Anda di halaman 1dari 6

Vol. 3 No.

1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 29- 34

PENGARUH PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING(BBL) TERHADAP


KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP ISLAM
RAUDHATUL JANNAH PAYAKUMBUH
Rahmi Syarwan1), Mukhni2), Dewi Murni3)
1)
FMIPA UNP, email: rahmisyarwan@gmail.com
2,3)
Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

Abstract

The mathematical reasoning abilities is one of the abilities that should be had by everyone in mathematical learning. In
Islamic Junior High School Raudhatul Jannah Payakumbuh, the mathematical reasoning ability of the students are not
optimal yet. One of the learning approach to increase the mathematical reasoning ability is Brain Based Learning (BBL).
The purpose of the research is to know the influence of BBL toward the mathematical reasoning ability of the students
grade VII SMP Islam Raudhatul Jannah and to know is the mathematical reasoning ability of the students which use the
BBL approach better than the students which use the conventional learning. The type of this research is the quasi-
experimental reasearch with the Static Group Comparison Design. Based on the analysis of the quiz, the mathematical
reasoning ability of the students among using the BBL approach is increase for integers, but decrease for fractions. Based
on the analysis of the test, the mathematical reasoning ability of the students which using the BBL is better than the
mathematical reasoning of the students which using the conventional learning.

Keywords –BBL Approach, The Mathematical Reasoning Ability, Mathematics Learning

PENDAHULUAN masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,


merancang model matematika, menyelesaikan model dan
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang menafsirkan solusi yang diperoleh, (4)
memegang peranan penting dalam kehidupan. Peranan Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
pentingnya bukan terletak pada penggunaan rumus-rumus diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
matematika atau pada ketepatan hitungnya, namun terletak masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
pada logika matematikanya, Melalui matematika matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
kemampuan pola berfikir yang logis, kritis dan analisis tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
dikembangkan. serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
Pentingnya ilmu matematika dalam kehidupan masala.[1].
menjadikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran Berdasarkan hasil ujian masuk SMP Islam Raudhatul
wajib pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari Jannah Payakumbuh pada mata pelajaran matematika,
pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Namun, saat ini masih banyak siswa yang mendapatkan nilai yang rendah.
matematika masih saja dinilai sebagai mata pelajaran yang Lima puluh lima persen dari soal yang diujikan merupakan
membosankan, penuh dengan angka dan rumus-rumus yang soal yang menuntut kemampuan penalaran matematis
harus dihafalkan. Hal ini tentunya akan berdampak pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum
hasil belajar siswa. kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah.
Ada beberapa tujuan pembelajaran matematikadi Berdasarkan hasil observasi di SMP Islam Raudhatul
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagaimana terdapat Jannah Payakumbuh pada tanggal 17-22 Juli 2013, terlihat
dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006, yakni agar siswa bahwa siswa kurang antusias ketika pembelajaran
mampu : (1)Memahami konsep matematika, menjelaskan berlangsung. Sebagian besar siswa belum berani untuk
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau menyampaikan ide atau gagasan mereka. Ketika diberikan
algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam soal yang berbeda dengan contoh yang diberikan guru,
pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola siswa kesulitan dalam menyelesaikannya. Pada pengerjaan
dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam latihan, umumnya siswa tidak mengalami kesulitan yang
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan berarti pada pengerjaan soal yang menuntut pemahaman
gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan

29
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 29- 34

konsep siswa. Namun, pada soal yang menuntut penalaran, bagi siswa. Ketiga hal tersebut mampu membantu siswa
terlihat masih banyak siswa yang melakukan kesalahan. dalam mengembangkan kemampuan penalaran matematis.
Menurut Shadiq (2004)[2] penalaran merupakan suatu Lingkungan pembelajaran yang menyanangkan akan
kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk memberikan motivasi pada siswa untuk menyampaikan ide-
menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru ide mengenai materi yang sedang dipelajari. Pembelajaran
yang benar berdsasar pada beberapa pernyataan yang yang aktif mampu mengasah kemampuan siswa dalam
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan menganalisa suatu permasalahan, mencari solusi yang tepat
sebelumnya. Penalaran memiliki peranan yang sangat dan mampu memberikan alasan terhadap solusi yang
penting dalam matematika. Jika kemampuan bernalar siswa diberikan. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan
tidak dikembangkan, maka matematika hanya akan manjadi pendekatan BBL dalam pembelajaran matematika akan
materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah
contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya. Materi kemampuan penalaran matematis.Kondisi lingkungan yang
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal nyaman, akan membuat diri menjadi rileks sehingga dapat
yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika mempermudah otak dalam menyimpan informasi-informasi
dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan baru.
dilatih melalui belajar materi matematika. Pentingnya Ada tujuh tahap dalam pelaksanaan pendekatan BBL
[5]
penalaran dalam matematika menuntut adanya perubahan yang dikemukakan oleh Jensen (2008) , yakni :
pada proses pembelajaran matematika di sekolah. 1) Tahap pra-pemaparan, yakni fase memberikan sebuah
Perubahan ini sangat membutuhkan peran serta siswa. ulasan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum
Penalaran sangat erat kaitannya dengan kerja otak. benar-banar menggali lebih jauh.
Dalam mata pelajaran matematika pada umumnya siswa 2) Tahap persiapan, merupakan fase untuk menciptakan
hanya menggunakan otak kiri saja, di mana memori mereka keingintahuan atau kesenangan.
dipenuhi oleh angka-angka dan rumus matematika. Memori 3) Tahap inisiasi dan akuisisi, yakni fase pemberian
ini hanya berlaku untuk jangka waktu pendek. jika tidak muatan pembelajaran yang berisikan fakta awal yang
dikombinasikan dengan peggunaan otak kanan mereka. penuh dengan ide, rincian, kompleksitas dan makna.
Otak manusia akan lebih mudah menerima sebuah konsep 4) Tahap elaborasi, merupakan tahap pemrosesan, yakni
jika semua bagian otak dilibatkan. membuat kesan intelektual tentang pembelajaran.
Adanya keterlibatan aktif siswa dalam menemukan 5) Tahap inkubasi dan memasukkan memori, fase yang
suatu konsep dengan melakukan suatu kegiatan dapat menekankan pada pentingnya waktu istirahat dan waktu
meningkatkan emosi siswa yang akan membatu mereka untuk mengulang kembali.
untuk mentrasfer memori tersebut menjadi memori jangka 6) Tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, merupakan
panjang. Menurut Gunawan (2012)[3] semakin kuat muatan kegiatan untuk melihat pemahaman siswa terhadap
emosi yang terkandung dalam suatu informasi, akan konsep dari materi pelajaran.
semakin kuat kemungkinan informasi itu terekam di 7) Tahap perayaan dan integrasi, fase yang sangat penting
memori jangka panjang. Informasi yang telah disimpan ke guna melibatkan emosi
dalam memori jangka panjang ini dapat membantu siswa Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
untuk menyelesaikan permalasahan-permasalahan dalam kemampuan penalaran matematis siswa yang diterapkannya
matematika dengan mudah. Salah satu pendekatan pendekatan BBL meningkat dan apakah kemampuan
pembelajaran yang dapat mengatasi masalah siswa tersebut penalaran matematis siswa dengan diterapkannya
adalah Brain Based Learning (BBL). pendekatan BBL lebih baik daripada siswa dengan
Pada BBL ini, siswa dituntut untuk aktif dalam diterapkannya pembelajaran konvensional.
menemukan pengetahuan mereka tentang topik yang
sedang dipelajari. Hal ini dilandasi oleh struktur kognitif METODE
yang telah dimilikinya serta didasarkan pada cara otak
bekerja. Otak lebih mudah menyerap informasi baru yang Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen.
disajikan secara menarik, menggunakan aneka warna serta Desain penelitian yang digunakan adalah Static Group
yang tak kalah penting adalah kondisi lingkungan ketika Comparison Design. Pada desain ini, populasi dibagi atas
menyerap informasi tersebut. dua kelompok secara random.Kelompok pertama
Ada tiga strategi utama yang dapat dikembangkan merupakan kelas eksperimen dan kelompok kedua
dalam pembelajaran dengan pendekatan BBL ini (Sapa’at, merupakan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberi
2009)[4], yakni: (1) menciptakan lingkungan belajar yang perlakuan pendekatan BBL dan kelas kontrol diberi
menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan perlakuan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dapat
lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna

30
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 29- 34

TABEL 1 ketiga, ada siswa yang tidak memperhatikan temannya saat


RANCANGAN PENELITIAN
presentasi di depan dan siswa tidak mengikuti pembelajaran
dengan baik, sehingga mereka kurang paham materi dan
Kelas Perlakuan Tes Akhir
berpengaruh kepada nilai kuis, namun pada kuis keempat
Eksperimen X T
rata-rata nilai kuis siswa kembali meningkat hingga 84,75.
Kontrol - T
Pada kuis kelima, rata-rata nilai siswa kembali mengalami
Sumber: Sumadi (2004:104)[6] penurunan, yakni mencapai 66,52. Kuis kelima merupakan
Keterangan : soal yang berkenaan dengan operasi hitung pada bilangan
X : Pembelajaran dengan pendekatan BBL pecahan. Siswa terlihat masih kesulitan dalam
T : Tes yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas menyelesaikan soal. Hal ini dikarenakan materi yang lebih
kontrol di akhir pertemuan sulit dari sebelumnya, dan beberapa siswa kurang paham
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dengan materi pada hari tersebut. Berdasarkan persentase
SMP Islam Raudhatul Jannah yang terdaftar pada semester distribusi skala kuis untuk tiap indikator, dapat dilihat
1 tahun pelajaran 2013/2014. Sampel pada penelitian ini perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa
terdiri dari dua kelas yang dipilih secara random. pada Tabel 3 berikut :
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas
TABEL 3
dan variabel terikat. Variabel bebas adalah pendekatan BBL PERSENTASE PEROLEHAN SKALA KUIS SISWA
dan variabel terikat adalah kemampuan penalaran
matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Kuis Kuis Kuis Kuis
Instrumen yang digunakan adalah kuis dan tes akhir Indi- Kuis I
Ska-la II III IV V
yang disusun berdasarkan indikator kemampuan penalaran kator (%)
(%) (%) (%) (%)
matematis yang digunakan. Analisis kuis dilakukan untuk 0 0,0 9,4 0,0 6,7 5,7
melihat perkembangan kemampuan penalaran matematis 1 35,5 3,1 0,0 0,0 0,0
siswa dengan menghitung nilai rata-rata kuis pada setiap 1 2 12,9 0,0 0,0 6,7 14,3
kali pertemuan. Tes akhir dimaksudkan untuk menguji 3 41,9 28,1 83,3 26,7 54,3
hipotesis yang diajukan dalam penelitian yaitu apakah 4 9,6 59,4 16,7 60 25,7
kemampuan penalaran matematis siswa yang diterapkannya 3,2 0,0 0,0 0,0 5,7
0
pendekatan BBL lebih baik dari pada kemampuan
1 0,0 0,0 0,0 0,0 2,9
penalaran matematis siswa.
2 2 12,9 21,9 90 10 91,4
HASIL DAN PEMBAHASAN 3 19,4 40,6 0,0 23,3 0,0
4 64,5 37,5 10,0 66,7 8,57
Kemampuan penalaran matematis siswa diperoleh 0 0,00 0,0 0,0 0,0 0,0
setelah mengolah data hasil kuis dan tes akhir. 1 3,2 0,0 6,7 0,0 5,7
Perkembangan kemampuan penalaran matematis yang akan 3 2 3,2 40,6 86,7 0,0 8,57
dideskripsikan dan dianalisis adalah perkembangan secara 3 0,0 0,25 3,3 3,3 28,6
klasikal. Rata-rata nilai kuis siswa untuk setiap kali 4 93,5 34,4 3,3 93,3 57,1
pertemuan d isajikan pada Tabel 2 berikut. Jumlah siswa 31 32 30 30 34
TABEL 2
RATA-RATA NILAI KUIS SISWA Keterangan:
Indikator 1 : melakukan manipulasi matematika
Kuis ke- 1 2 3 4 5 Indikator 2 : menyusun bukti, memberikan alasan atau
Rata-rata 66,52 74.64 70,12 84,75 65,21 bukti terhadap kebenaran solusi
Indikator 3 : menarik kesimpulan dari pernyataan
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai
kuis siswa mengalami peningkatan dari kuis pertama ke Berdasarkan Tabel 3 di atas, persentase siswa untuk
kuis kedua, dari kuis ketiga ke kuis keempat, namun indikator 1, yakni melakukan manipulasi matematika,
mengalami penurunan pada kuis yang ketiga dan kelima. sudah baik. Sebagian besar siswa memperoleh skala 3 atau
Pada kuis pertama ke kuis kedua terjadi peningkatan 4. Perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa
dari 66,52 ke 74,64. Peningkatan ini terjadi karena pada pada indikator ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
kuis kedua siswa telah terbiasa dengan adanya kuis di akhir
pembelajaran sehingga siswa mengikuti pembelajaran
dengan baik. Pada kuis ketiga rata-rata nilai kuis siswa
menurun menjadi 70,12. Hal ini terjadi karena pada kuis

31
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 29- 34

100 pada kuis keempat. Artinya pada umumnya siswa sudah


mampu menyusun bukti atau alasan terhadap kebanaran
80 solusi yang mereka berikan.
Skala 0 Perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa
Persentase

60 Skala 1 dengan indikator ini dapat dilihat pada Gambar 2. Pada kuis
pertama, persentase terbesar berada pada skala 4, yakni
40 Skala 2 64,5%. Hal ini menunjukkan siswa sudah mampu
20 Skala 3 menyusun bukti dan memberikan alasan terhadap
kebenaran solusi pada operasi bilangan bulat dengan baik.
0 Skala 4 Namun, sebagian siswa kurang teliti dalam melakukan
Kuis 1Kuis 2Kuis 3Kuis 4Kuis 5 operasi pada bilangan bulat.
Pada kuis kedua, terjadi peningkatan pada persentase
Gambar 1.Grafik Perkembangan Kemampuan Penalaran Matematis
siswa yang memperoleh skala 2, yakni dari 3,2% menjadi
Siswa pada Indikator 1 40,6%. Hal ini mengakibatkan turunnya persentase siswa
yang memperoleh skala 4. Pada kuis kedua persentase
Gambar 1 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa siswa yang memperoleh skala 0 dan 1 adalah 0% artinya
memperoleh skala 3 atau 4 untuk setiap kuis pada indikator semua siswa sudah menyusun bukti, memberikan alasan
1. Perolehan skala 4 mengalami peningkatan pada kuis terhadap kebenaran solusi yang mereka berikan, meskipun
kedua dan kuis keempat, namun terjadi penurunan pada masih ada beberapa siswa yang belum mampu menjawab
kuis ketiga dan kelima. Hal ini dikarenakan kurangnya dengan sempurna.
ketelitian siswa dalam menjawab soal pada materi bilangan
pecahan. 100
Pada kuis pertama, persentase tertinggi berada pada 80
persentase siswa yang memperoleh skala 3. Siswa sudah Skala 0
Persentase

melakukan manipulasi matematika, namun masih belum 60 Skala 1


sempurna. Sedangkan persentase siswa yang memperoleh
skala 0 adalah 0%, artinya tidak ada siswa yang tidak 40 Skala 2
memberikan jawaban. 20 Skala 3
Pada kuis kedua, persentase siswa yang meperoleh skala
4 mengalami peningkatan yang signifikan, artinya siswa 0 Skala 4
sudah mampu melakukan manipulasi matematika dengan Kuis 1Kuis 2Kuis 3Kuis 4Kuis 5
baik pada materi pangkat tiga bilangan bulat. Namun,
terjadi penurunan pada persentase siswa yang mendapatkan
skala 1, 2 dan 3. Gambar 2. Grafik Perkembangan Kemampuan Penalaran Matematis
Persentase siswa yang mendapat skala 3 mengalami Siswa pada Indikator 2
peningkatan pada kuis ketiga. Pada umumnya siswa sudah Kuis ketiga didominasi oleh persentase perolehan
mampu melakukan manipulasi, namun belum sempurna. skala 2. Pada umumnya siswa tidak memberikan alasan
Dari grafik di atas terlihat bahwa persentase siswa yang terhadap jawaban mereka mengenai bilangan pecahan
memperoleh skala 0 adalah 0%, artinya tidak ada siswa dengan lengkap. Siswa yang mendapat skala 4 hanya
yang tidak menuliskan jawabannya. sebagian kecil saja. Pada kuis keempat, persentase yang
Kuis keempat didominasi oleh perolehan skala 4, namun tertinggi adalah perolehan skala 4. Siswa sudah mampu
masih ada siswa yang tidak menuliskan jawabannya. Hal ini menyusun bukti serta memberikan alasan yang tepat
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sudah mampu terhadap kebenaran solusi yang mereka berikan. Pada kuis
melakukan manipulasi dengan baik. ini masih ada beberapa siswa yang tidak memberikan
Perolehan skala 3 mengalami peningkatan pada kuis alasan terhadap jawaban mereka yang terlihat dari
kelima, yakni tentang operasi hitung pada bilangan persentase perolehan skala 0.
pecahan. Pada kuis kelima ini, persentase perolehan skala 4 Pada kuis kelima, persentase tertinggi masih berada
mengalami penurunan. Penyebabnya adalah kurangnya pada persentase siswa yang memperoleh skala 4. Hal ini
ketelitian siswa dalam memahami soal dan jawaban yang menunjukkan bahwapada umumnya siswa sudah mampu
diberikan oleh siswa kurang sistematis sehingga terjadi menyusun bukti, memberikan alasan mereka pada materi
peningkatan pada perolehan skala 2 dan 3. operasi bilangan bulat dengan baik. Namun perolehan skala
Persentase siswa yang mendapat skala 0 untuk setiap 2 mengalami peningkatan. Penyebabnya adalah siswa tidak
kuis adalah 0% pada indikator b, yakni menyusun bukti, memahami soal yang diberikan dengan baik.
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran, kecuali

32
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 29- 34

Berdasarkan Tabel 3 di atas, terlihat bahwa pada matematis siswa mengalami peningkatan. Hal ini
persentase siswayang memperoleh skala 0 dan 1 pada dikarenakan siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti
indikator penalaran c, yakni menarik kesimpulan dari dalam memahami materi bilangan bulat. Nilai rata-rata
pernyataan sangat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa terendah adalah pada pokok bahasan bilangan pecahan
secara umum siswa sudah mampu menarik kesimpulan dari yakni, mengenai operasi hitung bilangan pecahan. Hal ini
pernyataan dengan baik. Beberapa siswa masih mengalami dikarenakan adanya siswa yang kurang paham dengan
kesulitan dalam menarik kesimpulan dari pernyataan pada materi dan kurangnya perhatian siswa ketika temannya
kuis pertama, kedua dan ketiga. Namun pada kuis keempat melakukan presentasi di depan kelas, sehingganya ketika
dan kelima, tidak ada lagi siswa yang tidak menarik diberikan kuis siswa tidak mampu menjawab dengan baik.
kesimpulan dari penyataan. Hasil perhitungan tes akhir pada kedua kelas sampel
Perkembangan kemampuan menarik kesimpulan dari dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, terlihat
pernyataan siswa dapat dilihat pada Gambar 3. Pada kuis bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi
pertama terlihat bahwa presentase siswa pada perolehan dibandingkan rata-rata nilai kelas kontrol. Nilai tertinggi
skala 0, 1, 2, dan 3 tidak mencapai 20%. Persentase siswa berada di kelas eksperimen, sedangkan nilai tertinggi
terbesar adalah pada perolehan skala 4, artinya siswa sudah berada di kelas eksperimen, sedangkan nilai terendah
mampu menarik kesimpulan pada operasi bilangan bulat. berada di kelas kontrol.
Pada kuis kedua, terjadi penurunan pada skala 4 karena
TABEL 3
kurangnya ketelitian siswa dalam menjawab soal.
HASIL ANALISIS DATA TES AKHIR
Kebanyakan siswa tidak menarik kesimpulan setelah
Kelas N maks min S
menuliskan berbagai alasan dari jawaban yang mereka
berikan. Ekspe-
33 100 41,04 70,10 19,09
rimen
100
Kontrol 32 90,09 33,49 62,62 11,99
80 Skala 0 Keterangan:
Persentase

60 : jumlah siswa
Skala 1 : nilai maksimum
40 Skala 2 : nilai minimum
: rata-rata
20 Skala 3 : simpangan baku
0 Skala 4 Berdasarkan hasil analisis data awal menunjukkan
bahwa data kedua kelas berdistribusi normal, homogen, dan
Kuis 1Kuis 2Kuis 3Kuis 4Kuis 5 mempunyai kesamaan rata-rata yang sama. Setelah diberi
perlakuan berbeda dan dilakukan uji statistik diperoleh hasil
Gambar 3. Grafik Perkembangan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa sebagai berikut.
pada Indikator 3 1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap kelas sampel yaitu
Pada kuis ketiga, persentase tertinggi adalah pada
kelas eksperimen yaitu kelas VII.1 1 dan kelas kontrol yaitu
perolehan skala 2, artinya secara umum siswa belum
VII.2 dengan menggunakan uji Anderson Darling. Hasil
mampu menarik kesimpulan dari pernyataan dengan
analisis, diperoleh nilai P kelas eksperimen 0,709 dan nilai
sempurna. Pada kuis keempat, siswa yang memperoleh
P kelas kontrol 0,856. Karena nilai P hitung yang diperoleh
skala 0, 1, 2, dan 3 adalah adalah 0%. Hal ini menunjukkan
lebih besar dari α = 0,05 maka dikatakan bahwa kedua
bahwa semua siswa sudah mampu menarik kesimpulan
kelas sampel berdistribusi normal.
pada pengubahan bilangan pecahan menjadi bentuk
2. Uji Homogenitas
pecahanlain dengan baik. Persentase perolehan skala 4 ini
Uji homogenitas variansi dilakukan dengan
mengalami penurunan pada kuis kelima. Peningkatan
menggunakan uji-F. Berdasarkan hasil uji homogenitas
terjadi pada perolehan skala 1, 2, dan 3, artinya siswa masih
diperoleh nilai P = 0,011. Berarti, kelas sampel tidak
mengalami kesulitan dalam menarik kesimpulan pada
mempunyai variansi yang homogen untuk α = 0,05
operasi campuran bilangan pecahan.
3. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil deskripsi dan analisis data kuis yang
Setelah ditunjukkan bahwa data berdistribusi normal
dilaksanakan pada setiap pertemuan, dapat dilihat bahwa
dan tidak homogen, maka untuk menguji hipotesis
kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas
digunakan uji-t’ satu arah dengan taraf signifikan α=
eksperimen mengalami peningkatan dan penurunan selama
diterapkannya pendekatan BBL dalam pembelajaran. Pada 0,05. thitung = 1,898 dan nilai = 1,7. Karena thitung
materi bilangan bulat, rata-rata kemampuan penalaran

33
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 29- 34

≥ , maka tolak H0 atau terima H1. Artinya, Dilihat dari jawaban yang diberikan oleh siswa, terlihat
ada perbedaan antara jawaban siswa pada kelas kontrol
kemampuan penalaran matematis siswa dengan dengan jawaban siswa kelas eksperimen. Pada umumnya,
menggunakan pendekatan BBL lebih baik daripada siswa pada kelas eksperimen memberikan jawaban yang
kemampuan penalaran matematis siswa dengan lebih rinci dan sistematis jika dibandingkan dengan
menggunakan pendekatan konvensional.
jawaban siswa pada kelas kontrol.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwasanya nilai
rata-rata tes akhir pada kelas eksperimen lebih tinggi KESIMPULAN
dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas kontrol. Begitu Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah
juga dengan persentase ketuntasan siswa pada kelas dilakukan, maka disimpulkan bahwa kemampuan penalaran
eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol. Setelah matematis siswa kelas VII SMP Islam Raudhatul Jannah
dilakukan uji hipotesis, didapatkan hasil yang menunjukkan yang menggunakan pendekatan Brain
bahwa hasil tes akhir siswa kelas eksperimen lebih baik Based Learning (BBL) cendrung meningkat pada materi
daripada kelas kontrol. Kondisi ini terjadi karena melalui bilangan bulat, namun menurun pada materi bilangan
pendekatan BBL yang diterapkan di kelas eksperimen, pecahan dan kemampuan penalaran matematis siswa yang
proses pembelajaran disesuaikan dengan kinerja otak yang diterapkan pendekatan BBL lebih baik dari pada siswa yang
diawali dengan senam otak. Siswa terlihat begitu diterapkannya pembelajaran konvensional.
bersemangat dalam melakukan kegiatan ini. Disamping itu,
siswa juga akan berdiskusi dengan teman sekelompok yang DAFTAR RUJUKAN
akan membantu mengembangkan kemampuan siswa dalam
mengeluarkan ide atau gagasan mereka. Kemudian siswa [1] Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 tentang Standar Isi
juga dibimbing untuk melakukan peregangan sebelum Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas
dilanjutkan pada materi pembelajaran kembali. Jensen [2] Fajar Shadiq. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan
Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika.
(2008:77) mengatakan bahwa pembelajaran mencapai hasil Yogyakarta: Depdiknas
terbaik apabila difokuskan, dipecah, dan difokuskan [3] Sapa’at. 2009. Brain Based Learning.(online), (http://
kembali. Kegiatan ini akan mengurangi kejenuhan siswa matematika.upi.edu/index.php/brain-based-learning), diakses
sehingga siswa bersemangat kembali dalam belajar dan tanggal 20 Juni 2013
[4] Gunawan, Adi W. 2012. Genius Learning Strategy. Jakarta: PT
otak mereka mampu menyerap intisari pembelajaran Gramedia
dengan baik. [5] Jensen, Eric. 2008. Brain Based Learning (Narulita
Berdasarkan pengamatan, siswa pada kelas eksperimen Yusron).Yogyakarta: Pustaka Pelajar
terlihat lebih antusias dan aktif selama proses [6] Suryabrata, Sumadi. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
pembelajaran berlangsung. Siswa dalam satu kelompok
dapat saling membantu temannya untuk lebih mamahami
materi yang diberikan. Siswa lebih terbiasa untuk
mengungkapkan ide atau gagasan mereka, kemudian juga
didukung oleh kondisi pembelajaran yang memungkinkan
otak menyerap pembelajaran dengan maksimal. Pada kelas
kontrol, awalnya siswa terlihat antusias dalam mengikuti
pembelajaran, namun semakin lama hanya beberapa orang
saja yang mengikuti pembelajaran dengan serius terutama
ketika pembelajaran matematika di siang hari. Hal ini juga
berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang maksimal.
Salah satu kemampuan yang diperlukan agar dapat
mencapai hasil belajar yang lebih baik adalah kemampuan
penalaran matematis. Siswa dikatakan memiliki
kemampuan penalaran matematis yang baik jika dalam
pembelajaran mereka dapat menunjukkan indikator-
indikator penalaran matematis. Dalam soal tes akhir ini
terdapat tiga indikator penalaran matematis, yaitu
melakukan manipulasi matematika, menyusun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi,
dan menarik kesimpulan dari pernyataan.

34

Anda mungkin juga menyukai