net/publication/323957102
Penggunaan Limbah Peleburan Timah (Tin Slag) sebagai Agregat Kasar pada
Campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course untuk Perkerasan Jalan Raya
CITATIONS READS
2 182
2 authors, including:
Rudy Kurniawan
Bangka Belitung University
12 PUBLICATIONS 17 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Rudy Kurniawan on 03 December 2019.
ABSTRAK
Kepulauan Bangka Belitung terkenal merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia.
Disamping memproduksi Timah, perusahaan yang mengelola pertimahan juga menghasilkan
produk sampingan (limbah) berupa terak timah (tin slag) yang jumlahnya bertambah terus
setiap saat. Limbah ini belum dimanfaatkan seoptimal mungkin. Untuk itu perlu diadakan
penelitian tentang pemanfaatan limbah timah (tin slag) sebagai alternatif bahan untuk perkerasan
jalan raya. Agregat kasar merupakan sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, atau mineral
lainnya yang berupa hasil alam. Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS- WC) merupakan
lapisan pondasi atas dengan menggunakan bahan pengikat aspal. Letaknya berada dibawah
lapisan permukaan (wearing course). Kinerja suatu perkerasan dapat ditentukan dari pengujian
Marshall yang menghasilkan parameter stabilitas, kelelehan, kerapatan, rongga dalam
campuran, rongga dalam agregat, dan Marshall Quotient. Setelah melalui proses uji Marshall
didapat nilai Kadar Aspal Optimum untuk agregat biasa sebesar 5,75%, dan untuk tin slag
sebesar 4,80%. Dengan menggunakan metode pengujian yang didasarkan pada standar Bina
Marga telah memenuhi persyaratan, sehingga tin slag dapat digunakan sebagai bahan pengganti
agregat kasar untuk perkerasan jalan raya dan dapat membantu dalam upaya pemeliharaan
lingkungan.
Kata kunci: Tin slag, Hot Rolled Sheet-Wearing Course, Kadar Aspal Optimum
menghasilkan 56.138 Metric Ton logam uantuk pemanfaatan limbah tin slag ini
timah. (Bangka Belitung Dalam Angka, untuk perkerasan jalan.
2009), artinya potensi ini memiliki
produksi dan cadangannya cukup besar
namun menyisakan limbah (tin slag) yang
TINJAUAN PUSTAKA
begitu signifikan jumlahnya.
Susunan lapisan perkerasan jalan
Sejak era otonomi daerah yang Lapisan-lapisan perkerasan bersifat
otoritas kewenangannya diserahkan ke memikul dan menyebarkan beban lalu
daerah memberikan kesempatan kepada lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan.
masyarakat untuk membangun perusahaan Lapisan-lapisan tersebut seperti, lapisan
di bidang pertambangan ini yang biasa permukaan, lapisan pondasi atas, lapisan
disebut smelter, yang sampai saat sekarang pondasi bawah, dan lapisan tanah dasar.
jumlahnya 37 Smelter yang ada di
Bangka Belitung. Dari 37 smelter yang
ada, jumlah perusahaan yang melaporkan
ekspornya ke Departemen Perdagangan
hanya 14 perusahaan yang hingga Oktober
2007 ekspor timah batangan volume
totalnya 74.675,73 ton. Apalagi dengan di Sumber: Sukirman, 1999
syahkannya Peraturan Daerah (Perda) No. Gambar 1. Lapisan perkerasan jalan
6 tahun 2003 tentang penambangan
umum yang diterbitkan Pemerintah Agregat
Kabupaten Bangka sebagai turunan dari Agregat (aggregate) didefinisikan
Undang-Undang Pokok Pertambangan secara umum sebagai formasi kulit bumi
Tahun 1967. Hingga terbitlah Peraturan yang keras dan solid. Selain itu
Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang agregat/batuan didefinisikan juga sebagai
Minerba yang mengatur tentang tata bahan berbutir yang berbentuk sebagai batu
laksana pertambangan. pecah, kerikil, pasir dan abu batu.
Ditinjau dari segi ekonomisnya, Agregat/batuan merupakan komponen
pemanfaatan limbah ini sebagai bahan utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu
perkerasan jalan, sangat mudah didapat mengandung 90-95% agregat berdasarkan
dalam jumlah besar dan harganya murah persentase berat atau 75-85% agregat
karena belum banyak dimanfaatkan. berdasarkan persentase volume. Dengan
Disamping itu juga membantu dalam upaya demikian daya dukung, keawetan dan mutu
peningkatan pemeliharaan lingkungan perkerasan jalan ditentukan juga dari
yang akhir-akhir ini menjadi pusat sifat agregat dan hasil campuran agregat
perhatian dunia dan Indonesia umumnya, dengan material lain.
terlebih Kepulauan Bangka Belitung Agregat kasar adalah agregat yang
khususnya. Sehingga diperlukan kajian tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) yang
terdiri dari batu pecah atau kerikil, dan
menentukan ukuran agregat yang tertahan tengah rentang kadar aspal yang memenuhi
dan yang lolos berdasarkan ketentuan semua parameter yang disyaratkan.
Spesifikasi Bina Marga 2010.
6. Penentuan Campuran
4. Pengujian Agregat Halus a. Persiapan benda uji
Pada pengujian agregat halus Sebelum dilakukan pembuatan benda
dilakukan pengujian Sand Equivalen untuk uji, agregat dipisahkan dengan cara
menentukan nilai kadar lumpur. penyaringan kering dan pengayakan ke
dalam fraksi-fraksi sesuai gradasi agregat
5. Perkiraan Kadar Aspal yang telah ditentukan untuk campuran HRS
Komposisi umum campuran aspal
– WC.
terdiri dari agregat, aspal dan filler,
Tabel 4. Ketentuan density
dimana ketiga unsur tersebut harus
memenuhi ketentuan sifat-sifat campuran
yang disyaratkan. Perkiraan awal kadar
aspal rancangan diperoleh dengan
mengunakan rumus Bina Marga
Spesifikasi Umum 2010, adapun rumus b. Pencampuran benda uji
yang digunakan adalah: Pencampuran untuk setiap benda uji
Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gram
0,18 (% filler) x K sehingga menghasilkan tinggi benda uji
kira-kira 63,5 mm ± 1,27 mm (2,5 ± 0,05
dimana : inci).
Pb = Kadar aspal perkiraan
CA = Agregat kasar tertahan c. Pemadatan benda uji
saringan No. 8 Tahapan pemadatan benda uji yang
FA = Agregat halus lolos saringan dilakukan dilaboratorium sebagai berikut,
No. 8 dan tertahan No.200 Perlengkapan cetakan benda uji
Filler = Agregat halus lolos saringan dibersihkan serta bagian muka penumbuk
No. 200 dengan seksama dan panaskan sampai suhu
K = Konstanta ; 0,5 – 1,0 untuk antara 90°C - 150°C, selanjutnya cetakan
Laston (AC); 2.0 – 3,0 untuk diletakkan di atas landasan pemadat dan
HRS-WC ditahan dengan pemegang cetakan, dan
Hasil perhitungan dari benda uji seterusnya.
digambarkan batas-batas yang
disyaratkan, tentukan rentang kadar aspal 7. Pengujian Marshall
yang memenuhi ketentuan dalam Tahapan pengujian dilakukan
spesifikasi. Kemudian gambarkan rentang melalui perendaman benda uji dalam
kadar aspal dalam skala balok. Rancangan penangas air selama 30 – 40 menit
kadar aspal umumnya mendekati tengah- dengan temperatur tetap 60°C ± 1°C
untuk benda uji yang menggunakan aspal
padat, setelah itu untuk mengetahui indeks dan penyerapan) agregat kasar dan halus,
perendaman, benda uji direndam dalam pemeriksaan keausan dengan mesin Los
penangas air selama 24 jam dengan Angeles.
temperatur tetap 60°C ± 1°C. Benda uji Dari hasil pemeriksaan agregat kasar
dikeluarkan dari penangas air dan letakkan yang menggunakan agregat biasa maupun
dalam bagian bawah alat penekan uji tin slag didapat sudah memenuhi
Marshall, bagian atas alat penekan uji persyaratan Spesifikasi Bina Marga.
Marshall dipasang di atas benda uji dan
2. Analisa Pengujian Aspal
letakkan seluruhnya dalam mesin uji
Sebelum aspal digunakan dalam
Marshall.
penelitian, perlu terlebih dahulu diperiksa
sifat-sifat aspal tersebut dengan mengacu
ANALISA DAN PEMBAHASAN pada standar Bina Marga. Aspal yang
Analisa Kualitas Bahan digunakan adalah aspal keras Pertamina
Pemeriksaan kualitas bahan dengan nilai penetrasi 65,9; titik lembek
merupakan langkah awal dari penelitian ini, 49,25 °C; titik nyala 326 °C, titik bakar
sebab dengan memeriksa dan 338 °C; penurunan berat 0,230%;
menganalisa bahan yang akan dapat kelarutan dalam CCL4 99,5%; daktilitas >
diketahui sejauh mana mutu bahan yang 100 cm, penetrasi kehilangan berat
akan dipakai. Selanjutnya 84,22%, dan berta jenisnya 1,03.
membandingkannya dengan spesifikasi Sehingga aspal yang digunakan sudah
maupun syarat yang menjadi standar memenuhi Spesifikasi Bina Marga.
pengujian.
3. Analisa Susunan Butiran
1. Analisa Pemeriksaan Agregat Dari pemeriksaan analisa saringan,
Bahan agregat kasar yang berupa untuk mencapai gradasi yang telah
agregat biasa maupun tin slag setelah ditentukan dengan cara coba-coba.
dilakukan pengujian gradasi dicari prosen Agregat kasar maupun agregat halus telah
berat dari masing-masing agregat agar memenuhi spesifikasi sehingga cara
memenuhi persyaratan Spesifikasi Bina tersebut dapat digunakan. Hal ini bisa
Marga 2010. terjadi karena spesifikasi campuran ini
Dari perbandingan agregat antara menggunakan gradasi Hot Rolled Sheet -
agregat biasa dengan tin slag ini, pada Wearing Course menerus, sehingga
saringan ¾” pada agregat biasa lebih semua ukuran butiran digunakan.
sedikit menahan butiran dibanding
Analisa Pengujian Dengan Alat
dengan tin slag. Hal ini dikarenakan
Marshall
ukuran butiran pada tin slag lebih kecil
Dalam menganalisa hasil uji
dibandingkan dengan agregat biasa,
Marshall terlebih dahulu ditentukan
sehingga pada tin slag banyak yang lolos.
berat jenis maksimum teoritis dan berat
Pemeriksaan agregat meliputi isi benda uji. Berat jenis teoritis benda
pemeriksaan spesific gravity (berat jenis uji tesebut diperoleh setelah menghitung
berat jenis bulk total agregat, berat jenis 1. Pengujian Prosen rongga dalam
semu total agregat, berat jenis efektif total campuran (voids in total mix) Pada
agregat dan jenis bahan pengikat. Agregat Biasa dan tin slag
Kemudian dilakukan perhitungan Prosen rongga dalam campuran
karakteristik campuran yang meliputi: (voids in total mix) adalah banyaknya pori
Prosen rongga terhadap campuran, diantara butir – butir agregat yang
stabilitas, kelelehan dan kekakuan sesuai diselimuti aspal, atau dengan kata lain
dengan prosedur perhitungan Manual volume pori yang masih tersisa setelah
Pemeriksaan Bahan Jalan dan spesifikasi campuran agregat – aspal dipadatkan.
Bina Marga.
Gambar 3. Grafik rongga dalam campuran pada agregat biasa dan tin slag
Dari grafik diatas, hasil analisa angka 3,660 % (agregat biasa) dan
Marshall dengan menggunakan agregat 4,073% (tin slag)
menunjukkan hubungan kadar aspal e. Pada kadar aspal 6% nilai rongga
dengan rongga terhadap campuran terhadap campuran menunjukkan
a. Pada kadar aspal 4% nilai rongga angka 3,242% (agregat biasa) dan
terhadap campuran menunjukkan 2,963% (tin slag)
angka 7,095% (agregat biasa) dan f. Pada kadar aspal 6.5% nilai rongga
7,961% (tin slag) terhadap campuran menunjukkan
b. Pada kadar aspal 4.5% nilai rongga angka 3,070% (agregat biasa) dan
terhadap campuran menunjukkan 2,216% (tin slag)
angka 6,143% (agregat biasa) dan g. Pada kadar aspal 7 % nilai rongga
5,055% (tin slag) terhadap campuran menunjukkan
c. Pada kadar aspal 5% nilai rongga angka 1,902% (agregat biasa) dan
terhadap campuran menunjukkan 2,074% (tin slag)
angka 5,877 % (agregat biasa) dan Dari analisa perhitungan Marshall
4,512% (tin slag) dan grafik diatas menunjukkan bahwa
d. Pada kadar aspal 5.5% nilai rongga pada kadar aspal 4%, prosen rongga
terhadap campuran menunjukkan terhadap campuran relatif tinggi dan pada
kadar aspal 4,5% sampai 7% prosen berarti sesuai dengan Spesifikasi Bina
rongga terhadap campuran terus turun. Marga.
Syarat batasan Bina Marga untuk prosen
2. Stabilitas Campuran
rongga terhadap campuran (3-5)%. Berarti
Stabilitas perkerasan jalan adalah
kurang dari 3% mengakibatkan permukaan
kemampuan lapis perkerasan dalam
jadi licin dan apabila melebihi 5% maka
menerima beban lalu lintas tanpa
campuran akan cepat rapuh. Dari hasil
mengalami perubahan bentuk yang tetap,
pengujian dengan kadar aspal optimum
seperti gelombang ( washboarding ), alur
nilai prosen rongga terhadap campuran
(rutting ), maupun bleeding.
4,25% (agregat biasa) dan 3,95% (tin slag)
Gambar 4. Grafik Nilai Stabilitas Pada Agregat biasa dan Tin Slag
Dari grafik diatas, hasil analisa (agregat biasa) dan 1235,194 kg (tin
Marshall dengan menggunakan slag)
agregat menunjukkan hubungan kadar e. Pada kadar aspal 6% nilai stabilitas
aspal dengan nilai stabilitas : menunjukkan angka 1119,217 kg
a. Pada kadar aspal 4% nilai stabilitas (agregat biasa) dan 1417,075 kg (tin
menunjukkan angka 738,604 kg slag)
(agregat biasa) dan 748,083 kg (tin f. Pada kadar aspal 6.5% nilai stabilitas
slag) menunjukkan angka 1181,615 kg
b. Pada kadar aspal 4.5% nilai stabilitas (agregat biasa) dan 1220,722 kg (tin
menunjukkan angka 902,570 kg slag)
(agregat biasa) dan 956,746 kg (tin g. Pada kadar aspal 7 % nilai stabilitas
slag) menunjukkan angka 960,186 kg
c. Pada kadar aspal 5% nilai stabilitas (agregat biasa) dan 1126,198 kg (tin
menunjukkan angka 948,344 kg slag)
(agregat biasa) dan 1184,220 kg (tin Dari analisa perhitungan Marshall
slag) dan grafik diatas menunjukkan bahwa
d. Pada kadar aspal 5.5% nilai stabilitas penambahan kadar 0,5% nilai stabilitas
menunjukkan angka 1075,189 kg terus naik namun pada kadar aspal 7%
Gambar 5. Grafik Nilai Kelelehan Pada Agregat Biasa dan Tin Slag
Dari grafik diatas, hasil analisa f. Pada kadar aspal 6.5% nilai kelelehan
Marshall dengan menggunakan menunjukkan angka 3,300 mm (agregat
agregat menunjukkan hubungan kadar biasa) dan 3,600 mm (tin slag)
aspal nilai kelelehan dengan terhadap g. Pada kadar aspal 7 % nilai kelelehan
campuran menunjukkan angka 3,433 mm (agregat
a. Pada kadar aspal 4% nilai kelelehan biasa) dan 3,612 mm (tin slag)
menunjukkan angka 2,876 mm (agregat Dari analisa perhitungan Marshall
biasa) dan 2,733 mm (tin slag) dan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai
b. Pada kadar aspal 4.5% nilai kelelehan kelelehan cenderung relatif meningkat
menunjukkan angka 2,883 mm (agregat pada setiap penambahan kadar aspal.
biasa) dan 2,883 mm (tin slag) Walaupun peningkatannya relatif kecil
c. Pada kadar aspal 5% nilai kelelehan tetapi dapat mempengaruhi timbulnya
menunjukkan angka 2,933 mm (agregat deformasi dan retak. Batas persyaratan
biasa) dan 3,467 mm (tin slag) dari Bina Marga untuk kelelehan adalah
d. Pada kadar aspal 5.5% nilai kelelehan
2-4 mm. Dari hasil pengujian dengan
menunjukkan angka 3,150 mm (agregat
kadar aspal optimum didapat nilai
biasa) dan 3,567 mm (tin slag)
kelelehan sebesar 3,35 mm (agregat biasa)
e. Pada kadar aspal 6% nilai kelelehan
dan 3,40 mm (tin slag). Berarti sesuai
menunjukkan angka 3,233 mm (agregat
dengan persyaratan Spesifikasi Bina
biasa) dan 3,583 mm (tin slag)
Marga.
Gambar 6. Grafik Kekakuan (MQ) Pada Agregat Biasa dan Tin Slag
Dari grafik diatas, hasil analisa 395,623 kg/mm (tin slag)
Marshall dengan menggunakan agregat f. Pada kadar aspal 6.5% nilai Marshall
menunjukkan hubungan kadar aspal nilai Quotient menunjukkan angka
Marshall Quotient dengan terhadap 358,078 kg/mm (agregat biasa) dan
campuran 348,580 kg/mm (tin slag)
a. Pada kadar aspal 4% nilai Marshall g. Pada kadar aspal 7% nilai Marshall
Quotient menunjukkan angka Quotient menunjukkan angka
257,319 kg/mm (agregat biasa) dan 279,747 kg/mm (agregat biasa) dan
273,722 kg/mm (tin slag) 312,977 kg/mm (tin slag)
b. Pada kadar aspal 4.5% nilai Marshall Dari analisa perhitungan Marshall
Quotient menunjukkan angka dan grafik diatas menunjukkan bahwa nilai
313,864 kg/mm (agregat biasa) dan Marshall Quotient relatif naik turun, pada
336,884 kg/mm (tin slag) kadar aspal 5,5% - 6,5% naik namun
c. Pada kadar aspal 5% nilai Marshall turun kembali pada kadar aspal 6,5%
Quotient menunjukkan angka hingga pada kadar aspal 7% menurun.
323,272 kg/mm (agregat biasa) dan Dari hasil pengujian dengan kadar aspal
342,049 kg/mm (tin slag) optimum didapat nilai Marshall Quotient
d. Pada kadar aspal 5.5% nilai Marshall 348,5 kg/mm (agregat biasa) dan 349,0
Quotient menunjukkan angka kg/mm (tin slag). Berarti memenuhi
477,341 kg/mm (agregat biasa) dan persyaratan dari Bina Marga yaitu 184 -
346,576 kg/mm (tin slag) 408 kg/mm.
e. Pada kadar aspal 6% nilai Marshall
Quotient menunjukkan angka
345,951 kg/ mm (agregat biasa) dan
dengan agregat biasa mempunyai struktur lebih fleksibel atau lebih mampu mengikuti
campuran yang kurang padat dan berisi, deformasi yang terjadi akibat beban lalu
hingga mempunyai nilai stabilitas yang lintas tanpa terjadi retak.
kurang sehingga terdapat agak banyak
2. Pembahasan Hasil Karakteristik
rongga pada campuran. Tingginya nilai
Campuran
prosen rongga disebabkan oleh besarnya
Nilai stabilitas, kelelehan dan
penterapan agregat biasa yang terjadi.
kekakuan dari campuran HRS-WC dengan
b. Stabilitas Campuran agregat biasa lebih kecil dibanding
Campuran HRS-WC dengan agregat dengan campuran HRS-WC menggunakan
biasa mempunyai nilai stabilitas yang lebih tin slag. Sedangkan nilai prosen dalam
rendah dibandingkan jika menggunakan tin campuran HRS-WC, agregat biasa lebih
slag. Perbedaan penurunan ini mencapai besar dari campuran HRS-WC dengan tin
115 kg. Hal ini menunjukkan kemampuan slag.
HRS-WC dengan tin slag menerima beban Dari hasil uji Marshall tersebut,
lebih kuat dibandingkan dengan agregat biasa nilai hasil pengujian telah
menggunakan agregat biasa. Disamping itu memenuhi persyaratan Bina Marga yaitu
juga bahan tin slag mempunyai massa yang nilai rongga dalam campuran, stabilitas,
lebih kuat dibanding agregat biasa. kelelehan dan nilai kekakuannya. Begitu
juga sama halnya dengan uji Marshall
c. Kelelehan Campuran
dengan menggunakan tin slag juga
Nilai kelelehan berpengaruh terhadap
memenuhi persyaratan Bina Marga.
rongga udara dan kekentalan. Nilai
Oleh karena itu, dari hasil
kekentalan pada tin slag lebih besar jika
pembahasan literatur mengenai sifat-sifat
dibandingkan dengan menggunakan agregat
kimia dan sifat-sifat fisik tin slag dimana
biasa. Perbedaannya tidak terlalu jauh
kecenderungan kelekatan tekstur
menonjol yaitu sebesar 0,05 mm. Hal ini
permukaan yang baik juga ketahanan
menunjukkan bahwa tin slag mempunyai
temperatur yang tinggi serta hasil dari
ketahanan lebih kuat dalam menahan beban
pemeriksaan dan pengujian pada campuran
berulang tanpa terjadinya retakan.
yang dilakukan pada campuran yang
d. Kekakuan Campuran menggunakan tin slag ini. Maka tin slag
Kekakuan campuran aspal tergantung bisa dipergunakan sebagai agregat kasar
dari stabilitas yang merupakan hasil bagi pada campuran Hot Rolled Sheet - Wearing
dngan kelelehannya, sedangkan besarnya Course (HRS-WC). Dan juga pemanfaatan
stabilitas dipengaruhi oleh kebutuhan aspal ini dapat mengurangi ketergantungan pada
dalam campuran. Bila dibandingkan dari agregat kasar atau batu pecah yang selama
hasil agregat biasa dengan tin slag, ini selalu dipergunakan sebagai agregat
ternyata nilai kekakuan untuk campuran pada setiap campuran aspal, terutama untuk
HRS-WC dengan tin slag lebih tinggi pemakaian daerah yang menghasilkan terak
sebesar 0,5 kg/mm. Dengan demikian timah (tin slag) dalam proses pengelolaan
campuran HRS-WC dengan agregat biasa bijih timah.
KESIMPULAN Belitung.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
Badan Standarisasi Nasional, 1996,
tentang penggunaan limbah peleburan
Metode Pengujian Gumpalan
timah (tin slag) sebagai pengganti agregat
Lempung dan Butir-butir Mudah
kasar pada campuran Hot Rolled Sheet–
Pecah Dalam Agregat, Standar
Wearing Course (HRS-WC), dapat
Nasional Indonesia.
disimpulkan sebagai berikut :
1. Karakteristik Marshall campuran Hot Badan Standarisasi Nasional, 2004,
Rolled Sheet – Wearing Course (HRS- Semen Portland, Standar Nasional
WC) pada tin slagmeliputi Rongga Indonesia.
dalam campuran 3,45%; Stabilitas
1225 kg; kelelehan 3,40 dan Departemen Pekerjaan Umum, 2010,
kekakuan 349 kg/mm memenuhi Spesifikasi Umum Pekerjaan Aspal,
syarat yang ditentukan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum,
Bina Marga Tahun 2010. Jakarta.
2. Nilai KAO untuk campuran Hot Suprapto, TM., 2007. Bahan dan Struktur
Rolled Sheet – Wearing Course (HRS- Jalan Raya, Penerbit Nova,
WC) menggunakan agregat biasa Bandung.
sebesar 5,75 sedangkan jika
menggunakan tin slag sebesar 4,80. Sukirman, S., 1991, Perkerasan Lentur
Sehingga masuk dalam rentang nilai Jalan Raya, Penerbit Nova,
Kadar Aspal Optimum. Bandung.
Badan Pusat Statistik, 2009, Kepulauan Tenriajeng, T. A., 2000, Rekayasa Jalan
Bangka Belitung Dalam Angka, Raya 2, Penerbit Gunadarma,
Provinsi Kepulauan Bangka Jakarta.
View publication stats