Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL SKRIPSI

UJI KINERJA SENSOR LENGAS TANAH TIPE KAPASITANSI

TERHADAP PERLAKUAN PEMUPUKAN, SUHU, DAN JENIS TANAH

OLEH :

M.SHOHIBUN NUHA

14/363892/TP/10887

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah sangat dibutuhkan di dalam kehidupan karena tanah dapat

dimanfaatkan sebagai sarana menghasilkan biomassa dengan budidaya tanaman.

Di lain sisi manusia juga membutuhkan tanaman baik dalam pemenuhan

makanan, pakaian, dan kebutuhan primer-sekunder lainnya. Tanah adalah produk

transformasi mineral dan organik yang terdapat di permukaan bumi hingga

kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis lingkungan yang

terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang. Komponen tanah diantaranya

mineral, organik, air, dan udara salaing menyusun satu dengan yang lainnya

hingga membentuk suatu tubuh tanah. Kenampakan dan sifat-sifat tanah antara

satu tempat dengan tempat lain akan berbeda. Hal ini dikarenakan pengaruh

proses gabungan anasir alami yaitu bahan induk, iklim, topografi, dan organisme

hidup di dalamnya yang berlangsung dalam waktu yang panjang.

Tanah dan air merupakan sumberdaya alam yang penting untuk

keberlangsungan kehidupan di muka bumi ini termasuk manusia, hewan,

tumbuhan, dan lain-lain. Tanah memiliki peranan dan kemampuan untuk

menyimpan air dalam kaitannya dengan siklus hidrologi. Air di dalam tanah dapat

dibedakan menjadi dua macam, yakni air tanah dan lengas tanah. Air tanah adalah

air yang tersimpan dalam lapisan aquifer tanah. Menurut (Asmiwarti, 2010)

lengas tanah atau kelembaban tanah merupakan air yang terikat secara absorbtif

pada permukaan butir-butir tanah. Penyerapan air oleh perakaran tergantung pada
ketersediaan kelembaban air dalam tanah. Kapasitas simpanan tanah tergantung

pada tekstur, kedalaman, dan struktur tanah. Ketersediaan lengas tanah tergantung

pada potensial tanah, distribusi akar, dan suhu.

Pentingnya kandungan lengas tanah bagi pertumbuhan tanaman

menjadikan para ilmuan termotivasi untuk melakukan penelitian untuk

menghasilkan beberapa metode pengukuran kadar lengas tanah. Informasi kadar

lengas ini dapat digunakan untuk menentukan penjadwalan waktu irigasi dan

jumlah air irigasi yang harus diberikan pada lahan (Mawardi, 2011).

Nilai kadar lengas tanah dapat dihitung menggunakan metode langsung

(soil sampling) dan tidak langsung (soil moisture sensing). Penggunaan metode

langsung untuk menentukan kadar lengas tanah secara umum tidak tepat

digunakan untuk penjadwalan irigasi karena penggunaan metode tersebut

tergolong rumit dan memakan waktu yang cukup lama (12-24 jam) (Carpena et al,

2014).

Pengukuran kadar lengas tanah menggunakan sensor merupakan metode

pengukuran kadar lengas tanah melalui hubungan kalibrasi pengukuran

variabelnya. Telah diketahui bahwa akurasi sensor dipengaruhi oleh metode

sensor (konduktansi, kapasitansi, dan lain-lain) yang memiliki sensitifitas

terhadap karakteristik, tekstur, temperature, bulk density, dan salinity (Carpena et

al, 2014). Fungsi persamaan kalibrasi yang dikembangkan oleh produsen yaitu

pada kondisi laboratorium, sedangkan akurasi pada kondisi lapangan di lahan

sesungguhnya masih jarang diketahui terutama untuk jangka panjangnya.

(Mittebach et al, 2012). Menurut Dean et al. (1987) hubungan antara kadar lengas
tanah dan pengukuran variabel lainnya (permitivitas) harus ditentukan secara

empiris (pengaplikasian pada lahan) dengan kalibrasinya. Selain itu, menurut

Evett et al. (2006) pengukuran kadar lengas dengan sensor yang telah terkalibrasi

di laboratorium dengan variasi beberapa jenis tanah yang kemudian dilakukan uji

pada kondisi lahan atau validasi hasil pembacaan untuk melihat perbedaan

pembacaan. Pada dasarnya proses pengaplikasian sensor yang telah terkalibrasi

masih perlu dilakukan proses validasi pada kondisi lahan untuk mengetahui

tingkat akurasi dan penyimpangan nilai pengukuran yang terjadi pada saat

pengaplikasian alat.

1.2. Tujuan

Pengujian jkinerja sensor lengas tipe kapasitansi terhadap perlakuan

pemupukan, suhu, dan jenis tanah memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mendapatkan persamaan kalibrasi dan nilai error dari uji kinerja sensor

kapasitansi yang digunakan.

2. Mengetahui batasan yang mampu diukur oleh sesnsor lengas tanah.

1.3. Manfaat

Berdasarkan pengujian sensor lengas tanah yang telah dilakukan diharapkan

dapat member beberapa manfaat sebagai berikut.

1. Mampu memberikan hasil penelitian berupa sensor pengukur lengas tanah

yang mampu mendeteksi nilai kadar lengas tanah dengan cepat dan mudah

dioperasikan.

2. Peneliti dapat menerapkan disiplin ilmu keteknikan yang diperoleh dari

kuliah maupun praktikum untuk menciptakan, merancang, dan


memecahkan permasalahan yang terjadi dalam setiap prosesnya dengan

baik.

3. Mampu mengetahui batasan pengukuran yang dilakukan oleh sensor.

1.4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

1. Pengujian sensor hanya mnenitikbertatkan pada kemampuan sensor untuk

merespon kenaikan maupun penurunan kadar lengas tanah berdasarkan

nilai kapasitansinya.

2. Faktor-faktor sifat fisik tanah yang dapat mempengaruhi pengukuran

kinerja sensor lengas tanah masih diabaikan dalam penelitian ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air di Dalam Tanah

Menurut Mawardi (2016) di dalam tanah air memiliki kedudukan sebagai

air tanah (ground water) dan lengas tanah (soil water). Air tanah merupakan air

bebas yang tersimpan dalam lapisan akuifer yang bisa dimanfaatkan secara

langsung. Lengas tanah merupakan air tak bebas yang terletak dalam ruang pori

tanah. Air ini terikat oleh gaya adhesi dan kohesi (gaya serap matrix tanah)

dimana pada kondisi tertentu hanya tanaman yang dapat memanfaatkan secara

langsung.

Konsep hubungan antara tanah, air, dan udara secara kuantitatif dapat

dipahami dengan menggunakan pendekatan pengertian kandungan lengas dan

porositas tanah (Mawardi, 2011). Sifat tanah termasuk kemampuannya dalam

mengikat atau menyimpan air berhubungan erat dengan fraksi atau persentase

volume total tanah yang terdiri dari bagian padat dan ruang pori tanah. Di dalam

tanah, air terdapat di ruang pori di antara padatan tanah (Islami dkk, 1995). Dalam

hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, maka ruang pori tanah yang berisi

udara dan air inilah yang mempunyai peranan cukup penting. Kondisi paling

basah yang mungkin terjadi pada tanah adalah kondisi jenuh, yaitu kondisi dimana

semua pori tanah terisi oleh air. Kondisi paling kering yang mungkin kita peroleh

di alam adalah kondisi variable yang disebut kering udara dan di dalam

laboratorium hal ini biasa disebut kering oven (Hillel, 1982). Untuk
penyederhanaan pengertian suatu matrik tanah dapat digambarkan sebagaimana

gambar di bawah ini.

(a) (b)

Gambar 2.1 Skema penampang tanah (a) dan konsep tanah tiga fase (b)

Porositas tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sangat penting.

Beberapa proses fisika dan kimia tanah yang tidak terjadi di dalam partikel tanah

atau di permukaan partikel akan terjadi di dalam ruang pori atau ruang antar

partikel. Di dalam ruang antar partikel inilah udara, air dan produk biologis, serta

nutrisi ditransmisi dari satu bagian ke bagian lain di dalam tanah. Di dalam ruang

ini juga perakaran tanaman, bakteri, cacing, dan mikroorganisme lainnya

mengubah atau memperbesar ruang pori tanah (Mawardi, 2011).

Tanah merupakan sistemdisperse tiga fase yang selalu berada dalam

keadaan seimbang. Ketiga fase tersebut, yaitu fase padat, fase cair, dan fase gas.

Komponen tersebut merupakan sistemyang selalu mengalami perubahan, tetapi

selalu berada dalam keadaan seimbang. Dalam keadaan kering rongga pada tanah

akan ditempati oleh udara, tetapi jika terjadi pengairan atau hujan, maka rongga
yang berisi udara berkurang dan terisi oleh cairan. Jika tanah diolah atau

digemburkan, maka bagian relative padatan berkurang, dan bagian relative berisi

udara bertambah. Dan sebaliknya, apabila tanah dipadatkan, maka bagian relative

padatan bertambah, dan bagian relative berisi udara berkurang (Islami, 1995).

2.2. Konsep Alat Ukur

Unsur-unsur fungsional alat ukur atau system pengukuran secara umum

meliput unsur pengindra primer, unsur pengkonversi (variabel), unsur pengubah

(manipulator) peubah, pengirim data, unsur penyaji data dalam bentuk informasi

yang dapat ditangkap oleh indra manusia (Srivastava, 2006). Secara garis besar

hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya dalam system pengukuran

disajikan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Unsur-unsur fungsional system pengukuran

Unsur pengindra primer adalah unsur pertama yang menerima energi dari

objek yang diukur dan menghasilkan keluaran berupa data-data dalam batas-batas

tertentu tergantung pada objek yang diukur. Alat ukur menyerap energi dari objek

yang diukur. Oleh karena itu, kuantitas yang diukur selalu terganggu oleh

perlakuan pengukuran objek dan menyebabkan suatu pengukuran dapat

memperoleh hasil yang sempurna menjadi mustahil. Jika diperlukan, unsur

pengkonversi peubah dapat menukar keluaran dari unsur pengindra primer dengan
peubah yang lebih cocok, sedangkan informasi dalam peubah sebelumnya tetap

disimpan (Srivastava, 2006).

Unsur manipulasi pengubah peubah secara sesifik dapat menimbulkan

perubahan nilai numerik sesuai aturan tertentu sehingga mampu mempertahankan

sifat fisik peubah. Suatu penguat operasional elektronik dapat mengilustrasikan

konsep ini, dimana dihasilkan sinyal keluaran yang mempunyai satuan sama

dengan sinyal masukan, tetapi dengan besaran beberapa kali dari masukan

(Srivastava, 2006).

2.3. Cara Pengukuran Kadar Lengas Tanah

Penentuan kadar lengas tanah dapat diklasifikasikan menurut variabel yang

diukur yaitu metode pengukuran langsung (direct methods) dan metode

pengukuran tidak langsung (indirect methods). Metode pengukuran langsung

kadar lengas tanah dapat ditentukan menggunakan perbedaatn berat sebelum dan

sesudah sampel tanah dikeringkan. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung

kadar lengas tanah dapat ditentukan melalui hubungan kalibrasi pengukuran

variabel lainnya (Carpena dkk, 2012).

Teknik pengukuran kadar air tanah diklasifikasikan ke dalam dua cara,

yaitu langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung adalah berupa

pemisahan air dari matrik tanah dan pengukuran langsung dari jumlah air yang

dipisahkan tersebut . pemisahan air dari matriks tanah dapat dicapai melalui ,

pemanasan, ekstraksi dan penggantian oleh larutan, atau reaksi kimia. Jumlah air

yang dipisahkan ditentukan dengan mengukur perubahan massa setelah

pemanasan dan pengukuran kuantitatif dari hasil reaksi. Pemisahan air dengan
pemanasan biasa disebut dengan metode gravimetri dan merupakan metode

pengkuran secara langsung. Metode pengukuran tidak langsung adalah dengan

mengukur beberapa sifat fisik atau kimia tanah yang berhubungan dengan kadar

air tanah. Sifat ini meliputi konstanta dielektrik (Prasetyo, 2016).

2.4. Pengukuan Kadar Lengas Tanah Melalui Metode Pengukuran Langsung

(Direct Methods)

Pengukuran kadar lengas tanah dengan metode pengukuran langsung

merupakan cara paling sederhana untuk menentukan kadar lengas tanah yaitu

dengan menimbang sejumlah sampel tanah dalam keadaan lembab atau basah

(Tb), kemudian sampel tanah tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 105º C

selama 12-24 jam tergantung banyak sampel yang diukur dan metode ini sering

disebut dengan metode gravimetri (Islami dkk, 1995). Metode pengukuran

gravimetri ini memiliki kelemahan diantaranya membutuhkan banyak waktu,

tenaga, dan tempat khususnya untuk mengeringkan sampel tanah (Mawardi,

2011). Akan tetapi, jika metode ini dilakukan secara benar dan teliti, maka hasil

yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan. Metode ini juga digunakan sebagai

kalibrator pengukuran lain yang merupakan pengukuran tidak langsung (Mawardi,

2011; Walker dkk, 2004).

Pada metode gravimetri kadar air pada tanah dinyatakan sebagai

perbandingan berat air keseluruhan yang terdapat pada sampel tanah dengan berat

tanah pada keadaan kering (sampel tanah dikeringkan dalam oven pada suhu

105ºC sampai beratnya konstan) (Mawardi, 2011). Sedangkan termo volumetric

menyatakan kadar air sebagai volume air yang berada di dalam tanah tidak terusik
yang dinyatakan sebagai VMC (volume air berhubungan dengan volume sampel

tanah kering tak terusik yang dioven) (Carpena dkk, 2014).

2.5. Pengukuran Kadar Lengas Tanah Melalui Metode Pengukuran Tidak

Langsung (Indirect Methods)

Pengukuran kadar lengas tanah dengan metode pengukuan tidak langsung

pada saat ini telah berkembang secara pesat dikarenakan pengukuran dengan

metode ini jauh lebih praktis. Adapun beberapa alat yang dikembangkan dengan

metode ini antara lain Neutron Moderation, Time Domain Reflectometri (TDR),

Frequency Domain, Amplitude Domain Reflectometry (ADR), Phase

Transmission (Virrib), Time Domain Transmission (TDT), Tensiometer, Gypsum

Block (Carpena dkk., 2012).

2.6. Pengukuran Lengas Tanah dengan Metode Kapasitansi

Pengukuran lengas tanah secara digital atau sensorik secara umum menggunakan

metode yang didasarkan pada perubahan sifat listrik dari bahan yang bervariasi

sesuai dengan perubahan kebasahn. Pengukuran lengas menggunakan metode

perubahan sifat listrik pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis,. Satu

mengukur hantaran listrik dari bahan yang diletakkan diantara dua elektroda yang

dikenal dengan metode konduktansi, sedang yang kedua mengukur kapasitansi

kondensator (kapasitor) dimana bahan sampel bekerja sebagai bahan dielektrik

(Srivastava, 2006). Pada pengukuran kadar lengas dengan menggunakan

kapasitor, nilai lengas tanah yang dihasilkan berhubungan dengan besar medan

listrik dielektrik yang ditimbulkan oleh sensor yang kemudian terbaca oleh

kapsitor pada sensor yang telah dikalibrasi (Albanna, 2016).


Sensor lengas tanah dengan metode kapasitansi merupakan metode pengukuran

lengas tanah secara tidak langsung yang mempunyai hubungan dengan beberapa

sifat fisik tanah dan kandungan kimia dalam tanah. Kapsitansi adalah ukuran

jumlah muatan listrik yang disimpan untuk sebuah potensial listrik yang telah

ditentukan. Model sensor kapsitansi adalah bentuk pengembangan dari konsep

dasar kapasitor plat sejajar. Pada kapsitor plat sejajar nilai kapasitansi dipengaruhi

oleh besar medan listrik yang melingkupi dalam cakupan dimensi dan permitivitas

bahan. Model kapasitor plat sejajar memiliki besar nilai kapasitansi yang

sebanding dengan besar permitivitas bahan absolute dan relative. Besar nilai

kapasitansi dipengaruhi oleh factor dimensi luas permukaan elektroda dan jarak

antar plat yang dibentuk dengan persamaan matematis (Albanna, 2016).

2.7. Penelitian Terkait

Pengembangan dan penelitian sensor lengas tanah saat ini banyak

dilakukan secara besar-besaran dan intensif oleh beberapa peneliti atau

perusahaan yang terfokus pada instrumentasi dan peralatan pertanian. Salah satu

penelitian yang dilakukan oleh Isa Albana seorang mahasiswa Institut Teknologi

Adhi Tama Surabaya dimana melakukan pembuatan interdigital sensor capasitor

(IDC-S). Sensor ini merupakan sebuah instrument alat ukur kadar air pada batu

bata berbasis non-destructive tes (NDT) yang mampu mengubah nilai parameter

fisis menjadi besaran elektrik (kapasitansi).

Penelitian ini diawali dengan melakukan simulasi numeric sensor IDC-S

menggunakan perangkat lunak Agros2D. hasil simulasi menunjukkan distribusi

potensial berada pada sekitar elektroda. Pada kontur simulasi tidak terdapat
overlap potensial antar elektroda. Proses pengujian ini dilakukan dengan dua

metode yaitu statis dan dinamis. Pada metode statis dilakukan pengukuran

kapasitansi terhadap variasi kadar air. Pengukuran kapasitansi dalam metode statis

dilakukan dengan instrumentasi standar RCL meter PM 6303A phillip-Fluke.

Diperoleh nilai kapasitansi antara 8.2 pF – 45.5 pF (kadar air 0% -- 70%). Mtode

kedua adalah pengukuran kapasitansi dengan memanfaatkan sinyal kotak. Hasil

analisa fungsi eksponensial dari sinyal yang terukur diperoleh besar kapasitansi

antara 9.4 pF – 43.9 pF.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi dan Mesin Pertanian,

Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Gadjah Mada pada bulan November 2017.

3.2. Bahan

1. Sampel tanah jenis ringan, sedang, dan berat

2. Pot ukuran diameter 25 cm dan gelas plastic ukuran 14 Oz

3. Air atau aquades

3.3. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Serangkaian instrument pengukur kadar lengas berbasis kapasitansi

2. Timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram

3. Rol kabel

4. Oven

5. Laptop

6. Dan komponen pelengkap lainnya


3.4. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini secara garis besar diterangkan dalam Gambar

3.4 berikut.

Gambar 3.4 Diagram Alir Prosedur Penelitian


3.4.1. Perencanaan dan Penjadwalan

Tahapan awal penelitian ini dimulai dengan perencanaan dan

penjadwalan. Perencanaan dimulai dengan memperdalam seputar apa yang

diteliti melalui beberapa referensi seperti buku, jurnal, dan bacaan terkait

sensor. Dalam tahapan ini dilakukan beberapa persiapan untuk pengambilan

data. Pertama dilakukan penyiapan sampel tanah dengan variasi 3 jenis tanah.

Tanah yang digunakan untuk penelitian ini antaranya tanah jenis lempung

berat, lempung sedang, dan lempung ringan. Tanah jenis lempung berat

diperoleh dari daerah Kabupaten Bantul, tanah jenis lempung sedang diperoleh

dari Kepulauan Bangka, dan tanah jenis lempung ringan diperoleh dari

Kabupaten Sleman. Kemudian ketiga sampel tanah tersebut diproses untuk

dilakukan pengambilan data kadar lengas tanah di laboratorium.

Setelah penyiapan tanah kemudian dilakukan pengecekan terhadap

sensor yang akan diuji. Sensor yang digunakan merupakan sensor yang

membaca kadar lengas tanah berbasis kapasitansi. Kapasitansi adalah

kemampuan menyimpan muatan listrik untuk sebuahpotensial listrik yang telah

ditentukan. Rentang pembacaan sensor ini antara 0—525 nilai kapasitansinya.

Berdasarkan literature. Nilai kapasitansi berbanding terbalik dengan besar

kadar lengas. Semakin besar nilai kapasitansi, maka nilai kadar airnya semaki

kecil dan sebaliknya nilai kapasitansi semakin kecil, maka kadar air mamiliki

nilai yang semakin besar.


3.4.2. Pengambilan data

Pengambilan data atau proses kalibrasi dilakukan di laboratorium

dengan menggunakan sampel tanah dari tiga jenis tanah. Sampel yang telah

diambil kemudian dibawa ke laboratorium untuk dijenuhkan selama 24 jam.

Proses kalibrasi dilakukan dengan mengukur nilai pembacaan semsor selama

kurang lebih 8 hari atau sampai kadar air mencapai titik konstan. Setiap hari

data diambil sekali untuk melihat terjadinya perubahan berat massa air yang

teruapkan. Pada pengambilan atau pembacaan sensor kemudian sampel

ditimang dan dicatat perubahan berat yang terjadi selama selang sehari

tersebut. Perubahan air yang teruapkan ini sebagai dasar perhitungan

perubahan kadar air berdasarkan metode gravimetri.

Hasil pengukuran dengan menggunakan sensor lengas tanah dalam

bentuk nilai kapasitansi kemudian dibuat grafik terhadap kadar air tanah actual

yang diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan menggunakan metode

gravimetri. Kemudian dari kedua data tersebut dicari persamaan liniernya

apabila datanya linier, dan ini disesuaikan dengan pola yang dihasilkan kedua

data. Persamaan garis yang dibentuk oleh grafik inilah yang krmudian

digunakan untuk memprogram sensor sehingga pembacaan sensor dapat

menampilkan kadar lengas tanah. Hasil kalibrasi akan diamati nilai akurasinya

berdasarkan nilai koefisien R kuadratnya dan root mean square error dari grafik

yang dibentuk antara nilai dari kapasitansi dan nilai akual kadar air tanah

melalui metode gravimetri (Loague dan Green, 1991; Singh, dkk., 2006).
3.5. Metode Kalibrasi Sensor

1. Mengambil tiga jenis sampel tanah, yaitu jenis tanah ringan, jenis tanah

sedang, dan jenis tanah berat berdasarkan kandungan lempungnya.

2. Mengeringkan sampel tanah dengan menggunakan kipas angin agar tanah

menjadi kering angina tau kering alami.

3. Menghaluskan sampel tanah dengan menggunakan palu atau tangan dan

kemudian mengayaknya agar diperoleh sampel tanah yang halus dan

seragam ukurannya.

4. Menyiapkan gelas pot berukuran 14 OZ dan melubangi bagian bawahnya

untuk drainasi air tanah dan memasang kertas saring untuk menghambat

sampel tanah jatuh dari gelas pot, serta menimbang berat gelas potnya.

5. Mengisi masing-masing pot dengan sampel tanah yang telah disiapkan

sampai mencapai sekitar 0.5 cm di bawah permukaan gelas pot.

6. Menimbang berat sampel tanah pada masing-masing gelas pot dan

mencatatnya sebagai berat awal.

7. Semua gelas pot kemudian dijenuhkan di dalam ember berisi air yang

tinggi muka airnya tidak melebihi batas atas gelas pot atau sedikit di atas

permukaan sampel tanah. Sampel tanah dijenuhkan selama 24 jam.

8. Setelah dijenuhkan selama 24 jam, sampel tanah ditiriskan sampai tidak

lagi terdapat tetesan air dari lubang-lubang gelas pot tersebut. Setelah

ditiriskan kemudian sampel tanah ditimbang dan dijadikan acuan

perubahan berat di hari pertama pengmbilan data.


9. Setelah itu gelas pot diletakkan di dalam green house dan diletakkan di lab

sebagai perbandingan pengambilan data pembacaan sensor di luar ruangan

dan di dalam ruangan.

10. Membuat lubang untuk memasang sensor dan kemudian memasang

sensor untuk membaca kadar lengas berbasis kapasitansi. Setelah

pembacaan sensor kemudian sensor dilepas.

11. Mengambil data setiap satu hari sekali selama delapan hari dengan

melakukan pengukuran terhadap pembacaan sensor pada lengas tanah dan

menimbang perubahan berat sampel sebagai pengurangan kadar air harian

berdasarkan kaidah gravimetri.

12. Setelah selesai pengambilan data sensor dan perubahan berat, kemudian

masing-masing sampel tanah dioven untuk mengetahui nilai massa tanah

keringnya untuk perhitungan kadar lengas aktual.

13. Setelah itu nilai kapasitansi hasil pengukuran dengan menggunakan

sensor dibuat perbandingan dengan pengukuran kadar lengas tanah

dengan metode gravimetric. Data dari keduanya (kapasitansi dan lengas

tanah metode gravimetri) kemudian diplotkan dan dicari persamaan

regresinya dan dibuat grafik, sebagai sumbu Y adalah lengas tanah

metode gravimetric dan sebagai sumbu X adalah nilai pengukuran yang

terbaca oleh sensor. Dengan menggunakan regresi sehingga diperoleh

persamaan yang kemudian akan dijadikan rumus pemrograman alat pada

mikrokontroler, sehingga alat dapat menampilkan nilai kadar lengas tanah

dalam % pada LCD.


DAFTAR PUSTAKA

Asmiwarti. 2010. Analisa Kadar Lengas Tanah dengan Metode Gips pada

Pertumbuhan Tanaman Cabai. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. Vol

14

Albanna, Isa. 2016. Karakteristik Akuisisi Sensor Interdigital Capasitor untuk

Pengukuran Kadar Air pada Batu Bata Berbasis Non-Destruktive

Testing. Jurnal Sistem Komputer Institut Teknologi Adhi Tama

Surabaya. Vol 20

Carpena, R.M., 2012. Field Device for Monitoring Soil Water Content. Diakses

pada 20 November 2017. URL :

http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/AE/AE26600.pdf

Carpena, R.M., Dukes, M.D., 2014. Automatic Irrigation Based on Soil Moisture

for Vegetable Crop. Diakses 20 November 2017. URL :

http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/%20AE/AE354.pdf

Dean, T.J., 1994. The IH Capacitance Probe for Measurement of Soil Water

Concent. Publish by Institute of Hydrology Crowm Gifford Walingford

Oxfordshire. OX108BB. United Kingdom.

Evett, S.R., J.A. Tolk, and T.A. Howell. 2006. Soil Profile Water Content

Determination : Sensor Accuracy, Axial Response, Calibration,

Temperature Dependence, and Precision. Vadose Zone J. 5:894-907.

Prasetyo, Agung., Lilik Sutiarso., dan Eka Firmansyah., 2016. Perancangan dan

Pengujian Unjuk Kerja Sistem Monitoring Kadar Lengas Berbasis


Gypsum Block untuk Memantau Dinamika Tanah Polietilen, Polistiren,

dan Other. Jurnal Teknologi Technoscientia. Vol 8.

Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physic. New York : Acad Press.

Islami, T., Utomo, H.W., 1995. Hubungan Tanah Air, dan Tanaman. Semarang.

IKIP Semarang Press.

Mawardi, M., 2011. Asas Irigasi dan Konservasi Air. Yogyakarta. Bursa Ilmu.

Mawardi, M. 2016. Irigasi : Asas dan Praktek. Yogyakarta : Bursa Ilmu.

Mittelbach H, Lehner I and Seneviratne SI (2012). Comparison of four soil

moisture sensor types under field conditions in Switzerland. Journal of

Hydrology 430 39–49.

Srivastava, A.C., 2006. Teknik Instrumentasi. Jakarta. UI-Press.

Walker, J.P., Wilgoose, G.R., Kalma, J.D., 2004. In Situ Measurement of Soil

Moisture : A Comparation of Techniques. Journal of Hydrology 293

(2004) 85.

Anda mungkin juga menyukai