Anda di halaman 1dari 63

ASMA BRONKIAL

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

SOP No. Revisi : 00

Tanggal : 05/01/2018
Terbit
Halaman :1/2

Puskesmas dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang

melibatkan banyak sel inflamasi dan mediator.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk prosedur ini dibuat

dimaksudkan agar petugas kesehatan di puskesmas Silayang dapat

melakukan penanganan penderita asma dengan baik dan benar

3.Kebijakan SK Kepala Puskesmas No. /SK/PUSK-SLY/I/2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis
4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan
5.Prosedur Anamnesa:

- Sesak napas pada asma khas disertai suara mengi akibat kesulitan ekspirasi.

- Pada auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi memanjang

- Keadaan sesak hebat yang ditandai dengan giatnya otot-otot bantu

pernapasan dan sianosis dikenal dengan status asmatikus yang dapat

berakibat fatal.

- Dispnoe di pagi hari dan sepanjang malam, sesudah latihan fisik (terutama

saat cuaca dingin), berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas,

berhubungan dengan paparan terhadap alergen seperti pollen dan bulu

binatang.

- Batuk yang panjang di pagi hari dan larut malam, berhubungan dengan

faktor iritatif, batuknya bisa kering, tapi sering terdapat mukus bening yang

diekskresikan dari saluran nafas.

6.Langkah- 1. Faktor pencetus serangan sedapat mungkin dihilangkan


langkah 2. Salbutamol 2 – 4 mg 3 x sehari untuk dewasa

3. Prednison hanya dibutuhkan bila obat-obat diatas tidak menolong dan

diberikan beberapa hari saja untuk mencegah status asmatikus. Namun


pemberiannya tidak boleh terlambat.
4. Penderita status asmatikus memerlukan oksigen, terapi parenteral dan

perawatan intensif sehingga harus dirujuk dengan tindakan awal sebagai

berikut :

 Penderita diinfus glukosa 5%

Aminofilin 5 – 6 mg/kgBB disuntikkan i.v perlahan bila penderita

belum memperoleh teofilin oral


 Prednison 10 – 20 mg 2 x sehari untuk beberapa hari, kemudian

diturunkan dosisnya sehingga secepat mungkin dapat dihentikan.

 Bila belum, dicoba diatasi dengan adrenalin, maka dapat digunakan

dulu adrenalin.

7. Bagan Alir -
8.Hal-hal yang
perlu
diperhatikan

9.Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Inap
3. Rawat Jalan

10.Dokumen Rekam Medis


Terkait

11.Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Historis
Perubahan
PNEUMONIA DAN
BRONKOPNEUMONIA
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

No. Revisi : 00
SOP : 05/01/2018
Tanggal Terbit
Halaman :1/2

Puskesmas dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal


dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli, sertamenimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk melakukan


penanganan penderita Pnumonia dan bronkopneumonia edengan baik
dan benar

3.Kebijakan SK Kepala Puskesmas No. /SK/PUSK-SLY/I/2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis.

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur Anamnesa:
Klasifikasi pneumonia pada balita sesuai dengan manajemen terpadu balita

sakit yaitu batuk disertai dengan napas cepat (usia < 2 bulan > 60 x/menit, 2

bulan – 1 tahun > 50 x/menit, 1-5 tahun > 40 x/menit).

- Pada dasarnya gejala klinisnya dapat dikelompokkan atas :

 gejala umum infeksi: demam, sakit kepala, lesu, dll.

 gejala umum penyakit saluran pernapasan bawah: seperti takipneu,


dispneu, retraksi atau napas cuping hidung, sianosis.
 tanda pneumonia: perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki basah
halus nyaring pada bronkopneumonia dan bronkofoni positif.
 batuk yang mungkin kering atau berdahak mukopurulen, purulen,
bahkan mungkin berdarah.
 tanda di ekstrapulmonal
 Leukositosis jelas pada pneumonia bakteri dan pada sputum dapat
dibiak kuman penyebabnya.
- Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan foto toraks, sedangkan uji serologi

dapat menentukan jenis infeksi lainnya. Selain memastikan diagnosis, foto

toraks juga dapat digunakan untuk menilai adanya komplikasi.


Diagnosis:

- Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.

- Pada pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara

ronki.

- Pemeriksaan penunjang : rontgen dada, pembiakan dahak, hitung jenis

darah, gas darah arteri.

6.Langkah- 1. Penderita pneumonia dapat dirawat di rumah, namun bila keadaannya berat
langkah penderita harus dirawat di rumah sakit untuk mendapat perawatan yang

memadai, seperti cairan intravena bila sangat sesak, oksigen, serta sarana

rawat
lainnya. Bayi memerlukan perhatian lebih khusus lagi.

2. Diberikan kotrimoksazol 2 x 2 tablet.

Dosis anak:

 2 – 12 bulan : 2 x ¼ tablet

 1 – 3 tahun : 2 x ½ tablet
 3 – 5 tahun : 2 x 1 tablet
3. Antibiotik pengganti adalah amoksisilin 25-40 mg/kg BB/ hari

7. Bagan Alir -
8. Hal- hal
yang perlu
Diperhatikan
9. Unit Terkait 1. UGD
2. Rawat Inap
3. Rawat Jalan

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait
11.Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan
Historis
Perubahan

BRONKITIS AKUT
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
SO No. Revisi : 00

P Tanggal Terbit : 05/01/2018


Halaman : 1/2

Puskesmas Dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Bronkhitis akut adalah peradangan pada bronkus yang disebabkan

oleh infeksi saluran napas yang ditandai dengan batuk (berdahak

maupun tidak berdahak) dan berlangsung hingga 3 minggu.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk melakukan

penanganan penderita bronkitis akut dengan baik dan benar

3.Kebijakan SK Kepala Puskesmas No. /SK/PUSK-SLY/I/2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis.
4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur Anamnesa:

1. Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan), sesak nafas


ketika
melakukan olah raga atau aktivitas ringan, sering menderita infeksi
pernafasan
(misalnya flu), bengek, lelah, pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan

tungkai kiri dan kanan, wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang
berwarna
kemerahan, pipi tampak kemerahan, sakit kepala, gangguan penglihatan.

2. Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu


hidung berlendir, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam
ringan dan nyeri tenggorokan.
3. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
batuk tidak berdahak, tetapi 1 – 2 hari kemudian akan mengeluarkan
dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah
banyak, berwarna kuning atau hijau.
4. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,
kadang terjadi demam tinggi selama 3 – 5 hari dan batuk bisa menetap
selama beberapa minggu.
5. sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat.
6. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk.
7. Bisa terjadi pneumonia.

Diagnosis:

 Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari


adanya
lendir.

 Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar


bunyi
ronki atau bunyi pernafasan yang abnormal

6. Langkah- 1. Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
langkah
dewasa bisa diberikan asetosal atau parasetamol; kepada anak-

anak sebaiknya hanya diberikan parasetamol.

2. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan, serta


menghentikan kebiasaan merokok.
3. Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya
menunjukkan bahwa
penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau
hijau
dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya

memiliki penyakit paru-paru.

4. Kepada penderita dewasa diberikan Kotrimoksazol. Eritromisin 250 –


500 mg 4 x sehari diberikan selama 7 – 10 hari.
5. Dosis untuk anak : eritromisin 40 – 50 mg/kgBB/hari. walaupun

dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae.

6. Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin.


7. Bila ada tanda obstruksi pada pasien segera rujuk.
7. Bagan Alir -
8. Hal- hal yang
Perlu
diperhatikan

9. Unit Terkait 1. UGD


2. Rawat Inap
3. Rawat Jalan

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait

11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Historis
Perubahan
DEMAM KEJANG
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

: 00
SOP No. Revisi
Tanggal Terbit : 05/01/2018
Halaman : 1/1

Puskesmas dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Demam kejang adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang
berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab lain.
2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk untuk mengatur

tatacara melakukan penanganan penderita kejang demam agar tidak terjadi

kerusakan otak lebih lanjut dan tidak terjjadi kejang berulang.

3.Kebijakan SK Kepala Puskesmas No. /SK/PUSK-SLY/I/2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis.

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam
dan prognosisnya.
2. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:
3. Diazepam per rektal (0,5mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena
tidak dapat dibangun dengan mudah
6.Langkah- 1. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:
langkah 2. Diazepam per rektal (0,5mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena
tidak dapat dibangun dengan mudah

7.Bagan Alir 1.
8. Hal- hal
yang perlu
Diperlukan

9. Unit 1. UGD
Terkait 2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Rawat Jalan
5. Poli umum

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait
11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan
Histori
Perubahan

BUTA SENJA
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

SOP No.Revisi : 00
Tanggal Terbit : 05/01/2018
Halaman : 1/1
Puskesmas dr. Monalisa
Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Buta senja/ rabun senja disebut juga nyctalopia atau hemarolopia adalah
ketidakmampuan untuk melihat dengan baik pada malam hari atau pada
keadaan gelap. Kondisi ini lebih merupakan gejala dari kelainan yang
mendasari. Hal ini terjadi karena kelainan sel batang retina untuk penglihatan
gelap.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penanganan buta senja


3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesa
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
3. Penatalaksanaan bila disebabkan oleh defisiensi vitamin a diberikan vitamin
a dosis tinggi.
4. Konseling dan edukasi memberitahu keluarga adalah gejala dari suatu
penyakit, antara lain; defisiensi vitamin a sehingga harus dilakukan
pemberian vitamin a dan cukup kebutuhan gizi.

6. Langkah-
langkah

7. Bagan Alir -
8. Hal- hal
yang perlu
Diperlukan

9. Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Rawat Jalan

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait

11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Histori
Perubahan
VERTIGO
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

: 00
SOP No. Revisi
Tanggal Terbit : 05/01/2018
Halaman : 1/2

Puskesmas dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan

sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa:


a. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan
vestibular.
b. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang

yang timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual

berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:

a. Vertigo vestibular perifer.Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis


b. Vertigo vestibular sentral.Timbul pada lesi di nucleus vestibularis batang
otak, thalamus sampai ke korteks serebri.
2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penanganan vertigo
3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesa
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik
3. Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
branddaroff :pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua
tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan
cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk
kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan
selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi,
siang dan malam hari masing-masing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2
minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.
4. Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan
yang sering digunakan
5. Kalsium antagonis cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi
vestibular dan dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan
linier. Dosis biasanya ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari 5.
Kriteria rujukan a. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat
antikonvulsi,apabila kejang demam sering berulang disarankan EEG.
6. Kriteria rujukan
a. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk.
b. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular setelah diterapi
farmakologik dan non farmakologik

6.Langkah-
langkah

7. Bagan Alir
8. Hal- hal
yang perlu
Diperlukan

9. Unit 1. UGD
Terkait 2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait

11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Histori
Perubahan
OTITIS MEDIA AKUT
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

SOP No. Revisi : 00

Tanggal : 05/01/2018
Terbit
Halaman :
Puskesmas dr. Monalisa
Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid

yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penanganan otitis media akut

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan

Pelayanan Klinis
4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur 1. OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya.

2. Stadium oklusi tuba


a. Berikan antibiotik selama 7 hari
b. Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 3 x sehari,
atau
c. Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 4 x sehari.
d. Obat tetes hidung nasal dekongestan
e. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
f. Antipiretik

3. Stadium hiperemis
a. Berikan antibiotik selama 10 - 14 hari
b. Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 3 x sehari,
atau
c. Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/kgBB 4 x sehari
d. Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari
e. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
f. Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya

4. Stadium supurasi
a. Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
b. Berikan antibiotik amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3 hari.
Apabila ada perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral
selama 14 hari.
c. Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT
untuk dilakukan miringotomi.

5. Stadium perforasi
a. Berikan antibiotik selama 14 hari
b. Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio H2O2 3%
dengan frekuensi 2 - 3 kali
6.Langkah-
Langkah

7. Bagan Alir -
8. Hal- hal
yang Perlu
Diperhatika
n

9. Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait

11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Histori
Perubahan
DIABETES MELITUS TIPE 1
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

SOP No. Revisi : 00

Tanggal Terbit : 05/01/2018


Halaman : 1/2

Puskesmas dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Diabetes melitus tipe 1 adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang

ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi

insulin) atau defek pada sekresi insulin , atau kedua-duanya

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk pasien Diabetes Melitus tipe 1

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan

Pelayanan Klinis
4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur 1. Petugas melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik penderita

2. Keluhan Khas DM :
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Polifagia
d. Penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
e. Keluhan tidak khas DM :
f. Lemah
g. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstremitas)
h. Gatal
i. Mata kabur
j. Disfungsi ereksi pada pria
k. Pruritus vulvae pada wanita
l. Luka yang sulit sembuh
3. Mencari faktor –faktor resiko
4. Anamnesis komplikasi DM
5. Pemeriksaan fisik lengkap :
a. BB,TB,TD Lingkar pinggang
b. Tanda neuropati
c. Mata (visus)
d. Jantung
e. Paru
f. Keadaan kaki,kuli dan kuku
6. Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan GDS/GDP
b. Reduksi Urine
7. Petugas menegakkan diagnosis DM pada penderita .
a. Gejala klasik DM + GDS >= 200 mg/dl
b. Gejala klasik DM + GDP >= 126 mg/dl
8. Petugas memberikan penatalaksanaan DM
9. Edukasi pasien
a. Perencanaan makan : konsul dengan petugas Gizi
b. Latihan jasmani (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 mnt.
c. Farmakologis : Obat Hipoglikemia Oral (OHO) yang diberikan dimulai
dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan respon
kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai hampir dosis maksimal
d. Penambah sensitivitas terhadap insulin
e. Metformin tab (500mg) : 1-3 x perhari 250-3000mg/hari bersama atau
sesudah makan.

6.Langkah-
langkah

7. Bagan Alir -
8. Hal-hal yang
Perlu
Diperhatikan

9. Unit 1. UGD
Terkait 2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait

11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Histori
Perubahan

FARINGITIS
Puskesmas dr. Monalisa
Silayang NIP.198102222006042022

1.Pengertian Faringitis adalah Peradangan dinding faring yang di sebabkan oleh


virus (40-60%), Bakteri (5-40%), Alergi, Trauma, Iritan

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk menangani penyakit


Faringitis

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Petugas mendapatkan hasil anamnesis
2. pasien dengan keluhan Nyeri tenggorokan,

3. sakit jika menelan, dan batuk,di sertai

4. lemas, anoreksia, demam, suara serak,

5. kaku, dan sakit pada otot leher.

6. Pemeriksaan fisis di dapatkan:

a. Faringitis viral : tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat

b. Faringitis bacterial : tampak tonsil

membesar, faring dan tonsil hiperemis,eksudat,bercak petechiae pada


palatum dan faring,kadang ditemukan limfa leher anterior
membesar,kenyal dan nyeri.

c. Faringitis fungal : tampak plak putih di orofaring dan pangkal lidah,


mukosa faring hiperemis.
7. Dari hasil anamnesis,pemeriksaan fisis, ditegakkan diagnosis Faringitis

a. Oral : Amoksisilin 50mg/kgBB dosis

b. dibagi 3 kali/sehari selama 10 hari dewasa

c. 3x500 selama 6-10 hari. Eritromicin

d. 4x500mg/hari. Kortikosteroid

e. DEksametason 3x0,5mg

6.Langkah-
langkah

7.Bagan Alir -

8. Hal-hal yang
Perlu
Diperhatikan
9. Unit Terkait 1. UGD
2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait
11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan
Histori
Perubahan

MATA KERING
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

: 00
SOP No. Revisi
Tanggal Terbit : 05/01/2018
Halaman : 1/2

Puskesmas dr. Monalisa


Silayang NIP.198102222006042022
1.Pengertian Mata kering adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya produksi komponen air

mata (musin, akueous, dan lipid).

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk pengobatan pasien mata


kering

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur A. Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan :

Pasien datang dengan keluhan mata terasa gatal dan seperti berpasir.
Keluhan dapat disertai sensasi terbakar, merah, perih dan silau. Pasien
seringkali menyadari bahwa gejala terasa makin berat di akhir hari
(sore/malam).

B. Faktor Risiko

a. Usia > 40 tahun


b. Menopause
c. Penyakit sistemik, seperti: sindrom Sjogren, sklerosis sistemik progresif,
sarkoidosis, leukemia, limfoma, amiloidosis, dan hemokromatosis
d. Penggunaan lensa kontak
e. Penggunaan komputer dalam waktu lama
C. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective )

a. Pemeriksaan Fisik

b. Visus normal
c. Terdapat foamy tears pada konjungtiva forniks
d. Penilaian produksi air mata dengan tes Schirmer menunjukkan hasil <10
mm (nilai normal ≥20 mm).
D. Pemeriksaan Penunjang Lanjutan

a. Umumnya tidak diperlukan

b. Penegakan Diagnostik (Assessment)

c. Diagnosis Klinis

d. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

E. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

a. Pemberian air mata buatan, yaitu tetes mata karboksimetilselulosa atau


sodium hialuronat.
F. Kriteria Rujukan

a. Dilakukan rujukan ke spesialis mata jika keluhan tidak berkurang


setelah terapi atau timbul komplikasi
6.Langkah-  Pemberian air mata buatan, yaitu tetes mata karboksimetilselulosa atau
langkah sodium hialuronat.

7.Bagan Alir -
8. Hal-hal
yang Perlu
Diperhatikan

9.Unit Terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

10. Dokumen Rekam Medis


Terkait

11. Rekaman No Yang dirubah Isi Perubahan Tanggal Mulai Diberlakukan


Histori
Perubahan

HEPATITIS A
No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018

S Tanggal Terbit : // 2018

O N0.Revisi :0

P Halaman : 1/1

Puskesmas dr. Monalisa

Silayang NIP.198102222
006042022

1.Pengertian Hepatitis A adalah sebuah kondisi penyaki tinfeksiakut di liver yang


disebabkan oleh hepatitis A virus (HAV), sebuah virus RNA yang

disebarkan melalui rute fecal oral

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah penanganan pasien Hepatitis A


3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1.Memberi asupan kalori dan cairan yang adekuat
2.Tirah baring

3.Tata laksana Farmakologi sesuai dengan gejala yang dirasakan oleh pasien

a. Antipiretik bila demam; ibuprofen 2x400mg/hari


b. Mual : Antiemetik seperti Metoklopropamid 3x10 mg/hari atau
Domperidon 3x10mg/hari
c. Perut perih dan kembung : H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1 x 20
mg/hari)

6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1.UGD


2.Rawat Jalan
3.Rawat Inap
4.Poli Umum

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
2.

ASTIGMATISMA RINGAN

No Dokumen :/SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/1

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Astigmatisma adalah keadaan di mana sinar sejajar tidak dibiaskan secara
seimbang pada seluruh meridian.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk dapat melakukan penanganan


terhadapa pasien astigmatisma ringan.

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Penggunaan kacamata lensa silindris dengan koreksi yang sesuai
Pemeriksaan
2. Penunjang Lanjutan tidak diperlukan

6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Poli Umum

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
2.

PENATALAKSAAN HIV AIDS TANPA


KOMPLIKASI
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S : // 2018
Tanggal Terbit
O :0
N0.Revisi
P
Halaman : 1/2
Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Penatalaksanaan HIV AIDS tanpa komplikasi adalah penatalaksaan pada pasien
dengan kumpulan gejala akibat penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh infeksi HIV.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkahuntuk pasien dengan HIV AIDS


tanpa komplikasi

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang Nomor : /2018 Tentang


Kebijakan Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Perawat memanggil pasien
2. Perawat menyapa pasien dengan ramah
3. Perawat mempersilahkan pasien duduk
4. Perawat melakukan anamnesa singkat untuk mengetahui keluhan utama
pasien
5. Perawat melakukan pengukuran tekanan darah pasien
6. Perawat mencatat hasil pemeriksaan pasien
7. Perawat mempersilahkan pasien ke meja dokter.
8. Dokter melakukan anamnesa untuk mengetahui keluhan utama serta
anamnesis terpimpin yang meliputi kulit kering yang luas, terdapat kutil di
genital, kandidiasis oral, dermatitis seboroik atau kandidiasis vagina
berulang, herpes zoster berulang atau lebih dari satu dermatom, herpes
genital berulang, moluskum kontagiosum, kondiloma, tuberculosis, batuk >1
bulan, sesak napas, pneumonia berulang, sinusitis kronis,nyeri kepala yang
semakin parah dan tidak jelas penyebabnya, kejang demam, menurunnya
fungsi kognitif.
9. Dokter melakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis HIV
AIDS tanpa komplikasi.
10. Dokter menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis serta terapi kedalam
buku status pasien.
11. Dokter memberikan terapi yang dituliskan dalam resep. Adapun
terapi yg diberikan adalah ARV (antiretrovirus), obat-obat infeksi
oportunistik dan obat koinfeksi.
12. Dokter memberikan resep kepada pasien.
13. Dokter memberikan edukasi kepada pasien beupa memberikan informasi
kepada pasien dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS dan menyarankan
untuk bergabung dengan
kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan
dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.
14. Dokter mempersilahkan pasien untuk mengambil obat di apotek.

6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Poli Umum
4. apotik
5. Rawat Inap

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan

1.

2.

GANGGUAN SOMATOFORM

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/1

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan
ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat
dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik. Padagangguan somatoform, orang
memiliki simtom fisik yang mengingatkan padagangguan fisik, namun tidak ada
abnormalitas organik yang dapat ditemukansebagai penyebabnya. Gejala dan
keluhan somatik menyebabkan penderitaanemosional/gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranansosial atau pekerjaan.

Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-purayang disadari atau


gangguan buatan

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah menangani penyakit gangguan


somatoform

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur 1. Melakukan pengumpulan data meliputi :


2. Pengkajian :
mencakup sistem-sistem organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan
tidak dapat didefinisikan
3. problem menstruasi/seksual
4. Orgasme terhambat
5. penyakit-penyakit neurologic,gastrointestinal, genitourinaria,
kardiopulmonar
6. pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya.
7. orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis.
8. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik
atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang
diketahui
9. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang
itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang
pada saat yang sama
6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan

1.
INFEKSI SALURAN KEMIH

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/1

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Infeksi saluran kemih adalah berkembang biaknya mikro organisme di dalam
saluran kemih, yang dalam keadaan normal tidak ada.

Gejala dan tanda ISK tidak selalu lengkap dan bahkan tidak selalu ada, gejala
yang lajim ditemukan adalah : disuria, polakisura, dan terdesak kencing
( urgensi ) yang semuanya sering terdapat bersamaan. Rasa nyeri sering di dapat
di daerah supra pubik atau pelvis berupa rasa nyeri atau seperti terbakar di
uretra atau muara uretra luar sewaktu kencing atau dapat juga di luar waktu
kencing.
2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan infeksi
saluran kemih dan mencegah terjadinya komplikasi

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Melakukan pengukuran tekanan darah pasien dan menanyakan umur pasien
serta mencatatnya dalam status .
2. Dokter menganamnesa pasien ditemukan keluhandisuria,polakisuria, dan
urgensi, kadang disertai demam.
3. Dokter melakukan pemeriksaaan.

4. Diagnosis infeksi saluran kemih ditegakkan dengan membuktikan adanya


mikriorganisme di dalam saluran kencing, piuria yaitu leukosit dalam urin >
10 / LPB. Hematuria juga dapat terjadi pada LSK dan dianggap positif jika
jumlahnya lebih dari 5 / LPB, dapat juga ditemukan proteinuria ringan.
5. Dokter memberikan pengobatan terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. Penyuluhan, kebersihan harus ditekankan pada penderita mengingat
banyaknya faktor predisposisi yang dapat mengagalkan pengobatan dan
menyebabkan timbulnya infeksi saluran kemih berulang.
b. Pengobatan, bertujuan untuk membebaskan saluran kemih dari bakteri,
antibiotik yang sering dipakai adalah golongan sulfonamid,
nitrofurantoin, kuinolon, ampisilin dan metenamin. Analgetik antipiretik
dapat diberikan sebagai pengobatan simtomatik bila diperlukan.
6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1. UGD


2. Rawat Jalan
3. Rawat Inap
4. Poli Umum

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan

1.
KANDIDIASIS
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

S : // 2018
Tanggal Terbit
O :0
N0.Revisi
P
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Kandidiasis mulut adalah infeksi dari Candida Albicans yang menyerang
kulit,mukosa maupun organ dalam,sedangkan pada bayi dapat terinfeksi melalui
vagina saat dilahirkan,atau karena dot yang tidak steril.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan Kandidiasis


mulut,menyembuhkan, dan mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas
pasien,mencegah kekambuhan dari kandidiasis mulut

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur Anamnesa:
- Kandidosis pada kulit memberikan keluhan gatal dan perih. Kelainannya

berupa bercak merah dengan maserasi di daerah sekitar mulut, di lipatan

(intertriginosa) dengan bercak merah yang terpisah di sekitarnya (satelit).

- Bentuk kronik ditemukan di sela-sela jari kaki, sekitar anus dan di kuku

(paronikia atau onikomikosis)

- Pada penderita DM biasanya terdapat sebagai vulvo vaginitis.

- Tampilan di mukosa mulut dikenal sebagai guam atau oral thrush yang

diselaputi pseudomembran. Daya kecap penderita berkurang disertai rasa

metal.

- Tampilan di usus dapat berupa diare.

- Sel ragi dapat dilihat di bawah mikroskop dalam pelarut KOH 10% atau

pewarnaan Gram.

Diagnosis:

Bercak merah dengan maserasi dan bercak satelit.

Penatalaksanaan:

- Faktor predisposisi yang dapat diatasi dihilangkan dahulu dan kebersihan

perorangan diperbaiki karena kalau tidak penyakit ini akan bersifat kronik
residif
- Obat terpilih untuk kandidiasis kulit atau mukosa mulut adalah

larutan gentian violet 1% (dibuat segar/baru) atau larutan nistatin

100.000 – 200.000 IU/ml yang dioleskan 2 – 3 kali sehari selama 3 hari


6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 5.UGD


6.Rawat Jalan
7.Rawat Inap
8.Poli Umum

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
2.

IMPLANT

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/2

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Pemasangan implant adalah suatu tindakan pemasangan alat kontrasepsi yang
dipasang dibawah kulit yang mengandung levonorgetrel yang dibungkus dalam
kapsul silastic silicon yang berisi hormone progesterone

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk menjarangkan kehamilan


selama 3-5 tahun.

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur A. Pemasangan kapsul norplant


1. Periksa kembali untuk meyakinkan bahwa klien telah mencuci lengannya
sebersih mungkin dengan sabun dan air dan membilasnya sehingga tidak
ada sisa sabun
2. Tentukan tempat pemasangan pada bagian dalam lengan atas
3. Beri tanda pada tempat pemasangan

B. Langkah/ kegiatan
1. Pastikan bahwa peralatan yang steril atau DTT dan kapsul norplant sudah
tersedia

C. Tindakan pra pemasangan


1. Cuci tangan dengan air dan sabun, keringkan dengan kain bersih
2. Pakai sarung tangan steril atau DTT
3. Usap tempat pemasangan dengan larutan antiseptic
4. Pasang kain penutup (doek) steril atau DTT disekeliling lengan klien

D. Pemasangan kapsul norplant


1. Suntikan anastesi local tepat dibawah kulit sampai kulit sedikit
menggelembung
2. Teruskan penusukan jarum kurang lebih 4 cm, dan suntikan masing
masing 1 cc diantara pola pemasangan nomer 1 dan 2, 3 dan 4,5 dan 6
3. Uji efek anastesi sebelum melakukan insisi pada kulit
4. Saat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skapel alternative lain tusukan
trokar langsung kelapisan dibawah kulit/subdermal)
5. Sambil mengungkit kulit, masukan terus ujung trokar yang berisi implant
dan pendorongnya sampai atas tanda satu (pada pangkal trokar) tepat
berada pada luka insisi
6. Keluarkan pendorong dan tekan dan masukan kapsul kearah ujung
7. Tarik trokar dan pendorongnya secara bersama sama sampai batas tanda
terlihat pada luka insisi (jangan mengeluarkan trokar dari tempat insisi)
8. Tahan kapsul yang telah terpasang dengan satu jari dan masukan kembali
trokar serta pendorongnya sampai tanda satu
Jangan menarik ujung trokar dari tempat insisi sampai seluruh kapsul
terpasang
9. Coba kapsul untuk memastikan kapsul telas terpasang
10. Coba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada dari insisi
E. Tindakan pasca pemasangan
1. Dekatkan ujung ujung insisi dan tutup dengan band aid
2. Beri pembalut tekan untuk mencegah perdarahan dan mengurangi memar
3. Taruh alat suntik ditempat terpisah dan letakan semua peralatan dalam
larutan klorin untuk dekontaminasi
4. Buang peralatan yang sudah tidak terpakai lagi ketempatnya (kasa, kapas,
sarung tangan, atau alat suntik sekali pakai)
5. Lepaskan sarung tangan dan rendam dalam larutan clorin
6. Cuci tangan dengan sabun dan air, kemudian keringkan dengan air bersih

F. Konseling pasca pemasangan


1. Gambar letak kapsul pada rekam medic dan catat bila ada hal khusus
2. Beri petunjuk pada klien cara merawat luka dan kapan klien harus datang
kembali ke klinik untuk control
3. Yakinkan pada klien bahwa ia dapat datang ke klinik setiap saat bila
menginginkan untuk mencabut kembali implant
4. Lakukan observasi selama lima menit sebelum memperbolehkan klien
pulang

G. Hal yang harus diperhatikan


1. Peserta KB implant sebaiknya menjaga agar daerah sayatan tetap kering
minimal selama 3 hari untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi
kemungkinan infeksi
2. Bila lengan akseptor terasa membengkak dan berwarna kebiru-biruan.
Hal tersebut biasanya akibat tindakan suntikan atau pemasangan implant
dan akan menghilang dalam 3-5 hari
3. Setelah 5 tahun atau 3 tahun untuk implanon pemakaian, implant dapat
dilepas
6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1.Rawat jalan


2.Kia
3.Loket pendaftaran/rekam medis

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
2.
PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL DENGAN
ASAM ASETAT(IVA)
S No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

Tanggal Terbit : // 2018


O
N0.Revisi :0
P
Halaman : 1/3

Puskesmas Kepala

Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Inspeksi Visual dengan Asam asetat adalah metode sederhana untuk deteksi dini
kanker leher rahim dengan menggunakan asam asetat

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untukdeteksi dini menggunakan


metode IVA bertujuan mengidentifikasi mereka yang mengalami lesi pra
kanker sehingga dapat memperoleh terapy segera untuk memutus perjalanan
hidup lesi pra kanker sebelum menjadi kanker

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur A. Memeriksa apakah peralatan dan bahan sudah tersedia:
1. Inspekulo
2. Lidi kapas
3. Asam asetat
4. Aquades
5. Kom steril dari plastik.
6. Handscoen.
7. Memeriksa lampu yang tersedia dan siap digunakan.
8. Menanyakan apakah ibu sudah BAK dan membersihkan serta membilas
daerah genitalnya bila perlu.
9. Meminta ibu untuk melepas pakaian dalam baik bra maupun celana dan
meminta ibu menggunakan kain.
1. Mencuci tangan kemudian menggunakan sarung tangan.

B. PEMERIKSAAN VISUAL MENGGUNAKAN ASAM ASETAT


(INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT/IVA)
1. Memasang speculum dan menyesuaikannya sehingga seluruh leher
rahim dapat terlihat.
2. Memasang cocor bebek speculum dalam posisi terbuka sehingga
speculum tetap berada di tempatnya agar leher rahim dapat terliht.
3. Memindahkan lampu / senter sehingga dapat melihat leher rahim denagn
jelas.
4. Memeriksa leher rahim apakah curiga kanker serviks atau terdapat
servisistis, ektopion, tumor, ovula naboti atau luka. Bila curiga kanker
serviks ppemeriksaan diakhiri, langsung ke langkah 12 dan seterusnya
tanpa melakukan langkah ke 13.
5. Menggunakan swab kapas yang bersih untuk menghilangkan cairan,
darah, atau mukosa dari leher rahim. membuang swab kapas yang telah
dipakai ke dalam wadah tahan bocor atau kantung plastic.
6. Mengidentifikasi ostium uteri, SSK (sambungan skuamo koloumnar)
dan zona transformasi. Bila SSK tidak bisa ditampakkan, lanjutkan
dengan prosedur pemeriksaan test Pap. Bila tes Pap tidak
memungkinkan untuk dilakukan, lanjutkan ke langkah 12, dan
seterusnya.
7. Mencelupkan swab bersih ke dalam cairan asam asetat lalu mengoleskan
pada leher rahim. membuang swab kapas ke dalam kantung lastik.
8. Menunggu minimal 1 menit agar asam asetat terserap dan tampak
perubahan warna putih yang disebut dengan lesi putih.
9. Memastikan SSK dengan teliti:
10. Memeriksa apakah leher rahim mudah berdarah.
11. Mencari apakah terdapat plak putih yang tebal dan meninggi atau lesi
putih.
12. Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap leher rahim dengan
swab bersih untuk menghilagkan mukosa, darah atau debris. Membuang
swab ke dalam kantung plastic.
13. Bila pemeriksaan visual telah selesai, gunakan swab baru untuk
menghilangkan sisa cairan asam asetat dai leher rahim dan vagina.
Membuang swab ke dalam kantung plastic.
14. Melepaskan speculum dan melakukan dekontaminasi dengan
meletakkan speculum dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
15. Melakukan pemeriksaan bimanual.

C. TUGAS / LANGKAH PASCA TES IVA


1. Meminta ibu untuk duduk, turuun dari meja periksa dan berpakaian.
2. Membersihkan lampu / senter dan alas tempat duduk paisen berturut-
turut dengan larutan klorin 0,5% cairan deterjen dan air bersih.
3. Merendam sarung tangan dalam keadaan dipakai ke dalam larutan klorin
0,5%. Melepas sarung tangan dengan membalik sisi dalam keluar.
4. Jika sarung tangan akan dibuang, buang ke dalam kantung plastik.
5. Jika sarung tangan akan dipakai ulang, dekontaminasi dengan merendam
sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
6. Mencuci tangan dengan air dan sabun sampai benar-benar bersih lalu
dikeringkan dengan kain kering dan bersih atau dianginkan.
7. Mencatat hasil tes IVA dan temuan lain ke dalam catatan medis ibu.
8. Jika didapatkan lesi putih, menggambar peta leher rahim dan daerah lesi
putih pada catatan medis ibu.
9. Membahas hasil pemeriksaan payudara dan tes IVA bersama ibu dan
menjawab pertanyaan.
10. Jika hasil pemeriksaan payudara dan tes IVA negative, sebutkan waktu
kunjungan berikutnya untuk menjalani kembali pemeriksaan payudara
dan tes IVA.
11. Jika hasil pemeriksaan payudara atau tes IVA positif atau dicurigai
terdapat kanker, membahas langkah-langkah selanjutnya.
12. Setelah member konseling, memberikan pengobatan atau merujuk.

6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1.Rawat jalan


2.Kia
3.Loket pendaftaran/rekam medis

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
PEMASANGAN IUD

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/3

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Pemasangan IUD adalah Suatu tindakan pemasangan alat kontrasepsi yang
dipasang dalam rahim yang berupa kerangka dari plastic yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungioleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu)

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkahuntuk pemasangan IUD


3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur 1. Sapa pasien dengan ramah dan perkenalkan diri anda dan tanyakan tujuan
kedatangannya
2. Berikan informasi umum tentang KB
3. Berikan informasi tentang jenis kontrasepsi yang tersedia dan keuntungan-
keterbatasan darimasing-masing jenis kontrasepsi (termasuk perbedaan
antara kontap dan metode reversible) :
a. Tunjukkan dimana dan bagaimana alkon tsb digunakan
b. Jelaskan bagaimana carakerja alkon tersebut
c. Jelaskan kemungkinan efek samping dan masalah kesehatan lain yang
mungkin akan dialami
d. Jelaskan efek samping yang umumnya sering dialami klien

A. Konseling Metode Khusus


1. Berikan jaminan akan kerahasiaan yang diperlukan klien
2. Kumpulkan data-data pribadi klien (nama, alamat, dsb)
3. Tanyakan tujuan repodruksi (KB) yang diinginkan (apakah klien ingin
mengatur jarak kelahiran atau ingin membatasi jumlah anaknya)
4. Tanyakan agama/ kepercayaan yang dianut klien, yang mungkin
menentang penggunaan salah satu metode KB
5. Diskusikan kebutuhan, pertimbangandan kekhawatiranklien dengan sikap
simpatik
6. Bantulah klien untuk memilih metode yang tepat
7. Jelaskan kemungkinan-kemungkinan efek samping AKDR Cu T 380 A,
sampai benar-benar dimengerti oleh klien

B. Konseling Pra-Pemasangan & Seleksi Klien


1. Lakukan seleksi klien (anamnesis) secara cermat untuk memastikan tidak
ada kesalahan untuk menggunakan AKDR
C. Riwayat Kesehatan Reproduksi :
1. Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdaran haid
2. Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
3. Riwayat kehamilan ektopik
4. Neri yang hebat setiap haid
5. Anemia berat ( Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30 )
6. Riwayat infeksi genetalia (ISG), Penyakit Menular Seksual (PMS), atau
infeksi panggul
7. Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
8. Kanker serviks
9. Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul dan
jelaskan apa yang akan dilakukan dan dipersilahkan klien untuk
mengajukan pertanyaan
D. Pemeriksaan Panggul
1. Pastikan klien sudah mengosongkan kandung kemihnya dan
mencuci area genetalia dengan menggunakan sabun dan air
2.Cuci tangan dengan air bersih mengalir dengan sabun,
keringkan dengan air bersih
3. Bantu klien untuk naik ke meja pemeriksaan
4.Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri, benjolan
atau kelainan lainnya di daerah supra pubik
5. Kenakan kain penutup pada klien untuk pemeriksaan panggul
6. Atur arah sumber cahaya untuk melihat serviks
7. Pakai sarung tangan DTT
8.Atur penempatan peralatan dan bahan-bhan yang akan
digunakaan dalam wadah steril atau DTT
9. Lakukan inspeeksi pada genetalia eksterna
10. Palpasi kelenjar skene dan bartolini amati adanya nyeri atau
duh (discharge) vagina
11. Masukkan spekulum vagina
12. Lakukan pemeriksaan inspekulo :
13. Pemeriksaan adanya lesi atau keputihan pada vagina
14. Inspeksi serviks
15. Keluarkan spekulum dengan hati-hati dan letakkan kembali
pada tempat semula dengan tidak menyentuh peralatan lain yang belum
digunakan
16. Lakukan pemeriksaan bimanual :
a. Pastikan gerakkan serviks bebas
b. Tentukan besar dan posisi uterus
c. Pastikan tidak ada kehamilan
d. Pastikan tidak ada infksi atau tumor pada adneksa
17. Lakukan pemeriksaan rektovaginal (bila ada indikasi) :
a. Kesulitas menentukan besar uterus retroversi
b. Adanya tumir pada cavum Douglasi
c. Celupkan dan bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin
0,5 % kemudian buka secara terbalik dan rendam dalam larutan klorin
E. Tindakan Pra Pemasangan
1. Jelaskan proses pemasangan AKDR dan apa yang akan klien rasakan
pada saat proses pemasangan dan persilahkan klien untuk mengajukan
pertanyaan
2. Masukkan lengan AKDR Cu T 380 A di dalam kemasan sterilnya
3. Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke belakang
4. Masukkan pendorong ke dalam tabung inserter tanpa menyentuh benda
tidak steril
5. Letakkan kemasan pada tempat yang datar
6. Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
7. Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong tabung inserter sampai ke
pangkal lengan sehingga lengan akan melipat
8. Setelah lengan melipat sampai menyentuh tabung inserter, tarik tabung
inserter
F. Prosedur Pemasangan AKDR
1. Pakai sarung tangan DTT yang baru
2. Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
3. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
4. Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati (takik pertama)
5. Masukkan sonde uterus dengan teknik ”tidak menyentuh” (no touch
technique) yaitu secara hati-hati memasukkan sonde ke dalam cavum
uteri dengan sekali masuk tanpa menyentuh dinding vagina ataupun bibir
spekulum
6. Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde
7. Ukur kedalaman cavum uteri pada tabung inserteryang masih berada di
dalam kemasan sterilnya dengan menggeser leher biru pada tabung
inserter, kemudian buka seluruh plastik penutup kemasan
8. Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa menyentuh permukaan
yang tidak steril, hati-hati jangan sampai pendoorongnya terdorong
9. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalamposisi horizontal (sejajar
lengan AKDR), sementara melakukan tarikan hati-hati pada tenakulum,
masukkan tabung inserter ke dalam uterus sampai leher biru menyentuh
serviks atau sampai terasa adanya tahanan
10. Pegang sertatahan tenakulum dan epndorong dengan satu
tangan
11. Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan teknik
withdrawal yaitu menarik keluar tabung inserter sampai
pangkal pendorong dengan tetap menahan pendorong
12. Keluarkan pendorong, kemudian tabung inserter didorong
kembali ke serviks sampai leher biru menyentuh
serviksatau terasa adanya tahanan
13. Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benang
AKDR kurang lebih 3-4 cm
14. Keluarkanseluruh tabung inserter, buang ke tempat sampah
terkontaminasi
15. Lepaskan tenakulum dengan hati-hati rendam dalam larutan
klorin 0,5 %
16. Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas
jepitan tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-60 detik
17. Keluarkan spekulum dengan hati-hati

G. Tindakan Pasca Pemasangan


1. Rendam seluruh pppperalatan yang sudah dipakai dalam larutan klorin
0,5 % selama 10 menit untuk dekontaminasi
2. Buang bahn-bahan yang sudah tidak dipakai lagi (kasa, sarung tangan
sekali pakai) ke tempat yang sudah disediakan
3. Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, bersihkan cemaran pada sarung tangan, buka secara
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5%
4. Cuci tangan dengan air sabun
5. Pastikan klien tidak mengalami kram hebat dan amati selama 15 menit
sebelum
6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1.KIA


2.Loket pendaftaran/rekam medis

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
2.
PERDARAHAN POST PARTUM
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

S Tanggal Terbit : // 2018

O N0.Revisi :0

P Halaman : 1/2

Puskesmas Kepala

Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Perdarahan Post Partum adalah perdarahan setelah bayi lahir (Kala IV)
sebelum / pada saa tsetelah plasenta lahir, dengan jumlah >500 cc.
2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkahuntuk Perdarahan Post Partum
3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan

Pelayanan Klinis
4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur 1. Pasiendiinfuse
2. Pasientidurtrendelenberg

3. Selimutitubuh pasien

4. Pasangoksigen

A. Atonia Uteri
1. Massage uterus melaluidinding abdomen dengan
2. Caratangankananpenolongmelakukangerakanmemutarsambilmenekan
fundus uteri.
3. Bersamaandengan massage uterus berimethergin 0,2
mg ( Metilergometrin ) iv
4. Bilapendarahanbelumberhenti ->berioxytosin 5-10 unit dalam 500 ml
Dextrose 5% atau RL.
5. Bilatindakan di atastidakmenolong ->kompresi bimanual,
dengancara :satutanganmasuk uterus, tangan yang lain menahankorpus uteri
melalui abdomen. Uterus diangkat, diantefleksikan, laludengangerakanmemutar
uterus dimassagedanditekan di antarakeduatangan.
6. Bilapendarahanbelumjugaberhenti ->tamponade uterus,
dengancara :salahsatutanganmemegangdanmenahan fundus uteri, tangan
yang lain memasukan tampon kasapanjangkedalam uterus. Tampon
dipasangdaritepiketepisampaiseluruhkavum uteri terisidanvagina
jugaterisitampon .Padadinding abdomen di atas fundus uteri diberiganjal -
>pasangstagen.
7. Tampon diangkat 24 jam kemudian.
8. Uterus yang makinmembesar, tanda vital yang makinjelek -
>rujukdenganketeranganbahwa di dalam uterus terpasang tampon
(selamadalamperjalanantetapdilakukankompresi bimanual).

B. Laserasi jalan lahir


1. Denganspeculumlakukaneksplorasi, apakahada Perlukaanjalanlahir /
robekan vagina / robekanserviks
2. Luka episiotomi / robekan perineum
3. Varisespecah
4. Ruptur uteri (terutamabilariwayatpersalinansebelumnyasulit /
dilakukantindakan)
5. Penanganan :
6. Perlukaan ->jahitansilang yang dalam

7. Ruptur uteri ->rujukke RS / RSUD


denganinfuseterpasangdidampingseorangparamedis.
8. RetensioPlasenta Lakukan
manual Plasenta :
9. Satutanganmenahan fundus, tangan yang lain (dengansikapobstetrik)
dimasukankedalamvakum uteri denganmenyusuritalipusat.
10. Pinggirplasenta( sisa ) dicaridandilepaskansecaratumpuldengansisi ulnar
tangan.
11. Setelahyakinsemuaplasentalepas ->genggamdankeluarkan.

12. Pengeluaraninidibarengidengan massage uterus


dariluardaninjeksiergometrin 0,152 mg / metergin 0,2 mg iv.

13. Biladitemukanplasentaakreta ->rujukke RS / RSUD


denganinfuseterpasangdisertaseorangparamedis.
14. Kelainan proses pembekuandarah ->Rujuk

6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1. KIA


2. Loket pendaftaran/rekam medis
3. Poned/persalianan

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan

1.

2.

PERSALINAN DENGAN LETAK SUNGSANG

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/2

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Persalinan pada bayi dengan presentasi bokong (sungsang) adalah di mana
letak bayi sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri
sedangkan bokong merupakan bagian terbawah (didaerah pintu atas
panggul/simfisis).
2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untukmengeluarkan hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur 1. Melihat tanda dan gejala Kala II


2. Mengamati tanda dan gejala Persalinan Kala IIIbu mempunyai dorongan
kuat untuk meneran. Ibu merasa adanya tekanan pada anusPerineum
menonjolVulva-vagina dan anus membuka
3. Menyiapkan peralatan
4. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk
mematahkan ampul oksitosin dan memasukkan 1 buah alat suntik sekali
pakai 3 ml ke dalam wadah partus set.
5. Menyiapkan diri untuk memberikan pertolongan persalinan
6. Memakai celemek plasticMemastikan lengan/ tangan tidak memakai
perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalirMemakai
sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan dalamMengambil alat suntik sekali pakai dengan tangan
yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakkan kembali ke
dalam wadah partus set.
7. Bila ketuban belum pecahpinggirkan ½ Kocher pada partus set
8. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
9. Membersihkan vulva dan perineum menggunakan kapas basah dengan
gerakan dari vulva ke perineum (bila daerah perineum dan sekitarnya
kotor karena kotoran ibu yang keluar, bersihkan daerah tersebut dari
kotoran)
10. Melakukan pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap dan
selaput ketuban sudah pecah.
11. Bila pembukaan belum lengkap, catat hasil pemeriksaan pada partograf
dan nilai kemajuan persalinanBila selaput belum pecah, lakukan
pemecahan selaput ketuban
12. Pastikan kepala sudah masuk, tidak teraba bagian kecil janin atau tali
pusatMasukkan ½ kocher yang dipegang tangan kiri dengan bimbingan
telunjuk dan jari tengah tangan kanan hingga
13. Menyentuh selaput ketubanSaat his berkurang kekuatannya, gerakkan
ujung jari tangan kanan membimbing ujung ½ kocher menggores selaput
ketuban hingga ketuban pecah Keluarkan ½ kocher dari vagina ibu
dengan tangan kiri,masukkan ke dalam ember berisi larutan klorin 0,5%

14. Pertahankan jari-jari tangan kanan tetap dalam vagina sehingga yakin
bahwa kepala turun dan tidak teraba tali pusat setelah selaput ketuban
dipecahkan
15. Keluarkan jari-jari tangan kanan dari vagina.
16. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tanganke dalam larutan
klorin 0,5% membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
17. Memeriksa denyut jantung setelah kontraksi uterus selesai,pastikan DJJ
dalam batas normal (120-160 x/ menit)
18. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan
meneran
19. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
meminta ibu untuk meneran saat ada his bila ia sudah merasa ingin
meneranMeminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran.
(pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia
merasa nyaman). Berikan minuman manis jika tak ada his.Melakukan
pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran
20. Memimpin ibu untuk meneran pada saat ibu timbul his, menyesuaikan
pimpinan meneran dengan kecepatan lahirnya kepala.
21. Mendukung usaha ibu untuk meneran
22. Memberi ibu kesempatan istirahat disaat tidak ada his (diantara his)
23. Memberi ibu kesempatan minum saat istirahatMemeriksa DJJ setiap
kontraksi uterus selesaiBila ibu belum mempunyai dorongan kuat untuk
meneran, tunggu hingga ibu mempunyai dorongan kuat untuk meneran
(maksimal 60 menit)Ibu dianjurkan untuk ganti posisi meneran seperti
miring, jongkok, atau merangkak.Bila bayi belum lahir setelah dipimpin
meneran 2 jam- Primipara/1 jam-Multipara, segera lakukan rujukan
6.Diagram Alir

7.Unit terkait 1. UGD


2. Persalinan/ PONED
3. Rawat Inap
4. Loket Pendftaran/Rekam Medis

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan
dirubah

1.

2.

ABORTUS INKOMPLIT

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/2

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri
masih ada yang tertinggal.
2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkahuntuk menyembuhkan penyakit,
mencegah terjadinya komplikasi.
3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur A. Menanyakan faktor risiko seperti :
1. Faktor Maternal
a. Penyakit infeksi
b. Kelainan hormonal, seperti hipotiroidisme
c. Gangguan nutrisi yang berat
d. Penyakit menahun dan kronis
e. Alkohol, merokok dan penggunaan obat-obatan
f. Anomali uterus dan serviks
g. Gangguan imunologis
h. Trauma fisik dan psikologis
2. Faktor Janin

Adanya kelainan genetik pada janin

3. Faktor ayah

Terjadinya kelainan sperma

B. Pemeriksaan Fisik

1. Petugas melakukan informed consent tentang tindakan yang akan


dilakukan.
2. Petugas cuci tangan dan menggunakan APD

3. Petugas melakukan pemeriksaan vital sign

4. Petugas melakukan fisik umum menyeluruh dan pemeriksaan fisik


lokalis
5. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang bila diperlukan

6. Petugas melakukan cuci tangan

C. Penatalaksanaan Umum

Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan menyebabkan


komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penilaian cepat
terhadap tanda vital (nada, tekanan darah, pernasapan dan suhu).

Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan antibiotika dengan kombinasi:
1. Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam
3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan Sekunder / RS
a. Lakukan konseling
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena perdarahan, pasang IV
line (bila perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
cairan ringer laktat disusul dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16 minggu, gunakan
jari atau forcep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat
dari serviks
e. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu, lakukan evakuasi
isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode yang
dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan apabila AVM tidak
tersedia. Jika evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan ergometrin
0.2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
f. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L
NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit
g. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, Bila
kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
h. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium
i. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb
setelah 24 jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu
diperbolehkan pulang
6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1.KIA


2.Loket pendaftaran/rekam medis
3.Poned/persalianan

8.Rekaman Histori Perubahan

No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan


1.
2.
ABORTUS IMMINENS

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/2

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan
pervaginam ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkahuntuk penatalaksanaan Abortus


imminens

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis
4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur 1. Anamnesa Pasien

2. Memperkenalkan diri

3. Menanyakan identitas pasien

4. Menanyakan keluhan utama pasien

5. Menanayakan riwayat terlambat haid dengan hasil B HCG (+) dengan usia
kehamilan dibawah 20 minggu
6. Menanyakan perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak, berwarna
kecoklatan dan bercampur lender tidak disertai nyeri atau kram
6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 1. KIA


2. Loket pendaftaran/rekam medis
3.
4. Poned/persalianan

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan

1.

2.

DIABETES MELITUS TIPE 2

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S Tanggal Terbit : // 2018
O N0.Revisi :0
P Halaman : 1/1

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Diabetes melitus tipe 2 adalah Kumpulan gejala yang ditandai oleh

hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi

insulin atau kedua-duanya.

2.Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah menangani penyakitdiabetes


mellitus
3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan
Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur Anamnesa:
a. Penderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan atau rasa

baal serta gatal yang kronik.

b. Penderita pada umumnya mengalami poliuria (banyak berkemih) polidipsia

(banyak minum) dan polifagia (banyak makan).

c. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.

d. Selain itu penderita akan merasa sangat haus, kehilangan energi, rasa lemas

dan cepat lelah

e.Pada keadaan lanjut mungkin terjadi penurunan ketajaman penglihatan

Diagnosis:

Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria, polidipsia).

Diagnosis dapat dipastikan dengan Penentuan Kadar Gula Darah.


a. Bila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl

b. Glukosa darah puasa 126 mg/dl

c. pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan

kadar gula darah 2 jam 200 mg/dl sesudah pemberian glukosa 75 gram.
Penatalaksanaan:

a. Tindakan umum yang dilakukan bagi penderita diabetes antara lain; diet

dengan pembatasan kalori, gerak badan bila terjadi resistensi insulin gerak
badan secara teratur dapat menguranginya, berhenti merokok karena nikotin
dapat mempengaruhi penyerapan glukosa oleh sel.
b. jika tindakan umum tidak efektif menurunkan glukosa darah pada penderita

diabetes Tipe-2 maka dapat diberikan antidiabetik oral :

- Klorpropamid mulai dengan 0,1 gr/hari dalam sekali pemberian, maksimal

0,5 mg/hari

- Glibenklamid mulai dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian, maksimal

10 mg/hari

- Metformin mulai dengan 0,5 gr/hari dalam 2 – 3 kali pemberian, maksimal

2 g/hari.

Obat ini harus dimulai dengan dosis terkecil. Setelah 2 minggu pengobatan,

dosis dapat ditingkatkan.


c. Pada penderita diabetes Tipe-1 yang diberikan insulin seumur hidup,

tidak dianjurkan minum antidiabetik oral

6.Diagram
Alir

7.Unit terkait 5. UGD


6. Rawat Jalan
7. Rawat Inap
8. Poli Umum

8.Rekaman Histori Perubahan


No Yang dirubah Isi perubahan Tanggal mulai diberlakukan

1.

2.

MILIARIA

No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S
Tanggal Terbit : // 2018
O
N0.Revisi :0
P
Halaman : 1/1

Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat yang ditandai
oleh adanya vesikel milier.
Sinonim untuk penyakit iniadalah biang keringat, keringat buntet,
liken tropikus,
prickle heat.

2. Tujuan 1. Sebagai acuan penatalaksanaan miliaria di Puskesmas Tanah


Tinggi

2. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas


pasien
3. Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang
Kebijakan Pelayanan Klinis

4. Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur a.Melakukan modifikasi gaya hidup, yaitu:


1.Memakai pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat.

2.Menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan

3.Menjaga kebersihan kulit

4.Mengusahakan ventilasi yang baik

b.Memberikan farmakoterapi, seperti:

1.Topikal

•Bedak kocok: likuor faberi atau bedak kocok yang mengandung


kalamin dan antipruritus lain (mentol dan kamfora) diberikan 2 kali
sehari selama 1 minggu. Petugas Medis yang melaksanakan tindakan
5 mnt

•Lanolin topikal atau bedak salisil 2% dibubuhi mentol ¼-2 %


sekaligus diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu. Terapi berfungsi
sebagai antipruritus untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya
miliaria profunda
6.Diagram Alir
7.Unit Terkait 1.Dokter Umum

2. Perawat
8.Rekaman Histori No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai

Perubahan diberlakukan
1.
VERUKA VULGARIS
No : /SOP/KTR/III/2018
S Dokumen
Tanggal : // 2018
O
Terbit
P N0.Revisi :0

Halaman : 1/1

Puskesmas Kepala Puskesmas


Silayang Silayang

1.Pengertian Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan


oleh Human papilloma virus (HPV). Penularan melalui kontak
langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada
anak-anak dan remaja

2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan miliaria di Puskesmas Tanah


Tinggi
2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas
pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang


Kebijakan Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan

5.Prosedur Tanda Patognomonis:


Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa.

Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila
permukaannya rata, disebut dengan veruka plana. Dengan goresan
dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebner).
Memberi pengobatan

a.Pasien harus menjaga kebersihan kulit.

b.Pengobatan topical dilakukan dengan pemberian bahan kaustik,

misalnya dengan asam salisilat 20% - 40%, larutan AgNO3 25%.

6.Diagram Alir
7.Unit Terkait Petugas Medis / paramedis di BP

8.Rekaman Histori No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai


Perubahan diberlakukan

1.
2.
GIGITAN SERANGGA
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S
Tanggal : // 2018
O Terbit
P N0.Revisi :0
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala Puskesmas

Silayang Silayang

1.Pengertian Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi


hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap
sengatan/stings), dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga,
misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs dan kutu, yang dapat menimbulkan
reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik
2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan reaksi gigitan serangga di Puskesmas
Silayang
2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas

pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang


Kebijakan Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan.

5.Prosedur Klasifikasi berdasarkan waktu terjadinya:


a.Reaksi tipe cepat.

Terjadi segera hingga 20 menit setelah gigitan, bertahan sampai 1-3

jam.
b.Reaksi tipe lambat.

Pada anak terjadi > 20 menit sampai beberapa jam setelah gigitan

serangga. Pada orang dewasa dapat muncul 3-5 hari setelah gigitan.
c.Reaksi tidak biasa.

Sangat segera, mirip anafilaktik.

Klasifikasi berdasarkan bentuk klinis:

a.Urtikaria iregular.

b.Urtikaria papular.

c.Papulo-vesikular, misalnya pada prurigo.

d.Punctum (titik gigitan), misalnya pada pedikulosis kapitis atau

phtirus pubis.

Memberi pengobatan

a.Prinsip penanganan kasus ini adalah dengan mengatasi respon

peradangan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Reaksi

peradangan lokal dapat dikurangi dengan sesegera mungkin mencuci


daerah gigitan dengan air dan sabun, serta kompres es.
b.Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi
obstruksi saluran napas. Penanganan pasien dapat dilakukan di Unit
Gawat Darurat. Bila disertai obstruksi saluran
napas diindikasikan pemberian ephinefrin subkutan. Dilanjutkan
dengan pemberian kortikosteroid Prednison 60-80 mg/hari selama 3
hari, dosis diturunkan 5-10 mg/hari.

Dalam kondisi stabil, terapi yang dapat

diberikan yaitu:
1.Antihistamin sistemik golongan sedatif: misalnya hidroksizin

2x25 mg per hari selama 7 hari atau Chlorpheniramine Maleat 3x4 mg


selama 7 hari atau Loratadine 1x10 mg per hari selama 7 hari.
2.Topikal: Kortikosteroid topikal potensi sedangkuat: misalnya krim
mometasone furoat 0.1% atau krim betametasone valerat 0.5%
diberikan selama 2 kali sehari selama 7 hari.
6.Diagram Alir

7.Unit Terkait Petugas medis di BP


8.Rekaman Histori No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai

Perubahan diberlakukan
1.
2.

HERPES ZOOSTER
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018
S
Tanggal : // 2018
O Terbit
P N0.Revisi :0
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala Puskesmas

Silayang Silayang

1.Pengertian Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus
varisela-zoster. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer
2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan herpes zoster tanpa komplikasi di
Puskesmas Silayang
2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang


Kebijakan Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur Catatan untuk diperhatikan:
1.Herpes zoster hemoragik, yaitu jika vesikel mengandung darah.

2.Herpes zoster generalisata, yaitu kelainan kulit unilateral dan segmental

ditambah kelainan kulit generalisata berupa vesikel soliter yang


berumbilikasi.
Keduanya merupakan tanda bahwa pasien mengalami imunokompromais.

3.Herpes zoster oftalmikus, yaitu infeksi cabang pertama nervus trigeminus

sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga cabang


kedua dan ketiga menyebabkan
kelainan kulit pada daerah persarafannya.

4.Herpes zoster abortif: penyakit yang hanya berlangsung dalam waktu

singkat dan kelainan kulit hanya berupa beberapa vesikel dan eritem
Memberi pengobatan

a.Terapi suportif dilakukan dengan menghindari gesekan kulit yang

mengakibatkan pecahnya vesikel, pemberian nutrisi TKTP, dan istirahat dan


mencegah kontak dengan orang lain.
b.Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari oleh

karena dapat menyebabkan Reye’s syndrome.


Topikal : Stadium

vesikel : bedak salisil 2%atau bedak kocok kalamin agar vesikel tidak

pecah. Apabila erosif, diberikan kompres terbuka, apabila terjadi ulserasi,


dapat dipertimbangkan pemberian salep antibiotik.
c.Pengobatan antivirus oral, antara lain dengan:

1.Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4 x 20 mg/kgBB (dosis

maksimal 800 mg)

6.Diagram Alir
7.Unit Terkait Petugas medis di BP

8.Rekaman No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai


Histori Perubahan diberlakukan

1.
2.
HERPES SIMPLEKS
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

S : // 2018
Tanggal Terbit
O :0
N0.Revisi
P
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang
1.Pengertian Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe
II, yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa pada daerah mukokutan. Penularan
melalui kontak langsung dengan agen penyebab.

2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan herpes simplek tanpa komplikasi di


Puskesmas Silayang
2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas

pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang


Kebijakan Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur Catatan untuk diperhatikan:


a.Infeksi primer.

b.Fase laten: tidak terdapat gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan

dalam
keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.

c.Infeksi rekurens

Memberi pengobatan

a. Terapi diberikan dengan antiviral, antara lain:

1.Asiklovir, dosis 5 x 200 mg/hari

b.Pada herpes genitalis:

edukasi tentang pentingnya abstinensia. Pasien harus tidak melakukan

hubungan seksual ketika masih ada lesi atau ada gejala prodromal.
c.Gejala prodromal

diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari oleh karena dapat

menyebabkan Reye’s syndrome.

6.Diagram Alir
7.Unit Terkait Petugas medis di BP

8.Rekaman Histori No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai


Perubahan diberlakukan

1.
2.
SKABIES
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

S : // 2018
Tanggal Terbit
O :0
N0.Revisi
P
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala Puskesmas
Silayang Silayang
1.Pengertian Skabies adalah penyakit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi kulit oleh
tungau Sarcoptes scabiei dan produknya.
Penularan terjadi, karena:

a.Kontak langsung kulit dengan kulit penderita skabies, seperti menjabat tangan,

hubungan
seksual, tidur bersama

b.Kontak tidak langsung (melalui benda), seperti penggunaan perlengkapan tidur

bersama dan saling meminjam pakaian, handuk dan alat-alat pribadi lainnya
miliki alat-alat pribadi sendiri sehingga harus berbagi dengan temannya

2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan skabies di Puskesmas Silayang


2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no.5 tahun 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan

5.Prosedur Memberi pengobatan


a.Melakukan perbaikan higiene diri dan lingkungan, dengan:

1.Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-sama dan alas tidur

diganti bila ternyata pernah digunakan oleh penderita skabies.


2.Menghindari kontak langsung dengan penderita scabies

b.Terapi tidak dapat dilakukan secara individual melainkan harus serentak dan

menyeluruh pada seluruh kelompok orang yang ada di sekitar penderita


skabies. Terapi diberikan dengan salah satu obat topikal (skabisid) di bawah ini:

1.Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh, selama 3 hari berturut-turut, dipakai

setiap habis mandi


Terapi skabies ini tidak dianjurkan pada anak < 2 tahun.

6.Diagram
Alir

7.Unit Terkait Petugas medis di BP

8.Rekaman No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai


Histori diberlakukan
Perubahan
1.
2.

PEDIKULOSIS KAPITIS
No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

S : // 2018
Tanggal Terbit
O :0
N0.Revisi
P
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Pedikulosis kapitis adalah infeksi dan infestasi kulit kepala dan rambut manusia
yang disebabkan oleh kutu kepala Pediculus humanus var capitis. Penularan
melalui kontak langsung dengan agen penyebab.
a.Kontak fisik erat dengan kepala penderita, seperti tidur bersama.

b.Kontak melalui fomite yang terinfestasi, misalnya pemakaian bersama

aksesori kepala, sisir, dan bantal juga dapat menyebabkan kutu menular

2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan pedikulosis kapitis di Puskesmas Silayang


2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur Terapi:
a.Sebaiknya rambut pasien dipotong sependek mungkin, kemudian disisir

dengan menggunakan sisir serit, menjaga kebersihan kulit kepala dan


menghindari kontak erat dengan kepala penderita.

6.Diagram
Alir

7.Unit Terkait Petugas medis di ruang BP

8.Rekaman No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai


Histori diberlakukan
Perubahan
1.

2.

DERMATOFITOSIS
S No Dokumen : /SOP/KTR/III/2018

O Tanggal Terbit : // 2018


P N0.Revisi :0
Halaman : 1/1
Puskesmas Kepala
Silayang Puskesmas
Silayang

1.Pengertian Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang memiliki sifat


mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Penularan melalui kontak langsung
dengan agen penyebab. Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur
antropofilik), binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik)

2.Tujuan 1.Sebagai acuan penatalaksanaan dermatofitosis di Puskesmas Silayang


2.Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien

3.Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Silayang /2018 Tentang Kebijakan


Pelayanan Klinis

4.Referensi PMK no 5 2014 Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
5.Prosedur a.Hygiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan
harus dihindari.
b.Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:

c.Antifungal topical seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin, yang

diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1- 2 minggu kemudian untuk

mencegah rekurensi.
d.Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal,

dilakukan pengobatan sistemik dengan:


1.Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan

0,25 – 0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2
dosis.
2.Golongan azol, seperti:
•Ketokonazol: 200 mg/hari

Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan

6.Diagram
Alir
7.Unit Petugas medis di BP
Terkait
8.Rekaman No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal mulai

Histori diberlakukan
Perubahan 1.

Anda mungkin juga menyukai