ANTARA
DENGAN
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangi di Tangerang pada bulan Januari 2017 antara:
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas PARA PIHAK dengan ini menyatakan saling sepakat dan
setuju untuk mengadakan perjanjian kerjasama dalam pelaksannan Program Penanggulangan
Tuberkulosis (P2TB) dengan strategi (Directly Observed Treatment Shortcourse) DOTS, dengan
peraturan-peraturan sebagai berikut:
PASAL 1
TUJUAN
Kerjasama ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB Paru
dengan cara memutus mata rantai penularan serta mendukung kelancaran pelaksanan program
penanggulangan TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse
chemotherapy).
1
PASAL 2
RUANG LINGKUP
PASAL 3
PELAKSANAAN
2
b. Formulir pencatatan dan pelaporan TB seperti : TB 01, 02, 03, 04, 05, 06, 09,
10, dan 12.
c. Leaflet, brosur, dan sarana penyuluhan lainnya.
d. Proses pengadaam persediaan OAT dengan kurun waktu maksimal 1 bulan
sejak pengajuan permintaan OAT.
7. PIHAK KEDUA berkewajiban menentukan / menunjuk dan membina PMO untuk
semua penderita yang datang ke klinik DOTS Rumah Sakit. PMO yang dimaksud
bisa berasal dari anggota keluarga atau tenaga dari Rumah Sakit atau Puskesmas
wilayah kerja.
8. PIHAK KEDUA berhak mendapatkan monitoring dan pelaporan dalam bentuk SITT
( Sistem Informasi TB Terpadu )
9. Evaluasi dilaksanakan secara berkalatiap 3 bulan oleh PARA PIHAK dan hasil
evaluasi tersebut digunakan sebagai bahan bagi perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan selanjutnya.
10. PIHAK KEDUA berkewajiban membuat laporan bulanan yang disampaikan kepada
PIHAK PERTAMA paling lambat tanggal 5 tiap bulannya.
11. Untuk menjaga mutu pelayanan spesimen, maka PIHAK KEDUA melakukan cross
check ke BLK Propinsi Banten melalui Dinas Kesehatan tanpa dipungut biaya.
12. Apabila ada penderita TB mangkir, PIHAK KEDUA memberikan informasi kepada
Puskesmas tempat tinggal penderita dan puskesmas tersebut berkewajiban untuk
melacak dan membawa kembali penderita ke RS untuk pengobatan selanjutnya.
13. Bila ditemukan kasus MDR ( multi drug resistence ) PIHAK KEDUA berkewajiban
merujuk pasien ke RS Persahabatan dan melaporkannya ke Dinas Kesehatan.
14. PIHAK KEDUA melaksanakan sistem rujukan dari Puskesmas, dokter praktek dan
klinik swasta yang berada di wilayah sekitar RS.
15. PIHAK KEDUA bersedia melaksanakan pertemuan koordinasi dengan PIHAK
PERTAMA dan Puskesmas wilayah sekitar secara berkala.
PASAL 4
PEMBIAYAAN
Anggaran biaya bagi pelaksanaan kerjasama ini di dapatkan dari APBD dan APBN.
SURAT MENYURAT
Setiap komunikasi atau pemberitahuan yang disyaratkan atau diperlukan sehubungan perjanjian
ini harus diberikan secara tertulis kepada pihak yang alamat-alamatnya tercantum dibawah ini:
PIHAK PERTAMA
Rumah Sakit Umum kabupaten tangerang
Jl. A. Yani ,no 9 .Tangerang
Telepon :021-5523507, 5512948, 5513709
Faxsimili :021-5527104
3
Up. Direktur :Ibu drg. Hj. Naniek Isnaini L, Mkes
PIHAK KEDUA
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TANBGERANG
Komplek Perkantoran Tigaraksa
Jl. Abdul Hamil, Tigaraksa
Telepon : 021-5990535
Faxsimili : 021-5990534
Up. Kadis :dr.Hj. Desiriani Dinardianti, MARS
PASAL 5
PENUTUP
Setiap perubahan dan hal lain yang belum di atur dalam Perjanjian ini, akan diatur lebih
lanjut secara tertulis dalam perjanjian tambahan (addendum) dan dilakukan dengan musyawarah
untuk mufakat PARA PIHAK yang akan menjadi bagian tidak teripisahkan dari perjanjian
kerjasamaini.
Perjanjian tambahan (addendum) akan dibuat dan ditandatangani oleh PARA PIHAK
dimana addendum tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
Perjanajian Kerjasama ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang bermaterai cukup dan
mempunyai kedudukan hukum yang sama, masing-masing satu rangkap untuk PARA PIHAK
Demikian perjanjian ini dibuat dan ditanda tangani oleh PARA PIHAK dengan itikad baik serta
rasa bertangung jawab.
4
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Studi prevalensi TB pertama kali di lakukan pada tahun 1964 di Karesidenan Malang dan
kota Yogyakarta. Lima tahun kemudian (1969) program pengendalian TB Nasional dengan
pedoman penatalaksanaan TB secara baku dimulai di Indonesia. Pada periode 1972-1995
penangan TB tidak lagi berbasis hospitalisasi, akan tetapi melalui diagnosis dan pelayanan TB di
fasilitas kesehatan primer yaitu di Puskesmas.
Setelah keberhasilan uji coba di dua propinsi ini, akhirnya Kementerian Kesehatan
mengadopsi strategi DOTS untuk diterapkan secara nasional pada tahun1995. Pada tahun1995-
2000, pedoman nasional disusun dan strategi DOTS mulai diterapkan di Puskesmas. Seperti
halnya dalam implementasi sebuah strategi baru terdapat berbagai tantangan dilapangan dalam
melaksanakan kelima strategi DOTS. Untuk mendorong peningkatan cakupan strategi DOTS
dan pencapaian targetnya dilakukan duaJoint External Monitoring Mission oleh tim pakar
internasional.
Rencana strategis nasional pengendalian TB disusun pertama kali pada periode 2000-
2005, sebagai pedoman bagi provinsi dan kabupaten kota untuk merencanakan dan
melaksanakan program pengendalianTB. Pencapaian utama selama periode ini adalah:
5
d. Kerja sama internationaldalam memberikan dukungan teknis dan pendanaan
(pemerintah Belanda, WHO, TBCTA-CIDA,USAID, GDF, GFATM, KNCV,
UAB, IUATLD, dll)
e. Pelatihan perencanaan dan anggaran ditingkat daerah.
f. Perbaikan supervisi dan monitoringdari tingkat pusat dan provinsi.
g. Keterlibatan BP4 dan rumah sakit pemerintah serta swasta dalam melaksanakan
strategi DOTS melalui uji coba HDL di Jogjakarta.
Keberhasilan target global tingkat deteksi dini dan kesembuhan dapat dicapai pada
periode tahun 2006-2010. Selain itu berbagai tantangan baru dalam implementasi strategi DOTS
muncul pada periode ini. Tantangan tersebut antara lain penyebaran ko-infeksi TB-HIV,
peningkatan resistensi obat TB, jenis penyedia pelayanan TB yang sangat beragam, kurangnya
pengendalian infeksi TB di fasilitas kesehatan, serta penatalaksanan TB yang bervariasi. Mitra
baru yang aktif berperan dalam pengendalian TB pada periode ini antara lain Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia dan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Hasil survei prevalesi TB tahun 2004 menunjukkan bahwa pasien TB juga menggunakan
pelayan rumah sakit, BP4 dan praktik swasta untuk tempat berobat. Ujicoba implementasi dan
akselerasi pelibatan Fasilitas Pelayanan kesehatan (FPK) selain Puskesmassebagai bagian dari
inisiatif Public-Private Mix telah dimulai pada tahun 1999-2000. Pada tahun 2007 seluruh BP4
dan sekitar 30% rumah sakit telah menerapkan strategi DOTS. Untuk praktek swasta strategi
DOTS belum diimplementasikansecara sistematik, meskipun telah dilakukan ujicoba model
pelibatan praktisi swasta di Palembang pada tahun2002 serta di propinsi Jogjakarta dan Bali pada
tahun 2004-2005.
Untuk akselerasi DOTS di rumah sakit, sekitar 750 dari 1645 RS telah dilatih. Koordinasi
ditingkat pusat dengan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan semakin intensif. Selain itu
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan juga melakukan penilaian ke beberapa rumah sakit
yang telah menerapkan DOTS. Penguatan aspek regulasi dalam implementasi strategi DOTS di
rumah sakit akan diintegrasikandengan kegiatan akreditasi rumah sakit.
6
Dasar Hukum
7
BAB II
GAMBARAN UMUM
Rumah sakit di Tangerang didirikan pada tahun 1928 dengan menempati sebuah ruangan
bui (penjara) yang bekas lahannya sekarang menjadi lokasi Mesjid Agung Al-Ittihad dan
mempunyai 12 tempat tidur. Pada tahun 1932 pindah ke gedung bekas Bank di Jl. Daan Mogot
No. 3 dengan 40 kapasitas tempat tidur . Tahun 1946 dievakuasi ke Balaraja. Tahun 1950 setelah
penyerahan kedaulatan RI, Rumah sakit kembali ke Jl. Daan Mogot Tangerang bergabung
dengan rumah sakit bekasNICA dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Umum (RSU).
Tahun 1959 mulai direncanakan membangun sebuah Rumah Sakit baru dilokasi sekarang Jl.
Ahmad Yani No 9 Tangerang, bersebelahan dengan gedung Sekolah Djuru Rawat (SDK)
Kementerian Kesehatan. Permulaan tahun 1964 Menteri Kesehatan Prof. Dr. Satrio menyerahkan
gedung SKD kepada Pemerintah Daerah Tangerang. Tanggal 5 Mei 1964 RSU Tangerang
pindah dari Jl. Daan Mogot ke tempat baru di Jl. Ahmad yani No. 9 dan menggunakan gedung
bekas SKD sebagai tempat perawatan dengan 46 tempat tidur, sedangkan gedung kantor baru
untuk tata usaha, poliklinik umum dan bedah, apotik serta laboratorium.
Sejak tahun Anggaran 1968/1970 RSU Kabupaten Tangerang mulai dikembangkan
secara bertahap dengan biaya dari APBD TK. I dan APBN sehingga sekarang RSU Tangerang
mempunyai bangunan dengan luas keseluruhannya 11.289,75 m2 berdiri diatas tanah seluas
37.000 m2. Tanggal 29 April 1998 dimualai pemanfaatan Gedung Poliklinik baru berlantai 3.
DIREKTUR
Tahun 1943 sampai 1946 dipimpin oleh dr. J. Leimena kemudian oleh dr. Gambiro.
Tahun 1946 sampai dengan 1950 dipimpin oleh dr. Suparno, dr. Gambiro, dr. Satrio, dr.
Purwo Sudarmo, dr. Drajat Prawiranegara dan dr. Djaka Sutadiwirja.
8
Tahun 1950 dipimpin oleh dr. Gusti Hasan.
Tanggal 5 Mei 1964 di Pimpin oleh dr. Willy Ranti.
Tanggal 22 April 1989 - 22 September 2000 dipimpin oleh dr. H. Syartil Arfan N. SpA.
Tanggal 5 Februari 2001 dipimpin oleh dr.H.Budhi Setiawan,SpP.MARS
Tanggal 21 Maret 2007 – 31 Januari 2013, dipimpin oleh dr. H.MJN.Mamahit, SpOG.
MARS.
Tanggal 26 April 2013, dipimpin oleh dr.Hj.Desiriana Dinardianti, MARS
PRESTASI
12 November 1988, Penampilan Terbaik Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas C dalam
segi Manajemen Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan dari Menteri Kesehatan RI.
12 November 1991, Penampilan Terbaik I Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas C
dalam segi Pelayanan Kebersihan dan Ketertiban dari Menteri Kesehatan RI.
21 Januari 1997 RSU Tangerang memperoleh Sertifikat Akreditasi Penuh untuk bidang
Administrasi Manajemen, Perawatan, Gawat Darurat dan Pelayanan dari Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Nopember 1999, Juara I Lomba Penampilan Kerja Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan
dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke-35 tahun 1999 Tingkat Propinsi Jawa Barat
dari Menteri Kesehatan RI.
21 Desember 1999, Mendapat Penghargaan Peringkat II Rumah Sakit Sayang Bayi dan
Penghargaan atas Keberhasilannya serta peran aktif dalam Pelaksanaan Gerakan Sayang
Ibu (GSI) Tingkat Propinsi Jawa Barat tahun 1999.
9
19 Februari 2001 Menteri Kesehatan RI Dr. Ahmad Suyudi meresmikan secara simbolik
Instalasi Pengolahan Limbah untuk 22 Rumah Sakit di 5 Propinsi di RSU Tangerang.
31 Agustus 2004, mendapat Piala Citra Pelayanan Prima dari Presiden Republik
Indonesia Megawati Soekarno Putri.
22 Desember 2004, Mendapatkan Akreditasi sebagai Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi
Terbaik Tingkat Propinsi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia di
Jakarta.
27 Desember 2004, mendapat Penghargaan atas bantuan dan kerjasamanya dalam
penyelenggaraan Donor Darah Sukarela untuk Kepentingan Kemanusiaan.
11 Agustus 2006, mendapat Peringkat I Unit Pelayanan Publik Terbaik dalam Lomba
Citra Pelayanan Prima Se-Propinsi Banten.
28 November 2006, mendapat penghargaan dari Gubernur Propinsi Banten Sebagai
Peringkat II kategori Rumah Sakit Sayang Ibu dalam rangka memperingati Hari Ibu
Tingkat Propinsi Banten.
22 Desember 2006, mendapat Penghargaan dari Piala Citra Bhakti Abdi Negara dan Piala
Citra Pelayanan Prima Tahun 2006 dari Presiden Republik Indonesia Dr.H.Susilo
Bambang Yudhoyono.
22 Desember 2006, mendapat Piagam Penghargaan “Citra Pelayanan Prima” dari Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara, atas keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
Tahun 2007 Juara II Lomba Kebersihan Rumah Sakit se- Kabupaten Tangerang dan Juara
I Lomba Rumah Sakit Sayang Ibu tingkat Provinsi Banten.
Mendapat Piagam Penghargaan Pelaksana Pelayanan Informasi Obat Terbaik pada
Proyek Percontohan PIO Tahun 2008 dari Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Tahun 2010 Piagam Penghargaan Indonesian Hospital Management Award.
Tahun 2011 meraih Predikat Biru pada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan Hidup.
12 Januari 2012 mendapat sertifikat Akrediatasi 16 Bidang Pelayanan.
Tahun 2012 meraih Predikat Biru pada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang (RSU) adalah rumah sakit umum milik Pemerintah
daerah kabupaten Tangerang, yang berlokasi di wilayah kota Tangerang, tepatnya Jl. Jenderal A.
Yani No.9 Tangerang
10
Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang merupakan Tipe RS Kelas B Pendidikan.
Dengan fasilitas :
Laboratorium
Radiologi
Farmasi
CT-Scan
Cathlab
PA
USG
EEG
EKG
Treadmill
Spirometri, dll
Penunjang Lainnya :
ambulance
Kereta Jenazah, dll
Dengan Keputusan Bupati Tangerang No.445/Kep.113-HUK/2008 RSU Kabupaten Tangerang
telah ditetapkan sebagai Penyelenggara Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(PPK-BLUD) Kabupaten Tangerang dengan status BLUD Penuh.
Setelah dikembangkan secara bertahap saat ini RSU Kabupaten Tangerang mempuyai bangunan
dengan luas keseluruhannya 24.701 m2 diatas tanah 41.615 m2.
RSU Kabupaten Tangerang merupakan rumah sakit milik Pemda Kabupaten Tangerang yang
berlokasi di Kota Tangerang, Rumah Sakit ini menerima pasien dari wilayah Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dll.
RSU Kabupaten Tangerang menerima pelayanan pasien selain dengan pembayaran tunai, Pasien
BPJS, Pasien Askes, Pasien Kerja Sama dengan Jaminan Perusahaan, Pasien JAMKESDA.
RSU Kabupaten Tangerang mulai tahun 2013 sebagai RS Pendidikan, RSU Kabupaten
Tangerang digunakan sebagai lahan pendidikan mahasiswa FKUI-S1 dan PPDS, FKG-UI,
Akademi Keperawatan, Akademi Kebidanan, Akademi Gizi, Akademi Radiologi, Akademi
Farmasi, Akademi Rehabilitasi, dll. Untuk menimba ilmu di RSU Kabupaten Tangerang
11
BAB III
I: Integritas
C: Cakap (Competent)
A: Akuntabel
R: Responsif
E: Efisien
12
Integritas
Setiap personil baik dokter maupun paramedis dan pegawai akan terus menjaga
kejujuran dan kebenaran dalam melakukan tindakan dan pekerjaan.
Cakap
Setiap personil baik dokter maupun paramedis dan pegawai terus menjaga kecakapan
agar dapat menjalankan fungsi secara profesional. Kegiatan rumah sakit yang inovatif
menunjukkan bahwa setiap jajaran pegawai harus dapat memberikan kontribusi secara
optimal bagi peningkatan kinerja rumah sakit dan peka terhadap aspirasi yang
disampaikan masyarakat/pasien.
Akuntabel
Sebagai BLUD maka RSU harus dapat mendayagunakan seluruh sumber daya untuk
mencapai kinerja optimal dan dapat dipertanggungjawabkan. Keberhasilan dalam
mencapai visi dan misi rumah sakit tidak lepas dari kebersamaan komitmen dari
seluruh anggota organisasi. Kesepakatan yang terjalin dari seluruh anggota organisasi
akan menciptakan hubungan yang harmonis untuk mencapai visi dan misi yang telah
dicanangkan.
Responsif
Sebagai instansi yang sangat tanggap pada kegawatdaruratan ataupun kondisi yang
fatal maka sikap tanggap dibudayakan melebihi sikap lainnya. Kegiatan di rumah
sakit harus didukung oleh pegawai yang profesionalisme dan senantiasa memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat/pasien dengan dilandasi prinsip-prinsip
good governance. Dengan demikian setiap program/ kegiatan rumah sakit harus
direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat agar mencapai hasil yang maksimal.
Efisiensi
13
BAB IV
STRUKTUR KETENAGAAN
Pola Ketenagaan
Mengingat pelaksana pelayanan TB di rumah sakit rumit dengan keterlibatan berbagai bidang
disiplin ilmu kedokteran serta penunjang medik, baik di poliklinik rawat jalan, bangsal rawat
inap serta rujukan pasien dan spesimen maka dalam pengelolahan program TB di rumah sakit
dibutuhkan manajemen tersendiri dengan dibentuk Tim DOTS di RSU Kabupaten Tangerang.
Uraian Jabatan
Ketua Tim DOTS adalah spesialis paru dan merangkap sebagai anggota.
Wewenang
Hasil Kerja
Kualifikasi:
Memiliki sertifikat pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengn strategi DOTS di rumah sakit
Tanggung Jawab:
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab penuh kepada ketua Tim DOTS
serta mewakli Ketua DOTS apabila ketua berhalangan
Tugas Pokok : Ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan program DOTS
Urain Tugas :
15
3. Menjadi mitra ketua DOTS untuk memberikan pembinaaan terhadap anggota DOTS.
4. Menjadi mitra ketua tim DOTS untuk meningkatkan pengetahuan anggota, membuat dan
memperbaiki cara kerja dan pedoman kerja yang aman dan efektif.
5. Memberikan pertimbangan saran pada perencanaan, pengembangan program dan
fasilitasnya
6. Membuat analisis kinerja DOTS
Sekretaris Tim DOTS
UraianTugas :
Hasil kerja :
1. Analisis DOTS
2. Pelaporan DOTS
3. Usulan perencanaan ketenagaan dan fasilitas yang dibutuhkan
4. Standar operasional prosedur DOTS
5. Laporan Program DOTS
Kualifikasi
16
Tangung jawab :
Uraian Tugas :
Uraian Wewenang :
Berdiri secara mandiri dan aktif untuk memberikan saran perencanaan dan
pengembangan pelayanan DOTS
Hasil Kerja :
Petugas Laboratorium
Uraian Tugas :
Petugas Radiologi
Uraian Tugas :
17
BAB V
STANDAR FASILITAS
Fasilitas dan prasarana yang dimiliki RSU Kabupaten Tangerang dalam pelaksanaan program
TB DOTS meliputi :
1. Tersedia ruangan khusus untuk pelayanan TB dengan strategi DOTS untuk pasien rawat
jalan
2. Tersedia bangsal perawatan khusus dan ruang isolasi untuk pelayanan TB dengan strategi
DOST bagi pasien yang membutuhkan rawat inap.
3. Ruangan telah memenuhi persyaratan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI TB) di
rumah sakit
4. Fasilitasperalatan untuk melakukan pelayanan medis TB
5. Tersedia ruangan bagi penyelenggaraan KIE terhadap pasien TB dan keluarga
6. Tersedia rungan loboratorim yang mampu melakuakan pemeriksaan mikroskopis dahak.
Ruang Tunggu
Administrasi
Temp
at Dokter
periks
a
Dokter
Lemari
Le
ma
ri
Komputer
Lemari obat
18
Daftar Inventaris Ruang DOTS
BAB VI
19
TATALAKSANA DOTS DI RUMAH SAKIT
Salah satu unsur penting dalam penerapan DOTS di rumah sakit adalah komitmen yang kuat
antara pimpinan rumah sakit, komite medik dan profesi lain yang terkait termasuk administrasi
dan operasionalnya. Untuk itu perlu dipenuhi kebutuhan sumber daya manusia dan prasarana
penunjang antara lain:
Pembentukan tim DOTS di RS yang terdiri dari seluruh komponen yang terkait dalam
penanganan pasien tuberkulosis (dokter, perawat, petugas laboratorium,petugas farmasi,
rekam medik dan PKRS)
Rungan untuk kegiatan Tim DOTS yang melakukan pelayanan DOTS
Pendanaan untuk pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan disepakati dalam MOU
antara rumah sakit dan Dinas Kesehatan Setempat.
Sumber pendanaan diperoleh dari rumah sakit
Program Nasional Pemberantasan TB memberikan kontribusi dalam hal pelatihan, OAT,
mikroskopis dan bahan bahan laboratorium.
Formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan pada penerapan DOTS; TB
01,02,03,04,05,06,09,10 dan buku register pasien tuberkulosis di rumah sakit.
Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan diakselarasikan dengan
seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait termasuk rumah sakit pemerintah,
puskesmas dan swasta, dengan mengikut -sertakan secara aktif semua pihak dalam kesetaraan
yang bersinergi untuk penangulangan TB.
Langkah-Langkah Kemitraan :
Pembentukan Jejaring
Rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case finding), namun
memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case
holding) jika dibandingkan dengan puskesmas karena itu perlu dikembangkan jejering rumah
sakitbaik internal maupun eksternal. Suatu sistem jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik
apabila angka default rate < 5% pada setiap rumah sakit.
DIREKTUR
PKRS, PPI,DLL
21
1. Tim DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien TB di rumah sakit
dan pusat informasi tentang TB. Kegiatannya meliputi : konseling, penetapan
klasifikasi dan tipe, kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan PMO, Follow
up hasilpengobatan dan pencatatan.
2. Poli spesialis, dan IGD berfungsi menjaring tersangka pasien TB, menegakkan
diagnosis dan mengirim pasien ke Tim DOTS RS.
3. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam melakukan penjaringan
tersangka serta perawatan dan pengobotan.
4. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostik.
5. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik.
6. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan OAT.
7. Rekam medik berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam pencatatan dan
pelaporan.
8. PKRS berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam kegiatan penyuluhan.
Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke IGD atau langsung ke poli spesialis
(Penyakit Dalam, Paru, Anak, Syaraf, Kulit, Bedah, Obgyn, THT, Mata, Bedah Syaraf,
Bedah Orthopedi dll)
Suspek TB dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang ( Laboratorium,
Mikrobioligi, PK, PA dan Radiologi)
Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan
klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing- masing atau tim DOTS.
Setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Tim DOTS untuk registrasi (bila
pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit), penentuan PMO, penyuluhan dan
pengambilan obat, pengisian kartu pengobatan TB(TB-01). Bila pasien tidak
menngunakan obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan dipoliklinik masing-
masing dan kemudian dilaporkan ke Tim DOTS.
Rawat inap
Unit DOTS RS
Poli Terkait:
-Poli Dalam
-Poli anak Farmasi
- Poli orthopedi
-poli Neurologi
Rekam medik
-DLL
Prinsip: Memastikan pasien TB yang dirujuk dan pindah akan menyelesaikan pengobatan dengan
benar ditempat lainnya.
1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan
kartu pengobatan TB (TB-01) di rumah sakit.
23
2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit surat pengantar atau formulir (TB-09) dengan
menyertakan TB-01 dan OAT (bila telah dimulai pengobatan)
3. Formulir TB-09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkankepada UPK
yang ditunjuk.
4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon dan SMS) ke koordinator Hospital
DOTS lingkage(HDL) tentang pasien yang dirujuk.
Gambar 4. Alur Rujukan pasien TB antara UPK dalam Satu Unit Registrasi (1
Kab/Kota)
Puskesmas
Rumah Sakit
(TB-09 )
5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB-
09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal.
6. Kordinator HDL, memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di
UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon dan SMS)
7. Bila pasien tidak ditemukan pada UPK yang dituju, petugas TB UPK yang dituju
melacak sesuai alamat pasien.
8. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal tentang pasien yang
dirujuk
24
Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk pemeriksaan ulang/
mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan.
Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2hari pada fase awal pengobatan atau 7 hari pada fase
lanjutan, maka Tim DOTS RS segera melakukan tindakan dibawah ini :
Rumah sakit memiliki beberapa pilihan dalam penanganan pasien TB sesuai dengan kemampuan
masing-masing seperti terlihat dibawah ini
Semua unit pelayanan yang menemukan suspek TB, memberikan informasi kepada yang
bersangkutan untuk membantu menentukan pilihan dalam mendapatkan pelayanan (diagnosis
dan pengobatan) serta menawarkan pilihan yang sesuai dengan beberapa pertimbangan:
25
Pilihan 1 : RS menjaring suspek TB, menentukan diagnosisdan klasifikasi pasien,
melakukan pengobatan, kemudian merujuk ke puskesmas/UPK lain untuk
melanjutkan pengobatan. Pasien kembali ke RS untuk konsultasi keadaan klinis
atau pemeriksaan ulang.
Pilihan 2 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi, kemudian
merujuk ke Puskesmas.
Pilihan 3 : RS menjaring suspek TB dan menentukan diagnosis dan klasifikasi , memulai
pengobatan dan kemudian merujuk ke puskesmas.
Pilihan 4 : RS melakukan seluruh kegiatan pelayanan DOTS
BAB VII
LOGISTIK
26
Pengolahan logistik penanggulangan TB merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemantauan dan evaluasi.
Logistik penngulangan TB terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik obat anti TB(OAT) dan
logistik lainnya.
Logistik OAT.
Paket OAT anak dan dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu:
OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose
Combination (FDC) yang dikemas dalam blister, tiap blister berisi 28 tablet.
OAT dalam bentuk Kombipak yang dikemas dalam blister untuk satu dosis
Kombipak ini disediakan khusus untuk mengatasi efek samping KDT. Khusus
untuk dewasa terdiri dari kategori 1, kategori 2, dan sisipan.
Logistik non OAT
Alat laboratorium terdiri dari:
Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan pengering,
lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong, pipet, kertas pembersih lensa
mikroskop, kertas saring dan lain-lain.
Bahan diagnostik terdiri dari:
Reagensia Ziehl Nielsen, eter alkohol, minyak imersi, lysol, tuberkulin PPD RT
23 dan lain-lain
Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan serta
blangko KIE
27
Rumah sakit menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar permintaan ke
Kabupaten /Kota
Pengadaan OAT
Dalam pengadaan OAT, RSU Kabupaten Tangerang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tangerang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengadaan OAT menjadi tanggung
jawab pusat mengingat OAT merupakan obat yang sangat sangat esensial (SSE).
Obat anti tuberkulosis disimpan di rak penyimpanan OAT sesuai persyaratan penyimpanan obat.
Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO (First Expired First Out), artinya obat yang
kadaluarsanya lebih awal harus diletakkan didepan agar dapat diberikan lebih awal.
Pendistribusian OAT disertai dengan dokumen yang memuat jenis, jumlah, kemasan, nomor
batch dan bulan serta tahun kadaluarsa.
Pemantauan OAT dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) yang berfungsi ganda, untuk menggambarkan dinamika logistik dan merupakan
alat pencatatan / pelaporan.
Mutu OAT diperiksa melalui pemeriksaan pengamatan fisik obat yang meliputi:
28
Secara umum siklusnya sama dengan manajemen OAT
Perhitungan berdasarkan pada perkiraan pasien BTA positif yang akan diberikan obat
dalam waktu 1 tahun.
Logistik penunjang lainnya (seperti buku Pedoman TB, Modul Pelatihan, Materi KIE)
dihitung berdasarkan kebutuhan.
BAB VIII
29
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM
Pemantauan dan evaluasi program merupakan salah satufungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus
untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah
suatu jarak waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Dengan
evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telahditetapkan sebelumnya dicapai.
Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna
untuk kepentingan perencanaan program.
Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten / Kota, Propinsi dan Pusat)
bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing.
Seluruh kegiatan harus dipantau baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran
(output). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan
wawancara dengan petugas pelaksanan maupun dengan masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaan
pemantauan dan evaluasi diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang
dilaksanakan dengan baik dan benar.
Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud
mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk
dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat, lengkap dan
tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengelolaan dan analisis. Data program TB dapat
diperoleh dari pencatatan disemua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan sistem
yang baku.
Unit Pelayanan Kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, Klinik dan dokter praktek swasta,
dll) dalam melaksakan pencatatan menggunakan formulir :
30
Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10)
Register Laboratorium (TB.04)
Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai
berikut:
Indikator Program TB
Disamping itu adabeberapa indikator proses untuk mencapai indikator nasional tersebut diatas
yaitu:
31
Angka Penjaringan Suspek
Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
Angka Notifikasi Kasus (CNR)
Angka Konversi
Angka Kesembuhan
Angka Kesalahan Laboratorium
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan (marker of
progress).
Sahih (valid)
Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific)
Dapat dipercaya (realiable)
Dapat diukur (measureable)
Adalah Jumlah suspek yang yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu
wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien
dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungan dari waktu ke waktu
(triwulan/tahunan).
Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek (TB.06). UPK yang tidak
mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta
indikator ini tidak dapat dihitung.
Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa
dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien serta
kepekaan menetapkan kriteria suspek.
32
RUMUS
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (< 5%) kemungkinan disebabkan:
Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek ,atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu)
Bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan:
Penjaringan terlalu ketat, atau
Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).
Tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat.
Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular diantara seluruh
pasien TB paru yang diobati.
RUMUS
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah itu berarti mutu
diagnosis rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular
(pasien BTA positif)
Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB
Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.
RUMUS
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam diagnosis TB
pada anak. Angka ini berkisar 15%, bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan terjadi
overdiagnosis.
33
Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate-CDR)
Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah
pasien baru TB BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate
menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.
RUMUS
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang dilaporkan dalam TB.07 x 100 %
Perkiraan Jumlah pasien baru TB BTA positif
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insiden
kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate program
Penangulangan TB Nasional minimal 70%
RUMUS
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan
menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk
mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung
menelan obat dilakukan dengan benar.
Contoh perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif :
Di unit Pelayanan Kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01 yaitu dengan
cara menelaah seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3-6 bulan
34
sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif,
setelah pengobatan intensif (2 bulan).
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat angka ini dengan mudah dapat dihitung dari laporan
TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB paru BTA positif
yang tercatat.
Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan ulang dengan tujuan:
Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan survailans kekebalan obat
Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat lini ke dua
(second-line drugs).
Menunjukkan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.
Di Unit Pelayanan Kesehatan, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan
cara menelaah seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9-12 bulan
sebelumnya kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh setelah selesai pengobatan. Di
tingkat kabupaten, propinsi dan pusat angka ini dapat dihitung dari laopran TB.08. Angka
minimal yang harus dicapai adalah 85 %. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui hasil
pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainya tetap perlu
diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default
dan pindah.
Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi
kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang yang disebabkan karena
ketidak efektifan dari pengendalian TB.
Menurunnya angka default karena peningkatan kualitas penanggulangan TB akan
menurunkan proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20% dalam beberapa
tahun.
35
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4 % untuk daerah
yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih dari 10% untuk daerah yang sudah
ada masalah resistensi obat.
Angka Kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA
positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap)
diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan
penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori 1
Pada saat ini penanggulangan TB sedang dalam uji coba untuk penerapan uji silang pemeriksaan
dahak (cross check) dengan motode Lot Sampling Quality Assesment (LSQA) di beberapa
propinsi. Untuk masa yang akan datang akan diterapkan metode LQAS di seluruh UPK.
Metode LSQA
Perhitungan angka kesalahan laboratorium, metode ini digunakan oleh propinsi-propinsi uji
coba. Setiap kesalahan besar dan kesalahan kecil, kesalahan juga dapat berupa tidak memadainya
kualitas sediaan, yaitu : terlalu tebal atau tipisnya sediaan, pewarnaan, ukuran, kerataan,
kebersihan dan kualitas spesimen.
Mengingat sistem penilaian yang berlaku sekarang berbeda dengan yang terbaru, petugas
pemeriksa slide harus mengikuti cara pembacaan dan pelaporan sesuai buku panduan bagi
petugas laboratorium mikroskopis TB. Interpretasi dari suatu laboratorium berdasarkan hasil uji
silang dinyatakan terdapat kesalahan bila:
Terdapat PPT atau NPT
Laboratorium tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan kesalahan kecil
dibandingkan periode sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi dari rata-rata semua
UPK di beberapa kabupaten/kota tersebut, atau bila kesalahan kecil terjadi beberapa kali
dalam jumlah yang signifikan
Bila terdapat 3 NPR
Kinerja setiap laboratorim harus terus dipantau sampai ditemukan penyebab kesalahan. Setiap
UPK agar dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau kecenderungan hasil interpretasi
setiap triwulan.
36
Error Rate
Error rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan
prosentase kesalahan pembacaan slide/sediaan yang dilakukan laboratorium pemeriksa pertama
setelah uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorim rujukan lain. Angka ini
menggambarkan kualitas pembacaan slide mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa
pertama.
RUMUS
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5%, apabila error
rate ≤ 5% dan positif palsu serta negatif palsu keduanya ≤ 5% berarti mutu pemeriksaan baik.
Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang (cross check) sedikit.
pada dasarnya error rate dihitung pada masing-masing laboratorium pemeriksaan di tingkat
kabupaten/kota. Kabupaten/ kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksaan
yang ada di wilayahnya melakukan uji silang, disamping menganalisa error rate pada
PRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide dahak secara
mikroskopis langsung.
KRITERIA :
Inklusi :
Ekslusi :
37
TIPE INDIKATOR :Rate Based
STANDAR : 5-15%
KETERANGAN :
DASAR PEMIKIRAN :Pengobatan dengan berbagai kombinasi obat dalam jangka waktu
yang lama sering menurunkan kepatuhan pasien dalam menelan
obat sehingga pengobatan gagal.
KRITERIA :
Inklusi :
Ekslusi :
STANDAR : 85%
KETERANGAN :
38
Jadwal Kegiatan Program TB DOTS RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2019
J F M AM J J A S O N D KETERAN
A E A P E U U G E K O E GAN
N B R R I N L U P T V S
I I S T B
39
Lampiran : Keputusan Direktur RSU
Kabupaten Tangerang
Nomor : 445/ /Tim DOTS
Tanggal : 28 Januari 2019
40
drg. Hj. NANIEK ISNAINI, L. M.Kes
Pembina Utama Muda
NIP. 19611218 198603 2 005
41