Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala


Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

Uji Efektivitas Antelmintik Ekstrak Etanol 96% Daun Bandotan


(Ageratum Conyzoides L.) Terhadap Cacing Ascaridia Galli
Secara In Vitro

Anthelmintic Effectiveness Test of Ethanol Extract 96% Leaf of Bandotan


(Ageratum conyzoides L.) againts Ascaridia galli Worms In Vitro
Muttaqien1*, Khairina Mufidah2, Ummu Balqis3, M. Hanafiah1, Masda Admi4, M. Hasan5

1
Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3
Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
4
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
5
Laboratorium Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Penulis Korespondensi, e-mail : muttaqien_bakri@usk.ac.id

ABSTRAK

Cacing Ascaridia galli menyebabkan Ascaridiosis yang menyerang unggas. Pengobatan antelmintik
komersial yang relatif mahal dan bisa menyebabkan resistensi, sehingga tanaman herbal dapat digunakan sebagai
pengobatan alternatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun bandotan (Ageratum
conyzoides L.) terhadap morbiditas dan mortalitas cacing Ascardia galli secara in vitro. Metode penelitian yang
digunakan dengan ekstraksi etanol 96% dengan konsentrasi 25%, 50%, dan 75% serta NaCl 0,9% sebagai
kontrol negatif, albendazole 15 mg/ml sebagai kontrol positif, dan skrinning senyawa fitokimia. Hasil kemudian
di analisis dan di uji dengan kruskal wallis untuk perbedaan yang nyata. Hasil penelitian menunjukkan daun
bandotan mengandung tanin, alkaloid, flavonoid, terpenoid. Pada uji waktu morbiditas dan mortalitas cacing
Ascaridia galli dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan konsentrasi 50% dan 75% memberikan hasil yang
lebih cepat dari semua skor dibandingkan albendazole 15 mg/ml sebagai kontrol positif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun bandotan memiliki efek terhadap waktu morbiditas dan mortalitas
cacing Ascaridia galli secara in vitro.

Kata kunci: Ascardia galli, Ageratum conyzoides L., in vitro, morbiditas, mortalitas.

ABSTRACT

The worm Ascaridia galli causes ascaridiosis in poultry. Commercial anthelmintics treatment is
uneconomical and can cause resistance, so herbal anhtelmintics are alternative treatment. The purpose of this
study was to determine the effect of bandotan leaf extract (Ageratum conyzoides L.) on the morbidity and
mortality of Ascardia galli worms in vitro. The research method used ethanol 96% extraction with
concentrations of 25%, 50%, and 75% and NaCl 0,9% as a negative control and albendazole 15 mg/ml as a
positive control. The results were then analyzed and with the Kruskal-Wallis test for significant differences. The
results showed that the phytochemical screening of bandotan leaves contained tannins, alkaloids, flavonoids,
and terpenoids. In the time test, the morbidity and mortality of Ascaridia galli worms from these data, the
treatment with concentrations of 50% and 75% gave faster results in all scores compared to albendazole 15
mg/ml as a positive control. Thus, the administration of bandotan leaf exctract has anthelmintic potential
against the morbidity and mortality of Ascaridia galli worms in vitro.

Key words: Ascardia galli, Ageratum conyzoides L., in vitro, morbidity, and mortality.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Helmintiasis atau kecacingan adalah salah satu gangguan kesehatan yang dapat
menyerang unggas domestik seperti ayam kampung dan unggas liar (Prastowo dan Ariadi,

92
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

2015). Beberapa jenis cacing yang sering menginfeksi ayam kampung adalah Capillaria sp.,
Heterakis sp., Strongyloides sp., dan Ascaridia sp. (Kusuma et al., 2021). Cacing yang sering
menjangkit ayam kampung dari genus Ascaridia sp adalah cacing Ascaridia galli. Ascaridia
galli tergolong cacing dalam kelas nematoda terbesar pada unggas, yang sering menjangkit
ayam kampung dikarenakan pemeliharaan yang masih secara tradisional. Cacing ini dapat
terlihat langsung karena ukurannya yang besar serta memiliki tubuh berbentuk silindiris dan
berwarna putih kekuningan. Untuk ukuran cacing jantan dewasa mencapai 5-10 cm
sedangkan pada cacing betina dewasa bisa mencapai 7-12 cm (Adrianto, 2020). Ayam yang
terinfeksi cacing Ascaridia galli memiliki gejala klinis bulu kusam dan rontok, terlihat pucat
dan lemah, nafsu makan berkurang, emasiasi, sayap terkulai, produksi telur menurun bahkan
sampai berhenti bertelur (Kusnoto et al., 2015). Infeksi cacing Ascaridia galli mampu
mengakibatkan kerugian ekonomi pada peternakan berkisar 2,49-3,48 juta per tahunnya
akibat penurunan berat badan dan pertumbuhan yang terganggu (Balqis et al., 2014).
Penggunaan antelmintik yang sering digunakan masyarakat seperti albendazol,
pepirazine, dan levimasole dalam pengendalian helmentiasis pada unggas memiliki beberapa
efek samping selain harga yang tidak ekonomis (Balqis et al., 2016). Penggunaan antelmintik
akan mengakibatkan resistensi. Resistensi ini bersifat genetik, sehingga cacing penyintas yang
telah bertahan akan terus menurunkan sifat resistensi (Kusuma et al., 2022). Pemanfaatan
obat herbal merupakan salah satu alternatif yang digunakan sebagai antelmintik. Selain bahan
yang mudah diperoleh, obat herbal memiliki efek samping yang lebih sedikit ketimbang
penggunaan obat sintetis (Balqis et al., 2016).
Sejauh ini, sudah banyak penelitian yang menggunakan bahan herbal sebagai
antelmintik diantaranya seperti temu hitam, pare dan pepaya (Tiwow et al., 2013). Seperti
penelitian yang telah dilakukan oleh Himawan et al. (2020) daun sukun memiliki aktifitas
antelmintik dengan kandungan senyawa flavonoid, saponin, alkaloid, tannin dan fenol. Daun
bandotan (Ageratum conyzoides L.) selama ini telah digunakan sebagai antikonvulsan,
antibiotik, antiinflamasi, analgesik, dan insektisida. Daun bandotan tumbuh secara liar dan
termasuk tanaman gulma (pengganggu) sehingga mudah diperoleh. Dari skrinning fitokimia
yang telah dilakukan, daun bandotan mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,
antrakunion, vitamin dan mineral (Melisa dan muchtaridi, 2017).
Berdasarkan adanya indikasi daun bandotan memiliki senyawa yang berpotensi sebagai
antelmintik alnternatif dan penggunaan daun bandotan sebagai insektisida alami. Seperti pada
penelitian Akkari et al. (2015) yang menemukan bahwa minyak esensial Ruta chalepensis
memiliki aktivitas insektisida sekaligus antelmintik yang signifikan, sehingga perlu dilakukan
penelitian tentang kemampuan daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) dalam menyebabkan
kematian pada cacing Ascaridia galli secara in vitro.

Rumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) memiliki aktivitas
antelmintik dan berpengaruh terhadap waktu morbiditas dan mortalitas pada cacing Ascaridia
galli secara in vitro?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antelmintik ekstrak etanol daun
bandotan (Ageratum conyzoides L.) terhadap waktu morbiditas dan mortalitas pada cacing
Ascaridia galli secara in vitro.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum
93
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

conyzoides L.) memiliki pengaruh terhadap waktu morbiditas dan mortalitas pada cacing
Ascaridia galli secara in vitro.

Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian dapat memberikan manfaat tentang pengaruh ekstrak etanol daun
bandotan (Ageratum conyzoides L.) terhadap waktu morbiditas dan mortalitas pada cacing
Ascaridia galli.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan, untuk pelaksanaan ekstraksi di Laboratorium Farmakologi,
untuk skrinning fitokimia di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA dan untuk proses
pengamatan inkubasi cacing di Laboratorium Patologi pada Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penelitian ini telah berlangsung dari bulan Desember
2021 sampai dengan bulan Februari 2022.

Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan 15 ekor cacing Ascaridia galli dari usus halus ayam
kampung yang diperoleh dari pasar Lambaro, Banda Aceh. Kriteria panjang tubuh cacing 7-
11 cm, posterior tubuh yang lurus dan bergerak aktif serta 12 kg daun Bandotan yang diambil
secara acak di Banda Aceh.

Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: gunting, blender, timbangan
analitik, kertas saring, vacuum rotary evaporator, cawan petri, gelas beker, spatula, pinset
anatomis, mikropipet, waterbath, alat tulis.
Untuk bahan yang digunakan yaitu: 12kg daun bandotan (Ageratum conyzoides L.),
etanol 96%, cacing Ascaridia galli betina dewasa berukuran 7-11 cm, albendazole 15mg/ml,
NaCl 0,9%, akuades.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimental
laboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan 15 cacing Ascaridia
galli dengan 5 perlakuan dan 3 kali pengulangan.

Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel
Daun dan tangkai bandotan yang berwarna hijau tua dan utuh dipilih dan dipisahkan
lalu dicuci bersih dengan air mengalir (Mentari et al., 2020). Kemudian daun dikeringkan
selama 5-6 hari pada suhu ruangan, selanjutnya diblender sampai halus. Simpalisia daun
bandotan kemudian dimasukan kedalam wadah, lalu ditambahkan larutan etanol 96% sampai
seluruh serbuk terendam secara keseluruhan. Larutan hasil maserasi disaring dengan kertas
saring, sisa penyaringan direndam kembali dengan larutan etanol yang baru dan dilakukan
pengulangan 5-4 kali sampai hasil warna filtrat menjadi bening.
Filtrat yang didapat di uapkan dalam vacum rotary evaporator sehingga mendapatkan
larutan yang pekat, kemudian dikentalkan di waterbath (Mentari et al., 2020). Pembuatan
larutan uji ekstrak dibagi menjadi 3 bagian, 25%, 50%, dan 75% dengan pengenceran
menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
94
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

Skrinning Fitokimia Ekstrak Bandotan


Skrinning fitokimia dilakukan secara kualitatif sebagai tahapan awal untuk mendeteksi
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder pada suatu ekstrak (Harahap et al., 2021)
seperti senyawa alkaloid, steroid, flavonoid, tannin, saponin, terpenoid.

Uji In Vitro
Ascaridia galli yang sudah dikoleksi diambil menggunakan osse tumpul dan dimasukan
ke dalam 5 kelompok cawan petri dengan 3 kali pengulangan perkelompoknya. Kelompok I
cacing direndam dalam NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif (P1), kelompok II cacing
direndam dalam albendazol 15 mg/ml sebagai kontrol positif (P2), kelompok III cacing
direndam dalam ekstrak dengan konsentrasi 25% (P3), kelompok IV cacing direndam dalam
ekstrak dengan konsentrasi 50% (P4), kelompok V cacing direndam dalam ekstrak dengan
konstentrasi 75% (P5). Masing-masing direndam di dalam larutan sebanyak 10 ml.
Pengecekan setiap 15 menit sekali sampai cacing tidak bergerak dan mati.

Parameter Penelitian
Pengamatan morbiditas cacing Ascaridia galli dilakukan dengan persentase nilai skor 1
sampai 4 dan untuk pengamatan mortalitas dilakukan dengan persentase waktu kematian pada
nilai skor 5 setelah di inkubasi pada suhu kamar setiap 15 menit sampai cacing benar-benar
mati (Balqis et al., 2016).

Tabel 1. Parameter skoring pengamatan morbiditas dan mortalitas cacing Ascaridia galli.

Skor Keterangan
1 Bergerak aktif
2 Sebagian bergerak
3 Diam, bila disentuh bergerak
4 Diam, bila disentuh diam, dimasukkan dalam air dengan suhu 70°C lalu
bergerak
5 Diberikan air dengan suhu 70°C tidak bergerak (mati)

Analisis Data
Data waktu mortalitas cacing Ascaridia galli dalam perendaman ekstrak daun bandotan
(Ageratum conyzoides L.) dianalisis dengan uji normalitas dan homogenitas, apabila terdapat
perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji kruskal wallis dan uji post hoc
comparisons karena data yang didapati tidak normal dan homogen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil skrinning fitokimia daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) di Laboratorium


Kimia Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala. Berikut beberapa kandungan senyawa kimia
yang disajikan pada Tabel 2.

95
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

Tabel 2. Hasil skrining senyawa fitokimia daun bandotan (Ageratum conyzoides L.).

Kandungan Hasil
No Reagen Hasil Pengamatan
Metabolit Uji
1 Alkaloid Mayer + Terbentuk endapan putih
Wagner + Terbentuk endapan coklat
Dragendorf + Terbentuk endapan merah
2 Steroid Uji Liebermann-Burchard - Tidak terbentuk warna hijau
3 Terpenoid Uji Liebermann-Burchard + Terbentuk warna merah
4 Saponin Pengocokan - Tidak berbusa
5 Flavonoid HCl dan Logam Mg + Terbentuk warna merah
6 Tannin FeCl3 + Terbentuk warna hijau

Kandungan senyawa kimia saponin dan steroid yang tidak ditemukan ini disebakan oleh
beberapa faktor seperti jumlah sampel yang sedikit, kemudian asal sampel, dan perlakuan
yang salah pada saat proses ekstraksi sedang berlangsung (Nurbani et al., 2020). Menurut
Krisdamaiyanti et al. (2022) pembuatan obat herbal sebagai anthelmintik harus mengandung
senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, tannin, dan saponin. Dalam senyawa kimia tersebut
terdapat aktivitas ovisidal yaitu kemampuan untuk merusak telur cacing dengan tidak
menetaskan larva sehingga siklus hidup cacing dapat terputus.
Alkaloid adalah senyawa nitrogen heterosiklik beracun terhadap mikroba seperti virus,
bakteri dan cacing (Oktofani dan Suwandi, 2019). Mekanisme kerja yang sama seperti
saponin dengan memblokir enzim kolinesterasi (Robiyanto et al., 2018). Selain itu, alkaloid
juga mampu memblokir impuls dalam sistem sel syaraf pusat cacing dan menyebabkan
kelumpuhan. Senyawa alkaloid bisa meningkatkan gerakan peristaltik usus untuk
mengeluarkan cacing dari saluran pencernaan dengan efek yang dimiliki dalam meningkatkan
tonisitas gastrointestinal (Balqis et al., 2016).
Peranan senyawa flavonoid dan saponin sebagai antelmintik adalah menghambat enzim-
enzim spesifik salah satunya enzim asetilkolinesterase yang menyebabkan paralisis otot pada
cacing (Ulya et al., 2014). Kemudian flavonoid bekerja sebagai senyawa antelmintik yang
bisa menyebabkan denaturasi protein didalam jaringan cacing hingga kematian dengan
kemampuannya mendegradasi sel neuron pada tubuh cacing (Robiyanto et al., 2018).
Senyawa flavonoid dan tannin juga dapat merusak tegumen pada cacing sehingga absorbsi
makanan sebagai nutrisi cacing akan terganggu dan menyebabkan kematian (Lelitawati,
2021).
Saponin adalah senyawa yang terdiri dari glikon dan aglikon (glikosida) yang banyak
ditemukan dalam tumbuhan, diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu steroid dan triterpenoid.
Senyawa saponin bersifat sabun apabila dikocok dengan air, busa yang dihasilkanpun tidak
mudah hilang atau stabil (Elni et al., 2020) ini menjadikannya bersifat toxic dengan
mengiritasi membran mukosa cacing (Meilina et al., 2019). Senyawa terpenoid mampu
memberikan hambatan pada otot-otot cacing dalam bekerja secara spontan sehingga cacing
menjadi lumpuh dan mati (Robiyanto et al., 2018).
Tannin berasal dari polifenol yang bisa membentuk koopolimer tak larut air dan mampu
mengendapkan protein (Tiwow et al., 2013). Senyawa tannin bekerja dengan mengikat
glikoprotein pada saluran pencernaan cacing, akibatnya fungsi fisiologis tubuh cacing akan
berkurang, penyerapan nutrisi makanan terhambat, motilitas dan gangguan reproduksi. Tannin
juga berperan sebagai penghambat enzim serta energi yang dibutuhkan untuk proses
fosforilasi oksidatif pada tubuh cacing yang lama kelamaan dapat menyebabkan kematian
(Meilina et al., 2019).
96
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

Hasil pengamatan uji in vitro pada cacing Ascaridia galli disajikan pada Tabel 3 dan
Tabel 4.

Tabel 3. Rata-rata waktu morbiditas Ascaridia galli (menit).

Perlakuan Skor (mean rank)


1 2 3 4 Rata-rata
Nacl 0,9% 205 min 145 min 475 min 915 min 460 min
(KN) ±11,67 ±10,00ab ±10,83a ±14,00 a (7,7 jam)
Albendazole 120 min 155 min 190 min 235 min 175 min
15 mg/ml (KP) ±6,17 ±6,33ab ±5,00 ab ±8,00 ab (2,9 jam)
P1 (25%) 165 min 335 min 420 min 480 min 350 min
±8,33 ±13,00a ±8,17 ab ±11,00 ab (5,8 jam)
P2 (50%) 60 min 120 min 90 min 125 min 98,7 min
±3,83 ±5,50ab ±3,00 ab ±5,00 ab (1,6 jam)
P3 (75%) 15 min 40 min 52 min 80 min 47 min
±1,00 ±2,00b ±1,50b ±2,00 b (0,8 jam)
Huruf superskrip berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. KN: kontrol negatif
(NaCl 0,9%); KP: kontrol positif (albendazole 15 mg/ml); P1: konsentrasi 25%; P2:
konsentrasi 50%; P3: konsentrasi 75%.

Tabel 4. Rata-rata waktu mortalitas Ascaridia galli pada setiap perlakuan (menit)

Jenis Waktu
KN KP P1 P2 P3
Ascaridia galli 925 min 270 min 495 min 140 min 85 min
±14.00a ±8.00ab ±11.00ab ±5.00ab ±2.00b
Huruf superskrip berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. KN: kontrol negatif
(NaCl 0,9%); KP: kontrol positif (albendazole 15mg/ml); P1: konsentrasi 25%; P2:
konsentrasi 50%; P3: konsentrasi 75%.

Perlakuan kelompok kontrol negatif menggunakan NaCl 0,9% mg/ml menunjukkan dari
3 ekor cacing, rata-rata waktu morbiditas adalah 460 menit (7,7 jam) dengan rata-rata waktu
kematian cacing adalah 925 menit (15,5 jam). Waktu morbiditas dan mortalitas cacing
Ascaridia galli relatif lebih lama karena NaCl fisiologis 0,9% adalah lingkungan isotonik
yang baik bagi cacing Ascaridia galli dan tidak mengandung senyawa kimia apapun (Ningsih,
2018).
Hasil pengamatan pada perlakuan albendazol 15 mg/ml sebagai kontrol positif
menunjukkan 3 ekor cacing mengalami penurunan fungsi tubuh dan tidak bergerak namun
masih hidup (paralisis) dengan rata-rata waktu morbiditas 175 menit (2,9 jam) dan rata-rata
waktu mortalitas cacing adalah 270 menit (4,5jam). Cacing mengalami kematian setelah
diberikan air dengan suhu 70°C tidak bergerak dimana hal ini menandakan tidak adanya
aktivitas pada cacing. Kematian pada cacing yang disebabkan oleh albendazole yang
merupakan antelmintik turunan benzimidazol sebagai agen antiparasit berspektrum luas
terhadap berbagai parasit gastrointestinal pada hewan ternak (Prasetyo et al., 2021).
Antelmintik merupakan obat anti cacing, salah satunya dapat mengobati askariasis
adalah alabendazole (Ulya et al., 2014). Pada cacing yang rentan, mekanisme kerja
albendazole diyakini dengan mengganggu sistem mikrotubulus intraseluler dengan mengikat
secara selektif dan merusak tubulin, dan menghambat pembentukan mikrotubulus. Dan juga
97
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

pada konsentrasi yang tinggi dapat mengganggu jalur metabolit didalam cacing, menghambat
enzim metabolisme (Plumb, 2018). Namun, penggunaan obat antelmintik komersil memiliki
efek samping dan menimbulkan resistensi pada pemakaian jangka panjang (Hamzah et al.,
2016). Sampai saat ini, Indonesia masih menggunakan pengobatan alami untuk berbagai
penyakit termasuk obat cacing. Banyak penelitian obat herbal yang memanfaatkan tumbuhan
sebagai antelmintik seperti ekstrak daun Orthosiphon aristatus dengan harapan mempunyai
khasiat dengan harga jauh lebih murah serta menimbulkan efek samping yang rendah pada
saat penggunaan (Ulya et al., 2014).
Perlakuan kelompok (P1) dengan konsentrasi ekstrak daun bandotan 25% terdapat 2
ekor cacing mengalami penurunan fungsi tubuh pada menit ke-195 yang hanya sebagian
tubuh bergerak dengan skor 2. Kemudian, pada rata-rata waktu skor 3 dimenit ke-420 cacing
tidak menunjukkan adanya aktivitas pergerakan, tetapi setelah disentuh dengan osse tumpul
cacing tersebut bergerak lagi. Rata-rata waktu morbiditas adalah 350 menit (5,8 jam) dengan
rata-rata waktu kematian cacing adalah 495 menit (8,25 jam).
Perlakuan kelompok (P2) dengan konsentrasi ekstrak daun bandotan 50%, angka
morbiditas cacing terjadi pada skor 1 dengan rata-rata waktu 60 menit (1 jam). Lalu, cacing
tidak bergerak diberikan skor 3 menandakan apabila cacing disentuh baru bergerak dengan
rata-rata waktu skor 3 adalah 90 menit (1,5 jam) dengan rata-rata waktu skor morbiditas
keseluruhan 98,7 menit (1,6 jam) dan rata-rata waktu mortalitas cacing 140 menit (2,3 jam).
Perlakuan kelompok (P3) dengan konsentrasi ekstrak daun bandotan 75% angka skor
morbiditas keseluruhan adalah 47 menit (0,8 jam) dan rata-rata waktu mortalitas cacing 85
menit (1,4 jam). Rata-rata waktu morbiditas cacing Ascaridia galli setelah perendaman di
dalam ekstrak daun bandotan 25%, 50%, 70% adalah ±6 jam, ±1,5 jam, ±1 jam dan mortalitas
cacing adalah ±8 jam, ±2 jam, dan ±1 jam. Konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratum
conyzoides L.) 50% memiliki rata-rata waktu morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih cepat
dibandingkan waktu morbiditas dan mortalitas albendazole 15 mg/ml sebagai kontrol positif.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ektrak daun bandotan 50% menujukkan adanya
aktivitas antelmintik.
Secara in vitro ekstrak daun bandotan 75% menunjukkan daya antelmintik yang lebih
efektif dengan rata-rata waktu morbiditas dan mortalitas ±1 jam, hal ini menunjukkan bahwa
untuk mendapatkan waktu yang singkat membutuhkan ekstrak yang lebih besar untuk
membunuh cacing (Widayati et al., 2021). Morbiditas dan mortalitas cacing Ascaridia galli
dapat ditentukan dengan lamanya waktu perendaman cacing di dalam larutan dan tingginya
konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratun conyzoides L.), semakin tinggi konsentrasi
larutan ekstrak maka akan semakin efektif daya hambatnya untuk mengurangi waktu kinerja
senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya (Mengkido et al., 2019). Namun ini tidak
menutup kemungkinan untuk dipertimbangkannya dosis ekstrak yang lebih rendah dalam
membunuh cacing Ascaridia galli.
Berdasarkan hasil uji statistik pada Tabel 3 dan Tabel 4, pemberian ekstrak daun
bandotan 75% memiliki nilai perbedaan bermakna antar perlakuan (P<0,05) terhadap
pengaruh morbiditas dan mortalitas cacing Ascaridia galli. Dapat disimpulkan bahwa larutan
uji ekstrak bandotan 75% memiliki kecenderungan potensi antelmintik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides


L.) memiliki efek terhadap waktu morbiditas dan mortalitas cacing Ascaridia galli secara in
vitro. Tingkat morbiditas dan mortalitas cacing paling tinggi terjadi pada perlakuan ekstrak
daun bandotan 50% dan 75% dengan rata-rata morbiditas 98,7 (1,6 jam) dan 47 menit (0,8
98
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

jam) serta rata-rata mortalitas 140 (2,3 jam) dan 85 menit (1,4 jam). Angka morbiditas dan
mortalitas ini lebih cepat dari pada penggunaan albendazole 15 mg/ml sebagai kontrol positif.
Dengan demikian, ekstrak daun bandotan memiliki efektivitas antelmintik dan berpotensi
sebagai antelmintik alternatif.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, H. (2020). Buku Ajar Parasitologi. Rapha Publishing, Yogyakarta.


Akkari, H., Ezzine, O., Dhahri, S., B’chir, F., Rekik, M., Hajaji, S., dan Gharbi, M. (2015).
Chemical composition, insecticidal and in vitro anthelmintic activities of Ruta
chalepensis (Rutaceae) essential oil. Industrial Crops and Products, 74: 745-751.
Balqis, U., Darmawi, D., Maryam, M., Muslina, M., Hamzah, A., Daud, R., dan Eliawardani,
E. (2016). Motilitas Ascaridia galli dewasa dalam larutan ekstrak etanol biji palem
putri (Veitchia merrillii). Jurnal Agripet, 16(1): 9-15.
Balqis, U., Hambal, M., dan Utami, C.S. (2014). Gambaran histopatologis usus halus ayam
kampung (Gallus domesticus) yang terinfeksi Ascaridia galli secara alami. Jurnal
Medika Veterinaria, 8(2): 132-135.
Elni., Irine, I. P., dan Lesik, M. M. N. N. (2020). Evaluasi sifat anti parasit terhadap daun
mayana (Solenostemon scutellarioides. L). Musamus Journal of Livestock
Science, 3(1): 31-36.
Harahap, I. S., Halimatussakdiah, dan Amna, U. (2021). Skrinning fitokimia ekstrak daun
jeruk lemon (Citrus limon) dari kota Langsa, Aceh. Jurnal Kimia Sains, 3(1): 19-23.
Himawan, H. C., Ramani, S.,dan Hamonangan, A. (2020). Aktivitas antelmintik ekstrak
etanol 96% daun sukun (Artocarpus altilis) terhadap Ascaridia galli secara in vitro.
Jurnal Farmamedika, 5 (1): 1-7.
Krisdamaiyanti, D.A., Arif, R., dan Retnani, E. B. (2022). Meta-analisis: kuantifikasi
antelmintika herbal pada pengujian in vivo. Acta Veterinaria Indonesiana, 10(1): 96-
102.
Kusnoto, Bendryman, S.S., Koesdarto, S., dan Mumpuni, S. (2015). Ilmu Penyakit Helmin
Kedokteran Hewan. Zifatama Jawara, Sidoarjo.
Kusuma, S. B., Nusantoro, S., Awaludin, A., Junaidi, Y., dan Auliyani, T. L. (2021).
Identifikasi keragaman jenis parasit cacing pada ternak ayam kampung di Kabupaten
Jember. Jurnal Ilmu Peternakan Terapan, 4(2): 71-77.
Kusuma, Y. R., Dai, Z. F., Sunardi, dan Mubarokah, W. W. (2022). Potensi ekstrak kunyit
(Curcuma domestica) sebagai athelmintik terhadap cacing Ascaridia galli pada ayam
kampong secara In vivo. Jurnal Sains Veteriner, 40(1): 32-35.
Lelitawati, M. (2021). Efek anthelmintik serbuk dan ekstrak daun Urena lobata pada cacing
pita ayam secara in vitro. Jurnal Ilmu Hayat, 5(1): 25-34.
Meilina, N. I., Kahtan, M. I, dan Widiyantoro, A. (2019). Aktivitas anthelmintik ekstrak
etanol daun buas-buas (Premna serratifolia L.) terhadap cacing Ascaridia galli secara
in vitro. Jurnal Kesehatan Khatulistiwa, 5(2a): 780-789.
Melissa, Muchtaridi, M. (2017). Review: senyawa aktif dan manfaat farmakologis Ageratum
conyzoide. Journal Unpad Farmaka Suplemen, 15(1) :200-212.
Mengkido, M., Lambui, O., dan Harso, W. (2019). Uji daya hambat ekstrak daun bandotan
(Ageratum conyzoides linn) terhadap pertumbuhan bakteri Sthapylococcus aureus.
Biocelebes, 13(2): 121-130.
Mentari, I.A., Winarwati, dan Putri, M.R. (2020). Karakteristik simplisia dan ekstrak daun
bandotan (Ageratum conyzoides L.) sebagai kandidat obat karies gigi. Jurnal Ilmiah
Ibnu Sina, 5(1): 1-9.
99
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Veteriner (JIMVET)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
Volume 7, No. 3: 92-100 E-ISSN: 2540-9492
Mei-Juli 2023

Ningsih, W. (2018). Formulasi dan uji efektivitas antibakteri edible film ekstrak biji pinang
(Areca catechu Linn). Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik, 15(2): 71-76.
Nurbani, S.Z., Kusuma, J., Siregar, A.N. dan Hidayah, N. (2020). Identifikasi senyawa
fitokimia ekstrak waru laut (Thespia populnea) dari pesisir pantai semarus kabupaten
natuna. Jurnal Bluferin Fisheris, 2(2): 8-19.
Oktofani, L. A., dan Suwandi, J. F. (2019). Potensi tanaman pepaya (Carica papaya) sebagai
antihelmintik. Jurnal Majority, 8(1): 246-250.
Plumb, D. C. Veterinary Drug Handbook. (2018). Pharma Vet Inc, Winconsin.
Prasetyo, B. F., Shady, J., Liza, S.J., Nikhofebri, H., Nina, T. K., Renji, M. W., Vetty, R.,
Anitta, V. N., Nur, R., Putri, A. H., Riska, A. S., Hadid, K., Nadila, D. A.,
Muhammad, I. D., Nida, D. P., Tsulasty, P. P., dan Wita, P. (2021). Studi Kasus
Interaksi Obat di Hewan. Budi Utama, Yogyakarta.
Prastowo, J., dan Ariyadi, B. (2015). Pengaruh infeksi cacing Ascaridia galli terhadap
gambaran darah elektrolit ayam kampung (Gallus domesticus). Jurnal Medika
Veterinaria, 9(1): 12-17.
Robiyanto, Kusuma, R., dan Untari, E. K. (2018). Potensi antelmintik ekstrak etanol daun
manga arumanis (Mangifera indica L.) pada cacing Ascaridia galli dan Raillietina
tetragona secara in vitro. Pharm Sci Res, 5(2): 81-89.
Tiwow, Debra., Widdhi, Bodhi dan Novel, S.K. (2013). Uji efek antelmintik ekstrak etanol biji
pinang (Areca catechu) terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaris galli
secara in vitro. PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(02): 76-80.
Ulya, N., Agustina T.E., dan Setyohadi, R. (2014). Uji daya anti cacing ekstrak etanol daun
kumis kucing (Orthosiphon aristatus) sebagai anti cacing terhadap Ascaris suum
secara in vitro. Majalah Kesehatan FKUB, 1(3): 130-13.

100

Anda mungkin juga menyukai