Anda di halaman 1dari 17

PESAWAT ATWOOD

<< back

Teori Dasar
1. Hukum Newton I
Jika suatu sistem (benda) tidak mendapat gaya dari luar, maka sistem itu akan tetap
dalam keadaannya.

2. Hukum Newton II
Ditulis secara matematis :

(1)

Dimana
F : Gaya yang bekerja pada sistem (N)
m : Massa benda (Kg)
a : Percepatan yang dialami benda (m/det2)

3. Kesimpulan dari persamaan diatas


a) Arah percepatan benda sama dengan arah gaya yang bekerja pada benda tersebut.
b) Besarnya percepatan sebanding dengan gayanya. Jadi bila gayanya konstan, maka
percepatan yang timbul juga akan konstan.
c) Bila pada benda bekerja gaya, maka benda akan mengalami percepatan, sebaliknya
bila kenyataan dari pengamatan benda mengalami percepatan maka tentu akan ada gaya
yang menyebabkannya.

4. Persamaan gerak untuk percepatan yang tetap


(2)
(3)
(4)
5. Benda yang bergerak melingkar melalui poros
Jika sebuah benda dapat bergerak melingkar melalui porosnya, maka pada gerak
melingkar ini akan berlaku persamaan gerak yang ekivalen dengan persamaan gerak
linear. Dalam hal ini ada besaran fisis momen inersia (momen kelembaman) I yang
ekivalen dengan besaran fisis massa (m) pada gerak linear. Momen inersia (I) suatu
benda pada poros tertentu harganya sebanding dengan massa benda terhadap porosnya.
I~m
I ~ r2
Dimana harga tersebut adalah harga yang tetap.
6. Sebuah katrol dengan beban
Untuk sebuah katrol dengan beban-beban seperti pada gambar dibawah, maka berlaku
persamaan seperti berikut,
Bila dianggap M1 = M2 = M

(5)

Pada saat M1 berada diklem S maka gerak dipercepat dengan persamaan (5). Pada saat
melalui lubang A, benda m akan tertinggal dan M2 lolos melalui lubang A dan menuju
titik B dengan kecepatan konstan. Karena M1 = M2, maka M2 + m berada dititik C, jika
M1 dilepas dari klem maka M2 + m akan turun dari titik C ke B melewati titik A dengan
gerak dipercepat.
Hal yang perlu diperhatikan :
1) Sebelum melakukan percobaan, apakah batang R sudah berdiri vertikal.
2) Jaga agar seluruh alat jangan bergoyang pada waktu menekan klem S.
3) Jangan mengubah kedudukan katrol.
Untuk katrol yang padat r = 6,2 ± 0,1 cm
Untuk katrol yang berlubang r = 6,19 ± 0,02 cm
4) Perhatikan betul-betul cara mengukur jarak XCA dan XAB, karena benda m akan
terlepas pada waktu ujung atas M2 melewati A. Sedangkan M2 berhenti pada saat ujung
bawahnya mengenai titik B.
5) Pada saat mengukur t1 (gerak dari C ke A) harus dimulai pada saat klem ditekan.
Tujuan Percobaan
1) Mengenal besaran fisis momen inersia.
2) Mengenal Hk. Newton melalui sistem katrol (Pesawat Atwood)
3) Mengamati gerak dipercepat dan gerak dengan kecepatan tetap pada Pesawat Atwood.
4) Memeriksa apakah Hukum Newton barlaku baik terhadap sistem katrol ini.
5) Menghitung harga momen inersia katrol, bila kecepatan gravitasi diketahui.
6) Menghitung percepatan disuatu tempat bila momen inersia katrol diketahui.
Alat-alat yang digunakan
1) Tiang berskala R (dibagian atas terdapat katrol)
2) Katrol P (dengan menganggap bahwa tidak ada gesekan dengan porosnya)
3) Tali penggantung
4) Massa berbentuk silinder M1 dan M2 yang diikat pada tali
5) Beban masa m1 dan m2 yang berbeda massanya
6) Stopwatch
7) Neraca Teknis
8) Pada tiang berskala terdapat genggaman G dengan pegas S, penahan masa B serta
penahan masa yang berlubang A.
Prosedur Percobaan
1) Pasang tali pada katrol dengan benar, gantungkan masa M1 dan M2 kemudian selidiki
apakah benar hanya dengan M1 dan M2 tidak ada gerak dipercepatnya.
2) Pasang G, A dan B dimana cara kerja pesawat atwood sebagai berikut :
a) Pasang M1 pada pegangan G dengan klem S
b) Tambahkan beban m pada M2
c) Tekan S, dimana M1 akan terlepas dan naik, sedangkan M2 + m akan turun
d) Sampai di A, masa m akan menyangkut sedangkan M2 terus lolos melewati lubang
dan bergerak dengan kecepatan tetap sampai di B
3) Catatlah kedudukan C dan B pada skala R
4) Amati dan catatlah besarnya t1 yakni waktu yang diperlukan oleh M2 + m1 dari titik C
ke A.
5) Amati dan catatlah besarnya t2 yakni waktu yang diperlukan oleh M2 dari titik A ke B,
dimana jarak CA tetap seperti point 4. Bila mungkin, lakukan pengamatan t1 dan t2
bersama-sama.
6) Ulangi pengamatan t1 dan t2 (jumlah ditentukan asisten).
7) Gantilah m1 dengan m2, dan lakukan pengamatan seperti pada poin 4, 5 dan 6.
8) Ulangi percobaan poin 3, 4, 5, 6 dan 7 dengan merubah jarak AB beberapa kali
sedangkan jarak CA tetap.
9) Ulangi percobaan poin 3, 4, 5, 6 dan 7 dengan merubah jarak CA beberapa kali
sedangkan jarak AB tetap.
10) Timbang M1, M2, m1 dan m2 sebanyak tiga kali.
Tugas Pendahuluan
Sebelum melakukan praktikum di Laboratorium Fisika Dasar FT. Untirta, praktikan
wajib mengerjakan Tugas Pendahuluan terlebih dahulu sebagai kunci praktikan melakuka
praktikm. Untuk melihat detail Tugas Pendahuluan, klik <detail......>

http://labfisika-untirta.com/zpa.htm
ELEKTRO INDONESIA Edisi ke Delapan, Juli 1997

INSTRUMENTASI

Osiloskop Analog versus Digital


Dalam bidang elektronika, osiloskop merupakan instrumen ukur yang memiliki posisi
yang sangat vital mengingat sifatnya yang mampu menampilkan bentuk gelombang yang
dihasilkan oleh rangkaian yang sedang diamati. Dewasa ini secara prinsip ada dua tipe
osiloskop, yakni tipe analog (ART - analog real time oscilloscope, ) dan tipe digital (DSO
- digital storage osciloscope), masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan. Para
insinyur, teknisi maupun praktisi yang bekerja di laboratorium perlu mencermati karakter
masing-masing agar dapat memilih dengan tepat osiloskop mana yang sebaiknya
digunakan dalam kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan rangkaian elektronik yang
sedang diperiksa atau diuji kinerjanya. Untuk itulah di sini akan ditinjau karakter masing-
masing tipe osiloskop tersebut.

Osiloskop Analog

Osiloskop tipe waktu nyata analog (ART) menggambar bentuk-bentuk gelombang listrik
dengan melalui gerakan pancaran elektron (electron beam) dalam sebuah tabung sinar
katoda (CRT -cathode ray tube) dari kiri ke kanan. Pancaran elektron dari bagian senapan
elektron ( electron gun) yang membentur atau menumbuk dinding dalam tabung tersebut
Gambar 1 mengeksitasi elektron dalam lapisan fosfor pada layar tabung sehingga terjadi
perpendaran atau nyalapada layar yang menggambarkan bentuk dasar gelombang. Dalam
perjalanannya dari senapan elektron menuju layar yang berfosfor tadi, elektron-elektron
dipengaruhi oleh medan listrik dalam arah vertikal (ke atas maupun ke bawah) oleh
sepasang pelat pembelok (defleksi) vertikal dan dalam arah horisontal oleh sepasang
pelat defleksi horisontal. Apabila tegangan pada semua pelat tersebut nol Volt, elektron
akan berjalan lurus membentur layar sehingga hanya terlihat sebuah bintik nyala ditengah
layar saja. Untuk "membuat" gambar garis pada layar, diperlukan gelombang gigi gergaji
yang diberikan kepada pasangan pelat horisontal tersebut. Tegangan gigi gergaji ini
dihasilkan oleh time base generator/sweep generator atau generator sapu, yang kemudian
diperkuat oleh penguat horisontal. Tegangan gigi gergaji ini naik secara linier terhadap
waktu sehingga berkas elektron pada layar bergerak dari kiri ke kanan. Setelah sampai di
bagian paling kanan layar, tegangan gigi gergaji turun dengan cepat ke nol sehingga
memulai gerakan berulang dari bagian kiri layar. Gerakan balik yang cepat ini tidak dapat
ditangkap oleh mata sehingga yang terlihat adalah gambar garis horisontal lurus pada
layar yang tidak terputus. Agar osiloskop dapat menggambarkan bentuk gelombang yang
sedang diamati maka gelombang tersebut diumpankan ke rangkaian vertikal. Rangkaian
vertikal ini berfungsi memperkuat atau melemahkan simpangan vertikal dari gelombang
masukan, sehingga tegangan yang diberikan ke pasangan pelat defleksi vertikal
menghasilkan medan listrik yang dapat mempengaruhi gerakan vertikal elektron secara
proporsional selagi ia bergerak menuju ke layar, yang berakibat bentuk gelombang pada
layar dapat diperbesar atau diperkecil. Karena arah gerak elektron berdasar vektor medan
listrik horisontal dan vertikal,
CRT nya disebut direct viev
vector CRT. Dari prinsip kerja
yang demikian itu, gambar blok
ART secara prinsip dapat
disederhanakan seperti terlihat
pada Gambar 2. Agar gambar
pada layar dapat stabil,
digunakan rangkaian picu (trigger). Jika suatu gelombang listrik dihubungkan ke ART,
rangkaian picu akan memonitor gelombang masukan tersebut dan menunggu event -
yakni saat terjadinya peristiwa atau kondisi yang dapat dipakai untuk- pemicuan. Event
picu ini berupa suatu sisi atau tebing gelombang yang memenuhi persyaratan yang telah
didefinisikan atau ditentukan melalui suatu pilihan tombol pada panel depan osiloskop.
Sekali event picu ini terjadi, osiloskop akan menstart generator sapu dan meragakan
bentuk gelombang yang sedang diukur. Proses ini akan berulang sepanjang osiloskop
tersebut dapat mendeteksi event-event picu.

Selain menyangkut vertikal dan horisontal, osiloskop analog mempunyai dimensi ketiga
yang disebut dengan gray scaling (skala/tingkatan atau intensitas kelabu). Tingkatan
kelabu ini diciptakan melalui intensitas pancaran elektron pada tabung gambar, yang
meragakan detil gambar bagian tertentu secara sekilas saja. Kondisi ini terjadi karena
kecepatan pancaran elektron mempengaruhi kecerahan jejaknya. Makin cepat pancaran
bergerak dari satu titik ke titik lain pada bagian tertentu, makin sedikit waktu ia dapat
mengeksitasi elektron-elektron pada fosfor yang terdapat pada dinding layar. Akibatnya
jejak yang membentuk gambar gelombang bagian tersebut akan lebih redup daripada
gambar bagian gelombang yang lainnya.

Skala kelabu ini juga menunjukkan frekuensi relatif dari event-event individual (gejala
khusus) yang terjadi dalam suatu gelombang yang sifatnya berulang (repetitif). Pancaran
elektron yang mengambarkan bagian gelombang yang bentuknya sama secara berulang
akan menyebabkan bagian yang dapat tergambar dengan terang di layar, sedangkan event
lekuk gelombang yang jarang terjadi akan mendapat lebih sedikit waktu eksitasi.
Akhirnya menjadi jelas bahwa daerah dari lapisan fosfor yang dirangsang/dieksitasi
secara berulang nampak lebih terang daripada daerah yang kurang distimulasi.

Kesimpulannya, gambar yang diragakan oleh ART kadang begitu redupnya sehingga
sulit untuk dilihat baik karena sinyal masukannya mempunyai sisi-sisi yang begitu cepat
(seperti halnya gelombang kotak dari suatu astable multivibrator yang bagian sisi tegak
gelombangnya hampir tak terlihat) , atau karena gelombang repetitif menghasilkan event-
event tertentu yang demikian jarangnya.

Cahaya yang dihasilkan oleh fosfor mempunyai waktu hidup yang sangat pendek setelah
pancaran elektron berlalu. Untuk fosfor yang sering digunakan pada CRT yakni P31,
cahaya yang dihasilkan akan turun sampai ke suatu harga yang masih dapat dilihat
dengan nyaman dalam ruang yang bercahaya sedang, dalam waktu 38 mikrodetik. Jika
laju kecepatan pancaran elektron untuk mengeksitasi ulang terjadi di bawah 1/38
mikrodetik atau 26 kHz, maka akan terjadi penurunan cahaya secara dramatis di layar.

Kedipan (flicker) merupakan suatu fenomena lain yang membatasi kinerja CRT. Jika laju
eksitasi ulang jatuh dibawah harga minimum tertentu, umumnya sekitar 15 sampai 20 Hz,
maka akan terjadi kedipan, yakni peragaan di layar akan tampak nyala dan padam

bergantian.
Gambar 3 menyatakan hubungan antara kecepatan sapuan (horisontal) sebagai fungsi dari
laju perulangan (repetition rate) sinyal masukan (vertikal). Untuk memahaminya
diberlakukan kondisi sebagai berikut: laju perulangan dari sinyal masukan dipertahankan
pada harga yang konstan pada peragaan gelombang yang nyaman dipandang, kemudian
kecepatan sapuannya diturunkan secara perlahan sampai kedipan mulai terjadi.
Penurunan lebih lanjut akan menghasilkan kedipan yang makin jelas sehingga akhirnya
peragaannya tidak bermanfaat sama sekali karena hanya tinggal berupa titik yang
bergerak. Sekarang jika diberlakukan hal yang sebaliknya, yakni kecepatan sapuan dijaga
konstan pada suatu keadaan di mana masalah cahaya maupun kedipan pada kondisi
minimum, kemudian laju kecepatan sinyal masukannya diturunkan, maka cahaya
peragaan akan menjadi redup. Batas terendah pada Gambar 3 akan dicapai saat
peragaannya tidak dapat dilihat sama sekali di ruang yang penerangannya cukup.

Peragaan bagian gelombang yang nampak redup baik karena sinyal yang diamati
mempunyai sisi-sisi atau tebing gelombang yang begitu cepat atau pada gelombang
repetitif yang menghasilkan event-event tertentu yang demikian jarang, kini dapat diatasi
dengan dengan teknologi MCP ( microchannel plate) dari Tektronix, yang mampu
meningkatkan intensitas peragaan bagian-bagian yang redup dari sebuah gelombang
sampai 1000 kali kecerahan aslinya tanpa menaikkan intensitas peragaan pada bagian-
bagian yang lebih kuat.

Osiloskop Digital (DSO)

Jika dalam osiloskop analog gelombang yang akan ditampilkan langsung diberikan ke
rangkaian vertikal sehingga berkesan "diambil" begitu saja (real time), maka dalam
osiloskop digital, gelombang yang akan ditampilkan lebih dulu disampling (dicuplik) dan
didigitalisasikan. Osiloskop kemudian menyimpan nilai-nilai tegangan ini bersama sama
dengan skala waktu gelombangnya di memori. Pada prinsipnya, osiloskop digital hanya
mencuplik dan menyimpan demikian banyak nilai dan kemudian berhenti. Ia mengulang
proses ini lagi dan lagi sampai dihentikan. Beberapa DSO memungkinkan untuk memilih
jumlah cuplikan yang disimpan dalam memori per akuisisi (pengambilan) gelombang
yang akan diukur.

Seperti ART, DSO melakukan akuisisinya dalam satu event pemicuan. namun demikian
ia secara rutin memperoleh, mengukur dan menyimpan sinyal masukan, mengalirkan
nilainya melalui memori dalam suatu proses kerja dengan cara; pertama yang disimpan,
yang pertama pula yang akan dikeluarkan, sambil menanti picu terjadi. Sekali osiloskop
ini mengenali event picu yang didefinisikan oleh penggunanya, osiloskop mengambil
sejumlah cuplikan yang kemudian mengirimkan informasi gelombangnya ke peraga
(layar). Karena kerja pemicuan yang demikian ini, ia dapat menyimpan dan meragakan
informasi yang diperoleh sebelum picu (pretrigger) sampai 100 persen dari lokasi memori
yang disediakan.

DSO mempunyai dua cara untuk "menangkap" atau mencuplik gelombang, yakni dengan
teknik single shot atau real time sampling. Dengan kedua teknik ini, osiloskop
memperoleh semua cuplikan dengan satu event picu. Sayangnya laju cuplik DSO
membatasi lebar pita osiloskop ketika beroperasi dalam waktu nyata (real time). Secara
teori (sesuai dengan Nyquist sampling theorema), osiloskop digital membutuhkan
masukan dengan sekurang-kurangnya dua cuplikan per periode gelombang untuk
merekonstruksi suatu bentuk gelombang. Dalam praktek, tiga atau lebih cuplikan per
periode menjamin akurasi akuisisi. Jika pencuplik tidak dapat sama cepat dengan sinyal
masukannya, osiloskop tidak akan dapat mengumpulkan suatu jumlah yang cukup yang
berakibat menghasilkan suatu peragaan yang lain dari bentuk gelombangnya aslinya.
yakni osiloskop akan menggambarkan struktur keseluruhan sinyal masukan pada suatu
frekuensi yang jauh lebih rendah dari frekuensi sinyal sesungguhnya.

Ketika menangkap suatu gelombang bentuk tunggal (single shot waveform ) dengan
cuplikan waktu nyata, osiloskop digital harus secara akurat menangkap frekuensi sinyal
masukan. Osiloskop digital biasanya menspesifikasikan dua lebar pita; real time dan
analog. Lebar pita analog menyatakan frekuensi tertinggi jalur masukannya yang dapat
lolos tanpa cacat yang serius pada sinyalnya. Lebar pita real time menunjukkan frekuensi
maksimum dari osiloskop yang dapat secara akurat mencuplik menggunakan satu event
picu. Bergantung dari osiloskopnya, kadang-kadang kedua lebar pita tersebut mempunyai
harga yang sama, kadang mempunyai nilai yang berbeda jauh. Sebagai contoh misalnya
lebar pita analog dari suatu DSO 350 MHz dan lebar pita real time-nya hanya 40MHz.

Dengan metode alternatif yakni menggunakan equivalent-time sampling DSO secara


akurat dapat menangkap sinyal-sinyal sampai pada lebar pita osiloskopnya, tetapi hanya
pada sinyal-sinyal yang sifatnya repetitif. Dengan teknik ini, osiloskop digital menerima
cuplikan-cuplikan pada banyak event-event picu yang kemudian secara berangsur-angsur
mengkonstruksi keseluruhan bentuk gelombangnya. Hanya lebar pita analog yang
membatasi osiloskop pada frekuensi berapa dapat menerima teknik ini.
Kebanyakan DSO, apakah ia menggunakan teknik real time
atau equivalent time akan mencuplik pada laju maksimum
tanpa mengacu berapa dasar waktu (time base) yang di
pilih. Pada kecepatan sapuan yang lebih rendah osiloskop
digital menerima jauh lebih banyak cuplikan daripada yang
dapat disimpannya. Bergantung kepada mode akuisisi yang
kita pilih, suatu DSO akan membuang cuplikan ekstra atau
menggunakannya untuk pemrosesan sinyal-sinyal
tambahan seperti deteksi puncak gelombang (peak detect),
maupun sampul gelombang (envelope) .

Analog versus Digital

Dari prinsip kerja kedua jenis osiloskop seperti digambarkan di atas, maka dapat ditarik
perbandingan karakter dari keduanya yakni:

Ditinjau dari kesetiaan (fidelity) terhadap bentuk sinyal sesungguhnya yang sedang
diukur, secara umum ART lebih unggul. Hal ini disebabkan sifat osiloskop analog hanya
mengkondisikan sinyal masukan; melemahkan (memperkecil) dan menguatkannya
(memperbesar) dalam peragaannya di layar, maka keutuhan esensi dari sinyal masukan
tetap utuh. Kesetiaan sinyal (signal fidelity) menyatakan suatu ukuran seberapa dekat
bentuk gelombang yang diragakan oleh osiloskop sesuai dengan bentuk gelombang
masukan sesungguhnya. Namun demikian dengan teknologi yang sudah maju sekarang
ini, keunggulan osiloskop analog dalam bidang ini sudah dapat dipatahkan oleh osiloskop
digital. Untuk jelasnya, lihat Gambar 4(a,b,c). Sebuah gelombang repetitif dengan
amplitudo 4 Volt, lebar pulsa 200 nanodetik dan frekuensinya 1MHz sedang diamati
dengan osiloskop. Gambar 4a adalah peragaan gelombang melalui osiloskop analog,
sedang 4b melalui osiloskop digital yang biasa, sementara 4c adalah hasil peragaan dari
gelombang yang sama melalui osiloskop digital yang berteknologi lebih maju (yang
diambil dalam contoh ini adalah Tektronix InstaVuTM). Dari Gambar 4c terlihat jelas
bahwa gelombang tersebut sesungguhnya jelas dicemari oleh crosstalk dari rangkaian
didekatnya serta derau.

ART juga mempunyai keuntungan dalam hal resolusi. Karena osiloskop analog
mengunakan pancaran elektron untuk menggambar bentuk gelombang dalam
peragaannya, ia mempunyai resolusi yang ajeg baik secara vertikal maupun horisontal.
"Resolusi yang tak terbatas" ini dapat menyatakan tingkah-tingkah gelombang sampai
kepada lebar pita yang dimiliki osiloskop. Dengan ART, proses akuisisinya tidak akan
membuat gambar gelombangnya menjadi cacat. Sementara pada DSO, disebabkan proses
pembagian digitalisasi sebuah sinyal kedalam pengukuran diskrit (dipecah-pecah),
kebanyakan DSO kehilangan kemampuan resolusi yang diperoleh dalam osiloskop
analog. Namun demikian, osiloskop digital yang lebih maju telah berhasil
menggabungkan teknik pencuplikan yang pintar dan cermat dengan moda akuisisi untuk
menaikkan resolusi vertikal maupun horisontalnya. Dengan menaikkan laju cuplikan,
sebuah osiloskop digital dapat menaikkan resolusi horisontalnya secara memadai. Untuk
menaikkan resolusi vertikalnya, osiloskop digital menggunakan berbagai mode akuisisi
yang berdasar pada pemrosesan sinyal
digital (DSP=digital sinyal
prosessing). Mode ini bekerja pada
sinyal-sinyal yang sekejap (single
shoot) maupun bentuk-bentuk
gelombang yang berulang. Laju
cuplikan pada osiloskop digital ada
yang mencapai 2 Giga (2.109) per
detik, yang berarti mencuplik sinyal
setiap 500 piko detik.

Dalam hal persistensi (ketekunan yang


terus-menerus) dalam melukiskan
bentuk gelombang yang diukur, ART masih memiliki keunggulan dibanding DSO seperti
dinyatakan dalam Gambar 8. Efek persistensi ini sebenarnya mengungkapkan informasi
yang sangat penting jika kita menganalisa dan menelusuri bentuk-bentuk gelombang
dalam suatu perancangan peralatan elektronik yang kompleks seperti halnya pada catu
daya switching. DSO tidak mempunyai kemampuan menampilkan kondisi semacam ini,
tetapi beberapa model mengimitasikannya melalui tombol mode user-definable
persistence. Osiloskop digital yang lebih maju lagi seperti yang memiliki kemampuan
untuk meragakan gelombang pada Gambar 4c, dapat menangkap gejala gelombang
seperti halnya pada osiloskop analog, karena dapat mencuplik sampai 400.000
gelombang per detik.

Karena pancaran berkas elektron dalam osiloskop analog bergerak pada suatu kecepatan
yang sebanding dengan frekuensi gelombang yang diukur, makin cepat frekuensi yang
diukur, makin lekas pula pancaran menggambarkannya sehingga jejak yang nampak di
layar makin redup dibanding dengan bagian-bagian yang lebih lambat dari gelombang
yang diukur (gray scaling). Kondisi ini memberikan gelagat tentang frekuensi relatif
ketika menganalisa fenomena sinyal yang saling tumpang tindih atau over-layed seperti
halnya pada bentuk gelombang video. Demikian juga ketika suatu kejadian yang sifatnya
hanya terjadi kadang-kadang (intermitten) dalam suatu gelombang repetitif, bagian yang
ganjil (intermitten) ini akan terlihat lebih gelap dalam peragaan pada layar osiloskop
analog daripada sisa gelombangnya yang digambarkan dalam waktu yang jauh lebih lama
Gambar 5 .

Ditinjau dari periode selaan, pada osiloskop analog dalam penyapuan dari kiri ke kanan
layar, berkas pancaran elektron harus mereposisi diri sendiri sesudah setiap selesai
melakukan satu kali sapuan. Selama periode holdoff (reposisi) ini osiloskop menahan diri
untuk tidak mendapatkan dan meragakan gelombang. Karena osiloskop analog hanya
memerlukan beberapa mikro detik untuk mereposisi berkas pancaran elektronnya, dalam
peragaan gelombang, ia menjaga titik-titik buta ini (blind spot) sampai ke harga
minimum. Periode holdoff yang kecil ini digabungkan dengan kecepatan pancaran
elektron, memungkinkan osiloskop analog dapat memperbarui peragaannya dalam laju
maksimum 1MHz.
Osiloskop digital juga mempunyai periode-periode holdoff, tetapi waktu mati ini
digunakan untuk pemrosesan gelombang dan fungsi-fungsi penyimpanan. Karena
osiloskop digital harus membentuk begitu banyak operasi sebelum meragakan suatu
bentuk gelombang, ia mempunyai waktu holdoff yang substansial dengan celah yang
tetap dalam orde puluhan mili detik di antara saat penerimaan gelombang. Dengan
holdoff yang besar ini berarti osiloskop digital kehilangan aktivitas gelombang yang vital,
termasuk misalnya kejadian intermitten, yang mengakibatkan diperolehnya data yang
tidak akurat dari gelombang yang sedang diukurnya. Untuk produk peralatan yang baru,
waktu holdoff yang relatif besar ini pada DSO dapat dikompensasi dengan memori yang
lebih besar dan menggunakan fungsi-fungsi pemicuan khusus sebagai pengganti
pemicuan secara sekuensial. Dengan mode picu khusus ini osiloskop digital dapat di set
untuk memicu dalam semua kejadian dari bentuk gelombang yang sedang diamati. Hal
ini juga akan membantu osiloskop menerima informasi di sekitar kejadian-kejadian
gelombang yang ingin diamati. Pemicuan khusus ini termasuk picu-picu pulsa, logika dan
video. Pemicuan pulsa seperti gelinciran, kekerdilan dan lebar pulsa, fokus akuisisi di
sekitar penyimpangan yang dispesifikasikan sangat berguna terutama ketika
memeriksa/menguji rangkaian-rangkaian digital. Dengan pemicuan logika, osiloskop
digital dapat memulai akuisisi sesudah semua sinyal-sinyal masukan memenuhi kondisi-
kondisi logika yang telah ditentukan, dan menghilangkan pemicuan pada informasi yang
tidak diinginkan. Pemicuan video memungkinkan DSO untuk memicu pada bagian yang
sama dari sinyal video setiap waktu, memberikan suatu peragaan yang stabil dan bagus.

Dalam hal penyimpanan bentuk gelombang yang diukur, jelas di sini DSO memiliki
keunggulan karena ia memiliki memori. Osiloskop analog tidak dapat secara otomatis
menyimpan gelombang yang diukurnya. Paling osiloskop analog mungkin dapat
mengirim copy gelombang yang diukur ke printer, tetapi pekerjaan ini hanya untuk
gelombang -gelombang yang repetitif stabil. Perekaman bentuk gelombang dapat pula
dengan menggunakan kamera osiloskop di depan peraga ART dengan menggunakan
teknik fotografi. Teknik lain adalah dengan digitalisasi sistem kamera video osiloskop
yang menterjemahkan gelombang-gelombang analog ke dalam informasi digital dengan
resolusi vertikal 12 bit pada laju cuplikan 100Giga/detik sudah merupakan bagian
eksternal dari osiloskop analog yang demikian mahal.

Dalam hal pengukuran gelombang tunggal (single shoot), tak terkecuali osiloskop digital
juga dapat menyimpannya. Namun tergantung pada laju pencuplikannya, karena
seringkali osiloskop digital mempunyai lebar pita (bandwidth) yang lebih rendah
daripada untuk akuisisi gelombang yang repetitif. Ketika sebuah osiloskop digital dalam
mode gelombang bentuk tunggal berusaha untuk memperoleh suatu bentuk gelombang
dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada lebar pita gelombang bentuk tunggalnya, ia
akan meragakan suatu versi cacat yang disebut aliasing. Tipe distorsi ini dapat menjadi
sangat sukar untuk dideteksi karena dengan adanya aliasing ini berarti bentuk gelombang
yang ditampilkan benar tapi frekuensinya salah. Aliasing memang dapat diatasi dengan
teknik peak detection, namun perangkat keras peak detection membuat sampul
gelombang sinus bermodulasi AM yang sedang diamati osiloskop digital tidak sehalus
jika menggunakan ART karena peak detector tidak dapat mengikuti perubahan-
perubahan gelombang pembawanya (carrier).
Osiloskop analog meragakan gelombang bentuk tunggal atau yang berulang sampai ke
lebar pita penuh yang dimilikinya. Tetapi dapat terjadi suatu kejadian satu waktu yang
biasanya terjadi sedemikian cepat sehingga hanya sebuah kamera osiloskop yang dapat
untuk menangkap kejadian tersebut. Kejadian-kejadian gelombang bentuk tunggal
seringkali nampak begitu suram dalam peragaan osiloskop analog karena sifat transien
dan kecepatannya. Namun demikian seperti telah disebutkan di atas bahwa kendala ini
dapat diatasi melalui penerapan teknologi MCP.

Dalam menangkap bentuk bagian gelombang yang diukur sebelum terjadinya picu pada
time base generatornya, DSO mempunyai keunggulan dibanding ART karena DSO
secara terus menerus mencuplik dan mendigitalisasikan sinyal masukan selagi ia menanti
sebuah event picu sehingga aktivitas gelombang sebelum terjadinya picu dapat diamati.

Penutup

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis bentuk gelombang akan
lebih baik jika diamati dengan osiloskop analog, sementara jenis yang lainnya dengan
osiloskop digital.

Osiloskop analog pada prinsipnya memiliki keunggulan seperti; harganya relatif lebih
murah daripada osiloskop digital, sifatnya yang realtime dan pengaturannya yang mudah
dilakukan karena tidak ada tundaan antara gelombang yang sedang dilihat dengan
peragaan di layar, serta mampu meragakan bentuk yang lebih baik seperti yang
diharapkan untuk melihat gelombang-gelombang yang kompleks, misalnya sinyal video
di TV dan sinyal RF yang dimodulasi amplitudo. Keterbatasanya adalah tidak dapat
menangkap bagian gelombang sebelum terjadinya event picu serta adanya kedipan
(flicker) pada layar untuk gelombang yang frekuensinya rendah (sekitar 10 - 20 Hz).
Keterbatasan osiloskop analog tersebut dapat diatasi oleh osiloskop digital. Sebagai
contoh keseluruhan bidang skala pada Gambar 3 dapat ditutup semua menjadi daerah
yang dapat dilihat oleh mata, misalnya dengan DSO dari Hewlett-Packard HP 54600.

Osiloskop digital memberikan kemampuan ekstensif, kemudahan tugas-tugas akuisisi


gelombang dan pengukurannya. Penyimpanan gelombang membantu para insinyur dan
teknisi dapat menangkap dan menganalisa aktivitas sinyal yang penting. Jika
kemampuan teknik pemicuannya tinggi secara efisien dapat menemukan adanya
keanehan atau kondisi-kondisi khusus dari gelombang yang sedang diukur.

Pada akhirnya yang paling baik adalah jika kita memiliki osiloskop yang mampu
menggabungkan keunggulan osiloskop analog dan osiloskop digital, dan saat ini, kinerja
osiloskop yang seperti itu memang dapat diperoleh di pasaran. Oleh sebab itu, sebelum
memutuskan untuk memiliki atau menggunakan sebuah osiloskop, kenali lebih dulu apa
keunggulan atau fasilitas yang dimilikinya melalui buku petunjuk atau brosurnya.

Sumber Bahan
1. Charles Holtom (Fluke Corp). Choosing your Oscilloscope: analog or digital?
Asian Electronics Engineer April, 1995: Vol 8/12.
2. Dan Strassberg.Analog/Digital scope offer the best of two world. EDN Asia.
March 1993
3. Fredrick W.Hughes. 1983 Illustrated Guidebook to Electronic Devices and
Circuits
4. Jerald B Murphy (Hewlett-Packard Co). Troubleshooting with analog or digital
oscilloscopes. Asian Electronics Engineer April, 1995: Vol 8/12.
5. Laura Parker (Tektronix, Inc). Evaluating The Merits of Digital and Analog
Oscilloscopes. Asian Electronics Engineer March, 1993: Vol 6/11.
6. Tektronix TDS 700A TruCapture InstaVuTM. EDN Asia June. 1995.

Drs. Sunomo adalah staf pengajar di jurusan Elektro IKIP Yogyakarta.

http://www.elektroindonesia.com/elektro/instrum8.html
SOAL DAN PENYELESAIAN TUGAS 4
FISIKA DASAR I JURUSAN FISIKA FMIPA - 2001/2002
1. Sebuah mobil yang mula-mula diam mengalami percepatan konstan sehingga
setelah 9 s lajunya menjadi 22 ms-1. Jika diameter roda adalah 55 cm, tentukan
a. jumlah putaran yang dialami roda selama bergerak (diandaikan roda tidak
tergelincir), b. berapakah laju akhir putaran roda dalam putaran per detik.

PENYELESAIAN :

Diketahui : Mobil , vo = 0; a : konstan; t = 9s  v(9) = 22 ms-1; Roda D = 55 cm.

Ditanyakan : a. Jumlah putaran roda, N = ? b. frekwensi putaran akhir, f(9) = ?

Jawab :

a. Jumlah putaran roda sama dengan jarak yang ditempuh dibagi dengan keliling roda
N = s/2R ; s = vot + at2/2 ; a = (vt - vo)/t = (22 ms-1- 0)/(9s) = 2,44 ms-2.
s = 0 (9 s) + (2,44 ms-2)(9s)2/2 = 99 m  N = (99 m)/2(0,55 m/2) = 57,3 putaran.

b. f = /2 ;  = t = (a/R)t = [(2,44 ms-2)/(0,275 m)](9 s) = 79,8 rad/s


f = (79,8 rad/s)/2 = 12,7 putaran per detik.

2. Sebuah kaleng bermassa 215 g memiliki tinggi 10,8 cm dan diameter 6,38 cm.
Kaleng tersebut mula-mula diam pada ujung atas bidang miring yang memiliki
panjang 3,00 m membentuk sudut 25o terhadap horisontal. Menggunakan
persamaan energi, hitunglah momen kelembaman kaleng jika kaleng tersebut
mencapai dasar bidang setelah menggelinding selama 1,50 s.

PENYELESAIAN :

Diketahui : Kaleng (silinder), m = 215 g ; h = 10,8 cm ; D = 6,38 cm; vo = 0; t = 1,50 s

Bidang miring, L = 3,00 m;  = 25o

Ditanyakan : Momen kelembaman I = ?

Jawab : Dalam peristiwa ini energi potensial kaleng diubah menjadi energi kinetik
translasi pusat massa dan energi kinetik rotasi. mgh = mv2/2 + I2/2  I = m(2gh -
v2)/2

25o

a
L

Percepatan silinder : a = 2L/t2 = 2(3,00 m)/(1,50 s)2  a = 2,67 ms-2.

Kecepatan pusat massa silinder : v = at2/2 


v = (2,67 ms-2)(1,50 s) = 4,00 ms-1

Kecepatan putar silinder :  = v/R = 2v/D 

 = 2 (4,00 ms-1)/(6,38 x 10-2 m) = 1,25 x 102 rad/s

h = L sin a = (3,00 m) sin 25o = 1,27 m

I = (2,15 x 10-1 kg)[2(9,80 ms-2)(1,27 m) - (4,00 ms-1)2]/( 1,25 x 102 rad/s)2 = 12,2 x 10-3
kg m2

3. Gaya F = (2,0 i + 3,0 j) N bekerja pada benda yang dapat bergerak bebas terhadap
sumbu tetap yang sejajar dengan sumbu z dari suatu kerangka acuan. Jika titik
tangkap gaya tersebut pada posisi r = (4,0 i + 5,0 j) m, tentukan a. besar momen
gaya terhadap sumbu z , b. arah vektor momen gaya .

PENYELESAIAN :

Diketahui : F = (2,0 i + 3,0 j) N; r = (4,0 i + 5,0 j) m

Ditanyakan : a. besar  , dan b. arah 

Jawab :  = r x F = (4,0 i + 5,0 j) x (2,0 i + 3,0 j) N m = (12,0 - 10,0) k = 2,0 k N m

a. besar momen gaya  = 2,0 N m, dan b. arahnya sejajar dengan sumbu + z

4. Sebuah komedi putar memiliki jari-jari R = 2,0 m dengan momen kelembaman


I = 250 kg m2 berputar dengan 10 putaran per menit. Seorang anak bermassa
25 kg meloncat dan berdiri di tepi komedi putar tersebut. Berapakan laju
putarannya sekarang ?

PENYELESAIAN :

Diketahui : R = 2,0 m; I = 250 kg m2 ; fo= 10 putaran/mnt ; m = 25 kg.

Ditanyakan : laju putaran setelah anak naik komedi putar, f = ?

Jawab : Diasumsikan kecepatan anak tepat ketika menginjak tepi komedi putar nol.
Dalam kasus ini momentum sudut sistem tersebut konstan,
sehingga :

Io = (I + mR2)  2f = (I 2fo )/(I + mR2)2

f = (250 kg m2)(10 putaran/mnt )/[ (250 kg m2)+ (25 kg)(2,0 m)2] = 7,14
putaran/mnt.

5. Sebuah pizza berjari-jari R diambil sebagian dengan potongan berbentuk


lingkaran berjari-jari R/2 seperti terlihat pada gambar. Titik beratnya ternyata
bergeser dari C ke C'. Jika ketebalan dan massa jenisnya dianggap homogen,
tunjukkan bahwa jarak C ke C' adalah R/6.

PENYELESAIAN :

C'

Misalkan sistem koordinat dengan sumbu x berpusat di C.


Posisi pusat massa pizza r1 = 0 dan posisi pusat massa potongan pizza r2 = -R/2.

Massa persatuan luas  homogen, massa pizza M = R2 dan massa potongan

m = -R2/4 (tanda negatip menyatakan massa tersebut diambil).

Pusat massa pizza terpotong adalah :

r = (Mr1 + mr2)/(M + m) = (-R2/4)(-R/2)/(R2 - R2/4) = R/6

Dengan demikian pusat massa pizza tersebut setelah dipotong bergeser ke kanan (ke C' )
sejauh R/6.

6. Sebuah tangga bermassa m ( rapat massanya homogen) disandarkan pada dinding


vertikal yang sangat licin membentuk sudut 60o. Ujung bawah berada pada bidang
datar dengan koefisien gesekan statik s = 0,40. Seorang anak bermassa M = 2m
menaiki tangga tersebut. Jika panjang tangga L, setelah anak tersebut mencapai
berapa bagian tangga tersebut mulai tergelincir ?

PENYELESAIAN :
W

Wa

fs

60o

P : gaya reaksi dinding terhadap tangga

W : gaya berat tangga

Wa : Gaya berat anak

N : gaya reaksi lantau terhadap tangga

fs : gaya gesek statis antara tangga dengan lantai

Sistem setimbang jika resultan gaya dan resultan momen gayanya nol, maka :

Fy = 0  N - W - Wa = 0  N = 3mg

Fx = 0  P - fs = 0  P = s N = 1,20mg

Misalkan anak tersebut telah naik sejauh d, dengan mengambil dasar tangga sebagai
pusat putaran O, maka :  = 0  PL cos 60o - W(L/2) sin 60o - Wad sin 60o = 0

d = [( 0,60 mgL - 0,43 mgL)/1,73 mg = 0,1 L

Dengan demikian tangga akan mulai tergelicir setelah anak tersebut naik sejauh 0,1
bagian dari tangga.

Anda mungkin juga menyukai