Anda di halaman 1dari 9

Sihir dan Perdukunan Perusak Tauhid

Fenomena kesyirikan dan pelanggaran tauhid banyak terjadi di masyarakat kita, karena kurangnya
pengetahuan mereka tentang masalah tauhid dan keimanan, serta hal-hal yang bisa mendangkalkan bahkan
merusak akidah (keyakinan) seorang muslim.

Kenyataan ini diisyaratkan dalam banyak ayat al-Qur‟an, di antaranya dalam firman Allah Ta‟ala,

ِ ‫ َِب ٌُؤْ ِِ ُٓ أ َ ْوث َ ُش ُ٘ ُْ ثِ ه‬ٚ{


} َْٛ‫ ُ٘ ُْ ُِ ْش ِش ُو‬َٚ ‫بَّلل إِ هَّل‬ َ
“Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan-
Nya (dengan sembahan-sembahan lain)” (QS Yusuf:106).

Ibnu Abbas menjelaskan arti ayat ini, “Kalau ditanyakan kepada mereka: Siapakah yang menciptakan
langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Siapakah yang menciptakan gunung? Maka mereka akan
menjawab: “Allah (yang menciptakan semua itu)”, (tapi bersamaan dengan itu) mereka mempersekutukan
Allah (dengan beribadah dan menyembah kepada selain-Nya)[1].

Semakna dengan ayat di atas Allah Ta‟ala juga berfirman,

} ٍَِِِٕٓ ْ‫ذ ِث ُّؤ‬


َ ‫ص‬ ِ ‫ َِب أَ ْوث َ ُش إٌه‬ٚ{
ْ ‫ َح َش‬ْٛ ٌََٚ ‫بط‬ َ
“Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun kamu sangat
menginginkannya” (QS Yusuf:103).

Artinya: Mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersungguh-sungguh untuk
(menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman kepada Allah (dengan iman yang benar),
karena mereka memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama (warisan) nenek
moyang mereka[2].

Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam lebih menegaskan hal ini dalam sabda
beliau:

» َْ‫ثَب‬ْٚ َ ‫ا األ‬ُٚ‫ َحزهى ٌَ ْعجُذ‬َٚ ٍَٓ‫عخُ َحزهى ر َ ٍْ َحكَ لَجَبئِ ًُ ِِ ْٓ أ ُ هِ ِزً ِثب ٌْ ُّ ْش ِش ِو‬ ‫ َُ اٌ ه‬ُٛ‫«َّلَ رَم‬
َ ‫غب‬
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan
orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allah
Ta‟ala)”[3].

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam sampai
datangnya hari kiamat[4].

Tukang sihir dan dukun adalah Thagut sekaligus syaitan


dari kalangan manusia
Allah Ta‟ala berfirman,

‫َْ اٌ ه‬ُٛ‫ ٌُ ٍْم‬،ٍٍُ ِ‫عٍَى ُو ًِّ أَفهبنٍ أَث‬


‫غ ّْ َع‬ َ ‫ رَٕض ُي‬،ٍٓ ُ ‫بط‬ ِ َ ٍ‫ش‬ َ ُْ ‫{٘ ًَْ أَُٔ ِجّئ ُ ُى‬
‫عٍَى َِ ْٓ رَٕض ُي اٌ ه‬
} َُْٛ‫أ َ ْوث َ ُش ُ٘ ُْ َوب ِرث‬َٚ
“Apakah akan Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada
tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk (para dukun dan tukang sihir). Syaitan-syaitan tersebut
menyampaikan berita yang mereka dengar (dengan mencuri berita dari langit, kepada para dukun dan
tukang sihir), dan kebanyakan mereka adalah para pendusta” (QS asy-Syu‟araa‟:221-223).

Imam Qatadah[5] menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “para pendusta lagi banyak berbuat
jahat/buruk” adalah para dukun dan tukang sihir[6], mereka itulah teman-teman dekat para syaitan yang
mendapat berita yang dicuri para syaitan tersebut dari langit[7].

Bahkan sahabat yang mulia Abdullah bin Mas‟ud ketika menafsirkan firman Allah,

ٍ ‫ ُْ ِإٌَى ثَ ْع‬ُٙ ‫ض‬


‫ط‬ ِ ٌُ ِّٓ ‫ ْاٌ ِج‬َٚ ‫اْل ْٔ ِظ‬
ُ ‫حً ثَ ْع‬ٛ ِ ْ ٍَٓ‫بط‬ِ َ ٍ‫ش‬
َ ‫ا‬ًُّٚ ‫عذ‬
َ ً ٍّ ‫ َوزَ ٌِ َه َجعَ ٍَْٕب ٌِ ُى ًِّ َٔ ِج‬ٚ{
َ
}‫سا‬ٚ ُ ‫ ِي‬ْٛ َ‫ف ْاٌم‬
ً ‫غ ُش‬ َ ‫ُص ْخ ُش‬
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari kalangan)
manusia dan (dari kalangan) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-
perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An‟aam:112).

Baliau radhiyallahu „anhu berkata, “Para dukun (dan tukang sihir) adalah syaitan-syaitan (dari kalangan)
manusia”[8].

Dalam atsar/riwayat yang lain sahabat yang mulia Jabir bin Abdillah radhiyallahu „anhu ketika ditanya
tentang arti “Thagut”, beliau t berkata: “mereka adalah para dukun yang syaitan-syaitan turun kepada
mereka”[9].

Thagut adalah segala sesuatu yang dijadikan sembahan selain Allah Ta‟ala dan dijadikan sekutu bagi-
Nya[10]. Allah Ta‟ala telah mewajibkan kita untuk mengingkari dan menjauhi Thagut dalam segala
bentuknya, bahkan tidak akan benar keimanan dan tauhid seorang hamba tanpa mengingkari dan
menjauhinya. Allah Ta‟ala berfirman,

}‫د‬ٛ
َ ‫غ‬ ‫ا اٌ ه‬ُٛ‫اجزَِٕج‬
ُ ‫طب‬ ْ َٚ َ‫َّللا‬ ُ ‫ٌَمَ ْذ ثَعَثَْٕب فًِ ُو ًِّ أ ُ هِ ٍخ َس‬ٚ{
‫ا ه‬ُٚ‫َّل أَ ِْ ا ُ ْعجُذ‬ٛ‫ع‬ َ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu” (QS an-Nahl:36).

Dalam ayat lain Dia Ta‟ala berfirman,

‫ ه‬َٚ ‫ب‬َٙ ٌَ َ‫ب‬


ُ‫َّللا‬ َ ‫ص‬َ ‫ثْمَى َّل ا ْٔ ِف‬ُٛ ٌ‫حِ ْا‬َٚ ‫غ َه ِث ْبٌعُ ْش‬ ِ ‫ٌُؤْ ِِ ْٓ ِث ه‬َٚ ‫د‬
َ ّْ َ ‫بَّلل فَمَ ِذ ا ْعز‬ ‫{فَ َّ ْٓ ٌَ ْىفُ ْش ِث ه‬
ُ ‫بٌطب‬
ِ ٛ‫غ‬
}ٌُ ٍٍِ ‫ع‬
َ ‫ع ٍِّ ٌع‬ َ
“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah (semata-mata), maka sesungguhnya
dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat (dan) tidak akan putus (kalimat tauhid Laa ilaaha
illallah). Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS al-Baqarah:256).

Demikianlah profil sangat buruk para dukun dan tukang sihir, tapi mengapa masih saja ada orang yang mau
mempercayai mereka, bahkan menyandarkan nasib hidup mereka kepada teman-teman syaitan ini?
Bukankah ini merupakan kebodohan yang nyata dan penentangan besar terhadap Allah Ta‟ala dan agama-
Nya?

Termasuk dalam kategori dukun dan tukang sihir adalah tukang santet, tukang tenung, ahli nujum, peramal,
dan orang yang disebut sebagai “paranormal”[11] atau “orang pintar”.
Praktek kufur dan syirik yang biasa dilakukan oleh para
dukun dan tukang sihir
Allah Ta‟ala berfirman,

ٍَٓ‫بط‬ ‫ٌَ ِى هٓ اٌ ه‬َٚ ْ‫ب‬


ِ َ ٍ‫ش‬ ُ َّ ٍْ ٍَ‫ع‬
ُ ‫ َِب َوفَ َش‬َٚ َْ‫عٍَ ٍْ َّب‬ ُ ‫عٍَى ُِ ٍْ ِه‬ َ ٍٓ ُ ‫بط‬
ِ َ ٍ‫ش‬ ‫ اٌ ه‬ٍُْٛ‫ا َِب رَز‬ُٛ‫ارهجَع‬ٚ{ َ
‫ َِب‬َٚ ‫د‬ٚ َ ‫بس‬ ُ َِ َٚ ‫د‬َٚ ‫َبس‬ ْ
ُ ٘ ًَ ِ‫عٍَى اٌ ٍََّ َىٍ ِْٓ ثِجَبث‬ ُ
َ ‫ َِب أٔض َي‬َٚ ‫غ ْح َش‬ َ ‫َْ إٌه‬ُّٛ ٍِّ َ‫ا ٌُع‬ٚ‫َوفَ ُش‬
ّ ِ ٌ‫بط ا‬
ِٗ ِ‫َْ ث‬ُٛ‫ َّب َِب ٌُفَ ِ ّشل‬ُٙ ْٕ ِِ َُّْٛ ‫َّل ِإٔه َّب ٔ َْح ُٓ فِزَْٕخٌ فَال ر َ ْىفُ ْش فٍََزَعٍَه‬ُٛ‫بْ ِِ ْٓ أ َ َح ٍذ َحزهى ٌَم‬ ِ َّ ٍِّ َ‫ٌُع‬
ُ ٌَ ‫َْ َِب‬ُّٛ ‫ٌَزَعٍَه‬َٚ ‫َّللا‬
ُْ ُ٘ ‫ض ُّش‬ ِ ‫بسٌَٓ ِث ِٗ ِِ ْٓ أ َ َح ٍذ ِإَّل ِثئِ ْر ِْ ه‬
ِّ ‫ض‬ َ ‫ َِب ُ٘ ُْ ِث‬َٚ ِٗ ‫ ِج‬ْٚ َ‫ص‬َٚ ‫ثٍََْٓ ْاٌ َّ ْش ِء‬
ِٗ ‫ا ِث‬ْٚ ‫ظ َِب ش ََش‬ َ ْ‫ٌَ ِجئ‬َٚ ‫ق‬ٍ ‫اَخ َشحِ ِِ ْٓ خَال‬ ِ ًِ‫ا ٌَ َّ ِٓ ا ْشز َ َشاُٖ َِب ٌَُٗ ف‬ُّٛ ٍِ ‫ع‬ َ ‫ٌَمَ ْذ‬َٚ ُْ ُٙ ُ‫َّل ٌَ ْٕفَع‬َٚ
} َُّْٛ ٍَ‫ا ٌَ ْع‬ُٛٔ‫ َوب‬ْٛ ٌَ ُْ ُٙ ‫غ‬ َ ُ‫أ َ ْٔف‬
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir),
hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia
dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang
keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami
hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu
apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka
itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah.
Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi
manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah)
dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS al-Baqarah:102).

Ayat ini dengan tegas menyatakan kafirnya para dukun dan tukang sihir[12], yang ini disebabkan perbuatan
syirik dan kufur yang mereka lakukan, yaitu:

1- Mengaku-ngaku mengetahui hal-hal yang gaib, padahal ini merupakan kekhususan bagi Allah Ta‟ala,
sebagaimana dalam firman-Nya:

} َُْٛ‫َْ أٌَهبَْ ٌُ ْجعَث‬ٚ‫ َِب ٌَ ْشعُ ُش‬َٚ ُ‫َّللا‬ َ ٍَ‫ض ْاٌغ‬


‫ْت ِإَّل ه‬ ِ ‫األس‬
ْ َٚ ‫د‬ ‫{لُ ًْ َّل ٌَ ْعٍَ ُُ َِ ْٓ فًِ اٌ ه‬
ِ ‫ا‬ٚ‫غ َّ َب‬
“Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah”, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan” (QS an-Naml:65).

Juga dalam firman-Nya,

ْٓ ِِ ُ‫ ٍي فَئِٔهُٗ ٌَ ْغٍُه‬ٛ‫ع‬
ُ ‫ضى ِِ ْٓ َس‬ ْ ِٓ َِ ‫غ ٍْ ِج ِٗ أ َ َحذًا ِإَّل‬
َ َ ‫اسر‬ َ ‫عٍَى‬ ْ ٌُ ‫ت فَال‬
َ ‫ ُش‬ِٙ ‫ظ‬ ِ ٍْ َ‫عب ٌِ ُُ ْاٌغ‬
َ {
َ ‫ ِِ ْٓ خ ٍَْ ِف ِٗ َس‬َٚ ِٗ ٌْ َ‫ثٍَ ِْٓ ٌَذ‬
}‫صذًا‬
“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun
tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya” (QS al-Jin:26-27).

Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Para) ahli nujum dan orang-orang yang
seperti mereka (para dukun dan tukang sihir) yang melakukan (praktek perdukunan) dengan memukul batu-
batu kerikil, melihat buku-buku (perdukunan), atau mengusir burung (sebagai tanda kesialan atau
keberuntungan), mereka itu bukanlah rasul yang diridhai-Nya untuk diperlihatkan-Nya kepada mereka
perkara-perkara gaib yang mereka inginkan, bahkan mereka adalah orang yang kafir (kepada-Nya), berdusta
(besar) atas (nama)-Nya dengan kebohongan, penipuan dan prasangka (dusta) yang mereka (lakukan)”[13].

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu syaikh ketika menjelaskan makna sabda Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam:

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka
sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa
sallam”[14].

Beliau berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan kafirnya dukun dan tukang sihir, karena
mereka mengaku-ngaku mengetahui ilmu gaib, yang ini merupakan kekafiran”[15].

Adapun perkara-perkara gaib yang disampaikan oleh para dukun yang terkadang benar, maka itu adalah
berita yang dicuri oleh para syaitan dari langit, lalu mereka sampaikan kepada teman-teman dekat mereka,
yaitu para dukun dan tukang sihir, yang kemudian mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus
kedustaan sebelum disampaikan kepada orang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits shahih[16].

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ketika ditanya tentang al-kuhhaan (para dukun),
beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak punya arti (orang-
orang yang hina)”. Kemudian si penanya berkata, Sesungguhnya para dukun tersebut terkadang
menyampaikan kepada kami suatu (berita) yang (kemudian ternyata) benar. Maka Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “Kalimat (berita) yang benar itu adalah yang dicuri (dari berita di langit) oleh
jin (syaitan), lalu dimasukkannya ke telinga teman dekatnya (dukun dan tukang sihir), yang kemudian
mereka mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus kedustaan”[17].

Peristiwa pencurian berita dari langit oleh para syaitan banyak terjadi di jaman Jahiliyah sebelum diutusnya
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, adapun setelah diutusnya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
maka itu tidak banyak terjadi, karena Allah Ta‟ala telah menjadikan bintang-bintang sebagai penjaga langit
dan pembakar para syaitan yang mencuri berita dari langit[21]. Sebagaimana dalam firman Allah Ta‟ala,

َ‫ب َِمَب ِعذ‬َٙ ْٕ ِِ ُ‫أَٔهب ُوٕهب َٔ ْمعُذ‬َٚ .‫جًب‬ُٙ ‫ش‬


ُ َٚ ‫شذٌِذًا‬
َ ‫عب‬ ً ‫ذ َح َش‬ ‫أَٔهب ٌَ َّ ْغَٕب اٌ ه‬َٚ {
ْ َ ‫ َج ْذَٔبَ٘ب ُِ ٍِئ‬َٛ َ‫غ َّب َء ف‬
}‫صذًا‬ َ ‫بثًب َس‬َٙ ‫غ ّْ ِع فَ َّ ْٓ ٌَ ْغز َ ِّ ِع اََْ ٌَ ِج ْذ ٌَُٗ ِش‬
‫ٌٍِ ه‬
“(Para Jin itu berkata): “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami
mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu
(sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam) dapat menduduki beberapa tempat di langit itu
untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang (setelah diutusnya Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam) barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai
panah api yang mengintai (untuk membakarnya)” (QS al-Jin:8-9).

2- Bekerjasama dengan syaitan dan melakukan perbuatan kufur/syirik sebagai syarat agar syaitan mau
membantu mereka dalam praktek sihir dan perdukunan.

Para dukun dan tukang sihir selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam menjalankan praktek
perdukunan dan sihir mereka, bahkan para jin dan setan tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek
tersebut sampai mereka melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allah Ta‟ala, misalnya
mempersembahkan hewan qurban untuk para jin dan setan tersebut, menghinakan al-Qur‟an dengan
berbagai macam cara, atau perbuatan-perbuatan kafir lainnya[19]. Allah Ta‟ala berfirman,

}‫ ُ٘ ُْ َس َ٘مًب‬ُٚ‫َْ ِث ِش َجب ٍي َِِٓ ْاٌ ِج ِّٓ فَضَ اد‬ُٚ‫ر‬ُٛ‫اْل ْٔ ِظ ٌَع‬


ِ ْ َِِٓ ‫أَٔهُٗ َوبَْ ِس َجب ٌي‬ٚ{
َ
“Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa
laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS al-Jin:6).

Dalam ayat lain Allah Ta‟ala berfirman,

َِِٓ ُْ ُ٘ ‫ ٌٍَِب ُؤ‬ْٚ َ ‫لَب َي أ‬َٚ ،‫ش ُش ُ٘ ُْ َج ٍِّعًب ٌَب َِ ْعش ََش ْاٌ ِج ِّٓ لَ ِذ ا ْعز َ ْىث َ ْشر ُ ُْ َِِٓ اْل ْٔ ِظ‬ ُ ‫ ََ ٌَ ْح‬ْٛ ٌَٚ{
َ
ُْ ‫ا ُو‬َٛ ْ‫بس َِث‬
ُ ‫ لَب َي إٌه‬،‫ذ ٌََٕب‬ َ ٍْ ‫ثٍََ ْغَٕب أ َ َجٍََٕب اٌهزِي أ َ هج‬َٚ ‫ط‬ ُ ‫اْل ْٔ ِظ َسثهَٕب ا ْعز َ ّْز َ َع ثَ ْع‬
ٍ ‫ضَٕب ِثجَ ْع‬
َ ٌُ ٍ‫َّللاُ ِإ هْ َسث َهه َح ِى‬
}ٌُ ٍٍِ ‫ع‬ ‫ب ِإَّل َِب شَب َء ه‬َٙ ٍ‫خَب ٌِذٌَِٓ ِف‬
“Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia berfirman): “Hai
golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia”, lalu berkatalah teman-
teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun dan tukang sihir): “Ya Rabb kami, sesungguhnya
sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah
sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami”. Allah berfirman: “Neraka itulah tempat
tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)”.
Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS al-An‟aam:128).

Imam al-Qurthubi berkata: “Kesenangan/manfaat yang didapatkan jin dari manusia adalah dengan berita
bohong menakutkan, perdukunan dan sihir yang diberikan jin kepada manusia (dukun dan tukang
sihir)”[20].

Syaikh Abdurrahman as-Sa‟di berkata: “Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan dengan manusia
mentaatinya, menyembahnya, mengagungkannya dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur
kepada Allah Ta‟ala). Sedangkan manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya
keinginannya dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka orang yang
menghambakan diri pada jin (sebagai imbalannya) jin tersebut akan membantunya dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya”[21].

Oleh karena itulah, syaikh Abdul „Aziz bin Baz ketika menerangkan sebab kafirnya para dukun dan tukang
sihir, beliau berkata, “…Karena dukun dan tukang sihir mengaku-ngaku (mengetahui) ilmu gaib, dan ini
adalah kekafiran, juga karena mereka tidak akan (mungkin) mencapai tujuan mereka (melakukan sihir dan
perdukunan) kecuali dengan melayani jin (syaitan) dan menjadikannya sembahan selain Allah, dan ini
adalah perbuatan kufur kepada Allah dan syirik (menyekutukan Allah Ta‟ala)”[22].

Hukum mendatangi dukun dan tukang sihir


Mendatangi dan bertanya kepada teman-teman dekat syaitan ini adalah perbuatan dosa yang sangat besar
dan bahkan bisa jadi merupakan kekafiran kepada Allah Ta‟ala[23], dengan perincian sebagai berikut:

– Mendatangi dan bertanya kepada mereka tentang sesuatu, tanpa membenarkannya (hanya sekedar
bertanya), maka ini hukumnya dosa yang sangat besar dan tidak diterima shalatnya selama empat puluh
hari[24], berdasarkan sabda Rasululah shallallahu „alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang mendatangi tukang
ramal (orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, termasuk dukun dan tukang sihir[25]), kemudian
bertanya tentang sesuatu hal kepadanya, maka tidak akan diterima shalat orang tersebut selama empat
puluh malam (hari)”[26].

– Mendatangi dan bertanya kepada mereka tentang sesuatu, kemudian membenarkan ucapan/berita yang
mereka sampaikan, maka ini adalah kufur/kafir terhadap Allah Ta‟ala[27], berdasarkan sabda Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian
membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada nabi
Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam”[28].
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu syaikh berkata: “Orang yang membenarkan dukun dan tukang sihir,
meyakini (benarnya ucapan mereka), dan meridhai hal tersebut, maka ini merupakan kekafiran (kepada
Allah Ta‟ala)”[29].

Bolehkah menghilangkan/mengobati sihir dengan


bantuan dukun/tukang sihir?
Jawabnya: jelas tidak boleh, karena kalau mendatangi dan membenarkan tukang sihir/dukun adalah
perbuatan kafir kepada Allah Ta‟ala, maka terlebih lagi meminta bantuan kepada mereka untuk
menghilangkan sihir![30].

Oleh karena itu, dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah r ditanya tentang an-Nusyrah (cara mengobati
sihir) yang biasa dilakukan orang-orang di jaman Jahiliyah, yaitu dengan meminta tukang sihir/dukun atau
memakai sihir untuk menghilangkan sihir tersebut[31], Beliau shallallahu „alaihi wa sallam menjawab, “Itu
termasuk perbuatan syaitan”[32].

Adapun mengobati sihir dengan ruqyah (pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al Qur-an dan zikir-
zikir dari sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam), ta‟awwudzaat (zikir-zikir meminta perlindungan
dari Allah yang bersumber dari Al Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam) yang
disyariatkan, dan pengobatan-pengobatan (lain) yang diperbolehkan (dalam agama), maka ini boleh
dilakukan dan inilah pengobatan yang diridhai Allah Ta‟ala, serta benar-benar bisa diharapkan
kesembuhannya dengan izin-Nya[33].

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata,“an-Nusyrah adalah (cara) menghilangkan sihir dari orang yang
terkena sihir, yang ini ada dua macam:

(pertama): menghilangkan sihir dengan sihir yang semisalnya (dengan bantuan dukun/tukang sihir). Inilah
yang termasuk perbuatan syaitan (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas), karena sihir itu termasuk
perbuatannya, maka (ini dilakukan dengan cara) yang melakukan pengobatan (dukun/tukang sihir) dan si
pasien melakukan pendekatan diri kepada syaitan sesuai dengan yang diinginkan syaitan tersebut, (agar)
kemudian syaitan tersebut menghilangkan sihir dari si pasien.

Yang kedua: menghilangkan sihir dengan ruqyah (pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al Qur-an
dan zikir-zikir dari sunnah Rasulullahshallallahu „alaihi wa sallam), ta‟awwudzaat (zikir-zikir meminta
perlindungan dari Allah yang bersumber dari Al Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam), do‟a-do‟a, dan pengobatan-pengobatan (lain) yang diperbolehkan (dalam agama), maka ini
(hukumnya) boleh bahkan dianjurkan (dalam Islam)”[34].

Larangan penggunaan sihir ini juga berlaku dalam perkara-perkara lain, meskipun perkara itu dianggap baik
oleh sebagian orang, misalnya mendekatkan/menguatkan hubungan cinta pasutri, mendamaikan dua orang
yang sedang berselisih, dan lain sebagainya.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-„Utsaimin – semoga Allah Ta‟ala merahmatinya – ketika ditanya tentang
hukum menjadikan harmonis hubungan suami-istri dengan sihir, beliau menjawab: “Ini (hukumnya)
diharamkan (dalam Islam) dan tidak boleh (dilakukan), ini disebut al-Athfu (mendekatkan), sedangkan sihir
yang digunakan untuk memisahkan (suami-istri) disebut ash-Sharfu (memalingkan), dan ini juga
diharamkan (dalam Islam). Bahkan terkadang (perbuatan) ini bisa jadi (hukumnya sampai pada) kekafiran
dan syirik (menyekutukan Allah). Allah Ta‟ala berfirman,

َُْٛ‫ َّب َِب ٌُفَ ِ ّشل‬ُٙ ْٕ ِِ َُّْٛ ‫َّل ِإٔه َّب ٔ َْح ُٓ فِزَْٕخٌ فَال ر َ ْىفُ ْش فٍََزَعٍَه‬ُٛ‫بْ ِِ ْٓ أ َ َح ٍذ َحزهى ٌَم‬ ِ َّ ٍِّ َ‫ َِب ٌُع‬ٚ{
َ
‫َْ َِب‬ُّٛ ‫ٌَزَعٍَه‬َٚ ‫َّللا‬ ِ ‫بسٌَٓ ِث ِٗ ِِ ْٓ أ َ َح ٍذ ِإَّل ِثئِ ْر ِْ ه‬
ِّ ‫ض‬ َ ‫ َِب ُ٘ ُْ ِث‬َٚ ِٗ ‫ ِج‬ْٚ َ‫ص‬َٚ ‫ِث ِٗ ثٍََْٓ ْاٌ َّ ْش ِء‬
}‫ق‬ ٍ ‫اَخ َشحِ ِِ ْٓ خَال‬ ِ ًِ‫ا ٌَ َّ ِٓ ا ْشز َ َشاُٖ َِب ٌَُٗ ف‬ُّٛ ٍِ ‫ع‬ َ ‫ٌَمَ ْذ‬َٚ ُْ ُٙ ُ‫َّل ٌَ ْٕفَع‬َٚ ُْ ُ٘ ‫ض ُّش‬
ُ ٌَ
“…Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan,
“Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari
kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali
dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri
dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang
menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat”(QS al-
Baqarah:102)”[35].

Penutup
Demikianlah penjelasan tentang sihir dan perdukunan, dan pengaruh buruknya dalam merusak tauhid dan
keimanan seorang muslim. Oleh sebab itu, wajib bagi setiap muslim yang ingin menjaga keutuhan imannya
kepada Allah Ta‟ala untuk menjauhi bahkan memerangi semua bentuk praktek sihir dan perdukunan, serta
melarang keras dan menasehati orang lain yang masih terpengaruh dengan para dukun dan tukang sihir
untuk menjauhi mereka.

Sebagai penutup, renungkanlah nasehat berharga dari firman Allah Ta‟ala berikut,

‫ة‬ ْ َ ‫ا ِِ ْٓ أ‬ُٛٔٛ‫ ِح ْضثَُٗ ٌٍَِ ُى‬ٛ‫ع‬


ِ ‫ص َحب‬ َ ُُٖٚ‫ فَبر ه ِخز‬ٌُّٚ ‫طبَْ ٌَ ُى ُْ َعذ‬
ُ ‫ ِإٔه َّب ٌَ ْذ‬،‫ا‬ًُّٚ ‫عذ‬ َ ٍْ ‫ش‬
‫{ ِإ هْ اٌ ه‬
}‫ٍش‬ ِ ‫غ ِع‬
‫اٌ ه‬
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh (yang nyata) bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanyalah (ingin) mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni
neraka yang menyala-nyala” (QS Faathir:6).

،‫و ص لى هللا و س لم وب ارك ع لى و ب ي ىا دمحم وآل ه و صح به أجم ع يه‬


‫وآخر دعواو ا أن ال حمد هلل رب ال عال م يه‬
Kota Kendari, 23 Jumadal tsaniyah1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA


https://muslim.or.id/3837-sihir-dan-perdukunan-perusak-tauhid.html

TATA CARA RUQYAH YANG BENAR

Ruqyah bukan pengobatan alternatif. Justru seharusnya menjadi pilihan pertama pengobatan tatkala
seorang muslim tertimpa penyakit. Sebagai sarana penyembuhan, ruqyah tidak boleh diremehkan
keberadaannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Sesungguhnya meruqyah
termasuk amalan yang utama. Meruqyah termasuk kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Para nabi
dan orang shalih senantiasa menangkis setan-setan dari anak Adam dengan apa yang diperintahkan Allah
dan RasulNya”.

Karena demikian pentingnya penyembuhan dengan ruqyah ini, maka setiap kaum Muslimin
semestinya mengetahui tata cara yang benar, agar saat melakukan ruqyah tidak menyimpang dari kaidah
syar‟i.
Tata cara meruqyah adalah sebagai berikut:
1. Keyakinan bahwa kesembuhan datang hanya dari Allah.
2. Ruqyah harus dengan Al Qur‟an, hadits atau dengan nama dan sifat Allah, dengan bahasa Arab atau
bahasa yang dapat dipahami.
3. Mengikhlaskan niat dan menghadapkan diri kepada Allah saat membaca dan berdoa.
4. Membaca Surat Al Fatihah dan meniup anggota tubuh yang sakit. Demikian juga membaca surat Al
Falaq, An Naas, Al Ikhlash, Al Kafirun. Dan seluruh Al Qur‟an, pada dasarnya dapat digunakan untuk
meruqyah. Akan tetapi ayat-ayat yang disebutkan dalil-dalilnya, tentu akan lebih berpengaruh.
5. Menghayati makna yang terkandung dalam bacaan Al Qur‟an dan doa yang sedang dibaca.
6. Orang yang meruqyah hendaknya memperdengarkan bacaan ruqyahnya, baik yang berupa ayat Al Qur‟an
maupun doa-doa dari Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam. Supaya penderita belajar dan merasa nyaman
bahwa ruqyah yang dibacakan sesuai dengan syariat.
7. Meniup pada tubuh orang yang sakit di tengah-tengah pembacaan ruqyah. Masalah ini, menurut Syaikh
Al Utsaimin mengandung kelonggaran. Caranya, dengan tiupan yang lembut tanpa keluar air ludah.
„Aisyah pernah ditanya tentang tiupan Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam dalam meruqyah. Ia menjawab:
“Seperti tiupan orang yang makan kismis, tidak ada air ludahnya (yang keluar)”. (HR Muslim, kitab As
Salam, 14/182). Atau tiupan tersebut disertai keluarnya sedikit air ludah sebagaimana dijelaskan dalam
hadits „Alaqah bin Shahhar As Salithi, tatkala ia meruqyah seseorang yang gila, ia mengatakan: “Maka
aku membacakan Al Fatihah padanya selama tiga hari, pagi dan sore. Setiap kali aku menyelesaikannya,
aku kumpulkan air liurku dan aku ludahkan. Dia seolah-olah lepas dari sebuah ikatan”. [HR Abu Dawud,
4/3901 dan Al Fathu Ar Rabbani, 17/184].
8. Jika meniupkan ke dalam media yang berisi air atau lainnya, tidak masalah. Untuk media yang paling baik
ditiup adalah minyak zaitun. Disebutkan dalam hadits Malik bin Rabi‟ah, bahwa Rasulullah Shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda: ‫و اد ىوا به وه‬ ‫“ ه ر بار لوا ال‬Makanlah minyak zaitun , dan olesi
tubuh dengannya. Sebab ia berasal dari tumbuhan yang penuh berkah”.
9. Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan. Ini berdasarkan hadits „Aisyah, ia berkata: “Rasulullah,
tatkala dihadapkan pada seseorang yang mengeluh kesakitan, Beliau mengusapnya dengan tangan
kanan…”. [HR Muslim, Syarah An Nawawi (14/180]. Imam An Nawawi berkata: “Dalam hadits ini
terdapat anjuran untuk mengusap orang yang sakit dengan tangan kanan dan mendoakannya. Banyak
riwayat yang shahih tentang itu yang telah aku himpun dalam kitab Al Adzkar”. Dan menurut Syaikh Al
„Utsaimin berkata, tindakan yang dilakukan sebagian orang saat meruqyah dengan memegangi telapak
tangan orang yang sakit atau anggota tubuh tertentu untuk dibacakan kepadanya, (maka) tidak ada
dasarnya sama sekali.

10. Bagi orang yang meruqyah diri sendiri, letakkan tangan di tempat yang dikeluhkan seraya mengatakan
‫( ب م هللا‬Bismillah, 3 kali). Lalu membaca: ‫أعو باهلل و در ه ه ر ا أجد و أ ا ر‬
“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai dan aku takuti”.
Dalam riwayat lain disebutkan “Dalam setiap usapan”. Doa tersebut diulangi sampai tujuh kali.

Atau membaca :
“Aku berlindung kepada keperkasaan Allah dan kekuasaanNya dari setiap kejelekan yang aku jumpai
dari rasa sakitku ini”. Apabila rasa sakit terdapat di seluruh tubuh, caranya dengan meniup dua telapak
tangan dan mengusapkan ke wajah si sakit dengan keduanya.
11. Bila penyakit terdapat di salah satu bagian tubuh, kepala, kaki atau tangan misalnya, maka dibacakan
pada tempat tersebut. Disebutkan dalam hadits Muhammad bin Hathib Al Jumahi dari ibunya, Ummu
Jamil binti Al Jalal, ia berkata: Aku datang bersamamu dari Habasyah. Tatkala engkau telah sampai di
Madinah semalam atau dua malam, aku hendak memasak untukmu, tetapi kayu bakar habis. Aku pun
keluar untuk mencarinya. Kemudian bejana tersentuh tanganku dan berguling menimpa lenganmu. Maka
aku membawamu ke hadapan Nabi. Aku berkata: “Kupertaruhkan engkau dengan ayah dan ibuku, wahai
Rasulullah, ini Muhammad bin Hathib”. Beliau meludah di mulutmu dan mengusap kepalamu serta
mendoakanmu. Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam masih meludahi kedua tanganmu seraya membaca
doa:

“Hilangkan penyakit ini wahai Penguasa manusia. Sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada
kesembuhan kecuali penyembuhanMu, obat yang tidak meninggalkan penyakit”[6]. Dia (Ummu Jamil)
berkata: “Tidaklah aku berdiri bersamamu dari sisi Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam, kecuali
tanganmu telah sembuh”.
12. Apabila penyakit berada di sekujur badan, atau lokasinya tidak jelas, seperti gila, dada sempit atau
keluhan pada mata, maka cara mengobatinya dengan membacakan ruqyah di hadapan penderita. Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Shallallahu „laihi wa sallam meruqyah orang yang mengeluhkan
rasa sakit. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, dari Ubay bin K‟ab , ia berkata: “Dia bergegas untuk
membawanya dan mendudukkannya di hadapan Beliau Shallallahu „alaihi wa salla,m . Maka aku
mendengar Beliau membentenginya (ta‟widz) dengan surat Al Fatihah”.[7] Apakah ruqyah hanya
berlaku untuk penyakit-penyakit yang disebutkan dalam nash atau penyakit secara umum? Dalam hadits-
hadits yang membicarakan terapi ruqyah, penyakit yang disinggung adalah pengaruh mata yang jahat
(„ain), penyebaran bisa racun (humah) dan penyakit namlah (humah). Berkaitan dengan masalah ini,
Imam An Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Maksudnya, ruqyah bukan berarti hanya
dibolehkan pada tiga penyakit tersebut. Namun maksudnya bahwa Beliau ditanya tentang tiga hal itu,
dan Beliau membolehkannya. Andai ditanya tentang yang lain, maka akan mengizinkannya pula. Sebab
Beliau sudah memberi isyarat buat selain mereka, dan Beliau pun pernah meruqyah untuk selain tiga
keluhan tadi”. (Shahih Muslim, 14/185, kitab As Salam, bab Istihbab Ar Ruqyah Minal „Ain Wan
Namlah).

Demikian sekilas cara ruqyah. Mudah-mudahan bermanfaat.

Dari: https://almanhaj.or.id/2693-tata-cara-ruqyah-yang-benar.html

Anda mungkin juga menyukai