Anda di halaman 1dari 50

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berita mengenai gugatan pembatalan pernikahan dari seseorang dengan


nama Ludwig yang diduga sebagai suami Jessica Iskandar. Pihak Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta juga sudah mengakui bahwa
pernikahan Jessica dan Ludwig telah menikah di Gereja Yesus Sejati pada bulan
Desember 2013 tidak sah.

Berikut kronologi kasus Jessica Iskandar:

1. Henry yang tak lain adalah kakak Jessica mendatangi Dinas


Kependudukan dan Catatan Sipil DKI dengan membawa
persyaratan untuk pencatatan perkawinan secara sipil pada
tanggal 17 Desember 2013.
2. Selain surat pengantar pernikahan dari kelurahan, Herny juga
membawa surat pemberkatan dari Gereja Yesus Sejati di Jl.
Samahudi, Jakarta Pusat. Dari surat tersebut, terdapat
keterangan bahwa Jessica dan Ludwig telah menjalani
pemberkatan pada 11 Desember 2013.
3. Pengajuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan verifikasi
formal oleh pihak Disdukcapil. Kemudian diumumkan pada 19
Desember 2013, bahwa Jessica dan Ludwig akan menjalani
pencatatan pernikahan di Dinas Catatan Sipil Jakarta Selatan.
4. Di kawasan Epicentrum, Kuning, Jakarta Selatan tepatnya di
ruangan khusus di kantor ANTV, pencatatan dilakukan pada 8
Januari 2014. Sebelumnya, pihak terkait memastikan tak ada
pihak yang keberatan dengan pencatatan tersebut.
5. Saat pencatatan, ternyata Ludwig juga ikut hadir. Kemudian,
dilengkapi dengan dua saksi. Salah satunya adalah Henry,
kakak kandung Jessica.

52
library.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

6. Beberapa saat setelah pencatatan tersebut, diketahui Jessica


menghilang dan menetap di California, Amerika Serikat.
Kemudian, Jessica juga dikabarkan melahirkan seorang anak.
7. Pada 2 Juni 2014, pihak Gereja Yesus Sejati mengirimkan surat
kepada Disdukcapil bahwa gereja tidak pernah melakukan
pemberkatan terhadap Jessica dan Ludwig. Nama pendeta yaitu
Simone Jonathan juga dinyatakan fiktif.
8. Kemudian pada 13 Oktober 2014, Ludwig mengajukan gugatan
pembatalan pernikahan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
karena merasa tidak pernah menikah dengan Jessica.

Penyusun menyampaikan dalam penelitiannya bahwa“Hukum


Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan
perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara
para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata
(nasional) yang belainan”.

Pengertian Hukum Perdata Internasional, menurut Bayu Seto


Hardjowahono, bahwa: “Hukum Perdata Internasional adalah seperangkat
kaidah-kaidah, asas-asas, dan atau aturan-aturan hukum nasional yang
dibuat untuk mengatur peristiwa atau hubungan hukum yang mengandung
unsur-unsur transnasional (atau unsur-unsur ekstrateritorial)”.

Menurut Sunaryati Hartono, bahwa: “Hukum Perdata Internasional


mengatur setiap peristiwa/hubungan hukum yang mengandung unsur
asing, baik di bidang hukum publik maupun hukum privat. Karena inti dari
Hukum Perdata Internasional adalah pergaulan hidup masyarakat
internasional, maka Hukum Perdata Internasional sebenarnya dapat di
sebut Hukum Pergaulan Internasional”

Menurut S. Gautama merumuskan Hukum Perdata Internasional


sebagai berikut: “keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang
library.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang


merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa
antara warga (warga) negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan
titik-titik-pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari
dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan-kuasa-tempat,
(pribadi) dan soal-soal”

Menurut Gaverson Hukum Perdata Internasional adalah “Bidang


hukum yang berkenaan dengan perkara-perkara yang didalamnya
mengandung fakta relevan yang menunjukan perkaitan dengan suatu
sistem hukum lain, baik karena aspek teritorial maupun aspek subjek
hukumnya, dan karena itu menimbulkan pertanyaan tentang penerapan
hukum sendiri atau hukum lain (yang biasanya asing), atau masalah
pelaksanaan yuridiksi badan pengadilan sendiri atau badan pengadilan
asing.”

Persoalan-persoalan Hukum Perdata Internasional pada dasarnya


muncul pada suatu perkara-perkara yang melibatkan lebih dari satu
yuridiksi hukum dan hukum intern dari yuridiksi-yuridiksi itu berbeda satu
sama lain. Hukum Perdata Internasional juga dipahami sebagai proses dan
aturan-aturan yang digunakan oleh pengadilan untuk menentukan hukum
mana yang harus diberlakukan pada perkara yang sedang dihadapi. Dalam
persoalan Hukum Perdata Internasional terdapat interaksi transnasional
yang meyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa dengan lebih dari satu
sistem hukum atau kaidah hukum negara-negara yang berbeda.

Dalam kesimpulannya oleh Bayu Seto Hardjowahono


mengungkapkan bahwa ada persoalan-persoalan khas yang dapat dianggap
sebagai masalah-masalah pokok Hukum Perdata Internasional, yaitu:

a) Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan


perkara-perkara hukum yang mengandung unsur asing.
library.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

b) Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan/atau


menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang mengandung unsur
asing.
c) Bilamana/sejauh mana suatu pengadilan harus memerhatikan dan
mengakui putusan-putusan hukum asing atau mengakui hak-hak yang
terbit berdasarkan hukum atau putusan pengadilan asing.

Proses penyelesaian perkara Hukum Perdata Internasional


sebenarnya dimulai dengan evaluasi terhadap titik-titik taut (primer) dan
setelah mengalami proses kualifikasi fakta, konsep titik taut kembali
digunakan dalam rangka menentukan hukum yang akan diberlakukan
dalam perkara Hukum Perdata Internasional yang bersangkutan. Secara
sederhana, titik-titik taut didefinisikan sebagai Fakta-fakta di dalam
sekumpulan fakta perkara (HPI) yang menunjukkan pertautan antara
perkara itu dengan suatu tempat di negara tertentu, dan karena itu
menciptakan relevensi antara perkara yang bersangkutan dengan
kemungkinan berlakunya sistem/aturan hukum intern dari tempat itu.

Prof.E.J. Cohn, berpandangan bahwa: Salah satu objek dari Hukum


Perdata Internasional adalah untuk meletakkan aturan-aturan dalam rangka
memilih hukum yang akan diberlakukan (rules for the choice of law).
Choice of Law Rules itu adalah aturan-aturan yang menegaskan hukum
apa yang seharusnya mengatur suatu perkara yang mengandung unsur
asing. Usaha pemilihan hukum ini, hampir selalu bergantung pada titik-
titik taut yang akan menunjukkan sistem hukum apa yang relevan dengan
sekumpulan fakta yang tengah dihadapi.

Penyusun berpendapat bahwa proses penyelesaian perkara Hukum


Perdata Internasional dalam kasus perkawinan campuran antara Jessica
Iskandar dengan Ludwig, menunjukkan pertautan untuk perkara tersebut.

Dalam Hukum Perdata Internasional dikenal dua jenis titik taut, yaitu:
library.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

a) Titik Taut Primer (Primary Points of Contact)


Yaitu fakta-fakta di dalam sebuah perkara atau peristiwa hukum, yang
menunjukkan bahwa peristiwa hukum ini mengandung unsur-unsur asing
(foreign elements) dan peristiwa hukum yang dihadapi adalah peristiwa
Hukum Perdata Internasional, bukan peristiwa hukum intern/domestic
semata.
Yang menjadi titik taut primer dalam kasus ini ialah soal
kewarganegaraan.Yaitu Ludwig adalah seorang warga negara Jerman
sedangkan Jessica adalah seorang warga negara Indonesia.
b) Titik Taut Sekunder (Secondary Points of Contact)
Yaitu fakta-fakta dalam perkara Hukum Perdata Internasional yang akan
membantu penentuan hukum manakah yang harus diberlakukan dalam
menyelesaikan persoalan Hukum Perdata Internasional yang sedang
dihadapi. Titik taut sekunder ini sering disebut dengan titik taut penentu
karena fungsinya akan menentukan hukum dari tempat manakah yang
akan digunakan sebagai the applicable law dalam menyelesaikan suatu
perkara.
Yang menjadi titik taut sekunder kasus ini ialah hukum tempat
dilaksanakannya perbuatan melawan hukum/lex loci delicti commisi
(pernikahan dianggap tidak pernah terjadi).Karena pembuatan akta
pernikahan dibuat di Disdukcapil Indonesia.

Validitas Esensial Perkawinan, Validitas Formal Perkawinan

a) Validitas Esensial Perkawinan

Asas-asas utama yang berkembang dalam Hukum Perdata Internasional


tentang hukum yang harus digunakan untuk mengatur validitas materil
suatu perkawinan adalah

1) Asas lex loci celebrations yang bermakna bahwa validitas materiil


perkawinan harus ditetapkan berdasarkan kaidah hukum dari tempat di
mana perkawinan diresmikan/dilangsungkan.
library.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

2) Asas yang menyatakan bahwa validitas materiil suatu perkawinan


ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing
pihak menjadi warga negara sebelum perkawinan dilangsungkan.
3) Asas yang menyatakan bahwa validitas materiil perkawinan harus
ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing
pihak berdomisilisebelum perkawinan dilangsungkan.
4) Asas yang menyatakan bahwa validitas materiil perkawinan harus
ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat dilangsungkannya
perkawinan (locus celebrationis), tanpa mengabaikan persyaratan
perkawinan yang berlaku di dalam sistem hukum para pihak sebelum
perkawinan dilangsungkan.

Mengenai validitas esensial perkawinan yang telah penyusun


sampaikan, pelaksanaan perkawinan campuran antara Jessica Iskandar
dengan Ludwig dilaksanakan di Indonesia, maka berlakulah kaidah hukum
Indonesia

b) Validitas Formal Perkawinan


Pada umumnya di berbagai sistem hukum, berdasarkan asas locus
regit actum, diterima asas bahwa validitas/persyaratan formal suatu
perkawinan ditentukan berdasarkan lex loci celebration.Berdasarkan lex
loci celebration pelaksanaan perkawinan campuran antara Jessica Iskandar
dengan Ludwig dilaksanakan di Indonesia, maka persyaratan formal suatu
perkawinan dalam kasus ini sesuai dengan kaidah hukum di Indonesia.

Perkawinan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat penting


dalam kehidupan manusia di dunia manapun.Begitu pentingnya perkawinan tidak
mengherankan jika agama-agama di dunia mengatur masalah perkawinan bahkan
tradisi atau adat masyarakat dan juga institusi negara tidak ketinggalan mengatur
perkawinan yang berlaku di kalangan masyarakatnya. Sudah menjadi kenyataan
umum bahwa pengaturan masalah perkawinan di dunia tidak menunjukkan adanya
keseragaman, keberbedaan itu tidak hanya antara satu agama dengan agama yang
library.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

lain, satu adat masyarakat dengan adat masyarakat yang lain, satu negara dengan
negara yang lain.

Sudah menjadi kodrat alam, sejak dilahirkan manusia selalu hidup


bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup.Hidup bersama
manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmani
maupun rohani.Hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu, disebut perkawinan.Untuk mendapatkan
pengertian yang lebih mendalam tentang perkawinan tersebut, maka dapat
dikemukakan beberapa definisi, baik menurut para ahli maupun menurut hukum
positif Indonesia. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yang dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Jadi perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria
dengan seorang wanita untuk membentuk suatu keluarga yang kekal.Sedangkan
yang dimaksud dengan hukum perkawinan adalah hukum yang mengatur
mengenai syarat-syarat dan caranya melangsungkan perkawinan, beserta akibat-
akibat hukum bagi pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut.

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1, hakikat perkawinan


adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri. Jadi hakikat perkawinan bukan sekedar ikatan formal belaka, tetapi juga
ikatan batin antara pasangan yang sudah resmi sebagai suami dan istri.

Sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinan, maka dalam hukum


perkawinan Indonesia yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah
seperti yang diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang Perkawinan yang berbunyi:
“yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
kewarganegaraan Indonesia”. Maka yang dimaksud dengang perkawinan
campuran sebagaimana yang diatur dalam dalam Pasal 57 Undang-Undang
library.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

Perkawinan. Dengan kata lain yang dimaksud dengan perkawinan campuran saat
ini ialah perkawinan antar Warga Negara Indonesia da Warga Negara Asing,
karena berlainan kewarganegaraan, tentu saja mereka tunduk pada hukum yang
berlainan. Menurut pendapat penyusun perkawinan campuran atau perkawinan
antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing dengan penggunaan
istilah perkawinan campuran kurang tepat. Sebaiknya digunakan istilah
perkawinan Internasional, karena terdapat unsur asing didalamnya. Dengan
penggunaan istilah perkawinan Internasional bagi orang asing yang menyimaknya
akan segera mudah memahami apa maknanya.

Sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974


tentang PerkawinanPasal 2 ayat (1)perkawinan itu dinyatakan sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.Pasal 2 ayat (2)perkawinan sah menurut negara apabila telah dicatatkan di
pencatatan negara.

Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6


sampai dengan 11 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
yaitu:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai


2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
tahun harus mendapat ijin kedua orangtuanya/salah satu orang tuanya,
apabila salah satunya telah meninggal dunia/walinya apabila kedua orang
tuanya telah meninggal dunia.
3. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Kalau ada
penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk
oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
4. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat
kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4.
5. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.
library.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

6. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu


tunggu.
Syarat perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 direalisasikan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal
13 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975. Secara singkat syarat formal ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus
memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Perkawinan di
mana perkawinan di mana perkawinan itu akan dilangsungkan, dilakukan
sekurang-kurangnya 10 hari sebelum perkawinan dilangsungkan.
Pemberitahuan dapat dilakukan lisan/tertulis oleh calon mempelai/orang
tua/wakilnya. Pemberitahuan itu antara lain memuat: nama, umur, agama,
tempat tinggal calon mempelai (Pasal 3-5)
Pasal 3
1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan
kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan
dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2)
disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama
Bupati Kepala Daerah.
Pasal 4
Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai,
atau oleh orang tua atau wakilnya.
Pasal 5
Pemberitahuan memuat nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan,
tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau keduanya
pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suaminya terdahulu.
library.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

2. Setelah syarat-syarat diterima Pegawai Pencatat Perkawinan lalu diteliti,


apakah sudah memenuhi syarat/belum. Hasil penelitian ditulis dalam
daftar khusus untuk hal tersebut (Pasal 6-7).
Pasal 6
(1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan
telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut
Undang-undang.
(2) Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1)Pegawai
Pencatat meneliti pula :
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam
hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan
surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai
yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu;
b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan
tempat tinggal orang tua calon mempelai;
c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6
ayat(2),(3),(4) dan (5) Undang-undang, apabila salah seorang calon
mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun;
d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal
calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunya isteri;
e. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2)
Undang-undang;
f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal
perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua
kalinya atau lebih;
g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
HANKAM/PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau
keduanya anggota Angkatan Bersenjata ;
library.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

h. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh Pegawai
Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak
dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga
mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 7
(1) Hasil penelitian sebagai dimaksud Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat
ditulis dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila ternyata dari hasil penelitian terdapat halangan perkawinan
sebagai dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya
persyaratan tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini,
keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada
orang tua atau kepada wakilnya.
3. Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan
membuat pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat
Perkawinan yang memuat antara lain:
a.Nama, umur, agama, pekerjaan, dan pekerjaan calon pengantin.
b.haritanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (Pasal 8-9)
Pasal 8
Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada
sesuatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan
pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut
formulir yang ditetapkan pada kantor Pencatatan Perkawinan ditentukan
dan mudah dibaca oleh umum.
Pasal 9
Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat :
a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari
calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang
atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami
mereka terdahulu ;
b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
library.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

4. Barulah perkawinan dilaksanakan setelah hari ke sepuluh yang dilakukan


menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua
calon mempelai menandatangani akta perkawinan dihadapan pegawai
pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi, maka perkawinan telah tercatat
secara resmi.Akta perkawinan dibuat rangkap dua, satu untuk Pegawai
Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera Pengadilan.Kepada suami
dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan (Pasal 10-13).

Bab III Tata Cara Perkawinan

Pasal 10

(1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman


kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam
Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini.
(2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu.
(3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masing-masing hukum
agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan
Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 11

(1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-


ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai
menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai
Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya
ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri
perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama
Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat
secara resmi.
library.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

Bab IV Akta Perkawinan

Pasal 12

Akta perkawinan memuat :

a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat


kediaman suami-isteri; Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin,
disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu ;
b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua
mereka;
c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan.(5) Undangundang;
d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang;
e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang;
f. Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang;
g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi
anggota Angkatan Bersenjata;
h. Perjanjian perkawinan apabila ada;
i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi,
dan wali nikah bagi yang beragama Islam ;
j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa
apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.

Pasal 13

(1) Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh
Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam
wilayah Kantor pencatatan Perkawinan itu berada.
(2) Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku10.Bagi
mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan
dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA).Sedang bagi yang beragama
Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor Catatan
Sipil (KCS). Pasal 100 KUHPerdata, menentukan : Bahwa sebuah
library.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain, kecuali dengan akta
perkawinan yang dibuat pegawai catatan sipil yang melangsungkan
perkawinan tersebut.
1. Akta perkawinan itu dianggap sah, kecuali kalau dapat dibuktikan
adanya kepalsuan. Sebagai alat bukti maka akta perkawinan itu
mempunyai 3 (tiga) buah sifat:
1. Sebagai salah-satunya alat bukti yang mempunyai arti mutlak,
2. Sebagai alat bukti penuh, artinya di samping akta perkawinan itu tidak
dapat dimintakan alat-alat bukti lain,
3. Sebagai alat bukti yang bersifat memaksa sehingga bukti lawanya tidak
dapat melemahkan akta perkawinan itu.

A. Mengapa perkawinan antara Jessica Iskandar dengan Ludwig Frans


Willibald dapat dibatalakan ?

Dalam hal ini permasalahannya bahwa, setiap agama yang dianut oleh
masing-masing pihak tidak mengijinkan untuk dilakukannya perkawinan
beda agama. Dalam ajaran Kristen, perkawinan beda agama dilarang (II
Korintus 6: 14-18). Sehingga melanggar syarat perkawinan secara formal
dapat diuraikan menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
direalisasikan dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975.
Penyusun menyampaikan di dalam kronologi, pihak gereja tidak
merasa telah melakukan pemberkatan terhadap perkawinan itu dan ternyata
pendeta yang telah di klaim oleh Jessica Iskandar melakukan pemberkatan
itu adalah ternyata fiktif, tidak ada daftar pendeta yang tercatat dalam gereja
Yesus Sejati.Kasus gugatan pembatalan pernikahan yang diajukan oleh
Ludwig kepada Jessica tersebut adalah termasuk ke dalam kasus Hukum
Perdata Internasional, karena terdapat unsur asing berupa faktor personal
yaitu status kewarganegaraan dimana Ludwig adalah seorang warga negara
Jerman sedangkan Jessica adalah warga Indonesia.Pernikahan mereka
library.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

dilakukan di Indonesia. Yang dilakukan oleh pihak Jessica yakni berupa


pembuatan akta nikah berdasarkan bukti surat palsu.
Untuk melakukan perkawinan campuran di Indonesia ada beberapa
surat yang harus dipersiapkan. Untuk calon mempelai pria (WNA) dalam
hal ini Ludwig Frans Willibald, harus melengkapi surat-surat dari daerah
atau negara asalnya untuk dapat menikah di Indonesia, dan juga harus
menyerahkan surat keterangan yang menyatakan bahwa ia dapat dan akan
kawin dengan (WNI) dalam hal ini Jessica Iskandar. Surat keterangan ini
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negara asal calon mempelai
pria. Selain itu harus melampirkankan :
1. Fotokopi identitas diri (KTP/pasport)
2. Fotokopi akte kelahiran
3. Surat keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin; atau
4. Akte cerai bila sudah pernah kawin; atau
5. Akte kematian istri bila istri meninggal
Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh
penerjemah tersumpah dan kemudian dilegalisir oleh kedutaan negara WNA
tersebut yang ada di Indonesia. Sedangkan untuk calon mempelai
perempuan (WNI) harus melengkapi diri dengan:
1. Fotokopi KTP
2. Fotokopi akte kelahiran
3. Data orang tua calon mempelai
Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa dirinya tidak
ada halangan untuk melangsungkan perkawinan. Setelah semua persyaratan
terpenuhi, maka barulah para pihak atas kedua calon mempelai dapat
melangsungkan formalitas perkawinan.
Tata cara dan formalitas perkawinan yang harus dipenuhi dapat
disusun sebagai berikut:
a. Permohonan/pemberitahuan perkawinan
b. Melengkapi surat/dokumen yang disyaratkan
c. Pengumuman akan dilangsungkannya perkawinan
library.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

d. Pelaksanan perkawinan
e. Pencatatan perkawinan
Selanjutnya akan penulis uraikan satu persatu tentang tata cara dan
formalitas perkawinan.
a. Permohonan/Pemberitahuan Perkawinan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 bahwa setiap orang yang akan melangsungkan
perkawinan harus memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai
pencatatan ditempat perkawinan akan dilangsungkan. Pemberitahuan
atau permohonan tersebut dilakukan sekurang-kurangnya sepuluh
(10) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Pengecualian
terhadap jangka waktu tersebut, jika disebabkan alasan yang penting,
diuraikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.
Permohonan/pemberitahuan perkawinan dapat melalui Kantor
Catatan Sipil bagi mereka yang beragama selain Islam.
Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975, yang menyatakan bahwa: “Pemberitahuan dapat dilakukan
secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai, atau oleh orang tua
atau wakilnya”. Pada prinsipnya, kehendak untuk melangsungkan
perkawinan harus dilakukan secara lisan oleh salah satu atau kedua
calon mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya. Tetapi apabila
karena suatu alasan yang sah pemberitahuan kehendak
melangsungkanperkawinan secara lisan tidak mungkin dilakukan,
maka pemberitahuan dapat dilakukan secara tertulis. Selain itu yang
dapat mewakili calon mempelai untuk memberitahukan kehendak
melangsungkan perkawinan tersebut adalah wali atau orang lain
yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa khusus. Pemberitahuan
memuat nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat
kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang atau keduanya
pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suami terdahulu.
library.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

b. Melengkapi Surat/Dokumen Yang Disyaratkan


Sesudah mengajukan permohonan/pemberitahuan
perkawinan, para pihak juga harus melengkapi surat atau dokumen
yang disyaratkan agar dapat melaksanakan perkawinan campuran.
Sesuai dengan pengaturan Pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975, surat atau dokumen tersebut diperiksa atau
diteliti oleh pegawai pencatatan yang menerima pemberitahuan
kehendak melangsungkan perkawinan, untuk mengetahui syarat-
syarat perkwinan telah terpenuhi dan tidak terdapat halangan untuk
melaksanakan perkawinan.
Surat-surat atau dukomen yang disyaratkan diantaranya ialah:
1. Akta kelahiran/surat kenal lahir dari calon mempelai atau surat
keterangan dari kelurahan atau pejabat yang setingkat, yang
menerangkan asal-ususl dari calon mempelai, umur dan lain
sebagainya.
2. Surat keterangan untuk kawin dari kelurahan setempat yang
meliputi surat keterangan untuk nikah, surat keterangan asal-
usul, surat persetujuan mempelai dan surat keterangan tentang
orang tua calon mempelai.
3. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Sususna Keluarga
(KSK) bagi WNI. Surat Tanda Melapor Diri (STMD) dan surat
dari imigrasi. Pajak Bangsa Asing (PBA) tahun terakhir bagi
WNA serta paspor dan ijin dari kedutaan negara yang
bersangkutan bagi WNA.
4. Surat keterangan ganti nama bila ada.
5. Ijin tertulis bagi anggota ABRI dari pejabat yang ditunjuk.
6. Ijin dari orang tua, atau wali, atau pengadilan bagi calon
mempelai yang belum berumur 21 tahun. Bila salah seorang
atau kedua orang tua sudah meninggal dunia harus dibuktikan
dengan akte kematian. Mengenai ijin kawin ini, bagi WNA
berbeda-beda menurut hukum negaranya masing-masing.
library.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

7. Dispensasi pengadilan, dalam hal pemyimpangan mengenai


syarat umur yang ditentukan Undang-Undang. Syarat umur
perkawinan WNI, enam belas (16) tahun bagi mempelai wanita
dan Sembilan belas (19) tahun bagi mempelai pria. Ketentuan
umur ini bagi WNA, berbeda-beda menurut ketentun hukum
negaranya masing-masing.
8. Akta perceraian, bagi mereka yang pernah kawin tetapi
kemudian bercerai atau akta kematian suami atau istri terdahulu.
9. Jika ada perjanjian perkawinan, perjanjian tersebut harus dibuat
dihadapan notaries.
10. Ijin pengadilan dalam hal calon mempelai adalah seorang suami
yang masih mempunyai istri.
11. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh
pegawai pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau
keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang
penting, sehingga perlu diwakilkan orang lain.
12. Selain persyaratan tersebut diatas, juga ada beberapa persyaratan
khusus seperti pas foto terbaru, surat babtis/sidi bagi yang
Bergama Kristen.
c. Pengumuman akan dilangsungkannya perkawinan
Sesudah semua persyaratan terpenuhi dan tidak ada halangan
untuk melangsugkan perkawinan, maka hasil penelitian itu oleh
pegawai pencatat perkawinan dicatat dalam daftar yang
diperuntukkan untuk itu. Selanjutnya Pegawai Pencatat
menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan dengan cara menempel surat
pengumuman menurut formulir yang ditetapkan pada Kantor
Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan
dan mudah dibaca oleh umum (Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975)
library.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

Pengumuman tersebut ditandatangani oleh pegawai pencatat


dan memuat hal-hal sebagai berikut:
Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat
kediaman dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai,
apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan
nama istri dan atau suami mereka terdahulu.
Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan
dilangsungkan.
Maksud dari pengumuman tersebut adalah untuk memberikan
kesempatan kepada umu untuk mengatahui dan mengajukan
keberatan-keberatan bagi dilangsungkannya suatu perkawinan
apabila yang demikian itu diketahui bertentangan dengan hukum
agama atau kepercayaan yang bersangkutan atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
d. Pelaksanaan Perkawinan

Setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak


perkawinan oleh pegawai pencatat, kedua calon mempelai dapat
melangsungkan perkawinan. Tata cara perkawinan dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan,
pelaksanaan perkawinan disini penulis menyampaikan sesuai
dengan tata cara Kristen, serta dilaksanakan dihadapan Pegawai
Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Tidak ada peraturan
khusus yang mengatur tata cara perkawinan campuran. Perkawinan
campuran dilaksanakan sesuai dengan hukum perkawinan yang
berlaku dinegara dimana perkwinan tersebut dilangsungkan, dalam
hal ini penulis menyampai perkawinan Jessica Iskandar dengan
Ludwig berlangsung di Indonesia.

e. Pencatatan Perkawinan
Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 menyebutkan bahwa mereka yang melangsungkan
library.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

perkawinan menurut agama selain Islam dilakukan oleh pegawai


pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.
Berdasarakan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975,

Pasal 11 :
1. Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan
Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta
perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2. Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai
itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan
Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi
yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang
mewakilinya.
3. Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka
perkawinan telah tercatat secara resmi.
Penyusun berpendapat bahwa, sesudah dilangsungkan
perkawinan, kedua mempelai menandatangani akta pekawinan
yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat berdasarkan ketentuan
yang berlaku.Selanjutnya akta perkawinan yang telah ditanda
tangani tersebut, ditandatangani oleh dua orang saksi dan pegawai
pencatat yang menghadiri perkawinan.Melalui prosedur ini, maka
perkwinan telah tercatat secara resmi.

Pasal 12 : Akta perkawinan memuat :


1. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan,
pekerjaan dan tempat kediaman suami-isteri; Apabila
salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan
juga nama isteri atau suami terdahulu ;
library.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

2. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat


kediaman orang tua mereka;
3. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan
(5) undang-undang;
4. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
undang-undang;
5. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 4 undang-
undang;
6. Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
undang-undang;
7. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
HANKAM/PANGAB bagi anggota Angkatan Bersenjata;
8. Perjanjian perkawinan apabila ada;
9. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat
kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama
Islam ;
10. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat
kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui
seorang kuasa.
Menurut Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975, akta perkawinan dibuat rangkap dua, rangkap yang pertama
disimpan oleh pegawai pencatat, sedangkan rangkap yang kedua
disimpan pada panitera pengadilan dalam wilayah Kantor
Pencatatan Perkawinan itu berada, dalam hal ini wilayah berada di
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kedua mempelai yang telah
menjadi suami istri masing-masing diberikan kutipan akta
perkawinannya.Kutipan akta perkawinan yang telah didapatkan
tersebut, masih harus dilegalisir di Departemen Kehakiman dan
HAM dan Depaertemen Luar Negeri, serta didaftarakan di
Kedutaan negara asal suami.Dengan adanya legalisasi tersebut,
maka perkawinan campuran tersebutsudah sah dan diterima secara
library.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

Internasional, baik bagi hukum di negara asak suami, maupun


menurut hukum di Indonesia.
Penyusun berpendapat, semua agama yang ada dan diakui
keberadaanya dalam negara Republik Indonesia, pada hakikatnya
berpendapat bahwa perbedaan agama merupakan halangan bagi
pria dan wanita untuk melangsungkan perkawinan secara sah.

Dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


ini, pembuat undang-undang mengusahakan akan adanya hukum
negara ialah hukum yang ditetapkan oleh yang berwajib yang
sinkron dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaan,
sehingga diharapkan tidak ada dualisme social dalam melakukan
perkawinandan dapat pula menampung segala kenyataan yang
hidup dalam masyarakat.

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


Tentang Perkawinan, apabila hanya Pasal ini yang digunakan
tidaklah cukup bahwa dengan dilangsungkannya perkawinan
menurut hukum agama, sudaj dilahirkan suatu perkawinan yang
sah (pencatatan hanya merupakan administrasi), tetapi setelah
membaca Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinantersebut, bahwa akhir dari pelangsungan perkawinan
adalah terjadi dihadapan pegawai pencatat. Jadi, pegawai pencatat
juga memberikan keabsahan terhadap perkawinan campuran yang
terjadi di Indonesia.

Telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


tentang Perkawinan yang menjadi syarat formil tersebut juga resmi
dengan salah satu asas-asas utama yang berkembang dalam Hukum
Perdata Internasional tentang hukum yang harus digunakan untuk
mengatur validitas suatu perkawinan, yakni asas lex loci
library.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

celebrationis, bahwa semua perkawinan dilakukan menurut hukum


dari tempat dimana dilangsungkannya perkawinan tersebut.

Dalam hal syarat materil dari suatu perkawinan campuran,


sebagaimana yang telah dirumuskan pada Pasal 60 ayat 1 Undang-
Undang Perkawinan, bahwa:” Perkawinan campuran tidak dapat
dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan
yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-
masing telah dipenuhi ”.

B. Apa akibat hukum dari pembatalan perkawinan campuran berdasarkan


kasus pernikahan Jessika Iskandar dengan Lugwig Frans Willbald
1. Hubungan Suami dan Istri
Batalnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya
hubungan suami isteri. Batalnya perkawinan itu adalah ada dalam
beberapa bentuk tergantung dari segi sebenarnya yang berkehendak
untuk batalnya perkawinan itu.Dalam hal ini ada 3 (tiga):
a. Batalnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya
salah seorang suami isteri. Dengan kematian itu dengan
sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan;
b. Perceraian, batalnya perkawinan atas kehendak si suami oleh
alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan
tertentu
c. Batalnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga
setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/atau pada isteri
yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu
dilanjutkan.
Dalam hal ini, perkawinan antara Jessica Iskandar dengan
Ludwig dibatal karena kehendak hakim. Dokumen perkawinan tidak
memenuhi syarat. Terhadap Hubungan Suami Istri, Ketika perkawinan
sudah dibatalkan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, ada
library.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

kewajiban masa tunggu tetap berlaku bagi wanita yang perkawinannya


dibatalkan.Sedangkan dalam masalah nafkah terdapat ketentuan yang
berbeda yaitu, tidak mendapat nafkah dari mantan suaminya.

2. Pembagian Harta Bersama


Persoalan harta benda merupakan hal lain yang dapat
menimbulkan perselisihan dan pertengkaran dalam perkawinan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menetapkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama Pasal 35 ayat (1) Harta benda yang diperoleh
selama perkawinan menjadi harta bersama. Ayat (2) Harta bawaan
dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan
lain., sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami istri dan
harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan berada dibawah penguasaan masing-masing sepanjang tidak
diperjanjikan lain Pasal 36 ayat (1) Mengenai harta bersama, suami
atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Ayat
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya
Harta benda milik bersama berada dibawah penguasaan suami
istri selama masa perkawinan, dan suami/istri hanya dapat bertindak
terhadap harta benda milik bersama berdasarkan atas persetujuan
kedua belah pihak Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Apabila perkawinan putus, maka harta bersama
diatur menurut hukumnya masing-masing Pasal 37 ayat (1) Bila
perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing. Hukum masing-masing disini adalah
hukum-hukum lain yang masih relevan di Indonesia. Untuk
melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama harus didahului
library.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

dengan persetujuan antara suami istri, sedangkan untuk melakukan


perbuatan hukum terhadap harta bawaan, suami/istri berkuasa penuh
terhadap harta bawaannya masing-masing. Meskipun demikian,
terbuka pulang bagi suami/istri untuk menyimpangi ketentuan
Undang-undang melalui perjanjian perkawinan (prenumptial
agreement) yang dibuat sebelum atau pada saat melangsungkan
perkawinan.
Perjanjian perkawinan sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi
masalah yang timbul terkait pembagian harta bersama apabila terjadi
perceraian, apalagi terkait perkawinan campuran yang mengandung
unsur asing didalamnya. Keberadaan unsur asing dalam perkara
sengketa kebendaan (harta bersama) yang merupakan akibat hukum
perceraian antara suami istri berkewarganegaraan WNI-WNA, secara
langsung bersinggungan dengan aturan-aturan Hukum Perdata
Internasional (HPI). Dalam hal ini ada perbedaan paham mengenai
sifat hukum sebenarnya dari harta benda perkawinan internasional dan
hukum mana yang harus digunakan apabila para pihak tidak membuat
syarat-syarat perkawinan, maka ada 3 aliran yang perlu dipahami,
yakni:
a. Pendirian yang memandang hukum harta benda perkawinan
seperti benda tidak bergerak, karena itu termasuk dengan
apa yang dinamakan status reel. Dalam pandangan ini
dibedakan antara benda-benda yang tidak bergerak dan benda-
benda bergerak. Untuk benda tidak bergerak dipakai Lex Rei
Sitae yakni hukum dari tempat letaknya benda tidak bergerak
yang dipergunakan, sedangkan benda-benda bergerak diatur
dibawah hukum tempat tinggal para mempelai.
b. Pendirian bahwa hukum harta benda perkawinan termasuk
bidang status personal. Dengan demikian, dianut sistem
kesatuan daripada hukum yang mengatur harta benda
library.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

perkawinan tanpa membedakan antara benda-benda yang


bergerak dan tidak bergerak.
c. Pendirian bahwa hukum harta benda merupakan satu kontrak
diantara para mempelai, maka kehendak para pihaklah
yang menentukan hukum yang harus dipergunakan (Lili
Rasjidi, 1982:67-68)
Dalam Yurisprudensi, hukum harta benda perkawinan
dipandang termasuk bidang status personal, dan saat ini banyak
negara-negara menerima bahwa hukum harta benda perkawinan
termasuk bidang status personal. Namun bila menunjuk para konvensi
HPI Den Haag mengenai Hukum Harta Benda Perkawinan
(Convention In The Law Applicable To Matrimonial Property
Regimes, 23 Oktober 1976) ditentukan bahwa pertama-tama kepada
suami istri diberi kebebasan untuk menentukan sendiri hukum yang
akan berlaku bagi harta benda perkawinan mereka, jika mereka tidak
menggunakan kesempatan ini maka akan diberlakukan hukum intern
dari negara tempat kedua suami istri menetapkan kediaman sehari-
harinya yang pertama setelah perkawinan. (Bakri. A Rahman dan
Ahmad Sukardja, 1981:85-89). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
diketahui bahwa terhadap benda tidak begerak berlaku asas Lex Rei
Sitae, yaitu hukum yang berlaku atas suatu benda berdasarkan tempat
dimana benda tersebut berada. Jika putusan pembagian harta bersama
tersebut diputuskan di Indonesia, maka hanya akan berlaku terharap
harta bersama yang berada di Indonesia. Apabila obyek eksekusi harta
bersama berada di Luar Negeri yang diputus oleh pengadilan
Indonesia, maka putusan tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar
untuk mengeksekusi harta besama tersebut, karena jangkauan hukum
Indonesia hanya berlaku untuk dalam wilayah Indonesia saja.
Ada beberapa argumen tentang kekuatan hukum putusan
pengadilan negara lain:
library.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

1. Bahwa putusan asing (pengadilan luar negeri) tidak mempunyai


daya kekuatan mengikat yang pasti terhadap obyek sengketa di
dalam negeri Indonesia (Pitlo, Pembuktian Dalurarsa), dengan
rincian:
a) utusan hakim asing yang mengandung diktum condemnatoir
(menghukum) juga tidak diakui dan tidak mempunyai
daya mengikat.
b) Putusan hakim asing yang mengandung diktum menolak dapat
diakui daya kekuatan mengikat.
c) Putusan hakim asing dapat diakui memiliki daya kekuatan
mengikat dengan syarat berdasarkan perjanjian bilateral
atau multilateral, dan harus sesuai dengan asas Reprositas.
2. Pasal 436 RV menegaskan “Putusan Pengadilan asing tidak dapat
dieksekusi oleh pengadilan Indonesia”. Pasal ini tidak
membedakan apakah putusan hakim asing itu mengabulkan
gugatan yang berisi condemnatoir atau menolak
gugatan, secara generalis disamaratakan yaitu setiap putusan
asing tidak dapat dieksekusi oleh peradilan Indonesia. Dengan
bertitik tolak dari redaksi Pasal 436 RV maka putusan hakim
asing tidak dapat dilaksanakan dalam negara kita, kecuali dalam
dua hal:
1. Putusan hakim asing mengenai perhitungan dan pembagian
kergian yang menimpa kapal umum berdasarkan Pasal 724
KUHD
2. Adanya perjanjian bilateral atau multilateral antara Indonesia
dengan suatu negara sesuai dengan asas reprositas
(Yahya Harahap, 2005: 716)
Berdasarkan aturan hukum diatas, maka putusan pembagian
harta yang dilakukan di luar negeri, atau putusan hakim asing
tidak mempunyai kekuatan mengikat serta tidak dapat dieksekusi
oleh pengadilan di Indonesia, sehingga orang yang mebawa
library.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

putusan asing tersebut harus pula mengajukan lagi gugatan baru.


Putusan itu hanya diadikan sebagai alat bukti (Pasal 436 ayat (2)
RV). Oleh karena itu, pembataln perkawinan campuran kumulasi
harta bersama yang dilaksanakan di pengadilan Indonesia dan
telah berkekuatan hukum tetap, jika harta bersama terletak di
Indonesia bisa langsung dieksekusi, sedangkan untuk harta yang
terletak di Luar Negeri, Pemohon (suami/istri) dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan di Luar Negeri untuk melakukan
pembagian harta bersama yang terletak di negara yang
bersangkutan.
WNI yang menikah dengan WNA, setelah perkawinan,
memang tidak diperbolehkan untuk memiliki hak atas tanah yang
berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna
Bangunan. Hal demikian sesuai dengan Pasal 35 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan
bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama. Jadi, ada percampuran harta yang diperoleh setelah
perkawinan, dan pasangan (yang berstatus WNA) akan turut
menjadi pemilik atas harta bersama tersebut. Sedangkan merujuk
pada ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, WNA tidak boleh
memiliki Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna
Bangunan. Karena itulah, seorang WNI yang menikah dengan
WNA, setelah menikah tidak bisa lagi memperoleh Hak Milik,
atau Hak Guna Bangunan, atau Hak Guna Usaha, karena akan
menjadi bagian dari harta bersama yang dimilikinya dengan
pasangan WNA-nya. Apabila ingin tetap memiliki hak atas tanah
setelah melakukan perkawinan dengan WNA tersebut, maka
harus membuat perjanjian perkawinan atau perjanjian pranikah
yang mengatur mengenai pemisahan harta Anda dan harta istri.
library.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

Perjanjian kawin boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau


selama dalam ikatan perkawinan. Hal ini telah diatur dalam Pasal
29 UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
69/PUU-XIII/2015:
a) Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan
perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat
mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai
pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku
juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
b) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar
batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
c) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan
dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian
Perkawinan.
d) Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat
mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat
diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada
persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan
atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.
Berdasarkan Surat Direktur Jendral Kependudukan dan
Catatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor:
472.2/5876/DUKCAPIL tanggal 19 Mei 2017, perjanjian
perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat dan selama
perkawinan berlangsung dengan akta notaries dan dilaporkan
kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Instansi Pelaksana. Terhadap pelaporan perjanjian perkawinan
tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau
Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada register akta dan
kutipan akta perkawinan.
3. Sebelum menguraikan menganai status kewarganegaraan, perlu
dikemukakan pengertian dari Warga Negara Indonesia (WNI),
library.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

yaitu orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain yang


disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara
Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah
diatur mengenai kewarganegaraan. Seseorang dapat dikatakan
sebagai WNI atau berstatus sebagai WNI antara lain:
1) Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah
Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2006 berlaku, merupakan warga
negara Indonesia.
2) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
dan ibu yang berkewarganegaraaan Indonesia.
3) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
berkewarganegaraan Indonesia dan ibu berkewarganegaraan
asing.
4) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
berkewarganegaraan asing dan ibu berkewarganegaraan
Indonesia.
5) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu
warga negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai
kearganegarn atau hukum negara asal ayahnya tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
6) Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari
setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah
dan ayahnya warga negara Indonesia.
7) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu
berkewarganegaraan Indonesia.
8) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu
warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah
berkewarganegaraan Indonesia sebagai anaknya dan
library.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18


(delapan belas) tahun atau belum kawin.
9) Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang
pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan
ibunya.
10) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara
Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
11) Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia
apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan
dan tidak diketahui keberadaannya.
12) Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik
Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia
yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang
bersangkutan.
13) Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya kemudian ayah atau
ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
Di samping itu, anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin
diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
tetap diakui sebagai warga negara Indonesia. Sedangkan anak
warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun
diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing
berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga
negara Indonesia. Berkenaan dengan perlakuan terhadap
seseorang yang selain warga negara Indonesia, maka
diperlakukan sebagai orang asing. Misalnya, perlakuan pada
wisatawan luar negeri di Indonesia. Status wisatawan tersebut
adalah warga negara asing yang sedang di wilayah Negara
library.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

Indonesia. Terhadap warga negara asing yang hendak menjadi


warga negara Idonesia dalam upaya mendapatkan perlakuan yang
sama sebagaimana warga negara Indonesia, maka dapat diperoleh
dengan pewarganegaraan. Pewarganegaraan adalah tata cara bagi
orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia melalui sebuah permohonan.
Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh
pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Seseorang yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau
sudah kawin.
2) Pada waktu mengajukan permohonan pewarganegaraan,
seseorang tersebut bertempat tinggal di wilayah Negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-
turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-
turut.
3) Sehat jasmani dan rohani.
4) Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui Pancasila sebagai
dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau
lebih.
6) Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia, maka seseorng tersebut (pemohon) tidak
berkewarganegaraanganda.
7) Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap.
8) Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
Untuk selanjutnya, permohonan pewarganegaraan diajukan
di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden
library.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

Republik Indonesia melalui Menteri dengan prosedur sebagai


berikut:
1) Menteri meneruskan permohonan tersebut disertai dengan
pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
2) Setelah permohonan sampai kepada Presiden, Presiden
berwenang mengabulkan atau menolak permohonan
pewargenagaraan.
3) Apabila permohonan pewarganegaraan dikabulkan maka
ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Kepres).
4) Kepres tersebut ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung dejak permohonan diterima oleh Menteri dan
diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak Kepres ditetapkan.
5) Kepres mengenai pengabulan terhadap permohonan
pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal
pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
6) Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Kepres dikirim
kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
7) Apabila setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada
waktu yang telah ditentukan, pemohon tidak hadir tanpa
alasan yang sah, Kepres tersebut batal demi hukum.
8) Apabila pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau
meyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan
sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan
Pejbat lain yang dtunjuk Menteri.
9) Apabila permohonan ditolak, permohonan pewarganegaraan
harus disertai alasan dan diberitahukan oleh Meteri kepada
library.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung


sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki
status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan.Manusia sebagai
subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam
lalu lintas hukum.Namun tidak berarti semua manusia cakap
bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak
memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum diwakili oleh orang lain. Dengan demikian anak
dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum.Seseorang yang tidak cakap karena
belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam
melakukan perbuatan hukum.Anak yang lahir dari perkawinan
campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki
kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua
yurisdiksi hukum yang berbeda.
a. Pengaturan Mengenai Anak Dalam Perkawinan Campuran
1) Menurut Teori Hukum Perdata Internasional
Menurut teori hukum perdata internasional, untuk
menentukan status anak dan hubungan antara anak dan
orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya
sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang
tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum
dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah,
sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang
hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya. Sejak
dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status
personal.Negara-negara common law berpegang pada
prinsip domisili (ius soli) sedangkan negara-negara civil
law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis).
Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang
library.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada


masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini adalah
demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi
kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan
dari seorang istri dan hak-hak maritalnya. Sistem
kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak
dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya
Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara
sosialis.
2) Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Baru
Upaya memberikan perlindungan kepada warga
Negara Indonesia yang melakukan pernikahan dengan
warga asing serta menghilangkan diskriminasi bagi WNI
perempuan, lahirlah Undang-undang Kewarganegaraan
yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006.
Undang – undang ini memperbolehkan adanya
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak hasil kawin
campur. Hal ini merupakan ketentuan baru dalam
mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaran dari
perkawinan campuran.Disahkannya Undang-undang No.
12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia (Undang-Undang Kewarganegaraan) ini pada
tanggal 1 Agustus 2006, memberikan semangat dan
harapan baru bahwa Negara benar-benar menjamin dan
melindungi kepentingan dan hak dasar bagi perempuan
WNI yang menikah dengan pria WNA untuk bersama
menurunkan kewarganegaraan kepada keturunan
mereka.Dengan lahirnya Undang-Undang
Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari
perkawinan seorang Perempuan WNI dengan Pria WNA,
maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang Pria
library.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

WNI dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga


Negara Indonesia.
Kewarganegaraan merupakan salah satu unsur
hakiki yang pada umumnya sangatlah penting dan
merupakan unsur pokok bagi suatu negara yang
menimbulkan hubungan timbal balik serta mempunyai
kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga
negara, khususnya anak yang dilahir di Indonesia dari
suatu perkawinan campuran antara warga negara
Indonesia dengan warga negara asing.Penentuan sistem
kewarganegaraan yang dianut di dunia pada umum yaitu
kewarganegaraan tunggal berdasarkan suatu asas
keturunan (ius sanguinis) atau tempat kelahiran (ius
soli).Akan tetapi adakalanya bagi seseorang anak untuk
dapat memiliki kewarganegaraan ganda (bipatride), hal
tersebut disebabkan karena untuk mencegah adanya orang
yang tanpa kewarganegaraan (apatride). Penentuan
Kewarganegaraan yang dianut di Indonesia menurut
Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan yaitukewarganegaraan ganda terbatas
yang pada Pasal 6 dan 21 menjelaskan bahwa anak yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin,
berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya
berkewarganegaraan Republik Indonesia, setelah berusia
18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin maka anak
tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan
kepada anak hasil darisuatu perkawinan campuran
library.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id

dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau


putusnya perkawinan karena kematian maka anak tersebut
masih memiliki status kewarganegaraan, sehingga orang
tuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing. Jadi,
Undang – undang baru ini lebih memberikan
perlindungan, dan status kewarganegaraan anak yang
dilahirkan dari “ perkawinan campur” juga jadi lebih jelas.
Prinsip yang terdapat dalam Undang-Undang
Kewarganegaraan tersebut sangat jelas yaitu:
a) Prinsip persamaan di dalam hukum dan pemerintahan;
(1) Prinsip perlindungan terbaik bagi kepentingan
anak;
(2) Prinsip kewarganegaraan ganda terbatas;
(3) Prinsip perlindungan maksimum;
(4) Prinsip non diskriminatif.
Dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dari Undang-Undang
Kewarganegaraan, titik taut agar anak memperoleh
Kewarganegaraan Indonesia adalah bila salah satu dari
kedua orang tuanya adalah WNI, dan dengan prinsip
perlindungan terbaik bagi kepentingan terbaik anak maka
dalam Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal 41 dari Undang-
Undang Kewarganegaraan anak-anak yang telah
dilahirkan sebelum Undang-Undang Kewarganegaraan
disahkan dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia
melalui pendaftaran. Undang-Undang Kewarganegaraan
No. 12 Tahun 2006 BAB VII Ketentuan Peralihan Pasal
41:
“Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang
diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan
library.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id

dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum


kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri
kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik
Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-
Undang ini diundangkan.”
Ketentuan dari Bab VII Ketentuan Peralihan Pasal
41 dari UU Kewarganegaraan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri No.M.01-HL.03.01 Tahun 2006
(Permen).Persyaratan terhadap permohonan tersebut diatur
dalam Pasal 4 Peraturan Menteri. Namun dalam
kenyataannya dalam Pasal 4 ayat 2 terdapat perbedaan
interpretasi yang sangat mendasar yang dapat
mengakibatkan tidak dapat dinikmatinya hak perempuan
WNI dalam menurunkan kewarganegaraannya kepada
keturunannya, yang telah sekian puluh tahun diabaikan
dan dirugikan oleh negara. Hal ini merupakan bentuk
kemunduran dengan tetap dipeluknya paradigma
lama.Peraturan Pemerintah No. M.01-HL.03.01 Tahun
2006 Pasal 4 Ayat 2: Permohonan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
dengan:
a) Fotokopi kutipan akte kelahiran anak yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan
Republik Indonesia;
b) Surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak
belum kawin;
c) Fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang tua
yang masih berlaku yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang atau Perwakilan Republik Indonesia; dan
library.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id

d) Pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 sebanyak


6 (enam) lembar.
Seharusnya persyaratan dalam Pasal 4 dari Peraturan
Pemerintah ditujukan bagi orang tua yang berwarganegara
Indonesia saja, hal ini sesuai dengan alur jiwa dari
Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia berdasarkan
Pasal 4 dan Pasal 5 yakni seorang memperoleh
kewarganegaraan Indonesia karena salah satu orang
tuanya adalah WNI. Menurut teori hukum perdata
internasional, untuk menentukan status anak dan
hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu
perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan,
apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak
memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau
perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap
sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan
hukum dengan ibunya.
Pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-
Undang Kewarganegaraan yang baru, secara garis besar
Undang-undang baru yang memperbolehkan dwi
kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan
pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan
yang lahir dari perkawinan campuran.
3) Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran
Undang-Undang kewarganegaraan yang baru
Indonesia memiliki sistem hukum perdata
internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal
status personal indonesia menganut asas konkordasi, yang
antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti Pasal
6 AB Belanda, yang disalin lagi dari Pasal 3 Code Civil
Perancis). Berdasarkan Pasal 16 AB tersebut dianut
library.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id

prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati


warga negara indonesia yang berada di luar negeri,
sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status
personalnya, tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan
hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut
jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam
wilayah Republik indonesia dipergunakan juga hukum
nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam
bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi
indonesia yang termasuk status personal antara lain
perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak,
wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan
hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah
umur.Penentuan kewarganegaraan juga dapat didasarkan
pada aspek perkawinan yang mencakupi asas kesatuan
hukum dan asas persamaan derajat. Asas persamaan
hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah
suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari
masyarakat.Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama,
suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat
termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan
asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan
istri adalah sama dan satu. Undang-Undang yang
mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang
No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang
asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia melalui permohonan. Dalam Undang-Undang
dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia
dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.
library.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh


pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin.
b) Pada waktu mengajukan permohonan sudah
bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut
atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-
turut.
c) Sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia
serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
d) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu)
tahun
e) Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia,
tidak menjadi kewarganegaraan ganda, mempunyai
pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar
uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
4) Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan
Campuran
Berdasarkan Undang-Undang ini anak yang lahir dari
perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA,
maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita
WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga
negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan
ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah
kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan
untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3
(tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah
library.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id

kawin. Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan


terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil dari
perkawinan campuran. Namun perlu ditelaah, apakah
pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan
permasalahan baru di kemudian hari atau tidak. Memiliki
kewarganegaraan ganda berarti tunduk pada dua
yurisdiksi.
Tata Cara Pendaftaran Untuk Kewarganegaraan Ganda
Anak Tata cara pendaftaran diatur dalam peraturan
pelaksanaan dari UU No.12/2006 yaitu Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Nomor M.01-
HL.03.01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pendaftaran
Untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Berdasarkan Pasal 41 Dan Memperoleh Kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Pasal
42 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pendaftaran untuk
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi
anak yang berayahkan WNA dan beribukan WNI
dilakukan oleh salah seorang dari orang tua atau walinya
dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup.
Permohonan pendaftaran tersebut bagi anak yang
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia
diajukan kepada Menteri melalui Pejabat yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal anak.Permohonan
pendaftaran bagi anak yang bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia diajukan kepada
Menteri melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
anak.Dalam hal di negara tempat tinggal anak belum
library.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id

terdapat Perwakilan Republik Indonesia, maka


permohonan pendaftaran dilakukan melalui Kepala
Perwakilan Republik Indonesia terdekat.
Permohonan pendaftaran sekurang-kurangnya memuat:
(1) Nama lengkap, alamat tempat tinggal salah seorang
dari orang tua atau wali anak;
(2) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir serta
kewarganegaraan kedua orang tua;
(3) Nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal
lahir, status perkawinan anak serta hubungan hukum
kekeluargaan anak dengan orang tua; dan
(4) Kewarganegaraan anak.
Permohonan pendaftaran harus dilampiri dengan:
(1) Fotokopi kutipan Akte kelahiran anak yang disahkan
oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan
Republik Indonesia;
(2) Surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa
anak belum kawin;
(3) Fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang
tua anak yang masih berlaku yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang atau Perwakilan Republik
Indonesia; dan
(4) Pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4X6 cm
sebanyak 6 (enam) lembar.
Selain lampiran sebagaimana dimaksud bagi anak
yang lahir dari perkawinan yang sah harus melampirkan
fotokopi kutipan Akte perkawinan/buku nikah.Apabila
orang tua bercerai atau salah satu diantaranya telah
meninggal dunia, maka dengan melampirkan kutipan Akte
perceraian/surat talak/perceraian atau keterangan/kutipan
Akte kematian salah seorang dari orang tua anak yang
library.uns.ac.id 95
digilib.uns.ac.id

disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan


Republik Indonesia.Permohonan pendaftaran
menggunakan bentuk formulir sebagaimana tercantum
dalam lampiran I Peraturan Menteri Hukum dan HAM
tersebut.
Dalam hal permohonan pendaftaran telah dinyatakan
lengkap, Menteri menetapkan keputusan memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
permohonan pendaftaran diterima dari Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia.
Keputusan tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga),
dengan ketentuan:
(1) rangkap pertama diberikan kepada orang tua atau
wali anak melalui Pejabat atau Perwakilan Republik
Indonesia;
(2) rangkap kedua dikirimkan kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia sebagai arsip; dan
(3) rangkap ketiga disimpan sebagai arsip Menteri.
Keputusan Menteri tersebut disampaikan kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia dalam waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal Keputusan Menteri ditetapkan. Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia menyampaikan Keputusan
Menteri tersebut kepada orang tua atau wali anak yang
memohon pendaftaran paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak Keputusan Menteri diterima.
Permohonan pendaftaran anak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 hanya dapat diproses apabila telah diajukan
secara lengkap kepada Pejabat atau Perwakilan Republik
Indonesia.Dalam hal permohonan pendaftaran anak
library.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id

diajukan secara lengkap kepada Pejabat atau Perwakilan


Republik Indonesia. Dengan demikian anak-anak Ibu akan
memiliki kewarganegaraan ganda, dan di usia 18 tahun
nanti atau sebelumnya apabila menikah sebelum 18 tahun,
anak-anak Ibu harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraan tersebut.
Indonesia memiliki sistem hukum perdata
internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal
status personal indonesia menganut asas konkordasi, yang
antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti Pasal
6 AB Belanda, yang disalin lagi dari Pasal 3 Code Civil
Perancis). Berdasarkan Pasal 16 AB tersebut dianut
prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati
warga negara indonesia yang berada di luar negeri,
sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status
personalnya , tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan
hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut
jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam
wilayah Republik indonesia dipergunakan juga hukum
nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam
bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi
indonesia yang termasuk status personal antara lain
perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak,
wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan
hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah
umur.
Bila dikaji dari segi Hukum Perdata Internasional,
kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah,
misalnya dalam hal penentuan status personal yang
didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak
berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya.
library.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id

Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan


yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah,
namun bila ada pertentangan antara hukum negara yang
satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal
anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu
bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum
pada ketentuan negara yang lain. Sebagai contoh adalah
dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat
syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi.Ketika
seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak
menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut.Syarat
materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan
syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan
dilangsungkan.Berdasarkan syarat materiil hukum
Indonesia hal tersebut dilarang (Pasal 8 Undang-Undang
No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara
pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut
diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.Hal
tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji oleh
para ahli hukum perdata internasional sehubungan dengan
kewarganegaraan ganda ini.Penulis berpendapat karena
undang-undang kewarganegaraan ini masih baru maka
potensi masalah yang bisa timbul dari masalah
kewarganegaraan ganda ini belum menjadi kajian para ahli
Hukum Perdata Internasional.

3. Status kewarganegaraan anak


Merujuk kepada Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006: ”dalam hal status Kewarganegaraa Republik Indonesia
terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d,
huruf h, huruf I, Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda…”
library.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id

Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf I Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2006:
a. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah
WNI dan ibu WNA
b. Anak yang lahir dari perkwin yang sah dari seorang ayah
WNA dan ibu WNI
c. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu
warga negara asing yang sah dari seorang ibu WNA yang
diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau
belum kawin.
d. Anak yang lahir diluar wilayah negara Republik Indonesia dari
seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan
kepada anak yang bersangkutan.
Maka hanya ada 4 keadaan yang memungkinkan seseorang
berkewarganegaraan ganda yaitu:
a) Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNI dan ibu
WNA
b) Anak yang lahir dari perkawinan sah dari ayah WNA dan ibu
WNI
c) Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNA
yang diakui ayah WNI
d) Anak yang lahir diluar wilayah Republik Indonesiadari ayah-
ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
Penyusun berkesimpulan bahwa dalam status anak Jessica
Iskandar adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan tidak sah.
Dengan demikian, oleh karena berdasarkan Pasal 6 ayat (1) jo.
Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2006 keadaan seseorang berkewarganegaraan sudah
library.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id

ditetakan secara limitatife dan fakta anak tidak termasuk dari


limitatife tersebut. Maka anak tersebut tidak dimungkinkan
memiliki kewarganegaraan ganda.
Maka pada saat pencatatan perkawinan antara Jessika
Iskandar dengan Ludwig tidak melakukan pengesahan atas anak
dalam akta perkawinan, maka Anak sampai dengan saat ini
berstatus Anak luar kawin. Oleh karena itu dalam akta kelahiran
hanya akan terdapat nama ibu kandungnya. Dengan merujuk
kepada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (“UU Perkawinan”), maka perkawinan yang dilakukan
secara agama adalah sah secara agama. Namun karena saat itu tidak
dilakukan pencatatan perkawinan di catatan sipil maka berdasarkan
Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan perkawinan belum dicatat secara
negara.
Anak lahir pada saat pencatatan perkawinan belum dilakukan
atau perkawinan belum sah secara negara maka anak tidak dapat
disebut sebagai anak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
UU Perkawinan. Dengan kata lain anak Anda adalah anak luar
kawin. Jika pada saat pencatatan perkawinan ternyata tidak
melakukan pengesahan atas anak Anda dalam akta perkawinan,
maka Anak Jessica dengan Ludwig sampai dengan saat ini
berstatus Anak luar kawin. Oleh karena anak adalah anak luar
kawin dan terhadap anak luar kawin berdasarkan Pasal 43 ayat (1)
UU Perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibu, sehingga perlakuan hukum terhadap akta lahir anak
hanya akan ada nama ibu kandungnya.
Dalam akta kelahiran anak luar kawin tercantum bahwa telah
dilahirkan seorang anak dengan tercantum nama, hari dan tanggal
kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan tanggal kelahiran ibu
(menyebut nama ibu saja, tidak menyebut nama ayah si anak).
Demikian ketentuan Pasal 55 ayat (2) huruf a PP No. 37 Tahun
library.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id

2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang


Administrasi Kependudukan.Dengan adanya putusan MK No.
46/PUU-VIII/2010, hubungan antara anak luar kawin dengan
bapaknya adalah hubungan darah dalam arti biologis yang
dikukuhkan berdasarkan proses hukum. Putusan MK memberikan
kemungkinan hukum bagi ditemukannya subyek hukum yang harus
bertanggungjawab terhadap anak luar kawin untuk bertindak
sebagai bapaknya melalui mekanisme hukum dengan menggunakan
pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir
dan/atau hukum. Dengan kata lain, setidaknya ada dua cara untuk
dapat menjadikan sang anak luar kawin memiliki hubungan darah
dan juga hubungan perdata dengan ayah biologisnya dan keluarga
ayahnya, yaitu;
1. pengakuan oleh sang ayah biologis; atau
2. pengesahan oleh sang ayah biologis terhadap anak luar kawin
tersebut.
Pasal 92 Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil (“Perpres 25/2008”) mengatur persyaratan dokumen dan
tahap lanjutan pengesahan anak tersebut sebagai berikut:
1. Pencatatan pelaporan pengesahan anak dilakukan pada Instansi
Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana
tempat tinggal pemohon.
2. Pencatatan pengesahan anak dilakukan dengan memenuhi
syarat berupa:
a. Surat Pengantar dari RT/RW dan diketahui Kepala
Desa/Lurah;
b. Kutipan Akta Kelahiran;
c. Fotokopi Kutipan Akta Perkawinan;
d. Fotokopi Kartu Keluarga; dan
e. Fotokopi KTP pemohon.
library.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id

3. Pencatatan pelaporan pengesahan anak dilakukan dengan tata


cara:
a. Pemohon mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan
Pengesahan Anak dengan melampirkan persyaratan di atas
kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis Dinas
Instansi Pelaksana ;
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau Unit
Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana mencatat dalam
Register Akta Perkawinan dan membuat catatan pinggir
pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran;
penyusun berpendapat apabila telah melewati jangka waktu
yang disyaratkan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Administrasi
Kependudukan yaitu bahwa setiap pengesahan anak wajib
dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak suami istri dari anak yang bersangkutan melakukan
perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.Undang-Undang
Administrasi Kependudukan maupun Perpres 25/2008 tidak
mengatur bahwa apabila orang tua telah melewati jangka waktu
atau batas waktu pengurusan pengesahan anak maka orang tua
tersebut menjadi tidak dapat melakukan pengurusan pengesahan
anak. Yang menjadi konsekuensi atas lewatnya jangka waktu atau
batas waktu pengurusan pengesahan anak adalah orang tua akan
dikenakan denda administratif paling banyak sebesar Rp. 1 juta,
namun untuk besaran pasti di setiap daerah ditentukan dengan
Peraturan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai