Anda di halaman 1dari 12

Nama : Hani Dea Nova

NIM : 14020119120004

Mata Kuliah : Pemberdayaan Sosial (Kelas 1)

Dosen Pengampu : Dra. Nina Widowati, M.Si.

Tugas Minggu Ke-1

Mencari Pengertian dan Menguraikan :

1. Program Keluarga Harapan (PKH)

Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah


Indonesia telah melaksanakan Program Bantuan Langsung Tanpa Bersyarat (BLTB) yang
dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai salah satu tahapan menuju
sistem perlindungan sosial. Program Keluarga Harapan (PKH) tidak sama dan bukan
merupakan kelanjutan program subsidi atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang sudah
berlangsung selama ini dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan
daya beli pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. Program Keluarga
Harapan lebih dimaksudkan sebagai upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada
masyarakat miskin dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan sosial
penduduk miskin sekaligus sebagai upaya memotong rantai kemiskinan yang terjadi selama
ini.

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan tunai
bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Sebagai imbalannya RTSM
diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. Kesinambungan dari program ini
akan berkontribusi dalam memercepat pencapaian tujuan pembangunan milenium
(Millennium Development Gools). Setidaknya ada 5 komponen tujuan MDGs yang
didukung melalui PKH, yaitu penanggulangan kemiskinan ekstrim dan kelaparan,
Pencapaian pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan, pengurangan angka kematian anak, dan peningkatan kesehatan ibu. Dengan
PKH diharapkan peserta PKH (selanjutnya disebut Rumah Tangga/Keluarga Sangat
Miskin (RTSM/KSM) memiliki akses yang lebih baik untuk memanfaatkan pelayanan
sosial dasar, yaitu kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, termasuk menghilangkan
kesenjangan sosial, ketidakberdayaan dan keterasingan sosial yang selama ini melekat pada
diri masyarakat miskin.

Selanjutnya, sasaran peserta PKH adalah Keluarga Miskin (KM) dan yang memiliki
komponen kesehatan (ibu hamil, nifas, balita, anak prasekolah) dan komponen pendidikan
(SD sederajat, SMP sederajat, SMA sederajat) atau anak usia 6-21 tahun yang belum
menyelesaikan pendidikan wajib 12 tahun, penyandang disabilitas berat, dan lanjut usia
diatas 70 tahun.

Program Keluarga Harapan terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen pendidikan
yang mensyaratkan anak-anak peserta PKH terdaftar dan hadir di sekolah minimal
kehadiranya 85% dari jumlah hari efektif sekolah yang berlaku, komponen kesehatan
dengan kewajiban antara lain peserta mendapatkan layanan prenatal dan postnatal, proses
kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, melakukan imunisasi sesuai jadwal, dan
memantau tumbuh kembang anak secara teratur dengan minimal kehadiranya 85% dan
komponen kesejahteraan sosial yang terdiri dari penyandang disabilitas berat dan lanjut
usia 70 tahun atau lebih. Akses terhadap kesehatan dan pendidikan yang diberikan tersebut
diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat (miskin) agar lebih peduli terhadap
kesehatan dan pendidikan generasi penerusnya.

Adapun tujuan umum PKH adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
serta mengubah perilaku peserta PKH yang relatif kurang mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan, dan memutus mata rantai kemiskinan antar generasi. Tujuan tersebut
sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millennium Development Gools
(MDGs) Secara khusus tujuan PKH adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kualitas kesehatan RTSM/KSM.


2) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM/ KSM.
3) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya
bagi anak-anak RTSM/KSM. Dengan tujuan khusus tersebut diharapkan dapat
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bagi peserta PKH.

Program Keluarga Harapan (PKH) dalam jangka pendek memberikan efek pendapatan
(income effect) kepada rumah tangga miskin melalui pengurangan beban pengeluaran
rumah tangga. Untuk jangka panjang seperti telah dikemukakan, dapat memutus rantai
kemiskinan antar generasi melalui peningkatan kualitas kesehatan/nutrisi, pendidikan dan
kapasitas pendapatan anak di masa depan (price effect anak keluarga miskin) memberikan
kepastian kepada si anak akan masa depannya (insurance effect).

2. Kelompok Usaha Bersama (KuBE) Melalui Pemberdayaan Keluarga Sangat


Miskin (KSM) Perkotaan dan Pedesaan

Undang-Undang RI No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ditindaklanjuti


Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan UU RI
No 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dalam Rangka Penanggulangan
Kemiskinan. Kementerian Sosial sebagai instansi pemerintah yang menjalankan sebagian
tugas pemerintahan dan pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mencangkan
Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui pendekatan Kelompok Usaha Bersama
(Kube) dalam rangka Memantapkan Program Menghapus Kemiskinan (MPMK).
Kelompok Usaha Bersama (Kube) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial
yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial melalui proses kegiatan Prokesos
untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat
kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial (Departemen
Sosial RI, 1997).

Kube sebagai pendekatan program penanggulangan kemiskinan dilandasi suatu


pertimbangan atas kenyataan adanya keterbatasan yang melekat pada Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan keluarga miskin, seperti rendahnya sumber daya
manusia, kurangnya modal usaha dan keterbatasan kemampuan dalam menjalin jaringan
pemasaran. Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (Kube) merupakan pendekatan yang
terintegrasi dari 15 program penanganan fakir miskin. Kegiatan kelompok diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan anggota (PMKS keluarga miskin) dalam berwirausaha
dan berinteraksi sosial dengan sesama anggota ataupun masyarakat, sehingga pada
gilirannya mereka dapat meningkatkan kualitas taraf hidup, mengembalikan dan
meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu berpartisipasi dalam pembangunan.
Jalinan kerjasama dalam Kube diharapkan timbul efek lain, yaitu kepedulian dan
kesetiakawanan sosial. Cara tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat sekitar
untuk ikut serta dalam Proses Produksi yang dilakukan oleh para anggota Kube. Dengan
demikian, bukan hanya anggota Kube yang meningkat penghasilannya, namun masyarakat
sekitar juga merasakan manfaat dengan keberadaan kube.
Arah yang ingin dicapai dari Kube adalah untuk mempercepat penghapusan kemiskinan
melalui upaya peningkatan kemampuan berusaha pada anggota Kube secara bersama dalam
kelompok, peningkatan pendapatan, pengembangan usaha dan peningkatan kepedulian dan
kesetiakawanan sosial di antara para anggota Kube dengan masyarakat sekitar. Secara
umum Kube dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
sosial untuk penanggulangan kemiskinan. Terdapat 3 bidang kegiatan dalam program Kube
yaitu :

1) Bidang Kelembagaan
a) Membuat program kegiatan secara jelas dan rinci.
b) Membuat struktur organisasi dan pembagian tugas bagi semua anggota Kube.
c) Membuat fungsi masing-masing anggota Kube sesuai dengan struktur organisasi
yang ada.
d) Melakukan pencatatan & administrasi pembukuan.
2) Bidang Sosial
a) Melaksanakan pertemuan rutin bulanan anggota yang dihadiri oleh pendamping dan
aparat desa.
b) Melaksanakan pertemuan rutin anggota sesuai dengan kesepakatan yang sdh
ditentukan.
c) Menumbuhkan kesadaran & kemauan anggota kelompok untuk merubah kondisi
atau keadaan ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik.
d) Merintis melaksanakan Iuran Kesetiakawanan Sosial (IKS) dan usaha simpan
pinjam untuk kesejahteraan anggota keluarga Kube.
e) Mendorong anggota Kube untuk aktif dalam kegiatan keagamaan dan
kemasyarakatan.
f) Ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti kerja bakti lingkungan,
gotong royong, siskamling, dll.
g) Menumbuhkan kesadaran pada anggota tentang pentingnya pendidikan bagi
anggota keluarga dan masyarakat.
h) Menumbuhkan rasa kesetiakawanan di antara sesama anggota maupun dengan
lingkungannya, melalui partisipasi aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan.
3) Bidang Ekonomi
a) Pengeloalaan Usaha Ekonomis Produktif (UEP) yang sudah ada sehingga dapat
berhasil dan meningkatkan kesejahteraan para anggota Kube.
b) Pengembangan jenis usaha ekonomi produktif (UEP) yang sebelumnya hanya satu
menjadi beberapa jenis usaha.
c) Penggalian sumber-sumber dan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan dan kesejahteraan anggota Kube.
d) Melakukan pembaharuan atau inovasi terhadap teknik pengelolaan UEP untuk
tercapainya kebeerhasilan Kube yang optimal.
e) Mewujudkan usaha koperasi yg dapat mendukung pengelolaan Usaha Ekonomi
Produktif (UEP) dan peningkatan kesejahteraan keluarga para anggota Kube.
f) Pengembalian dana pengguliran secara utuh kepada yang membutuhkan.
g) Membangun kerejasama dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak yang dapat
mempercepat keberhasilan Kube.

Adapun manfaat dari adanya program Kube antara lain yaitu :

1) Terdapatnya manfaat sosial kelembagaan secara kelompok bagi Fakir Miskin yang
memberdayakan Kelompok fakir miskin tersebut.
2) Menjadi penguat jaringan kerja bagi kelompok fakir miskin.
3) Sebagai bagian dari area publik bagi fakir miskin dalam mengakses sumber-sumber
potensi kesejahteraan sosial.
4) Sebagai ornamen motivator bagi kelompok fakir miskin untuk membentuk
kekuatan ekonomi dan sosial demi kesejahteraan masyarakat secara umum karena
kaum fakir miskin merupakan bagian dari sebuah komunitas yang perlu
diberdayakan.
5) Diharapkan menjadi bagian dari pranata sosial masyarakat untuk dijadikan acuan
kelompok bersama secara ekonomi dalam menentukan dan meningkatkan
kesejahteraan sosial.

Supaya proses pemberdayaan kelompok melalui pendekatan Kube lebih optimal


maka pendekatan yang digunakan harus berorientasi pada pendekatan community
development dimana pendekatan ini lebih mengedepankan kekuatan yang ada pada
kelompok Kube tersebut. Hal ini berarti bahwa kekuatan, kemampuan, keterampilan,
sumber-sumber, dan potensi yang dimiliki oleh anggota menjadi faktor utama dalam
pengembangan Kube tersebut.

3. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar (PSLUT)

Pemerintah memberikan perlindungan terhadap lanjut usia khususnya lanjut usia


terlantar melalui Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar (PSLUT). Terkait Program Sosial
Lanjut Usia Terlantar (PSLUT), Program ini memiliki tantangan tersendiri mengingat
Indonesia saat ini mengalami masalah kependudukan yang memerlukan perhatian lebih
dari semua pihak, bukan hanya pemerintah. Masalah kependudukannya yaitu rendahnya
fertilitas dan tingginya angka harapan hidup. Tingginya angka harapan hidup sebenarnya
bukan menjadi masalah, bahkan menjadi sebuah prestasi bagi pemerintah. Tingginya angka
harapan hidup artinya adalah bertambahnya jumlah lanjut usia. Di Negara berkembang
termasuk Indonesia lanjut usia dianggap sebagai beban dalam kependudukan. Sehingga
adanya Program Sosial Lanjut Usia Terlantar atau PSLUT nantinya akan bertambah
diperlukan dengan meningkatnya jumlah lanjut usia. Lanjut Usia Telantar adalah seseorang
yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya. Adapun kriterianya yaitu tidak terpenuhi kebutuhan dasar
seperti sandang, pangan, dan papan; dan terlantar secara psikis, dan sosial.

Menurut Permensos No. 19 tahun 2012 menyebutkan bahwa pelayanan sosial lanjut
usia dapat dilakukan baik di dalam panti maupun di luar panti dan dapat dilakukan baik
oleh pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota,
maupun masyarakat. Kebijakan untuk penduduk lansia saat ini lebih mengedepankan
pelaksanaan kesejahteraan sosial dengan kelompok sasaran prioritas yaitu penduduk lansia
terlantar yang karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar baik
jasmani, rohani maupun sosial. Kegiatan yang utama lebih ditujukan untuk perlindungan
dan rehabilitasi sosial, yaitu:

1) Panti reguler, yang memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi
lansia yang tinggal di panti.
2) Day Care untuk kegiatan dan aktualisasi lansia yang tinggal sendiri atau tinggal
bersama keluarga melalui pelayanan panti atau Dinas Sosial.
3) Home Care untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan pendampingan lansia terlantar atau
hidup sendiri di rumah dengan melakukan 2-3 kali kunjungan per minggu oleh pekerja
sosial.
4) Kelompok Usaha Bersama (KUBe) atau Usaha Ekonomi Produktif (UEP) untuk
peningkatan penghasilan dan pendapatan lanjut usia yang masih dapat produktif.
5) Asistensi Sosial untuk Lanjut Usia Terlantar (ASLUT) dengan memberikan bantuan
sosial Rp 300.000,- per bulan), dalam kegiatan ini dimungkinkan partisipasi masyarakat
setempat untuk lansia terlantar.

Arah kebijakan lanjut usia dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 diantaranya adalah memperkuat skema perlindungan bagi penduduk
lansia. Perlindungan penduduk lansia akan lebih diarahkan pada penyediaan layanan Long
Term Care (LTC). Layanan Long Term Care bagi lansia dianggap perlu lebih mendapat
perhatian karena para lansia mengalami kondisi kronis, penurunan fungsional, dan
keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Activities of Daily Living atau ADL),
sehingga mereka memiliki ketergantungan tinggi. Layanan LTC melibatkan tiga
komponen, yaitu:

1) Pemerintah berupa penyediaan sistem asuransi LTC dan layanan berbasis institusi
(institutional based).
2) Masyarakat menyediakan layanan berbasis komunitas (Community based).
3) Rumah tangga akan mendapatkan layanan penguatan kapasitas rumah tangga agar
dapat melakukan pelayanan kepada lansia menggunakan layanan berbasis rumah
tangga (Home-Based).
4. Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD)

Rehabilitasi Sosial merupakan salah satu hak kesejahteraan sosial yang dimiliki
penyandang disabilitas yang menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial sebagai lembaga
yang menetapkan standar rehabilitasi sosial yang ada di Indonesia berkordinasi dengan
Dinas Sosial Daerah Provinsi dan akan dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kabupaten/Kota
yang ada di setiap daerah. Kegiatan rehabilitasi sosial merupakan pembangunan
kesejahteraan sosial yang sangat penting, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 yang menyebutkan Rehabilitasi Sosial sebagai proses
refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan sehari-hari. Refungsional
dan pengembangan bagi penyandang disabilitas sangatlah penting agar tidak ada lagi
kesejangan sosial sehingga dapat tercapai tujuan akhir dari pembangunan bidang
kesejahteraan sosial di Indonesia.
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas adalah suatu proses untuk meningkatkan
fungsi sosial penyandang disabilitas secara optimal dan membantu proses integrasi sosial
penyandang disabilitas di masyarakat. Kegiatan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas
dirancang untuk menghasilkan upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat yang dapat menjangkau seluruh
penyandang disabilitas yang mengalami masalah sosial, sehingga mereka dapat setara
berada dalam lingkungan yang kondusif.

Rehabilitasi sosial diadakan untuk memberikan dorongan kepada penyandang


disabilitas supaya bisa mengembangkan kemampuan nya lebih lagi dan agar dapat melihat
kelebihan meskipun memiliki kekurangan, namun bisa berdaya guna di tengah tengah
masyarakat. Rehabilitasi sosial di harapkan memberikan pengaruh pada perkembangan
mental penyandang disabilitas. Sangat banyak penyandang disabilitas yang tidak mampu
untuk mengembangkan diri dan kemampuan karena tidak adanya dukungan sosial dari
masyarakat dan juga karena tidak adanya rehabilitasi sosial. Melalui rehabilitasi sosial
penyandang disabilitas diberikan materi materi berupa penguatan mental, pengembangan
kemampuan, dan pengembangan kreativitas sehingga tidak dianggap sebagai manusia yang
tidak produktif. Disamping itu di ajarkan untuk mampu menghadapi lingkungan
masyarakat, keluarga dan sebagai nya agar ketika mereka masuk dan bergabung dengan
masyarakat, tidak ada pandangan negatif terhadap penyandang disabilitas.

Rehabilitasi yang diberikan kepada penyandang disabilitas berfungsi untuk tindakan


pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), atau pemulihan/pengembalian
(rehabilitatif), dan pemeliharaan/penjagaan (promotif). Disamping memberikan pelatihan,
diberikan juga rehabilitasi sosial, dimana rehabilitasi sosial berfungsi untuk
mengembalikan keberfungsian sosial penyandang disabilitas. Adapun beberapa kebijakan
rehabilitasi sosial yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu antara lain

Kebijakan Rehabilitasi Sosial Oleh Pemerintah :

1) Bersama-sama dengan Kementerian terkait, menyusun peraturan teknis tentang


disabilitas yang diamanatkan oleh UU No 8/16 tentang penyandang disabilitas.
2) Menyediakan Kartu Penyandang Disabilitas untuk semua penyandang disabilitas mulai
dari anak-anak hingga orang tua. Kartu Disabilitas (KPD) adalah yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
3) Menyediakan alat bantu bertujuan untuk meningkatkan mobilitas mereka.
4) Melek Huruf braile.
5) Menyediakan asuransi kesehatan (PBI) dan program perlindungan sosial kondisional
(PKH) dan transfer tunai tanpa syarat (ASPD) untuk para penyandang disabilitas.
5. Program Perlindungan Sosial Anak (PPSA)

Program Perlindungan Sosial Anak adalah upaya yang terarah, terpadu dan
berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak. PPSA ini meliputi bantuan atau
subsidi pemenuhan kebutuhan dasar, aksesbilitas pelayanan sosial dasar, penguatan
orangtua atau keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Tujuan dari
PPSA adalah untuk mewujudkan pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap
anak dari penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi, sehingga tumbuh kembang,
kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.

Adapun sasaran dari Program Perlindungan Sosial Anak antara lain yaitu :

1) Anak balita terlantar, anak jalanan, anak yang berhadapan dengan hukum, anak
dengan kecacatan dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus agar
meningkat prosentase terhadap akses pelayanan sosial dasar.
2) Orangtua dan keluarga yang bertanggungjawab dalam pengasuhan dan
perlindungan kepada anak meningkat prosentasenya.
3) Penurunan prosentase anak yang mengalami masalah sosial.
4) Lembaga kesejahteraan sosial yang menangani anak meningkat baik
kuantitas maupun kualitasnya.
5) Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan Relawan Sosial di
bidang pelayanan kesejahteraan sosial anak yang terlatih meningkat.
6) Pemerintah Daerah (kabupaten/kota) yang bermitra dan berkontribusi melalui
dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dalam pelaksanaan PPSA.
7) Produk hukum perlindungan hak anak yang djperlukan untuk landasan hukum
pelaksanaan PPSA.

Penerima manfaat program ini diprioritaskan kepada anak-anak yang memiliki


kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial
seperti kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi
dan diskriminasi. Prioritas penerima manfaat dibagi dalam 5 (lima) kelompok, meliputi:
1) Anak balita terlantar dan/atau membutuhkan perlindungan khusus (5 tahun ke
bawah).
2) Anak telantar/tanpa asuhan orangtua (6 – 18 tahun), meliputi: anak yang
mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orangtua/keluarga atau
anak kehilangan hak asuh dari orangtua/keluarga.
3) Anak terpaksa bekerja di jalanan (6-18 tahun) meliputi: anak yang rentan
bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, anak yang bekerja dan hidup
di jalanan.
4) Anak berhadapan dengan hukum (6 – 18 tahun) meliputi: anak yang diindikasi
melakukan pelanggaran hukum, anak yang mengikuti proses peradilan, anak
yang berstatus diversi, anak yang telah menjalani masa hukuman pidana, dan
anak yang menjadi korban perbuatan pelanggaran hukum.
5) Anak dengan kecacatan (0 – 18 tahun), meliputi: anak dengan kecacatan fisik,
anak dengan kecacatan mental dan anak dengan kecacatan ganda.
6) Anak yang memerlukan perlindungan khusus lainnya (6 – 18 tahun), meliputi:
anak dalam situasi darurat, anak korban trafficking (perdagangan), anak korban
kekerasan baik fisik dan atau mental, anak korban eksploitasi, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi serta dari komunitas adat terpencil, anak yang
menjadi korban penyalagunaan narkotika, alcohol, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA), serta anak yang terenfeksi HIV/AIDS.

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) terdiri dari 5 komponen utama


program, antara lain yaitu:

1) Program Kesejahteraan Sosial Anak Batira (PKS-AB).


2) Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar/Jalanan (PKS-Antar/PKS Anjal).
3) Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum (PKS-
ABH).
4) Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKS-ADK).
5) Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Perlindungan Khusus (PKS-
AMPK).

PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang
dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan dan
bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat (conditional cash transfer), yang meliputi:
1) Bantuan sosial/subsidi pemenuhan kebutuhan dasar.

2) Peningkatan aksesbilitas terhadap pelayanan sosial dasar (akte kelahiran,


pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan air bersih, rekreasi, ketrampilan dan
lain-lain).

3) Penguatan dan tanggungjawab orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan


perlindungan anak.

4) Penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial anak.

REFERENSI :

Dinas Sosial Kabupaten Bantul. (2015). Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).
PROGAM KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (PKSA) – DINSOS (bantulkab.go.id).
Diakses pada 18 Februari 2022.

Dinas Sosial Kab. Buleleng. (2018). Lanjut Usia Terlantar.


https://dinsos.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/lanjut-usia-terlantar-65. Diakses
pada 18 Februari 2022.

Kementerian Sosial RI. (2016). Pedoman Pelaksanaan PKH.


https://pkh.kemensos.go.id/dokumen/DOCS20210519110138.pdf. Diakses pada 18
Februari 2022.

Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2019). Kelompok Usaha Bersama (KUBE).


https://kemensos.go.id/kube. Diakses pada 18 Februari 2022.

Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2021). Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas.


https://intelresos.kemensos.go.id/new/?module=Program+Dis. Diakses pada 18 Februari
2022.

Murah, Yusuf. (2016). PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) SEBAGAI INVESTASI


SOSIAL. Dosen FKIP Universitas Gunung Rinjani Selong-Lombok Timur.

Sekretariat Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Kab. Sragen. (2021). Program Keluarga
Harapan. https://ppkhsragen.com/tentang-pkh/manfaat-dan-tujuan-pkh/. Diakses pada 18
Februari 2022.
Syafar, M. (2018). Implementasi Program Kebijakan Sosial Bagi Kelompok Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Indonesia. Rapat Kerja Forum Komunikasi
Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam (FORKOMMASI) Wilayah II (Banten,
DK.I Jakarta Dan Jawa Barat), 1–17. http://repository.uinbanten.ac.id/6026/

Werdha, T., Sejahtera, B., Selatan, K., & Azkia, L. (2019). Life History : Lanjut Usia di Panti
Sosial. 1(3).

Widayanti, S. Y. M., & Hidayatulloh, A. N. (2015). Kinerja Kelompok Usaha Bersama (Kube)
dalam Pengentasan Kemiskinan Business Group Program Performance on Poverty
Elevation. Jurnal PKS, 14(2), 177.

Anda mungkin juga menyukai