Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS FILM PERSPEKTIF BIOPSIKOLOGI

“SHUTTER ISLAND”
IDENTITAS FILM

Judul Film : Shutter Island

Tahun rilis : 2010

Sutradara : Martin Scorsese

Durasi : 2 Jam, 18 menit, 4 detik

Pemeran Utama :

1. Leonard Di Caprio : Teddy Daniels / Andrew Leaddis


2. Mark Ruffalo : Chuck Aule/ Dr. Sheehan
3. Ben Kingsley : Dr. Cawley
4. Michelle Wiliams : Dolores Channal

SINOPSIS FILM

Shutter Island adalah film adaptasi dari novel karya Dennis Lehane dengan genre
psychological thriller. Fil ini berlatar belakang tahun 1954, dimana ada seorang pria bernama
Teddy Daniels seorang agen Marshal (pangkat militer dan penegak hukum sipil di Eropa abad
pertengahan) bersama rekannya Chuck Aule, yang mendapat tugas untuk menyelidiki sebuah
kasus di pulau Shutter (Shutter Island). Telah dilaporkan bahwa seorang pasien di Rumah Sakit
Jiwa Ashecliffe bernama Rachel Solando telah melarikan diri. Berdasarkan informasi yang
diterima kedua marshal tersebut, Rachel Solando didiagnosis memiliki gangguan jiwa dan
menenggelamkan ketiga anaknya hingga meninggal. Selama penyelidikan Daniels dan Aule
merasa bahwa para dokter dan staf rumah sakit tidak mau bekerja sama membantu proses
penyelidikan. Di tenggah penyelidikan, Daniels mengalami migrain, mimpi terlibat dalam
peristiwa pembebasan Chanau (pembunuhan pasukan Jerman oleh tentara Amerika), dan sosok
istrinya bernama Dolores Chanal yang meninggal yang sering menampakan diri. Ternyata
semua yang dialami oleh Dennis hanyalah hasil dari delusinya. Titik terangnya adalah Dennis
sebenarnya bernama Andrew Leaddis yang dianggap sebagai pasien paling berbahaya di pulau
shutter. Andrew Leaddis ditahan karena menderita depresi setelah membunuh istrinya. Dokter
dan perawat disana berusaha mengikuti alur delusi Andrew Leaddis sebagai bagian dari terapi
penyembuhan. Seiring berjalannya waktu, proses penyembuhan tersebut berjalan lancar. Akan
tetapi, Andrew Leaddis kembali kambuh setelahnya. Pada akhir cerita semua terungkap mulai
dari nama-nama yang ada merupakan halusinasi dari Andrew Laeddis sendiri, kenyataan bahwa
dia adalah pasien nomor 67 pada rumah sakit itu, kenyataan bahwa yang dilakukan Teddy
merupakan karangan cerita fiksi dari Andrew sendiri, kenyataan bahwa mereka semua sengaja
masuk dalam cerita Andrew agar dia kembali sadar akan kenyataan dirinya, dan semua yang
terjadi adalah delusi maupun halusinasinya saja.

ANALISIS

Andrew Leddis mengalami gangguan psikologis yang dikenal dengan Skizofrenia.


Skizofrenia adalah suatu kelainan ditandai oleh penurunan keampuan dalam menjalani
kehidupan sehari-hari karena adanya suatu kombinasi dari halusinasi, delusi, gangguan pikiran,
gangguan pergerakan, dan ekspresi emosi yang tidak sesuai. Andrew mengalami delusi dan
halusinasi yang merupakan gejala perilaku pada penderita skizofrenia. Skizofernia ditandai
dengan gejala positif (perilaku yang muncul tapi seharusnya tidak ada) dan gejala negative
(perilaku yang tidak muncul, tetapi seharusnya ada [1]. Gejala positif skizofrenia terbagi
menjadi dua yaitu gejala psikotik dan disorganized(ekspresi emosi yang tidak sesuai, perilaku
aneh, dan gangguan pikiran). Gejala psikotik terdiri dari delusi (Keyakinan yang tidak terbukti),
dalam film ditunjukkan pada saat Andrew meyakini bahwa dirinya adalah seorang anggota
Marshal yang hebat(Menit 02.20). Delusi/waham yang dialami oleh Andrew adalah waham
kebesaran dimana seseorang memilki kepercayaan berlebihan terhadap dirinya. Gejala psikotik
selanjutnya adalah halusinasi, mulai dari melihat orang-orang yang mati dalam perang, melihat
istrinya (menit 27.42), melihat 2 mayat terbangun (Menit 58.49), melihat wanita yang
berlumuran darah dan telah membunuh ketiga anaknya (menit 1.00.42) mendengar suara-suara
istrinya yang mengatakan telah dibunuh oleh Laeddis (menit 1.03.20) dan istrinya yang selalu
mendorong Teddy agar tidak ke mercusuar dan segera pergi dari pulau itu (menit 1.40.48, menit
1.57.18). Halusinasi yang dialami oleh Andrew adalah halusinasi penglihatan dan
pendengengaran.
Pada film ini bentuk gangguan jiwa skizofrenia ditandai dengan perilaku Andrew yang
menolak akan kenyataan bahwa Andrew telah kehilangan seluruh keluarganya. Skizofrenia
Andrew mulai berkembang ketika Andrew mengira dan mempercayai bahwa dirinya seorang
detektif marshal dengan nama Teddy Edward Daniels yang akan menyelesaikan sebuah kasus
hilangnya pasien pada RSJ Ashecliffe yang bernama Rachel Solando dengan rekannya bernama
Chunk Aule, ia seolah melupakan dirinya sebagai Andrew. Andrew dalam film ini mengalami
skizofrenia tipe Paranoid. Jenis-jenis skizofrenia salah satunya yaitu Skizofrenia tipe Paranoid
dimana penderita skizofrenia biasanya mengalami kecemasan berlebihan dan memikirkan bahwa
orang-orang disekitarnya akan menyakitinya, adapun waham (delusi) lain yang diderita pada tipe
ini seperti waham kecemburuan, waham kebesaran, mengalami halusinasi, pada tipe paranoid
penderita sering kali memasukkan peristiwa-peristiwa yang tidak penting ke dalam pikiran
mereka. Dalam film ditunjukkan Andrew yang mencurigai segala sesuatu yang ada di dalam RSJ
dan dia beranggapan bahwa semua orang yang ada di sana tidak dapat dipercaya. (Menit
1.48.00) membuktikan bahwa andrew terkena gangguan kejiwaan berupa skizofrenia. Hal ini
dikarenakan dokter tersebut menjelaskan bahwa migran dan tangan yang mulai kaku yang
dialami andrew disebabkan penghentian obat.

Pengalaman traumatis menjadi salah satu faktor yang bisa menyebabkan munculnya
gangguan kejiwaan. Dalam film Andrew juga mengalami post traumatic stress disorder (PTSD)
yang ditunjukkan melalui ingatan-ingatan yang muncul dalam beberapa waktu. Kondisi PTSD
terjadi pada sebagian individu yang telah mengalami kejadian yang sangat menakutkan, misalnya
serangan yang mengancam nyawa atau melihat Individu lain dibunuh (Kalat, Edisi 9, 2015).
Trauma Andrew di masa lalunya bisa menjadi salah satu penyebab Skizofrenia yang dialaminya
setelah melihat istrinya membunuh ketiga anak mereka (menit 02.00.04), kemudia dia sendiri
yang membunuh istrinya (menit 02.03.20). Kejadian itu menjadi ingatan buruk yang membekas
di ingatannya sehingga menyebabkan stress yang berakhir halusinasi. Berbagai masalah
gangguan tidur telah dilaporkan pada kelompok pasien dengan diagnosis psikosis non-afektif
seperti skizofrenia termasuk insomnia, gangguan ritme sirkadian, hipersomnia dan mimpi buruk
[1]. Di dalam film pada moment ditunjukkan bahwa Andrew mengalami ganguan tidur berupa
insomnia dan dia juga mengalami mimpi buruk saat tidur.
Kebiasaan merokok yang dimiliki oleh Andrew dapat menjadi salah satu pendukung
terjadinya Skizofrenia. Pengaruh ganja dari rokok, telah ditemukan bahwa individu yang banyak
menggunakan ganja pada usia muda memiliki risiko lebih tinggi terkena gejala skizofrenia atau
psikotik [2]. Dalam ganja terdapat Δ 9 –THC (tertrahydrocannabinol) yang memicu otak untuk
melepaskan dopamin yang menimbulkan rasa senang. Sayangnya, efek jangka panjangnya dapat
merusak hippocampus. Hippocampus Berfungsi untuk mengelola memori, membantu manusia
mengenali objek, serta mengingat dan memahami bahasa yang didengar. Dapat dikatakan bahwa
pengaruh ganja pada penderita Skizofrenia memiliki hubungan, yaitu penderita Skizofrenia dapat
merasakan efek pelepasan dopamin. dari ganja Dengan demikian, penjelasan alternatif mengenai
hubungan antara penggunaan ganja dan skizofrenia mungkin adalah bahwa patologi sistem
cannabinoid pada pasien skizofrenia dikaitkan dengan peningkatan tingkat penggunaan ganja dan
peningkatan risiko skizofrenia , tanpa ganja menjadi faktor penyebab skizofrenia [3]. Jadi,
penggunaan tingkat penggunaan ganja pada pasien penderita skizofrenia dapat menyebabkan
resiko. Namun, ganja belum bisa dikatakan pasti sebagai faktor penyebab skizofrenia.

Terapi pengobatan yang dilakukan oleh Dr. Sheehan dan Dr. Cawley terhadap Andrew
yang mengalami skizofrenia adalah terapi psikodrama. Bahkan, Moreno (1955) pertama kali
menggunakan metode psikodrama dalam pengobatan orang dengan psikosis. Karena psikodrama
bersifat imajiner dan imajiner dan merupakan bentuk fantasi, psikodrama dapat memberikan
eksistensi dan peran tertentu dan peran, yang dapat mereka adopsi secara bersamaan dan dengan
itu mereka dapat mereka dapat menciptakan dan bertindak[4]. Seperti semua metode terapi
kelompok, psikodrama menggunakan universalitas, menanamkan harapan, dan memfasilitasi
pembelajaran interpersonal. Psikodrama juga berfokus pada di sini-dan-sekarang, perasaan pada
saat ini sambil mengekspresikan perasaan yang tidak menyenangkan di masa lalu. Selain itu,
tidak seperti metode lainnya, psikodrama menumbuhkan spontanitas, kreativitas, dan tindakan.
Dengan demikian, orang dengan psikosis dapat menemukan cara untuk mengekspresikan
pengalaman batin mereka melalui elemen-elemen ini mmeskipun ada hambatan fisik, emosional,
dan verbal. Lebih lanjut, dalam sesi psikodrama, anggota kelompok anggota kelompok yang
hanya menjadi bagian dari penonton dapat mengambil manfaat dari strategi coping yang
ditampilkan selama adegan protagonis atau mungkin memiliki kesempatan untuk mempraktikkan
strategi tersebut melalui pembalikan peran ketika mereka memiliki peran (sebagai protagonis
atau ego tambahan) dalam adegan ini. Akhirnya, psikodrama memungkinkan pasien untuk saling
membantu satu sama lain sambil melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri
(Casson, 2004 dalam Sevi dkk, 2020).

Dalam film juga membahas tentang operasi lobotomy yaitu salah satu pengobatan untuk
penderita Skizofrenia pada zaman dahulu. Dalam jurnal “ Psikosurgeri untuk skizofrenia : sejarah dan
perspektif” (Soares, dkk : 2013) [5], Psychosurgery adalah bedah saraf untuk gangguan mental
yang kemudia dinamai sebagai lobotomi. Bedah psiko awal untuk pengobatan skizofrenia
berdasarkan pengetahuan ilmiah dimulai pada tahun 1888, ketika psikiater Swiss Gottlieb
Burckhardt mengoperasi enam pasien dengan skizofrenia. Hasilnya tidak menguntungkan, dan
karyanya ditolak oleh komunitas ilmiah pada saat itu. Namun, sejak tahun 1937 dan seterusnya,
setelah dikembangkannya teknik pemutusan lobus frontal, yaitu leukotomi, oleh ahli saraf
Portugis Egas Moniz, dibantu oleh ahli bedah saraf Almeida Lima, jenis pembedahan ini
menyebar luas pada tahun 1930-an dan 1940-an. Namun, obat ini secara bertahap ditinggalkan
oleh pusat kesehatan yang lebih besar setelah ditemukannya antipsikotik yang lebih efektif, salah
satunya adalah klorpromazin, yang telah tersedia sejak tahun 1954.
DAFAR PUSTAKA

[1] Kalat. (2015). Biopsikologi . Buku 2, Edisi 9. Jakarta : Selemba Humanika

[2] Kanal, p., Patil, V., Patil, B., et.al. (2023). The marijuana-schizophrenia multifaceted nexus:
Connections and conundrums towards neurophysiology. Computational Biology and
chemistry, 107 ( 107957) https://doi.org/10.1016/j.compbiolchem.2023.107957
[3] Weiser, T & Noy, S. (2022). Interpreting the association between cannabis use and increased
risk for schizophrenia. Dialogues in Clinical Neuroscience, 3(1), 81-55
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.31887/DCNS.2005.7.1/mweiser

[4] Sevi. Ger. Masali. (2020). The effect of psychodrama sessions on psychotic symptoms,
depression, quality of life, and sociometric measures in patients with chronic
schizophrenia. The Arts in Psychotherapy, 71 (101719)
https://doi.org/10.1016/j.compbiolchem.2023.107957

[5] Soares. Paiva. Guertzenstein. et.al. (2013). Psychosurgery for schizophrenia: history and
perspectives. Neuropsychiatric Disease and Treatment, 9, 509-515
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.2147/NDT.S35823

Anda mungkin juga menyukai