Oleh:
KELOMPOK 4
ICA PAWANTY 2040401018
FRONIKA 2040401113
MOH DONI 2040401019
LUKAS 2040401122
SITI RAMADAYANTI 2040401053
SISKA 2040401017
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERITAS BORNEO TARAKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah PEREKONOMIAN
INDONESIA tentang “ Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Indonesia”.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................4
C. Tujuan penulisan.............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
A. Pertumbuhan dan perubahan Struktur Ekonomi..................................7
B. Pertumbuhan Ekonomi Selama Periode Orde Baru Hingga Era Megawati......18
C. Faktor – faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...........26
D. Perubahan Struktur Ekonomi............................................................31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................37
B. Saran.........................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Para ekonomi dan politisi dari semua negara, baik negara-negara kaya maupun miskin, yang
menganut sistem kapitalis, sosialis maupun campuran, semuanya sangat mendambakan dan
menomorsatukan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pada setiap akhir tahun, masing-
masing negara selalu mengumpulkan data-data statistiknya yang berkenaan dengan tingkat
pertumbuhan GNP relatifnya, dan dengan penuh harap mereka menantikan munculnya angka-
angka pertumbuhan yang membesarkan hati. “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral
dalam kehidupan ekonomi semua negara di dunia dewasa ini.
Seperti kita telah ketahui, berhasil-tidaknya program-program pembangunan di negara-negara
dunia ketiga sering dinilai berdasarkan tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan
pendapatan nasional.
Mengingat konsep pertumbuhan ekonomi sebagai tolok ukur penilaian pertumbuhan ekonomi
nasional sudah terlanjur diyakini serta diterapkan secara luas, maka kita tidak boleh ketinggalan
dan mau tidak mau juga harus berusaha mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan
ekonomi tersebut. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda,
yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output per kapita yang terus menerus dalam
jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula
kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan.
Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan
mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan
kemampuan berorganisasi dan manajemen.
1.2 RUMUSAN MASALAH
2. Bagaimana pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi?
3. Apa saja yang menjadi faktor – faktur penentu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia?
4. Bagaimana pertumbuhann ekonomi Indonesia terjadi selama Orde baru hingga saat ini?
5. Apa saja yang terjadi pada perubahan struktur ekonomi Indonesia?
1.3 TUJUAN PENULISAN
2. Agar pembaca mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi Indonesia.
3. Agar pembaca mengetahui tentang pertumbuha ekonomi yang terjadi sejak Orde Baru hingga
saat ini.
4. Agar pembaca mengetahui apa saja yang menjadi faktor – faktor penentu prospek pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
5. Agar pembaca mengetahui apa saja yang terjadi pada perubahan struktur ekonomi Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
1. Arti Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu
keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga
membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja(sumber pendapatan). Pertumbuhan ekuonomi
tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam
pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akann
menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan.
Menurut Prasetyo (2012) Pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai pertambahan output atau
pendapatan nasional keseluruhan dalam kurun waktu tertentu.
PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi,
pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah
pendekatan dari sisi penawaran agregat, sedangkan pengeluaran adalah perhitungan PDB dari
sisi permintaaan agregat.
Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output (NO) dari semua sektor ekonomi
atau sektor lapangan usaha. Berdasarkan satu digit , Biro Pusat Statistik (BPS) membagi
ekonomi nasional ke dalam 9 sektor, yakni pertanian, pertambangan dan penggalian, industri
manufaktur, listrik, gas, dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan
dan komunikasi dan keuangan, sewa, dan jasa perusahaan, dan jasa – jasa. Jadi, PDBadalah
jumlah NO dari kesembilan sektor tersebut.
PDB= ∑ NO
i= 1,2,...9
Dimana Q mewakili volume output dan X1,X2,...Xn adalah volume dari faktor – faktor produksi
yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Tanda – tanda positif dibawah setiap X
menandakan hubungan antara setiap faktor produksi tersebut dengan output adalah positif : jika
jumlah X1 meningkat, output juga meningkat.
Dimana :
cap = kapasita s produksi atau potensial output
k = rasio output modal (COR) yang mengukur tingkat efisiensi penggunaan K..
dilain pihak, dimodel makro ini K pada tahun tertentu (t) didefinisikan sebagai
penjumlahan stok K tahun lalu (t-1) dan I bersih :
k(t) = k(t-1) + (i-s)
dimana :
i =I kotor
s = pengurangan K
pemotongan k adalah K yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis karena output yang
dihasilkan lebih kecil daripada biaya produksinya. Dengan melakukan substitusi persamaan
(2.19) kedalam persamaan (2.18) diperoleh :
∆cap = (1/k) x (i-s)
Dengan membagi persamaan (2.20) dengan k(t-1) (= k x cap (t-1)) dan diasumsikan bahwa
besarnya s = ᵟ k(t-1) diperoleh tingkat pertumbuhan kapasitas produksi adalah sebagai berikut :
∆cap/cap (t-1) = (1/k) x (1/cap (t-1)-ᵟ
c. Pertumbuhan TFP
Berdasarkan studi – studi empiris mengenai pertumbuhan ekonomi dan sumber – sumbernya,
Pack dan Page menyatakan bahwa terdapat dua sumber utama pertumbuhan, yakni
pertumbuhan yang bersumber dari peningkatan I (investment – driven growth) dan pertumbuhan
yang didorong oleh pertumbuhan produktivitas. (productivity- driven growth).
Sumber pertumbuhan output yang berasal dari peningkatan produktivitas dari input – input
produksi dapat dihitung secara parsial, yakni dari masing – masing input (PFP), atau totalnya
dari semua input (TFP). Menghitung TFP bisa dengan menggunakan fungsi produksi Cobb –
Douglas, yang selanjutnya ditransformasi kedala bentuk linier logaritmatik sebagai berikut.
Ln Yt = Ln Tt + α Ln Kt + β Ln Lt
Biasanya dalam penelitian empiris, fungsi produksi diasumsikan memiliki skala hasil
yang konstan,oleh karena itu, persyaratan pokok yang harus dipenuhi adalah jumlah dari kedua
koefisien elastisitas sama dengan 1, atau α +β = 1. Dengan persyaratan ini, maka persamaan
tersebut dapat dimodifikasi menjadi dalam bentuk linear logaritmatik di persamaan (2.16) dapat
dirumuskan kembal sebagai berikut.
Ln Yt = Ln Tt + (1 – β )Ln Kt + β Ln Lt
= Ln Tt + Ln Kt + β (Ln Lt – Ln Kt)
Ln Yt – Ln Kt = Ln Tt + β (Ln Lt – Ln Kt)
Ln (Yt/Kt) = Ln Tt + β Ln (Lt / Kt)
Yt / Kt = Tt (Lt / Kt)
Koefisien b yang diestimasi melalui persamaan regresi diatas berfungsi sebagai alokator
untuk mengestimasi peran input K terhadap pertumbuhan output, sedangkan koefisien a yang
didapat dari 1-b berfungsi sebagai alokator untuk mengestimasi peran L kerja terhadap
pertumbuhan output. Hasil estimasi nilai T memberikan perkiraan besarnya kontribusi dari
perubahan TFP terhadap perubahan output.
Sudah banyak studi empiris yang mengukur peran dari pertumbuhan TFP terhadap
pertumbuhan ekonomi atau output dari sektor – sektor ekonomi. Sebagian dari studi – studi yang
ada juga mencakup sejumlah negara diAsia Tenggara dan Timur. Diantaranya Kim danLau
( 1994) yang menemukan bahwa pertumbuhan TFP bukann merupakan sumber utama bagi
pertumbuhan ekonomi di NICs (kecuali Korea Selatan ), tetapi akumulasi K (I) dengan
kontribusinya sekitar 48% - 72 %, dibandingkan kontribusi dari pertumbuhan TFP sekitar 46 %
- 71%. Di jepang juga diemikian, penambahan K adalah faktor penting utama, sedangkan
pertumbuhan TFP faktor penting kedua. Sebaliknya untuk negara – negara OECD, pertumbuhan
TFP merupakan sumber utama pertumbuhan PDB.
Untuk kasus Indonesia, studi – studi empiris yang ada diantaranya adalah dari Hanson
dkk,(1995),Karseno ( 1995), Poot (1994), Abimanyu dan Xie (1994), Hill dan Aswicahyono
(1994), dan Suhariyanto ((2001).
Penelitian dari Suhariyanto (2001) dapat dikatakan satu – satunya studi yang ada hingga
saat ini mengenai pertumbuhan TFP disektor pertanian diIndonesia yang mencakup periode
sepanjang Orde Baru. Dalam studinya ia membandingkan pertumbuhan TFP, output dan input
disektor pertanian di Indonesia dengan di sejumlah negara lainya di Asia(2.1). laju pertumbuhan
rata – rata per tahun TFP pertanian Indonesia rendah jika dibandingkan dengan banyak negara
lain seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan;walaupun tingkat pertumbuhan outputnya rata – rata
per tahun termasuk tinggi. Kalau dilihat dar laju pertumbuhan rata – rata per tahun volume dari
masing – masing input yang relatif tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa di Indonesia peran
TFP bagi pertumbuhan output disektor pertanian masih relatif kecil.
Tabel 2.1
Laju Pertumbuhan Rata – Rata Per tahun output,TFP,
Dan Input – Input : 1965- 1996 (%)
Negara TFP Outpu Tanah Tenaga Binatan pupuk Mesin
t kerja g
Cina 0,47 4,34 0,14 1,77 2,45 10,64 8,85
Jepang 2,70 1,15 -0,92 -4,06 1,66 -0,13 15,16
Korea 3,30 3,78 -0,26 -1,71 3,46 3,05 31,77
Selatan
Kampuchea 1,83 0,27 0,92 1,07 0,98 3,51 0,99
Indonesia 0,18 4,04 0,60 1,65 1,42 11,37 7,60
Malaysia 3,55 5,25 1,96 -0,01 1,05 8,77 9,58
Myanmar 0,02 2,78 -0,07 1,86 2,04 9,21 5,39
Flipina 1,33 2,74 1,29 1,66 -0,42 5,90 2,42
Thailand 1,00 3,89 1,87 1,84 0,37 12,32 11,10
Vietnam 0,17 3,67 0,33 1,78 1,51 7,66 12,24
Bangladesh 0,42 1,74 0,06 1,04 0,37 11,19 6,19
India 0,50 2,90 0,15 1,42 0,81 10,35 11,88
Nepal 0,70 2,73 1,17 1,96 2,13 16,48 10,35
Pakistan 0,47 3,72 0,54 2,11 2,27 11,85 13,54
Sri Lanka 0,67 1,49 0,19 1,63 0,19 2,94 5,30
Sumber : tabel 1 dalam Suhariyanto (2001)
Teori Klasik
Beberapa teori klasik antara lain sebagai berikut :
1) Teori Pertumbuhan Adam Smith
Didalam teori ini, ada 3 faktor penentu proses produksi atau pertumbuhan, yaitu :
a) Sumber Daya Alam (SDA)
b) Sumber Daya manusia (SDM)
c) Barang Modal
2) Teori Pertumbuhan David Ricardo
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah) yang terbatas
jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan
diri dengan tingkat upah, diatas atau dibawah tingkat upah alamiah (minimal). Perubahan
Teknologi menyebabkan produktivitas tenaga kerja meningkat. Pertanian sebagai sebagai sektor
utama sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
3) Teori Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus
Menurutnya, ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah kesejahteraan
negara, yakni jika PDB potensialnya meningkat. Sektor yang dominan adalah pertanian dan
industri. Ada 2 kelompok faktor yang sangat menentukan pertumbuhan, yakni faktor-faktor
ekonomi seperti, tanah, tenaga kerja, modal (yang paling berpengaruh), dan organisasi; dan
faktor-faktor nonekonomi, seperti keamanan atas kekayaan, konstitusi dan hukum yang pasti,
etos kerja dan disiplin pekerja yang tinggi.
4) Friedrich List (1789-1846)
Menurut Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap
sebagai berikut:
1. Masa berburu dan pengembaraan
2. Masa beternak dan bertani
3. Masa bertani dan kerajinan
4. Masa kerajinan, industri, perdagangan
5.)Teori Dependensi
Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan
ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik,
teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia
Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian
negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan.
Dampak negatif dari resesi ekonomi dunia tahun1982 terhadap perekonomian Indonesia
terutama terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi yang selama 1982-1988 jauh lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menunjukkan bahwa biasanya resesi
ekonomi dunia lebih lebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan
baku (yang sebagian besar diekspor oleh LDCs) daripada permintaan terhadap barang-barang
konsumsi seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil ( yang pada umumnya adalah
ekspor negara-negara maju).
Selama pertengahan pertama 1990-an, rata-rata pertumbuhan per tahun antara 7,3%
hingga 8,2% yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang
tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, rata-rata PN per kapita di Indonesia naik pesat
setiap tahun yang pada tahun 1993 dalam dollar AS sudah melewati angka 800. Namun, akibat
krisis, PN per kapita Indonesia menurun drastis ke 640 dolar tahun 1998 dan 580 dolar AS
tahun1999.
Perkembangan PN Per Kapita Indonesia: 1968-1999 (dalam dolar AS)
Pada krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun1998, laju pertumbuhan PDB
jatuh drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun1999 kembali positif, walaupun sangat kecil,
sekitar 0,8% dan tahun 2000 ekonomi Indonesia sempat mengalami laju pertumbuhan yang
tinggi, hampir mencapai 5%. Pada tahun tersebut para pelaku-pelaku bisnis sempat optimis
mengenai prospek perekonomian Indonesia. Akan tetapi, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi
kembali merosot hingga 3,3% akibat gejolak politik yang sempat memanas kembali, dan pada
tahun 2002 pertumbuhan mengalami sedikit perbaikan menjadi 3,66%.
Tabel 2.7
Realisasi Pertumbuhan PDB Riil Tahun 2001
dan Perkiraannya Tahun 2002 dan 2003:
Indonesia dan Beberapa Negara Asia Lainnya
Negara 2001 Pertumbuhan(% 2003
)
2002
Cina 7,3 7,5 7,2
Hongkong 0,2 1,5 3,4
Korea Selatan 3,0 6,3 5,9
Taiwan -1,9 3,3 4,0
Singapura -2,0 3,6 4,2
Indonesia 3,3 3,7 4,5
Filipina 3,2 4,0 3,8
Thailand 1,8 3,5 3,5
Malaysia 0,5 3,5 5,3
Vietnam 5,0 5,3 6,5
Apakah perkiraan-perkiraan jangka pendek tersebut di atas akan terealisasi? Ini sangat
tergantung pada banyak faktor, yang menurut sumbernya masing-masing dapat dikelompokkan
dalam faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Selanjutnya, faktor-faktor determinan
internal dapat dibedakan lagi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi,
khususnya politik dan sosial. Sedangkan faktor-faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor
ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.
1. Faktor-Faktor internal
Penyebab utama berubahnya krisis rupiah menjadi suatu krisis ekonomi paling besar yang pernah
dialami Indonesia tahun 1998 adalah karena buruknya fundamental ekonomi nasional.
Sedangkan lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional lebih disebabkan oleh kondisi politik,
sosial, dan keamanan di dalam negeri yang kenyataannya sejak reformasi dicetuskan pada Mei
1998 hingga saat ini belum juga pulih sepenuhnya, bahkan cenderung memburuk menjelang
pemilihan presiden 2004.
Sejak krisis dari dulu hingga saat ini, fundamental ekonomi sudah menunjukkan adanya
perbaikan, walaupun prosesnya berlangsung lambat dan oleh karena itu masih jauh dari kondisi
yang baik atau kuat. Misalnya, perkembangan tingkat inflasi selama 1998-2001 menunjukkan
adanya perbaikan, walaupun cenderung memburuk kembali akhir 2002 dan diperkirakan akan
relatif sama pada 2003. Laju pertumbuhan ekonomi sudah kembali positifwalaupun masih lebih
rendah dibandingkan laju pertumbuhan rata-rata per tahun selama 1980-an hingga 1997.
Cadangan devisa meningkat terus, yang sebagian kecil bersumber dari hasil ekspor dan sisanya
dari pinjaman luar negeri. Namun, rasio ULN terhadap PDB dan ketergantungan ekonomi
nasional terhadap impor masih tinggi, bahkan cenderung meningkat. Juga sektor perbankan dan
sektor riil, khususnya industri manufaktur dan konstruksi masih belum pulih.
Selain itu, faktor-faktor internal ekonomi lainnya yang sangat menentukan prospek
perekonomian nasional2003 antara lain adalah kondisi perbankan, realisasi RAPBN 2003,
terutama yang menyangkut beban pembayaran bunga utang pemerintah dan pengeluaran
stimulus tragedi Bali, hasil pertemuan CGI yang sempat ditunda akibat tragedi Bali, kebijakan
ekonomi pemerintah terutama dalam bidang fiskal dan moneter, serta perkembangan ekspor
nasional.
Kesiapan dunia usaha Indonesia dalam menghadapi AFTA 2003 juga akan sangat
berpengaruh terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional lewat pengaruhnya terhadap
prospek perkembangan neraca perdagangan yang berarti juga saldo transaksi berjalan Indonesia.
Dapat diharapkan (secara hipotesis) bahwa semakin siap dunia usaha nasional, semakin besar
kemungkinan Indonesia akan mendapatkan surplus dari perdagangan AFTA, dan ini berarti, di
satu sisi, semakin besar pertumbuhan ekonomi Indonesia (lewat pertumbuhan ekspor), dan di sisi
lain, semakin besar kemampuan perekonomian nasional untuk mengurangi beban ULN. Ada
tanda-tanda bahwa Indonesia semakin terpuruk dalam persaingan di pasar global, yaitu:
1) Global Competitiveness Report 2002-2003 ini menunjukkan bahwa peringkat daya saing
perekonomian Indonesia melorot lagi tahun ini, dengan indeks daya saing pertumbuhan turun
tiga tingkat dari urutan ke-64 tahun lalu ke urutan 67 (dari 80 negara), dan indeks daya saing
ekonomi mikro turun sembilan tingkat 55 ke 64.
2) Sejak tragedi WTC tahun 2001, laju pertumbuhan ekspor Indonesia cenderung menurun, dan
doperkirakan pada 2003 ini kecenderungan tersebut akan terus berlangsung (walaupun
pemerintah optimis bahwa tahun 2003 ekspor akan naik 5%, atau menjadi sekitar 47 miliar dolar
AS) dikarenakan berbagai alasan, seperti pasar dunia untuk beberapa komoditi ekspor Indonesia
direbut atau semakin dikuasai oleh negara-negara pesaing lainnya, seperti Cina dan Vietnam,
serta akibat diberlakukannya tarif baru angkutan peti kemas dan kebijakan antiterorisme bio, dan
ditambah lagi akibat merebaknya virus SARS di Cina, Hongkong, Taiwan, dan Singapura,
Faktor-faktor internal nonekonomi yang sangat krusial adalah terutama politik dan sosial,
keamanan (terutama menyangkut apa yang akan dilakukakn pemerintah untuk mencegah tidak
terulangnya lagi tragedi Bali), dan hukum (terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan
bisnis dan pelaksanaan otonomi daerah). Harus diakui bahwa pemulihan ekonomi Indonesia
yang berjalan lambat selam ini, sejak krisis, karena proses perbaikan fundamental ekonomi tidak
disertai dengan kestabilan politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial
termasuk di Aceh, serta kepastian hukum. Faktor-faktor nonekonomi ini merupakan aspek-aspek
penting di dalam menentukan tingkat resiko dari suatu negara yang menjadi dasar keputusan bagi
pelaku-pelaku bisnis, khususnya investor-investor asing untuk melakukan usaha di negara
tersebut. Ketidakstabilan politik dan tingkat keamanan yang rendah, serta tidak ada tanda-tanda
akan membaik hingga 2003 ini membuat tingkat country risk Indonesia selalu tinggi sejak krisis
sekarang. Tingginya tingkat resiko Indonesia, selain menghambat arus K masuk, juga
mengurangi kunjungan wisatawan asing ke dalam negeri dan pesanan ekspor.
2. Faktor-Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap prospek perekonomian Indonesia adalah
prospek perekonomian dan perdagangan dunia 2003. IMF dalam laporannya bulan September
2002 memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dan peningkatan volume perdagangan dunia
2003 akan masing-masing sekitar 3,7% dan 6,1%. Prospek perekonomian dan perdagangan dunia
sangat dipengaruhi oleh prospek perekonomian di AS, Jepang, dan masyarakat Eropa (EU).
Menurut prediksi IMF (WEO), sebelum intervensi AS ke Irak, PDB riil AS 2003 akan tumbuh
2,6%, sedikit di atas perkiraan 2002, yakni 2,2% (ini jauh lebih baik dibandingkan realisasi
pertumbuhan 2001 yang hanya 0,3% akibat tragedi WTC). Sedangkan ekonomi Jepang dan ME
akn tumbuh masing-masing hanya 1,1% (angka ini jauh lebih baik daripada perkiraan
pertumbuhan ekonomi Jepang 2002 – 0,5% dan realisasi 2001 – 0,3%) dan 2,3% tahun 2003
(sedikit meningkat dibandingkan perkiraan 2002 1,1%). Sementara, BPS memprediksi
perekonomian AS dan Jepang 2003 bisa tumbuh antara 1% hingga 3%.
Faktor eksternal lainnya yang juga harus diperhitungkan dalam memprediksi prospek
pertumbuhan ekonomi Indonesia 2003 adalah kondisi politik global, terutam efek-efek dari
perang AS – Irak dan krisis senjata nuklir Korea Utara. Jika pembentukan pemerintahan baru di
Irak berjalan mulus dan Irak bisa kembali berfungsi secara normal (termasuk bisa kembali
melakukan ekspor minyaknya), maka perkiraan sebelumnya bahwa perang AS – Irak tersebut
akan berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, terutama lewat efek harga minyak
dan penurunan ekspor serta penundaan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke wilayah
Timur Tengah tidak akan terjadi. Sedangkan, efek dari krisis Korea Utara jika berubah menjadi
perang besar jelas akan mengganggu arus perdagangan dan investasi di Asia Tenggara dan
Timur khususnya dan dunia pada umumnya.
Kurva Lorenz
Annex
Metode Perhitungan Pertumbuhan
Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun selama tahun tertentu digunakan rumus:
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pertumbuhan Ekonomi di setiap negara berbeda – beda tergantung dari tingkat pendapatan per
kapita suatu negara tersebut dan tergantung dari berapa besar pendapatan / penghasilan dari
penduudknya. Jika pendapatan Negara itu tinggi maka pertumbuhan ekonominya juga cepat
tetapi sebaliknya jika pendapatan suatu negara itu di bawah rata – rata maka pertumbuhan
ekonominya juga rendah.
B. Saran
Dengan demikian dapat kita sarankan kepada pemerintah dengan penjelasan sebagai
berikut :
Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi.
Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat
dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan
perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha
yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Tulus T.H. Tambunan.2009. Perekonomian Indonesia. Jakarta :Ghalia Indonesia
http://rizkyamandaekonomi.blogspot.com/2011/03/makalah-perekonomian-indonesia__27.html