Anda di halaman 1dari 12

MATERI KULIAH ILMU EKONOMI KELAS SORE, SABTU 20 NOV 2021

TEORI DETERMINASI PENDAPATAN NASIONAL


(PEREKONOMIAN 2 SEKTOR)

Pendapatan adalah keseluruhan barang dan jasa yang diterima oleh seluruh anggota
keluarga yang dinilai dengan uang. Pendapatan Nasional (National Income) adalah ‘nilai barang dan
jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu
periode dengan menggunakan faktor produksi yang berada dalam wilayah perekonomian
tersebut.’ (Case & Fair). Pendapatan Nasional didefinisikan keseluruhan barang dan jasa yang
dinilai dengan uang, dihasilkan oleh seluruh lapisan masyarakat selama jangka waktu tertentu
(untuk Indonesia selama satu tahun kalender). Dari definisi pendapatan nasional, ini berarti
walaupun barang- barang yang diciptakan adalah berbetuk benda, pendapatan nasional dihitung
dengan menentukan nilai uang dari berbagai jenis barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
perekonomian. Tujuannya untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh perbedaan dalam
satuan penghitungan.
Tolok ukur yang biasa digunakan untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu
negara diantaranya adalah pendapatan nasional, produk nasional, tingkat kesempatan kerja,
tingkat harga dan posisi neraca pembayaran luar negeri. Dalam menghitung pendapatan nasional
terdapat tiga metode yang dapat digunakan yakni Metode produksi (Production Approach), Metode
pendapatan (Income Approach) dan Metode pengeluaran (Expenditure Approach) dengan bentuk
dari istilah Produk Nasional Bruto yaitu pendapatan nasional yang dihitung dengan cara
pengeluaran ; Produk Domestik Bruto yaitu pendapatan nasional yang dihitung secara produksi ;
Pendapatan Nasional yaitu pendapatan nasional yang dihitung secara pendapatan.
Konsep perekonomian 2 sektor adalah model perekonomian dimana pelaku kegiatan
ekonomi terdiri dari dua sektor yaitu rumah tangga keluarga dan rumah tangga perusahaan.
Dalam perekonomian tidak terdapat pemerintah, berarti dalam perekonomian itu tidak terdapat
pajak dan pengeluaran pemerintah. Perekonomian itu juga tidak melakukan perdagangan luar
negeri dan dengan demikian perekonomian itu tidak melakukan kegiatan ekspor impor.
Dalam perekonomian dua sektor sumber pendapatan yang diperoleh rumah tangga adalah
dari perusahaan. Pendapatan ini yang meliputi gaji, upah, sewa, bunga dan keuntungan adalah
nilainya sama dengan pendaptan nasional. Oleh sebab itu pemerintah tidak memugut pajak maka
pendapatan nasional (Y) adalah sama dengan pendapatan disposibel ¿ ¿).
Pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk dua tujuan yaitu untuk pengeluaran
konsumsi (membeli barang dan jasa) dan tabungan (di institusi keuangan). Tabungan ini akan
dipinjamkan kepada penanam modal atau investor (perusahaan-perusahaan yang akan
mengembangkan usaha baru, memperbesar usaha lama, atau memodernkan pabrik yang ada)
dan akan digunakan untuk membeli barang-barang modal seperti mesin-mesin, peralatan produksi
lain, mendirikan bangunan pabrik dan bangunan kantor.
Dalam perekonomian dua sektor komponen pengeluaran agregat terdiri dari perbelanjaan,
konsumsi rumah tangga untuk membeli barang dan jasa dan perbelanjaan perusahaan-
perusahaan untuk membeli barang modal. Dalam perekonomian algebra, persamaan pengeluaran
agregat adalah AE = C + I. Penawaran agregat meliputi (AS = Y).
Keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai apabila Y = AE. Dengan demikian syarat
keseimbangan dalam perekonomian Indonesia dua sektor adalah Y = C + I. Telah diterangkan
diatas, pada setiap pendapatan nasioanal berlaku persamaan Y = C + S. Apabila Y diganti dengan
C + S, maka dalam keseimbangan berlaku persamaan C + I = C + S,atau I = S.
Pengeluaran rumah tangga mempunyai tiga ciri utama yaitu faktor utama yang
mempengaruhi pengeluaran rumah tangga adalah pendapatan yang di terimanya, pada
pendapatan sebesar nol, yaitu apabila rumah tangga tidak bekerja, konsumsi tetap akan dilakukan
dan ini dinamakan pengeluaran otonomi (pengeluaran yang tidak bergantung pada pendapatan
nasional), dan apabila berlaku pertambahan pendapatan akan berlaku pertambahan konsumsi,
tetapi pertambahannya kurang dari pertambahan pendaptan. Berdasarkan ketiga ciri ini, konsumsi
rumah tangga dapat dinyatakan C = a + bY d .
Dalam memahami ciri-ciri konsumsi rumah tangga perlu digunakan empat konsep berikut :
i. MPC atau kecondongan menkonsumsi marjinal, yaitu ∆C/∆Y d
ii. APC atau kecondongan menkonsumsi rata-rata, yaitu C/y
iii. MPS atau kecondongan menabung marjimal yaitu ∆S/ ∆ Y d
Sifat hubungan antara MPC dan MPS, APC dan APS mempunyai ciri-ciri yaitu MPC + MPS =1 dan
APC + APS = 1.
Dalam General Theory of Money, Interest and Employment (1936), Keynes menyatakan
pendapatan total perekonomian, dalam jangka pendek, ditentukan sebagian besar oleh
keinginan belanja rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Semakin orang ingin belanja,
semakin banyak barang dan jasa yang perusahaan dapat jual. Semakin banyak yang
perusahaan jual, semakin banyak output yang mereka akan pilih untuk diproduksi dan
semakin banyak yang mereka akan pilih untuk dipekerjakan. Jadi, masalah selama resesi dan
depresi, menurut Keynes, adalah belanja yang tidak cukup. Perpotongan Keynes adalah usaha
untuk memodelkan wawasan ini.
Perpotongan Keynes menunjukkan bagaimana pendapatan Y ditentukan untuk tingkat
tertentu investasi terencana I dan kebijakan fiskal G dan T. Kita dapat menggunakan model ini
untuk menunjukkan bagaimana pendapatan berubah ketika salah satu variabel eksogen berubah.
Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah yang rumah tangga, perusahaan dan
pemerintah belanjakan untuk barang dan jasa (GDP). Pengeluaran yang direncanakan (planned
expenditure) adalah jumlah yang rumah tangga, perusahaan dan pemerintah akan dibelanjakan
untuk barang dan jasa. Perekonomian ada di ekuilibrium bila : Pengeluaran aktual =
Pengeluaran yang direncanakan atau Y = E.

Pendapatan disposable (Disposable income), adalah pendapatan setelah pajak, Y – T.


Dengan asumsi tingkat konsumsi bergantung secara langsung pada pendapatan disposable,
semakin tinggi disposable income, semakin tinggi konsumsi, maka :
C = C (Y – T)
Disamping pendapatan disposibel atau pendapatan nasional, terdapat pula beberapa faktor
lain yang menentukan pengeluaran konsumsi dan tabungan. Yang terpenting adalah suku bunga,
sikap berhemat, kekayaan yang dimiliki, distribusi pendapatan, keadaan perekonomian masa kini
dan masa datang dan jaminan pendapatan di masa pensiun.
Analis keseimbangan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan menggunakan tiga
cara yaitu cara tabular, cara garafik, dan cara algebra. Cara tabular adalah contoh angka yang
menunjukkan data pendapatan nasional, konsumsi, tabungan, investasi, dan pengeluaran agregat.
Keseimbangan pendapatan nasional ditentukan dengan menggunakan syarat keseimbangan
dalam perekonomian dua sektor. Secara grafik keseimbangan dicapai pada keadaan di mana
garis AE = C + I memotong 45derajt dan dari perpotongan fungsi investasi dan fungsi tabungan.
Secara algebra keseimbangan dapat ditentukan dengan menjelaskan persaman Y = C + I atau S =
I.
Berdasarkan kepada ketiga ciri konsumsi, dapat dibentuk fungsi konsumsi dan fungsi
tabungan, yang secara grafik menunjukkan hubungan di antara konsumsi, tabungan, dan
pendapatan nasional.

A. INVESTASI
Investasi adalah pengeluaran oleh swasta untuk pembelian barang-barang dan jasa
yang akan dipakai dalam proses produksi atau dengan kata lain sama dengan permintaan oleh
swasta terhadap barang dan jasa (input) yang diperlukan untuk investasi produktif. Secara
statistik dibedakan kepada tiga komponen yaitu pengeluaran atas barang modal, membangun
rumah tempat tinggal an perubahan dalam inventaris. Dalam teori makro ekonomi investasi
meliputi komponen yang pertama.
Faktor utama yang menentukan inventasi adalah suku bunga, tingkat pengembalian
modal, prospek masa depan, dan perkembangan teknologi. Dalam jangka panjang investasi juga
dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Semakin tinggi pendapatan nasional, semakin tinggi
investasi. Teori ini yang menerangkan efek pendapatan nasional kepada investasi dinamakan
akselerasi. Faktor yang menentukan pengeluaran investasi berbeda dengan konsumsi.
Perbedaanya terletak dalam hal tujuan membeli barang, yaitu untuk investasi dengan harapan
untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan konsumsi dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok.
Perbedaan lain adalah sumber pembiayaan untuk investasi dapat berasal dari berbagai
sumber pembiayaan dan keuangan dimana jumlahnya tidak tergantung dari kondisi keuangan
sekarang tetapi pada harapan kondisi keuangan dimasa mendatang. Pembiayaan konsumsi
rumah tangga berasal berasal dari pendapatan sekarang. Jadi pengeluaran investasi jumlahnya
bisa jauh melebihi jumlah pendapatan sekarang, jadi tidak tergantung dengan income. Apa yang
menentukan besarnya investasi dalam masyarakat ?
Faktor yang menentukan pengeluaran investasi ada dua yaitu harapan keuntungan
(expectation of future profit) yang akan diperoleh dimasa mendatang dan biaya dari uang yang
harus ditanggung akibat pengeluaran uang tersebut. Harapan keuntungan tersebut biasanya
dinyatakan dalam persentase keuntungan per satuan waktu dan biaya penggunaan dana
dinyatakan dalam persentase atau disebut tingkat bunga.
Sebuah investasi akan dilakukan apabila harapan keuntungan lebih besar dari biaya
penggunaan dana atau tingkat bunga (interest rate). Semakin besar selisih kedua faktor ini
maka semakin besar pula investasi yang akan dilakukan. Tingkat keuntungan yang diharapkan
tersebut disebut dengan Marginal Efficiency of Capital (MEC). Semakin besar selisih antara
MEC dengan tingakat bunga yang berlaku maka akan semakin besar pula volume investasi yang
akan dilakukan. Secara grafik dapat dilihat seperti pada Gambar 5.2. Grafik MEC adalah negatif,
berbanding terbalik dengan tingkat bunga yang berlaku.Semakin rendah bunga yang berlaku
maka semakin besar pula harapan keuntungan sehingga investasi juga semakin besar.
Faktor–faktor yang mempengaruhi investasi tersebut dapat juga dinyatakan secara
matematis sebagai berikut :

I = K – bi b > 0 (5.8)

K adalah investasi yang otonom atau exogenous, i adalah tingkat bunga dan b adalah
koefisien yang menunjukkan seberapa sensitive investasi tersebut terhadap perubahan
tingkat bunga.Sesuai dengan grafik 5.2 diatas maka koefisien b adalah bertanda negatif yang
berarti semakin rendah tingkat bunga maka semakin tinggi pengeluaran investasi karena
semakin banyak proyek investasi yang layak untuk dilaksanakan.
Gambar 5.2
Gambar 5.2. Marginal Efficiensy of Capital atau harapan keuntungan dari investasi yang
dikeluarkan, dapat dinyatakan dengan hubungan investasi kumulatif dengan tingkat bunga yang
berlaku. Semakin rendah bunga yang berlaku berarti semakin tinggi harapan untuk meraih
keuntungan dimasa mendatang sehingga investasi semakin naik.
Tiga hal yang perlu digarisbawahi mengenai fungsi investasi, pertama fungsi tersebut
mempunyai slope yang negatif, artinya semakin rendah tingkat bunga semakin besar pula tingkat
pengeluaran investasi yang diinginkan. Kedua, dalam kenyataan fungsi tersebut sulit untuk
diperoleh sebab posisinya sangat labil (mudah berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat).
Kelabilan fungsi investasi ini akan segera dapat dipahami karena posisinya sangat tergantung
pada nilai MEC dari proyek-proyek yang ada, dan bahwa MEC adalah keuntungan yang
diharapkan oleh investor. Ketiga, yang perlu ditekankan adalah hubungan teori Keynes dengan
kenyataan, khususnya masalah tersedianya dana investasi.
Selain dari faktor bunga, dalam kenyataan sehari-hari investasi bukan hanya ditentukan
oleh bunga tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor ekonomi yang lain dan bahkan juga dipengaruhi
oleh faktor sosial dan politik. Misalnya keamanan, kestabilan politik, kepastian hukum di suatu
Negara berpengaruh sangat besar terhadap masuknya investor dari luar negeri.
Boediono (1990 : 44), di dalam teori makro Keynes keputusan apakah suatu Investasi akan
dilaksanakan atau tidak, tergantung pada perbandingan antara besarnya keuntungan yang
diharapkan (yang menyatakan dalam persentase satuan waktu) di suatu pihak dan biaya
penggunaan dana atau tingkat bunga di pihak lain. Apabila tingkat bunga yang berlaku di pasar
uang sebesar 2% setiap bulan (atau 24% setahun), sedangkan keuntungan yang diharapkan
sebesar 50% maka investasi tersebut masih menguntungkan karena keuntungan (kotor) yang
diharapkan 50% jadi melebihi ongkos pendanaan dapat dikatakan 50% - 24% = 26% pertahun
untuk 10 tahun. Maka jika pengusaha tersebut “rasional” investasi tersebut akan dilaksanakan.
Secara ringkas dalam teori Keynes, tingkat keuntungan yang diharapkan ini disebut dengan
istilah Marginal Efficiency of Capital.
1. Jika keuntungan yang diharapkan (MEC) lebih besar dari pada tingkat bunga maka
investasi dilaksanakan.
2. Jika MEC lebih kecil dari pada tingkat bunga maka investasi tidak dilaksanakan.
3. Jika MEC = tingkat bunga maka investasi bisa dilaksanakan dan bisa juga tidak.
Dari uraian di atas, di ketahui bahwa berapa besar tingkat pengeluaran investasi yang di
harapkan oleh para investasi di tentukan oleh dua hal yaitu tingkat suku bunga yang berlaku dan
marginal efficiency of capital. Perilaku makro para investor ini biasanya dapat di ringkas dalam
satu bentuk fungsi marginal efficiency of capital atau fungsi investasi.
B. MULTIPLIER ATAU FAKTOR PELIPAT

Efek Multiplier adalah Efek dalam ekonomi di mana peningkatan pengeluaran nasional
mempengaruhi pendapatan dan konsumsi menjadi lebih tinggi dibandingkan jumlah sebelumnya.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan membangun pabrik, maka mereka akan mempekerjakan
pekerja konstruksi untuk bekerja di pabrik. Secara tidak langsung, pabrik baru itu akan
mempengaruhi restoran, binatu dan industri jasa yang berada di sekitar pabrik.
Setelah diketahui faktor yang mempengaruhi komponen aggregate demand maka
pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mekanisme komponen AD tersebut mempengaruhi
output atau pendapatan. Hal ini dapat dijelaskan melalui konsep multiplier dengan beberapa
asumsi yang harus dibuat, yaitu,
Pertama, pengeluaran pemerintah (G) adalah exogenous, artinya besarnya tidak
ditentukan di dalam sistem atau ditentukan oleh faktor-faktor tertentu yang tidak dapat
diprediksi. Faktor yang menentukan besarnya anggaran pemerintah lebih banyak ditentukan oleh
kemauan politik pemerintah, bukan variable ekonomi.
Kedua, pengeluaran investasi (I) juga diasumsikan exogenous, hal ini semat-mata untuk
memudahkan dalam analisis. Sebetulnya investasi, seperti diuraikan diatas, ditentukan oleh tingkat
bunga (i), tetapi dalam uraian berikut ini sementara dinggap exogenous.
Ketiga, analisis dilakukan dalam ekonomi tertutup, artinya tidak ada export dan import
dalam pengeluaran agregat (AD). Ketiga asumsi ini tidak mengurangi atau merubah validitas
analisis yang dilakukan. Bila ketiga asumsi ini dimasukkan dalam analisis, hasilnya akan tetap
sama.

PENTING !!! PERHATIKAN ILUSTRASI BERIKUT.


Sekarang kita mulai analisis dengan sebuah contoh berikut. Misalnya, bila pengeluaran
aggregate dinaikan sebesar D maka berapa besar dampaknya terhadap output? Bila ada
tambahan pengeluaran aggregate atau permintaan agregat sebesar D maka akan terjadi
tambahan produksi sebesar D dan kenaikan output atau income sebesar D juga.
Selanjutnya pengeluaran sebesar D tadi akan menjadi pendapatan bagi penjual yang
menerima pengeluaran D. Oleh penjual ini uang sebesar D akan dibelanjakan lagi untuk
memenuhi kebutuhannya tetapi tidak sebesar D. Besarnya pengeluaran pada putaran kedua ini
adalah z∆D yaitu sesuai dengan kecenderungan berbelanja mereka atau Marginal Propencity
to Consume (MPC).
Tambahan income yang tercipta adalah sebesar ∆D + z∆D atau (1+z) ∆D. Demikianlah
seterusnya akan terjadi pelipatan dampak secara berantai melalui putaran pengeluaran antara
konsumen dan penjual atau produsen. Dampak akhir dari tambahan pengeluaran sebesar ∆D
adalah sebesar 1/(1-z) kali ∆D yang merupakan penjumlahan dari semua tambahan income
pada setiap putaran (Tabel 5.1).
Tambahan pengeluaran ∆ D dapat berupa konsumsi, investasi atau pengeluaran
pemerintah dan dampak akhirnya hampir sama bila pengeluaran tersebut diasumsikan sebagai
pengeluaran independent, atau disebut dengan pengeluaran autonomous, artinya tidak
tergantung dengan faktor lain.
Dari uraian diatas dapat ditulis bahwa total tambahan income adalah sebagai berikut:
∆ AD = = ∆ Y0 (5.8)
Dimana = α = multiplier. Atau dapat juga ditulis :
Bila pengeluaran naik sebesar 100 juta dan MPC adalah 0.8, berapa tambahan
pendapatan akibat tambahan pengeluaran tersebut? Dengan memasukkan angka diatas maka
didapat tambahan pendapatan ∆Y = 1/(1-0,8) kali 100 = 500 juta. Berarti multipliernya adalah
sebesar 5 kali lipat. Multiplier didefinisikan sebagai besarnya kelipatan perubahan output akibat
perubahan satu unit pengeluaran (C, I, G).
Formula multiplier ini dapat diturunkan dengan cara lain. Besarnya setiap perubahan output
yang terjadi harus sama dengan besarnya perubahan aggregate demand sehingga,
∆ Y0 = ∆ AD. (5.9)
Tambahan pengeluaran (∆AD) sama dengan tambahan pengeluaran putaran pertama ∆D
ditambah dengan pengeluaran yang disebabkan oleh pelipatan (multiplier), c∆Y0 sehingga :
∆ AD = ∆ D + c∆Y0 (5.10)
Gabungan persamaan (5.9) dengan (5.10) didapatkan persamaan,
∆ Y0 = ∆ D + c∆Y0
c∆ Y0 = (5.11)
Atau multiplier dapat juga diturunkan dari persamaan konsumsi dan agregat demand seperti
dibawah ini.
Y = AD = C + I + G
Substitusikan fungsi konsumsi kedalam persamaan diatas.
Y = a + I + G + cY (5.12)
Kumpulkan faktor Y dan autonomous spending sehingga:
Y – cY = D
Y=D
Proses dari pelipatan income atau multiplier ini dapat digambarkan secara grafis pada Gambar
5.3.
Pada awalnya titik keseimbangan adalah pada titik E0 dengan pendapatan OY0 dan
pengeluaran agregat OAD0. Kemudian sektor bisnis melihat ada prospek untuk meraih
keuntungan dimasa yang akan datang sehingga mereka menambah investasi sebesar ∆D (dapat
berupa ∆I). Misalkan tambahan investasi ini meningkatkan AD pada putaran pertama sebesar
AE0. Penambahan AD ini langsung menjadi tambahan pendapatan bagi penjual barang input yang
dibeli oleh investor, yaitu sebesar AB dan selanjutnya direspon oleh produsen dengan manaikan
output dengan jumlah yang sama. Pada putaran kedua tambahan output atau pendapatan kembali
dibelanjakan sesuai dengan MPC yaitu sebesar cAB = BC. Pengeluaran tambahan AD ini kembali
menaikan pendapatan dan direspon oleh produsen dengan menaikan output sehingga akhirnya
proses ini berhenti pada titik E1 dengan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi dari semula yaitu,
yaitu AD0 AD1.dan pendapatan juga lebih tinggi yaitu sebesar 1/(1-c) kali lipat dari ∆D atau Y0Y1.
Secara geometric MPC adalah slope atau kemiringan dari kurva kosumsi. Karena kurva
Consumsi menurut persamaan (5.4) adalah C = a + cYd, dimana cYd = c(Y-T), maka MPC adalah
koefisien c, yaitu sama dengan = ∆C/∆Yd.

Gambar 5.4.Penurunan Multiplier secara garfik


Pada titik keseimbangan E0, Y0 = AD0 = cY + D. Ketika terjadi penambahan pengeluaran ∆D
(dapat berupa I atau G) maka titik keseimbangan berubah. Mula-mula tambahan permintaan
menjadi E0A, tambahan permintaan ini merupakan tambahan income sebesar AB bagi penjual
(E0A=AB). Melalui proses multiplier tambahan income ini mendorong permintaan lanjutan (BC)
yang kemudian kembali direspon oleh produsen dengan menaikan output. Demikian seterusnya
sampai proses ini berhenti pada titik keseimbangan baru E1 sehingga tambahan AD atau output
menjadi 1/(1-c) kali ∆D yang tidak lain adalah sama dengan Y0Y1= AD0 AD1.
Dari uraian diatas ternyata besaran multiplier tergantung dengan besaran MPC atau
koefisien c, yaitu proporsi dari income yang dibelanjakan oleh konsumen untuk keperluan
konsumsi.Semakin besar proporsi income yang dibelanjakan maka semakin besar pula multiplier
dan semakin besar pula dampaknya terhadap kenaikan income atau output. Tetapi harus diingat
bahwa proses ini hanya bisa berlangsung dalam waktu pendek. Dalam jangka panjang hal ini tidak
bisa berlanjut karena income tidak bisa ditopang oleh konsumsi yang tinggi saja karena konsumsi
juga tergantung dari income, sedangkan income / output juga ditentukan oleh faktor ril seperti
investasi disamping konsumsi, pengeluaran pemerintah dan net export.
Analisis mengenai multiplier merupakan bagian penting dari analisis keseimbangan
pendapatan nasional. Analisis ini menerangkan sejauh mana pendapatan nasional akan
mengalami perubahan dari efek pengeluaran agregat. Rasio (perbandingan) antara pertambahan
pendapatan nasional dengan pertambahan pengeluaran agregat dinamakan multiplier. Cara lain
1
untuk menghitung multiplier adalah dengan menggunakan formula berikut : Mtp = atau
1−MPC
1
Mtp =
MPS

C. KONSUMSI DAN TABUNGAN


Fungsi Konsumsi

Definisi konsumsi mengambil istilah dari dua bahasa yang berbeda, yaitu Bahasa Belanda
dan Bahasa Inggris. Dalam istilah dari Bahasa Belanda, konsumsi berasal dari kata consumptie
yaitu segala kegiatan yang dipergunakan dengan tujuan untuk mengambil kegunaan pada suatu
produk dan jasa. Sedangkan dari Bahasa Inggris, konsumsi berasal dari kata consumption yang
berarti pemakaian, menggunakan, pemanfaatan, dan atau pengeluaran.
Seperti diketahui, cakupan konsumsi ini sangat luas dan tidak terbatas hanya pada satu
benda maupun jasa tertentu. Seluruh bentuk konsumsi bersama-sama membentuk dua pertiga
GDP. Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang dimiliki, membayar
pajak, dan keputusan untuk menabung dan untuk dikonsumsi. Konsumsi adalah fungsi dari
disposable income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income disebut fungsi konsumsi.
Marginal Propensity to Consume (Kecenderungan mengkonsumsi marjinal) / MPC adalah jumlah
perubahan konsumsi ketika pendapatan disposabe meningkat sampai satu satuan unit moneter.
Nilai MPC diantara nol dan satu.
Secara empiris hal tersebut diatas adalah benar bahwa konsumsi dalam jangka pendek
bisa mendorong pertumbuhan ekonomi karena ekonomi belum mencapai full employement.
Misalnya masih banyak pabrik yang belum bekerja penuh, tenaga kerja banyak yang menganggur,
dan seterusnya sehingga output masih bisa didorong tumbuh tanpa investasi baru. Tetapi untuk
pertumbuhan ekonomi jangka panjang, artinya setelah ekonomi mencapai full employement, maka
diperlukan investasi baru untuk berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.

Fungsi Konsumsi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara variabel pendapatan
nasional (Y) dengan variabel konsumsi (C). Fungsi konsumsi menurut JM. Keynes dirumuskan
sebagai :

C = Co + cY atau C = a + by

Keterangan :
C : pengeluaran konsumsi
a : autonomous consumption yaitu angka yang menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi
pada saat pendapatan sama dengan nol/tidak mempunyai pendapatan.
b : MPC : Marjinal Propensity to Consume, yaitu angka yang menunjukkan besarnya tambahan
pengeluaran konsumsi karena adanya tambahan.

Karakeristik fungsi konsumsi Keynes :


1 Besarnya pengeluaran konsumsi (C) dipengaruhii secara positif dan searah oleh besarnya
pendapatan,
2. Merupakan fungsi konsumsi jangka pendek ditunjukkan adanya konsumsi otonom

Sifat Kurva Konsumsi


 Kurva konsumsi memliki slope (kemiringan) positif. Artinya pendapatan (Y) naik maka
konsumsinya (C) juga naik.
 Kurva konsumsi memotong sumbu (C) diatas nol. Artinya walaupun pendapatan nol,
konsumsinya masih positif.
 Konsumsi tidak dapat nol. Artinya meskipun idak memiliki pendapatan, konsumsi tetap harus
dilakukan bisa dengan jalan meminjam atau menarik tabungan.

Fungsi Tabungan
Tabungan adalah bagian dari pendapatan tahun ini yang tidak dibelanjakan atau digunakan
untuk konsumsi (Nopirin, 1996: 5 1). Faktor yang mempengaruhi Tabungan adalah pendapatan
rumah tangga, tingkat bunga, distribusi pendapatan, kondisi perekonomian dan sikap berhemat.

Fungsi tabungan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara tingkat tabungan dengan
besarnya pendapatan.

S = -a + (1–b) Y atau S = -a + (1–b) Yd

a. MPC (Marginal Propensity to Consume)


Adalah tambahan jumlah pengeluaran konsumsi oleh masyarakat sejalan dengan peningkatan
pendapatan, atau tambahan konsumsi akibat naiknya pendapatan.
MPC = ^ C
^ Yd

b. MPS (Marginal Propensity to Save)


Adalah tambahan pendapatan yang digunakan untuk tambahan tabungan atau tambahan
menabung sebagai akibat dari tambahan pendapatan.
MPS = ^S
^Yd

c. APC (Average Propensity to Consume)


Atau kecenderungan mengkonsumsi rata-rata pada tingkat pendapatan nasional tertentu
artinya perbandingan antara besarnya suatu konsumsi pada suatu tingakat pendapatan
nasional dengan besarnya tingkat pendapatan nasional itu sendiri.

APC = Cn
Yn

d. PTC (Propensity to Consume)


Adalah kecenderungan untuk mengkonsumsi atau kecenderungan individu-individu untuk
mengeluarkan sebagian dari pendapatan untuk tujuan konsumsi.

PTC = C
Y

e. APS (Average Propensity to Save)


Atau kecenderungan menabung rata-rata. Pada waktu rumah tangga mengambil tabungan,
maka nilai APS negatif. Sebaliknya pada waktu pendapatan disposibelnya tidak dibelanjakan,
maka APS positif. Selain itu kenaikan pendapatan disposibel akan menaikan konsumsi rumah
tangga. Tetapi jika kenaikan konsumsi lebih kecil dari pendapatan disposible, maka kelebihan
disposibel itu akan ditabung.

APS = S
Yd

f. PTS (Propensity to Save)


Adalah kecenderungan individu untuk mengeluarkan sebagian pendapatannya untuk tabungan.
PTS = S
Y

D. PENDAPATAN NASIONAL DALAM KESEIMBANGAN


Nasional Income Equilibrium adalah satu tingkat dari pendapatan nasional yang pada
tingkat itu tidak dijumpaii adanya gejala–gejala timbulnya perubahan. Dapat dicapai jika besarnya
Tabungan (Saving) sama dengan besarnya Invetasi (S-I).

Fungsi Pendapatan nasional dalam keseimbangan :

Ye = 1 (a + b)
1–b -

Kapasitas Produksi Nasional


Berdasarkan macamnya, faktor produksi dibedakan menjadi :
a. Faktor produksi alam (Natural Reseources)
b. Faktor poduksi tenaga manusia (Human Resources)
c. Faktor produksi modal (Capital Resources)

REFERENSI :
Mankiw, N. Gregory (MNG), Macroeconomics, Edisi ke 5, Worth Publisher, 2003
Karim, Andriawan. Ekonomi Makro Islam. Jakarta, 2007, edisi ketiga
Richard G. Lipsey, Peter O.Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi Jilid 1,2.Edisi keenam, Jakarta.
Rineka Cipta
Khan, Fahim. Essays in islamic economics, Leicester : Islamic Fundation, 1995
http://id.wikipedia.org
Pratama Rahardja & Mandala Manurung (2004), Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Edisi
kedua, Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Samuelson. Paul A. & William D. Nordhaus, Microeconomics. (2001), New York The McGraw-Hill
Company, Inc
Sukirno, Sadono, (2002), Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai