Anda di halaman 1dari 92

SOCIAL ACCOUNTING MATRIX:

Keterkaitan Kinerja Ekonomi dengan Masalah-Masalah Sosial


(Seri Materi Kuliah ke-5 Sistem Neraca Nasional)

Slamet Sutomo1

1. Pendahuluan
Materi kuliah ke-3 mengenai tabel Input-Output (tabel I-O)
telah menjelaskan keterkaitan antar berbagai kegiatan ekonomi
dalam membangun perekonomian secara total sehingga
menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB) di suatu negara. Akan
tetapi, tabel I-O belum dapat menjelaskan keterkaitan kinerja
ekonomi sebagai akibat dari berkembangnya perekonomian di
negara tersebut dengan masalah-masalah sosial yang terjadi,
misalnya kinerja ekonomi atau PDB dengan distribusi pendapatan
(income distribution) dan dengan kesempatan kerja (employment).
Apakah dengan berkembangnya ekonomi suatu negara, distribusi
pendapatan semakin merata, dan kesempatan kerja semakin
terbuka lebar untuk masyarakat untuk masuk ke dalam pasar
tenagakerja?

2. Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan, dan


Ketenagakerjaan serta Ketersediaan Kerangka Data yang
Relevan2

Pada periode setelah perang dunia kedua, strategi


pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan strategi yang
banyak dirujuk oleh negara-negara di dunia dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi. Target utama strategi pertumbuhan
ekonomi adalah untuk meningkatkan produksi atau output
ekonomi melalui peningkatan output kegiatan-kegiatan ekonomi
unggulan (leading economic activities), atau melalui peningkatan
produk-produk unggulan (leading products atau commodities)
sehingga dengan demikian PDB atau pendapatan nasional (national
income) negara bersangkutan menjadi meningkat. Secara konsepsi,

1Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), Jakarta.


2Dikutip dan dimodifikasi oleh penulis dari Sistem Neraca Sosial dan Ekonomi (SNSE) yang
dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik (berbagai tahun penerbitan).

1
hasil-hasil pembangunan ekonomi yang diperoleh tersebut
kemudian diharapkan akan mengalir kepada masyarakat melalui
proses penetesan ke bawah (trickle down effect), sehingga dengan
demikian pendapatan masyarakat akan meningkat dan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, pengalaman yang diperoleh oleh banyak negara,
termasuk oleh Indonesia, adalah bahwa strategi pertumbuhan
ekonomi pada satu sisi memang meningkatkan perekonomian
negara bersangkutan, baik yang dicerminkan oleh besarnya PDB
atau oleh laju pertumbuhan ekonomi (rate of economic growth), tetapi
pada sisi yang lain strategi tersebut memunculkan masalah lain
yang serius, antara lain adalah masalah ketidakmerataan
pendapatan (income inequality) diantara berbagai golongan
masyarakat, dan juga memunculkan masalah pengangguran
(unemployment); lihat misalnya Todaro (1987).
Secara konsepsi, keterkaitan antara kinerja ekonomi dengan
distribusi pendapatan dan kesempatan kerja dimulai dari adanya
produksi yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan produksi untuk
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs and wants) masyarakat
berupa sejumlah produk-produk atau paket komoditas-komoditas,
misalnya paket pangan, sandang, papan, dan sebagainya.
Dalam konsep Sistem Neraca Nasional (SNN) atau System of
National Accounts (SNA), komoditas-komoditas yang dihasilkan
oleh kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut menghasilkan output atau
PDB yang menunjukkan kinerja ekonomi yang diperoleh oleh
negara bersangkutan. Catatan: dalam menghasilkan output
tersebut, kegiatan-kegiatan ekonomi di suatu negara sudah tentu
juga mempertimbangkan permintaan-permintaan lain yang timbul,
seperti untuk memenuhi ekspor dan impor, dan juga untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang terkait dengan
kemampuan produksi kegiatan-kegiatan ekonomi dalam
menghasilkan output, seperti kebutuhan untuk membayar hutang
luar negeri, penyesuaian kurs valuta asing dan sebagainya (neraca
pembayaran).
Pada sisi lain, untuk dapat menghasilkan output tersebut,
kegiatan-kegiatan produksi membutuhkan kontribusi faktor-faktor
produksi tenagakerja dan modal. Permintaan terhadap faktor

2
produksi tenagakerja untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksi,
pada sisi lain, berarti membuka kesempatan kerja kepada
masyarakat dan sekaligus memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk memperoleh upah dan gaji (wages and salaries)
sebagai balas jasa karena berpartisipasi dalam proses produksi
dengan menyumbangkan faktor produksi tenagakerja; serta
menerima keuntungan (profits), dividen, bunga, sewa rumah, dan
sebagainya dari hasil menyumbangkan faktor produksi modal
dalam proses produksi (pendapatan ini disebut juga sebagai
pendapatan kapital atau capital income).
Pendapatan yang diterima oleh masing-masing faktor
produksi tenagakerja dan modal atau kapital menghasilkan
distribusi pendapatan faktor yang berbeda-beda (different income
distribution of production factors) dimana besar-kecilnya upah dan gaji
serta pendapatan kapital yang diterima oleh masing-masing
institusi, misalnya rumahtangga, tergantung kepada besar-kecilnya
faktor produksi yang dimiliki. Masalah pendapatan yang bervariasi
yang diperoleh oleh berbagai faktor produksi, baik yang diterima
oleh tenagakerja maupun oleh modal, yang dirinci menurut
berbagai kegiatan ekonomi merupakan salah satu sisi yang perlu
ditelaah dari terjadinya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi
terhadap distribusi pendapatan faktor. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi yang secara teoritis akan didistribusikan
melalui proses penetesan ke bawah (tricle down effects) perlu
dibuktikan secara empiris apakah menghasilkan distribusi
pendapatan faktor yang merata atau tidak merata? Distribusi
pendapatan faktor adalah distribusi nilai tambah (value added) atau
PDB yang dirinci menurut berbagai klasifikasi tenagakerja (berupa
upah dan gaji) dan klasifikasi modal (berupa pendapatan kapital
seperti keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah, dan sebagainya)
yang dirinci menurut klasifikasi kegiatan-kegiatan ekonomi.
Kemudian, pendapatan faktor tersebut diterima oleh
berbagai pelaku-pelaku ekonomi, seperti rumahtangga, perusahaan,
dan pemerintah. Pendapatan faktor yang bervariasi yang diterima
oleh rumahtangga akan memberikan kontribusi yang berbeda-beda
kepada pendapatan rumahtangga sehingga menimbulkan distribusi
pendapatan rumahtangga yang berbeda-beda. Rumahtangga yang

3
memiliki faktor-faktor produksi yang relatif besar atau banyak akan
menerima pendapatan yang lebih besar dari pada mereka yang
memiliki faktor-faktor produksi yang relatif sedikit; dan sebaliknya
rumahtangga yang memiliki faktor-faktor produksi yang relatif
sedikit akan menerima pendapatan yang lebih kecil dari pada
mereka yang memiliki faktor-faktor produksi yang relatif besar atau
banyak. Pada satu sisi, jika pemerintah atau institusi lain
mengeluarkan sejumlah dana untuk membantu rumahtangga,
misalnya untuk membantu rumahtangga miskin, maka pendapatan
rumahtangga akan meningkat dan hal ini juga akan mempengaruhi
distribusi pendapatan rumahtangga. Pada sisi ini, konsep
pertumbuhan ekonomi yang secara teoritis didampingi oleh proses
penetesan ke bawah (tricle down effects) perlu dibuktikan secara
empiris apakah menghasilkan distribusi pendapatan rumahtangga
yang merata atau tidak merata.
Kemudian, pendapatan yang diterima oleh rumahtangga
dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan rumahtangga;
sedangkan sisanya ditabung untuk maksud pembentukan modal
atau investasi. Distribusi ini menjelaskan pola pengeluaran
rumahtangga, yang memberikan gambaran mengenai pengeluaran
rumahtangga menurut berbagai komoditas kebutuhan
rumahtangga; dan tabungan yang mungkin dilakukan oleh
rumahtangga.
Dengan pemahaman seperti itu, para ahli statistik dan
perencanaan pembangunan berupaya untuk membangun suatu
kerangka data (data framework) yang dapat menghubungkan
masalah pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan dan
ketenagakerjaan dengan harapan bahwa keterkaitan ketiga masalah
tersebut dalam satu kerangka kerja yang terintegrasi (integrated data
framework) akan mampu menjelaskan hubungan antara kinerja
ekonomi dengan kinerja sosial khususnya mengenai penyerapan
tenagakerja dan distribusi pendapatan tenagakerja maupun
distribusi pendapatan rumahtangga.
Secara diagram, sistem modular kerangka data yang
terintegrasi tersebut, yang kemudian diaplikasikan menjadi suatu
kerangka data Social Accounting Matrix (SAM), yang
menghubungkan masalah-masalah ekonomi dan distribusi

4
pendapatan dan kesempatan kerja dalam masyarakat disajikan oleh
gambar 4.1.
Oleh karena itu, dalam suatu kerangka SAM diharapkan
terjadinya 3 tahap pemetaan (mapping) yang membedakan proses-
proses:
a. Proses produksi;
b. Distribusi nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-
faktor produksi (distribusi pendapatan faktor); dan
c. Pendapatan, konsumsi, tabungan, dan investasi
(distribusi pendapatan dan pengeluaran rumahtangga).

Kebutuhan Dasar

Pengeluaran Rumahtangga

Permintaan Akhir Distribusi Pendapatan


Rumahtangga

Pemerintah
Ekspor, Impor, dan
Neraca Pembayaran

Kegiatan Produksi PDB dan Distribusi


Pendapatan
Gambar 4.1
Diagram Sistem Modular SAM
Sumber: Dikutip dari BPS (1998)

3. Pengenalan Social Accounting Matrix


Social Accounting Matrix (SAM) merupakan suatu kerangka
data (data framework) dalam bentuk matrik yang menjelaskan secara
terintegrasi dan komprehensif mengenai produksi yang diciptakan
oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu negara dan pendapatan
yang ditimbulkan (income generation) dari kegiatan-kegiatan
ekonomi tersebut, dan juga menjelaskan pendapatan yang diterima
dan pola pengeluaran yang dilakukan oleh berbagai golongan

5
rumahtangga dan institusi lainnya di negara bersangkutan.
Disamping itu, SAM juga secara eksplisit menjelaskan masalah
ketenagakerjaan dan distribusi pendapatan tenagakerja di negara
bersangkutan.3
Dengan demikian, SAM merupakan suatu kerangka data
yang terintegrasi dan komprehensif yang menjelaskan kondisi
perekonomian dan sosial suatu negara dan sekaligus menyajikan
keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi dan sosial dalam suatu
set kerangka kerja. SAM juga merupakan suatu sistem akuntansi
dimana variabel-variabel ekonomi dan sosial disusun dalam bentuk
neraca-neraca yang mempunyai sisi debet dan sisi kredit dan kedua
sisi tersebut selalu berada dalam keadaan seimbang (balance), dan
secara keseluruhan SAM menjelaskan suatu keseimbangan umum
(general equilibrium) suatu kondisi ekonomi dan sosial suatu negara,
dimana pada semua dimensi ekonomi, misalnya supply dan demand,
inputs dan outputs, incomes dan expenditures, di negara bersangkutan
sudah berada dalam posisi yang seimbang (equiblirium). Dengan
menggunakan SAM, kinerja ekonomi dan sosial suatu negara,
seperti Produk Domestik Bruto (PDB) dan masalah-masalah
distribusi pendapatan serta ketenagakerjaan dapat ditelaah
(Alarcon et al, 1990).
Pada prinsipnya, SAM dibentuk atas dasar beberapa pilar
utama:
a. SAM merupakan suatu sistem kerangka data yang
mengkombinasikan informasi ekonomi dan sosial ke
dalam suatu kerangka yang terintegrasi dan
komprehensif;
b. SAM merupakan suatu sistem kerangka data yang
bersifat modular yang dapat menghubungkan variabel-
variabel atau pun subsistem-subsistem yang terdapat di
dalamnya secara terpadu;
c. SAM merupakan suatu sistem klasifikasi data yang
konsisten dan komprehensif;

3Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai suatu lembaga yang mengawali penyusunan Social

Accounting Matrix (SAM) di Indonesia menerjemahkan SAM ke dalam bahasa Indonesia


sebagai Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE).

6
d. SAM merupakan alat analisis terutama yang berkaitan
dengan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan
dan ketenagakerjaan.

a. Bentuk dan Arti Kerangka SAM


Kerangka dasar SAM dibangun dalam bentuk matrik
dengan ukuran 4x4, dengan pengertian bahwa banyaknya baris
pada kerangka SAM berjumlah 4 baris dan banyaknya kolom
berjumlah 4 kolom. Bentuk kerangka dasar tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.1. Lajur ke samping (menurut baris) menunjukkan
penerimaan atau pendapatan (incomings); sedangkan lajur ke bawah
(menurut kolom) menunjukkan pengeluaran (outgoings). Dalam
kerangka SAM terdapat 4 neraca utama (main accounts), yaitu:
a. Neraca faktor produksi;
b. Neraca institusi;
c. Neraca sektor produksi; dan
d. Neraca lainnya (rest of the world).

Masing-masing neraca tersebut menempati lajur baris dan


lajur kolom dimana masing-masing perpotongan antar baris dengan
kolom atau antar kolom dengan baris memberikan makna yang
berbeda. Tabel 4.2 memberikan arti secara singkat mengenai
masing-masing perpotongan tersebut. Catatan: tidak semua
perpotongan antar neraca dalam kerangka SAM memiliki arti dan
ini sesuai dengan pemahaman sebenarnya dalam ekonomi.
Perpotongan antar neraca yang tidak memiliki arti ditunjukkan oleh
perpotongan dengan simbol 0. Misalnya, perpotongan antara
neraca faktor produksi dengan faktor produksi tidak memiliki arti
karena dalam ekonomi tidak pernah terjadi faktor produksi seperti
tenagakerja membayar kepada faktor produksi lainnya seperti
modal atau kepada faktor produksi tenagakerja itu sendiri; dan oleh
karena itu dalam kerangka SAM diberi simbol 0. Demikian juga
untuk perpotongan-perpotongan lainnya yang memiliki simbol 0.
Sedangkan perpotongan yang memiliki arti disimbolkan
dengan Tij pada tabel 4.1 dimana i menunjukkan baris dan j
menunjukkan kolom. Misalnya, perpotongan antara neraca
kegiatan produksi atau kegiatan ekonomi dengan faktor produksi

7
memiliki arti karena dalam ekonomi kejadian ini berarti bahwa
kegiatan-kegiatan ekonomi membayar upah dan gaji kepada faktor
produksi tenagakerja, dan faktor produksi modal menerima surplus
usaha sebagai balas jasa terhadap keikutsertaan modal dalam
proses produksi menghasilkan produk-produk; dan oleh karena itu
dalam kerangka SAM diberi simbol T13 karena kejadian ini terjadi
pada perpotongan neraca ke 1 (faktor produksi) dengan neraca ke 3
(kegiatan ekonomi). Demikian juga untuk perpotongan-
perpotongan lainnya yang memiliki simbol Tij.

Tabel 4.1
Kerangka Dasar SAM

Pengeluaran
Penerimaan Faktor Institusi Kegiatan Neraca Total
Produksi Produksi lainnya
Faktor 0 0 T13 T14 y1
Produksi
Institusi T21 T22 0 T24 y2

Kegiatan 0 T32 T33 T34 y3


Produksi
Neraca T41 T42 T43 T44 y4
Lainnya
Total y’1 y’2 y’3 y’4

Sumber: BPS (1998)

Dari tabel 4.1 dapat dilihat misalnya perpotongan antara


neraca faktor produksi (baris 1) dengan kegiatan produksi (kolom 3)
yang diberi simbol T13 yang menjelaskan alokasi nilai tambah ke
faktor produksi (lihat juga tabel 4.2). Penjelasan: neraca T13 jika
dilihat dari sisi baris menunjukkan penerimaan oleh faktor-faktor
produksi, yaitu faktor produksi tenagakerja dan faktor produksi
modal, dari kegiatan-kegiatan produksi seperti dari kegiatan-
kegiatan produksi pertanian, pertambangan, industri-industri
manufaktur, dan sebagainya. Penerimaan atau pendapatan yang
diterima oleh faktor produksi tenagakerja, yaitu berupa upah dan

8
gaji, dan oleh faktor produksi modal, yaitu berupa surplus usaha,
merupakan rincian dari nilai tambah (value added). Dan oleh karena
itu, perpotongan antar kedua neraca faktor produksi dan neraca
kegiatan produksi tersebut disebut sebagai alokasi nilai tambah ke
faktor produksi (allocation of value added to factors of production; lihat
tabel 4.2). Secara lengkap, perpotongan tersebut menjelaskan
alokasi nilai tambah dari berbagai kegiatan produksi ke faktor-
faktor produksi (allocation of value added from economic activities to
factors of production).
Jika faktor-faktor produksi menerima pendapatan dari luar
negeri, baik berupa upah dan gaji serta surplus usaha, yang diberi
simbol T14 pada tabel 4.1 atau diistilahkan sebagai pendapatan
produksi dari luar negeri pada tabel 4.2, maka total pendapatan
faktor-faktor produksi dicerminkan oleh y1 pada tabel 4.1 atau
diistilahkan sebagai distribusi pendapatan faktor pada tabel 4.2.
Serupa dengan tabel Input-Output (table I-O), dalam
kerangka SAM juga berlaku ketentuan bahwa total pendapatan
faktor (y1 pada tabel 4.1) harus sama dengan total pengeluaran (y’1
pada tabel 4.1). Dengan perkataan lain, pendapatan faktor yang
diterima oleh faktor-faktor produksi tenagakerja dan modal
kemudian diterima oleh institusi-institusi (yaitu rumahtangga,
swasta, dan pemerintah), termasuk yang diterima oleh institusi luar
negeri (yang berarti juga merupakan pengeluaran faktor-faktor
produksi dalam negeri kepada luar negeri). Contoh dari
pengeluaran ini adalah upah dan gaji ekspatriat dari luar negeri
yang bekerja di dalam negeri dimana upah dan gaji mereka akan
dikirim ke rumahtangga mereka di luar negeri. Contoh yang lain
adalah surplus usaha yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan
luar negeri yang beroperasi di dalam negeri dimana surplus usaha
tersebut (dapat seluruhnya atau sebagian) yang kemudian dikirim
ke kantor pusat mereka di luar negeri.
Arti atau interpretasi yang lain mengenai perpotongan antar
neraca pada kerangka SAM dapat dilihat pada tabel 4.2.
Pada suatu kerangka SAM telah menjadi ketentuan bahwa
total besaran pada baris jumlah harus sama dengan besaran pada
kolom jumlah; dan dengan demikian: y1 harus sama dengan y’1 atau
dengan perkataan lain: pendapatan faktor-faktor produksi harus

9
sama dengan pengeluaran faktor-faktor produksi; y2 harus sama
dengan y’2 atau dengan perkataan lain: pendapatan institusi
(misalnya rumahtangga) harus sama dengan pengeluaran institusi
(rumahtangga); y3 harus sama dengan y’3 atau dengan perkataan
lain: total output harus sama dengan total input; dan y4 harus sama
dengan y’4 atau dengan perkataan lain: pendapatan luar negeri
harus sama dengan pengeluaran luar negeri.

Tabel 4.2
Arti Hubungan Antar Neraca Dalam Kerangka SAM

Pengeluaran
Penerimaan
Faktor Institusi Kegiatan Neraca
Produksi produksi lainnya Total
Alokasi Pendapatan Distribusi
Faktor Nilai Faktor Pendapatan
Produksi 0 0 Tambah ke Produksi dari Faktor
Faktor Luar Negeri
Produksi
Alokasi
Pendapatan Transfer Transfer dari Distribusi
Institusi Faktor Antar 0 Luar Negeri Pendapatan
Produksi ke Institusi Institusi
Institusi

Kegiatan Permintaan Permintaan Ekspor dan


Produksi 0 Akhir Antara Investasi Total
Output

Alokasi Impor,
Neraca Pendapatan Tabungan, Transfer dan Total
lainnya Faktor Pajak Tidak Neraca Penerimaan XXXX
Produksi ke Langsung lainnya Neraca
Luar Negeri Lainnya

Sumber: BPS (1998)

b. Klasifikasi SAM
Upaya awal yang perlu dilakukan dalam penyusunan suatu
kerangka data SAM adalah penyusunan klasifikasi. Klasifikasi
dibutuhkan untuk dapat menentukan besarnya ukuran kerangka
SAM. Klasifikasi disusun sesuai dengan kebutuhan analisis dan

10
ketersediaan data. Semakin besar klasifikasi, maka semakin banyak
jenis data yang dibutuhkan. Namun, pada dasarnya suatu
kerangka SAM dibangun dengan mengikuti klasifikasi neraca-
neraca yang terdapat dalam SAM untuk menjelaskan:
a. Neraca Produksi,
b. Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi,
c. Neraca Kapital (yang dapat diperluas menjadi Neraca
Finansial),
d. Neraca Luar Negeri.

Klasifikasi SAM yang sangat agregat disesuaikan dengan


kebutuhan terhadap 4 neraca utama dalam kerangka SAM, yaitu:
a. Faktor produksi;
b. Institusi;
c. Kegiatan produksi atau komoditi; dan
d. Neraca lainnya.

Keempat neraca utama ini dapat dibuat secara lebih rinci


yang disesuaikan dengan kebutuhan analisis dan ketersediaan data.
Misalnya, klasifikasi SAM dibuat sebagai berikut:
I. Faktor Produksi
a. Tenagakerja
- Desa, dibayar (paid workers)
- Desa, bekerja sendiri (self-employed atau
unpaid workers)
- Kota, dibayar (paid workers)
- Kota, bekerja sendiri (self-employed atau
unpaid workers)
b. Modal
II. Institusi
a. Rumahtangga
- Desa
- Kota
b. Swasta
c. Pemerintah
III. Kegiatan Produksi
a. Kegiatan Produksi

11
b. Komoditi
- Domestik
- Impor
IV. Neraca Lainnya (Rests of the World)
a. Neraca Kapital
b. Neraca Luar Negeri

Dengan klasifikasi sedemikian, kerangka SAM yang dapat


disusun adalah SAM berukuran 14x14; dan rincian klasifikasinya
adalah sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 4.3.
Sebagai contoh lain mengenai klasifikasi SAM yang lebih
rinci, berikut disajikan klasifikasi SAM Indonesia yang berukuran
109x109 (lihat tabel 4.4). Penjelasan mengenai masing-masing
klasifikasi dan beberapa konsep dan definisi yang terkait dengan
klasifikasi tersebut diberikan di bawah ini.

Tabel 4.3
Klasifikasi SAM (14 x 14)

Klasifikasi Kode
Dibayar 1
Desa Bekerja sendiri 2
Faktor Produksi Tenagakerja (tidak dibayar)
Dibayar 3
Kota Bekerja sendiri 4
(tidak dibayar)
Modal 5
Desa 6
Institusi Rumahtangga Kota 7
Swasta 8
Pemerintah 9
Kegiatan Produksi 10
Kegiatan Produksi Domestik 11
Komoditi Impor 12
Neraca Kapital 13
Rests of the World Luar Negeri 14

12
Tabel 4.4
Klasifikasi SAM Indonesia (109 x 109)

U r a i a n Kode

Pedesaan 1
Penerima Upah dan gaji
Kota 2
Pertanian
Bukan Penerima Upah Pedesaan 3
dan gaji Kota 4
Produksi, Pedesaan 5
Penerima Upah dan gaji
Operator Alat Kota 6
Angkutan,
Manual Bukan Penerima Upah Pedesaan 7

(buruh kasar) dan gaji Kota 8


Tenaga
Kerja Pedesaan 9
Tata usaha, Penerima Upah dan gaji
Kota 10
Penjualan, jasa-
jasa Bukan Penerima Upah Pedesaan 11
Faktor
dan gaji Kota 12
Produksi
Kepemimpinan, Pedesaan 13
Penerima Upah dan gaji
ketatalaksanaan, Kota 14
militer,
profesional, Bukan Penerima Upah Pedesaan 15

teknisi dan gaji Kota 16


Tanah, Modal Pertanian lainnya 17

Usaha Tidak Rumah ditempati pemilik 18


Berbadan Hukum Modal lain lain : Pedesaan 19
Bukan
Tenaga Modal lain lain : Kota 20
Kerja Modal Swasta Dalam Negeri 21
Usaha Berbadan
Modal Pemerintah 22
Hukum
Modal Asing 23
Buruh 24
Pengusaha yang memiliki tanah 0,000-
25
0,500 Ha
Rumah
Petanian Pengusaha yang memiliki tanah 0,500-
Tangga 26
1,000 Ha
Institusi Pengusaha yang memiliki tanah > 1,000
27
Ha

13
Pengusaha bebas
golongan
rendah,tena ga tata
usaha, pedagang
keliling, pekerja
28
bebas sektor
angkutan, jasa
perorangan, buruh
kasar
Bukan angkatan
kerja dan golongan 29
Pedesaan
yang tidak jelas
Pengusaha bebas
golongan
atas,pengusaha
bukan pertanian,
manager, militer,
profesional,
30
teknisi,guru, pekerja,
tata usaha dan
penjualan golongan
Bukan
atas
Pertanian
Pengusaha bebas
golongan rendah,
tenaga tata usaha,
pedagang keli-ling,
pekerja bebas sektor 31
angkutan, jasa
perorangan, buruh
kasar
Bukan angkatan
kerja dan golongan 32
Kota yang tidak jelas
Pengusaha bebas
golongan
atas,pengusaha
bukan pertanian,
manager, militer,
profesional,
33
teknisi,guru, pekerja,
tata usaha dan
penjualan golongan
atas
Perusahaan 34
Pemerintah 35

Kegiatan Pertanian Tanaman Pangan 36


Produksi Pertanian Tanaman lainnya 37

14
Peternakan dan Hasil-hasilnya 38

Kehutanan dan Perburuan 39

Perikanan 40

Pertambangan Batubara & Bijih Logam,


41
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Pertambangan dan Penggalian lainnya 42

Industri Makanan, Minuman & Tembakau 43

Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 44


Industri kayu & barang-barang dari kayu 45
Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan,
46
Barang dari Logam dan Industri lainnya
Industri Kimia, Pupuk, Hasil_hasil dari Tanah Liat & Semen,
47
dan Industri Logam Dasar
Listrik, Gas dan Air Minum 48

Konstruksi 49

Perdagangan Besar dan Bceran, Jasa Penunjang Angkutan


50
dan Pergudangan

Restoran 51

Perhotelan 52

Angkutan Darat 53

Angkutan Udara dan Air, Komunikasi 54

Bank dan Asuransi 55

Real Estate dan Jasa Perusahaan 56

Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan,


57
Kesehatan, Jasa Sosial lainnya, Film dan rekreasi

Jasa Perseorangan, Rumahtangga dan Jasa lainnya 58

Marjin perdagangan 59

Marjin Pengangkutan 60

Pertanian Tanaman Pangan 61

Pertanian Tanaman lainnya 62

Peternakan dan hasil_hasilnya 63

Komoditi Kehutanan dan Perburuan 64


Domestik Perikanan 65

Pertambangan Batubara & Bijih Logam,


66
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Pertambangan dan penggalian lainnya 67

15
Industri makanan, minuman & tembakau 68

Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 69


Industri kayu & barang-barang dari kayu 70

Industri kertas, percetakan, Alat angkutan,


71
Barang dari Logam dan Industri lainnya

Industri Kimia, Pupuk, Hasil-hasil dari Tanah Liat & Semen,


72
dan Industri Logam Dasar

Listrik, gas dan air minum 73

Konstruksi 74

Perdagangan Besar dan Eceran, Jasa Penunjang Angkutan


dan Pergudangan 75

Restoran 76

Perhotelan 77

Angkutan Darat 78

Angkutan Udara dan air, Komunikasi 79

Bank dan Asuransi 80

Real Estate dan Jasa Perusahaan 81


Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan,
Jasa Sosial lainnya, Film dan Rekreasi 82

Jasa Perseorangan, Rumahtangga dan Jasa lainnya 83

Pertanian Tanaman Pangan 84

Pertanian Tanaman lainnya 85

Peternakan dan Hasil_hasilnya 86

Kehutanan dan Perburuan 87

Perikanan 88

Pertambangan Batubara & Bijih Logam,


Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 89

Pertambangan dan Penggalian lainnya 90

Industri Makanan, Minuman & Tembakau 91

Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 92


Industri kayu & barang-barang dari kayu 93

Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan,


Barang dari Logam dan Industri Lainnya 94

Komoditi Industri Kimia, Pupuk, Hasil_hasil dari Tanah Liat & Semen,
Impor dan Industri Logam Dasar 95

16
Listrik, Gas dan Air Minum 96

Konstruksi 97

Perdagangan Besar dan Eceran, Jasa Penunjang Angkutan


dan Pergudangan 98

Restoran 99

Perhotelan 100

Angkutan Darat 101

Angkutan Udara dan air, Komunikasi 102

Bank dan Asuransi 103

Real Estate dan Jasa Perusahaan 104

Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan,


Jasa Sosial lainnya, Film dan rekreasi 105

Jasa Perseorangan, Rumahtangga dan Jasa lainnya 106

Neraca Kapital 107

Pajak Tidak Langsung Minus Subsidi 108

Luar Negeri 109


Sumber: BPS (1998)

Klasifikasi Neraca Faktor Produksi


Klasifikasi neraca faktor produksi dibedakan atas faktor
produksi tenagakerja dan bukan tenagakerja (atau modal).
Sedangkan faktor produksi tenagakerja dibedakan menurut jenis
dan status pekerjaan dari tenagakerja, dalam hal ini terdiri dari
tenagakerja pertanian; tenagakerja produksi, operator alat
angkutan, dan manual (buruh kasar); tenagakerja tata usaha,
penjualan, dan jasa-jasa; dan tenagakerja kepemimpinan,
ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi.

Tenagakerja Pertanian
Tenagakerja pertanian adalah tenagakerja yang bekerja di
sektor pertanian, termasuk di dalamnya mereka yang bekerja di
kegiatan perkebunan, perikanan, kehutanan, perburuan dan
penangkapan hewan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan
kegiatan pertanian (jasa pertanian). Tenagakerja pertanian dapat
berupa tenagakerja yang bekerja sendiri (self-employed) atau pekerja
keluarga (unpaid workers), atau pekerja yang dibayar (buruh atau

17
paid workers), baik yang bekerja sebagai manajer, pengawas, atau
pun sebagai buruh biasa.

Tenagakerja Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual (Buruh


Kasar)
Tenagakerja dalam golongan ini merupakan tenagakerja di
luar kegiatan pertanian tetapi hanya mencakup tenagakerja
produksi, operator alat angkutan, buruh kasar, dan yang setingkat
dengan itu. Mereka yang termasuk dalam golongan tenagakerja ini
dapat melakukan kegiatan penggalian dan pengolahan bahan
tambang, minyak dan gas bumi; proses pembuatan barang;
konstruksi, perawatan dan perbaikan berbagai jenis jalan,
bangunan, mesin dan lain-lain. Termasuk pula didalamnya
tenagakerja yang mengemudikan alat angkutan dan peralatan lain
serta melaksanakan tugas yang terutama menggunakan tenaga fisik
jasmani.

Tenagakerja Tata-Usaha, Penjualan dan Jasa-Jasa


Tenagakerja dalam golongan ini merupakan tenagakerja di
luar kegiatan pertanian. Mereka yang termasuk dalam tenagakerja
tata usaha meliputi pekerja pengawas tata-usaha, pejabat pelaksana
pemerintah, pengawas pelaksanaan jasa angkutan dan komunikasi;
penyusun dan pemelihara catatan transaksi keuangan termasuk
mereka yang mengurus kas, melakukan pencatatan baik lisan atau
tertulis (steno, mesin ketik), mereka yang melayani mesin kantor,
peralatan telepon dan sejenisnya. Termasuk dalam golongan ini
adalah mereka yang menyelenggarakan angkutan darat bagi
penumpang, pendistribusian barang kiriman dan tugas lain yang
sejenis.
Tenagakerja yang termasuk dalam golongan jabatan
penjualan adalah mereka yang bekerja dan berhubungan langsung
dengan pembelian dan penjualan dari segala jenis barang dan jasa,
baik usaha perdagangan besar atau eceran atas nama mereka
sendiri atau mengelola atas nama pihak lain.
Tenagakerja yang termasuk dalam usaha jasa-jasa meliputi
mereka yang berhubungan dengan usaha-usaha jasa penginapan,

18
katering, kerumahtanggaan, perorangan, perlindungan serta usaha
jasa.

Tenaga Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan


Teknisi
Tenagakerja dalam golongan ini merupakan tenagakerja di
luar kegiatan pertanian. Tenaga kepemimpinan dan
ketatalaksanaan meliputi pejabat legislatif dan tenaga manajemen;
direktur dan manajer (utama, produksi, pemasaran, keuangan,
administrasi, personalia, penelitian dan pengembangan).
Sedangkan tenaga profesional dan teknisi adalah mereka yang
dalam melakukan pekerjaannya menerapkan ilmu pengetahuan
untuk memecahkan berbagai persoalan teknologi, sosial, ekonomi,
industri serta melakukan fungsi-fungsi keahlian, teknis, kesenian
dan yang berhubungan dengan itu dalam berbagai bidang termasuk
olahraga.
Disamping konsep dan definisi mengenai klasifikasi faktor
produksi tenagakerja yang sudah dijelaskan di atas, konsep dan
definisi yang terkait dengan klasifikasi faktor produksi tenagakerja
adalah yang berhubungan dengan pengukuran banyaknya
tenagakerja dalam SAM yang disebut sebagai ekivalen tenagakerja.

Ekivalen Tenagakerja
Ukuran tenagakerja yang digunakan dalam SAM disebut
sebagai ekivalen tenagakerja (worker equivalents atau ETK). Ukuran
ini mendefinisikan bahwa 1 (satu) ETK sama dengan 1 (satu)
tenagakerja yang bekerja selama 40 jam seminggu atau 8 jam per
hari kerja (Senen sampai dengan Jumat). Sehingga, bila seorang
tenagakerja bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka tenagakerja
tersebut dihitung sebagai kurang dari 1 (satu) ETK; demikian juga
sebaliknya. Dalam SAM, jumlah ETK dihitung untuk masing-
masing klasifikasi tenagakerja (seperti tenagakerja profesional,
tenagakerja pertanian, dan sebagainya) dan untuk masing-masing
lapangan usaha atau kegiatan ekonomi. Dengan demikian, seorang
tenagakerja (misalnya tenagakerja profesional) yang bekerja selama
20 jam di kegiatan ekonomi A dan 20 jam di kegiatan ekonomi B
akan dihitung sebagai 0,5 ETK di kegiatan ekonomi A dan 0,5 ETK

19
di kegiatan ekonomi B. Ukuran ETK dimaksudkan untuk dapat
menangkap adanya tenagakerja yang bekerja di beberapa kegiatan
ekonomi; atau untuk menangkap adanya tenagakerja yang bekerja
kurang atau lebih dari jam kerja normal (40 jam seminggu).
Catatan: jumlah tenagakerja yang digunakan dalam tabel Input-
Output (tabel I-O) dihitung dalam ukuran orang; sehingga jumlah
tenagakerja yang disajikan oleh SAM akan berbeda dengan yang
disajikan oleh tabel I-O.

Klasifikasi Neraca Institusi


Klasifikasi neraca institusi dibedakan atas 3 klasifikasi yaitu:
pemerintah, swasta (perusahaan-perusahaan) dan rumahtangga.

Pemerintah
Yang dimaksud dengan pemerintah di sini adalah
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Swasta atau Perusahaan


Yang dimaksud dengan swasta atau perusahaan di sini
adalah swasta atau perusahaan-perusahaan yang menjalankan
operasi bisnis mereka di suatu negara, misalnya di Indonesia.

Rumahtangga
Yang dimaksud dengan rumahtangga di sini adalah
rumahtangga yang berdomisili di suatu negara. Pengertian
rumahtangga dalam kerangka SAM mengikuti konsep
rumahtangga yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),
yaitu sekelompok orang yang tinggal dalam satu atap dan makan
dari satu dapur. Perbedaan pengertian rumahtangga dalam
kerangka SAM dengan yang digunakan dalam survei atau sensus
yang dilaksanakan oleh BPS adalah bahwa rumahtangga dalam
SAM masih diklasifikasikan lagi menjadi golongan-golongan
rumahtangga. Dalam kerangka SAM Indonesia, rumahtangga
dirinci menjadi 6 golongan rumahtangga. Penjelasan golongan
rumahtangga dalam kerangka SAM Indonesia adalah sebagai
berikut:

20
a. Rumahtangga buruh tani, yaitu rumahtangga dimana
kepala rumahtangga bekerja sebagai buruh tani atau
penerima pendapatan terbesar diterima dari hasil balas
jasa bekerja sebagai buruh tani;
b. Rumahtangga pengusaha pertanian, yaitu rumahtangga
dimana kepala rumahtangga bekerja atau rumahtangga
tersebut menerima pendapatan terbesar dari hasil
mengusahakan lahan pertanian (agricultural operators).
Golongan rumahtangga ini dapat diklasifikasikan lagi
atas mereka yang memiliki lahan pertanian kurang dari
atau sama dengan 0,5 ha (disebut sebagai petani gurem);
0,501-1 ha; atau lebih dari 1 ha;
c. Rumahtangga golongan rendah adalah golongan
rumahtangga bukan pertanian dengan kepala
rumahtangga atau penerima pendapatan terbesar
bekerja sebagai pengusaha bebas golongan rendah,
tenaga tata-usaha golongan rendah, pedagang keliling,
pekerja bebas sektor angkutan (seperti supir bis,
kondektur bis), pekerja bebas sektor jasa perorangan,
pekerja kasar. Golongan rumahtangga ini dirinci lagi
menjadi mereka yang bertempat tinggal di pedesaan dan
di kota. Termasuk dalam golongan rumahtangga ini
adalah rumahtangga bukan angkatan kerja.
Rumahtangga bukan angkatan kerja adalah golongan
rumahtangga dengan kepala rumahtangga yang sudah
tidak bekerja lagi (penerima pensiun) atau pendapatan
terbesar berasal dari transfer (penerima pendapatan).
Golongan rumahtangga ini dirinci lagi menjadi mereka
yang berdomisili di pedesaan dan di kota;
d. Rumahtangga golongan atas adalah golongan
rumahtangga bukan pertanian dengan kepala
rumahtangga atau penerima pendapatan terbesar
bekerja sebagai pengusaha bebas (bukan pertanian)
golongan atas, manajer, profesional (seperti akuntan,
dokter), militer, guru/dosen/guru besar, pekerja tata
usaha dan penjualan golongan atas. Golongan

21
rumahtangga ini dirinci lagi menjadi mereka yang
berdomisili di pedesaan dan di kota.

Konsep dan definisi yang berhubungan dengan


rumahtangga adalah mengenai pendapatan rumahtangga, anggota
rumahtangga, dan tabungan rumahtangga.

Pendapatan Rumahtangga
Pendapatan rumahtangga adalah pendapatan yang diterima
oleh rumahtangga bersangkutan, baik yang berasal dari pendapatan
kepala rumahtangga maupun pendapatan anggota-anggota
rumahtangga. Pendapatan rumahtangga dapat berasal dari balas
jasa faktor produksi tenagakerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus,
dan sebagainya), balas jasa kapital (bunga, dividen, bagi hasil, dan
sebagainya) dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak
lain (transfer).

Anggota Rumahtangga
Anggota rumahtangga adalah mereka yang bertempat-
tinggal dan menjadi tanggungan rumahtangga bersangkutan.
Anggota rumahtangga yang telah berdomisili di wilayah lain lebih
dari enam bulan dianggap bukan lagi menjadi anggota
rumahtangga tersebut.

Tabungan Rumahtangga
Tabungan rumahtangga adalah pendapatan rumahtangga
yang tidak dikonsumsi habis. Tabungan merupakan selisih
pendapatan dengan pengeluaran rumahtangga. Dalam kerangka
SAM, tabungan rumahtangga masih merupakan konsep bruto
karena masih mengandung unsur penyusutan barang modal yang
digunakan untuk usaha rumahtangga.

Klasifikasi Kegiatan Produksi


Klasifikasi kegiatan produksi dalam kerangka SAM
Indonesia lebih ringkas dari pada, misalnya tabel I-O Indonesia,
karena SAM lebih terfokus kepada upaya untuk menjelaskan
masalah distribusi pendapatan, sehingga klasifikasi kegiatan

22
produksi lebih banyak merupakan penggabungan beberapa
klasifikasi kegiatan ekonomi yang ada pada tabel I-O Indonesia.

Klasifikasi Neraca Lainnya


Klasifikasi neraca lainnya dalam kerangka SAM meliputi
marjin perdagangan dan pengangkutan, neraca kapital, pajak tidak
langsung neto dan neraca luar negeri.

4. Analisis Deskriptif SAM untuk Menghubungkan Kinerja


Ekonomi, Distribusi Pendapatan, dan Ketenagakerjaan
Kerangka SAM dapat digunakan sebagai kerangka data yang
menjelaskan mengenai:
a. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti
Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, tabungan, dan
sebagainya;
b. Distribusi pendapatan faktor, yaitu distribusi
pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi
tenagakerja dan kapital;
c. Distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci
menurut berbagai golongan rumahtangga;
d. Pola pengeluaran rumahtangga (household expenditure
pattern);
e. Distribusi tenagakerja menurut kegiatan produksi atau
lapangan usaha dimana mereka bekerja termasuk
distribusi pendapatan tenagakerja yang diperoleh
sebagai balas jasa tenagakerja.

Disamping itu, SAM juga merupakan suatu sistem kerangka


data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model
ekonomi dan juga sebagai dasar analisis, baik untuk analisis partial
(partial equilibrium) maupun analisis keseimbangan umum (general
equilibrium) dalam melakukan analisis kebijakan.4

4Bagian akhir dari materi kuliah ke-4 ini memberikan penjelasan mengenai penggunaan SAM

untuk membangun suatu model keseimbangan umum (general equiblirium model).

23
Kinerja Ekonomi
Kinerja ekonomi suatu negara dapat ditunjukkan, misalnya,
dari nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan ekonomi
(neraca T13 pada tabel 4.1) yang memberikan gambaran mengenai
besarnya PDB atas dasar harga faktor (Gross Domestic Product at
factor costs) pada suatu tahun tertentu. Bila ditambah dengan pajak
tidak langsung neto akan menghasilkan PDB atas dasar harga
berlaku. Kinerja perekonomian yang lain yang dapat ditunjukkan
oleh kerangka SAM, misalnya, adalah:
a. Distribusi PDB menurut kegiatan-kegiatan ekonomi
(supply side);
b. Distribusi PDB menurut pengeluaran (demand side);
c. Struktur input antara (intermediate inputs) yang dapat
dirinci menurut sumbernya, yaitu domestik atau impor;
d. Investasi dan tabungan masyarakat;
e. Ekspor dan impor, dan penerimaan serta pengeluaran
suatu negara yang mengalir ke luar negeri.

Distribusi Pendapatan Faktor dan Masalah Ketenagakerjaan


Distribusi pendapatan faktor dalam kerangka SAM
ditunjukkan oleh baris neraca pertama pada kerangka umum SAM
(lihat tabel 4.1 dan tabel 4.2). Seperti ditunjukkan oleh tabel 4.1
bahwa neraca T13 menunjukkan alokasi nilai tambah yang
dihasilkan oleh berbagai kegiatan produksi ke faktor-faktor
produksi, yaitu sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor
produksi, misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi
penggunaan faktor produksi tenagakerja; keuntungan, dividen,
bunga, sewa rumah, dan sebagainya sebagai balas jasa terhadap
faktor produksi kapital, yang diperoleh dari berbagai kegiatan
produksi. Bila ditambah dengan neraca T14 yang menunjukkan
pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri, maka
total kedua penerimaan ini menunjukkan distribusi pendapatan
faktor.

Distribusi Pendapatan Rumahtangga


Distribusi pendapatan rumahtangga dalam kerangka SAM
ditunjukkan oleh baris neraca kedua pada kerangka umum SAM

24
(lihat tabel 4.1 dan tabel 4.2). Salah satu institusi dalam kerangka
SAM adalah rumahtangga. Seperti ditunjukkan oleh tabel 4.2 bahwa
neraca T21 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang
diterima oleh berbagai institusi, salah satu oleh rumahtangga.
Dengan perkataan lain, neraca ini merupakan mapping dari neraca
T13 menjadi neraca T21, yaitu pemetaan (mapping) dari pendapatan
faktor menurut kegiatan-kegiatan ekonomi menjadi pendapatan
institusi, salah satu adalah pendapatan rumahtangga, menurut
faktor-faktor produksi.
Sementara itu, neraca T22 menunjukkan pembayaran transfer
(transfer payments) antar institusi, misalnya, pemberian subsidi dari
pemerintah kepada rumahtangga, atau pemberian subsidi dari
perusahaan kepada rumahtangga, atau pembayaran transfer dari
rumahtangga ke rumahtangga yang lain. Sedangkan neraca T24
menunjukkan penerimaan ketiga institusi dari luar negeri. Jumlah
ketiga neraca T21, T22, dan T24 yang berhubungan dengan
rumahtangga menggambarkan distribusi pendapatan rumahtangga.

Pola Pengeluaran Rumahtangga


Pola pengeluaran menurut golongan rumahtangga dalam
kerangka SAM dapat dilihat pada neraca kolom masing-masing
golongan rumahtangga (kolom institusi pada tabel 4.1 atau tabel
4.2). Dari rincian ini dapat diperoleh informasi mengenai pola
pengeluaran rumahtangga menurut berbagai komoditas, baik
komoditas domestik maupun komoditas impor. Dari informasi ini
dapat juga diperlihatkan besarnya tabungan masing-masing
golongan rumahtangga.

Ketenagakerjaan
Masalah ketenagakerjaan dalam kerangka SAM terutama
dijelaskan oleh submatrik T13, yaitu submatrik alokasi nilai tambah
menurut kegiatan-kegiatan ekonomi. Sebagaimana dipahami bahwa
nilai tambah yang diciptakan oleh kegiatan-kegiatan ekonomi
tersebut, salah satu, merupakan sumbangan dari faktor produksi
tenagakerja berupa upah dan gaji. Bila upah dan gaji ini dari tiap-
tiap tenagakerja pada masing-masing kegiatan ekonomi dirinci,
maka rincian ini menjelaskan alokasi nilai tambah faktor produksi

25
tenagakerja menurut kegiatan-kegiatan ekonomi. Dengan
demikian, dari submatrik ini dapat diperoleh informasi mengenai
jumlah tenagakerja yang bekerja di masing-masing kegiatan
ekonomi termasuk besarnya tingkat upah yang diperoleh. Data
empiris ini merupakan fakta untuk dianalisa guna memberikan
gambaran mengenai kondisi sosial masyarakat, khususnya
mengenai masalah ketenagakerjaan, yaitu distribusi pekerja dan
tingkat upah dan gaji menurut kegiatan-kegiatan ekonomi.

5. Contoh SAM Indonesia


SAM Indonesia tahun 2008 Berukuran 13x13
Sebagai contoh mengenai bentuk SAM, berikut disajikan
SAM Indonesia tahun 2008 berukuran 13x13 (lihat tabel 4.5a). SAM
ukuran ini merupakan agregasi dari SAM Indonesia tahun yang
sama yang berukuran lebih besar, yaitu 109x109. Kerangka SAM ini
ditampilkan untuk memperlihatkan bentuk kerangka SAM
Indonesia secara sangat agregat sehingga kinerja ekonomi dan
sosial di Indonesia selama tahun 2008 dapat diperlihatkan (lihat
tabel 4.5b mengenai rincian klasifikasi SAM Indonesia tahun 2008
ukuran 13x13 ini jika dari tabel 4.5a rincian klasifikasi dimaksud
kurang atau tidak terlihat dengan jelas).5
Berikut beberapa informasi yang dapat diperoleh dari
kerangka SAM Indonesia tahun 2008 (tabel 4.5a).

PDB atas Dasar Biaya Faktor


Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa salah satu
kinerja ekonomi yang dapat ditunjukkan dari SAM, misalnya,
adalah nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan
ekonomi (neraca T13 pada tabel 4.1) yang memberikan gambaran
mengenai besarnya PDB atas dasar harga (biaya) faktor produksi
(Gross Domestic Product at factor costs) pada suatu tahun tertentu.
Bila ditambah dengan pajak tidak langsung neto akan
menghasilkan PDB atas dasar harga berlaku.

5Pembaca dapat membandingkan perbedaan klasifikasi suatu SAM yang sangat agregat,

yaitu sebagaimana dicontohkan oleh tabel 4.3 dan tabel 4.5a, yang dapat berbeda satu dengan
yang lain, tergantung kepada kepentingan analisis dan juga ketersediaan data.

26
Tabel 4.5a
Social Accounting Matrix (SAM) Indonesia, 2008 (13 x 13)
(Rp Miliar)

27
Tabel 4.5b
Klasifikasi SAM Indonesia Tahun 2008 (13 x 13)

Klasifikasi Kode
Tenagakerja 1
I. Faktor Produksi
Modal 2
Rumahtangga 3
II. Institusi
Perusahaan 4
Pemerintah 5
III. Kegiatan Produksi 6
IV. Marjin Perdagangan dan Pengangkutan 7
Domestik 8
V. Komoditi Impor 9

VI. Neraca Kapital 10

Pajak Tidak Langsung 11


VII. Pajak Tidak Langsung dan Subsidi Subsidi 12
Neraca Luar Negeri 13
Sumber: BPS (1998)

Dari tabel 4.5a dapat diperlihatkan bahwa pendapatan


faktor produksi tenagakerja Indonesia (berupa upah dan gaji) pada
tahun 2008 adalah berjumlah Rp 2.692.617,74 milyar (lihat baris 1
kolom 6 pada tabel 4.6); sedangkan pendapatan modal atau
pendapatan kapital (masih termasuk penyusutan didalamnya)
adalah sebesar Rp 2.464.317,45 milyar (lihat baris 2 kolom 6 pada
tabel 4.6). Jumlah kedua pendapatan tersebut menjelaskan
besarnya PDB atas dasar biaya faktor, yaitu sebesar Rp 5.156.935,19
milyar (yaitu Rp 2.692.617,74 milyar + Rp 2.464.317,45 milyar).
Tabel 4.5a juga menunjukkan bahwa tenagakerja Indonesia
menerima pendapatan berupa upah dan gaji dari luar negeri, yaitu
sebesar Rp 1.707,20 milyar (baris 1 kolom 13), dan pendapatan
berupa surplus usaha dari luar negeri, yaitu sebesar Rp 6.657,51
milyar (baris 2 kolom 13). Contoh dari upah dan gaji yang diterima
dari luar negeri adalah upah dan gaji para tenagakerja Indonesia
yang bekerja di luar negeri; sedangkan contoh surplus usaha dari
luar negeri, misalnya, adalah keuntungan (profits) perusahaan-
perusahaan Indonesia yang beroperasi di luar negeri dimana
surplus usahanya dibawa masuk ke Indonesia. Sehingga dengan

28
demikian, jumlah penerimaan faktor produksi tenagakerja
Indonesia pada tahun 2008 menjadi Rp 2.694.324,94 milyar (baris 1
kolom jumlah pada tabel 4.5; yaitu Rp 2.692.617,74 milyar + Rp
1.707,20 milyar); dan jumlah penerimaan faktor produksi modal
Indonesia pada tahun 2008 menjadi Rp 2.470.974,96 milyar (baris 2
kolom jumlah pada tabel 4.5a; yaitu Rp 2.464.317,45 milyar + Rp
6.657,51 milyar).
Pada sisi yang lain, tabel 4.5a juga menjelaskan bahwa PDB
atas dasar biaya produksi yang sebesar Rp 5.156.935,19 milyar
tersebut tidak semuanya diterima oleh Indonesia, sebagian
mengalir ke luar negeri. Misalnya, dari pendapatan faktor produksi
tenagakerja yang sebesar Rp 2.694.324,94 milyar, sekitar Rp 5.419,67
milyar mengalir ke luar negeri. Demikian juga, dari pendapatan
kapital yang sebesar Rp 2.470.974,94 milyar, sekitar Rp 91.226,99
milyar mengalir ke luar negeri.
Kebalikan dari kasus penerimaan faktor-faktor produksi
Indonesia dari luar negeri, kebocoran ini terjadi karena terdapat
faktor-faktor produksi tenagakerja atau pun kapital luar negeri
yang beroperasi di Indonesia sehingga balas-jasa yang diperoleh
oleh faktor-faktor produksi tersebut mengalir kembali ke luar
negeri.
Dengan demikian, pendapatan faktor produksi neto yang
diterima oleh masyarakat Indonesia pada tahun 2008 bersifat defisit,
yaitu negatif Rp 88.281,95 milyar (yaitu Rp 1.707,70 milyar – Rp
5.419,67 milyar + Rp 6.657,51 milyar – Rp 91.226,99 milyar); atau
dengan perkataan lain, lebih banyak penerimaan faktor-faktor
produksi Indonesia yang mengalir ke luar negeri dari pada yang
masuk ke dalam negeri.

PDB atas Dasar Harga Berlaku


Pada bagian sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa jika
PDB atas dasar biaya faktor ditambah dengan pajak tidak langsung
neto (yaitu pajak tidak langsung dikurangi dengan subsidi) akan
menghasilkan PDB atas dasar harga berlaku.
Jika PDB atas dasar faktor produksi yang sebesar Rp
5.156.935,19 milyar (Rp 2.692.617,74 milyar + Rp 2.464.317,45
milyar) ditambah dengan pajak tidak langsung yang sebesar Rp

29
344.939,89 milyar (yaitu pajak tidak langsung yang diterima dari
komoditas domestik sebesar Rp 237.098,56 milyar dan dari
komoditas impor sebessar Rp 107.841,33 milyar; lihat baris 11 kolom
8 dan kolom 9)6 dan dikurangi dengan subsidi sebesar Rp 240.891,47
milyar (lihat baris 12 kolom 5), maka PDB Indonesia (atas dasar
harga berlaku) pada tahun 2008 berjumlah sebesar Rp 5.260.983,61
milyar.
Besaran PDB Indonesia yang berjumlah Rp 5.260.983,61
milyar tersebut dapat dirinci menurut sisi PDB pengeluaran, yaitu
(lihat tabel 4.5a):
a. Pengeluaran konsumsi rumahtangga: Rp 3.318.104,75
milyar, yang terdiri dari pengeluaran konsumsi
rumahtangga untuk komoditas domestik sebesar Rp
2.973.367,48 milyar (baris 8 kolom 3) dan untuk
komoditas impor sebesar Rp 344.737,27 milyar (baris 9
kolom 3);
b. Pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar Rp 294.566,35
milyar, yang terdiri dari pengeluaran konsumsi
pemerintah untuk komoditas domestik sebesar Rp
277.089,73 milyar (baris 8 kolom 5) dan untuk komoditas
impor sebesar Rp 17.476,62 milyar (baris 9 kolom 5);
c. Pembentukan modal tetap bruto (gross fixed capital
formation) atau PMTB sebesar Rp 1.508.830,58 milyar,
yang terdiri dari PMTB dengan menggunakan produk
atau komoditas domestik sebesar Rp 1.314.139,48 milyar
(baris 8 kolom 10) dan dengan menggunakan produk
atau komoditas impor sebesar Rp 194,691,10 milyar
(baris 9 kolom 10);
d. Ekspor sebesar Rp 1.487.237,85 milyar (baris 8 kolom 13);
e. Dikurangi impor sebesar Rp 1.347.755,91 milyar (baris 13
kolom 9).

6Jumlah pajak tidak langsung yang sebesar Rp 344.939,89 milyar ini ditunjukkan juga oleh

baris 5 kolom 11 secara total pada tabel 4.5, yaitu penerimaan pemerintah dari pajak tidak
langsung dari komoditas domestik dan dari komoditas impor yang masing-masing berjumlah
Rp 297.098,56 milyar dan Rp 107.841,33 milyar.

30
Struktur Input
Untuk menghasilkan output Indonesia yang sebesar Rp
10.375.084,45 milyar (baris jumlah kolom 6 pada tabel 4.5a; dimana
total nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar Rp 5.260.983,61
milyar atau sama dengan PDB Indonesia), dibutuhkan berbagai
permintaan antara (intermediate demands) atau input antara
(intermediate inputs) baik yang berasal dari produk-produk domestik
atau pun dari produk-produk impor. Dari tabel 4.5a dapat
ditunjukkan bahwa secara keseluruhan jumlah permintaan antara
yang digunakan dari produk-produk domestik berjumlah Rp
4.190.140,35 milyar (baris 8 kolom 6 pada tabel 4.5a), dan dari
produk-produk impor sebesar Rp 1.028.008,91 milyar (baris 9 kolom
6 pada tabel 4.5a). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
Indonesia membutuhkan produk-produk domestik (domestic
contents) pada tahun 2008 adalah sekitar 40,4 persen (yaitu Rp
4.190.140,35 milyar dibagi dengan Rp 10.375.084,45 milyar), dan
produk-produk impor (import contents) untuk menghasilkan output
Indonesia pada tahun 2008 adalah sekitar 9,9 persen (yaitu Rp
1.028.008,91 milyar dibagi dengan Rp 10.375.084,45 milyar).

Ekspor dan Impor


Dari penjelasan sebelum telah diketahui bahwa ekspor dan
impor Indonesia pada tahun 2008 masing-masing berjumlah Rp
1.487.237,85 milyar (baris 8 kolom 13 pada tabel 4.5a) dan Rp
1.347.755,91 milyar (baris 13 kolom 9 pada tabel 4.5a). Dengan
demikian, pada tahun 2008 Indonesia memperoleh surplus dalam
perdagangan internasinal yaitu sebesar Rp 139.481,94 milyar (selisih
Rp 1.487.237,85 milyar dengan Rp 1.347.755,91 milyar).

Distribusi Pendapatan Rumahtangga


Sebagai akibat adanya kebocoran nasional (national leakages)
dalam hal pendapatan faktor produksi yang diterima oleh
masyarakat Indonesia pada tahun 2008, yaitu negatif Rp 88.281,95
milyar, dengan demikian tidak semua PDB atas dasar biaya faktor
dapat dinikmati oleh penduduk atau masyarakat di Indonesia.
Dengan demikian, besarnya pendapatan faktor produksi
tenagakerja yang diterima oleh rumahtangga Indonesia pada tahun

31
2008 berjumlah Rp 2.688.906,27 milyar (baris 3 kolom 1 pada tabel
4.5a), sedangkan pendapatan faktor produksi kapital yang diterima
oleh rumahtangga Indonesia pada tahun 2008 berjumlah Rp
788.549,94 milyar (baris 3 kolom 2 pada tabel 4.5a), sedangkan
pendapatan faktor produksi kapital yang diterima oleh perusahaan
berjumlah Rp 1.591.198,03 milyar (baris 4 kolom 2 pada tabel 4.5a).
Selain itu, rumahtangga juga menerima penerimaan transfer
dari berbagai institusi seperti dari pemerintah seperti berupa
bantuan langsung tunai, dari perusahaan-perusahaan misalnya
berupa pemberian bonus bulanan produk-produk perusahaan
seperti minyak goreng, mentega, susu, dan sebagainya kepada para
karyawan (rumahtangga), dan dari rumahtangga lainnya seperti
anak (rumahtangga lain) yang mengirim bantuan kepada orang-
tuanya (rumahtangga lain), dan juga dari luar negeri seperti
bantuan jika terjadi musibah.
Dengan demikian, dari tabel 4.5a dapat diperlihatkan bahwa
total pendapatan rumahtangga Indonesia pada tahun 2008
berjumlah Rp 3.826.444,57 milyar (lihat baris 3 kolom total pada
tabel 4.5a) dengan rincian penerimaan atau sumer-sumber
pendapatan sebagai berikut:
a. Pendapatan tenagakerja (upah dan gaji) berjumlah Rp
2.688.906,27 milyar,
b. Pendapatan kapital (surplus usaha) berjumlah Rp
788.549,94 milyar,
c. Penerimaan transfer dari rumahtangga sebesar Rp
43.364,57 milyar,
d. Penerimaan transfer dari perusahaan sebesar Rp
43.085,00 milyar,
e. Penerimaan transfer dari pemerintah sebesar Rp
199.083,92 milyar, dan
f. Penerimaan transfer dari luar negeri sebesar Rp 63.505,87
milyar.

Pola Pengeluaran Rumahtangga


Pendapatan rumahtangga Indonesia pada tahun 2008 yang
berjumlah Rp 3.826.444,57 milyar (lihat baris 3 kolom total, atau

32
lihat baris total kolom 3 pada tabel 4.5a) digunakan untuk berbagai
pengeluaran rumahtangga, yaitu:
a. Untuk pengeluaran konsumsi komoditas-komoditas
domestik sebesar Rp 2.973.367,48 milyar,
b. Untuk pengeluaran konsumsi komoditas-komoditas
impor sebesar Rp 344.737,27 milyar,
c. Untuk pengeluaran transfer kepada pemerintah seperti
untuk pembayaran pajak-pajak bangunan dan bumi,
pajak kendaraan dan sebagainya sebesar Rp 85.073,47
milyar,
d. Untuk pengeluaran transfer kepada perusahaan seperti
pembayaran iuaran jaminan sosial tenagakerja
(Jamsostek) dan sebagainya sebesar Rp 35.164,37 milyar,
e. Untuk pengeluaran transfer kepada rumahtangga
(lainnya) seperti pemberian rumahtangga anak kepada
rumahtangga orang tua, sumbangan, derma dan
sebagainya sebesar 43.364,57 milyar.

Tabungan dan Investasi


Dari tabel 4.5a dapat ditunjukkan besarnya tabungan yang
dapat dilakukan oleh ketiga institusi rumahtangga, perusahaan,
dan pemerintah pada tahun 2008, yang masing-masing berjumlah
sebesar Rp 325.444,11 milyar, Rp 990.597,28 milyar, dan Rp
229.473,13 milyar (baris 10 kolom-kolom 3, 4, dan 5 pada tabel 4.5a).
Tabungan ini merupakan sumberdana dari masing institusi
untuk melakukan investasi, baik yang berupa investasi fisik
(pembentukan modal tetap bruto) seperti pembangunan gedung-
gedung (rumahtinggal, jembatan, dan konstruksi lainnya),
pembelian barang-barang modal lainnya (capital goods) seperti
kendaraan, mesin-mesin dan sebagainya, atau pun yang investasi
fortofolio seperti surat-surat berharga misalnya saham, obligasi dan
sebagainya.7
Tabel 4.5a menjelaskan bahwa investasi yang dilakukan oleh
Indonesia pada tahun 2008 berupa:

7Penjelasan mengenai investasi portofolio akan dijelaskan pada materi kuliah ke-5 berikutnya,

yaitu mengenai Neraca Arus Dana (NAD) atau Flows of Funds (FoF), dan pada materi kuliah
ke-6 mengenai Financial Social Accounting Matrix (FSAM).

33
a. Investasi yang dilakukan di dalam negeri sejumlah Rp
1.508.730,58 milyar yang terdiri dari investasi yang
menggunakan komoditas-komoditas domestik sebesar
Rp 1.314.139,48 milyar (baris 8 kolom 10 pada tabel 4.5a)
dan yang menggunakan komoditas-komoditas impor
sebesar Rp 194.691,10 milyar (baris 9 kolom 10 pada tabel
4.5a),
b. Investasi yang dilakukan di luar negeri sebesar Rp
36.683,94 milyar (baris 13 kolom 10 pada tabel 4.5a).

Neraca-Neraca Lainnya
Dengan menggunakan tabel 4.5a telah dapat ditunjukkan
mengenai berbagai kinerja ekonomi Indonesia, distribusi
pendapatan faktorial, distribusi pendapatan rumahtangga, dan pola
pengeluaran rumahtangga pada tahun 2008 secara sangat agregat.
Penjelasan lain mengenai arti masing-masing angka atau bilangan
yang terdapat pada tabel 4.5a dapat dilakukan dengan merujuk
kepada tabel 4.2.

Ketenagakerjaan
Yang belum dijelaskan dengan menggunakan SAM
Indonesia tahun 2008 adalah masalah ketenagakerjaan. Pada bagian
sebelumnya telah dijelaskan bahwa submatrik T1.3 pada tabel 4.1
menunjukkan submatrik alokasi nilai tambah menurut kegiatan-
kegiatan ekonomi. Nilai tambah yang diciptakan oleh kegiatan-
kegiatan ekonomi tersebut, salah satu, merupakan sumbangan dari
faktor produksi tenagakerja berupa upah dan gaji kepada
perekonomian Indonesia. Bila upah dan gaji ini dari tiap-tiap
golongan tenagakerja pada masing-masing kegiatan ekonomi
dirinci, maka rincian ini menjelaskan alokasi nilai tambah faktor
produksi tenagakerja (upah dan gaji) menurut kegiatan-kegiatan
ekonomi, atau dengan perkataan lain menjelaskan distribusi
pendapatan faktorial berupa upah dan gaji (distribution of wages and
salaries). Rincian ini akan lebih terlihat jika kerangka SAM
dideskripsi dengan menggunakan klasifikasi yang lebih rinci seperti
ditunjukkan oleh tabel 4.4.

34
Layer pertama dari submatrik T1.3 menjelaskan distribusi
pendapatan faktorial berupa upah dan gaji menurut berbagai
golongan tenagakerja dan kegiatan ekonomi; layer kedua dari
submatrik ini menjelaskan jumlah tenagakerja yang bekerja di
masing-masing kegiatan ekonomi; dan layer ketiga dari submatrik
ini menjelaskan rata-rata upah dan gaji masing-masing golongan
tenagakerja di berbagai kegiatan ekonomi.
Tabel 4.6 dan 4.7 berikut menyajikan ringkasan dari ketiga
layer submatrik dimaksud yang diringkas menjadi dua tabel yang
terpisah, yaitu tabel 4.6 yang menjelaskan banyaknya ekivalen
tenagakerja (worker equivalents atau ETK) dan distribusi pendapatan
tenagakerja dengan menggunakan klasifikasi kegiatan produksi
yang lebih rinci; sedangkan tabel 4.7 menjelaskan perbandingan
banyaknya ETK dengan banyaknya tenagakerja serta rata-rata jam
kerja per minggu yang dapat dihitung secara eksplisit dari
perbedaan tersebut. Kedua tabel tersebut dikutip dari SAM
Indonesia tahun 2008 (BPS, 2010).

Tabel 4.6
Banyaknya Ekivalen Tenagakerja (ETK), Upah dan Gaji per ETK
Menurut Kegiatan-Kegiatan Ekonomi, 2008

Rata-Rata
Kegiatan Ekonomi ETK Upah dan Upah dan
(Ribuan) Gaji Gaji
(Rp Milyar) (Rp Ribu)
1. Pertanian Tanaman 24.674,78 356.464,68 14.446,52
Pangan
2. Pertanian Tanaman 5.361,36 106.334,28 19.833,46
Lainnya
3. Peternakan dan 3.293,19 91.494,81 27.783,02
Hasil-hasilnya
4. Kehutanan dan 555,63 15.275,03 27.491,34
Perburuan
5. Perikanan 1.774,77 49.457,06 27.866,78
6. Pertambangan 459,79 60.074,86 130.658,52
Batubara, Bijih
Logam dan Miyak
Bumi

35
7. Pertambangan dan 819,14 46.764,21 57.067,63
Penggalian Lainnya
8. Industri Makanan, 3.449,36 120.240,73 34.858,87
Minuman dan
Tembakau
9. Industri Pemintalan, 3.279,40 45.828,70 13.974,72
Tekstil, Pakaian, dan
Kulit
10. Industri Kayu dan 2.782,58 35.860,03 12.887,31
Barang dari Kayu
11. Industri Kertas, 3.027,92 179.195,37 59.181,07
Percetakan, Alat
Angkutan, dan
Barang dari Logam,
dan Industri Lainnya
12. Industri Kimia, 1.965,96 166.589,25 84.736,83
Pupuk, Hasil dari
Tanah Liat, dan
Semen
13. Listrik, Gas, dan Air 230,42 16.370,87 71.047,17
Minum
14. Konstruksi 6.348,43 200.903,87 31.646,23
15. Perdagangan 21.716,00 441.454,08 20.328,52
16. Restoran 4.145,66 104.242,45 25.144,95
17. Perhotelan 280,07 9.278,80 33.130,18
18. Angkutan Darat 5.029,06 87.257,51 17.350,66
19. Angkutan Udara, Air, 2.135,97 68.099,97 31.882,45
dan Komunikasi
20. Jasa Penunjang 833,83 20.444,66 24.519,06
Angkutan, dan
Pergudangan
21. Bank dan Asuransi 729,10 53.145,73 72.892,70
22. Real Estate dan Jasa 969,47 45.543,00 46.977,27
Perusahaan
23. Pemerintahan dan 8.634,06 286.211,57 33.149,14
Pertahanan,
Pendidikan,
Kesehatan, Film, dan
Jasa Sosial Lainnya
24. Jasa Perseorangan, 5.964,19 86.104,23 14.436,87

36
Rumahtangga, dan
Jasa Lainnya
Jumlah 108.460,12 2.692.617,74 24.825,88

Sumber: Dikutip dari BPS (2010)

Tabel 4.7
Banyaknya Ekivalen Tenagakerja (ETK), Banyaknya Tenagakerja,
dan Rata-Rata Jam Kerja per Minggu Menurut Kegiatan-Kegiatan
Ekonomi, 2008

Rata-Rata
Kegiatan Ekonomi ETK Tenagakerja Jam Kerja
(Ribuan) (Ribuan) per
Minggu
1. Pertanian Tanaman 24.674,78 4.282,31 32,96
Pangan
2. Pertanian Tanaman 5.361,36 1.847,86 34,32
Lainnya
3. Peternakan dan Hasil- 3.293,19 1.504,41 39,69
hasilnya
4. Kehutanan dan 555,63 277,30 39,43
Perburuan
5. Perikanan 1.774,77 664,88 42,07
6. Pertambangan 459,79 459,79 46,23
Batubara, Bijih Logam
dan Miyak Bumi
7. Pertambangan dan 819,14 340,15 45,32
Penggalian Lainnya
8. Industri Makanan, 3.449,36 1.959,66 47,56
Minuman dan
Tembakau
9. Industri Pemintalan, 3.279,40 2.494,89 45,26
Tekstil, Pakaian, dan
Kulit
10. Industri Kayu dan 2.782,58 1.335,68 45,30
Barang dari Kayu
11. Industri Kertas, 3.027,92 1.986,77 45,84
Percetakan, Alat
Angkutan, dan Barang

37
dari Logam, dan
Industri Lainnya
12. Industri Kimia, Pupuk, 1.965,96 1.376,66 45,32
Hasil dari Tanah Liat,
dan Semen
13. Listrik, Gas, dan Air 230,42 190,14 45,83
Minum
14. Konstruksi 6.348,43 5.187,68 46,68
15. Perdagangan 21.716,00 4.518,94 48,95
16. Restoran 4.145,66 1.099,65 49,81
17. Perhotelan 280,07 216,77 49,19
18. Angkutan Darat 5.029,06 1.470,34 51,57
19. Angkutan Udara, Air, 2.135,97 1.097,81 47,56
dan Komunikasi
20. Jasa Penunjang 833,83 358,50 45,50
Angkutan, dan
Pergudangan
21. Bank dan Asuransi 729,10 682,24 46,24
22. Real Estate dan Jasa 969,47 676,84 46,74
Perusahaan
23. Pemerintahan dan 8.634,06 7.798,16 42,82
Pertahanan,
Pendidikan,
Kesehatan, Film, dan
Jasa Sosial Lainnya
24. Jasa Perseorangan, 5.964,19 3.228,67 47,39
Rumahtangga, dan
Jasa Lainnya
Jumlah 108.460,12 103.450,69 41,39

Sumber: Dikutip dari BPS (2010)

Sekali lagi, yang perlu diingatkan dalam mencermati kedua


tabel ini adalah mengenai konsep dan definisi tenagakerja. Pada
bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa ukuran tenagakerja yang
digunakan dalam SAM disebut sebagai ETK. Ukuran ini
mendefinisikan bahwa 1 (satu) ETK sama dengan 1 (satu)
tenagakerja yang bekerja selama 40 jam seminggu, atau 8 jam per
hari kerja (Senen sampai dengan Jumat). Ukuran ETK berbeda dari
ukuran tenagakerja yang biasa digunakan, misalnya pada tabel

38
Input-Output (tabel I-O) atau pada analisis-analisis ketenagakerjaan
lainnya.
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa banyaknya ETK Indonesia
yang dipekerjakan selama tahun 2008 adalah berjumlah 108.460,12
ribu ETK, dan mereka menerima upah dan gaji secara total sebesar
Rp 2.692.617,74 milyar; dan dengan demikian, rata-rata upah dan
gaji per ETK yang diterima per tahun (2008) adalah sebesar Rp
24.825,88 ribu. Rincian banyaknya ETK, jumlah pendapatan upah
dan gaji yang diterima, dan rata-rata upah dan gaji per ETK per
tahun menurut berbagai kegiatan ekonomi dapat dilihat pada
rincian kegiatan ekonomi pada tabel 4.6.
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa jumlah tenagakerja
Indonesia yang diperkerjakan selama tahun 2008 adalah berjumlah
103.450,69 ribu; dan karena rata-rata jam kerja mereka adalah 41,94
jam per minggu, maka jumlah tenagakerja tersebut setara dengan
108.460,12 ekivalen tenagakerja (ETK). Dari rata-rata jam kerja
tersebut terlihat bahwa pada tahun 2008 tenagakerja Indonesia telah
bekerja melebihi persyaratan 8 jam kerja per hari (Senen sampai
dengan Jumat) atau 40 jam kerja per minggu. Rincian jumlah
tenagakerja, jumlah ETK, dan rata-rata jam kerja per minggu
menurut berbagai kegiatan ekonomi dapat dilihat pada tabel 4.7.

6. Analisis Dampak dalam SAM


Analisis Pengganda Neraca
Untuk menjelaskan mengenai analisis pengganda neraca
(accounting multiplier) dalam SAM, bentuk kerangka umum SAM
sebagaimana pernah ditampilkan oleh tabel 4.1 pada bagian
sebelumnya disajikan kembali di sini sebagai tabel 4.8. Penyajian
kerangka umum SAM tersebut dibutuhkan untuk menjelaskan
mengenai proses membangun model pengganda neraca. Catatan:
penjelasan mengenai tabel 4.1, silahkan lihat kembali penjelasan
sebelumnya yang berhubungan dengan tabel tersebut.

39
Tabel 4.8
Kerangka Dasar SAM

Pengeluaran
Penerimaan Faktor Institusi Kegiatan Neraca Total
Produksi Produksi lainnya
Faktor 0 0 T13 T14 y1
Produksi
Institusi T21 T22 0 T24 y2

Kegiatan 0 T32 T33 T34 y3


Produksi
Neraca T41 T42 T43 T44 y4
Lainnya
Total y’1 y’2 y’3 y’4

Average Expenditure Propensity


Salah satu syarat dalam kerangka SAM adalah bahwa
besarnya yi (besarnya nilai total pada baris jumlah tabel 4.8) harus
sama dengan besarnya y’j (besarnya nilai total pada kolom jumlah
tabel 4.8). Misalnya, jumlah pendapatan rumahtangga (y2) harus
sama dengan jumlah pengeluaran rumahtangga (y’2, termasuk
tabungan rumahtangga).
Jika setiap sel Tij dalam matrik SAM tersebut (tabel 4.8)
dibagi dengan besarnya nilai total pada kolom jumlah (y’j), maka
akan menghasilkan kecenderungan pengeluaran rata-rata (average
expenditure propensity); atau dengan perkataan lain:

Aij = Tij y′ ……………(4.1)

dimana
Aij = kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure
propensity) baris ke-i, kolom ke-j
Tij = besarnya isian setiap i,j pada neraca baris ke-i, kolom ke-j
y’j = besarnya nilai total pada kolom jumlah ke-j

40
Bentuk matrik average expenditure propensity tersebut
ditunjukkan oleh tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9
Average Expenditure Propensity dalam SAM

Faktor Institusi Kegiatan Neraca


Produksi Produksi lainnya
Faktor 0 0 A13 A14
Produksi
Institusi A21 A22 0 A24

Kegiatan 0 A32 A33 A34


Produksi
Neraca A41 A42 A43 A44
Lainnya
Total 1 1 1 1

Jika persamaan (4.1) dikali dengan y′ , maka persamaan


(4.2) berikut dapat diperoleh:

yi = Aijy’j ……….(4.2)

dimana
yi = besarnya nilai total pada baris jumlah ke-i
[Keterangan: perkalian matrik Aij yang berukuran 4x4 dengan
vektor y’j yang berukuran 4x1 akan menghasilkan vektor yi yang
berukuran 4x1; dan secara konsep yi harus sama dengan y’j].

Jika neraca lainnya, baik menurut baris (baris ke 4)


maupun menurut kolom (kolom ke 4) pada pada tabel 4.8 atau 4.9,
diperlakukan sebagai neraca eksogen (exogenous accounts) dalam
kerangka SAM, sedangkan neraca-neraca lainnya, seperti neraca
faktor produksi, institusi, dan kegiatan produksi, diperlakukan
sebagai neraca endogen (endogenous accounts), maka bentuk

41
kerangka SAM pada tabel 4.8 dapat dibuat menjadi tabel 4.10
sebagai berikut:

Tabel 4.10
Kerangka Dasar SAM dengan Neraca Eksogen

Pengeluaran
Penerimaan Faktor Institusi Kegiatan Neraca Total
Produksi Produksi Eksogen
Faktor 0 0 T13 x1 y1
Produksi
Institusi T21 T22 0 x2 y2

Kegiatan 0 T32 T33 x3 y3


Produksi
Neraca L’1 L’2 L’3 L’4 y4
Eksogen
Total y’1 y’2 y’3 y’4

[Keterangan: biasanya yang menjadi neraca eksogen dalam


kerangka SAM adalah institusi pemerintah, neraca kapital, neraca
luar negeri].

Dengan demikian, persamaan (4.3) dan persamaan (4.4)


berikut menunjukkan model keseimbangan umum dalam kerangka
SAM yang memisahkan neraca-neraca endogen dan neraca
eksogen:

y 0 0 A y′ x
y = A A 0 y′ + x ............... (4.3)
y 0 A A y′ x

dan

y4 = L1y1 + L2y2 + L3y3 + L4y4 ..................... (4.4)

Bentuk persamaan (4.3) dapat ditulis kembali dalam


bentuk matrik menjadi:

42
y = Ay + x .….(4.5)
dimana

y 0 0 A x
y= y ; A= A A 0 ; x= x
y 0 A A x

Dengan demikian, persamaan (4.5) dapat dibuat menjadi:

y= I A x ................. (4.6)

atau
y = Max .....................(4.7)

dimana
Ma = I A = matrik pengganda neraca

Persamaan (4.7) dapat dibuat dalam bentuk:

∆y = Ma∆x .....................(4.8)

Artinya, setiap kenaikan (∆) x sebesar 1 unit akan menyebabkan


kenaikan (∆) y sebesar Ma unit. Matrik Ma ini disebut sebagai
matrik pengganda neraca (accounting multiplier matrix).

Dekomposisi Pengganda Neraca


Pengganda neraca (Ma) di atas dapat didekomposisi (diurai)
menjadi pengganda transfer, pengganda open loop, dan pengganda
closed loop. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Persamaan (4.3) dapat ditulis kembali dalam bentuk sebagai
berikut:

y 0 0 0 y′ 0 0 A y′ x
y = 0 A 0 y′ + A 0 0 y′ + x ..... (4.9)
y 0 0 A y′ 0 A 0 y′ x

43
Persamaan (4.9) dapat ditulis kembali sebagai:

y 0 0 0 y′ 0 0 A y′ x
y - 0 A 0 y′ = A 0 0 y′ + x ....(4.10)
y 0 0 A y′ 0 A 0 y′ x

0 0 0
Misalkan matrik B = 0 A 0 dan karena y=y’, maka
0 0 A
persamaan (4.10) dapat ditulis kembali menjadi:

0 0 A y′ x
y – By = A 0 0 y′ + x
0 A 0 y′ x

atau

0 0 A y′ x
[I-B]y = A 0 0 y′ + x
0 A 0 y′ x

atau

0 0 A y′ x
y= [I-B]-1 A 0 0 y′ + [I-B]-1 x ........ (4.11)
0 A 0 y′ x

Jika

I 0 0
[I-B] = 0 I A 0
0 0 I A

Maka

I 0 0
[I-B]-1 = 0 I A 0
0 0 I A

44
Maka:

I 0 0 0 0 A y′
y= 0 I A 0 A 0 0 y′ +
0 0 I A 0 A 0 y′
I 0 0 x
0 I A 0 x ........ (4.11)
0 0 I A x

Misal matrik Ma1 adalah:

I 0 0
Ma1 = 0 I A 0 ………………..(4.12)
0 0 I A

maka persamaan (4.11) dapat ditulis menjadi:

0 0 A x
y = Ma1 A 0 0 y + Ma1 x ........... (4.13)
0 A 0 x

Persamaan (4.13) dapat juga ditulis menjadi:

x
y = A*y + Ma1 x ........... (4.14)
x

yaitu jika:

0 0 A
A* = Ma1 A 0 0
0 A 0

Persamaan (4.14) dapat ditulis kembali menjadi:

x
y - A*y = Ma1 x ........... (4.15)
x

45
atau
x
[I-A*]y = Ma1 x
x

atau

x
y= [I-A*]-1Ma1 x ........... (4.16)
x

Kebalikan matrik [I-A*]-1 dapat ditulis sebagai berikut:

I A∗ I A∗ A∗ A∗ ⋯
I A∗ A∗ I A∗ A∗ ⋯
I A∗ A∗ I A∗ ............... (4.17)

Sehingga
x
y= I A∗ A∗ I A∗ Ma1 x ........... (4.18)
x

Jika
M I A∗ A∗
M I A∗

maka persamaan (4.18) dapat ditulis kembali sebagai:

x
y = Ma3Ma2Ma1 x ........... (4.19)
x

dimana
0 0 A
A* = Ma1 A 0 0
0 A 0

46
atau

0 0 A∗
A∗ A∗ 0 0
0 A∗ 0

dan

0 A∗ A∗ 0
A ∗ 0 0 A∗ A∗
A∗ A∗ 0 0
dan

A∗ A∗ A∗ 0 0

A 0 A∗ A∗ A∗ 0
0 0 A∗ A∗ A∗

Dengan demikian, dapat dibuktikan bahwa matrik Ma dapat


didekomposisi menjadi:

Ma = Ma3Ma2Ma1……………………………..(4.20)

Matrik Ma dapat juga didekomposisikan dalam bentuk


pertambahan sebagai berikut:

Ma = I + (Ma1-I) + (Ma2-I)Ma1 + (Ma3-I)Ma2Ma1


= I + Ta + Oa + Ca …………(4.21)

dimana
I : injeksi awal
Ta = (Ma1 – I) : pengganda transfer
Oa = (Ma2 – I)Ma1 : pengganda lompatan terbuka (open loop)
Ca=(Ma3-I)Ma2Ma1 : pengganda lompatan tertutup (closed
loop)

Ta adalah pengganda transfer (transfer multiplier) yang


menunjukkan dampak injeksi (shock) pada suatu blok yang akan

47
mempengaruhi blok yang sama terlebih dahulu, sebelum
berpengaruh terhadap blok yang lain.
Oa adalah pengganda lompatan terbuka (open loop atau cross-
effect multipiliers) yang menjelaskan dampak injeksi pada suatu blok
terhadap blok-blok yang lain.
Ca adalah pengganda lompatan tertutup (closed loop
multipliers) yang menjelaskan dampak injeksi pada suatu blok
terhadap blok-blok yang lain, dan kemudian kembali kepada blok
awal dan blok-blok lainnya sampai dampak yang terjadi menjadi
sangat kecil dan dapat diabaikan.

Contoh Matrik Pengganda Neraca dan Dekomposisinya


Sebagai contoh, berikut ditunjukkan hasil penghitungan
matrik pengganda neraca (accounting multiplier matrix) yang
diperoleh dari kerangka SAM Indonesia tahun 2005 yang berukuran
37x37.8 Yang dianggap sebagai neraca-neraca eksogen dalam
kerangka SAM Indonesia tahun 2005 adalah:
a. Neraca pemerintah,
b. Neraca kapital,
c. Neraca pajak tidak langsung,
d. Subsidi, dan
e. Neraca luar negeri.

Untuk melakukan penghitungan matrik neraca pengganda,


maka neraca pemerintah (baris 17 pada kerangka SAM Indonesia
tahun 2005) perlu dipindahkan letaknya dari bagian atas (neraca
endogen) ke bagian bawah (neraca eksogen) kerangka SAM
Indonesia tahun 2005 untuk digabung dengan neraca kapital,
neraca pajak tidak langsung neto, dan neraca luar negeri, karena
neraca pemerintah dianggap sebagai neraca eksogen. Rincian
neraca-neraca endogen dalam SAM Indonesia tahun 2005 yang
berukuran 37x37 ditunjukkan oleh tabel 4.11.
Analisis yang ingin ditunjukkan pada bagian ini adalah
dampak penghapusan subsidi kegiatan produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas

8Lihat publikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia tahun 2005 yang diterbitkan

oleh Badan Pusat Statistik.

48
dan Air Bersih, sebesar keseluruhan subsidi yang pernah diterima
pada tahun 2005 Rp 64.793,8 miliar, terhadap perekonomian
Indonesia. Pada contoh ini, kegiatan produksi Pertambangan
digabung dengan kegiatan produksi Industri Pengolahan kecuali
Makanan dan Minuman, dan Listrik, Gas, dan Air Minum
mengikuti klasifikasi SAM Indonesia tahun 2005. Besarnya
penghapusan subsidi sebesar Rp 64.793,80 milyar dicantumkan
dalam kolom injeksi atau shock pada kegiatan produksi tersebut
(baris 20 pada tabel 4.12). Hasil-hasil penghitungan matrik Ma, Ta,
Oa, dan Ca secara keseluruhan disajikan oleh tabel 4.12.

Tabel 4.11
Rincian Neraca-Neraca Endogen dalam Kerangka SAM Indonesia
2005 Berukuran 37x37

Pertanian Penerima Upah dan Gaji 1

Pertanian Penerima Bukan Upah dan Gaji 2


Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan 3
Buruh Kasar Penerima Upah dan Gaji
Faktor Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan 4
Produksi Buruh Kasar Bukan Penerima Upah dan Gaji
Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Penerima Upah 5
Tenaga kerja dan Gaji
Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Bukan Penerima 6
Upah dan Gaji
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, 7
Profesional dan Teknisi Penerima Upah dan Gaji
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, 8
Profesional dan Teknisi Bukan Penerima Upah
dan Gaji
Modal 9
10
Buruh

Pengusaha Pertanian 11
Rumah Bukan Pertanian Golongan Rendah di Pedesaan 12
Institusi
tangga
Bukan Pertanian Golongan Atas di Pedesaan 13

Bukan Pertanian Golongan Rendah di Perkotaan 14

Bukan Pertanian Golongan Atas di Perkotaan 15

Perusahaan 16
Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Industri 18
Makanan

49
Kegiatan Pertanian Tanaman Lainnya, Kehutanan dan Perburuan 19
Produksi
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan, Listrik, Gas 20
dan Air Bersih
Perdagangan, Restoran & Perhotelan, Pengangkutan & 21
Komunikasi, Jasa Perseorangan & Rumahtangga.
Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan 22
Kebudayaan, Jasa Hiburan
Marjin perdagangan dan pengangkutan 23

Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Industri 24


Makanan
Komoditi Pertanian Tanaman Lainnya, Kehutanan dan Perburuan 25
Domestik
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan, Listrik, 26
Gas dan Air Bersih
Perdagangan, Restoran & Perhotelan, Pengangkutan & 27
Komunikasi, Jasa Perseorangan dan RT.
Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan 28
Kebudayaan, Jasa Hiburan
Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Industri 29
Makanan
Pertanian Tanaman Lainnya, Kehutanan dan Perburuan 30
Komoditi Impor
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan, Listrik, 31
Gas dan Air Bersih
Perdagangan, Restoran & Perhotelan, Pengangkutan & 32
Komunikasi, Jasa Perseorangan dan RT.
Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan 33
Kebudayaan, Jasa Hiburan

Secara umum, dampak yang terjadi terhadap faktor-faktor


produksi, institusi, dan kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai akibat
dari kebijakan penghapusan subsidi kegiatan produksi
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar Rp 64.793,80 milyar
berbeda-beda.9
Penghapusan subsidi kegiatan produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas
dan Air Bersih sebesar Rp 64.793,80 milyar merupakan dampak
langsung (direct effect) yang dirasakan oleh kegiatan produksi ini,
yaitu kekurangan biaya produksi sebesar subsidi yang dihapus

9Karena kasus ini adalah kasus penghapusan subsidi, maka dampak yang terjadi adalah

penurunan penerimaan, pendapatan, dan permintaan kegiatan-kegiatan ekonomi dan


pelaku-pelaku ekonomi.

50
tersebut. Dampak ini ditunjukkan oleh kolom injeksi pada tabel
4.12 (lihat kegiatan produksi baris 20 tabel 4.12).
Dengan biaya produksi yang turun, maka banyaknya
produksi yang dihasilkan akan turun, dan sebagai implikasinya
adalah bahwa penerimaan (surplus usaha) kegiatan produksi ini
akan mengalami penurunan.10

Tabel 4.12
Dampak Pengurangan Subsidi Kegiatan Produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, dan Listrik,
Gas, dan Air Minum Terhadap Turunnya Kinerja Neraca-Neraca
Endogen Berdasarkan Kerangka SAM Indonesia 2005 Berukuran
37x37 (dalam Rp Milyar)

Injeksi
Neraca yang dipengaruhi injeksi (Penghapusan Ma Ta Oa Ca
Subsidi)
1 0 1.887,48 0 391,37 1.496,11
2 0 5.017,24 0 742,86 4.274,38
3 0 11.863,43 0 8.333,29 3.530,14
4 0 4.888,21 0 3.179,99 1.708,22
5 0 8.218,37 0 3.469,30 4.749,07
Faktor Tenaga kerja
Produksi 6 0 5.147,85 0 1.509,70 3.638,16
7 0 4.028,72 0 1.635,64 2.393,08
8 0 761,03 0 424,76 336,27
Modal 9 0 45.306,57 0 29.682,47 15.624,09
10 0 2.618,90 0 1.149,77 1.469,13
11 0 10.849,47 0 4.914,64 5.934,83
12 0 10.483,30 0 5.744,63 4.738,68
13 0 7.047,63 0 3.554,99 3.492,64
Institusi Rumahtangga 14 0 15.353,65 0 9.216,67 6.136,98
15 0 12.276,48 0 6.088,72 6.187,77
Perusahaan 16 0 32.091,93 0 20.833,92 11.258,01
18 0 20.512,24 1.175,80 0 19.336,44
19 0 3.373,67 1.709,99 0 1.663,68

Kegiatan 20 64.793,80 110.931,93 27.526,57 0 18.611,55


Produksi 21 0 28.821,50 8.078,82 0 20.742,67

10Dalam model pengganda neraca, diasumsikan bahwa harga jual produk-produk adalah

tetap (fixed prices).

51
22 0 14.458,52 3.428,46 0 11.030,06
Marjin perdagangan dan 23 0 13.420,44 5.236,42 0 8.184,021
pengangkutan
24 0 26.477,86 1.517,77 0 24.960,09
25 0 3.849,25 1.951,05 0 1.898,20
Komoditi
Domestik 26 0 52.177,22 31.129,57 0 21.047,65
27 0 29.345,20 8.225,62 0 21.119,58
28 0 14.601,86 3.462,45 0 11.139,40
29 0 2.002,66 54,66 0 1.947,994
30 0 344,93 274,89 0 70,04

Komoditi 31 0 21.230,82 14.301,13 0 6.929,69


Impor 32 0 1.955,04 556,83 0 1.398,21
33 0 2.392,08 1.106,53 0 1.285,56

Disamping itu, penghapusan subsidi kegiatan produksi


Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih akan mengalami dampak
tidak langsung (indirect effects) atau cross effects terhadap pelaku-
pelaku ekonomi, misalnya, sebagian karyawan di kegiatan produksi
tersebut di-PHK (penghentian hubungan kerja) sebagai salah satu
kebijakan mengantisipasi berkurangnya biaya produksi atau
menurunnya penerimaan perusahaan sehingga sebagian karyawan
pada kegiatan produksi tersebut akan kehilangan pekerjaan.
Dengan demikian, pendapatan rumahtangga, dimana karyawan
yang di-PHK berada, akan turun yang akan menyebabkan
penurunan permintaan (demand) terhadap berbagai komoditas
konsumsi yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi
domestik, sehingga penerimaan (surplus usaha) atau produksi
kegiatan-kegiatan produksi lainnya akan turun, termasuk turunnya
produksi atau penerimaan kegiatan produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas
dan Air Bersih.
Dampak-dampak tidak langsung ini dicerminkan oleh
dampak transfer (transfer effects), dampak lompatan terbuka (open
loop effects), dan dampak lompatan tertutup (closed loop effects).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengganda
transfer (transfer multiplier atau transfer effects) atau Ta menunjukkan

52
dampak injeksi (shock) pada suatu blok yang akan mempengaruhi
blok yang sama terlebih dahulu, sebelum berpengaruh terhadap
blok yang lain. Sedangkan pengganda lompatan terbuka (open loop
atau cross-effect multipiliers atau open loop effects) atau Oa
menjelaskan dampak injeksi pada suatu blok terhadap blok-blok
yang lain. Dan pengganda lompatan tertutup (closed loop multipliers
atau closed lopp effects) menjelaskan dampak injeksi pada suatu blok
terhadap blok-blok yang lain, dan kemudian kembali kepada blok
awal dan blok-blok lainnya sampai dampak yang terjadi menjadi
sangat kecil dan dapat diabaikan.
Berdasarkan hasil penghitungan matrik pengganda neraca
SAM Indonesia tahun 2005, besarnya dampak transfer yang
dirasakan oleh kegiatan produksi Pertambangan, Industri
Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas dan Air
Bersih berjumlah Rp 27.526,57 milyar. Besarnya penurunan
penerimaan atau surplus usaha kegiatan produksi ini sebagai
dampak transfer dicantumkan pada kolom Ta pada kegiatan
produksi baris 20 tabel 4.12. Jadi, selain menderita dampak
langsung sebesar Rp 64.793,80 milyar, yaitu sebesar penghapusan
subsidi Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih, kegiatan produksi ini juga
mengalami dampak tidak langsung (dampak transfer) sebesar Rp
27.526,57 milyar.
Pada sisi yang lain, dampak tidak langsung berupa cross
effects yang dirasakan oleh kegiatan produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas
dan Air Bersih adalah turunnya penerimaan (surplus usaha)
kegiatan produksi ini pada tahap berikutnya, yaitu berjumlah Rp
18.611,55 milyar. Besarnya penurunan penerimaan atau surplus
usaha kegiatan produksi ini sebagai dampak lompatan tertutup
atau cross effects dicantumkan pada kolom Ca pada kegiatan
produksi baris 20 tabel 4.12.
Dengan demikian, secara keseluruhan penerimaan (surplus
usaha) kegiatan produksi Pertambangan, Industri Pengolahan
kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih akan
turun sekitar Rp 110.931,93 milyar (transfer effects ditambah dengan
closed effects) sebagai akibat dari penghapusan subsidi kegiatan

53
produksi ini sebesar Rp 64.793,80 milyar (lihat kolom Ma pada
kegiatan produksi baris 20 tabel 4.12 untuk melihat bilangan Rp
110.931,93 milyar tersebut). Dengan perkataan lain, penghapusan
subsidi kegiatan produksi Pertambangan, Industri Pengolahan
kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih
berakibat kepada turunnya penerimaan (surplus usaha) kegiatan
produksi ini sekitar 1,71 kali dari shock awal (penghapusan subsidi).
Analisis tersebut baru dilihat dari sisi kegiatan produksi
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih sendiri. Dampak
penghapusan subsidi kegiatan produksi Pertambangan, Industri
Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas dan Air
Bersih terhadap berbagai berbagai kegiatan ekonomi lainnya,
terhadap faktor-faktor produksi, dan terhadap para pelaku ekonomi
seperti rumahtangga dapat dilihat dengan memperhatikan
pengganda neraca (Ma) yang dapat dirinci menurut pengganda
transfer, pengganda lompatan terbuka (open loop multiplers), dan
pengganda lompatan tertutup (closed loop multipliers) pada tabel
4.12.
Misalnya, dari tabel 4.12 terlihat bahwa kegiatan produksi
yang mengalami dampak pengganda neraca kedua terbesar11
adalah kegiatan produksi Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan,
Pengangkutan dan Komunikasi, Jasa Perseorangan dan
Rumahtangga, yang mengalami penurunan penerimaan (surplus
usaha) sebesar Rp 28.821,50 milyar (dampak Ma) yang dapat dirinci
atas dampak transfer (Ta) sebesar Rp 8.078,82 milyar dan dampak
lompatan tertutup (Ca) sebesar Rp 20.742,68 milyar.
Dengan demikian, kegiatan produksi ini akan mengalami
penurunan penerimaan (surplus usaha) sebesar Rp 28.821,50 milyar
sebagai akibat dari penghapusan subsidi kegiatan produksi
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar Rp 64.793,80 milyar;
atau dengan perkataan lain, kegiatan produksi ini akan menerima

11Kegiatan produksi yang menerima dampak pengganda terbesar dari penghapusan subsidi

ini adalah kegiatan Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali makanan dan minuman,
Listrik, Gas, dan Air Minum itu sendiri yang menderita penurunan penerimaan (surplus
usaha) sebesar Rp 110.931,93 milyar atau sekitar 1,71 kali dari besarnya penghapusan subsidi.

54
dampak penurunan penerimaan (surplus usaha) sekitar 44,5 persen
dari besarnya penghapusan subsidi.
Dampak pengganda neraca akibat penghapusan subsidi
terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya dapat dilihat pada
tabel 4.12 dengan memperhatikan kolom Ma yang dapat dirinci
menurut dampak transfer (Ta), dampak open loop (Oa), dan dampak
closed loop (Ca).
Dampak pengganda neraca akibat penghapusan subsidi
kegiatan produksi Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali
Makanan dan Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih terhadap
komoditas domestik (yaitu output atau produksi domestik) dapat
dilihat pada tabel 4.12 baris 24 sampai dengan 28. Dari tabel 4.12
dapat diperhatikan bahwa output kegiatan produksi Pertambangan,
Industri Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas
dan Air Bersih (kolom Ma baris 26 pada tabel 4.12) akan menderita
penurunan yang terbesar, yaitu turun sebesar Rp 52.177,23 milyar.
Output kegiatan produksi Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan,
Pengangkutan dan Komunikasi, Jasa Perseorangan dan
Rumahtangga (kolom Ma baris 27 pada tabel 4.12) mengalami
penurunan output kedua terbesar, yaitu sebesar Rp 29.345,20
milyar. Output kegiatan produksi Pertanian Tanaman Pangan,
Peternakan, Perikanan, Industri Makanan akan turun sebesar Rp
26.477,86 milyar (terbesar ketiga; kolom Ma baris 24 pada tabel 4.12).
Akan tetapi, dampak pengganda neraca akibat penghapusan
subsidi terhadap komoditas impor (atau impor barang-barang dan
jasa) berbeda dari gambaran di atas. Sebagai akibat penghapusan
subsidi, impor terhadap komoditas Pertambangan, Industri
Pengolahan kecuali Makanan dan Minuman, Listrik, Gas dan Air
Bersih akan turun paling besar, yaitu sebesar Rp 21.230,82 milyar
(lihat kolom Ma baris 31 tabel 4.12). Akan tetapi, impor komoditas
kedua terbesar yang akan turun adalah impor barang dan jasa
Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintahan, dan Jasa Sosial,
yaitu sebesar Rp 2.392,08 milyar (lihat kolom Ma baris 33 pada tabel
4.12).
Pada sisi lain, penghapusan subsidi kegiatan produksi
Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih menyebabkan turunnya

55
pendapatan tenagakerja produksi, operator alat angkutan, pekerja
manual dan buruh kasar (penerima upah dan gaji). Golongan
tenagakerja ini akan mengalami penurunan pendapatan terbesar,
yaitu sebesar Rp 11.863,43 milyar (lihat kolom Ma baris 3 tabel 4.12)
sebagai akibat dari dihapuskannya subsidi sebesar Rp 64.793,80
milyar; atau dengan perkataan lain, pendapatan mereka akan turun
sekitar 18,3 persen dari besarnya penghapusan subsidi.
Terhadap rumahtangga, penghapusan subsidi kegiatan
produksi Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan dan
Minuman, Listrik, Gas dan Air Bersih menyebabkan turunnya
pendapatan rumahtangga bukan pertanian golongan rendah di
kota. Golongan rumahtangga ini akan mengalami penurunan
pendapatan terbesar, yaitu sebesar Rp 15.353,65 milyar (lihat kolom
Ma baris 14 tabel 4.12) sebagai akibat dari dihapuskannya subsidi
sebesar Rp 64.793,80 milyar; atau dengan perkataan lain,
pendapatan mereka akan turun sekitar 23,7 persen dari besarnya
penghapusan subsidi.
Demikian beberapa hasil yang dapat dijelaskan mengenai
analisis pengganda neraca dengan menggunakan SAM Indonesia
tahun 2005.

Matrik Pengganda Harga Tetap


Analisis pengganda neraca (accounting multipliers) memiliki
keterbatasan mengenai matrik Ma, khususnya yang dihubungkan
dengan rumahtangga, yaitu bahwa matrik Ma bersifat elastisitas
pendapatan yang tetap (unitary income elasticity) bagi rumahtangga;
dengan perkataan lain, pola pengeluaran rumahtangga terhadap
komoditas-komoditas yang dikonsumsi tidak berubah jika terjadi
perubahan pendapatan rumahtangga. Oleh karena itu, matrik Ma
perlu dimodifikasi untuk lebih mencerminkan perubahan pola
pengeluaran rumahtangga sebagai akibat dari perubahan
pendapatan rumahtangga, yaitu dengan memasukkan income effect
ke dalam model pengganda neraca tersebut. Pada penjelasan
berikut, modifikasi dilakukan dengan memasukkan income effect ke
dalam model untuk menghasilkan matrik pengganda harga tetap
(fixed price multiplier matrix) dengan asumsi harga-harga komoditas
diasumsikan tetap (fixed prices).

56
Dengan demikian, persamaan (4.5) pada bagian
sebelumnya dapat dimodifikasi menjadi persamaan (4.22) berikut,
yaitu dengan memasukkan income effect ke dalam model:

y = Cy + x .....................(4.22)

dimana
C = matrik marginal expenditure propensity

Jika terhadap persamaan (4.22) dilakukan modifikasi


dengan menambahkan Ay dan mengurangi dengan Ay (+Ay dan -
Ay), maka persamaan dapat dituliskan sebagai:

y = Cy + Ay – Ay + x ............. (4.23)

atau
y = (C-A)y + Ay + x

atau
(I-A)y = (C-A)y + x

atau
dy = I A [(C-A)dy + dx]
= Ma[(C-A)dy + dx]
= Ma(C-A)dy + Madx
[I-Ma(C-A)]dy = Madx
dy = I Ma C A Madx
= MyMadx
dy = Mcdx ................. (4.24)

Pada persamaan (4.24), Mc adalah pengganda harga tetap


(fixed price multiplier), yang dapat diperoleh dengan cara mengalikan
Ma dengan My (Keterangan: My adalah income elasticity menurut
komoditas).
Elastisitas pendapatan dapat diperkirakan dengan
menggunakan pendekatan elastisitas pengeluaran yang dapat
dihitung dari suatu kerangka SAM. Misalnya SAM Indonesia

57
membedakan rumahtangga menurut berbagai golongan
rumahtangga, yaitu golongan rumahtangga buruh tani,
rumahtangga petani gurem, rumahtangga pengusaha pertanian
yang mengusahakan lahan pertanian lebih dari 0,5 ha, rumahtangga
bukan pertanian di desa, dan rumahtangga bukan pertanian di kota.
Disamping itu, SAM Indonesia merinci konsumsi rumahtangga
menurut berbagai komoditas seperti komoditas pertanian tanaman
rakyat (beras), komoditas perkebunan (teh), komoditas peternakan
(daging ayam), dan sebagainya; sampai dengan tabungan. Dalam
konsep ekonomi, data SAM ini berarti memberikan gambaran
mengenai pola pengeluaran konsumsi oleh berbagai golongan
rumahtangga menurut berbagai komoditas (termasuk tabungan)
secara lengkap. Dan kerangka SAM tersebut menjelaskan bahwa
total pengeluaran konsumen (termasuk tabungan) sama dengan
total pendapatan; dan ini sesuai dengan syarat (sifat) agregasi Engel
dalam teori konsumsi.
Misalkan untuk menduga elastisitas pendapatan, yang
diduga melalui elastisitas pengeluaran, menurut masing-masing
golongan rumahtangga dan menurut berbagai komoditas konsumsi,
model persamaan Working-Lesser berikut digunakan (diduga
dengan menggunakan metode Ordinary Least Square atau OLS)12:

wi = α0 + αi log x + ∑βij log pj + ∑γik Hk + εi .......... (4.25)

dimana
wi = pangsa anggaran (budget share) terhadap komoditas i
xj = pengeluaran konsumsi keseluruhan
pj = harga komoditas j
εi = error term
Hk = dummy variables dimana rinciannya adalah:
AGE = log umur kepala rumahtangga
SIZE = log banyaknya anggota rumahtangga (termasuk kepala
rumahtangga)
BABY = banyaknya anggota rumahtangga yang berumur 5 tahun
atau kurang

12 Dikutip dari Agriculture and Consumer Protection (tanpa tahun).

58
PRIM = banyaknya anggota rumahtangga yang berumur antara 6-
12 tahun
HIGH = banyaknya anggota rumahtangga yang berumur antara 13-
18 tahun
M = dummy variables untuk bulan
REG = dummy variables untuk wilayah

Dalam persamaan (4.25) tersebut diasumsikan bahwa


pangsa anggaran pengeluaran rumahtangga j terhadap konsumsi
komoditas i merupakan persamaan linier terhadap total
pengeluaran rumahtangga j untuk seluruh komoditas-komoditas
konsumsi. Dan jumlah pangsa anggaran masing-masing golongan
rumahtangga terhadap berbagai komoditas termasuk untuk
tabungan (savings) adalah sama dengan satu (∑wij = 1); dan dengan
demikian jumlah koefisien α adalah sama dengan 1 (∑αi = 1) karena
∑αi = ∑wij jika pengeluaran rumahtangga terhadap komoditas i
sama dengan 0; dan ∑βi = 0 karena βi mencerminkan koefisien
pengeluaran konsumsi rumahtangga dalam bentuk pangsa
anggaran (budget share) yang secara total akan sama dengan 0,
dengan pengertian bahwa jumlah pendapatan akan habis
digunakan seluruhnya untuk pengeluaran berbagai komoditas
konsumsi termasuk untuk tabungan.
Elastisitas pengeluaran masing-masing golongan
rumahtangga terhadap komoditas konsumsi i adalah sebagai
berikut:

ei = 1 +( )( ) ........... (4.26)

Karena δlogx = 1, maka:

ei = 1 +( ) ........... (4.27)

ei = 1 + ........... (4.28)

59
dimana
ei = elastisitas pengeluaran masing-masing golongan rumahtangga
terhadap komoditas i

Dugaan elastisitas pengeluaran ini, yang sama dengan My,


kemudian dikalikan dengan matrik Ma untuk memperoleh dugaan
matrik Mc seperti yang dibutuhkan oleh persamaan (4.24). Dengan
demikian matrik Mc sudah dapat diperoleh, sehingga dengan
demikian dugaan matrik pengganda harga tetap dapat diperoleh.

Analisis Jalur Struktur


Menurut Defourny dan Thorbecke (1984), metode
dekomposisi konvensional pada matrik pengganda dalam SAM,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya dapat
menjelaskan dampak yang terjadi pada blok-blok di dalam
(internal) dan antar neraca-neraca endogen saja. Metode
dekomposisi konvensional belum dapat menjelaskan keterkaitan
dampak suatu injeksi pada blok bersangkutan dengan blok-blok
yang lainnya secara terurai dan berurutan. Analisis jalur struktur
atau biasa diistilahkan sebagai SPA (structural path analysis) dapat
mengurai matrik pengganda (multiplier matrix) dari suatu injeksi
menurut transaksi-transaksi yang terjadi secara terurai den
berurutan. Dengan SPA, jalur interaksi atau transmisi suatu injeksi
dapat ditelusuri dari kegiatan ekonomi (sektor) awal yang diinjeksi
sampai kepada kegiatan ekonomi (sektro) tertentu lainnya.13
Dalam SPA, matrik pengganda SAM dirinci menjadi
pengaruh langsung (direct effect), pengaruh total (total effect), dan
pengaruh global (global effect). Sebelum menjelaskan mengenai
pengaruh langsung, pengaruh total, dan pengaruh global, berikut
dijelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian mengenai
pengaruh, jalur, dan sirkuit yang digunakan pada SPA.

Pengaruh
Dalam SPA, pengaruh (influence) dari sektor i ke sektor j
digambarkan oleh transmisi yang terjadi terhadap sektor j oleh

13Pada pembahasan Structural Path Analysis (SPA), istilah sektor digunakan sebagai pengganti

istilah kegiatan ekonomi.

60
sektor i sebagai akibat adanya suatu injeksi (kebijakan) terhadap
sektor i. Pada matrik pengganda neraca, pengaruh (influence)
digambarkan oleh average exenditure propensity, yaitu aji yang
menggambarkan pengaruh terhadap sektor j oleh sektor i. Sektor i
disebut sebagai pole of origin; sedangkan sektor j disebut sebagai pole
of destination. Gambar 4.2 menyajikan pengaruh tersebut sebagai
suatu aliran transmisi kepada sektor j (pole of destination) dari sektor
i (pole of origin).

aji
i j

Gambar 4.2
Pengaruh dalam SPA

Jalur dan Jalur Dasar


Jalur (path) diartikan sebagai sekuen transmisi dari sektor i
ke sektor j. Gambar 4.2 juga menjelaskan suatu jalur dari sektor i ke
sektor j.
Jalur dasar (elementary path) adalah suatu jalur yang dilewati
tidak lebih dari satu kali. Jalur dasar selain sebagaimana
digambarkan oleh gambar 4.2, juga digambarkan oleh gambar 4.3
yang menjelaskan transmisi dari sektor ke i kepada sektor j tetapi
melalui sektor x dan sektor y terlebih dahulu sebelum sampai
kepada sektor j.

ayx
x y

axi ajy

i j

Gambar 4.3
Jalur Dasar dalam SPA

61
Sirkuit
Sirkuit (circuit) adalah transmisi yang terjadi dari sektor i
sebagai pole of origin dan kembali lagi ke sektor i sebagai pole of
destination. Gambar 4.4 dan gambar 4.5 menyajikan suatu sirkuit.
Gambar 4.4 menjelaskan suatu sirkuit yang berasal dari sektor i ke
sektor j tetapi terlebih dahulu melewati sektor x dan sektor y, baru
kemudian sektor y memengaruhi sektor j, dan sektor j
memengaruhi sektor i. Gambar 4.5 menjelaskan suatu sirkuit yang
berasal dari sektor i ke sektor j yang terlebih dahulu melewati
sektor x dan sektor y, dan sektor y memengaruhi sektor j, dan
sektor j memengaruhi sektor z terlebih dahulu, baru kemudian
sektor z memengaruhi sektor i.

ayx
x y

axi ajy

i j
aij

Gambar 4.4
Sirkuit melalui p(i, x, y, j, i)

ayx
x y

axi ajy

i z j
aiz azj

Gambar 4.5
Sirkuit melalui p(i, x, y, j, z, i)

Pengaruh Langsung
Pengaruh langsung (direct influence) dari sektor i ke sektor j
menunjukkan perubahan langsung pada sektor j sebagai akibat dari

62
sektor i. Pada kasus gambar 4.2, pengaruh langsung tersebut
didefinisikan sebagai:

I → = aji .......... (4.29)

Pada kasus gambar 4.3, pengaruh langsung tersebut yang


melalui transmisi p (i, x, y, j) didefinisikan sebagai:14

I → =I , , , = (axi)(ayx)(ajy).......... (4.30)

Dengan demikian, pengaruh langsung dapat melalui


transmisi p(i, ......., j), atau yang didefinisikan sebagai I → =
I ,……., .

Pengaruh Total
Pengaruh total (total influnce) adalah pengaruh terhadap
sektor j dari sektor i, baik yang disebabkan oleh jalur dasar maupun
oleh jalur sirkuit. Gambar 4.6 menggambarkan suatu pengaruh
total terhadap sektor j (pole of destination) dari sektor i (pole of origin).
Gambar tersebut menjelaskan bahwa selain terjadi jalur dasar dari
sektor i kepada sektor j yang melalui sektor x dan sektor y; terjadi
juga jalur sirkuit dari sektor x ke sektor y; dan dari sektor x ke
sektor y melalui sektor z dan sektor x dan baru kembali
memengaruhi sektor y.
Dengan demikian, pengaruh total dari sektor i ke sektor j
pada gambar 4.6 merupakan pengaruh total yang melewati dua
loops dari sektor x ke sektor y, yaitu melalui sirkuit p(x,y,x) dan
sirkuit p(x,y,z,x). Dengan perkataan lain, pengaruh total dari sektor
i ke sektor j didefinisikan sebagai:

I → = (axi)(ayx)(ajy) I a a a a .......... (4.31)

14 Pada kasus ini aturan perkalian dalam suatu matrik berlaku, yaitu (aji)=(axi)(ayx)(ajy).

63
ayx y
x

axi ajy
axy
i j
axz azy
z

Gambar 4.6
Pengaruh Total dalam SPA

Pengaruh Global
Pengaruh global dalam SPA digambarkan oleh dampak total
atau keseluruhan yang diterima oleh sektor i akibat adanya injeksi
(kebijakan) yang dilakukan terhadap sektor j. Pada matrik
pengganda neraca (accounting multiplier matrix), pengaruh global ini
digambarkan oleh persamaan y = (I-A)-1x = Max.
Jika ma(ji) adalah elemen ke (j,i) dari matrik pengganda
neraca, maka ma(ji) menggambarkan pengaruh global terhadap
sektor j dari sektor i (sebagai akibat dari adanya kebijakan terhadap
sektor i).

I → = ma(ji) .......... (4.32)

Dan matrik Ma = (I-A)-1 disebut sebagai matrik pengaruh


global (matrix of global influences).
Contoh penggunaan SPA dapat dilihat, misalnya, pada Azis
dan Mansury (2003) yang menggunakan SPA sebagai perangkat
analisis ekonomimakro yang mengkaitkan aspek finansial dengan
aspek kinerja ekonomi (sektor ril). Dalam analisis tersebut, mereka
mengkombinasikan SAM Indonesia dengan Neraca Arus Dana
(NAD) Indonesia (NAD akan dijelaskan kemudian pada materi
kuliah ke-5).

64
7. Penyusunan SAM
Bagian ini akan menjelaskan tahap-tahap penyusunan SAM
yang ditinjau dari sisi ketersediaan data dan yang dihubungkan
dengan maksud dan tujuan penelitian.
Secara garis besar, tahap-tahap untuk menyusun kerangka
SAM adalah sebagaimana digambarkan oleh gambar 4.2. Tahap
awal dari penyusunan SAM adalah merencanakan keseluruhan
bentuk SAM.
Tahap berikutnya adalah melakukan identifikasi sumber-
sumber data yang tersedia untuk menyusun SAM yang disesuaikan
dengan tahun rujukan yang akan diacu penyusunannya, misalnya
tahun rujukan adalah tahun 2010.
Disamping itu, dibutuhkan juga pemikiran mengenai
berbagai survei untuk menunjang isian-isian neraca dalam
kerangka SAM, yang dihubungkan dengan klasifikasi SAM yang
akan dibangun. Oleh karena itu, tahap berikut yang perlu
dipertimbangkan adalah menyusun klasifikasi SAM yang perlu
dipertimbangkan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian atau
penyusunan SAM dan ketersediaan data.
Tahap-tahap penyusunan SAM yang perlu dilakukan
berikutnya adalah membuat rencana tabulasi berbagai neraca
dalam SAM, khususnya neraca-neraca yang akan dibangun dalam
kerangka SAM secara keseluruhan, yaitu dari neraca alokasi
pendapatan faktor kepada faktor-faktor produksi, neraca
pendapatan dan pengeluaran institusi, neraca kapital, neraca-neraca
lainnya dan neraca luar negeri. Untuk maksud ini dibutuhkan
rencana tabulasi dan pemikiran mengenai sumber-sumber data
untuk dapat mengisi neraca-neraca dimaksud.
Setelah itu, tahap pembersihan data dan koreksi serta
rekonsiliasi data dilakukan untuk menghasilkan data SAM yang
siap digunakan sebagai suatu sistem data yang mengkaitkan kinerja
ekonomi dengan aspek-aspek sosial.

Metode Penyusunan SAM dan Sumber Data


Tabel I-O sebagai dasar
Salah satu sumber data yang dapat digunakan adalah tabel
Input-Output (tabel I-O). Misalnya, BPS dalam menyusun SAM

65
Indonesia tahun 2000 menggunakan tabel I-O Indonesia tahun 2000
yang sudah disusun sebelumnya.15 Sehingga dengan demikian,
klasifikasi SAM dapat disesuaikan dengan klasifikasi tabel I-O, dan
dengan demikinan beberapa agregat-agregat makro, misalnya PDB
Indonesia, pengeluaran rumahtangga, pengeluaran pemerintah,
pembentukan modal tetap bruto, ekspor dan impor, sudah dapat
diperoleh dari tabel I-O.

Rancangan Keseluruhan Sistem

Identifikasi Sumber-Sumber Data

Pemilihan Reference Year

Penentuan Klasifikasi

Persiapan Rencana Tabulasi

Estimasi Awal SAM

Pembersihan Data dan Koreksi

Rekonsiliasi

Gambar 4.2. Alur Penyusunan SAM

15Kondisi ini terjadi karena tahap-tahap proses penyusunan tabel Input-Output dan SAM di

Badan Pusat Statistik dilaksanakan seperti itu, yaitu tabel I-O yang disusun terlebih dahulu
dan setelah itu baru penyusunan SAM. Jadi mungkin terjadi pada kasus yang lain,
penyusunan kerangka SAM tidak didahului dengan penyusunan tabel I-O terlebih dahulu.

66
Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan yang perlu
diperhatikan dalam konsep SAM dan tabel I-O:
a. Pada SAM, tenagakerja dibagi atas 2 (dua) klasifikasi, yaitu:
a. tenagakerja dibayar (paid workers); dan b. tenagakerja tidak
dibayar (unpaid workers). Tenagakerja dibayar adalah
tenagakerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi sebagai
faktor produksi tenagakerja dan mereka memperoleh upah
dan gaji sebagai balas jasa faktor produksi tenagakerja yang
mereka sumbangkan kepada proses produksi (contoh dari
tenagakerja dibayar adalah buruh/karyawan). Sedangkan
tenagakerja tidak dibayar adalah tenagakerja yang terlibat
dalam kegiatan ekonomi atau proses produksi sebagai faktor
produksi tenagakerja tetapi mereka tidak menerima upah
dan gaji karena mereka, misalnya berstatus pengusaha, atau
pemilik usaha, atau pekerja keluarga (unpaid family workers).
Sebenarnya, upah dan gaji mereka sebagai balas jasa
terhadap faktor produksi tenagakerja mereka dicakup dalam
surplus usaha atau operating surplus (keuntungan atau
profits) dari usaha yang mereka lakukan. Pendapatan seperti
ini, dalam Sistem Neraca Nasional (SNN) atau System of
National Accounts (SNA), disebut sebagai mixed income. Jadi,
mereka yang bekerja sendiri (self employed workers)
memperoleh upah dan gaji dalam mixed income yang
tercampur dalam surplus usaha. Total balas jasa (upah dan
gaji) yang diperoleh tenagakerja yang dibayar dalam bentuk
upah dan gaji dalam SAM sama dengan total upah dan gaji
yang terdapat dalam tabel I-O. Balas jasa yang diperoleh
oleh tenagakerja tidak dibayar (unpaid workers), dalam SAM,
dinilai dalam bentuk imputasi upah dan gaji (imputed wages
and salaries). Dalam tabel I-O, total balas jasa berupa
imputasi upah dan gaji ini tidak dimunculkan sebagai satu
komponen tersendiri tetapi digabung dalam komponen
surplus usaha (operating surplus) dalam tabel I-O. Dengan
perbedaan konsepsi ini, sekali lagi ditekankan bahwa total
upah dan gaji yang terdapat dalam tabel I-O hanya akan
sama dengan total upah dan gaji yang diterima oleh
tenagakerja dibayar dalam SAM.

67
b. Sebagian pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dan
pendidikan, khususnya yang berupa subsidi kesehatan dan
pendidikan, dicatat dalam SAM sebagai pengeluaran
transfer pemerintah yang diberikan kepada rumahtangga.
Dalam tabel I-O, pengeluaran pemerintah tidak dipisahkan
atas pengeluaran subsidi dan pengeluaran konsumsi; semua
diklasifikasikan dalam satu kategori saja, yaitu pengeluaran
pemerintah. Pada sisi yang lain, penerimaan subsidi
sedemikian yang diterima oleh rumahtangga akan menjadi
penerimaan bagi rumahtangga tetapi juga sekaligus sebagai
pengeluaran rumahtangga untuk kesehatan dan pendidikan.
Dengan demikian, pengeluaran rumahtangga dalam SAM
akan lebih besar dari pada yang terdapat dalam tabel I-O.

Jumlah Ekivalen Tenagakerja


Sumber data untuk memperkirakan jumlah ekivalen
tenagakerja (ETK) yang dirinci menurut faktor produksi
tenagakerja, kegiatan ekonomi atau kegiatan produksi, dan
golongan rumahtangga dalam SAM dilakukan dengan
menggunakan hasil-hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS).
Data yang diperoleh dari SUPAS adalah jumlah tenagakerja (lebih
tepat: jumlah pekerja) dan banyaknya jam kerja (selama seminggu
yang lalu) masing-masing tenagakerja menurut klasifikasi
tenagakerja dan kegiatan ekonomi (lapangan usaha), dan juga
golongan rumahtangga.

Pendapatan Tenagakerja Dibayar dan Tidak Dibayar


Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tenagakerja
dalam SNSE dirinci atas tenagakerja dibayar dan tenagakerja tidak
dibayar. Balas jasa bagi tenagakerja dibayar dihitung dengan
menggunakan data upah dan gaji yang diterima; sedangkan balas
jasa bagi tenagakerja tidak dibayar diperkirakan dengan
menggunakan konsep imputasi upah dan gaji (imputed wages and
salaries). Data upah dan gaji tenagakerja dibayar dapat diperoleh
dari hasil beberapa survei yang mencatat masalah upah tenagakerja
yang dilaksanakan oleh BPS; sedangkan imputasi upah dan gaji

68
tenagakerja tidak dibayar diperkirakan sama dengan upah dan gaji
yang diterima oleh tenagakerja dibayar pada klasifikasi tenagakerja
dan lapangan usaha yang sama. Total upah dan gaji yang diterima
oleh tenagakerja dibayar pada SAM, seperti telah dijelaskan
sebelumnya, harus sama dengan total upah dan gaji pada tabel I-O.
Bila sampai tahap ini kedua total tersebut tidak sama, maka total
pendapatan tenagakerja dibayar pada SAM disesuaikan dengan
total upah dan gaji pada tabel I-O. Demikian juga, total pendapatan
tenagakerja tidak dibayar pada SAM harus lebih kecil dari pada
total surplus usaha pada tabel I-O, karena dalam surplus usaha
tersebut (pada tabel I-O) mencakup juga surplus usaha
(keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung, selain balas
jasa bagi faktor produksi tenagakerja tidak dibayar. Jika sampai
tahap ini total pendapatan tenagakerja tidak dibayar lebih besar
dari pada total surplus usaha yang terdapat pada tabel I-O, maka
total pendapatan tenagakerja tidak dibayar pada SAM disesuaikan
agar tidak menyerap semua total surplus usaha pada tabel I-O,
setelah besarnya surplus usaha masing-masing kegiatan ekonomi
atau lapangan usaha dipertimbangkan sebelumnya (lihat metode
estimasi mengenai alokasi faktor produksi kapital di bawah ini).
Pendapatan tenagakerja dibayar dan tidak dibayar
dibedakan: a. menurut kegiatan produksi; dan b. golongan
rumahtangga. Rincian menurut golongan rumahtangga akan
memberikan informasi mengenai distribusi pendapatan
rumahtangga yang berasal dari pendapatan faktor (tenagakerja).

Alokasi Faktor Produksi Kapital


SAM mengklasifikasikan faktor produksi menjadi faktor
produksi tenagakerja dan faktor produksi modal atau kapital.
Faktor produksi tenagakerja menerima upah dan gaji (termasuk
imputasi upah dan gaji) sebagai balas jasa terhadap kontribusi
faktor produksi tenagakerja dalam kegiatan ekonomi; sedangkan
faktor produksi kapital (dalam SAM Indonesia disebut juga sebagai
faktor produksi bukan tenagakerja) menerima keuntungan, dividen,
bunga, sewa rumah, dan sebagainya sebagai balas jasa terhadap
kontribusi faktor produksi modal dalam kegiatan ekonomi.

69
Balas jasa yang diterima oleh faktor produksi modal
diperkirakan dengan menggunakan berbagai informasi, seperti
Survei Industri, Survei Pertambangan, Survei Konstruksi, Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Khusus Tabungan dan
Investasi Rumahtangga (SKTIR), dan sebagainya. Survei-survei
tersebut digunakan juga untuk memperkirakan surplus usaha
masing-masing kegiatan ekonomi atau usaha rumahtangga.
Total balas jasa yang diterima oleh faktor produksi modal
yang diperkirakan berdasarkan survei-survei tersebut harus sama
dengan total surplus usaha pada tabel I-O setelah dikurangi dengan
pendapatan tenagakerja tidak dibayar pada tabel I-O. Bila sampai
tahap ini kedua total tersebut tidak sama, maka penyesuaian
dilakukan dengan mengikuti hasil dari tabel I-O. Rincian balas jasa
yang diterima oleh faktor produksi modal (atau disebut juga
sebagai pendapatan kapital) dirinci atas: a. kegiatan ekonomi atau
kegiatan produksi; dan b. golongan rumahtangga. Rincian menurut
golongan rumahtangga akan memberikan informasi mengenai
distribusi pendapatan rumahtangga yang berasal dari pendapatan
kapital.

Transfer
Transfer dalam SAM dirinci atas penerimaan dan
pengeluaran transfer dari atau kepada: a. rumahtangga; b.
perusahaan; c. pemerintah; dan d. luar negeri. Transfer dari
rumahtangga dikeluarkan hanya untuk rumahtangga dan untuk
pemerintah. Transfer yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk
rumahtangga, misalnya, adalah pengiriman uang dari satu
rumahtangga ke rumahtangga yang lain. Transfer yang dikeluarkan
oleh rumahtangga untuk pemerintah, misalnya, adalah pajak
pendapatan, pajak kekayaan (bumi dan bangunan), iuran radio,
iuran televisi, pajak kendaraan bermotor, dan sebagainya.
Transfer dari perusahaan dikeluarkan untuk rumahtangga,
perusahaan, pemerintah, dan juga luar negeri. Transfer yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk rumahtangga, misalnya, adalah
pemberian barang-barang produksi perusahaan kepada karyawan
yang tidak dihitung dalam upah dan gaji, klaim asuransi, dan
sebagainya. Transfer yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk

70
perusahaan, misalnya, adalah bantuan yang diberikan oleh
perusahaan induk kepada anak perusahaan. Transfer yang
dikeluarkan oleh perusahaan untuk pemerintah, misalnya, adalah
pajak perusahaan, pajak pendapatan perusahaan, dan sebagainya.
Transfer yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk luar negeri,
misalnya, adalah bantuan dari perusahaan untuk membantu
musibah yang terjadi di luar negeri dan pengeluaran ini termasuk
dalam biaya perusahaan.
Transfer dari pemerintah hanya dikeluarkan untuk
rumahtangga, pemerintah (termasuk ke pemerintah daerah), dan
untuk luar negeri. Transfer yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk rumahtangga, misalnya, adalah subsidi kesehatan dan
pendidikan. Transfer dari pemerintah ke pemerintah, misalnya
transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Transfer
yang dikeluarkan oleh pemerintah ke luar negeri, misalnya
pemberian bantuan kemanusiaan bagi negara lain. Informasi
mengenai transfer rumahtangga juga diperoleh dari survei-survei
yang berkaitan dengan masalah sosial ekonomi rumahtangga.
Informasi mengenai transfer pemerintah diperoleh dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan juga anggaran rutin
pemerintah daerah. Sedangkan informasi mengenai transfer
perusahaan diperoleh dari beberapa survei yang berkaitan dengan
industri, seperti survei industri, Survei Khusus Pembentukan
Modal (SKPM), dan sebagainya. Data mengenai transfer dari
luarnegeri seringkali merupakan residual dari proses rekonsiliasi
dalam SAM mengingat data mengenai transfer relatif kurang
tersedia.

Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga


Yang dimaksud dengan pengeluaran konsumsi
rumahtangga adalah pengeluaran rumahtangga untuk barang dan
jasa, misalnya untuk sandang, pangan, dan papan, termasuk
pengeluaran transfer oleh rumahtangga. Pengeluaran konsumsi
rumahtangga mencakup pengeluaran oleh lembaga swasta nirlaba.
Sumber data utama yang digunakan untuk memperkirakan
pengeluaran konsumsi rumahtangga adalah survei-survei
mengenai rumahtangga (Susenas, SKTIR, dan sebagainya). Total

71
pengeluaran konsumsi rumahtangga tersebut kemudian
dialokasikan sesuai klasifikasi komoditi-komoditi dalam SAM dan
perlu disesuaikan dengan besarnya pengeluaran rumahtanga yang
terdapat pada tabel I-O.

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah


Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pemerintah
pusat yang terdiri dari kementerian, lembaga non-kementerian, dan
lembaga-lembaga pemerintahan lainnya; serta pemerintah daerah.
Pengeluaran Badan Usaha Milik Negara (Perum, Perjan dan
Persero) dan Badan Usaha Milik Daerah bukan bagian dari
pengeluaran konsumsi pemerintah tetapi digabungkan dengan
kegiatan ekonomi yang sesuai dengan lapangan usahanya masing-
masing. Yang dimaksud dengan pengeluaran konsumsi pemerintah
adalah pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa, misalnya
untuk upah dan gaji, pembelian alat-alat kantor (ATK), dan
sebagainya, termasuk pengeluaran transfer pemerintah. Sumber
data utama yang digunakan untuk memperkirakan pengeluaran
konsumsi pemerintah adalah dari neraca keuangan pemerintah
yang memuat mengenai pengeluaran pemerintah. Distribusi
pengeluaran konsumsi pemerintah tersebut kemudian disesuaikan
dengan tabel I-O dengan catatan bahwa terdapat sedikit perbedaan
konsepsi mengenai pengeluaran pemerintah yang terdapat dalam
tabel I-O dengan SAM mengenai subsidi (misalnya subsidi
kesehatan dan pendidikan; lihat penjelasan sebelumnya).

Tabungan
Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikonsumsi. Kadang-kadang, tabungan juga merupakan neraca
residual (selisih) dalam kompilasi kerangka SAM, walaupun data
mengenai tabungan dapat juga diperoleh, misalnya, dari Susenas
dan SKTIR untuk tabungan rumahtangga; survei industri untuk
laba/keuntungan yang ditahan (retained earnings) perusahaan;
neraca keuangan pemerintah daerah untuk tabungan pemerintah.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi ketidaktersediaan data
mengenai tabungan secara lengkap.

72
8. SAM sebagai Dasar untuk Membangun Model Keseimbangan
Umum
Bagian ini akan menjelaskan cara menggunakan kerangka
data SAM untuk maksud membangun model keseimbangan umum
(general equiblirium model). Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa posisi ekonomi suatu negara dalam suatu
kerangka data SAM adalah berada dalam keadaan keseimbangan
umum.
Sebelum penjelasan lebih lanjut mengenai cara membangun
model keseimbangan umum dari kerangka SAM, berikut beberapa
konsepsi mengenai model keseimbangan umum.

Model Keseimbangan Umum


Model keseimbangan umum (model KU) merupakan suatu
model ekonomi yang dapat digunakan untuk melakukan analisis
terhadap suatu perekonomian secara keseluruhan atau secara
parsial sebagai akibat dari perubahan variabel atau interaksi suatu
pelaku ekonomi. Model KU merupakan suatu model ekonomi yang
mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi mikro dan ekonomi
makro dalam suatu model ekonomi sehingga model ekonomi KU
tersebut menggambarkan kondisi ekonomi suatu negara dalam
keadaan keseimbangan umum (general equilibrium). Perilaku
pelaku-pelaku ekonomi dalam suatu perekonomian dijelaskan
secara spesifik dan rinci dalam model-model ekonomi mikro dalam
bentuk persamaan-persamaan perilaku (behavioral equations),
sedangkan interaksi antar pelaku-pelaku ekonomi dihubungkan
sejalan dengan teori ekonomi makro.

Contoh Model KU Sederhana


Untuk menjelaskan beroperasinya model KU, misalkan
suatu model keseimbangan umum (model KU) yang sederhana
ingin dibangun dari suatu perekonomian sederhana yang terdiri
dari satu rumahtangga, dua perusahaan, dua komoditas (misalkan
susu dan roti), dan dua faktor produksi (kapital dan tenagakerja).
Untuk membangun model KU ini, diasumsikan bahwa
rumahtangga berupaya untuk memaksimumkan utilitas
konsumsinya (household utility maximization), dan perusahaan

73
berupaya untuk memaksimumkan keuntungannya (firms’ profit
maximization) dari hasil produksi yang dilakukan. Agar supaya
kedua kondisi tersebut, yaitu konsumsi rumahtangga dan produksi
perusahaan, berada dalam suatu keseimbangan (produksi =
konsumsi) dibutuhkan suatu persyaratan yang disebut sebagai
market clearing condition yang dirumuskan sebagai suatu sistem
persamaan simultan.
Berikut diberikan contoh membangun suatu model KU
berdasarkan suatu sistem perekonomian sederhana dari suatu
negara, yang dimulai dari memahami perilaku rumahtangga,
perilaku perusahaan, serta membangun market clearing condition.

Model Perekonomian Sederhana


Model KU yang akan dibangun didasarkan kepada suatu
perekonomian yang bersifat sederhana. Pertama diasumsikan
bahwa perekonomian bersifat statis dalam arti tidak terdapat
tabungan (savings) dan investasi (investment); kedua, perekonomian
merupakan suatu sistem perekonomian yang tertutup (closed
economy), dengan pengertian bahwa tidak terjadi perdagangan
internasional (international trade) dengan negara-negara lainnya.
Pada bagian sebelumnya telah diasumsikan bahwa
perekonomian sederhana tersebut menghasilkan dua komoditas roti
dan susu (yang dinotasikan dengan indek i dan j yang dapat saling
dipertukarkan), dua faktor produksi yang dibutuhkan (tenagakerja
dan kapital) untuk menghasilkan produk roti dan susu (yang
dinotasikan dengan indek h dan k yang dapat saling
dipertukarkan). Rumahtangga (hanya ada satu rumahtangga) yang
mengkonsumsi roti dan susu yang berupaya untuk
memaksimumkan utilitasnya dari mengkonsumsi roti dan susu.
Perusahaan (ada dua perusahaan), yaitu satu perusahaan yang
menghasilkan roti dan satu perusahaan lain yang menghasilkan
susu, berupaya untuk memaksimumkan keuntungan masing-
masing perusahaan. Rumahtangga memiliki dua faktor produksi,
yaitu tenagakerja dan kapital, yang memberikan pendapatan
kepada rumahtangga sebagai balas jasa terhadap penggunaan
kedua faktor produksi tersebut. Balas jasa terhadap faktor produksi
tenagakerja menghasilkan pendapatan berupa upah dan gaji;

74
sedangkan balas jasa terhadap faktor produksi kapital
menghasilkan pendapatan berupa surplus usaha (operating surplus),
misalnya keuntungan (profit), sewa lahan (land rent), sewa
bangunan (building rent), dan sebagainya. Perusahaan
menggunakan kedua faktor produksi tersebut dalam proses
produksi yang dilakukan untuk menghasilkan roti dan susu.
Supply dan demand terhadap kedua komoditas roti dan susu, dan
terhadap kedua faktor produksi tenagakerja dan kapital dipenuhi
oleh keseimbangan pasar (market equilibria) dengan tingkat harga
tertentu untuk masing-masing komoditas dan faktor produksi.
Pasar, baik pasar komoditas atau pasar faktor produksi,
diasumsikan bersifat persaingan sempurna (perfect competition), atau
dengan perkataan lain bahwa semua pelaku-pelaku ekonomi
bertindak sebagai price takers; artinya harga yang terjadi di masing-
masing pasar terjadi akibat dari mekanisme pasar (market
mechanism), atau setiap pelaku ekonomi tidak dapat menentukan
harga di masing-masing pasar.

Perilaku Rumahtangga
Rumahtangga menjual faktor-faktor produksi yang dimiliki,
yaitu tenagakerja dan kapital, kepada perusahaan untuk
memperoleh pendapatan. Misalkan notasi pendapatan yang berasal
dari faktor produksi kapital adalah CAP; sedangkan notasi
pendapatan yang berasal dari faktor produksi tenagakerja adalah
LAB. Pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari CAP dan LAB
digunakan oleh rumahtangga untuk membeli atau mengkonsumsi
roti (BRD) dan susu (MLK). Rumahtangga diasumsikan melakukan
pilihan (berapa banyak komoditas yang dibeli atau dikonsumsi
dalam kuantitas dan pada tingkat harga tertentu) terhadap
komoditas BRD dan MLK untuk memaksimumkan utilitas
konsumsinya. Misalkan fungsi utilitas yang digunakan dalam
kasus ini adalah fungsi Cobb-Douglas. Pada kasus ini juga
diasumsikan bahwa harga komoditas dan harga faktor-faktor
produksi ditunjukkan pada fungsi utilitas Cobb-Douglas.16

16Fungsi permintaan Cobb-Douglas merupakan fungsi permintaan dengan asumsi price

elasticity demand untuk komoditas ke-i dan income elasticity of demand adalah konstan. Dengan
demikian, fungsi permintaan Cobb-Douglas disebut juga sebagai constant elasticity demand

75
Dengan demikian, maksimisasi fungsi utilitas Cobb-Douglas
yang sesuai dengan (subject to) kendala anggaran (budget constraint)
rumahtangga adalah:
maksimumkan UU (Xi) = Πi𝑋 …………. (4.33)
subject to (st):
∑ 𝑝 𝑋 = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 …….. (4.34)

dimana
i,j = komoditas (BRD, MLK)
h,k = faktor produksi (CAP, LAB)
UU = utilitas
𝑋 = konsumsi atau permintaan terhadap komoditas ke-i (𝑋 ≥ 0)
𝐹𝐹 = kepemilikan faktor produksi ke-h oleh rumahtangga
𝑝 = harga komoditas ke-i (𝑝 ≥ 0)
𝑝 = harga faktor produksi ke-h (𝑝 ≥ 0)
𝛼 = budget share rumahtangga (0 ≤𝛼 ≤ 1; ∑ 𝛼 = 1)

Untuk memaksimumkan persamaan (4.33), metode Lagrange


multiplier akan digunakan (Lagrange multiplier = φ), sehingga
diperoleh:

L(𝑋 ; φ) = Πi𝑋 + φ( ∑ 𝑝 𝐹𝐹 ∑ 𝑝 𝑋)

Solusi yang diperoleh agar L(𝑋 ; φ) maksimum adalah:

=𝛼 - φ 𝑝 = 0; untuk semua i, ……… (4.35)

= ∑ 𝑝 𝑋 - ∑ 𝑝 𝐹𝐹 = 0 ……….. (4.36)

Dengan menggunakan persamaan (4.35) dan (4.36), solusi


terhadap kedua persamaan tersebut memberikan suatu fungsi
permintaan terhadap komoditas ke-i sebagai berikut:

Xi = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 ; untuk semua i, …….. (4.37)

function. Lihat Koutsoyiannis (1979) halaman 54. Keterbatasan fungsi permintaan ini adalah
asumsi elastisitas pendapatan dan elatisitas harga yang konstan, yang pada kondisi
sebenarnya dapat tidak demikian.

76
Persamaan (4.37) menjelaskan bahwa permintaan
rumahtangga terhadap komoditas ke-i adalah sama dengan ratio
porsi konsumsi komoditas ke-i atau budget share (𝛼 ) komoditas ke-i
terhadap harga komoditas tersebut (𝑝 ). Dengan perkataan lain,
jika harga komoditas ke-i turun, maka permintaan rumahtangga
terhadap komoditas ke-i akan meningkat; dan sebaliknya.
Demikian juga, jika pendapatan rumahtangga meningkat, maka
permintaan rumahtangga terhadap komoditas ke-i akan meningkat;
dan sebaliknya.

Perilaku Perusahaan
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa dalam
perekonomian sederhana tersebut terdapat dua perusahaan dimana
masing-masing perusahaan menghasilkan roti dan susu. Masing-
masing perusahaan menggunakan dua faktor produksi tenagakerja
dan kapital untuk menghasilkan roti atau susu; dan perusahaan-
perusahaan tersebut berupaya untuk memaksimumkan
keuntungannya masing-masing yang sesuai (subject to) ketersediaan
teknologi produksi.
Disamping itu, dalam model sederhana ini belum
dipertimbangkan mengenai input antara (intermediate inputs),
misalnya mentega, garam, dan bahan pengembang roti untuk
menghasilkan roti; dan misalnya susu segar, pewarna makanan,
bahan perasa (flavor) makanan untuk menghasilkan susu.17
Diasumsikan bahwa kedua perusahaan tidak menghasilkan produk
ikutan (by-product); dengan perkataan lain, perusahaan roti hanya
menghasilkan roti saja; demikian juga perusahaan susu hanya
menghasilkan susu saja.
Fungsi maksimisasi keuntungan masing-masing perusahaan
roti dan susu, yang sesuai dengan (subject to) kendala teknologi
produksi, adalah sebagai berikut:
maksimumkan Лj (Zj, Fh,j) = 𝑝 Zj - ∑h𝑝 𝐹 , …….. (4.38)
subject to (st):
,
Zj = bjΠh𝐹 , ............ (4.39)

17Model KU yang mempertimbangkan input antara untuk menghasilkan suatu output,

disamping menggunakan faktor-faktor produksi LAB dan CAP, akan dijelaskan kemudian.

77
dimana
i,j = perusahaan (BRD, MLK)
h,k = faktor produksi (CAP, LAB)
Πj = keuntungan perusahaan ke-j
Zj = output perusahaan ke-j
𝐹 , = faktor produksi ke-h yang digunakan oleh perusahaan ke-j
𝑝 = harga komoditas ke-j
𝑝 = harga faktor produksi ke-h
𝛽 , = koefisien penggunaan faktor produksi (share coefficient) pada
fungsi produksi (0≤𝛽 , ≤1; ∑h𝛽 , = 1)
bj = skala produksi (scaling coefficient) pada fungsi produksi

Persamaan (4.38) menjelaskan bahwa keuntungan


perusahaan adalah selisih dari penerimaan (sales atau revenues)
perusahaan dari hasil penjualan komoditas roti atau susu dengan
biaya-biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan (karena
menggunakan faktor produksi CAP dan LAB). Sedangkan
persamaan (4.39) menjelaskan kendala produksi yang dijelaskan
oleh teknologi produksi, yang ditentukan oleh koefisien
penggunaan faktor-faktor produksi (𝛽 , ) CAP dan LAB serta skala
produksi (bi) yang dihubungkan dengan output yang dihasilkan Zj.
Disini diasumsikan bahwa faktor-faktor produksi CAP dan LAB
tersedia secara tidak terbatas. Misalnya pada kasus ini fungsi
produksi Cobb-Douglas digunakan.
Untuk memperoleh hasil maksimisasi dari persamaan (4.38),
metode Lagrange multiplier digunakan (Lagrange multiplier = ω),
sehingga diperoleh:

,
Lj(Zj, Fh,j; ωj) = (𝑝 Zj - ∑h𝑝 𝐹 , ) + ωj(bjΠh𝐹 , - Zj)

Solusi yang diperoleh agar Lj(Zj, Fh,j; ωj) maksimum adalah:

= 𝑝 - ωj = 0; untuk semua j
,
,
= -𝑝 + ωj𝛽 , = 0; untuk semua h,j
, ,

78
,
= bjΠh𝐹 , - Zj = 0; untuk semua j

Dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, solusi


terhadap ketiga persamaan tersebut memberikan suatu fungsi
permintaan terhadap faktor produksi ke-h oleh perusahaan ke-j
sebagai berikut:

,
Fh,j = 𝑝 Zj; untuk semua h,j ………. (4.40)

dan
,
Zj = bjΠh𝐹 , ; untuk semua j ……. (4.41)

Interpretasi kedua persamaan ini menjelaskan bahwa


permintaan perusahaan ke-j terhadap faktor produksi ke-h sebagai
input ditentukan oleh harga faktor produksi, harga komoditas
yang dihasilkan atau produksi komoditas yang dihasilkan.
Koefisien penggunaan faktor produksi (share coefficient) atau 𝛽 ,
pada fungsi produksi (dengan syyarat 0≤𝛽 , ≤1 dan ∑h𝛽 , = 1)
menentukan porsi penggunaan faktor produksi ke-h sebagai input
untuk menghasilkan produksi komoditas ke-j; dengan perkataan
lain, semakin besar 𝛽 , maka semakin banyak penggunaan faktor
produksi ke-h sebagai input untuk menghasilkan output komoditas
ke-j.

Market Clearing Conditions


Persamaan-persamaan di atas menjelaskan keseimbangan
yang terjadi pada masing-masing rumahtangga dan pada dua
perusahaan yang menghasilkan roti dan susu. Tetapi belum terjadi
keseimbangan antara rumahtangga dan dua perusahaan; dan belum
ada kesepakatan mengenai harga komoditas ke-i yang diminta oleh
rumahtangga yang sesuai dengan harga komoditas ke-j yang
dihasilkan oleh perusahaan; dengan perkataan lain, dari
persamaan-persamaan tersebut baru terlihat bahwa rumahtangga
akan membeli komoditas pada harga 𝑝 , sedangkan harga
komoditas yang ditawarkan oleh perusahaan adalah 𝑝 ; dan kedua

79
harga tersebut belum seimbang (belum sama). Kalaupun kedua
harga komoditas tersebut dapat seimbang (mungkin sama), tetapi
banyaknya supply komoditas yang dihasilkan oleh perusahaan
belum tentu sama dengan demand komoditas yang diminta oleh
rumahtangga. Demikian juga halnya pada kasus demand dan supply
terhadap input faktor produksi CAP dan LAB.
Agar terjadi keseimbangan terhadap komoditas yang
dihasilkan (supplied) dan yang diminta (demanded), dan juga
terhadap input faktor-faktor produksi, dibutuhkan suatu
keseimbangan (market clearing conditions):

Xi = Zi; untuk semua i ……… (4.42)


∑jFh,j = FFh; untuk semua h ………(4.43)
𝑝 = 𝑝 ; untuk semua i …….. (4.44)

Persamaan (4.42) menjelaskan keseimbangan supply dan


demand komoditas ke-i yang dihasilkan oleh perusahaan dan yang
diminta oleh rumahtangga; sedangkan persamaan (4.43)
menjelaskan keseimbangan supply dan demand faktor produksi ke-h
yang digunakan sebagai input dalam menghasilkan produksi BRD
dan MLK; dan persamaan (4.44) menjelaskan keseimbangan harga
komoditas ke-i BRD dan MLK, baik yang ditawarkan oleh
perusahaan dan yang diminta oleh rumahtangga.

Model Keseimbangan Umum


Dengan demikian, model KU dari sistem perekonomian
yang sederhana ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

Xi = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 ; untuk semua i, …….. (4.37)


,
Zj = bjΠh𝐹 , ; untuk semua j, ……. (4.41)
,
Fh,j = 𝑝 Zj; untuk semua h,j ………. (4.40)

Xi = Zi; untuk semua i ……… (4.42)


∑jFh,j = FFh; untuk semua h ………(4.43)
𝑝 = 𝑝 ; untuk semua i …….. (4.44)

80
Dengan mengikuti keseimbangan umum yang
dipersyaratkan oleh market clearing conditions, persamaan-
persamaan ini akan menghasilkan solusi tentang keseimbangan
umum. Model KU ini terdiri dari 6 set persamaan, yang terdiri dari
14 persamaan, yaitu: persamaan (4.37) yang terdiri dari 2
persamaan + persamaan (4.41) yang terdiri dari 2 persamaan +
persamaan (4.40) yang terdiri dari 2x2 (=4) persamaan + persamaan
(4.42) yang terdiri dari 2 persamaan + persamaan (4.43) yang terdiri
dari 2 persamaan + persamaan (4.44) yang terdiri dari 2 persamaan
= 14 persamaan; dan 14 variabel endogen (variabel Xi ada 2; dan
untuk setiap i=1,2 terdapat 2 variabel 𝑝 , terdapat 2 variabel 𝑝 , dan
terdapat 2 variabel 𝐹𝐹 ). Dan perlu dicatat bahwa persamaan-
persamaan tersebut bersifat homogen berderajad nol pada harganya
(homogeneous of degree zero in prices).18

Komputasi
Untuk melakukan komputasi terhadap model KU
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, misalkan model perilaku
rumahtangga yang memaksimumkan utilitasnya dari konsumsi
BRD dan MLK digunakan pada contoh ini. Pada bagian
sebelumnya juga telah diasumsikan bahwa rumahtangga
merupakan pelaku ekonomi yang tidak memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi mekanisme pasar (disebut juga bahwa
rumahtangga bertindak sebagai price taker), dan pasar berada pada
kondisi kompetitif (competitive market). Rumahtangga juga memiliki
faktor-faktor produksi CAP dan LAB yang dijual kepada
perusahaan sebagai sumberdana pendapatan rumahtangga.

18Suatu fungsi permintaan yang berderajad nol pada harga mempunyai arti ‘no money illusion’

terhadap perubahan harga. Artinya: jika harga berubah, misalnya k persen, maka banyaknya
permintaan yang diminta tidak akan berubah. Lihat Koutsoyiannis (1979) halaman 54.
Demikian juga pada fungsi produksi; fungsi produksi pada periode sekarang dibandingkan
dengan periode sebelumnya, misalnya q0 = 𝑘 q1. Suatu fungsi produksi yang berderajad nol
(v=0) mempunyai arti bahwa jika penggunaan faktor-faktor produksi meningkat sebanyak k
persen pada periode berikutnya, maka besarnya output yang dihasilkan pada periode
berikutnya tersebut tidak akan berubah karena q0=q1. Jika v=1, maka fungsi produksi disebut
bersifat constant returns to scale (CRS); artinya: perubahan output pada periode berikutnya
adalah sama dengan k. Jika v<1, maka fungsi produksi bersifat decreasing returns to scale
(DRS); artinya: perubahan output pada periode berikutnya adalah <k. Jika v>1, maka fungsi
produksi bersifat increasing returns to scale (IRS); artinya: perubahan output pada periode
berikutnya adalah >k. Lihat Koutsoyiannis (1979) halaman 77.

81
Prosedur GAMS untuk maksud melakukan komputasi
model KU mengikuti prosedur CGE modelling yang ditulis oleh
Brooke et al (2008): GAMS: A User’s Guide.
Prosedur baku untuk melakukan komputasi model KU
adalah:
a. Menyiapkan suatu input file untuk model KU dengan
menggunakan editor software,
b. Mencari solusi model KU dengan menggunakan program
GAMS,
c. Melakukan interpretasi terhadap hasil yang diberikan oleh
GAMS.

Input file yang ditulis pada file yang diberi nama


‘hhmax.gms’ dicontohkan seperti berikut:

Tabel 4.13: Input File untuk Model Maksimisasi Utilitas


Rumahtangga

1 $ Title A Household’s Utility Max. Model


2
3 * Definition of the Index Sets --------------------------------------------
4 Set i goods /BRD roti,
5 MLK susu/
6 h factors /CAP kapital,
7 LAB tenagakerja/;
8
9 * Definition of Parameters ------------------------------------------------
10 Parameter alpha(i) share parameter in utility function
11 /BRD 0.3
12 MLK 0.7/;
13
14 Parameter px(i) price of the i–th good
15 /BRD 1
16 MLK 2/;
17
18 Parameter pf(h) price of the h-th factor
19 /CAP 2

82
20 LAB 1/;
21
22 Parameter FF(h) factor endowment
23 /CAP 25
24 LAB 25/;
25
26 * Definition of Variables --------------------------------------------------
27 Positive Variables X(i) consumption of the i-th good;
28
29 Variable UU utility;
30
31 Equation eqX(i) household demand function
32 obj utility function;
33
34 * Specification of Equations ----------------------------------------------
35
36 eqX(i).. X(i) =e= alpha(i)*sum(h,pf(h)*FF(h))/px(i);
37 obj.. UU =e= prod(i, X(i)**alpha(i));
38
39 * Setting Lower Bounds on Variables to Avoid Division by
40 Zero ---------------------------
41 X.10(i)=0.001;
42
43 * Defining the Model -------------------------------------------------------
44 Model HHmax /all/;
45
46 * Solving the Model --------------------------------------------------------
47 Solve HHmax maximizing UU using NLP;
48 *----------------------------------------------------------------------------------
49 * end of model ---------------------------------------------------------------
50 *----------------------------------------------------------------------------------

Setelah input file ini diolah dengan software program GAMS,


maka akan menghasilkan output hasil pengolahan yang harus
diinterpretasikan.

83
Catatan: input file tersebut belum mencerminkan secara keseluruhan
mengenai model KU; input file tersebut hanya memberikan contoh
untuk perilaku rumahtangga.

Data SAM
Untuk maksud melakukan komputasi model KU
dibutuhkan data dasar yang diperoleh dari Social Accounting Matrix
(SAM). Tabel 4.14 menjelaskan bentuk sederhana tabel SAM yang
mengikuti model perekonomian sederhana sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, yaitu suatu perekonomian yang terdiri dari
dua perusahaan yang menghasilkan dua komoditas (roti/BRD dan
susu/MLK), dua faktor produksi (tenagakerja/LAB dan
kapital/CAP) yang dibutuhkan oleh perusahaan roti dan
perusahaan susu, dan satu rumahtangga yang mengkonsumsi
komoditas roti dan susu. Rumahtangga memperoleh pendapatan
dari hasil menjual dua faktor produksi yang dimiliki, yaitu
tenagakerja dan kapital, yang menghasilkan balas jasa berupa upah
dan gaji (balas jasa terhadap faktor produksi tenagakerja) dan
berupa surplus usaha (balas jasa terhadap faktor produksi kapital).
Selanjutnya tabel 4.14 menjelaskan bahwa banyaknya output
(produksi) berupa roti pada waktu tersebut adalah berjumlah 15
(satuan), sedangkan produksi berupa susu adalah berjumlah 35
(satuan). Lihat kolom total BRD dan kolom total MLK pada tabel
4.14.
Produksi BRD yang dihasilkan oleh perusahaan roti adalah
sebanyak 15 satuan yang diperoleh sebagai akibat dari penggunaan
faktor produksi CAP sebanyak 5 satuan dan faktor produksi LAB
sebanyak 10 satuan. Sedangkan produksi MLK yang dihasilkan
oleh perusahaan susu adalah sebanyak 35 satuan yang diperoleh
sebagai akibat dari penggunaan faktor produksi CAP sebanyak 20
satuan dan faktor produksi LAB sebanyak 15 satuan.

84
Tabel 4.14
SAM untuk Model KU Sederhana

Faktor Rumahtangga Kegiatan


Produksi Produksi Total
CAP LAB Hh BRD MLK
Faktor CAP 5 20 25
Produksi LAB 10 15 25
Rumah Hh 25 25 50
Tangga
Kegiatan BRD 15 15
Produksi MLK 35 35
Total 25 25 50 15 35

Dari informasi ini dapat diketahui bahwa jumlah faktor


produksi CAP seluruhnya yang digunakan untuk menghasilkan
BRD dan MLK berjumlah 25 satuan, sedangkan jumlah faktor
produksi LAB seluruhnya yang digunakan untuk menghasilkan
BRD dan MLK juga berjumlah 25 satuan. (Lihat baris total CAP dan
baris total LAB pada tabel 4.14).
Faktor produksi CAP dan LAB yang masing-masing sebesar
25 satuan diterima oleh rumahtangga (Hh) sebagai pendapatan
rumahtangga. Pertama, sebagai balas jasa terhadap faktor produksi
CAP yang dijual oleh rumahtangga kepada perusahaan BRD dan
perusahaan MLK sebesar 25 satuan, dan kedua sebagai balas jasa
terhadap faktor produksi LAB yang dijual oleh rumahtangga
kepada perusahaan BRD dan perusahaan MLK sebesar 25 satuan.
Pendapatan rumahtangga yang keseluruhannya berjumlah
50 satuan (25 satuan yang berasal dari CAP dan 25 satuan yang
berasal dari LAB; atau dengan perkataan lain: factor endowment CAP
yang dimiliki rumahtangga adalah sama dengan 25, dan factor
endowment LAB yang dimiliki rumahtangga adalah sama dengan
25) digunakan untuk konsumsi BRD dan MLK masing-masing
sebesar 15 satuan dan 35 satuan.
Dengan demikian, perekonomian sederhana dalam contoh
ini berada dalam suatu keseimbangan umum yang statik. Dalam
kasus ini, keuntungan perusahaan sama dengan nol karena

85
pendapatan perusahaan sama dengan biaya produksi yang
dikeluarkan oleh perusahaan, dan juga tidak terdapat tabungan
rumahtangga karena semua pendapatan rumahtangga dikeluarkan
untuk konsumsi.

Menduga Parameter dan Koefisien dari SAM


Kembali kepada model perilaku rumahtangga sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya yang menyatakan bahwa permintaan
rumahtangga terhadap komoditas ke-i adalah sama dengan ratio
porsi konsumsi komoditas ke-i atau budget share komoditas ke-i
terhadap harga komoditas tersebut:

Xi = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 ; untuk semua i, …….. (4.37)

dimana
i,j = komoditas (BRD, MLK)
h,k = faktor produksi (CAP, LAB)
𝑋 = konsumsi terhadap komoditas ke-i (𝑋 ≥ 0)
𝐹𝐹 = kepemilikan faktor produksi ke-h oleh rumahtangga
𝑝 = harga komoditas ke-i (𝑝 ≥ 0)
𝑝 = harga faktor produksi ke-h (𝑝 ≥ 0)
𝛼 = budget share rumahtangga (0 ≤𝛼 ≤ 1; ∑ 𝛼 = 1)

Dari tabel 4.14 dapat diketahui bahwa kepemilikan faktor


produksi ke-h oleh rumahtangga (𝐹𝐹 ) masing untuk CAP dan LAB
adalah 25 satuan dan 25 satuan (50% untuk CAP dan 50% untuk
LAB) sebagai sumber pendapatan rumahtangga; konsumsi
rumahtangga terhadap komoditas BRD dan MLK masing-masing
adalah 15 satuan dan 35 satuan, atau dengan perkataan lain, budget
share rumahtangga (𝛼 ) untuk komoditas BRD adalah 30% (15
satuan dibagi dengan total konsumsi 50 satuan) dan untuk
komoditas MLK adalah 70% (35 satuan dibagi dengan total
konsumsi 50 satuan). Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang
diberikan oleh model perilaku rumahtangga, yaitu 0 ≤𝛼 ≤ 1; ∑ 𝛼 =
1; dengan perkataan lain, budget share rumahtangga (𝛼 ) berada
diantara nilai 0 dan 1; sedangkan jumlah keseluruhan budget share

86
(∑ 𝛼 ) adalah sama dengan 1. Sedangkan harga komoditas BRD
dan MLK (𝑝 ) dan harga faktor produksi CAP dan LAB (𝑝 ) secara
eksplisit tidak disajikan pada tabel 4.14; dalam model KU harga-
harga ini perlu dicantumkan sebagai numerer (numeraire).
Demikian juga, jika kita kembali kepada model perilaku
perusahaan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yang
menyatakan bahwa permintaan perusahaan ke-j terhadap faktor
produksi ke-h sebagai input ditentukan oleh harga faktor produksi,
harga komoditas yang dihasilkan atau produksi komoditas yang
dihasilkan. Koefisien penggunaan faktor produksi (share coefficient)
atau 𝛽 , pada fungsi produksi (0≤𝛽 , ≤1; ∑h𝛽 , =1) menentukan
porsi penggunaan faktor produksi ke-h sebagai input untuk
menghasilkan produksi komoditas ke-j; dengan perkataan lain,
semakin besar 𝛽 , maka semakin banyak penggunaan faktor
produksi ke-h sebagai input untuk menghasilkan output komoditas
ke-j.

,
Fh,j = 𝑝 Zj; untuk semua h,j ………. (4.40)

dan
,
Zj = bjΠh𝐹 , ; untuk semua j ……. (4.41)

dimana
i,j = perusahaan (BRD, MLK)
h,k = faktor produksi (CAP, LAB)
Zj = output perusahaan ke-j
𝐹 , = faktor produksi ke-h yang digunakan oleh perusahaan ke-j
𝑝 = harga komoditas ke-j
𝑝 = harga faktor produksi ke-h
𝛽 , = koefisien penggunaan faktor produksi (share coefficient) pada
fungsi produksi (0≤𝛽 , ≤1; ∑h𝛽 , = 1)
bj = skala produksi (scaling coefficient) pada fungsi produksi

Dari tabel 4.14 dapat diketahui bahwa faktor produksi ke-h


yang digunakan oleh perusahaan ke-j (𝐹 , ) masing-masing adalah 5
satuan CAP dan 10 satuan LAB untuk menghasilkan produksi 15

87
satuan BRD oleh perusahaan BRD, dan 20 satuan CAP dan 15
satuan LAB untuk menghasilkan produksi 35 satuan MLK oleh
perusahaan MLK; sehingga koefisien penggunaan faktor produksi
(share coefficient) atau 𝛽 , pada fungsi produksi BRD dan MLK
masing-masing adalah 0,333 (5 satuan dibagi dengan 15 satuan)
untuk CAP pada produksi BRD dan 0,667 (10 satuan dibagi dengan
15 satuan) untuk LAB pada produksi BRD; dan 0,571 (20 satuan
dibagi dengan 35 satuan) untuk CAP pada produksi MLK dan 0,429
(15 satuan dibagi dengan 35 satuan) untuk LAB pada produksi
MLK. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh
model perilaku perusahaan, yaitu 0≤𝛽 , ≤1 dan ∑h𝛽 , = 1.
Sama dengan kasus konsumsi rumahtangga, harga
komoditas BRD dan MLK (𝑝 ) dan harga faktor produksi CAP dan
LAB (𝑝 ) secara eksplisit tidak disajikan pada tabel 4.14; dalam
model KU harga-harga ini perlu dicantumkan sebagai numerer
(numeraire).
Sedangkan skala produksi (scaling coefficient) dari produksi
BRD dan MLK tergantung kepada pola produksi yang dilakukan
oleh masing-masing perusahaan, apakah bersifat constant returns to
scale (CRS) atau decreasing returns to scale (DRS) atau increasing
returns to scale (IRS).19 Dari persamaan (4.41):

,
Zj = bjΠh𝐹 , ; untuk semua j, ……. (4.41)

dapat dimanipulasi sehingga diperoleh:


bj = ,
; untuk semua j
,

Dengan demikian, skala produksi BRD adalah sama dengan:


bBRD = = 1,890

dan skala produksi MLK adalah sama dengan:


bMLK = = 1,980

19Lihat catatan kaki 2 mengenai constant returns to scale (CRS), decreasing returns to scale

(DRS),dan increasing returns to scale (IRS) pada suatu fungsi produksi.

88
Dengan perkataan lain, baik skala produksi BRD maupun
skala produksi MLK keduanya bersifat increasing return to scale (IRS)
karena baik bBRD>1 dan juga bMLK>1.

Modifikasi Terhadap Model: Dengan Menyertakan Pajak


Jika seandainya model KU sederhana yang telah dijelaskan
sebelumnya dimodifikasi, misalnya dengan menyertakan pajak
dalam model KU tersebut, lalu bagaimana bentuk model KU
tersebut kemudian?
Misalkan diasumsikan bahwa terdapat sejumlah pajak yang
harus dibayar oleh perusahaan, yaitu sebesar 𝜏 (disebut sebagai
tax rate) terhadap produksi komoditas ke-j yang dihasilkan oleh
perusahaan BRD dan perusahaan MLK) kepada pemerintah. Dalam
hal ini diasumsikan bahwa penerimaan pajak yang diterima oleh
pemerintah kemudian disalurkan kembali kepada rumahtangga
sebagai bagian dari pendapatan lainnya dari rumahtangga selain
pendapatan dari hasil menjual faktor produksi CAP dan LAB; dan
dalam hal ini diasumsikan bahwa tidak ada pengeluaran konsumsi
lainnya yang dilakukan oleh pemerintah (pengeluaran pemerintah
lainnya = 0).
Dengan asumsi-asumsi ini, perilaku rumahtangga perlu
dimodifikasi karena adanya penerimaan rumahtangga berupa
transfer pendapatan dari pemerintah. Sehingga, kendala anggaran
(budget constraint) rumahtangga berubah menjadi:
∑ 𝑝 𝑋 = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 + ∑ 𝜏 𝑝 𝑍 ; untuk semua i …….. (4.34’)

Dengan demikian, fungsi permintaan rumahtangga


terhadap komoditas ke-i menjadi:
Xi = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 + ∑ 𝜏 𝑝 𝑍 ; untuk semua i, …….. (4.37’)

Modifikasi lain yang perlu dilakukan adalah terhadap


keseimbangan harga pada market clearing conditions (4.44) yang
dihasilkan sebelumnya. Keseimbangan harga yang baru setelah
memasukkan pajak sebagai bagian dari penerimaan rumahtangga
adalah:
(1+𝜏 )𝑝 = 𝑝 ; untuk semua i …….. (4.44’)

89
Sehingga, market clearing conditions pada model KU dengan
menyertakan pajak berubah menjadi:

Xi = ∑ 𝑝 𝐹𝐹 + ∑ 𝜏 𝑝 𝑍 ; untuk semua i, …….. (4.37’)


,
Zj = bjΠh𝐹 , ; untuk semua j, ……. (4.41)
,
Fh,j = 𝑝 Zj; untuk semua h,j ………. (4.40)

Xi = Zi; untuk semua i ……… (4.42)


∑jFh,j = FFh; untuk semua h ………(4.43)
(1+𝜏 )𝑝 = 𝑝 ; untuk semua i …….. (3.44’)

Dengan asumsi-asumsi ini, data SAM yang telah diberikan


pada tabel 4.14 juga menjadi berubah yang mempunyai implikasi
kepada berubahnya parameter-parameter atau koefisien-koefisien
model KU. Misalkan, pajak yang diterima oleh pemerintah dari
kegiatan produksi BRD adalah sebanyak 9 satuan, dan dari kegiatan
produksi MLK adalah sebanyak 3 satuan, sehingga total pajak yang
diterima oleh pemerintah seluruhnya berjumlah 12 satuan; dan
sebagai implikasinya adalah pendapatan rumahtangga meningkat
sebanyak 12 satuan karena penerimaan pemerintah dari pajak
semuanya disalurkan kembali kepada rumahtangga. Dengan
demikian, bentuk tabel SAM berubah menjadi tabel 4.14’
sebagaimana disajikan di bawah ini.
Pertanyaan 1: berapa budget constraint rumahtangga
terhadap masing-masing komoditas BRD dan MLK dengan data
SAM yang baru?
Dari tabel 4.14’ dapat diketahui bahwa pendapatan
rumahtangga diperoleh dari 3 (tiga) sumber, yaitu: kepemilikan
faktor produksi CAP sebanyak 25 satuan, dari faktor produksi LAB
sebanyak 25 satuan, dan dari transfer pemerintah sebanyak 12
satuan (44,6% dari CAP, 44,6% dari LAB, dan 10,7% dari transfer).
Sedangkan konsumsi rumahtangga terhadap komoditas BRD dan
MLK masing-masing adalah 24 satuan dan 38 satuan (dalam hal ini,
pajak yang harus dibayar oleh perusahaan sudah dimasukkan
sebagai biaya produksi perusahaan sehingga harga produk BRD
dan MLK menjadi lebih mahal). Dengan demikiian, budget share

90
rumahtangga (𝛼 ) untuk komoditas BRD adalah 38,7% (24 satuan
dibagi dengan total konsumsi 62 satuan) dan untuk komoditas MLK
adalah 61,3% (38 satuan dibagi dengan total konsumsi 62 satuan).
Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh model
perilaku rumahtangga, yaitu 0 ≤𝛼 ≤ 1; ∑ 𝛼 = 1; dengan perkataan
lain, budget share rumahtangga (𝛼 ) berada diantara nilai 0 dan 1;
sedangkan jumlah keseluruhan budget share (∑ 𝛼 ) adalah sama
dengan 1.

Tabel 4.14’
SAM untuk Model KU yang Sudah Dimodifikasi

Faktor Rumah Pemerintah Kegiatan Pajak


Produksi Tangga Produksi Total
CAP LAB Hh Gov BRD MLK Taxes
Faktor CAP 5 20 25
Produksi LAB 10 15 25
Rumah Hh 25 25 12 62
Tangga
Pemerintah Gov 12 12
Kegiatan BRD 24 24
Produksi MLK 38 38

Pajak Taxes 9 3 12
Total 25 25 62 12 24 38 12

Pertanyaan 2: berapa share cooefficient atau 𝛽 , yang baru


pada fungsi produksi BRD dan MLK?
Dari tabel 4.14’ dapat diketahui bahwa faktor produksi ke-h
yang digunakan oleh perusahaan ke-j (𝐹 , ) masing-masing adalah 5
satuan CAP, 10 satuan LAB, dan pengeluaran berupa pajak sebesar
9 satuan (yang dirinci lagi, misalnya, 3 satuan untuk pajak CAP dan
6 satuan untuk pajak LAB) untuk menghasilkan produksi 24 satuan
BRD oleh perusahaan BRD; dan 20 satuan CAP, 15 satuan LAB, dan
pengeluaran berupa pajak sebesar 3 satuan (yang dirinci lagi,
misalnya, 1 satuan untuk pajak CAP dan 2 satuan untuk pajak LAB)
untuk menghasilkan produksi 38 satuan MLK oleh perusahaan

91
MLK. Dengan demikian, koefisien penggunaan faktor produksi
(share coefficient) atau 𝛽 , pada fungsi produksi BRD dan MLK
masing-masing adalah 0,333 (8 satuan dibagi dengan 24 satuan)
untuk CAP pada produksi BRD dan 0,667 (16 satuan dibagi dengan
24 satuan) untuk LAB pada produksi BRD; dan 0,553 (21 satuan
dibagi dengan 38 satuan) untuk CAP pada produksi MLK dan 0,447
(17 satuan dibagi dengan 38 satuan) untuk LAB pada produksi
MLK. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh
model perilaku perusahaan, yaitu 0≤𝛽 , ≤1 dan ∑h𝛽 , = 1.
Pertanyaan 3: berapa skala produksi yang baru pada fungsi
produksi BRD dan MLK?
Skala produksi untuk kegiatan produksi ke-j adalah:
bj = ,
; untuk semua j
,

Dengan demikian, skala produksi BRD adalah sama dengan:


bBRD = = 1,889

dan skala produksi MLK adalah sama dengan:


bMLK = = 1,989

Dengan perkataan lain, baik skala produksi BRD maupun


skala produksi MLK keduanya bersifat increasing return to scale (IRS)
karena baik bBRD>1 dan juga bMLK>1.
Modifikasi terhadap model KU dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan banyak hal seperti kesesuian model dengan
realita, ketersediaan data, dan sebagainya; dan dampak dari
perubahan terhadap model KU adalah perubahan dalam bentuk
kerangka SAM. Bentuk kerangka SAM yang baku, khususnya
untuk kasus Indonesia, telah dijelaskan pada bagian sebelumnya;
dan yang perlu dipahami adalah arti dari neraca-neraca yang
terdapat dalam kerangka SAM (lihat tabel 4.2), sehingga dengan
demikian dapat diketahui informasi mana dari kerangka SAM yang
perlu digunakan untuk maksud-maksud pembangunan suatu
model KU.

92

Anda mungkin juga menyukai