Anda di halaman 1dari 6

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN ALPUKAT BERDASARKAN SISTEM LAHAN

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Rahmawaty1, Meilan AH1, Riswan2 dan Abdul Rauf3


1Prodi Kehutanan, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara
2 Kopertis Wilayah I Sumatera Utara
3Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara

Jl. Tri Dharma Ujung No. 1 Kampus USU Medan 20155


Email: rahmawaty1974@gmail.com

ABSTRACT

Land suitability is the activities to compare the requirements demanded by the type of land use with the
properties or qualities of land owned by the land use. One of Geographic Information Systems (GIS)
application is to evaluate land suitability classes. This study was conducted to assess land suitability for
alpukat (Persea Americana) under different land system in Lau Simbelin Sub watershed Alas watershed, Dairi
District, North Sumatra Province. In this study was used survey method to take soil samples in the field,
matching method to analyze the suitability of land, and the GIS tools to map the land suitability classes. Land
suitability classification was evaluated based on matching method. The process of land suitability classification
is the appraisal and grouping of specific areas of land in terms of their suitability for defined uses. The results
showed that the land suitability class for alpukat was suitable (S1) on several land systems in Lau Simbelin
Sub watershed Alas watershed, Dairi District, North Sumatra Province. Hence, the alpukat can be developed
in this area.

Keywords: Alpukat, Geographic Information Systems, Land Suitability, Lau Simbelin, Alas Watershed

PENDAHULUAN

Penerapan pola pertanian yang bervariasi pada suatu DAS berakibat pada terjadinya konversi atau
perubahan vegetasi, terutama vegetasi hutan menjadi non hutan, seperti perkarangan, perkebunan, atau
tanaman musiman (jangka pendek). Terjadinya perubahan tersebut akan berpengaruh langsung terhadap
fluktuasi debit sungai. Dengan demikian, pada setiap DAS atau sub-DAS yang mendapat perlakuan yang
berbeda-beda akan menyebabkan setiap DAS atau sub-DAS menghasilkan erosi dan fluktuasi debit sungai
yang berbeda-beda pula. Perbedaan kualitas DAS dan sub-DAS tersebut adalah merupakan gambaran dari
tingkat kerusakan masing-masing DAS atau sub-DAS tersebut (Suripin, 2001). Saat ini, ada kecenderungan
untuk memanfaatkan lahan untuk kepentingan ekonomi, yang dapat meningkatkan pendapatan. Penggunaan
lahan didasarkan pada harga jual pasar sehingga menyebabkan silih bergantinya jenis tanaman yang
ditanam. Menurut Ekanayake dan Dayawansa (2003) dalam Rahmawaty (2011), lahan sebagai sumber daya
tidak dapat diukur dengan permukaan daerah sendiri; maka jenis tanah yang sangat penting untuk
produktifitas, dasar geologi, topografi, hidrologi, dan populasi tanaman dan hewan juga harus
dipertimbangkan. Atribut-atribut ini membatasi sejauh mana lahan yang tersedia untuk berbagai tujuan.
Proses perencanaan penggunaan dapat memberikan alternative penggunaan lahan dan batas-batas
kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat
digunakan secara lestari. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses
perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Klasifikasi kesesuaian lahan adalah salah satu bentuk
evaluasi lahan. Wahyuningrum, dkk (2003) menyatakan hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk
menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim,
perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya. Dengan demikian, untuk meningkatkan produktivitas lahan
sekaligus ramah lingkungan, meningkatkan pendapatan petani serta meningkatkan kepedulian terhadap
kelangsungan sumber daya alam, maka penelitian dikalukan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan pada
salah satu tanaman yang sering ditanam oleh masyarakat (alpukat) di daerah Sub DAS Lau Simbelin. Sub

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan | 303
DAS Lau Simbelin merupakan bagian dari DAS Alas yang terbentang di Kecamatan Sidikalang menuju
perbatasan Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Silima Punga-punga. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman alpukat di Sub DAS Lau Simbelin DAS Alas Kabupaten
Dairi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2011. Tempat penelitian adalah
di Sub DAS Lau Simbelin DAS Alas Kabupaten Dairi (Gambar 1). Analisis sifat fisik dan kimia tanah di
lakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengelolaan
dan analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Terpadu, Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.

Peta Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu : tahap persiapan, tahap
suvei/kegiatan di lapangan, dan tahap analisis. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan berupa telaah
pustaka, pengumpulan data sekunder berupa data suhu dan curah hujan yang diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan, peta-peta yang dibutuhkan (peta landsystem, peta
tanah, peta penutupan lahan, dan peta kemiringan/kelerengan) yang diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS
Wampu Sei Ular Medan, dan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pada tahap
survei/kegiatan di lapangan, berupa pengumpulan data primer yang meliputi parameter fisik yang dapat diukur
di lapangan, yaitu : kedalaman tanah, struktur tanah, kerusakan erosi yang telah terjadi, drainase.
Pengambilan sample tanah untuk dianalisis di laboratorium berupa tekstur lapisan tanah, permeabilitas,
keasaman tanah, dan C-organik. Sifat-sifat lahan (land characteristic) adalah atribut atau keadaan unsur-
unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, stuktur tanah, kedalaman tanah,
jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah. Sifat lahan ini menentukan perilaku lahan
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Arsyad, 2006). Sifat-sifat lahan (land characteristic) dapat dilihat
dari Tabel 1.

304 | Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan
Tabel 1. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan dalam kriteria evaluasi lahan
Simbol Kualitas lahan Karakteristik lahan
Tc Temperatur Temperatur
Wa Ketersediaan air Curah hujan (mm)
Lamanya masa kering (bulan)
Kelembaban udara (%)
Oa Ketersediaan oksigen Drainase
Rc Media perakaran Drainase
Tekstur
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah
Nr Retensi hara KPK lempung (cmol(+).kg-1)
Kejenuhan basa (%)
pH H2O
C-organik (%)
Eh Bahaya erosi Lereng (%) Bahaya erosi
Sumber: Azis, dkk (2005)

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada masing-masing landsystem (7 titik). Konsep sistem lahan
menurut RePPProt (1988) dalam Rahmawaty (2011) menganggap ada hubungan yang erat antara tipe
batuan, hidroklimat, landform, tanah. Oleh karena itu, sistem lahan yang sama akan mencerminkan
kesamaan potensi serta faktor-faktor pembatasnya di mana pun sistem lahan tersebut dijumpai. Sistem lahan
yang sama diakui di mana pun kombinasi yang sama, faktor ekologi atau lingkungan tersebut terjadi. Sebuah
sistem lahan karena itu tidak unik hanya untuk satu wilayah, tapi di semua bidang memiliki sifat lingkungan
yang sama. Selanjutnya, karena sistem tanah selalu terdiri dari kombinasi yang sama, batu, tanah dan
topografi memiliki potensi yang sama, dan keterbatasan, di mana pun itu terjadi (Rahmawaty, 2011). Sampel
tanah dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sampel tanah yang diambil dibedakan
atas contoh tanah terganggu dan contoh tanah tidak terganggu. Contoh tanah terganggu diambil untuk
analisis tekstur, pH, kadar hara tanah, dan sebagainya, sedangkan contoh tanah tidak terganggu dimbil untuk
analisis sifat fisika tanah seperti permeabilitas. Setiap sampel tanah yang diambil dikeringanginkan di ruang
yang berfentilasi dan tidak langsung terkena sinar matahari, dimana temperatur tidak lebih dari 350C karena
akan berkibat pada perubahan yang drastis pada sifat kimia, fisika, dan biologi sampel tanah, kemudian
dilakukan pengayakan dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan ukuran partikel yang berdiameter ≤ 2
mm, dimana tanah adalah partikel yang berdiameter ≤ 2mm, sedangkan berdiameter ≥2 mm dikategorikan
sebagai kerikil (Mukhlis, 2007).
Sifat fisik tanah yang dinilai hanya tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara fraksi tanah (pasir, debu dan lempung/ Sand, silt dan clay) sedangkan struktur tanah
adalah bentuk spesifik dari agregat tanah. Tekstur tanah relatif tidak berubah tetapi struktur tanah mudah
berubah terutama apabila ada pengolahan tanah. Pada tahap analisis klasifikasi kegiatan pada tahap ini
berupa analisis klasfikasi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat serta analisis klasifikasi
kesesuaian lahan dengan metode matching atau pencocokan data yang telah diperoleh baik dari data primer,
sekunder, maupun data hasil laboratorium dengan persyaratan penggunaan lahan.
Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan antara kebutuhan
tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Adapun jenis tanaman yang akan
dipadukan dapat dilihat pada lampiran. Oleh karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching
(BPT, 2003). Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu,sebagai contoh
lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim (Azis, dkk.
2005). Kelas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai
marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan kelas terjelek dengan
memberikan seluruh pembatas/hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih baik
dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada dapat diperbaiki. Sub Klas pada klasifikasi
kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e
(erosi), w (drainase), s (tekstur tanah), a (keasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim).

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan | 305
Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat. Dengan demikian seluruh hambatan
yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya. Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari
hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya
hambatan yang sulit untuk ditangani (c dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan
berdasarkan Klas terjelek dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi
setingkat lebih baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat
diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk diperbaiki
keadaannya (Arsyad, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa terdapat tujuh land system di Sub DAS Lau Simbeli, yaitu :
Kalung (KLG), Gunung Gadang (GGD), Bukit pandan (BPD), Maput (MPT), Barong Tongkok (BTG), dan
Pakasi (PKS). Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman alpukat pada masing-masing land system
dapat dilihat pada Tabel 2 dan pemetaan kesesuaian lahan aktual dan potensial dapat dilihat pada Gambar 2
dan Gambar 3.

Tabel 2. Kesesuaian Lahan Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin


Tanaman Land system
KLG UBD GGD BPD MPT BTG PKS
Alpukat Aktual S1 S1 S3(nr) S3(rc) S1 S2(nr) N(rc)
(Persea Potensial S1 S1 S1 S3(rc) S1 S1 N(rc)
americana)
Keterengan: tc = temperatur , rc = media perakaran, wa = curah hujan, nr = retensi hara

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa di Sub DAS Lau Simbelin, terdapat empat kelas kesesuaian
lahan, yaitu: S1, S2, S3, dan N. Sebagaimana dinyatakan dalam Arsyad (2006), bahwa masing-masing kelas
kesesuaian lahan tersebut dibatasi oleh faktor-faktor pembatas (ringan, sedang, dan berat) seperti terlihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan


Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

S1: sangat sesuai Unit lahan tidak memiliki pembatas atau hanya memiliki empat pembatas
ringan.
S2: cukup sesuai Unit lahan memiliki lebih dari empat pembatas ringan, dan atau memiliki tidak
lebih dari tiga pembatas sedang.
S3:sesuai marginal Unit lahan memiliki lebih dari tiga pembatas sedang, dan atau satu pembatas
berat.
N: tidak sesuai Unit lahan memiliki lebih dari satu pembatas berat atau sangat berat

Berdasarkan Tabel 2 tersebut, terlihat bahwa tanaman alpukat memiliki kesesuaian lahan aktual dan
potensial Sangat Sesuai (S1) pada landsystem KLG, UBD dan MPT. Pada landsystem BTG, kesesuaian
lahan aktual adalah cukup sesuai (S2) dengan faktor penghambat retensi hara. Pada landsystem GGD,
kesesuaian lahan aktual Sesuai Marginal (S3) dengan faktor penghambat retensi hara. Kesesuaian lahan
aktual Sesuai Marginal (S3) juga terdapat pada land system BPD dengan faktor pembatas media perakaran.
Sedangkan pada land system PKS, kesesuaian lahan aktuanya adalah tidak sesuai (N) dikarenakan oleh
faktor media perakaran. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa beberapa faktor pembatas ada yang
bisa diatasi namun ada juga yang tidak bisa diatasi karena merupakan faktor alam (Tabel 3). Oleh sebab itu,
pada land sistem GGD dan BTG terlihat bahwa faktor pembatasnya adalah retensi hara yang bisa diatasi
dengan cara pemberian pupuk, maka kesesuaian lahan potensialnya dapat menjadi sangat sesuai (S1).

306 | Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan
Adapun pada Land System BPD dan PKS terdapat faktor pembatas media perakaran yang sulit untuk diatasi,
sehingga kesesuaian lahan potensialnya sama dengan kesesuaian lahan aktualnya.

Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

Gambar 3. Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Alpukat di Sub DAS Lau Simbelin

Kesesuaian lahan dapat dinilai secara aktual maupun potensial. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Djaenudin, dkk (2003) bahwa masing-masing kesesuaian lahan dapat dinilai secara aktual maupun potensial.
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang
(present land use), tanpa adanya masukan untuk perbaikan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah
kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan untuk perbaikan, seperti
penambahan pupuk, perbaikan atau teraserin, tergantung dari jenis faktor pembatasnya.
Faktor penghambat yang ada secara umum berupa temperatur, curah hujan, tekstur, kedalaman tanah
yang merupakan faktor yang tidak dapat diberikan masukan untuk perbaikan karena merupakan faktor alam,
serta drainase, dan pH yang dapat diberi masukan untuk perbaikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Wahyuningrum, dkk (2003) bahwa kedalaman tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Tanah yang

Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan | 307
dangkal akan terbatas kemampuannya dalam menyediakan air dan unsur-unsur hara lainnya. Disamping itu
kedalaman tanah sangat menentukan lahan bisa diolah atau tidak. Pada klasifikasi kemampuan dan
kesesuaian lahan, faktor kedalaman tanah sangat diperhitungkan dan menentukan. Drainase dapat dikelola
dengan perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase, dengan tingkat pengelolaan sedang
dan tinggi. Retensi hara berupa pH dapat dikelola dengan pengapuran atau penambahan bahan organik
dengan tingkat pengelolaan sedang dan tinggi.

KESIMPULAN

Kelas kesesuaian lahan tanaman Alpukat di Sub Das Lau Simbelin, Kabupaten Dairi, Provinsi
Sumatera Utara adalah sesuai pada land system KLG, UBD dan MPT. Apabila dilakukan usaha perbaikan
maka pada tanaman alpukat sesuai pada land system KLG, UBD, GGD, MPT, dan BTG. Pada land system
PKS tidak sesuai untuk alpukat dengan faktor pembatas media perakaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.


Azis, A. Bambang, H. S. Medhanita. D. R. 2005. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tanaman
Pangan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Balai Penelitian Tanah. 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimatologi.
BadangLitbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor
Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan Hidayat, A. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.
Rahmawaty, T. R. Villanueva, M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study in
Besitang Watershed, Langkat, North Sumatera, Indonesia. Lambert Academic Publishing. Jerman.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta.
Wahyuningrum, N. Nugroho. Wardojo. Beny, H. Endang, S. Sudimin. Sudirman. 2003. Klasifikasi Kemampuan
dan Kesesuaian Lahan. INFO DAS Surakarta No. 15 Th. 2003.

308 | Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XVII (11 Nopember 2014), Medan

Anda mungkin juga menyukai