul karena kurikulum pembelajaran dibuat sedemikian rupa yang tujuan
sebenarnya adalah untuk memecahkan masalah yang ada dan berkaitan dengan
“keperluan serta interest” yang berkembang pada suatu waktu tertentu. Secara garis
besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut Polya dalam Tarigan (2012: 18)
adalah sebagi berikut:
1. Tahap Pemahaman Masalah (Understanding the Problem)
2. Tahap Perencanaan Cara Penyelesaian (Devising a Plan)
3. Tahap Pelaksanaan Rencana (Carrying Out the Plan)
4. Tahap Peninjauan Kembali (Looking Back)

6. Metode
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek
dalam penelitian ini adalah 3 siswa yang terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 1
siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Pengambilan data
dilakukan dengan memberikan soal Tes Pemecahan Masalah (TPM) kepada ketiga
subjek tersebut. Setelah itu dilakukan wawancara kepada setiap subjek.

7. Hasil
Berdasarkan analisis data didapatkan kesimpulan bahwa kemampuan penalaran siswa
yang berkemampuan tinggi dan sedang berkriteria baik, sedangkan siswa yang
berkemampuan rendah berkriteria cukup.

8. Daftar pustaka
Agustin, Ririn Dwi. 2016. Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa melalui
Pendekatan Problem Solving. JURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 5,
No. 2, Agustus 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS
SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Tina Sri Sumartini

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis


Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil-hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan
bahwa kemampuan penalaran matematis siswa belum sesuai dengan yang diharapkan.
Wahyudin (dalam Usniati, 2011) menemukan bahwa salah satu kecenderungan yang
menyebabkan siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam
matematika yaitu siswa kurang memahami dan menggunakan nalar yang baik dalam
menyelesaikan soal yang diberikan. Begitu juga dengan pendapat Rosnawati (2011) yang
mengemukakan bahwa rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai oleh peserta
didik Indonesia adalah dalam domain kognitif pada level penalaran yaitu 17%.

2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis


Kemampuan penalaran matematis kurang dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap
pembelajaran matematika. Pembiasaan tersebut harus dimulai dari kekonsistenan guru
dalam mengajar terutama dalam pemberian soal-soal yang non rutin.

3. Solusi
Menerapkan pembelajaran berbasis masalah

4. Mengapa
Menurut Arends (2008: 43) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir,
keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya.

5. Teori
Shurter dan Pierce dalam Purnamasari (2014: 4) berpendapat bahwa istilah penalaran
diterjemahkan dari reasoning yang didefinisikan sebagai proses pencapaian
kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Suparno dkk (2006: 41)
mendefinisikan penalaran adalah proses berpikir sistematik dan logis untuk
memperoleh sebuah simpulan (pengetahuan atau keyakinan).
Turmudi (2008) menyatakan bahwa penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak
seperti halnya kebiasaan yang lain yang harus dikembangkan secara konsisten dengan
menggunakan berbagai macam konteks.

6. Metode
Penelitian ini adalah kuasi eksperimen yang menerapkan dua pembelajaran yaitu
pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa di salah satu SMK di Kabupaten Garut. Pengambilan
sampel dilakukan secara purposive sampling, dan diperoleh dua kelas sebagai sampel
penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan penalaran
matematis.

7. Hasil
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis
masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

8. Daftar pustaka
Sumartini. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah. JPM Vol 5 No. 1 April 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA SMK KELAS X


MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION (RME)
Nindia Pramusinta, Sri Rejeki

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis


Rendahnya penalaran siswa dapat diamati dari: (1) siswa yang dapat menyajikan
pernyataan matematika secara tulisan dalam bentuk model sebanyak 6 siswa
(28,57%); (2) siswa yang dapat menarik kesimpulan jawaban dari permasalahan yang
ada sebanyak 8 siswa (38,10%); (3) siswa yang dapat menganalisis situasi matematis
dengan menggunakan pola dan hubungan sebanyak 5 siswa (23,81%). Ketika
kemampuan penalaran matematika siswa kurang, maka siswa dianggap belum
menguasai materi yang diajarkan oleh guru.

2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis


Banyak siswa mengeluhkan tentang pelajaran matematika yang sulit dipahami.
Ketidaksukaan siswa terhadap matematika dimungkinkan mempengaruhi kemampuan
siswa dalam mengerjakan permasalahan matematika.

3. Solusi
Menerapkan pembelajaran dengan pendekatan RME

4. Mengapa
Daryanto [2] menyatakan bahwa konsep Realistic Mathematics Education sejalan
untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia di mana di dalamnya
didominasi oleh permasalahan peningkatan pemahaman dan pengembangan daya
nalar.

5. Teori
Penalaran menurut Surajiyo [14] merupakan satu dari beberapa proses pemikiran yang
paling umum untuk membuat pernyataan baru dari pernyataan lain yang telah
diketahui, kemudian dijadikan kesimpulan. Secara etimologi, Tinggih dalam
Suherman [10] mengartikan matematika sebagai ilmu pengetahuan dengan
menggunakan penalaran.
Daryanto [2] menyatakan bahwa konsep Realistic Mathematics Education sejalan
untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia di mana di dalamnya
didominasi oleh permasalahan peningkatan pemahaman dan pengembangan daya
nalar. Sementara itu, menurut Lestari [5] RME menempatkan realitas dan pengalaman
siswa sebagai titik awal pembelajaran. Jika siswa mampu membayangkan apa yang
dipelajari maka siswa mampu bernalar, sehingga dengan mudah siswa mengerti apa
yang disampaikan oleh guru.

6. Metode
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan selama
2 siklus. Subjek penerima tindakan adalah siswa kelas X TKR 4 SMK
Muhammadiyah 01 Boyolali sejumlah 21 siswa. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui observasi, catatan lapangan, tes dan
dokumentasi.
7. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan penalaran matematika
siswa. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya setiap indikator kemampuan penalaran
matematika yang meliputi: 1) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara
tulisan dalam bentuk model dari 28,57% meningkat menjadi 90% 2) kemampuan
menarik kesimpulan jawaban dari permasalahan yang ada sebanyak 38,10%
meningkat menjadi 70% dan 3) kemampuan menganalisis situasi matematis dengan
menggunakan pola dan hubungan yang awalnya sebanyak 23,81% meningkat menjadi
65%. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) dalam pembelajaran matematika dapat
meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

8. Daftar pustaka
Pramusinta, Nindia. 2017. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa
SMK Kelas X Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematic
Education (RME). Seminar Nasional Pendidikan Matematika ISSN : 2528-4630

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA


MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
Indah Lestari1, Rully Charitas Indra Prahmana1, dan Wiwik Wiyantil

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muharom (2014) yangmenyatakan
bahwa kemampuan penalaran matemastis siswa masih kurang dikembangkan dengan
baik. Selanjutnya, Permana dan Sumarmo (2007) berpendapat bahwa kemampuan
penalaran matematis siswa melalui pembelajaran biasa tergolong kurang. Oleh karena
itu, peneliti mengidentifikasi bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih
rendah.

2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis


Kurangnya melibatkan siswa secara aktif.
3. Solusi
Menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
(PMR)

4. Mengapa
PMR adalah salah satu pendekatan yang sesuai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran

5. Teori
Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan memahami pola hubungan di
antara dua objek atau lebih berdasarkan aturan, teorema, atau dalil yang telah terbukti
kebenarannya (Kusumah, 2011). Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
atau di Indonesia dikenal dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970-an oleh
sekelompok ahli matematika dari Institute Frudenthal dengan berlandaskan pada
filosofi matematika sebagai aktivitas manusia (Hadi, 2005). Selanjutnya, Wijaya
(2012) mengatakan bahwa suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah
(soal) yang ada di dunia nyata, namun masalah (soal) yang dapat dibayangkan oleh
siswa.

6. Metode
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan non-equivalent control
group designyang dilaksanakan di salah satu SMP Swasta kelas VII di Tangerang.
Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes yang telah valid berupa soal tes awal
dan tes akhir yang berbentuk uraian dengan reliabilitas kategori tinggi.

7. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan rata-rata N-
Gain kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran
matematika dengan pendekatan pendidikan matematika realistik dankelas yang
memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional. Rata-rata N-
Gain kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
matematika dengan pendekatan pendidikan matematika realistik lebih tinggi
dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika
dengan pendekatan konvensional.
8. Daftar pustaka
Lestari, 2016. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Menggunakan
Pendekatan PMRI. Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar UHAMKA Press

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA


MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN MODEL LEARNING CYCLE 7E (LC 7E)
PADA POKOK BAHASAN PENYAJIAN DATA DAN PELUANG DI KELAS X MIA-
1 SMA NEGERI 9 JAKARTA
Yulita Venesia, Anton Noornia, Tri Murdiyanto

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis


Hasil rata-rata tes pra penelitian siswa kelas X MIA-1 yaitu 31,4, oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa kelas X MIA-1
masih sangat kurang dan perlu ditingkatkan.

2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis


Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa
ialah dalam proses pembelajaran matematika

3. Solusi
Menerapkan pembelajaran model pembelajaran yaitu learning cycle 7e. Model ini
terdiri dari tujuh fase yaitu elicit, engage, explore, explain, elaborate, evaluate and
extend.

4. Mengapa
Model learning cycle terdiri dari 7 tahap yaitu elicit, engage, explore, explain,
elaborate, evaluate dan extend, masing-masing tahapan dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematis siswa dalam proses pembelajaran.
5. Teori
Penalaran merupakan suatu kegiatan , suatu proses atau suatu aktifitas berpikir untuk
menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan
pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau dirumuskan
sebelumnya (Shadiq, 2004). Math Glossary (dalam Enika, 2011) mathematical
reasoning thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It
involves being to identify what is important and unimportant in solving a problem and
to explaine or justify a solution”.
Model pembelajaran learning cycle awalnya hanya terdiri dari tiga fase kemudian
perkembangan berkembang menjadi 5E hingga learning cycle berkembang kembali
menjadi tujuh fase.yaitu Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan
Extend. . (Einsekraft, 2003)

6. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang
dilaksanakan dalam tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Setiap siklus menggunakan
pembelajaran model learning cycle 7e. Siswa juga diberikan tes akhir pada setiap
siklus untuk mengukur peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.
Penelitian ini berlangsung dari bulan April hingga Mei 2016 di kelas X MIA-1 SMA
Negeri 9 Jakarta tahun ajaran 2015/1016 dengan jumlah siswa 36 orang.

7. Hasil
Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model
learning cycle 7e dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada
materi penyajian data dan peluang. Hal tersebut ditunjukan berdasarkan hasil
pengamatan pada aktivitas pembelajaran matematika dengan model learning cycle 7e.
selain itu, meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa ditunjukan dengan
adanya peningkatan nilai rata-rata tes akhir siklus. Rata-rata nilai tes akhir
kemampuan penalaran matematis siswa kelas X MIA-1 pada siklus I adalah 53,48
termasuk dalam kriteria C+, kemudian pada siklus II meningkat menjadi 68,03
termasuk dalam kriteria B dan pada siklus III meningkat menjadi 80,22 termasuk
dalam kriteria B+. Kemudian jumlah siswa dengan nilai kemampuan penalaran
matematis mencapai atau melebihi 75 juga mengalami peningkatan. Siklus I sebanyak
10,34% siswa, pada siklus II meningkat menjadi 24,24% siswa dan pada siklus III
meningkat menjadi 84,37% siswa.

8. Daftar pustaka
Venesia, Yulita,. Noornia, Anton,. Murdiyanto, Tri,. 2017. Upaya Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Model
Learning Cycle 7e (lc 7e) pada Pokok Bahasan Penyajian Data dan Peluang di
Kelas X MIA-1 SMA Negeri 9 Jakarta . Vol 1 No 1 (2017): Jurnal Riset
Pembelajaran Matematika Sekolah

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI


PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
Hasratuddin

1. Rendahnya kemampuan berpikir kritis


Hasil wawancara terhadap guru matematika yang bersangkutan, diperoleh beberapa
informasi penting, antara lain; kemampuan kognitif matematika siswa pada umumnya
rendah.

2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran matematis


Salah satu faktor yang mengakibatkan kurangnya kemampuan siswa dalam
matematika antara lain disebabkan cara mengajar yang dilakukan guru masih
menggunakan pembelajaran konvensional,

3. Solusi
Menerapkan pembelajaran RME

4. Mengapa
Pengajaran yang dilakukan tidak hanya bertujuan agar siswa mudah memahami
pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi harus dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa yang baik. Salah satu pembelajaran yang mengacu pada proses
pembelajaran yang memuat unsur konstruktif, interaktif dan reflektif adalah
pembelajaran matematika realistik, yang di negeri asalnya, Belanda, disebut Realistic
Mathematics Education (RME)

5. Teori
Adapun filosofi yang mendasari pembelajaran matematika realistik adalah bahwa
matematika dipandang sebagai aktivitas manusia (Freudenthal,1991; Treffers &
Goffre, 1985; Gravemeijer, 1994; Moor, E. 1994; de Lange, 1996). Sehingga
matematika tersebut harus tidak diberikan kepada siswa dalam bentuk ‘hasil-jadi’,
melainkan siswa harus mengkonstruk sendiri isi pengetahuan melalui penyelesaian
masalah-masalah kontekstual secara interaktif, baik secara informal maupun secara
formal, sehingga mereka menemukan sendiri atau dengan bantuan orang dewasa/guru
(guided reinvention), apakah jawaban mereka benar atau salah.

Kemampuan berpikir kritis yang baik dapat membentuk sikap-perilaku yang rasional.
Jadi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis sangat perlu dan urgen untuk
dikembangkan terlebih pada masa sekarang yang penuh dengan permasalahan-
permasalahan atau tantangan-tantangan hidup.
6. Metode
Jenis penelitian adalah quasi-ekperimen. Populasi penelitian adalah siswa SMP di
Kota Medan, dengan sampel siswa kelas VIII yang diambil secara acak kelas dari
sekolah peringkat tinggi, sedang dan rendah berdasarkan perolehan nilai Ujian
Nasional Tahun 2008 yang dikeluarkan Diknas. Instrumen penelitian terdiri dari tes
berpikir kritis matematika bentuk uraian. Analisis data dengan menggunakan teknik
deskriptif kualitatif, Mann-Whitney U, uji-T, ANOVA dan uji Post Hoc.

7. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa antara yang diberi pendekatan matematika realistik dengan
pembelajaran biasa, 2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa berdasarkan peringkat sekolah, 3) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa berdasarkan gender, 4) tidak terdapat interaksi antara pendekatan
pembelajaran dengan peringkat sekolah terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa, 5) tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gender
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, dan 6) siswa memiliki respon
yang positif terhadap pembelajaran matematika realistik. Secara umum, melalui
pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa. Dengan demikian, yang menjadi saran atas hasil penelitian ini adalah
pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik dapat
diimplementasikan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
dengan tidak harus membedakan peringkat sekolah dan gender.
8. Daftar pustaka
Hasratuddin. 2010. MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK. Jurnal
Pendidikan Matematika Volume 4. No.2 Desember 2010

PENGARUH PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA


TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MATERI
UNTUNG DAN PERSENTASE UNTUNG
Ayudia Permata Sari

1. Rendahnya pemahaman konsep


Dari 3 kali ulangan diperoleh data bahwa nilai ulangan harian siswa tersebut rendah
atau kurang dari kriteria ketuntasan minimal (82,76%). Berdasarkan data tersebut
terlihat bahwa kebanyakan peserta didik tidak memiliki kesiapan individu dalam
memahami konsep secara mendalam

2. Penyebab rendahnya pemahaman konsep


Mereka terbiasa menerima berbagai macam rumus. banyak guru yang tidak
menerapkan penurunan rumus. Hal ini dikarenakan hanya rumus jadi yang disajikan,
sehingga siswa hanya bisa mencari rumus tersebut.

3. Solusi
Menerapkan pembelajaran PMRI

4. Mengapa
PMRI merupakan salah satu pendekatan yang menggiring siswa memahami konsep
matematika dengan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari mereka

5. Teori
Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditujukan siswa dalam memahami
konsep dan dalam prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat.
Secara teorinya PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) atau RME
(Realistic Mathematics Education) adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari
hal-hal yang „real‟ atau pernah dialami siswa, menekankan ketrampilan proses doing
mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas
sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) sebagai kebalikan dari
(teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk
menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
6. Metode
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu menggunakan rancangan penelitian
The One-Shot Case Study yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
pendidikan matematika realistik Indonesia terhadap pemahaman konsep siswa pada
materi untung dan persentase untung di kelas VII SMP Negeri 9 Palembang.Subjek
penelitian ini adalah kelas VII.5 SMP Negeri 9 Palembang tahun akademik 2013/2014
yang berjumlah 29 siswa. Pengumpulan dan analisis data mengenai pemahaman
konsep siswa ini berupa tes yang berisi soal-soal untung dan persentase untung yang
telah disesuaikan dengan indikator pemahaman konsep siswa. Tes dilaksanakan
sesudah menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(Posttest).
7. Hasil
Berdasarkan analisis data hasil penelitian, diperoleh nilai thitung adalah 23,71,
sedangkan ttabel adalah 1,70. Dengan demikian thitung lebih besar dibandingkan
ttabel, sehingga H0 ditolak, dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh pendidikan matematika realistik Indonesia terhadap pemahaman konsep
siswa pada materi untung dan persentase untung di kelas VII SMP Negeri 9
Palembang.
8. Daftar pustaka
Sari, Ayudia Permata. 2014. PENGARUH PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIK INDONESIA TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA
MATERI UNTUNG DAN PERSENTASE UNTUNG. Jurnal Pendidikan Matematika
Volume 8. No.2 2014

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS


PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA
MATERI VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR YANG MENDUKUNG
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DI SMP
Rohati

1. Rendahnya kemampuan komunikasi


Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 meletakkan
Indonesia pada peringkat bawah 10 besar, dari 65 negara peserta PISA. Rudiyanto &
Waluya (2010) menyatakan bahwa rendahnya hasil prestasi siswa di bidang
matematika

2. Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi


LKS hanya terdiri dari uraian materi dan latihan soal yang terdapat dalam buku teks
yang tidak membantu melatih kemampuan komunikasi siswa dan soal-soal yang
disajikan merupakan soal rutin.

3. Solusi
Mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis RME

4. Mengapa
pendekatan realistik atau yang dikenal dengan Realistic Mathematics Education
(RME) dapat menjadi solusi. Realistic Mathematics Education (RME) adalah
pendekatan pembelajaran matematika dari hal yang nyata bagi siswa. Pendekatan
RME merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Institut Freudenthal di
Belanda dan banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal tentang matematika
(Ilma, 2011; Yuli, 2006).
5. Teori
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kesanggupan/kecakapan seorang
siswa untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis,
atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika (Depdiknas, 2008).

Prinsip-prinsip Realistic Mathematics Education (RME) menurut Gravemeijer (dalam


Widjaja & Heck, 2003) adalah (1) penemuan terbimbing dan pematematikaan
progresif, (2) fenomologi didaktif, dan (3) model dikembangkan sendiri. Lima
karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) menurut Treffers (dalam
Wijaya, 2012) yaitu: (1) penggunaan konteks (used of context), (2) penggunaan model
(used of models), (3) pemanfaatan hasil konstruksi siswa, dan interaktivitas
(interactivity). Adapun sintaks pembelajaran RME adalah (1) memahami masalah
kontekstual, (2) menyelesaikan masalah kontekstual, (3) membandingkan dan
mendiskusikan jawaban, dan (4) membuat kesimpulan.

6. Metode
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Metode yang digunakan dalam
penelitian yaitu metode pengembangan Plomp dengan tahap-tahap: (1) preliminary
research (penelitian awal), (2) prototyping phase (tahap pengembangan), dan (3)
assessment phase (tahap penilaian). Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Perangkat pembelajaran
yang dikembangkan meliputi : (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan (2)
Lembar Kerja Siswa (LKS).

7. Hasil
Pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) yang mendukung kemampuan komunikasi
matematika siswa memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif.

8. Daftar pustaka
Rohati. 2015. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS
PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA
MATERI VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR YANG
MENDUKUNG KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA
DI SMP. Edumatica Volume 05 Nomor 02, Oktober 2015 ISSN: 2088-2157
KEMAMPUAN PENALARAN STATISTIS SISWA PADA MATERI
PENYAJIAN DATA HISTOGRAM MELALUI PEMBELAJARAN
PMRI
Sholihatun Nisa1, Zulkardi2, Ely Susanti3

1. Rendahnya kemampuan penalaran


Kemampuan penalaran merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa
yang dirumuskan dalam permendiknas nomor 22 tahun 2016. Menurut NCTM (2000)
mengenai standar proses dalam pembelajaran matematika, salah satu kemampuan
yang harus dimiliki siswa yaitu kemampuan dalam penalaran dan pembuktian. Maka
dari itu, penalaran statistis merupakan salah satu bentuk penalaran pada materi
statistika.
Kemampuan dalam membentuk dan menginterpretasi sebuah grafik juga merupakan
bagian terpenting dalam pembelajaran statistika (NCTM, 2000) sehingga semua siswa
sekolah menengah atas seharusnya bisa melakukan itu. Namun, siswa masih
cenderung bingung membedakan antara diagram batang dan histogram.
2. Penyebab rendahnya kemampuan penalaran
Pembelajaran statistika di sekolah juga kurang memperhatikan cara bernalar secara
statistis karena siswa belajar secara prosedural berdasarkan apa yang dicontohkan
oleh guru dan tidak memahami apa dan bagaimana itu bisa didapatkan.
3. Solusi
Menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan PMRI
4. Mengapa
Salah satu karakteristik pembelajaran PMRI adalah menggunakan masalah
kontekstual. Menurut Ulfah (2013) menyatakan bahwa penalaran statistis siswa
dengan pembelajaran kontekstual lebih baik dibanding pembelajaran konvensional.
Maka dari itu pendekatan PMRI mampu memfasilitasi kemampuan penalaran statis
siswa.
5. Teori
Penalaran statistis merupakan salah satu bentuk penalaran pada materi statistika.
Berdasarkan paparan diatas memperlihatkan bahwa kemampuan panalaran statistis
adalah kemampuan yang sangat penting untuk memecahkan masalah statistika dalam
kehidupan. Kemampuan dan kemahiran seseorang terkait statistika adalah sesuatu hal
yang sangat dibutuhkan di kalangan masyarakat. Menurut Garfield dan Chance (2000)
Penalaran statistis diartikan sebagai cara menalar dengan menggunakan ide statistis
dan bisa dipahami dari informasi statistis hal ini meliputi pembuatan interpretasi
berdasarkan pada data, representasi data, atau ringkasan kumpulan data atau bentuk
penalaran statistis dapat berupa kombinasi ide tentang data dan peluang, seperti
inferensia dan interpretasi hasil statistis (Dasari, 2006).

Menurut Zulkardi dan Putri (2010) pendidikan Matematika Realistik Indonesia


(PMRI) adalah teori yang beritik tolak pada masalah yang “real” atau yang pernah
dialami siswa, menekankan pada keterampilan proses “doing mathematics”,
berdiskusi dan berkolaborasi, saling beragumentasi dengan teman sekelas,
menemukan sendiri konsep matematika serta menggunakan matematika itu untuk
menyelesaikan masalah.
6. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan
kemampuan penalaran statistis siswa pada materi penyajian data histogram melalui
pembelajaran PMRI di SMA Negeri 11 Palembang. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas XII IPA 5 dengan jumlah siswa 40 orang. Proses pembelajaran yang
berlangsung disesuaikan dengan prinsip dan karakteristik dari PMRI. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari 4 soal uraian
dan wawancara sebagai penguat data dari hasil tes.
7. Hasil
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan penalaran statistis siswa
pada materi penyajian data histogram melalui pembelajaran PMRI terkategori baik
dengan rincian 8 siswa terkategori sangat baik; 11 siswa terkategori baik; 9 siswa
terkategori cukup, 7 siswa terkategori kurang, dan tidak ada siswa dengan
kemampuan penalaran statistis sangat kurang. Indikator penalaran statistis yang
memiliki kemunculan tertinggi yaitu organizing dan reducing data sebesar 84,69%.
Sedangkan, indikator penalaran statistis yang memiliki kemunculan terendah yaitu
representing data sebesar 29,52%.
8. Daftar pustaka
Nisa, Sholihatun,. Zulkardi,. Susanti, Ely. 2019. KEMAMPUAN PENALARAN
STATISTIS SISWA PADA MATERI PENYAJIAN DATA HISTOGRAM
MELALUI PEMBELAJARAN PMRI. Jurnal Pendidikan Matematika Volume
13, No. 1, Januari 2019, pp. 21-40 21

Anda mungkin juga menyukai