Anda di halaman 1dari 33

TEKNIK SCRAPING SITOLOGI SEL TERHADAP

PEMERIKSAAN SCABIES

PROPOSAL

OLEH :

CUT ANIDA LAYYINA


NIM.P07131321046

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2024
TEKNIK SCRAPING SITOLOGI SEL TERHADAP
PEMERIKSAAN SCABIES

PROPOSAL
“Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Melakukan Penelitian Pada
Prodi D III Teknologi Laboratorium Medis (TLM)”

OLEH :

CUT ANIDA LAYYINA


NIM.P07131321046

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2024
PERNYATAAN PERSETUJUAN
TEKNIK SCRAPING SITOLOGI SEL TERHADAP PEMERIKSAAN
SCABIES

( Cut Anida Layyina )


NIM. P07131321046

Banda Aceh, Februari 2024

Pembimbing I Pembimbing II

Asri Jumadewi, S.Si., M.Kes Erlinawati, SKM, M.Kes


NIP.197501252000032003 NIP.197308071994032003

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Teknik Scraping Sitologi Sel

Terhadap Pemeriksaan Scabies”. Dalam Penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah

ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Abdurrahman, SKP., M.Pd., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Aceh.

2. Bapak Safwan, SKM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan DIII Teknologi

Laboratorium Medis (TLM).

3. Ibu Asri Jumadewi, S.Si., M.Kes.,selaku Pembimbing I yang telah membimbing

serta banyak memberi saran dan masukan yang mendidik dalam penyusunan

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Ibu Erlinawati, SKM, M.Kes selaku Pembimbing II telah banyak membantu dan

membimbing dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Prodi D III Teknologi Laboratorium Medis (TLM).

6. Terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda dan Ibunda yang telah

menjadi orang tua terhebat yang membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta

dan kasih sayang, dengan do’a yang tiada henti dan perhatian tulus setiap harinya

serta memberikan semangat.

7. serta sahabat seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

ii
Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari

masih banyak terdapat kekurangan karena pengetahuan dan pengalaman yang

terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

sebagai masukan dan acuan dalam perbaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata saya mengharapkan semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat

digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan dibidang Teknologi

Laboratorium Medis (TLM) nantinya.

Banda Aceh, 24 Januari 2024

Penulis

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................. 1


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
1. Bagi Masyarakat ..................................................................... 5
2. Bagi Institusi Pendidikan........................................................ 6
3. Bagi Akademik ....................................................................... 6
4. Bagi Peneliti ........................................................................... 6
E. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 7


A. Scabies ........................................................................................ 7
1. Pengertian scabies .................................................................. 7
2. Siklus Hidup Scabies .............................................................. 8
3. Gambaran klinis ..................................................................... 9
4. Penyebab Penyakit ................................................................. 9
5. Dampak Penyakit ................................................................. 10
B. Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 11
1. Kerokan Kulit ....................................................................... 11
2. Mengambil Tungau Dengan Jarum ...................................... 11
3. Apusan Kulit......................................................................... 11
C. Jenis-jenis Pewarnaan ............................................................... 12
1. Kalium Hidroksida (KOH) ................................................... 12
2. Eosin ..................................................................................... 13
3. Giemsa .................................................................................. 13
D. Pengobatan ................................................................................ 13
E. Pencegahan ................................................................................ 14

BAB III KERANGKA PENELITIAN ................................................... 15


A. Kerangka Konsep ...................................................................... 15
B. Definisi Operasional ................................................................. 15

iv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..........................................16
F. Metode Penelitian ..................................................................16
G. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................16
1. Tempat ..............................................................................16
2. Waktu ...............................................................................16
H. Populasi dan Sampel .............................................................16
1. Populasi ............................................................................16
2. Sampel ..............................................................................17
I. Teknik Pengumpulan Data .....................................................17
J. Alat, Bahan, dan Reagensia ...................................................17
K. Prosedur Kerja ......................................................................17
L. Analisa data ...........................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................19

v
1 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan penunjang penyakit kulit, merupakan bagian dari proses

membangun diagnosis penyakit kulit. Pemeriksaan penunjang ini diperlukan

untuk memudahkan dalam menegakkan diagnosis yang disebabkan oleh fungus

(dermatomikosis superfisialis). Parasit yang dapat menimbulkan penyakit kulit

dapat berupa investasi, gigitan / sengatan maupun kontak langsung (Febriani,

2012).

Penyakit menular masih menjadi masalah di dunia, salah satunya di

bidang sitologi. Penyakit menular juga dikenal dengan penyakit kulit yang

disebabkan oleh jamur, virus, bakteri dan jenis parasit. Salah satu penyakit

kulit yang disebabkan oleh jenis parasit yaitu Scabies. Scabies (kudis)

disebabkan oleh Sarcoptes scabiei (varhominis) yaitu sejenis tungau (kutu).

Infestasi Scabies sering dikaitkan dengan lesi kulit dan frekuensi gatal yang

sangat mengganggu, terutama di malam hari. Tungau masuk ke dalam kulit

dan bertelur, sehingga memicu respons kulit yang menyebabkan rasa gatal

(Jumadewi et al., 2023).

Pada perkembangan teknologi di bidang kesehatan, khususnya dalam

mendiagnosa penyakit scabies, yaitu dengan memeriksa ada tidaknya tungau

Sarcoptes scabiei pada lapisan kulit. Diantaranya yaitu dengan melakukan

pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan tersebut biasanya menggunakan burrow ink

test, mikroskop, dermoskopi, dan PCR. Salah satunya yaitu dengan


2

menggunakan pemeriksaan kerokan kulit yang mudah dan praktis (Hermawan

et al., 2023).

Metode kerokan kulit atau biasa dikenal dengan skin scraping merupakan

cara yang mudah dalam memberikan hasil yang akurat, sehingga digunakan

untuk mendiagnosis scabies. Hasil kerokan kulit akan positif apabila

ditemukan Sarcoptes scabiei (tungau). Kelebihan dari pemeriksaan kerokan

kulit yaitu pemeriksaan ini mudah untuk dilakukan, cukup menggunakan alat

dan bahan yang sederhana (Hermawan et al., 2023). Diagnosis scabies dapat

dilakukan dengan mengecek keberadaan tungau, larva, telur atau kotoran

melalui pemeriksaan mikroskopis. Menurut penelitian dari Djuanda (2010),

kelainan yang terlihat pada kulit yang ditimbulkan oleh infeksi Sarcoptes

scabies sangat bervariasi. Tanda utamanya yaitu pruritus nokturna,

ditemukannya terowongan (kunikulus) dan ditemukan parasit Sarcoptes

scabies (Itsna et al., 2023).

Scabies dikategorikan sebagai penyakit tropis yang sering kali

diabaikan. Penyakit ini memiliki prioritas penanganan yang rendah sehingga

dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi, rasa gatal

pada lesi menimbulkan garukan dan mengakibatkan infeksi sekunder

terutama bakteri Streptococcus hemolitycus atau Staphylococcus aureus.

Penanganan dan pencegahan penularan yang cepat dan tepat diperlukan untuk

menurunkan angka insidensi dan morbiditas penyakit scabies (Pratama et al.,

2021).

Kalium Hidroksida (KOH) adalah basa kuat yang terbuat dari logam
3

alkali kalium yang bernomor atom 19 pada tabel periodik. Kalium

Hidroksida yaitu senyawa berbentuk Kristal dengan warna putih yang

higroskopis. Untuk mendapatkan larutan KOH 10%, Kristal KOH atau

Kalium Hidroksida harus di larutkan terlebih dahulu. Kalium hidroksida

merupakan senyawa yang sangat berbahaya, dapat menyebabkan luka bakar

kimia parah dan kebutaan, maka kita dianjurkan untuk menggunakan

pelindung terutama untuk mata (Anna, 2011).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

(Fusvitasari & Ariyadi, 2022) tentang gambaran kualitas awetan Sarcoptes

Scabiei pada konsentrasi 10% menunjukkan bahwa gambaran kualitas awetan

Sarcoptes Scabiei dengan konsentrasi KOH 10% menghasilkan kualitas

awetan preparat yang cukup baik. Sedangkan peneliti yang lain menyatakan

bahwa untuk mendiagnosis scabies dapat dilakukan dengan pengambilan

spesimen kulit baik itu cairan lesi maupun kerokan kulit (Jumadewi, S.Si. et

al., 2023).

A. Rumusan Masalah

Penyakit scabies menjadi salah satu penyakit kulit dengan insidensi

dan prevalensi yang tinggi, terutama pada anak sekolah boarding/asrama.

Diagnosis scabies dapat ditegakkan dengan mengecek keberadaan tungau,

larva, telur atau kotoran melalui pemeriksaan mikroskopis dengan Teknik

scraping sitologi sel.


4

B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui teknik pengambilan scraping sitologi sel terhadap

pemeriksaan scabies.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

terpercaya bagimasyarakat dalam tindakan preventif terhadap penderita

scabies, dan dapat memberikan informasi mengenai pemeriksaan scabies

menggunakan Teknik scraping sitologi sel.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang pembelajaran dan

praktikum dalam bidang sitologi mengenai pemeriksaan scabies

mengggunakanTeknik scraping sitologi sel

3. Bagi Akademik

Sebagai bentuk sumber bacaan dan referensi bagi tenaga

laboratorium dalam bidang sitologi mengenai pemeriksaan scabies

menggunakan Teknik scraping sitologi sel.

4. Bagi Peneliti

Sebagai bentuk ilmu pengetahuan dan menambah wawasan tentang

pemeriksaan scabies dengan tehnik scraping sitologi sel. Serta menambah

keterampilan dalam melakukan pemeriksaan di laboratorium.


5

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya sebatas pengambilan sampel dengan Teknik

scraping siotologi sel di Pesantren Al-fityan Aceh Besar.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Scabies

1. Pengertian scabies

Scabies merupakan penyakit infeksi kulit yang masih menjadi

permasalahan kesehatan masyarakat di dunia. Secara global, prevalensi scabies

mencapai kisaran 0, 2%-71% yang menjangkit paling banyak pada negara

berkembang, termasukIndonesia (Engelman, dkk., 2019). Di Indonesia, scabies

merupakan penyakit kulit yang sering ditemui di fasilitas kesehatan tingkat

pertama. Prevalensi scabies mencapai 9% (Riskesdas, 2013) dengan urutan ketiga

dari 12 penyakit kulit yang sering ditemui. Scabies sering menyerang usia muda

dan tua di suatu komunitas, negara beriklim tropis, komunitas ekonomi rendah

dan pemukiman padat penduduk. Penyakit ini memiliki prioritas penanganan yang

rendah sehingga dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi,

rasa gatal pada lesi menimbulkan garukan dan mengakibatkan infeksi sekunder

(Pratama et al., 2021).

Secara morfologik, parasit ini merupakan tungau kecil, berbentuk oval,

punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies betina berukuran 300x

350 µm, sedangkan jantan berukuran 150 x 200 µm. Stadium dewasa mempunyai

4 pasang kaki, 2 pasang kaki depan dan 2 pasang kaki belakang. Kaki depan

padabetina dan jantan memiliki fungsi yang sama sebagai alat untuk melekat, akan

tetapi kaki belakangnya memiliki fungsi yang berbeda. Kaki belakang

6
7

betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan kaki ketiga berakhir

dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan alat perekat (Mutiara &

Syailindra, n.d.).

2. Siklus Hidup Scabies

Gambar 2.1. Siklus Hidup Skabies

Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia

sebagai host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau

permukaan lain pada suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki kemampuan

untuk berinfestasi dan menggali terowongan. Penularan scabies dapat terjadi

melalui kontak dengan obyek terinfestasi seperti handuk, selimut, atau lapisan

furnitur dan dapat pula melalui hubungan langsung kulit ke kulit. Berdasarkan

alasan tersebut, scabies terkadang dianggap sebagai penyakit menular seksual.

Ketika satu orang dalam rumah tangga menderita scabies, orang lain dalam rumah
8

tangga tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk terinfeksi. Seseorang yang

terinfeksi Sarcoptes scabiei dapat menyebarkan scabies walaupun ia tidak

menunjukkan gejala. Semakin banyak jumlah parasit dalam tubuh seseorang,

semakin besar pula kemungkinan ia akan menularkan parasit tersebut melalui

kontak tidak langsung (Mutiara & Syailindra, n.d.).

3. Gambaran klinis

Gambar 2.3 Lesi Penyakit Scabies

Gambaran klinis skabies bervariasi dari gejala ringan sampai berat.

Manifestasi klinis disebabkan oleh infestasi tungau dan reaksi imunitas yang

dielisitasi oleh kontak dari produk tungau (saliva dan ekskreta). Patogenesis scabies

berhubungan dengan sistem imunitas (Haußmann, 2018).

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes

scabiei sangat bervariasi. Dikenal 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi

skabies yaitu, pruritus nokturna, menyerang sekelompok orang, ditemukannya

terowongan (kunikulus), dan ditemukan parasit Sarcoptes scabiei. Pruritus

nokturna adalah rasa gatal yang terasa lebih hebat pada malam hari karena

meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas (Mutiara

& Syailindra, n.d.).


9
10

4. Penyebab Penyakit

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme seperti virus, bakteri, parasit, ataupun jamur, yang

penularannya secara langsung ataupun tidak langsung.

a) Penularan secara langsung terjadi ketika kuman pada pendrita

berpindah melalui kontak fisik seperti sentuhan

b) Penularan secara tidak langsung terjadi ketika menyentuh benda seperti

kenop pintu ataupun keran air, kemudian langsung menyentuh mata,

hidung, mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu (Rahmaniyah &

Rachmawati, 2023).

Scabies atau kudis disebabkan oleh Sarcoptes scabiei (var hominis), yaitu

sejenis tungau (kutu atau mite) yang infestasinya berupa lesi kulit dan frekuensi

gatal yang hebat di malam hari. Kejadian ini akibat tungau masuk ke dalam kulit

dan bertelur, akhirnya memicu respons kulit yang menyebabkan rasa gatal dan

ruam yang hebat (Jumadewi et al., 2023).

Gatal dirasakan memberat ketika siang dan malam hari. Sensasi rasa gatal

akan menimbulkan respon penderita untuk menggaruk. Garukkan yang

berlebihan akan menimbulkan iritasi pada kulit. Lesi scabies muncul di kulit

menyerupai bulatan seperti jerawat kecil atau berubah warna, selanjutnya kulit

mengeras dengan kerak tebal yang mengandung ribuan tungau dan telur, dan

mudah terkelupas saatdisentuh (Rahmaniyah & Rachmawati, 2023).


11

5. Dampak Penyakit

Dampak yang timbul akibat scabies yang disebabkan pada masalah personal

hygiene antara lain dampak fisik yaitu munculnya gangguan kesehatan fisik berupa

gangguan pada kulit, kuku, rambut, mulut, gigi, telinga, hidung dan tenggorokan.

Dampak psikososial, yaitu terganggunya kebutuhan akan rasa nyaman,

kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan aktualisasi diri, harga diri dan

terganggunya interaksi sosial dengan lingkungannya (Prayogi et al., 2016).

B. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti scabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui

pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

1. Kerokan Kulit

Pada pemeriksaan laboratorium bisa melakukan pemeriksaan kerokan

kulit, testinta, dan video dermatoskopi. Kerokan kulit dilakukan di daerah sekitar

papula lama maupun baru. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi

denganKOH 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan di periksa di bawah

mikroskop. Diagnosis scabies positif apabila ditemukan tungau, nimpa, larva,

telur atau kotoran sarcoptes scabiei (Prayogi & Kurniawan, 2016).

2. Mengambil Tungau Dengan Jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap

(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan. Tungau

akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.


12

3. Apusan Kulit

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan

diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek

(enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan

mikroskop (Febriani, 2012).

C. Jenis-jenis Pewarnaan

Sitologi merupakan salah satu bidang yang berkaitan dengan ilmu yang

mempelajari tentang morfologi sel-sel secara individual atau sel yang berasal dari

fragmen jaringan yang diamati secara mikroskopis. Sedangkan sitopatologi

merupakan cabang sitologi yang khusus mempelajari tentang kelainan morfologi

akibat jejas atau faktor lainnya. Benar atau tidaknya suatu diagnosis tergantung dari

kualitas hasil sediaan sitologik yang dihasilkan. Sedangkan untuk menghasilkan

sediaan sitologik yang baik maka kualitas persiapan materi untuk dijadikan sediaan

wajib diketahui dengan benar (Nomor, 2022).

1. Kalium Hidroksida (KOH)

KOH atau Kalium Hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam

alkali kalium yang bernomor atom 19 pada tabel periodik. Kalium Hidroksida

adalah senyawa berbentuk Kristal dengan warna putih yang higroskopis. Untuk

mendapatkan larutan KOH 10%, Kristal KOH atau Kalium Hidroksida harus di

larutakan terlebih dahulu. Kalium hidroksida adalah senyawa yang sangat

berbahaya. Dapat menyebabkan luka bakar kimia parah dan kebutaan, untuk itu

kita dianjurkan untuk menggunakan pelindung , terutama pelindung mata. Kalium

Hidroksida (KOH) biasanya digunakan dalam praktikum mikologi untuk


13

melakukan pemeriksaan yaitu menjernihkan specimen rambut, kuku dan kerokan

kulit dari pasien yang terinfeksi jamur (Anna, 2011).

2. Eosin

Eosin merupakan pewarna sintetis yang berpotensi mencemari

lingkungan. Penggunaan pewarna alami dapat menggantikan pemakaian

pewarnan eosin (Sarode et al., 2022). Eosin merupakan larutan yang sering

digunakan dalam pemeriksaan mikroskopis sebagai usaha mencari protozoa

dan telur cacing serta digunakan sebagai bahan untuk pengenceran feses

(Gandasoebrata, 2007), telur cacing akan tampak jelas apabila diberi

pewarnaan dengan menggunakan eosin 2% sebagai pengganti larutan NaCl

fisiologis

3. Giemsa

Pewarnaan Giemsa adalah tata cara (prosedur) pewarnaan sediaan

jaringan (preparat) menggunakan larutan Giemsa untuk pemeriksaan sitologi.

Pewarnaan Giemsa merupakan teknik pewarnaan untuk pemeriksaan

mikroskopis yang sering digunakan untuk mengindentifikasi morfologi jenis

leukosit menggunakan larutan buffer pH 6,8 sebagai larutan pengencer Giemsa

(Itsna et al., 2023).

D. Pengobatan

Penatalaksanaan secara umum pada pasien dianjurkan untuk menjaga

kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan

handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam
14

dengan air panas. Syarat pengobatan yang harus di perhatikan yaitu semua

anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan secara

serentak dan personal hygiene, penderita harus mandi bersih, bila perlu

menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan

dipakai harus disetrika.

Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,

kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama

beberapa jam (Prayogi & Kurniawan, 2016).

Obat untuk mematikan Sarcoptes scabiei dinamakan skabisida,

sedangkan obat untuk mematikan telur Sarcoptes scabiei dinamakan ovisida.

Sulfur presipitatum merupakan contoh obat yang hanya bersifat skabisida.

Sementara permetrin dan gama benzen heksaklorida adalah obat yang dapat

berfungsi baik sebagai skabisidamaupun ovisida (Trasia, 2020).

E. Pencegahan

Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang

yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan

topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah

penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau

scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk

mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang

digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan

udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet
15

dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner) (Triana

& Razi, 2020).


16

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Scraping sel Penderita skabies

B. Definisi Operasional
Variabel Definisi Hasil Skala
Cara Ukur Alat Ukur
Penelitian Operasional Ukur Ukur
Variabel Independen
Scrapin Kerokan kulit Pemeriksaan Mikroskop Adanya Nominal
g sel merupakan mikroskopis tungau
(Keroka cara (slide) (Sarcoptes
n Kulit) pengambilan scabiei)
spesimen +/-
kulit pada
penderita
scabies
melalui swab
dan scraping.

Variabel Dependen
Penderita Scabies Penderita Scabies presentase Nominal
Scabies adalah scabies
penyakit kulit
yang
disebabkan
oleh tungau,
seperti
timbulnya
ruam, gatal,
papula, kulit
kering,dan
berkerak.

15
17

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif yaitu suatu metode untuk memberikan gambaran tentang suatu

keadaan secara objektif. Penelitian untuk mengetahui adanya tungau Sarcoptes

scabiei pada penderita scabies menggunakan teknik scraping sel.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di pasantren Al-fityan, setelah

mendapatkan sampel kerokan kulit pada penderita scabies akan maka dilakuka

pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Teknologi Laboratorium Medis

Poltekkes Kemenkes Aceh, Jl. Tgk. Moh. Daud Beureueh No. 168 A, Kuta

Alam, Kec. Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Aceh 24415.

2. Waktu

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Maret 2024.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah santri yang memiliki lesi, ruam, dan

gatal pada kulit di Pasantren Al-fityan dengan Teknik pengambilan sampel

adalah scraping sitologi sel.

16
18

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah santri yang

masuk kriteria inklusi yaitu adanya lesi di kulit, gatal-gatal di pergelangan

tangan, sela- sela kaki, dan bagian tubuh lainnya. Sampel yang di dapatkan di

Pesantren Al- fityan Aceh Besar dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Teknik

Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Aceh dan diperiksa menggunakan

mikroskop.

D. Teknik Pengumpulan Data

Semua data diperoleh melalui hasil pemeriksaan k e r o k a n k u l i t

Scabies pada santriPesantren Al-fityan Aceh Besar.

1. Alat, Bahan, dan Reagensia

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Mikroskop, Objek glass, Skapel, Sarung tangan, Masker, Tisu, Cover


glass.

2. Bahan dan Reagensia

a. Mineral oil/silicon oil

b. KOH 10%

I. Prosedur Kerja

1. Cara Kerja

Langkah-langkah kerja sebagai berikut:

a) Teteskan 1 tetes silicon oil pada lesi kunikulus

b) Kerok lesi dengan pisau bedah steril


19

c) Pindahkan sampel ke objek glass dan tutup dengan covwr glass

d) Kemudian teteskan KOH 10%

e) Dan lihat dengan mikroskop perbesaran 40x

f) Positif apabila ada tungau di sampel tersebut

J. Analisa data

Data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian disajikan dalam bentuk

tabel.

Rumus purposive sampling

N= N

(1+Ne
20

DAFTAR PUSTAKA

Anna. (2011). Bab I ْ˚ ْ ‫با حض خ ْ ي‬. Galang Tanjung, 2504, 1–9.

Febriani, F. (2012). Karakteristik Penderita Skabies yang Berobat di Poliklinik


Kulit dan Kelamin RSUD Labuang Baji Makassar Periode Januari-Juni
2012.Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 55.

Fusvitasari, D. A., & Ariyadi, T. (2022). Gambaran Kualitas Awetan Sarcoptes


Scabiei Pada Konsentrasi Larutan KOH 10 %. PROSIDING , Seminar
Nasional UNIMUS, 5, 1248–1253.

Haußmann, A. (2018). Skabies. Deutsches Arzteblatt International, 115(27–


28), A1339. https://doi.org/10.22219/sm.v7i2.4080

Hermawan, R., Sabban, I., Rokim, M., & Fasmalaningrum, A. (2023).


Pemeriksaan Mikroskopis Scabies (Sarcoptes scabiei) dengan Metode
Kerokan Kulit Pada Santri di Pondok Pesantren. Jurnal Sintesis:
Penelitian Sains, Terapan Dan Analisisnya, 4(2), 134–139.
https://doi.org/10.56399/jst.v4i2.147

Itsna, I. N., Satria, R. P., Wulandari, P., & Miftahudin, M. (2023). Edukasi
Scabies Dan Perilaku Hidup Bersih & Sehat (Phbs) Pada Santri Pondok
Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan Balapulang. 4(1), 62–71.

Jumadewi, A., Wahab, I., & Munira. (2023). Pemeriksaan Mikroskopis Scabies
(Sarcoptes scabiei) dan Edukasi Personal Hygiene Santri di Dayah
Madrasatul Quran Aceh Besar. Jurnal PADE: Pengabmas Dan Edukasi,
5(2),53–57.
https://ejournal.poltekkesaceh.ac.id/index.php/pade/article/view/1402/475

Mutiara, H., & Syailindra, F. (n.d.). Skabies. 5(April 2016), 37–43. Nomor, V.
(2022). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 4, 867–874. Pratama, B.,
Marshalita, N., Kusmardika, D. A., & Ramadhanti, A. (2021).

Skabies dengan Infeksi Sekunder pada Pasien Anak Laki-Laki 13 tahun.

Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3(1), 153–158.

Prayogi, S., Fakultas, B. K., Lampung, U., & Parasitologi, B. (2016). Pengaruh
Personal Hygiene dalam Pencegahan Penyakit Skabies. 5.

19
21

Prayogi, S., & Kurniawan, B. (2016). Pengaruh personal hygiene dalam pencegahan
penyakit skabies. Jurnal Majority, 5(5), 140–143.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/939 Rahmaniyah,
B., & Rachmawati, K. (2023). Penerapan Kompres Air Rebusan
Daun Sirih Terhadap Kerusakan Integritas Kulit pada Keluarga An . A dengan
Skabies ( Studi Kasus pada Keluarga di Desa Sungai Alang Kecamatan
Karang Intan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan )
PENDAHULUAN Lahan basah. 5(2), 144–152.

Trasia, R. F. (2020). Pemilihan Skabisida dalam Pengobatan Skabies. Journal of


Pharmaceutical And Sciences, 3(2), 58–63. https://doi.org/10.36490/journal-
jps.com.v3i2.41.

Triana, Wi., & Razi, F. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Pencegahan Penyakit Scabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Nurul Iman Ulu
Gedong Kota Jambi Tahun 2019. JMJ, Special Issues, JAMHESIC, 93–97.
22

Lampiran 1 : Skema Kerja Penelitian

Kerokan kulit

Sampel tungau sarcoptes scabiei

Preparat kaca

Mikroskop

Hasil

Positif (+) Negatif (-)


23

Lampiran 2 : Gambar Sampel


1. Tungau

(Sumber : https://health.kompas.com/read/2020/05/14/180600668/gatal-akibat-
tungau--gejala-dan-cara-mengatasi?page=all)
24

Lampiran 3 : Prosedur Penggunaan Alat


1. Mikroskop

(Sumber : https://labsolusi.smartek.id/mikroskop-binokuler-2/)

Cara Kerja :

Menurut Dwidjoseputro (2010), Prosedur penggunaan mikroskop

sebagai berikut:

a. Memilih tempat kerja terang dan bersih.

b. Membersihkan setiap bagian mikroskop.

c. Mengatur penerangan.

d. Menggunakan objektif pembesaran 10x10 untuk mencari lapanganpandang.

e. Mengatur diafragma.

f. Memasang sediaan (preparat), diletakkan tepat diatas lubang pentas lalu dijepit dengan

penjepit preparat.

g. Melihat preparat dengan lensa okuler.

h. Mengatur lensa objektif sedekat mungkin dengan preparat.

i. Melihat dengan kedua mata terbuka pada okuler.


25

j. Memperjelas objek gambar dengan memutar pengatur halus.

k. Mengatur fokus cahaya pada setiap objek pengamatan dengan menggunakan kondesor.

l. Apabila telah selesai pemakaian maka mikroskop dibersihkan dan disimpan dalam lemari

penyimpan.
26

Lampiran 4 : Rancangan Anggaran Biaya


Adapun anggaran biaya yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah seperti yang
terdapat dalam table di bawah ini :

No Bahan Kebutuhan Jumlah harga

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Jumlah Total

Anda mungkin juga menyukai