Anda di halaman 1dari 92

[DOCUMENT TITLE]

[Document subtitle]

[DATE]
[COMPANY NAME]
[Company address]
KEANEKARAGAMAN HAYATI
TROPIKA
Training Course on
Environmental Education for Sustainable Development

Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO)


Regional Centre for Quality Improvement of Teachers and Education Personnel (QITEP)
in Science
BIODIVERSITY AND ECOSYSTEM SERVICES
Training Course on Environmental Education for Sustainable Development

Penanggung Jawab
Dr Indrawati

Penulis
Heri Setiadi, M.Si.
M. Haidar Helmi, S.P., M.Si.

Penelaah
Prof. Parikesit, M.Sc., P.hD.

Penyunting
Rizwan Darmawan, M.M.

Perancang Grafis
Untung Saepuloh S.Ds.

Penata Letak
Girindra Adyapradana, M.Si.

Penerbit
SEAMEO QITEP in Science

Tahun Cetak
2020

Hak Cipta©2020
Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO)
Regional Centre for Quality Improvement of Teachers and
Education Personnel (QITEP) in Science
KATA SAMBUTAN

SEAMEO Regional Center for QITEP in Science sebagai salah satu center SEAMEO yang diberi mandat
meningkatkan kompetensi pendidikan dan tenaga kependidikan di bidang Sains, telah menunjukkan
kiprahnya untuk melaksanakan mandat nya melalui berbagai kegiatan penngkatan kapasitas pendidik
dan tenaga kependidikan. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah pelatihan pendidik .
Di dalam melaksanakan kegiatan pelatihan tidak terlepas dari komponen-komponen pendukung, salah
satu komponen yang harus diperhatikan adalah materi pelatihan. Bagaimana agar peserta pelatihan
dapat menguasai materi pelatihan baik dari aspek pengetahuan , keterampilan, dan sikap yang
diharapkan dalam suatau pelatihan, bergantung pada bagaimana materi pelatihan dikemas dan
dikembangkan.
Pengemasan materi pelatihan dalam bentuk modul-modul, merupakan salah satu upaya yang baik yang
dilakukan oleh Center, untuk itu saya menyambut baik dan memberikan apresiasi terhadap upaya-
upaya peningkatan untuk memenuhi agar sistem pelatihan terlaksana dengan baik. Semoga modul-
modul yang dikembangkan dapat digunakan sebagai media transformasi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap kepada peserta untuk mencapai standar kompetensi guru, baik standar kompetensi
profesional terkait penguasaan materi pelajaran maupun kompetensi pedagogi yang terkait bagaimana
membelajarkan peserta didik, serta kompetensi lainnya yaitu bagaimana guru harus melaksanakan
penilaian.
Semoga modul-modul ini bermanfaat bagi guru-guru Sains.

Bandung, Juni 2020

Gatot Hari Priowirjanto


Koordinator SEAMEO Center
Indonesia

Kata Sambutan iii


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas tersusunnya modul-modul Pengayaan Materi
Pendidikan Lingkungan Hidup bagi Guru IPA di SMP maupun di SMA. Modul-modul Pengayaan Materi
Pendidikan Lingkungan Hidup ini disusun sebagai bahan belajar yang dapat digunakan baik secara
mandiri dan sebagai bahan belajar dalam kegiatan pelatihan Environmental Education for Sustainable
Development (EESD)yang diselenggarakan oleh SEAMEO Regional Center for QITEP in Science.

Pada tahun 2020 ini SEAMEO QITEP in Science telah mengembangkan dua modul Pengayaan Materi
EESD bagi Guru IPA dengan judul-judul sebagai berikut.
1. Biodiversity
2. Suistainable Development

Modul-modul tersebut telah ditelaah dan direvisi oleh tim internal dan eksternal (praktisi, pakar, dan
para pengguna). Namun demikian, kami masih mengharapkan para penelaah dan pengguna lainnya
untuk selalu memberikan masukan untuk penyempurnaan isi modul sesuai kebutuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Besar harapan kami bahwa Modul Pengayaan
Materi EESD bagi Guru SMP/SMA ini dapat digunakan sebagai bahan ajar dan alternatif sumber bacaan
bagi guru-guru yang mengajar materi Pendidikan Lingkungan Hidup.

Dengan tersusunnya modul ini, kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada tim
penyusun,Prof. Parikesit, M.Sc, dan Prof. Oekan S. Abdoellah dari Universitas Pajajaran yang telah
membantu dalam proses penelaahan, serta para guru yang telah terlibat dalam proses uji keterbacaan
modul-modul tersebut di sekolah.

Meskipun proses pengembangan modul-modul ini sudah dilakukan melalui tahapan telaahan pakar dan
uji keterbacaan oleh guru, namun bila masih ditemukan kekurangan dan kelemahan, kami mohon
Bapak/Ibu pengguna dapat memberikan masukan melalui email secretariat@qitepinscience.org untuk
penyempurnaan lebih lanjut modul yang telah dikembangkan di atas sehingga dihasilkan bahan ajar
yang memadai.

Bandung, Juni 2020


Direktur SEAMEO QITEP in Science,

Dr Indrawati, M.Pd
NIP.
196112021986032001

iv Kata Pengantar
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN iii


KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 3
BAB III KEGIATAN BELAJAR 5
A. Kegiatan Belajar 1 5
Nama Materi
1. Pengantar 5
2. Tujuan 5
3. Uraian Materi 5
4. Aktivitas Pembelajaran 21
5. Tugas 23
6. Refleksi 23
B. Kegiatan belajar 2 25
Nilai dan Manfaat Keanekaragaman Hayati
1. Pengantar 25
2. Tujuan 25
3. Uraian Materi 25
4. Aktivitas Pembelajaran 36
5. Tugas 38
6. Refleksi 38
C. Kegiatan belajar 3 40
Upaya dan Tantangan Pelestarian Keanekaragaman Hayati
1. Pengantar 40
2. Tujuan 40
3. Uraian Materi 40
4. Aktivitas Pembelajaran 56
5. Tugas 57
6. Refleksi 58
BAB IV EVALUASI 60
BAB V PENUTUP 69

DAFTAR PUSTAKA 71

Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel v


GLOSARIUM 76
LAMPIRAN 80

vi Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Langkah-langkah mempelajari modul 3


Gambar 3.1 Elemen biodiversitas yang direpresentasikan sebagai hierarki yang dimulai 7
dengan keanekaragaman yang ditemukan dalam gen dan meluas ke
keanekaragaman di tingkat bioma
Gambar 3.2 Perbedaan basa nitrogen tunggal pada gen OCE2 yang menyebabkan 8
perbedaan warna iris mata manusia
Gambar 3.3 Keragaman morfologis dari hasil domestikasi spesies Brassica oleracea 9
Gambar 3.4 Contoh keanekaragaman genetika pada komoditas buah manga dan durian 10
Gambar 3.5 Kunci identifikasi 5 jenis penyu laut di Indonesia 12
Gambar 3.6 kenekaragaman spesies pada familia Zingiberaceae (Jahe-jehean) di 13
Kawasan Taman Nasional Nam Nao, Thailand
Gambar 3.7 Kekayaan spesies dan kemerataan spesies 14
Gambar 3.8 Pulau Phi-Phi, Thailand, salah satu ekosistem air masin yang menjadi 15
sumber keanekaragaman terumbu karang dan ikan
Gambar 3.9 Ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang sebagai keanekaragaman 16
ekosistem
di kawasan pesisir
Gambar 3.10 Model bioma menurut Whittaker 17
Gambar 3.11 Cincin Api Pasific (The Pacific Ring Of Fire) yang melewati Kawasan Asia 18
Tenggara
Gambar 3.12 Kawasan Coral Triangle yang memasukkan 4 Negara di Kawasan Asia 19
Tenggara
Gambar 3.13 Kekayaan Species dan Endemisitas Flora dan Fauna di Kawasan Asia 20
Tenggara
Gambar 3.14 Sumbu X mewakili persentase spesies terancam, sementara sumbu Y 21
mewakili species yang terancam dan jumlah total spesies dalam Daftar
Merah IUCN
Gambar 3.15 Peta yang menunjukkan dampak manusia terhadap lingkungan 26
(meningkatkan atau menurunkan kualitas) dari tahun 1993 hingga 2009
Gambar 3.16 Taman Nasional Lore Lindu 28
Gambar 3.17 Nilai Intrinsik, Nilai Instrumental, dan Nilai Relasi 29
Gambar 3.18 Pengkategorian nilai biodiversitas menurut Entenmann dan Schmitt 30
Gambar 3.19 Empat jenis layanan yang disediakan ekosistem untuk mendukung 32
kehidupan dan kesejahteraan manusia
Gambar 3.20 Layanan-layanan ekosistem mangrove untuk lingkungan pesisir 33
Gambar 3.21 Hasil pengamatan Charles Darwin terhadap variasi paruh burung finch 34
sebagai nilai ilmu pengetahuan dan saintifik dari keanekaragaman hayati
Gambar 3.22 Sebaran Wilayah Segitiga Terumbu Karang 37

Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel vii


Gambar 3.23 Kerusakan dan degradasi habitat adalah ancaman terbesar bagi spesies di 41
dunia, diikuti oleh eksploitasi berlebihan
Gambar 3.24 Pusaran Kepunahan. semakin kecil populasi, maka semakin rentan 41
terhadap faktor demografis, genetik, dan lingkungan yang cenderung
mengurangi ukuran populasi lebih banyak dan mendorong populasi ke
kepunahan
Gambar 3.25 Struktur kategori ancaman IUCN 45
Gambar 3.26 Komodo di Taman Nasional Komodo sebagai tempat konservasi in situ 46
Gambar 3.27 Model konservasi keanekaragaman hayati 47
Gambar 3.28 Peneliti memeriksa awetan benih di Millenium Seed Bank Vault, Royal 48
Botanic Garden, London, Inggris sebagai tempat penyimpanan produk
konservasi
Gambar 3.29 Pantauan kamera jebak yang memperlihatkan Kucing Teluk (Pardofelis 50
badia) di kawasan TNBBBR
Gambar 3.30 Gambaran umum keanekaragaman alfa, beta, dan gamma 51
Gambar 3.31 Suatu komunitas dengan 5 spesies (Spesies A, B, C, D, E) 52
Gambar 3.32 Spesies terdistribusi merata pada suatu komunitas (gambar A) dan Spesies 53
terdistribusi tidak merata pada suatu komunitas (gambar B)

viii Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah spesies tanaman dan hewan vertebrata di Kawasan hotspot Asia 21
Tenggara
Tabel 3.2 Kategori Nilai Manfaat Keanekaragaman Hayati 29
Tabel 3.3 Data Pengamatan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove 57

Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel ix


BAB 1

PENDAHULUAN

Isu mengenai keanekaragaman hayati merupakan salah satu isu global yang sarat dengan
permasalahan local. Hal ini dikarenakan keanekaragaman hayati di suatu daerah sangat berperan bagi
kelangsungan hidup masyarakat setempat. Keanekaragaman hayati local tidak saja berperan bagi
pemenuhan hidup yang mendasar, tetapi juga dalam membangun interaksi sosial dan perkembangan
budaya local yang pada akhirnya akan memperngaruhi perkembangan kehidupan pada skala global.
Terlebih lagi, munculnya pandemi COVID-19 telah menyadarkan manusia sebagai pengguna
keanekaragaman hayati untuk kembali memberikan perhatian yang lebih serius bagi perlindungan dan
pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Interaksi antar makhluk hidup dan lingkunganya memunculkan adanya bentuk keragaman yang
membuat komponen ekosistem memiliki karakteristik khas. Bentuk keragaman ini tak lepas dari peran
lingkungan dalam mempengaruhi ekspresi genetik pada makhluk hidup sebagai komponen biotik dari
ekosistem. Keragaman pada makhluk hidup yang ada di Bumi kita kemudian sering diistilahkan dengan
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas. Keanekaragaman hayati merujuk pada keragaman di antara
mahluk hidup dan sistem ekologi dimana mahluk hidup tersebut menjadi salah satu komponennya serta
perbedaan secara kuantitas dan kualitas dari entitas biologi pada tempat yang berbeda dalam dimensi
waktu tertentu.

Keanekaragaman hayati merupakan salah satu potensi kekayaan alam hayati yang pada saat ini
menjadi masalah yang sangat menarik, yang menjadikannya bahasan yang tidak akan lekang dimakan
zaman. Hal ini dikarenakan selama terdapat kehidupan di bumi, keanekaragaman hayati akan tetap ada.
Potensi keanekaragaman hayati saat ini juga merupakan salah satu modal dasar bagi berkembangnya
bioteknologi. Adanya kemajuan di bidang bioteknologi dapat membuat kondisi keanekaragaman hayati
semakin bertambah meskipun di lain pihak dapat memunculkan permasalahan tersendiri, khususnya
ditinjau dari sisi bioetika.

Kawasan Asia Tenggara merupakan “hotspot” dari keanekaragaman hayati dunia, dan hal ini juga yang
kemudian menjadi ancaman. Menurut Sheldon et al (2015), Wilayah Asia tenggara memiliki keunikan
secara biologis, mencerminkan biogeografinya yang kompleks dan menghasilkan zonasi pola biotik
regional dan pembagian biogeografi yang kompleks, sehingga memerlukan penelitian lanjutan untuk
memperoleh pemahaman yang utuh. Data IUCN (http://www.iucnredlist.org/) di tingkat negara
menunjukkan bahwa mamalia, burung, dan amfibi yang dianalisis pada tingkat familia, negara-negara
Asia Tenggara memiliki keragaman global tertinggi.

Jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang menjadi bagian keanekaragaman hayati di suatu daerah saling
berinteraksi dan bergantung antara satu dengan yang lainnya untuk tumbuh dan berkembang sehingga
membentuk suatu sistem kehidupan. Para ilmuwan sepakat mengelompokkan keanekaragaman hayati
menjadi tiga kategori yang bersifat hierarkis, yaitu keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem.
Keanekaragaman hayati merupakan komponen penting dalam keberlangsungan bumi dan isinya,
termasuk eksistensi manusia. Berbagai jasa layanan yang berasal dari keanekaragaman hayati sudah
dimanfaatkan sejak manusia ada, mulai dari pembentukan suplai nutrien tanah, sumber pangan, obat-

Keanekaragaman Hayati Tropika 1


obatan, energi dan sandang,penyedia air dan udara bersih, perlindungan dari bencana alam hingga
regulasi iklim. Keanekaragaman hayati juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk perkembangan
sosial, budaya, dan ekonomi. Manusia sebagai salah satu komponen ekosistem mendapatkan banyak
manfaat dari lingkungan dan ekosistem. Sehingga sudah sepantasnya jika manusia kemudian
bertanggungjawab secara moral dalam upaya mengenal, memanfaatkan, dan melestarikan lingkungan
dan sumber daya alam di dalamnya.

Keanekaragaman hayati secara global diakui sebagai suatu landasan untuk menciptakan ekosistem
yang sehat sehinggaperlindungannya menjadi salah satu upaya penting dari pengelolaan lingkungan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik terutama menyangkut pemahaman dan
keterampilan dalam melestarikan SDA-LH. Oleh karenanya pengelolaan keanekaragaman hayati
berkelanjutan tidak akan lepas dari Pendidikan formal. Modul ini kemudian disusun untuk memberikan
pemahaman mengenai konsep Keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem dalam kehidupan
manusia.

Agar mempermudah pemahaman, modul ini terbagi menjadi tiga kegiatan belajar. Pada kegiatan
Belajar 1, Anda akan mempelajari tentang gambaran umum Keanekaragaman hayati di Kawasan Asia
tenggara. Kegiatan belajar-2, Anda akan diajak untuk memahami, mengenal, dan menganalis
Keanekaragaman hayati, Fungsi dan Layanan Ekosistem. Kegiatan belajar-3, Anda akan mempelajari
beragam tantangan dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Pada setiap Kegiatan Belajar,
terdapat beberapa bagian yang perlu diperhatikan yaitu Pengantar, Tujuan, Uraian Materi, Aktivitas
Pembelajaran, Tugas, dan Refleksi. Terakhir, setelah semua kegiatan belajar Anda pahami, terdapat
Bab Penilaian yang menyajikan contoh soal untuk mengukur penguasaan materi setelah Anda
mempelajari modul ini.

2 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


BAB 2

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Modul ini dapat Anda gunakan ketika mengikuti pelatihan guru atau Anda pelajari secara mandiri.
Petunjuk penggunaan modul pada setiap kegiatan belajar secara umum memberi arahan/ saran kepada
Anda mengenai langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan ketika mempelajari modul ini Langkah-
langkah belajar dengan menggunakan modul ini secara umum sebagai berikut:

Cermati Tujuan dari Setiap


Pelajari Deskripsi Materi pada "Kegiatan Belajar" dan Pastikan
Setiap "Kegiatan Belajar" Mengingatnya selama
Mempelajari Materi

Baca dan Cermati Uraian Materi


Catatlah Hal-hal yang Dianggap
pada Setiap "Kegiatan
Penting dan Belum Difahami
Pembelajaran"

Lakukan Evaluasi Belajar Mandiri


Bacalah referensi-referensi
dengan Mengerjakan Bagian
tambahan pada bagian "Knows
"Tugas" dan "Refleksi" sesuai
More!"
instruksi yang tertera.

Gambar 2.1 Langkah-langkah mempelajari modul

Untuk membantu Anda dalam mempelajari modul ini, ada baiknya diperhatikan petunjuk berikut ini:
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul agar Anda memahami secara menyeluruh
modul ini membahas materi apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari modul ini.
2. Bacalah bagian demi bagian secara cermat pada setiap Kegiatan Belajar.
3. Pahamilah isi modul ini secara mandiri atau lakukanlah diskusi untuk bertukar pikiran dengan
rekan guru/ peserta lain atau dengan fasilitator Anda.

Keanekaragaman Hayati Tropika 3


4. Pelajari aktivitas pembelajaran yang disarankan dan lakukanlah aktivitas tersebut di kelas anda
masing-masing dengan modifikasi sesuai kebutuhan dan kondisi kelas.
5. Kerjakan tugas yang tersedia pada setiap akhir kegiatan belajar dan refleksikan hasil belajar
Anda dalam bentuk sesuai dengan instruksi pada kolom yang tersedia.
6. Jawablah soal-soal yang tersedia pada bagian penilaian untuk mengetahui apakah Anda
sudah memahami dengan benar isi modul ini.
7. Carilah tambahan sumber referensi selain modul ini apabila Anda memerlukan penjelasan lebih
rinci mengenai suatu termninologi yang ada di dalam modul ini
Mudah-mudahan Anda dapat memahami materi yang diuraikan dalam modul ini secara menyeluruh ,
sebab pemahaman tersebut akan menjadi bekal Anda dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang
bermakna bagi para siswa.
Selamat belajar!

4 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


BAB 3

KEGIATAN BELAJAR

A. Kegiatan Belajar 1: Gambaran Umum Biodiversitas di Kawasan Asia Tenggara

1. Pengantar

Biodiversitas atau Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya bentuk variasi dan kekayaan
organisme hidup pada ruang dan waktu dengan skala tertentu. Dalam modul ini, anda akan
mempelajari beberapa peran penting keanekaragaman hayati dalam kehidupan manusia. Modul
diawali dengan gambaran umum keanekaragaman hayati, penyebab munculnya keanekaragaman
hayati, hierarki keanekaragaman hayati dan pentingnya keanekaragaman hayati. Modul ditutup
dengan diskusi tentang sebaran keanekaragaman hayati di Asia Tenggara.

2. Tujuan
Setelah mempelajari paparan dalam kegiatan belajar 1 diharapkan peserta:
a. Memahami konsep keanekaragaman hayati
b. Memahami Hierarki Keanekaragaman Hayati
c. Membedakan macam-macam keanekaragaman hayati dalam kehidupan sehari-hari.
d. memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biodiversitas dan hotspot biodiversitas.
e. Mengidentifikasi status dan kondisi Keanekaragaman Hayati di Kawasan Asia tenggara.

3. Uraian Materi

a. Pengertian biodiversitas (Keanekaragaman Hayati)

Istilah biodiversity (biodiversitas) berdasarkan pemendekkan dari frase "biological diversity"


(keanekaragaman hayati) pertama kali diperkenalkan oleh Lovejoy (1980). Biodiversitas
merupakan suatu bahasan yang cukup kompleks, namun secara sederhana, biodiversitas merujuk
pada gambaran umum untuk seluruh variasi kehidupan yang ada di bumi. Ini juga dapat
didefinisikan secara lebih luas dengan memasukkan organisme hidup dan interaksinya satu sama
lain dan juga dengan aspek kehidupan yang tidak hidup (abiotik). Bahasan tentang biodiversitas
dikatakan cukup kompleks karena meliputi berbagai dimensi seperti:
 Ruang: negara, daerah, ekosistem
 Takson: kelompok mahluk hidup
 Dimensi waktu
 Pembentukan elemen kehidupan baru: mis rekayasa genetika

Keanekaragaman Hayati Tropika 5


Delong (1996) mengkaji 85 definisi terkait biodiversitas:

“Biodiversitas didefinisikan sebagai: Keragaman kehidupan di Bumi pada semua tingkatannya, dari
mulai gen hingga ekosistem, dengan proses ekologis dan evolusi yang menopangnya”.

Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil,pada tanggal 3 - 14 Juni 1992 telah
menghasilkan komitmen internasional dengan ditandatanganinya “United Nations Convention on
Biological Diversity” oleh sejumlah besar negara di dunia, termasuk Indonesia sebagai salah satu
negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Konvensi biodiversitas lahir sebagai wujud
kekhawatiran umat manusia atas semakin berkurangnya nilai biodiversitas yang disebabkan oleh
laju kerusakan biodiversitas yang cepat akibat pemenuhan kebutuhan masyarakat dunia sehingga
diperlukan upaya memadukan segala upaya perlindungannya bagi kelangsungan hidup alam dan
umat manusia selanjutnya. Konvensi ini merupakan bentuk penegasan kembali dari Deklarasi
Stockholm pada tanggal 16 Juni Tahun 1972, terutama menyangkut isi deklarasi bahwa
permasalahan lingkungan merupakan isu utama yang berpengaruh pada kesejahteraan manusia
dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia (butir ke-2 Deklarasi Stockholm). Pengertian
biodiversitas yang terdapat dalam hasil Konvensi ini pada Pasal 2, sebagai berikut:

‘Biological diversity’ means the variability among living organisms from all sources including, inter
alia, terrestrial, marine and other aquatic ecosystems and the ecological complexes of which they
are part; this includes diversity within species, between species and of ecosystems.

Istilah Biodiversitas kemudian dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Keanekaragaman
hayati. Secara etimologi, berasal dari dua frasa, yakni “keanekaragaman” dan “hayati”. menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Keanekaragaman merujuk pada makna bervariasi atau
bermacam-macam jenisnya. Sementara itu frasa “hayati” sendiri berasal dari Bahasa Arab yang
berarti hidup, menurut KBBI hayati berarti mengenai hidup atau berhubungan dengan hidup.
Untuk mempermudah pemahaman anda untuk selanjutnya istilah biodiversitas akan disebut
sebagai keanekaragaman hayati.

di Indonesia pengertian Keanekaragaman hayati juga termuat dalam Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) dan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 29 tahun 2009 Tentang Pedoman konservasi keanekaragaman hayati
di daerah. Disebutkan dalam kedua dasar hukum tersebut bahwa Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman makhluk hidup di muka bumi dan peranan-peranan ekologisnya yang meliputi
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman genetik.

Keanekaragaman hayati menunjukkan ukuran variasi dan kekayaan organisme hidup pada skala
tertentu. Hal ini dapat diukur pada skala kecil, Contohnya: jumlah organisme yang hidup di
sesendok tanah, atau pada skala besar dalam cakupan biosfer. Keanekaragaman hayati juga dapat
dilihat pada beberapa tingkatan variasi biologis, mulai dari keanekaragaman genetik dalam satu
spesies hingga kekayaan spesies di seluruh bioma. Keanekaragaman hayati pada suatu tempat,
wilayah, atau bentang alam tertentu dapat dipengaruhi oleh adanya iklim, topografi, sejarah
geologis, dan kemungkinan pengaruh manusia dan non-manusia.

Lalu mengapa Keanekaragaman hayati dianggap sebagai sesuatu yang penting?. Mengapa
manusia perlu menghargai Keanekaragaman hayati? Banyak alasan bagi manusia supaya bisa
menghargai keanekaragaman hayati, termasuk alasan antroposentris, biosentris, dan ekosentris.
Alasan antroposentris untuk menghargai keanekaragaman hayati mencakup banyak potensi
berbagai bentuk kehidupan untuk memberikan informasi ilmiah, manfaat rekreasi, obat-obatan,
makanan, atau bahan lain yang berguna bagi kehidupan manusia. Bahkan jika kita tidak (belum)

6 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


tahu apa sebenarnya manfaat suatu spesies atau komunitas, kita tetap mempunyai
tanggungjawab untuk memberikannya perlindungan. Hal ini terkait dengan kemungkinan potensi
kebermanfaatannya di masa mendatang.

b. Hierarki Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman dalam kehidupan diekspresikan secara beragam. Bentuk keanekaragaman


dimulai dengan membedakan jenis keanekaragaman hayati berdasarkan elemen kunci yang
menjadi dasar pembeda setiap tingkatan. Untuk memahami beragam kehidupan yang dikemas
dalam istilah "biodiversitas" para ilmuwan menggambarkannya menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)
keanekaragaman gen, (2) keanekaragaman jenis/spesies, dan (3) keanekaragaman ekologis
(ekosistem) (Heywood & Baste, 1995). Tingkat keanekaragaman terkecil mengacu pada
keanekaragaman gen dalam sel-sel individu. Tingkat hierarki berikutnya adalah tingkat spesies: ini
adalah tingkat hierarki yang dipahami kebanyakan orang ketika mereka berfikir tentang
biodiversitas. Interaksi antara spesies yang berbeda (misalnya hubungan predator-mangsa) dan
lingkungannya membentuk tingkat hierarki berikutnya, yaitu keanekaragaman komunitas dan
ekosistem. Skala terbesar hierarki biodiversitas adalah bentang alam (landscape) dan bioma yang
secara keseluruhan tercakup dalam keanekaragaman ekologis. Gambar 3.1 menunjukkan hierarki
keanekaragaman hayati, mencakup keanekaragaman ekologis (ekosistem), keanekaragaman jenis,
dan genetik.

Keanekaragaman Keanekaragaman
Ekologis Jenis/Spesies
Bioma Domain atau Kingdom
Bioregional Filum
Lansekap Familia
Ekosistem Genus
Habitat Spesies
Nisia Keanekaragaman genetik Subspesies
Populasi Populasi Populasi
Individu Individu
Kromosom
Gen
Nukleotida

Gambar 3.1 Elemen biodiversitas yang direpresentasikan sebagai hierarki yang dimulai dengan
keanekaragaman yang ditemukan dalam gen dan meluas ke keanekaragaman di tingkat bioma.
(Heywood & Baste, 1995)

(1) Keanekaragaman Gen

Keanekaragaman genetika adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk pada jumlah
total variasi genetika dalam keseluruhan jenis organisme. Keanekaragaman genetika pada
suatu jenis organisme memegang peranan penting dalam daya adaptabilitas serta keberadaan
populasi dan jenis organisme tersebut untuk tetap bertahan selama evolusi berlangsung
dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Sifat-sifat khas pada organisme sangat
bergantung pada DNA setiap spesies. Adanya variasi susunan nukleotida pada DNA membuat
sifat antar makhluk hidup berbeda baik antarspesies maupun intraspesies. Segmen DNA

Keanekaragaman Hayati Tropika 7


tertentu mengkode suatu protein yang bertanggungjawab untuk kemunculan sifat tertentu
yang disebut sebagai gen. Setiap gen mengendalikan karakteristik khusus suatu organisme
atau individu. Keragaman genetik mengacu pada variasi dalam nukleotida, gen, kromosom,
atau seluruh genom organisme. Keragaman genetik, pada tingkat paling dasar, diwakili oleh
perbedaan urutan empat nukleotida (adenin, sitosin, guanin, dan timin) yang membentuk DNA
di dalam kromosom dalam sel organisme (Williams & Humphries, 1996).

Contoh bentuk keanekaragaman genetik misalnya pada warna iris mata manusia. Fenomena
ini merupakan contoh dari adanya keanekaragaman genetik pada manusia. Perbedaan
fenotipik yang muncul disebabkan oleh adanya polimorfisme DNA pada nukleotida tunggal
atau diistilahkan dengan SNP (Single Nucleotide Polymorphism). SNP saat ini populer
digunakan untuk mempelajari keanekaragaman dan studi kekerabatan (Collins et al, 1997).
SNP adalah variasi urutan DNA yang terjadi ketika sebuah nukleotida tunggal A, T, C, dan G
dalam suatu genom (atau urutan bersama lainnya) berbeda antara anggota suatu spesies
biologis atau kromosom dipasangkan pada manusia. Sebagai contoh pada kasus warna iris
mata manusia yang dikendalikan oleh gen OCA2. Basa nitrogen "A" pada gen ini berkaitan
dengan warna mata yang lebih gelap, sedangkan basa nitrogen "G" dikaitkan dengan warna
mata yang lebih terang seperti yang terlihat pada gambar 3.2

Gambar 3.2 Perbedaan basa nitrogen tunggal pada gen OCE2 yang menyebabkan perbedaan
warna iris mata manusia. (Sumber: https://genetics.thetech.org)

Berdasarkan gambar terlihat bahwa perbedaan satu basa nitrogen saja pada gen fungsional bisa
merubah sifat pada makhluk hidup. Variasi genetik dalam suatu spesies bisa sangat luas, terutama
pada tanaman budidaya atau hewan domestikasi di mana karakteristik tertentu telah dipilih secara
artifisial dalam anakan yang berbeda. Misalnya, brokoli, kubis, dan kembang kol terlihat sangat
berbeda satu sama lain (Gambar 3.3), namun semuanya adalah varietas dari species Brassica
oleracea, atau varietas pada komoditas buah mangga dan durian yang terdapat pada gambar 3.4.

8 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Gambar 3.3 Keragaman morfologis dari hasil domestikasi spesies Brassica oleracea.
(sumber: https://www.plantcode.org/domestication)

Secara umum keanekaragaman genetik terlihat adanya variasi secara intra spesies (dalam spesies
yang sama). Contoh dalam spesies mangga terdapat mangga golek, mangga arumanis, mangga
indramayu, mangga lalijiwo, dan mangga manalagi; dalam spesies rambutan ada rambutan binjai,
rambutan aceh, rambutan rapiah, dan sebagainya. Variasi genetik ini muncul pada suatu individu
disebabkan oleh adanya mutasi gen dan kromosom. Pada organisme yang mampu bereproduksi
secara seksual (kawin), variasi genetik dapat terjadi karena peristiwa alami pindah silang (crossing
over) pada saat pembeltukan sel kelamin (gamet) ataupun melalui rekombinasi gen. Menurut
Maryanto et al (2014), sumber keanekaragaman genetika berasal dari semua organisme (tanaman,
hewan, dan mikroorganisme) yang memiliki unit fungsional pewarisan sifat (hereditas), yang
memiliki nilai nyata maupun potensi. Sumber keanekaragaman genetika ini merupakan bahan
dasar dalam pengembangan kultivar, varietas, jenis, rumpun, atau bangsa baru, baik melalui
pemuliaan konvensional maupun bioteknologi. Sumber keanekaragaman genetika ini secara
langsung dan tidak langsung dimanfaatkan oleh petani dan pemulia serta berfungsi sebagai
simpanan (reservoir) adaptabilitas genetika yang dapat digunakan untuk menanggulangi
perubahan iklim dan lingkungan. Erosi terhadap sumber keanekaragaman genetika dapat
mendatangkan ancaman yang serius terhadap ketahanan pangan, pakan, papan, dan energi dalam
jangka panjang. Gambar berikut menunjukkan potensi keanekaragaman genetic pada beberapa
komoditas pertanian.

Keanekaragaman Hayati Tropika 9


(A)

(B)
Gambar 3.4 Contoh keanekaragaman genetika pada komoditas buah mangga dan durian
(Sumber: http://balitbu.litbang.pertanian.go.id)

10 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Banyak spesies tanaman memiliki keanekaragaman sumber daya genetik tinggi dan
persebarannya meliputi berbagai daerah. Setiap daerah di Asia Tenggara memiliki beberapa
sumber daya genetik yang khas, yang sering berbeda dengan yang ada di daerah lain. Hal ini
tak lepas dari adanya pengaruh lingkungan terhadap ekspresi genetik pada makhluk hidup.
Walaupun secara genetik sama, namun Ketika suatu tanaman yang sama kemudian
ditumbuhkan di lokasi berbeda menunjukkan adanya perbedaan. Contoh yang dapat
dikemukakan adalah beberapa varitas padi yang khas untuk lokasinya. Kenyataan ini
merupakan suatu potensi yang bernilai tinggi bagi daerah untuk memanfaatkan fenomena ini.
Sebagian dari sumber daya genetik tersebut ada yang telah dikembangkan sehingga
mempunyai nilai ekonomi tinggi, tetapi banyak pula di antaranya yang belum dimanfaatkan
sama sekali, sehingga mengalami ancaman kepunahan.

Sumber daya genetik atau plasma nutfah merupakan bagian dari keanekaragaman tingkat gen
berupa tumbuhan, hewan, jasad renik, yang telah diketahui kuantitas, kualitas, distribusi dan
cadangannya serta mempunyai kemampuan untuk menurunkan sifat dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Sumber daya genetik ini mempunyai nilai baik yang nyata, yaitu telah
diwujudkan dalam pemanfaatan, maupun yang masih pada taraf potensi yaitu yang belum
diketahui manfaatnya. Pada tanaman, sumber daya genetik terdapat dalam biji, jaringan,
bagian lain tanaman, serta tanaman muda dan dewasa. Pada hewan atau ternak sumber daya
genetik terdapat dalam jaringan, bagian-bagian hewan lainnya, semen, telur, embrio, hewan
hidup, baik yang muda maupun yang dewasa. Sumber daya genetik dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pemuliaan dalam mengembangkan varietas baru tanaman atau menghasilkan
rumpun baru ternak. Sumber daya genetik dapat terkandung di dalam varietas tradisional dan
varietas mutakhir atau kerabat liarnya. Bahan genetik ini merupakan bahan mentah yang
sangat penting bagi para pemulia tanaman, hewan dan ikan. Bahan genetik ini merupakan
bahan cadangan bagi makhluk untuk penyesuaian genetik dalam mengatasi perubahan kondisi
lingkungan yang membahayakan dan perubahan kondisi ekosistem yang tidak mendukung
kehidupan makhluk.

(2) Keanekaragaman Species/Jenis

Keanekaragaman jenis adalah variasi jenis organisme hidup yang menempati suatu ekosistem,
di darat maupun di perairan. Dengan demikian masing-masing organisme mempunyai ciri yang
berbeda satu dengan yang lain. Keanekaragaman jenis tidak diukur hanya dari banyaknya jenis
di suatu daerah tertentu tetapi juga dari keanekaragaman takson (kelompok taksonomi yaitu
kelas, bangsa, suku dan marga). Sebagai contoh, di Indonesia ada enam jenis penyu yang
berbeda, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu
lekang (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu belimbing
(Dermochelys cariacea) dan penyu tempayan (Caretta caretta), yang masing-masing memiliki
ciri fisik dan perilaku ekologi yang berbeda. Lima dari keenam jenis tersebut diketahui hidup
dan bertelur di Indonesia (Kot et. al., 2015) seperti pada gambar 3.5. Contoh yang lainnya
adalah keanekaragaman jenis tumbuhan pada familia Zingiberaceae yang hidup di di Kawasan
Taman Nasional Nam Nao, Thailand (gambar 3.6).

Keanekaragaman Hayati Tropika 11


Gambar 3.5 Kunci identifikasi 5 jenis penyu laut di Indonesia (diadaptasi dari Pritchard &
Mortimer, 1999). Warna hijau pada skut lateral karapas dan sisik pre-frontalis menandakan
kunci utama pembedaan jenis. Pada penyu lekang juga ditemui 4 pasang pori pada skut
inframarginal di bagian plastron.

Keanekaragaman spesies di suatu daerah akan semakin penting dan unik apabila diantara spesies
tersebut ada yang dikategorikan sebagai spesies kunci. Spesies yang memiliki dampak besar terhadap
lingkungannya hingga mempengaruhi ekosistem disebut spesies kunci (keystone species). Ekosistem
sangat bergantung pada spesies kunci hingga apabila spesies kunci hilang atau punah maka ekosistem
menjadi berbeda dan berubah secara drastis. Misalnya predator sebagai spesies kunci yang dapat
mencegah ledakan populasi herbivora yang terlalu banyak memakan tumbuhan seperti serigala abu
sebagai apex predator (predator puncak) di Yellowstone, Amerika Serikat. Contoh spesies kunci yang
terdapat di Asia tenggara adalah Gajah Asia (Elephas maximus). Gajah menciptakan dan memelihara
ekosistem tempat mereka hidup dan memungkinkan beragam spesies tanaman dan hewan untuk hidup
di lingkungan itu juga. Dengan kata lain, hilangnya atau berkurangnya populasi gajah akan sangat
mempengaruhi banyak spesies yang bergantung pada ekosistem yang dipelihara gajah dan
menyebabkan gangguan habitat utama, serta melemahnya struktur dan keanekaragaman alam itu
sendiri. Sehingga kehilangan gajah sama halnya dengan kehilangan penjaga lingkungan.

12 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Gambar 3.6 kenekaragaman spesies pada familia Zingiberaceae (temu-temuan) di Kawasan Taman
Nasional Nam Nao, Thailand. Spesies dari kiri ke kanan: A) Alpinia blepharocalyx, B) A. conchigera, C)
A. galanga, D) A. malaccensis, E) Amomum koenigii, F) A. cf. villosum var. xanthioides, G) A. uliginosum,
H) A. schmidtii, I) Elettariopsis triloba, J) Etlingera yunnanensis, K) Gagnepainia godefroyi, L) G.
thoreliana, M) Globba albiflora var. albiflora. (Sumber: Saensouk et al, 2016)

Menurut Gaston & Spicer (2004), berbicara keanekaragaman spesies tentu tidak hanya sebatas
keragaman makhluk hidup saja. Keanekaragaman spesies juga akan memasukkan setidaknya du

Keanekaragaman Hayati Tropika 13


hal, yaitu berkaitan dengan jumlah dalam suatu kesatuan dan tingkat perbedaan (ketidaksamaan).
Secara umum, terdapat dua pendekatan untuk mengukur keanekaragaman spesies, yaitu
kekayaan species (species richness) dimana jumlah spesies yang berbeda yang ada di area
tertentu dan kemerataan spesies (species evenness) dimana kelimpahan relatif individu dalam
spesies berbeda di area yang sama (Hamilton, 2004). Keanekaragaman spesies meliputi kekayaan
dan kemerataan spesies. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah penggunaan istilah
"keanekaragaman spesies" yang disamaartikan dengan “kekayaan spesies”. Gambar 3.7
menunjukkan perbedaan antara kekayaan spesies dan kemerataan spesies. Pada gambar sebelah
kiri (sampel A) terlihat ada 8 individu yang berasal dari tiga spesies berbeda, sementara pada
gambar kanan (sampel B) terdapat 8 individu namun terdiri atas dua spesies. Pada sampel B,
kemerataan species dapat saja lebih tinggi dibandingkan sampel A karena jumlah inidividu dari
masing-masing spesiesnya sama (8 individu). Namun dari sisi kekayaan spesiesnya, Sampel A
lebih tinggi daripada sampel B.

Gambar 3.7 Kekayaan spesies (kiri) dan kemerataan spesies (kanan) (Purvis, 2000).

(3) Keanekaragaman Ekosistem

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk melalui hubungan timbal balik yang tidak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungan. Komponen-komponen yang menjadi
penyebab terbentuknya ekosistem, yakni komponen biotik dan abiotik. Semuanya tersusun
menjadi satu kesatuan dalam sebuah ekosistem yang masing-masing tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan harus saling berinteraksi, saling mempengaruhi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.

Biotik, memiliki arti “Hidup”. Komponen biotik pada suatu ekosistem adalah makhluk hidup itu
sendiri, sebab ekosistem tak akan pernah terbentuk tanpa adanya makhluk hidup didalamya.
Keberadaan makhluk hidup kemudian membentuk suatu rantai makanan dalam suatu ekosistem.
Komponen kedua dalam ekosistem adalah komponen abiotic atau komponen yang tak hidup.
Dengan kata lain, komponen abiotik adalah komponen yang terdiri dari benda-benda bukan
makhluk hidup tetapi ada di sekitar kita, dan ikut mempengaruhi kelangsungan hidup. Beberapa
jenis komponen abiotik yaitu suhu, sinar matahari, air, angin, udara, kelembapan udara, dan
banyak lagi benda mati yang ikut berperan dalam ekosistem.

14 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Kawasan Asia Tenggara sebagai salah satu Kawasan megabiodiversitas dunia mempunyai
keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem
alami adalah ekosistem yang terbentuk secara alamiah tanpa ada campur tangan manusia.
Sementara ekosistem buatan dibentuk oleh campur tangan manusia. Keanekaragaman ekosistem
secara sistematik dibuat secara sederhana untuk memudahkan masyarakat memahami berbagai
tipe eksosistem yang kompleks, saling berhubungan dan ketergantungan satu dengan yang
lainnya

Ekosistem ini fungsinya bergantung langsung kepada matahari sebagai sumber energi.
Berdasarkan media kehidupan yang umum seperti air, tanah dan udara, ekosistem alami
dibedakan menjadi ekosistem laut, ekosistem limnik, ekosistem semiterestrial, dan ekosistem
terestrial (Ellenberg 1973).

Sebagai contoh ekosistem alami yang ada di Kawasan Asia Tenggara adalah ekosistem marine
merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai organisme yang berfungsi bersama-sama di
suatu kumpulan massa air masin pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis maupun
statis sehingga memungkinkan terjadinya aliran energi dan siklus materi di antara komponen biotik
dan abiotic (Widjaja, et al., 2014). Ekosistem marine (bahari, air masin), terdiri dari hutan bakau,
terumbu karang, hamparan rumput laut, dan pantai berpasir, menyediakan barang dan jasa yang
mendukung populasi manusia. Sebagian besar negara di Asia Tenggara diberkahi dengan
ekosistem laut pesisir yang sangat beragam dan kaya. Ekosistem laut utama kawasan Asia
tenggara diantaranya adalah Laut Cina Selatan dan Laut Sulawesi yang mengelilingi wilayah ini.
Negara-negara Asia Tenggara dengan sumber daya laut pesisir terkaya adalah Indonesia, Filipina,
dan Malaysia.

Wilayah Asia tenggara menyumbang kurang dari 10% dari luas total secara global tetapi
mengandung 30% dari terumbu karang dunia (Lian P Koh, 2013). Fortes (2010) menyatakan
bahwa wilayah Asia Tenggara memiliki 33% dari total sumber daya hutan mangrove dunia dan
setidaknya 20% untuk rumput laut. Seperempat dari produksi ikan global, berada di wilayah ini
(Garces et al., 2008). Perekonomian negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga sangat
tergantung pada ekosistem laut pesisirnya. Dengan 60% penduduknya berada dalam jarak 60 km
dari pantai (Lian P Koh, 2013). Terdapat populasi yang besar yang sangat bergantung pada
ekosistem ini untuk penghidupan dan sumber pangan. Ekosistem ini juga merupakan basis
ekonomi bagi banyak industri (misalnya: ekspedisi, transportasi, ekowisata, dll.). Gambar 3.8
memperlihatkan contoh ekosistem air masin di Kawasan Pulau Phi-Phi, Thailand.

Gambar 3.8. Pulau Phi-Phi, Thailand, salah satu ekosistem air masin yang menjadi sumber
keanekaragaman terumbu karang dan ikan. (Sumber: https://www.pxfuel.com)

Keanekaragaman Hayati Tropika 15


Populasi beberapa spesies di suatu tempat membentuk komunitas dan berinteraksi dengan
komponen abiotik yang kemudian menjadi ekosistem. Interaksi yang terbentuk dan
karakteristiknya dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor iklim dan edafik serta gangguan
yang terjadi. Semakin bervariasi kombinasi faktor-faktor yang berpengaruh tersebur, semakin
beragam interaksi yang terjadi dan semakin beragam ekosistem yang terbentuk.

Keanekaragaman ekosistem bergantung pada karakteristik lingkungannya, keanekaragaman


spesiesnya, dan interaksi antar spesies satu sama lain juga dengan lingkungan. Misalnya
ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang menjadi keanekaragaman
ekosistem di kawasan pesisir (Gambar 3.9).

Gambar 3.9 Ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang sebagai keanekaragaman ekosistem
di kawasan pesisir (Valck & Rolfe, 2018)

Karakteristik fisik suatu lingkungan, misalnya suhu, curah hujan, dan topografi mempengaruhi
keanekaragaman ekosistem dengan cukup kompleks. Karakteristik fisik suatu lingkungan akan
secara signifikan mempengaruhi keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas. Organisme
pada gilirannya juga dapat memodifikasi karakteristik fisik ekosistem misalnya mikroklimat pada
komunitas mangrove.

Keanekaragaman ekosistem juga dipengaruhi gangguan lingkungan pada skala temporal dan
spasial yang mempengaruhi kekayaan spesies. Misalnya Ekosistem lereng gunung yang memiliki
spesies-spesies baru yang mengkoloni pasca letusan gunung berapi. Gabungan ekosistem yang
berbeda dengan kumpulan formasi lahan, tipe vegetasi dan fungsi lahan membentuk bentang alam
(landscape). Sedangkan bentang alam dalam luasan benua dengan komunitas flora dan fauna
yang memiliki karakteristik yang sama terhadap lingkungan tempat mereka hidup disebut bioma.
Bioma adalah istilah yang lebih luas daripada habitat. Bioma dapat terdiri dari berbagai habitat.

Berdasarkan model bioma Whittaker (Gambar 3.10), bioma dapat diklasifikasikan menggunakan
2 faktor abiotik, yaitu presipitasi dan temperatur (Whittaker, 1962). Misalnya bila suatu benua
memiliki rerata temperatur tinggi dan curah hujan tinggi maka biomanya adalah hutan hujan tropis,
atau bila temperatur tinggi dan curah hujan sangat rendah maka biomanya adalah gurun.

16 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Gambar 3.10 Model bioma menurut Whittaker (Eley, 2014)

Dari hierarki ini dapat dipahami bahwa biodiversitas bukan hanya sekedar keanekaragaman
spesies tapi juga aspek-aspek di dalamnya seperti interaksi antar organisme dan komunitas dalam
ekosistem yang berbeda-beda di tiap tempat. Perbedaan kumpulan ekosistem-ekosistem tersebut
menyusun bentang alam yang beragam. Pola spasial dari biodiversitas ini dipengaruhi oleh iklim,
geologi dan geografi. Misalnya jumlah dan tipe spesies yang terdapat di tundra arktik akan berbeda
dengan yang berada di hutan hujan tropis.

Ekosistem terhubung satu sama lain dalam jaringan petakan-petakan kompleks yang saling
berhubungan dan sebagian kecil dari ekosistem-ekosistem ini mungkin lebih penting secara
regional daripada beberapa ekosistem lainnya, sebagian kecil ekosistem tersebut berfungsi
sebagai ekosistem kunci atau keystone ecosystems (Mouquet, et al., 2013). Ekosistem kunci
mempengaruhi bentang alam dengan dua mekanisme utama, yang pertama adalah dengan
membentuk rezim gangguan bentang alam atau, yang kedua, dengan menyediakan sumber daya
yang membatasi bentang alam. Contoh dari ekosistem kunci adalah ekosistem lahan basah,
termasuk mangrove dan gambut. Banyak lahan basah dapat bertahan dari kebakaran hutan dan
pada akhirnya berfungsi sebagai oase bagi organisme dalam bentang alam dengan kondisi yang
berubah drastis (Locky, 2016).

c. Potensi Keanekaragaman Hayati Kawasan Asia Tenggara: Status dan Kondisi


Keanekaragaman Hayati di Kawasan Asia tenggara

Asia Tenggara memiliki total luas daratan hampir 4,5 juta km2 dan dihuni oleh populasi penduduk
lebih dari setengah miliar orang. Selain daratan, Kawasan Asia Tenggara memiliki cakupan wilayah
laut yang cukup luas dengan sebagian besar wilayah yang beriklim tropis. Beberapa memiliki
karakteristik iklim yang kering, sehingga menghasilkan hutan musim seperti di wilayah Myanmar
tengah, Indochina tengah, sebagian Filipina, dan beberapa wilayah di Indonesia (Sumatra Utara,
Jawa Timur, Nusa Tenggara dan Papua Barat). Beberapa delta sungai dan danau besar terdapat
di kawasan ini, banyaknya pegunungan pun menyediakan tipe habitat yang berbeda.

Keanekaragaman Hayati Tropika 17


Secara geologis, sebagian negara di Kawasan asia tenggara masuk ke dalam Cincin Api Pasifik
atau Lingkaran Api Pasifik (The Pacific Ring Of Fire) yang berbentuk seperti tapal kuda dan
mencakup wilayah sepanjang 40.000 km seperti pada gambar 3.11. Kawasan Asia tenggara,
terutama Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina berada di jalur gempa teraktif di
dunia karena berada pada empat tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah
selatan, lempeng Eurasia dan Filipina dari utara, dan Pasifik dari timur, seperti tampak pada
gambar 3.11. Kondisi geografis ini di satu sisi menjadikan wilayah Asia Tenggara merupakan
daerah yang rawan bencana letusan gunung api, gempa, dan tsunami namun di sisi lain
menjadikannya sebagai wilayah subur dan menyimpan potensi kekayaan keanekaragaman hayati
di dalamnya.

Gambar 3.11. Cincin Api Pasific (The Pacific Ring Of Fire) yang melewati Kawasan Asia
Tenggara (Sumber: https://orator.id)

Debu akibat letusan gunung berapi kaya akan mineral anorganik yang menyuburkan tanah
sehingga masyarakat tetap banyak yang tinggal di area sekitar gunung berapi. Jalur Cincin Api
juga memberikan potensi energi geotermal yang berpotensi digunakan sebagai sumber tenaga
alternatif. Kawasan Asia Tenggara memiliki puncak salju abadi dan gletser permanen yang
terdapat di wilayah Myanmar utara dan bagian tengah wilayah Papua Barat. Jenis habitat khas
lainnya termasuk formasi batu kapur karst yang luas dan beberapa bukit ultrabasa. Wilayah
lautnya meliputi perairan laut dangkal di kawasan paparan Sunda dan Sahul, laut yang lebih dalam
beberapa tempat, dan palung laut yang sangat dalam di sebelah timur Filipina, sebelah utara
Kepulauan Tanimbar, dan bagian Selatan Pulau Jawa.

Kawasan Asia Tenggara dikenal sebagai hotspot keanekaragaman hayati, dan pada saat
bersamaan merupakan Kawasan yang terancam. Wilayah ini memiliki keunikan secara biologis,
biogeografinya yang kompleks dan menghasilkan zonasi biotik regional dan pembagian
biogeografi yang kompleks dan khas, yang memerlukan penelitian lebih lanjut (Sheldon et al.
2015). Menurut Zachos et al., (2011), saat ini terdapat tidak kurang dari 35 wilayah yang sudah
memenuhi kriteria hebagai hotspot biodiversitas, empat diantaranya terdapat di Kawasan Asia
Tenggara. Hotspot keanekaragaman hayati adalah suatu wilayah yang memiliki jumlah
keanekaragaman hayati tinggi dan mengalami kehilangan habitat akibat aktivitas manusia. Untuk
memenuhi syarat suatu Kawasan bisa dikategorikan sebagai hotspot keanekaragaman hayati,
menurut Conservation International (www.conservation.org), “suatu wilayah harus memiliki

18 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


setidaknya 1.500 spesies tanaman berpembuluh (> 0,5% dari total tanaman di dunia) sebagai
spesies endemik, dan harus kehilangan setidaknya 70% dari total populasinya di habitat aslinya.
Jika digabungkan, luas area 35 hotspot yang ada saat ini, maka totalnya hanya seluas 23,7 juta
km2, atau 15,9% dari luas permukaan Bumi, kurang dari luas daratan Rusia dan Australia. Selain
itu, kawasan segitiga terumbu karang (ku Triangle) menempatkan Indonesia dan Filipina sebagai
hotspot untuk keanekaragaman hayati untuk kelautan. Menurut www.coraltrianglecenter.org
(2020), Segitiga Terumbu Karang mencakup wilayah di enam negara, yakni: Indonesia, Filipina,
Malaysia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, dan Timor-Leste. Bentuknya seperti segitiga karena
para ilmuwan telah mengidentifikasi bahwa inilah yang merupakan batas-batas yang
menggambarkan pusat keanekaragaman hayati laut di yang terdapat di Planet Bumi. Peta sebaran
Kawasan coral triangle dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Kawasan Coral Triangle yang memasukkan 4 Negara di Kawasan Asia Tenggara
(Sumber: Coral Triangle Centre Annual Report, 2017)

Seperti yang dilaporkan oleh The United Nations Environment Programme World Conservation
Monitoring Centre (UNEP-WCMC), beberapa negara di Kawasan Asia tenggara ada pada daftar
17 negara yang termasuk ‘megabiodiversity country’ dengan fokus khusus pada
keanekaragaman hayati yang bersifat endemik. Ketujuhbelas negara tersebu tantara lain: Amerika
Serikat, Meksiko, Kolombia, Ekuador, Peru, Venezuela, Brazil, Republik Demokratik Kongo, Afrika
Selatan, Madagaskar, India, Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Cina, dan Australia.
Negara yang memiliki potensi keanekaragaman hayati tinggi di Kawasan Asia tenggara,
diantaranya: Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Timor Leste. Negara ini merupakan negara yang
memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme yang sangat tinggi sehingga
menjadi salah satu negara ‘megabiodiversity country’. Kekayaan keanekaragaman hayati tersebut
adalah aset bagi pembangunan dan kemakmuran bangsa karena sebagian besar pembangunan
nasional mengandalkan keanekaragaman hayati.

Seperti yang diungkapkan oleh Myers et al (2000), umumnya ketika ahli berbicara kenekaragaman
hayati di Kawasan Asia Tenggara, yang difikirkan adalah pola biogeografi utama yang terbentuk,

Keanekaragaman Hayati Tropika 19


seperti di paparan sunda, Wallacea, Indocina, dan Filipina, yang semuanya secara tunggal
dianggap sebagai beberapa wilayah yang paling beragam di Bumi. Asia Tenggara hanya
mencakup 4% dari luas daratan bumi tetapi merupakan rumah bagi 20-25% dari spesies
tumbuhan dan hewan di bumi. Negara-negara di wilayah ini termasuk yang terkaya dalam hal
jumlah spesies tanaman, mamalia, burung, dan kura-kura. Indocina memiliki lebih dari 7.000
spesies tanaman endemik (52% dari flora); dataran sunda bahkan lebih kaya, dengan lebih dari
15.000 spesies tanaman endemik (Brooks et al. 2002). Perairan hangat yang dangkal di wilayah
ini menampung 30% terumbu karang dunia dan keragaman terbesar hewan yang hidup di
terumbu karang di dunia (Spalding et al. 2001).

Asia Tenggara memiliki banyak flora dan fauna unik yang statusnya terancaman mengalami
kepunahan. Gambar 3.13 menunjukkan Kekayaan species dan endemisitas beberapa spesies flora
dan fauna dikawasan Asia Tenggara menurut Conservation International (2004) dan Sodhi (2004).
Sumbu X menunjukkan persentase endemisitas, sedangkan sumbu Y menunjukkan kelompok
hewan/tumbuhan. Misalnya jumlah mamalia 73/329 di Indo-Burma, berarti 73 dari 329 mamalia
merupakan endemik area tersebut, yang berarti 22,18% endemisitas sebagaimana ditunjukkan
melalui Panjang batang. Empat hotspot keanekaragaman hayati yang saling tumpang tindih
ditandai dengan raster warna merah. Diagram batang menunjukkan persentase spesies endemik
yang ada pada setiap hotspot. Angka yang ada dalam tanda kurung mewakili total spesies dan
endemisme. Pulau Kalimantan termasuk wilayah politik antara Brunei Darussalam, Malaysia dan
Indonesia. Hotspot Indo-Burma termasuk bagian dari Bhutan, Nepal, India timur, Cina selatan,
serta kepulauan Hainan dan Andaman.

Gambar 3.13 Kekayaan Species dan Endemisitas Flora dan Fauna di Kawasan Asia Tenggara
(Sumber: Conservation International (2004); Sodhi et al., 2004)

Predikat sebagai negara megabiodiversitas untuk beberapa negara di kawasan Asia Tenggara,
baik dari segi keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik
menuntut tanggung jawab yang besar untuk pelestarian dan pemanfaatan bagi masyarakat.
Tantangan terbesar dalam pengelolaan keanekaragaman hayati adalah mempertahankan
keseimbangan antara kelestarian fungsi (ekologis) dengan kelestarian manfaat (ekonomis).

20 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Tantangan ini tidak mudah untuk dihadapi. Hal ini disebabkan sebagian besar keanekaragaman
hayati merupakan sumber daya lintas batas administrasi dan dikelola oleh berbagai pihak/sektor.
Kurangannya data penelitian menyebabkan keanekaragaman hayati di kawasan Asia Tenggara
belum sepenuhnya teridentifikasi, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai
pihak. Apabila hal ini terus diabaikan, cerita Kawasan ini sebagai hotspot keanekaragaman hayati
bisa saja hanya menjadi bagian dari sejarah. Tabel 3.1 menunjukkan jumlah spesies tanaman dan
hewan vertebrata yang ditemukan (O) dan endemik (E) hotspot keanekaragaman hayati yang
terdapat di Asia Tenggara. Sementara grafik pada gambar 3.14 menunjukkan jumlah species yang
terancam berdasarkan kategorisasi IUCN untuk Kawasan Asia tenggara, terdapat bahaya kritis
(Critically Endangered–CR), kondisi bahaya (Endangered–EN, dan rentan (Vulnerable–VU).

Tabel 3.1 Jumlah spesies tanaman dan hewan vertebrata di Kawasan hotspot Asia Tenggara
(Zachos & Habel, 2011)
Tumbuhan Burung Reptil Ikan Air tawar Amfibi Mammalia
No. Hostpot
O E O E O E O E O E O E
1. Indo- 13.500 7.000 1277 73 518 204 1262 553 328 193 401 100
Burma
2. Sundaland 25.000 15.000 771 146 449 244 950 350 258 210 397 219
3. Wallacea 10.000 1.500 650 265 222 99 250 50 49 33 244 144
4. Filipina 9.253 6.091 535 185 235 160 281 67 94 78 178 113

Gambar 3.14 Sumbu X mewakili persentase spesies terancam, sementara sumbu Y mewakili
species yang terancam dan jumlah total spesies dalam Daftar Merah IUCN.

4. Aktivitas Pembelajaran
Materi dalam modul ini dirancang untuk dipergunakan oleh pengguna baik dengan fasilitasi oleh
fasilitator maupun secara mandiri. Kegiatan pembelajaran yang dapat dilaksanakan untuk mempelajari
bagian 1 ini adalah sebagai berikut.
[1] Mulailah dengan membaca bagian pendahuluan, petunjuk penggunaan, pengantar modul, dan
tujuan pembelajaran.

Keanekaragaman Hayati Tropika 21


[2] Pelajarilah bagian uraian materi dan kerjakanlah seluruh kegiatan dalam Lembar Kerja.
Jika memungkinkan, tugas rangkuman dalam Lembar Kerja dibuat dalam bentuk bagan, diagram, tabel
atau bentuk lainnya agar lebih mudah dipelajari ulang.

LEMBAR KERJA-1
Gambaran Umum Biodiversitas di Kawasan Asia Tenggara

A. Pendahuluan
Biodiversitas (Keanekaragaman hayati) adalah seluruh bentuk kehidupan di bumi ini, yang terdiri
atas berbagai tingkatan, mulai dari tingkatan gen, spesies sampai dengan ekosistem. Antara tingkatan
satu dengan lainnya saling berinteraksi di dalam satu lingkungan. Adanya tiga hierarki keanekaragaman
hayati tersebut menghasilkan keanekaragaman secara fungsional yang berperan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup manusia dan dalam menjaga sistem penopang kehidupan di bumi. Jadi,
keanekaragaman hayati merupakan fondasi dalam menyediakan lingkungan yang produktif, sehat,
nyaman dan aman dalam memenuhu berbagai kebutuhan hidup manusia untuk mencapai
kesejahteraan secara fisik dan spiritual.

Asia Tenggara merupakan suatu Kawasan yang sangat unik, letak secara astronomis di sekitar
khatulistiwa dan dilewati oleh yang memiliki kekuatan kemaritiman. Kondisi ini semua yang
menyebabkan Kawasan ini menjadi salah satu hotspot keanekaragaman hayati dunia.

Beberapa negara di Asia tenggara, berpredikat sebagai negara megabiodiversity, baik dari segi
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman genetik. Hal ini menuntut
tanggung jawab yang besar untuk pelestarian dan pemanfaatan bagi masyarakat. Tantangan terbesar
dalam pengelolaan keanekaragaman hayati adalah mempertahankan keseimbangan antara kelestarian
fungsi (ekologis) dengan kelestarian manfaat (ekonomis). Tantangan ini tidak mudah untuk dihadapi,
karena sebagian besar keanekaragaman hayati merupakan sumber daya lintas batas administrasi dan
dikelola oleh berbagai pihak/sektor. Data lapangan terkait keanekaragaman hayati secara utuh untuk
Kawasan Asia Tenggara belum sepenuhnya ada, sehingga menjadi tantangan sekaligus ancaman.

B. Indikator:
Setelah melaksanakan kegiatan ini diharapkan peserta dapat:
[1] memahami pengertian biodiversitas (keanekaragaman hayati) menurut beberapa acuan
literatur;
[2] mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati dan
hotspot keanekaragaman hayati;
[3] menganalisis potensi keanekaragaman hayati di daerah masing-masing dan upaya
perlindungannya.

C. Kegiatan

22 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


[1] Lakukanlah kegiatan ini secara berkelompok. Buatlah kelompok terdiri atas 3 atau 5 anggota.
Jika di dalam kelas pendidikan dan pelatihan semua peserta tidak berasal dari jenjang yang
sama, bisa diusahakan agar satu kelompok terdiri atas peserta dari jenjang yang sama. Hal ini
diharapkan akan memudahkan saat diskusi mengenai kegiatan yang bisa dilakukan sesuai
jenjang kelas yang diampu.
[2] Pelajarilah dengan seksama uraian materi. Guna membantu Anda memahami materi secara
komprehensif dan menambah wawasan, anda bisa mengeksplorasi lebih mendalam contoh-
contoh yang lainnya secara online.
[3] Identifikasilah secara mendalam salah satu contoh lainnya keanekaragaman yang terdapat di
daerah anda masing-masing untuk keanekaragaman genetik, keanekaragaman jenis, dan
keanekaragaman ekosistem. Anda bisa mengaitkan bentuk keanekaragaman tersebut dengan
kebutuhan manusia baik secara ekologis maupun ekonomis.
[4] Buatlah dalam bentuk PPT atau poin-poin singkat disertai gambar-gambar yang relevan.
[5] Presentasi hasil kegiatan diskusi bersama kelompok masing-masing. Selama anda dan
kelompok presentasi, kelompok lain bisa menanggapi dan fasilitator mengkonfirmasi atau
mengklarifikasi untuk menciptakan diskusi dalam kelas.

5. Tugas
Setelah mempelajari materi tentang gambaran umum biodiversitas di kawasan Asia Tenggara dan
melakukan aktivitas pembelajaran dalam modul. Dalam kapasitas anda sebagai pendidik, tuliskanlah
sebuah ide kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan keanekaragaman hayati secara sederhana
kepada siswa anda di kelas!. Anda dibebaskan menyusun ide skenario pembelajaran sesuai jenjang
kelas yang diampu dan disesuaikan dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa anda sesuai
jenjangnya. Pergunakan format penyusunan rancangan skenario pembelajaran yang terdapat pada
lampiran modul ini untuk menuangkan ide skenario pembelajaran yang akan anda susun!

6. Refleksi
Setelah Anda mempelajari seluruh materi dalam modul ini, lakukanlah refleksi agar Anda mengetahui
sejauh mana Anda memahami materi dan materi apa yang belum Anda kuasai dalam modul ini.

Pertanyaan berikut membantu Anda dalam melakukan refleksi diri.


(1) Dalam modul ini saya sudah mempelajari dan memahami tentang:
(Buatlah rangkuman materi yang Anda pelajari dalam bentuk mindmap.)

Keanekaragaman Hayati Tropika 23


(2) Saya masih belum memahami beberapa hal terkait materi dalam modul sebagai berikut.
(Tuliskan point-point yang belum Anda pahami pada kolom ini.)

(3) Hal menarik yang saya temui selama mempelajari modul ini adalah:
(Jelaskan hal menarik yang Anda temui saat mempelajari modul ini, misalnya: gambar yang ditampilkan, contoh kegiatan
praktik, hal-hal yang baru, soal-soal yang diberikan, dsb.)

24 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


B. Kegiatan Belajar 2: Nilai dan Manfaat Keanekaragaman Hayati

1. Pengantar

Keanekaragaman hayati khususnya di Kawasan Asia tenggara, termasuk Indonesia di dalamnya


memiliki potensi besar bagi pembangunan nasional. Beragam spesies memiliki nilai ekonomi yang
tinggi seperti untuk bahan pangan, bahan obat dan kosmetik, bioenergi, Pendidikan hingga ekowisata.
Keanekaragaman hayati dan eksistensi manusia di dalamnya merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Hal ini dapat terjadi karena manusia memiliki peran penting pada terjadinya dinamika
kondisi keanekaragaman hayati dunia. Dalam kegiatan belajar-2, Anda disajikan materi terkait
bagaimana manusia berpengaruh pada keanekaragaman hayati, fungsi dan layanan ekosistem, serta
nilai dan manfaat Biodiversitas.

2. Tujuan
Setelah mempelajari paparan dalam kegiatan belajar 2 diharapkan peserta:
a. Memahami peranan manusia dan keanekaragaman hayati;
b. Memahami nilai-nilai Keanekaragaman Hayati;
c. Memahami bentuk-bentuk layanan ekosistem bagi kehidupan;
d. Memahami hubungan antara nilai keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem;
e. menyusun lembar kerja peserta didik terkait nilan dan manfaat keanekaragaman hayati.

3. Uraian materi
a. Manusia dan Keanekaragaman Hayati

Belum banyak manusia yang menyadari betapa pentingnya keanekaragaman hayati, padahal
eksistensi dan kesejahteraan manusia di alam sangat tergantung pada keberadaan
keanekaragaman hayati. Setiap harinya manusia menggunakan secara langsung maupun tidak
langsung sekitar 40.000 spesies makhluk hidup (Eldredge, 2000). Keanekaragaman hayati
memberikan banyak manfaat bagi manusia seperti: sumber makanan, air, oksigen, energi,
penguraian limbah, stabilisasi iklim bumi, bahan obat-obatan, peluang untuk rekreasi dan

Keanekaragaman Hayati Tropika 25


pariwisata, dan lain sebagainya (Secretariat of CBD, 2000). Sehingga dengan kata lain tidak aka
nada populasi manusia tanpa keberadaan keanekaragaman hayati.

Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya telah menimbulkan dampak
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati. Konvensi
Keanekaragaman Hayati menyebutkan bahwa manusia berperan menyumbang faktor dalam
penurunan keanekaragaman hayati baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab
tidak langsung antara lain: faktor demografis, ekonomi, sosiopolitik, IPTEK, budaya dan agama.
Sedangkan faktor penyebab langsung diantaranya adalah perubahan dalam penggunaan tata
kelola lahan dan tutupan lahan, introduksi atau migrasi spesies, masuknya spesies dari luar,
pemanenan, pencemaran lingkungan, dan perubahan iklim (CBD, 2010).

Mason (2016), menyebutkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh manusia terhadap lingkungan
telah terjadi secara substansial dalam 16 tahun terakhir. Tiga perempat permukaan tanah Bumi
berada di bawah cekaman aktivitas manusia. Selama 8000 tahun terakhir, sebanyak 45% area
tutupan hutan di bumi sudah mengalami perubahan (CBD, 2010). Per bulan September tahun 2019
tah kurang dari 7,7 miliar manusia menghuni bumi (PRB, 2019). Peningkatan jumlah manusia
menyebabkan masalah karena seiring dengan bertambahnya populasi manusia, maka perubahan
habitat alami menjadi lahan untuk konsumsi manusia semakin bertambah. Gambar 3.15
memperlihatkan bagaimana pengaruh manusia terhadap keanekaragaman hayati dunia, termasuk
Kawasan Asia Tenggara di dalamnya.

Gambar. 3.15 Peta yang menunjukkan dampak manusia terhadap lingkungan (meningkatkan atau
menurunkan kualitas) dari tahun 1993 hingga 2009 (Sumber: https://www.nationalgeographic.com).

Kegiatan manusia memainkan peran dalam perubahan iklim dan juga menyebabkan ancaman besar
bagi keanekaragaman hayati. Perubahan iklim merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan
mahluk hidup di muka bumi karena fenomena ini menyebabkan peningkatan konsentrasi karbon
dioksida di atmosfer, yang mengakibatkan peningkatan suhu daratan dan lautan,perubahan curah
hujan dan kenaikan permukaan air laut. Perubahan iklim memberikan dampak pada perubahan
spesies. Iklim mempengaruhi waktu reproduksi dan migrasi, panjang masa pertumbuhan, distribusi
spesies, ukuran populasi, frekuensi terjadinya wabah hama dan penyakit. Prediksi terjadinya
perubahan iklim pada abad ke-21 akan memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi daripada 10.000
tahun terakhir dan menciptakan dampak yang lebih besar terhadap keanekaragaman hayati (CBD,
2010). Berdasarkan prediksi Sherbinin (2002), sebanyak 80% wilayah yang kaya secara biologis
(hotspot) akan terdampak akibat pemanasan global. Tingkat perubahan habitat diperkirakan
meningkat hingga sepuluh kali lipat akibat pemanasan global.

26 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Berdasarkan pola sebaran Kawasan di dunia terkait dampak manusia terhadap lingkungan, dapat
terlihat bahwa Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu Kawasan yang mayoritas berstatus
rusak dan banyak kerusakan. Seperti yang dituliskan dalam dokumen IBSAP (Indonesian
Biodiversity Strategy and Action Plan 2015-2020), penurunan fungsi ekosistem akan terjadi ketika
keberagaman dan jumlah jenis dalam ekosistem menurun. Hal ini terjadi karena beberapa proses
penting pada ekosistem akan mempengaruhi produktifitas, juga mempengaruhi berbagai hal antara
lain: tingkat kesuburan tanah, kualitas air, komposisi kimia atmosfir dan kondisi lingkungan lain
yang akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kehidupan umat manusia di dalamnya.
Penurunan keanekeragaman hayati dalam ekosistem akan mengurangi besaran dan stabilitas
proses dalam ekosistem dan mengganggu proses evolusi. Dengan demikian, kehati dan fungsi
ekosistem memiliki peran penting yang dapat memelihara proses pendukung kehidupan manusia
(Naeem, et al., 1999). Ekosistem baik secara proses dan fungsi, menyumbang terhadap
kesejahteraan dan kehidupan manusia melalui jasa sistem ekologi dan stok modal alam yang
disediakan Oleh ekosistem.

Jasa-jasa atau layanan sistem ekologi dan stok modal alam ini meskipun sebagian bersifat
intangible, memiliki nilai dan akan menyebabkan perubahan kesejahteraan
manusia(Costanza, et al., 1997). Oleh karena itu pelestarian kawasan ekosistem yang
merupakan habitat berbagai kehati sangat diperlukan. Keanekaragaman jenis juga
memiliki fungsi dalam rantai makanan dan jejaring kehidupan yang kadangkala fungsinya
tidak dapat digantikan.

Komponen jenis flora dan fauna yang membentuk keanekaragaman jenis secara sendiri-
sendiri sebagian telah dikenali memiliki manfaat bagi manusla, namun sebagian belum
diketahui manfaatnya walaupun kedua-duanya memiliki fungsi dalam ekosistem.
Komponen jenis flora dan fauna dalam ekosistem yang belum diketahui manfaatnya ini
kemungkinan dapat menjadi sumber kehidupan masa depan. Sehingga upaya pelestarian
individu jenis flora dan fauna juga diperIukan agar manfaat saat ini maupun manfaat
potensialnya dapat lestari.

Keanekaragaman hayati dan jasa sistem ekologi mempunyai peran penting karena
memberikan berbagai manfaat untuk mendukung kehidupan manusia, antara lain sebagai
sumber bahan pangan, kesehatan, energi maupun memberikan jasa ekosistem yang
fungsinya sulit untuk digantikan. Manfaat yang diberikan oleh keberadaan
keanekaragaman hayati secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap
kesejahteraan manusia sehingga merepresentasikan sebagian dari nilai ekonomi total.
Nilai ekonomi jasa lingkungan umumnya bersifat taksiran. Hal ini dikarenakan sebagian
besar jasa ekosistem nilainya tidak terefleksi ataupun terkuantifikasi secara memadai di
pasar komersial. Meskipun nilainya tidak selalu tergambar jelas dalam pasar,
keanekaragaman hayati merupakan aset yang sangat berharga untuk generasi sekarang
maupun generasi mendatang, sehingga upaya konservasi dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan menjadi landasan pembangunan berkelanjutan. Agar upaya konservasi dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan bisa sejalan dengan kegiatan
perekonomian, maka nilai ekonomi keanekaragaman hayati perlu diperjelas secara
eksplisit.

Keanekaragaman Hayati Tropika 27


Menurut Jompa et al., (2019), besarnya hubungan antara biodiversitas dan perekonomian
dapat dilihat dari contoh berikut. Perkebunan kopi skala kecil di sekitar Taman Nasional
Lore Lindu, Sulawesi Tengah (Gambar 3.16), memberikan gambaran tentang nilai
ekonomis jasa polinasi atau penyerbukan. Hubungan antara lebah dan pertanian kopi yang
terjalin melalui polinasi dimungkinkan oleh ekosistem hutan di area ini. Hal yang menjadi
fokus pengamatan adalah relasi antara jarak hutan serta keanekaragaman lebah
penyerbuk dan hasil buah kopi arabika. Diperkirakan bahwa hutan memberikan jasa
polinasi 46 euro per hektare, dan setiap tahun nilainya mencapai 470 euro per hektare.
Konversi hutan yang terus berlangsung meningkatkan risiko hilangnya jasa polinasi ini dan
memberi dampak kerugian finansial yang nyata bagi petani kecil. Jasa polinasi memang
terus turun, yang mengakibatkan turunnya hasil kopi sampai sebesar 18% dan
pendapatan bersih petani kopi juga merosot sampai 14% per hektar.

Gambar. 3.16 Taman Nasional Lore Lindu


(Sumber: https://merahputih.com/post/read/taman-nasional-lore-lindu-surga-bagi-flora-dan-
fauna-endemik-sulawesi)

b. Nilai Penting Keanekaragaman Hayati dan Layanan Ekosistem

Menurut Sandler (2012) keanekaragaman hayati mempunyai dua nilai penting, yaitu: (i) nilai
intrinsik (nilai inheren) dan (ii) nilai ekstrinsik (nilai manfaat atau nilai instrumental). Nilai intrinsik
adalah nilai yang ada pada dirinya sendiri lebih menitik beratkan pada konsep filosofis tentang
keanekaragaman hayati itu sendiri. Sedangkan nilai ekstrinsik/eksternal, adalah nilai manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung dari keanekaragaman hayati bagi manusia. Namun Chan
(2006), menambahkan terdapat nilai relasional, untuk memperlihatkan bagaiman alam memberi
banyak manfaat untuk manusia, banyak proses alam yang mempengaruhi aktivitas manusia baik
secara individual maupun secara kelompok. Nilai relasional berkaitan dengan segala macam
hubungan antara manusia dan alam, termasuk hubungan yang ada di antara manusia tetapi
melibatkan alam (misalnya, hubungan dampak bahan pencemar bagi alam yang meluas akibat
aliran sungai). Hubungan ketiganya bisa dilihat pada Gambar 3.17.

Sedangkan Pearce, dkk., (2002) membagi nilai keanekaragaman hayati menjadi: (i) Nilai guna,
yaitu nilai guna langsung (barang), nilai tidak langsung (jasa); dan (ii) Nilai non-guna (non-use
values). Pengelompokkan nilai menurut Pearce ini akan digunakan karena lebih mudah untuk
diterapkan dapat menilai manfaat keanekaragaman hayati. Nilai keanekaragaman hayati yang
berguna langsung dapat terdiri dari nilai konsumtif dan produktif yang dapat berbentuk makanan,
obat-obatan, material bangunan, dan serat maupun bahan bakar. Sedangkan nilai tidak langsung
adalah nilai jasa lingkungan antara lain dapat berupa pengendalian hama secara biologis,

28 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


penyerbukan, regulasi iklim dan atmosfer maupun perlindungan tanaman dan siklus hara; maupun
nilai keindahan dari keanekaragaman hayati dan nilai yang dimanfaatkan bersama-sama dengan
budaya dan spiritual masyarakat.

Gambar 3.17 Nilai Intrinsik, Nilai Instrumental, dan Nilai Relasi (Sumber: Chan, 2016)

Nilai non-guna terdiri atas nilai potensial/pilihan, nilai eksistensi. Nilai eksistensi merupakan
nilai keanekaragaman hayati di masa depan, karena keberadaaannya akan bermanfaat untuk masa
depan, meskipun secara spesifik belum diketahui pada Saat sekarang. Nilai eksistensi akan
memberikan kesempatan untuk generasi mendatang memperoleh pengetahuan sebagai modal
kehidupan bagi generasi masa depan (lihat tabel 4. 1).

Tabel 3.2 Kategori Nilai Manfaat Keanekaragaman Hayati (modifikasi Pearce, dkk., 2002)

Keanekaragaman Hayati Tropika 29


Dengan adanya nilai yang potensil/belum diketahui inilah maka setiap generasi memiliki nilai
pilihan keanekaragaman hayati untuk dimanfaatkan saat ini atau tetap memelihara untuk generasi
mendatang. Nilai-nilai yang kita ketahui dan petik saat ini muncul/dapat kita peroleh karena nilai
eksistensi keanekaragaman hayati tersebut dipelihara oleh generasi pendahulu kita. Meskipun
penting, menentukan nilai keanekaragaman hayati adalah hal yang kompleks dan seringkali
menjadi perdebatan. Ini disebabkan oleh fakta bahwa nilai yang ditempatkan pada
keanekaragaman hayati adalah cerminan dari nilai-nilai dasar manusia, dan nilai-nilai ini sangat
bervariasi di antara masyarakat dan individu. Perspektif penduduk pedesaan dibandingkan
penduduk perkotaan terhadap satwa liar adalah salah satu contohnya. Orang-orang di kota menilai
gajah karena ukurannya yang besar, perilaku yang berkarisma, dan cerdas. Namun orang-orang di
daerah pedesaan yang tinggal di dekat habitat gajah cenderung menganggap mereka sebagai
ancaman bagi masyarakat, tanaman dan desa mereka. Jadi, melakukan penilaian terhadap suatu
keanekaragaman hayati kadang-kadang dianggap sebagai “guessing game” meskipun metode
penilaian yang digunakan sudah ilmiah. Namun para ahli meyakini bahwa melakukan penilaian
keanekaragaman hayati merupakan salah satu upaya untuk melindungi keanekaragaman hayati di
suatu daerah. Walaupun ada yang berpendapat sebaliknya, bahwa melakukan penilaian
keanekaragaman hayati dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi.
Ada banyak cara untuk mengkategorikan nilai biodiversitas, Gambar 3.18 menunjukkan
pembagian Nilai Keanekaragaman Hayati (biodiversitas)menurut Entenmann dan Schmitt (2013).

30 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Nilai Keanekaragaman Hayati

Antroposentrisme Biosentrisme

Nilai hakiki
Nilai guna Nilai Non-Guna
(intrinsik)

Nilai guna tak


Nilai guna langsung Nilai Keberadaan Nilai Warisan
langsung

Nilai Opini Nilai Potensi

Nilai Resiliensi

Gambar 3.18 Pengkategorian nilai biodiversitas menurut Entenmann dan Schmitt (2013).

Berdasarkan kategori manfaat yang diperoleh dari keanekaragaman hayati, sebagaimana


klasifikasi tersebut, maka uraian makna penting keanekaragaman hayati dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Nilai Guna Langsung (direct use value)
Salah satu nilai keanekaragaman hayati yang sangat dirasakan oleh manusia adalah nilai guna
langsung (direct use value), yang merupakan kepuasan yang diperoleh secara langsung dengan
memanfaatkan keanekaragaman hayati, seperti makanan dan bahan sandang. Bagi masyarakat
pedesaan di negara berkembang, spesies liar masih menjadi sumber makanan dan pendapatan
yang penting, termasuk tanaman berdaun hijau, buah-buahan, jamur, kacang-kacangan, dan
daging.
Nilai guna langsung mencakup nilai konsumsi dan nilai produksi. Nilai konsumsi merupakan nilai
manfaat secara langsung yang dapat diperoleh dari kenekaragaman hayati, misalnya sumber
pangan, sandang dan papan. Kawasan Asia Tenggara dikenal sebagai lumbung produk pertanian
yang memiliki produktivitas tinggi, memberi kontribusi pada pemenuhan kebutuhan pangan 632
juta orang (Nation, 2015). Beberapa komoditas pertanian banyak dibudidayakan untuk
kepentingan produksi pangan, baik dalam bentuk beras, umbi-umbian, gula daging, telur, susu,
ikan serta buah-buahan dan sayur-sayuran.
Selain nilai konsumsi, nilai guna langsung juga mencakup nilai produksi. Menurut (Darajati, et al.,
2016), nilai produksi adalah nilai pasar yang didapat dari pengolahan dan perdagangan
keanekaragaman hayati di pasar lokal, nasional maupun internasional. Sebagian dari barang-
barang yang dikonsumsi tersebut di atas, juga menjadi bahan baku industri, maupun
diperdagangkan secara langsung baik di pasar domestik maupun dunia. Misalnya berbagai produk
kopi dan turunannya dari jenis Robusta dan Arabika cukup dikenal oleh dunia berasal dari
Indonesia dan Vietnam. Menurut (Augesti, 2019), Vietnam menemukan ceruk di pasar
internasional dengan berfokus terutama pada biji robusta yang lebih murah. Biji Robusta memiliki
kafein hingga dua kali lipat dari biji arabika, sehingga kopi terasa lebih pahit. Vietnam adalah
produsen kopi robusta nomor satu di dunia, dengan lebih dari 40% dari produksi global pada tahun

Keanekaragaman Hayati Tropika 31


panen 2017/2018. Indonesia memproduksi beberapa jenis kopi spesial yang sangat dicari, dan
yang paling menarik adalah Kopi Luwak yang dipanen dari kotoran musang, biji kopi ini memiliki
rasa yang khas dan unik.
Peningkatan manfaat keanekaragaman hayati di bidang industri pangan semakin meningkat,
seiring dengan peningkatan konsumsi penduduk kelas menengah yang lebih menyukai produk
pangan olahan. Kesadaran akan kesehatan juga telah mendorong berkembangnya obat-obatan
dan bahan suplemen (pemeliharaan kesehatan). Selain itu, kekayaan sumber daya alam hayati,
terutama tumbuh-tumbuhan obat memang telah lama digunakan oleh nenek moyang masyarakat
Asia Tenggara sejak ratusan tahun yang lalu. Contohnya adalah masyarakat Indonesia yang
menggunakan ramuan tradisional yang disebut jamu yang bahan-bahannya berasal dari
tumbuhan, Biodiversitas juga menjadi dasar model medis yang memungkinkan kita memahami
fisiologi dan penyakit manusia.
Pemanfaatan lainnya dari kontribusi keanekaragaman hayati adalah dalam industri material, lebih
dari 100 jenis kayu, 56 jenis bambu, dan 150 jenis rotan telah digunakan oleh masyarakat untuk
membuat rumah dan peralatan rumah tangga (Darajati, et al., 2016). Kegunaan kayu yang paling
penting adalah untuk bahan bakar. Kayu adalah bahan bakar utama di banyak negara di dunia
hingga pertengahan abad ke-19, setelah itu mulai digantikan oleh sumber energi lain seperti
minyak, di negara-negara industri. Namun, kayu bakar, arang, dan bahan bakar lain yang berasal
dari kayu masih menjadi sumber energi utama di negara-negara berpenghasilan rendah.
Nilai Guna Tidak Langsung (indirect use value)
Keanekaragaman hayati memberikan nilai guna tidak langsung bagi manusia, yaitu untuk layanan
yang mendukung nilai konsumsi, termasuk fungsi ekosistem dalam siklus nutrien tanah.
Keanekaragaman hayati memberikan layanan ekosistem atau jasa lingkungan bagi manusia
dengan adanya berbagai formasi ekosistem dengan keunikan khas di dalamnya. Hutan misalnya,
melindungi keseimbangan siklus hidrologi dan tata kelola air di alam yang membuat manusia
terbebas dari bahaya banjir dan kekeringan. Millennium Ecosystem Assessment (MEA) di PBB
mengelompokkan semua nilai-nilai ini menjadi layanan ekosistem (ecosystem services) dan
kemudian membaginya lagi sebagai layanan penyedia (provisioning services) misalnya dalam
memberikan pangan, serat dan tekstil untuk pakaian, bahan bakar, sumber daya genetik, obat-
obatan, bahan kimia, dan lain-lain; layanan pengatur (regulating services) seperti mengatur
kualitas udara, iklim, air, erosi, penyakit, hama dan penyerbukan; layanan budaya (cultural services)
misalnya atribut adat istiadat, kebutuhan spiritual, pendidikan, estetika, sosial, nilai-nilai warisan
budaya, rekreasi, dan ekowisata; dan layanan pendukung (supporting services) contohnya dalam
mendukung pembentukan tanah, fotosintesis, produksi primer, dan siklus hara. Untuk lebih
jelasnya pembagian bentuk jasa/layanan ekosistem bisa dilihat pada gambar 3.19.

32 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Ecosystem
Services

Gambar 3.19 Empat jenis layanan yang disediakan ekosistem untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan
manusia (Sumber: https://healingearth.ijep.net/biodiversity/photo/ecosystem-services-photo)

Seperti dilaporkan oleh (Darajati, et al., 2016), nilai jasa lingkungan ini, misalnya dapat
digambarkan dari hasil penelitian di Kebun Raya Bogor yang menunjukkan bahwa setidaknya
terdapat 52 marga tumbuhan yang pembungaan dan pembuahannya tergantung pada kelelawar.
Keberadaan kelelawar yang membantu penyerbukan sangat penting dalam proses produksi
tanaman buah-buahan, seperti durian dan petai sehingga keberadaan dan keseimbangan
ekosistem tempat hidup kelelawar ini, perlu dijaga keberlanjutannya.
Ekosistem dan flora-fauna yang membentuknya memberikan sejumlah layanan untuk semua
makhluk hidup. Layanan-layanan ini biasanya merupakan suatu proses dengan nilai manfaat guna
langsung (indirect use value), diantaranya:
[1] mengatur proses global, seperti meregulasi gas di atmosfer yang mempengaruhi iklim global
dan lokal dan udara yang kita hirup;
[2] konservasi tanah dan air, mempertahankan siklus hidrologi dan mengendalikan erosi;
[3] siklus nutrisi, aliran nutrisi dan energi di seluruh dunia, dekomposisi limbah dan detoksifikasi,
pembaruan tanah, fiksasi nitrogen, dan fotosintesis;
[4] menjaga kelangsungan reproduksi tumbuhan melalui penyerbukan dan penyebaran benih,
dimana tumbuhan sebagai produsen bahan-bahan pangan, pakaian, atau tempat tinggal;
[5] pengendalian hama dan penyakit pertanian;
[6] peluang pariwisata dan rekreasi, dan lain-lain.

Siklus karbon di bumi ini adalah melalui kombinasi proses fisik, kimiawi, geologis, dan biologis.
Salah satu cara utama biodiversitas mempengaruhi komposisi atmosfer bumi adalah melalui
perannya dalam siklus karbon di lautan. Fitoplankton mengatur kimia atmosfer dengan mengubah
karbon dioksida menjadi bahan organik selama fotosintesis. Pergerakan karbon melalui lautan ini
menghilangkan kelebihan karbon dari atmosfer dan dengan demikian mengatur iklim bumi.
Biodiversitas juga penting untuk perlindungan tanah dan air secara global. Vegetasi darat di hutan
dan habitat dataran tinggi lainnya menjaga kualitas dan kuantitas air, dan mengendalikan erosi
tanah. Salah satu ekosistem paling produktif di bumi, yaitu lahan basah (wetland), misalnya

Keanekaragaman Hayati Tropika 33


mangrove, dimana vegetasinya menyesuaikan dengan kondisi yang selalu tergenang air
sepanjang tahun, sangat berperan dalam pemeliharaan air bersih dan pengendalian erosi.
Mikroba dan tumbuhan di lahan basah menyerap nutrisi yang akan masuk ke perairan, sekaligus
menyaring dan memurnikan air polutan sebelum memasuki sistem air. Lahan basah juga
mengurangi kerusakan lingkungan akibat banjir, gelombang, dan angin. Mereka memperlambat
banjir dan mengakumulasi sedimen yang menuju ke hilir atau ke pesisir. Lahan basah juga
berfungsi sebagai tempat pemijahan ikan dan menjadi sarang bagi ribuan burung dan spesies
hewan lainnya (gambar 3.20).

Gambar 3.20 Layanan-layanan ekosistem mangrove untuk lingkungan pesisir (sumber:


https://ian.umces.edu/imagelibrary/albums/userpics/15589/normal_iil_diagram_mangrove_ecological_functions.p
ng)

Keragaman spesies dan ekosistem dengan fungsi dan


layanannya memberikan peluang bagi manusia untuk lebih
memahami dunia, hal ini yang membuat biodiversitas memiliki
nilai pendidikan dan saintifik. Misalnya pengamatan Charles
Darwin pada variasi burung finch di Galapagos mengarah
pada pengembangan teori evolusi dan seleksi alam (gambar
3.21) yang menjadi teori fundamental di bidang biologi.
Selain ilmu pengetahuan dan pendidikan, biodiversitas juga
memiliki nilai budaya dan spiritual bagi manusia. Misalnya
pada tradisi-tradisi budaya yang melibatkan hewan dan
tumbuhan, atau ritual-ritual keagaman yang memanfaatkan
pada flora dan fauna. Banyak agama dan kepercayaan yang
Gambar 3.21 Hasil pengamatan Charles Darwin
terhadap variasi paruh burung finch sebagai nilai
merespons terhadap fenomena alam. Misalnya terdapat
ilmu pengetahuan dan saintifik dari aturan untuk melindungi tumbuhan, hewan, atau menghindari
keanekaragaman hayati bencana alam dan wabah dengan memberikan ancaman
(Sumber: https://www.thoughtco.com) hukuman bagi yang melanggar dan pahala bagi yang taat.

34 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Banyak orang tertarik pada lingkungan alam untuk rekreasi, relaksasi, atau mencari inspirasi. Sudah
menjadi hal yang lumrah ketika orang-orang menghiasi rumah dan lingkungannya dengan tanaman.
Banyak hobi yang mencerminkan ketertarikan orang terhadap alam, seperti mengamati burung, hiking,
berkebun, atau menyelam. Kebun binatang dan kebun raya menawarkan kesempatan bagi orang-orang
untuk melihat spesies langka yang hanya bisa mereka lihat di buku atau di televisi. Hal ini menunjukan
bahwa biodiversitas memiliki nilai estetis.

Nilai Non-Guna
Nilai-nilai non guna atau pasif digunakan untuk mengkategorikan nilai biodiversitas yang tidak memiliki
penggunaan secara langsung dan nilai pasar. Dua nilai prinsip yang biasanya dimasukkan dalam nilai
non-manfaat adalah: nilai keberadaan/eksistensi (existence value), yaitu nilai untuk mengetahui
bahwa sesuatu itu ada meski tidak akan pernah digunakan atau dilihat, dan nilai warisan (bequest
value), yaitu nilai pada sesuatu yang ditinggalkan untuk generasi berikutnya. Nilai potensi atau pilihan
(potential or option value) kadang-kadang termasuk dalam kategori ini, dan mengacu pada nilai sesuatu
yang belum diakui atau dikenali, seperti nilai potensi suatu tanaman sebagai kandidat bahan obat-
obatan.
Keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum disadari atau belum dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Namun seiring dengan perubahan permintaan, pola konsumsi dan asupan
teknologi, nilai ini dapat menjadi penting di masa depan. Potensi tumbuhan liar sebagai sumber obat-
obatan merupakan salah satu bentuk nilai pilihan ini. Banyak perusahaan farmasi dan lembaga
kesehatan pemerintah secara intensif berupaya menemukan sumber Obat baru dari kehati di habitat
aslinya untuk memerangi penyakit seperti AIDS dan kanker.
Dengan demikian seiring dengan masih berkembangnya tingkat pengetahuan mengenai
keanekaragaman hayati, maka keberlangsungan keanekaragaman hayati baik dalam ekosistem in-situ
maupun ex-situ perlu senantiasa dipelihara. Jika salah satu jenis keanekaragaman hayati kemudian
mengalami kepunahan sebelum teridentifikasi, maka nilai-nilai keanekaragaman hayatinya pun turut
punah. Sehingga adanya berbagai riset dan pengembangan serta upaya pelestarian kenekaragaman
hayati menjadi tantangan yang ada saat ini. Upaya ini merupakan bagian penting agar ilmu
keanekaragaman hayati tidak menjadi ilmu ‘yang sedang menghilang (disappearing science).
Sejalan dengan berkembangnya kehidupan dan berkurangnya ruang terbuka, manusia kemudian mulai
mencari-cari dan rela ‘membayar’ untuk menikmati keindahan alam. Perkembangan minat ini, sejalan
dengan pemanfaatan nilai eksistensi keanekaragaman hayati, yaitu nilai yang dimiliki oleh
keanekaragaman hayati karena keberadaannya di suatu tempat. (Laverty, Sterling, Chiles, & Cullman,
2008). Nilai Eksistensi tidak berkaitan dengan potensi manfaat dan jasa suatu organisme tertentu
secara langsung, tetapi berkaitan dengan "memanfaatkan" hak hidup dan eksistensi kehati sebagai
salah satu bagian dari alam.Pegunungan karst yang memiliki nilai jasa lingkungan sebagai sumber mata
air, perlu dilestarikan. Namun demikian, masyarakat sering memanfaatkan dan menambang karst untuk
dijual sebagai bahan industri semen. Langkah ini tentu saja perlu dicegah. Pencegahan pertama adalah
menjadikan kawasan karst sebagai suaka alam. Namun demikian, menjadikan kawaan karst sebagai
suaka alam tidak cukup karena apabila masyarakat miskin hidup di sekitarnya, maka pencaharian
termudah adalah menambang karst. Nilai eksistensi kemudian dapat dikembangkan untuk
mendatangkan pendapatan masyarakat namun tidak merusak, yaitu dengan menciptakan wisata karst
yang sekaligus melibatkan masyarakat lokal secara langsung (sebagai pekerja) maupun tidak langsung
(membina masyarakat menyediakan jasa turis), sehingga kelestarian karst tetap dijaga.
Demikian, pula, berbagai lokasi di Indonesia seperti hutan pantai mangrove, terumbu karang ataupun
hutan alam, dapat dikembangkan sebagai area wisata karena pemandangannya bagus (eksistensi)
maupun wisata ilmiah untuk segmen konsumen yang tepat. Misalkan formasi terumbu karang di
Wakatobi (Indonesia), Raja Ampat (Indonesia), dan Bunaken merupakan tempat yang memanfaatkan

Keanekaragaman Hayati Tropika 35


eksistensi terumbu karang sebagai sumber pedapatan masyarakat dan daerah. Asia Tenggara
mengandung hampir 100.000 kilometer persegi terumbu karang, hampir 34 persen dari total dunia.
Dengan lebih dari 600 dari hampir 800 spesies terumbu pembentuk terumbu, terumbu ini memiliki
tingkat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia (Burke, Selig, & Spalding, 2002).
Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik adalah nilai yang melekat pada sesuatu, tanpa melihat nilainya bagi siapa pun atau apa
pun. Salah satu cara untuk memahami nilai intrinsik adalah dengan melihatnya seperti hak mutlak untuk
eksis. Misalnya hukum terkait hewan yang dilindungi, dimana banyak spesies yang tidak memiliki nilai
manfaat bagi manusia tetap terlindung dan hidup. Spesies-spesies ini dilindungi berdasarkan gagasan
bahwa mereka memiliki hak untuk hidup, seperti halnya semua manusia.
Konsep nilai intrinsik sangat filosofis. Banyak ahli ekonomi percaya bahwa nilai intrinsik tidak ada,
dengan alasan bahwa semua nilai berpusat pada manusia, dan bahwa suatu nilai tidak dapat ada tanpa
adanya penilai. Secara umum, terdapat dua pendapat yang bertolak belakang membentuk sebuah
continuum:
 Antroposentrisme: gagasan bahwa manusia adalah pusat alam semesta dan bahwa alam ada
(dan digunakan) untuk kepentingan manusia.
 Biosentrisme, atau ekosentrisme: anggapan bahwa kehidupan adalah pusat dari alam semesta
dan manusia adalah bagian alam yang terpisah tetapi setara.

Mengapa nilai menjadi penting?


Pada akhirnya, setiap keputusan yang diambil secara sadar atau tidak, akan berdasar pada apa yang
mereka, sebagai individu, dianggap penting. Nilai memiliki arti penting bagi keputusan untuk upaya
konservasi. Ketika kita mengukur atau menetapkan prioritas konservasi pada biodiversitas, kita harus
memutuskan spesies, populasi, atau ekosistem mana yang akan dipelajari, dipantau, dikelola, atau
dilestarikan, dan pilihan ini bergantung pada apa yang saat ini kita hargai.
Spesies / ekosistem apa yang harus dilindungi? Haruskah kita memprioritaskan spesies / ekosistem
yang secara nasional terancam punah namun secara global umum, atau untuk spesies / ekosistem yang
langka secara global?
Haruskah kita menghargai daerah dengan jumlah spesies banyak daripada daerah yang memiliki
spesies endemik (yang hanya ditemukan di satu tempat di dunia)? Tidak ada jawaban yang benar untuk
pertanyaan-pertanyaan ini responsnya bergantung pada apa yang dihargai dan informasi apa yang
tersedia untuk membuat keputusan ini. Nilai juga menjadi dasar argumen yang digunakan untuk
membenarkan konservasi spesies atau ekosistem, misalnya konservasi pada daerah tertentu yang
memiliki nilai rekreasi, sumber daya alam untuk industri, atau keragaman flora-fauna.

4. Aktivitas Pembelajaran
Materi dalam modul ini dirancang untuk dipergunakan oleh pengguna baik dengan fasilitasi oleh
fasilitator maupun secara mandiri. Kegiatan pembelajaran yang dapat dilaksanakan untuk mempelajari
bagian 2 ini adalah sebagai berikut.
[1] Mulailah dengan membaca bagian pendahuluan, petunjuk penggunaan, pengantar modul, dan
tujuan pembelajaran.
[2] Pelajarilah bagian uraian materi dan kerjakanlah seluruh kegiatan dalam Lembar Kerja – 2. Jika
memungkinkan, tugas rangkuman dalam Lembar Kerja-2 buatlah dalam bentuk bagan,
diagram, tabel atau bentuk lainnya agar lebih mudah dipelajari ulang.

36 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


LEMBAR KERJA-2
Nilai dan Manfaat Keanekaragaman Hayati

Perhatikan cuplikan artikel berikut!

Segitiga Terumbu Karang: Bukan Sekedar Rumah Ikan…


(Anonymous, 2012)

Gambar 3.22 Sebaran Wilayah Segitiga Terumbu Karang


Sumber: www.pinterest.com

Diantara enam negara yang menjadi bagian dari pusat penyelamatan terumbu karang dunia bernama
Coral Triangle Initiative, Indonesia adalah negara yang memiliki garis pantai terpanjang yang harus
dilindungi, yaitu sepanjang 80.791 kilometer! Garis pantai ini bahkan jauh lebih panjang dibanding
urutan kedua di negara yang termasuk dalam Coral Triangle Initiative (CTI) yaitu Filipina, yang hanya
sepanjang 22.540 kilometer seperti terlihat pada gambar 3.22.

Segitiga terumbu karang dunia atau Coral Triangle memiliki 30% dari seluruh jenis terumbu karang
yang ada di dunia, 86% dari spesies penyu laut yang ada di dunia, 2.228 spesies ikan, dan lebih dari
500 spesies terumbu karang. Segitiga termbu karang dunia, memiliki keanekaragaman hayati terbesar
di dunia dan seringkali disebut sebagai “Pusat dari Keanekaragaman hayati dunia” oleh berbagai
peneliti di seluruh dunia. Segitiga terumbu karang adalah sebuah tempat perkembangbiakan berbagai
spesies perairan di wilayah ini, di Indonesiea saja ada 1650 spesies yang bergantung pada terumbu
karang. Lokasi ini juga memiliki 75% dari seluruh spesies mangrove atau bakau di seluruh dunia, dan
45% spesies rumput laut.

Tak hanya bagi mahluk air, terumbu karang pun menjadi sumber protein bagi manusia lewat ikan-ikan
yang tumbuh besar di wilayah ini. Di Indonesia, sekitar 60% protein nabati diperoleh dari ikan. Artinya,
sekitar 120 juta orang bergantung pada pasokan ikan di perairan sebagai sumber pangan mereka. Hal
ini belum termasuk menjadi sumber pendapatan sebesar 2.4 juta dollar AS dari bisnis perikanan dan
12 juta dollar AS dari bisnis pariwisata di Asia Tenggara, termasuk Pulau Komodo dan Kepulauan Raja
Ampat. Jadi, kehilangan terumbu karang, tak hanya kehilangan ikan sebagai sumber pangan, namun

Keanekaragaman Hayati Tropika 37


juga kehilangan sebuah rantai kehidupan bagi manusia. Anda tak akan pernah sadar, telah kehilangan
sebuah kekayaan hayati yang luar biasa, hingga saatnya anda merasakannya….
Kegiatan:
[1] Lakukanlah kegiatan ini secara berkelompok. Buatlah kelompok terdiri atas 3 atau 5 anggota.
Jika di dalam kelas pendidikan dan pelatihan semua peserta tidak berasal dari jenjang yang
sama, bisa diusahakan agar satu kelompok terdiri atas peserta dari jenjang yang sama. Hal ini
diharapkan akan memudahkan saat diskusi mengenai kegiatan yang bisa dilakukan sesuai
jenjang kelas yang diampu. Jika modul ini digunakan sendiri, maka dikerjakan secara mandiri.
[2] Pelajarilah dengan seksama uraian materi. Guna membantu Anda memahami materi secara
komprehensif dan menambah wawasan, anda bisa mengeksplorasi lebih mendalam materi lain
yang relevan secara online.
[3] Berdasarkan cuplikan artikel tersebut, diskusikanlah:
 Identifikasilah secara mendalam nilai-nilai dan manfaat yang bisa diberikan Kawasan
segitiga terumbu karang.
 Bagaimana upaya untuk menjaga nilai-nilai tersebut tetap terpelihara.
[4] Buatlah dalam bentuk PPT atau poin-poin singkat disertai gambar-gambar yang relevan.
[5] Presentasi hasil kegiatan diskusi bersama kelompok masing-masing. Selama anda dan
kelompok presentasi, kelompok lain bisa menanggapi dan fasilitator mengkonfirmasi atau
mengklarifikasi untuk menciptakan diskusi dalam kelas.

5. Tugas
Setelah anda mempelajari materi Nilai dan Manfaat Keanekaragaman Hayati pada kegiatan belajar-2
dan melakukan aktivitas pembelajaran dalam modul. Dalam kapasitas anda sebagai pendidik,
tuliskanlah sebuah ide kegiatan pembelajaran untuk nilai-nilai dan manfaat keanekaragaman hayati
secara sederhana kepada siswa anda di kelas!. Anda dibebaskan menyusun ide skenario pembelajaran
sesuai jenjang kelas yang diampu dan disesuaikan dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa
anda sesuai jenjangnya. Pergunakan format penyusunan rancangan skenario pembelajaran yang
terdapat pada lampiran modul ini untuk menuangkan ide skenario pembelajaran yang akan anda susun!

6. Refleksi
Setelah Anda mempelajari seluruh materi dalam modul ini, lakukanlah refleksi agar Anda mengetahui
sejauh mana Anda memahami materi dan materi apa yang belum Anda kuasai dalam modul ini.

Pertanyaan berikut membantu Anda dalam melakukan refleksi diri.


(1) Dalam modul ini saya sudah mempelajari dan memahami tentang:
(Buatlah rangkuman materi yang Anda pelajari dalam bentuk mindmap.)

38 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


(2) Saya masih belum memahami beberapa hal terkait materi dalam modul sebagai berikut.
(Tuliskan point-point yang belum Anda pahami pada kolom ini.)

(3) Hal menarik yang saya temui selama mempelajari modul ini adalah:
(Jelaskan hal menarik yang Anda temui saat mempelajari modul ini, misalnya: gambar yang ditampilkan, contoh kegiatan
praktik, hal-hal yang baru, soal-soal yang diberikan, dsb.)

Keanekaragaman Hayati Tropika 39


C. Kegiatan Belajar 3: Upaya dan Tantangan Pelestarian Keanekaragaman Hayati

1. Pengantar

Dalam sejarah kehidupan, keanekaragaman hayati mengalami dinamika yang mempengaruhi


kesintasannya. Dinamika tersebut dapat menjadi potensi atau sebaliknya dapat menjadi ancaman
yang menyebabkan kepunahan. Dalam kegiatan ini akan dibahas hal-hal yang mengancam
eksistensi keanekaragaman hayati, upaya dalam konservasi atau pelestariannya termasuk
tantangan dalam melakukan upaya tersebut. Bagian ini juga akan membahas bagaimana
keanekaragaman hayati dipantau dan diinventarisir secara praktis yang berguna dalam kegiatan
penelitian dan pelestarian.

2. Tujuan
Setelah mempelajari paparan dalam kegiatan belajar 3 diharapkan peserta:

1. Memahami hal-hal yang mengancam eksistensi keanekaragaman hayati;


2. Memahami macam-macam upaya dan tujuan melestarikan keanekaragaman hayati;
3. Memahami tantangan dalam konservasi keanekaragaman hayati;
4. Memahami cara pemantauan dan inventarisasi keanekaragaman hayati;
5. Menganalisis secara kuantitatif keanekaragaman hayati pada suatu komunitas.

3. Uraian Materi
a. Ancaman Keanekaragaman hayati
Kepunahan
Kepunahan (extinction), atau lenyapnya spesies dari Bumi, adalah bagian penting dari
evolusi kehidupan. Keragaman spesies saat ini adalah produk dari proses evolusioner yang
melibatkan kepunahan dan spesiasi sepanjang sejarah 3,5 miliar tahun. Kepunahan tidak terjadi
dengan kecepatan konstan sepanjang sejarah Bumi.
Terkadang sulit untuk mengetahui dengan pasti kapan suatu spesies punah di alam liar.
Ketika mereka hampir punah, mereka jelas sulit diamati, terutama spesies yang secara alami langka
dan kemungkinan tinggal di daerah terpencil. Suatu spesies diasumsikan punah ketika individu
terakhir dari spesies tersebut dipastikan telah mati. Umumnya terdapat aturan praktis yaitu suatu
spesies dikatakan punah jika spesies tersebut tidak terlihat selama 50 tahun (meskipun jumlah
waktu yang tepat bervariasi berdasarkan masa hidup spesies) setelah survei lapangan yang luas.
Ancaman utama yang disebabkan manusia terhadap biodiversitas adalah hilangnya
habitat, kerusakan dan degradasi habitat (termasuk polusi udara dan air), eksploitasi spesies yang
berlebihan untuk dimanfaatkan manusia, introduksi spesies eksotis, dan peningkatan penyebaran
penyakit (Gambar 1). Sebagian besar spesies yang terancam menghadapi setidaknya dua atau
lebih dari ancaman ini, hal ini mempercepat jalannya menuju kepunahan dan menghambat upaya
konservasi. Biasanya, ancaman ini berkembang begitu cepat dan dalam skala besar sehingga
spesies tidak dapat beradaptasi secara genetik dengan perubahan atau menyebar ke lokasi yang
lebih sesuai. Ancaman-ancaman ini akan terus meningkat seiring dengan pertambahan populasi
manusia, pembangunan dan eksploitasi berlebih, habitat alami yang tersisa menghilang, dan ketika
iklim global terus berubah seperti diilustrasikan pada gambar 3.23.

40 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Gambar 3.23 Kerusakan dan degradasi habitat adalah ancaman terbesar bagi spesies di dunia, diikuti oleh
eksploitasi berlebihan (Richard B., 2010)

Penyebab Kepunahan Spesies


Suatu spesies atau populasi dapat menjadi punah jika angka kematian melebihi angka
kelahiran secara terus menerus hingga pada akhirnya akan punah. Pada kepadatan rendah,
individu dapat terdistribusi pada jarak yang jauh lebih luas daripada yang biasanya mereka pindah,
sehingga kemungkinan bertemu satu sama lain untuk kawin menjadi kecil. Oleh karena itu, tingkat
pertumbuhan populasi dapat menurun di bawah satu ketika kepadatan di bawah ambang tertentu,
seperti terlihat pada gambar 3.24.

Gambar 3.24 Pusaran Kepunahan. semakin kecil populasi, maka semakin rentan terhadap faktor
demografis, genetik, dan lingkungan yang cenderung mengurangi ukuran populasi lebih banyak dan
mendorong populasi ke kepunahan (Primack, 1993)

Keanekaragaman Hayati Tropika 41


Semua populasi hewan dan tumbuhan akan menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya.
Kepunahan lokal dan pergeseran rentang geografis spesies terjadi sangat lambat selama jutaan
tahun, misalnya akibat perubahan iklim besar di masa lalu, atau periode glasiasi, sehingga
sebagian besar spesies dapat secara bertahap beradaptasi atau mengubah rentang geografis
mereka sesuai dengan kondisi baru. Kemudian manusia membawa dimensi baru pada perubahan
habitat alami; aktivitas manusia lebih mirip dengan letusan gunung berapi daripada perubahan
iklim yang terjadi secara bertahap dan memperkuat efeknya. Efek utama kegiatan manusia
terhadap penurunan keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut:
1. Hilang dan Kerusakan habitat (pembukaan hutan, penebangan, keringnya danau dan daerah
lembab, dll.)
Ancaman paling parah bagi keanekaragaman hayati adalah hilangnya habitat yang cocok.
Mengurangi hilangnya habitat adalah cara paling penting untuk melestarikan lingkungan.
Hilangnya habitat telah menjadi penyebab utama kepunahan, setidaknya dalam kepunahan
vertebrata baru-baru ini. Di banyak wilayah di dunia, terutama di pulau-pulau dan tempat-
tempat di mana populasi manusia tinggi, sebagian besar habitat alami telah rusak. Sejak
Konperensi Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, Indonesia telah kehilangan 15 juta hektar hutan
akibat kegiatan pembalakan, dan 73% dari kegiatan tersebut dilakukan secara illegal. Apabila
kegiatan pembalakan illegal berlangsung dengan laju seperti sekarang, Bank Dunia
memprakirakan bahwa hutan hujan tropis dataran rendah akan hilang dari daratan Sumatera
pada tahun 2005 dan dari Kalimantan pada tahun 2010. Terganggunya keanekaragaman
hayati di Indonesia diakibatkan juga oleh kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran tersebut
terutama disebabkan oleh pembukaan areal perkebunan dan perambahan hutan serta
diperparah oleh kekeringan akibat adanya El Nino. Delapan puluh persen kebakaran hutan dan
lahan yang terjadi di Indonesia, khususnya di Sumatera dan Kalimantan, terjadi karena kegiatan
pembukaan areal perkebunan. Ancaman akibat kebakaran hutan dapat berupa penurunan
populasi, menurunnya variasi genetik dari suatu species karena hilangnya populasi lokal, atau
bahkan hilangnya species. Kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan pada tahun 1997
diperkirakan telah menurunkan populasi orang utan sampai 33%.
2. Degradasi habitat alami (polusi, bendungan, dll.)
Polusi adalah salah satu penyebab degradasi lingkungan yang paling halus, umumnya
disebabkan oleh pestisida, limbah, limpasan pupuk dari lahan pertanian, bahan kimia industri,
emisi dari pabrik dan mobil, dan endapan sedimen dari lereng bukit yang terkikis. Efek umum
dari pencemaran terhadap kualitas air, kualitas udara, dan bahkan iklim global menjadi
perhatian besar, tidak hanya karena ancamannya terhadap keanekaragaman hayati, tetapi juga
karena pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.
Sebagai contoh kasus, di daerah Jawa Barat, air bersih bersumber dari DAS Citarum. Citarum
merupakan salah satu sungai yang berada pada DAS di Jawa Barat, dan merupakan sungai
utama dan terbesar di Pulau Jawa. Sebanyak 9 kabupaten termasuk dalam DPS Citarum.
Menurut Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2000, Sungai Citarum dapat
dimanfaatkan sebagai air baku, air minum, perikanan dan peternakan, serta pertanian. Kondisi
yang dihadapi oleh Sungai Citarum saat ini adalah pencemaran yang terjadi akibat limbah
industri dan sampah yang dibuang sembarangan oleh penduduk sepanjang sungai. Kurang
lebih terdapat sekitar 500 industri pada DAS Citarum, dan hanya 20% saja yang mempunyai
izin untuk membuang limbah cair, sedangkan di seluruh Jawa Barat hanya kurang lebih 2%
yang mempunyai izin pembuangan limbah cair.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber daya air juga menjadi penyebab
pencemaran pada Sungai Citarum. Karena kondisi itulah, kemudian muncul program restorasi
Citarum melalui Program Citarum Harum. Restorasi bertujuan untuk mengembalikan Sungai

42 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Citarum sesuai dengan fungsinya. Bisa difungsikan Kembali menjadi sumber air baku, air
minum, perikanan dan peternakan, serta pertanian.
3. Fragmentasi habitat
Fragmentasi habitat adalah suatu proses di mana suatu area besar yang terdiri dari jenis
lingkungan tertentu berkurang ukurannya dan terbagi menjadi dua atau lebih fragmen.
Fragmen-fragmen lingkungan asli ini seringkali terisolasi satu sama lain oleh lanskap yang telah
sangat berubah dan terdegradasi. Ekspansi lahan perkebunan dalam skala besar yang
cenderung monokultur dapat secara nyata menyebabkan fragmentasi. Pada umumnya,
komoditi perkebunan yang dikembangkan merupakan jenis-jenis tanaman yang memerlukan
kondisi lingkungan seperti yang terdapat di hutan hujan dataran rendah. Padahal tipe hutan ini
memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi sehingga konversi tipe hutan ini menjadi
areal perkebunan akan menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati secara nyata.
4. Eksploitasi Species
Eksploitasi berlebihan atau overeksploitasi adalah proses pengambilan sumber daya
terbarukan sampai sumber daya tersebut menjadi berkurang. Overeksploitasi dapat berujung
pada kehancuran sumber daya. Overkesploitasi terjadi pada sumber daya alam, misalnya
tanaman obat liar, padang rumpur, cadangan ikan, hutan dan cadangan air. Overeksploitasi
merupakan satu dari lima kegiatan utama yang mengancam keanekaragaman hayati global
(David S. Wilcove, 1998). Para ekologis menggunakan istilah ini untuk menggambarkan
populasi yang dipanen sampai pada titik keberlanjutannya terganggu. Hal ini berdampak lebih
lanjutnya pada tingkat kematian dan kapasitas perkembangbiakan populasi tersebut. Selain
berakibat pada kemungkinan kepunahan di tingkat populasi, bisa juga berdampak pada
kepunahan seluruh spesies. Gambar 3.25 berikut menggambarkan bagaimana eksploitasi
spesies ikan cod Atlantik sangat dieksploitasi pada 1970-an dan 1980-an, berujung pada
penurunan populasinya pada 1992 (Frank, Petrie, Choi, & Leggett, 2005)

Gambar 3.25 Dampak eksploitasi spesies ikan cod Atlantik (Frank, Petrie, Choi, & Leggett, 2005)

Keanekaragaman Hayati Tropika 43


Perubahan Iklim
Dalam seabad ke belakang, tingkat karbon dioksida (CO2), metana, dan gas-gas lainnya terus
meningkat secara global, terutama akibat pembakaran batu bara, minyak, dan gas alam.
Pembalakan hutan untuk membuka lahan pertanian dan menjadikannya kayu bakar untuk bahan
bakar dan rumah tangga juga berkontribusi pada peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer, yang
telah meningkat dari 290 menjadi 387 ppm selama 100 tahun terakhir dan diproyeksikan akan
berlipat ganda di paruh kedua abad ini.
Sebagai akibat dari perubahan iklim global, wilayah iklim di zona suhu utara dan selatan akan
bergeser ke arah kutub, memaksa spesies untuk bermigrasi. Akibatnya banyak spesies tidak akan
dapat menyebar dengan cukup cepat untuk mengimbangi perubahan iklim. Fragmentasi habitat
yang disebabkan oleh aktivitas manusia dapat memperlambat atau mencegah banyak spesies
bermigrasi ke habitat baru atau menghindari kenaikan permukaan laut. Banyak spesies dengan
distribusi terbatas dan kemampuan penyebaran yang buruk akan punah. Mamalia endemik yang
terbatas pada puncak gunung yang terisolasi atau spesies ikan yang ditemukan di satu danau adalah
contoh spesies yang tidak akan dapat dengan mudah melintasi lingkungan yang tidak ramah untuk
mencapai habitatnya baru. Saat ini, kenaikan suhu air dan naiknya permukaan air laut telah
mempengaruhi spesies laut.

Eksploitasi Berlebihan
Manusia berburu dan memanen makanan dan sumber daya alam lain yang mereka butuhkan untuk
bertahan hidup. Selama populasi manusia kecil dan metode pengumpulannya sederhana, maka
panen dan berburu akan tetap berkelanjutan (sustainability). Dalam masyarakat tradisional,
pembatasan sering diberlakukan untuk mencegah eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Misalnya, mengontrol dengan ketat hak pemanenan pada wilayah tertentu, atau melarang berburu
di daerah tertentu, atau sering kali ada larangan untuk memburu hewan betina dan anaknya, dan
individu yang berukuran terlalu kecil.
Ketika populasi manusia meningkat jumlahnya, eksploitasi terhadap lingkungan meningkat dan
metode panen menjadi lebih efisien secara dramatis. Hal ini telah banyak mengurangi hewan-hewan
berukuran besar banyak komunitas biologis, meninggalkan habitat kosong. Di hutan hujan tropis
dan sabana, sekarang perburuan menggunakan senapan sebagai pengganti sumpit, tombak, atau
panah. Peningkatan prosentase perdagangan satwa dari golongan Mammalia yang ada di Indonesia
telah terjadi, yaitu dari 25% dari total species yang ada pada tahun 1996 menjadi 32% pada tahun
2000. Sementara itu, jatah pengambilan (kuota) berbagai jenis satwa untuk diperdagangkan
seringkali tidak didasarkan pada perhitungan yang akurat mengenai status populasi dan distribusi
mereka di alam. Di lautan, ikan ditangkap oleh kapal-kapal yang sangat besar dan hasilnya dijual di
pasar global. Bahkan nelayan skala kecil pun sekarang memiliki motor tempel di atas kano dan kapal
mereka untuk menangkap ikan di daerah yang lebih luas dengan waktu yang lebih cepat untuk hasil
yang lebih banyak.

b. Konservasi Keanekaragaman Hayati


Konservasi keanekaragaman hayati sangat penting karena, pertama, keanekaragaman itu
berada dalam ancaman kepunahan, kedua karena keanekaragaman itu dapat memberikan manfaat
langsung dan tidak langsung bagi umat manusia dan sangat penting bagi kesejahteraan manusia.
Ancaman terhadap keanekaragaman hayati sebagai akibat dari kegiatan antropogenik tidak
sama untuk semua spesies. Beberapa spesies berada dalam bahaya kepunahan daripada yang lain.
Bahaya-bahaya ini harus dievaluasi dengan cermat, sehingga spesies yang terpapar risiko tertinggi
dapat diberi prioritas lebih tinggi untuk konservasi. Namun, harus juga diingat bahwa tingkat

44 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


ancaman sering berubah dengan cepat dan tidak terduga. Dengan demikian, suatu daerah dapat
tiba-tiba berada di bawah ancaman pembangunan industri, pembangunan jalan, atau pembalakan
hutan.
The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN, sekarang
dikenal sebagai World Conservation Union) telah mengembangkan sistem kategori status
konservasi, yang didasarkan pada pengetahuan rinci tentang dinamika populasi dan karakteristik
spesies yang bersangkutan, sehingga Kategori IUCN Red Lists yang dipanggil (IUCN, 2001)
menggunakan kategori-kategori ini, misalnya, spesies 'Terancam Punah' akan diberikan prioritas
konservasi yang lebih tinggi daripada spesies 'Rentan' (Gambar 3.26).

Spellerberg dan Hardes (1992) menyatakan bahwa konservasi keanekaragaman hayati


bertujuan untuk menjaga keanekaragaman organisme, habitatnya, dan keterkaitan antara
organisme dan lingkungannya. Untuk mencapai hal tersebut konservasionis harus dengan jelas
mendefinisikan dan memahami proses yang terlibat, dan kemudian berusaha mengembangkan
teknik praktis untuk mencapai tujuan ini. Ketika melakukan praktik konservasi tertentu, seorang ahli
konservasi harus menggunakan pengetahuannya tentang genetika, ekologi, geografi, taksonomi,
dan banyak disiplin ilmu lain untuk memahami dan mengelola keanekaragaman hayati yang sedang
dikonservasi.

Gambar 3.26 Struktur kategori ancaman IUCN (IUCN, 2001)

Metode Konservasi

Pengembangkan metodologi yang tepat untuk konservasi keanekaragaman hayati, khususnya di


daerah tropis sangat diperlukan. Daerah tropis di dunia memiliki tingkat keanekaragaman hayati
tertinggi, namun fauna dan floranya paling tidak dikenal dan paling terancam. Selain itu, negara-negara
tropis memiliki sedikit konservasionis dan seringkali mereka kurang terlatih. Dari sisi metodologi,
hamper semua metoda dan Teknik yang digunakan dalam konservasi keanekaragaman hayati berasal
dari negara di belahan bumi bagian utara yang secara klimatologi sangat berbeda dengan daerah tropis.
Hal ini menyebabkan penggunaan metode dan teknik konservasi tidak dapat diterapkan begitu saja.
Disinilah peran para ahli biologi, khususnya ekologi dalam pengembangan metode dan Teknik yang
sesuai dengan kondisi daerah tropis.

Keanekaragaman Hayati Tropika 45


Maxted et al. (1997) menanggapi kebutuhan ini dengan mengusulkan model untuk konservasi
keanekaragaman genetik tanaman dan hewan (Gambar 3.28) untuk memperjelas dan meningkatkan
metodologi dan program penelitian yang saat ini memungkinkan para ilmuwan untuk
mengklasifikasikan, melestarikan, mengelola, dan memanfaatkan keanekaragaman hayati.

Konservasi In situ

Konservasi in situ adalah konservasi ekosistem dan habitat alami serta pemeliharaan dan pemulihan
populasi spesies yang layak di lingkungan alaminya dan, dalam kasus spesies domestikasi atau
budidaya, di lingkungan di mana mereka telah mengembangkan sifat khasnya.

Teknik in situ melibatkan pemeliharaan variasi genetik di lokasi di mana ia ditemukan, baik di alam liar
atau dalam sistem pertanian tradisional. Melalui konservasi in-situ ini proses spesiasi dapat lebih
terjamin. Mayoritas cagar alam dan taman nasional yang ada didirikan untuk melestarikan megafauna
atau untuk melindungi bentang alam yang indah secara estetika. Gambar 3.36 memperlihatkan upaya
pelepasliaran Komodo (Varanus komodoensis) di habitat aslinya di Taman Nasional Komodo, Nusa
Tenggara Timur, Indonesia.

Gambar 3.27 Komodo di Taman Nasional Komodo sebagai tempat konservasi in situ
(Sumber: https://tirto.id/rencana-pulau-komodo-ditutup-untuk-pelestarian-perlukah-deW7)

46 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Gambar 3.28 Model konservasi keanekaragaman hayati (Maxted et al., 1997)

Keanekaragaman Hayati Tropika 47


Konservasi Ex Situ

Konservasi ex situ berarti konservasi komponen keanekaragaman hayati di luar habitat aslinya.
Ada perbedaan mendasar yang jelas antara ex situ dan in situ: konservasi in situ melibatkan lokasi,
peruntukan, pengelolaan, dan pemantauan taksa sasaran di mana mereka ditemui, sedangkan
konservasi ex situ melibatkan lokasi, pengambilan sampel, transfer, dan penyimpanan taksa target dari
area target. Karena perbedaan mendasar ini, ada sedikit tumpang tindih antara kedua strategi. Namun,
kedua teknik tersebut tidak harus dilihat sebagai alternatif, mereka saling melengkapi dan harus
diterapkan bersama-sama untuk memastikan pemeliharaan keanekaragaman yang maksimal.

Dalam konservasi ex situ, variasi genetik dipertahankan jauh dari lokasi aslinya dan sampel spesies,
subspesies, atau varietas diambil dan dilestarikan baik sebagai koleksi hidup tanaman atau hewan di
gen bank lapangan, kebun botani atau zoologi, dan arboretum, atau sebagai sampel benih, semen,
ovula, umbi, eksplan jaringan, serbuk sari, atau DNA yang dipelihara dalam kondisi buatan khusus.

Produk Konservasi

Produk kegiatan konservasi adalah umumnya plasma nutfah yang dikonservasi (benih, embrio, semen,
dan ovula), tanaman hidup dan hewan, tanaman kering, kultur, dan data konservasi. Benih lama yang
diawetkan ex situ (gambar 3.29) atau semen hewan dan ovula biasanya disimpan di bank gen atau
semen pada suhu di bawah nol dan, untuk benih, kadar air rendah untuk memperpanjang hidup mereka.
Tumbuhan atau hewan hidup dilestarikan dalam cagar genetik, lahan gen bank, kebun botani atau
zoologi, atau taman dan laboratorium penelitian. Plasma nutfah yang disimpan dalam bentuk
tersuspensi, seperti jaringan, serbuk sari, atau DNA, disimpan sebagai kultur di fasilitas laboratorium
spesialis. Spesimen tanaman voucher kering disimpan di herbarium dan dihubungkan dengan sampel
plasma nutfah tertentu, dan sebanyak mungkin mewakili populasi yang dilindungi. Materi yang
dilestarikan harus terhubung dengan berbagai data identitas yang merinci asal taksonomi, geografis,
dan ekologis materi tersebut. Semua data identitas harus dimasukkan ke dalam database dan tersedia
untuk pengelolaan bahan, perumusan prioritas dan strategi konservasi di masa depan.

Gambar 3.29 Peneliti memeriksa awetan benih di Millenium Seed Bank Vault, Royal Botanic Garden,
London, Inggris sebagai tempat penyimpanan produk konservasi
(Sumber: https://www.kew.org/)

48 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


c. Inventarisasi dan Pemantauan Biodiversitas

Penelitian keanekaragaman hayati di Kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia seperti


umumnya studi biologi tropika, masih terbatas. Namun, studi yang dilakukan dengan baik akan
memberikan banyak inspirasi dan contoh yang bermanfaat luas. Inventarisasi merupakan salah satu
dasar penting bagi penilaian keragaman hayati, dan dengan demikian pengembangan panduan
lapangan pun menjadi prasyarat penting.

Satwa liar memiliki peranan penting di dalam keseimbangan ekosistem hutan hujan tropis.
Keanekaragaman jenis dan keanekaragaman fungsionalnya berkontribusi pada dinamika proses dari
suatu ekosistem. Misalnya, beberapa kelompok mamalia dan burung terlibat langsung dalam proses
regenerasi hutan melalui polinasi, pemencaran biji, dan siklus nutrisi. Namun demikian, mereka terus
terancam oleh perburuan, fragmentasi habitat, dan kehilangan habitat. Semua faktor ancaman tersebut
dapat menyebabkan kepunahan lokal dan pada akhirnya akan berdampak pada dinamika ekosistem
hutan secara keseluruhan.

Kemampuan untuk secara langsung memantau status dan perubahan dari populasi-populasi
satwa liar dalam konteks ruang dan waktu adalah elemen kunci dari konservasi dan pengelolaan
ekosistem. Inventarisasi populasi satwa liar merupakan langkah penting pertama dalam penyediaan
data dasar (baseline) untuk memahami struktur, kekayaan, kelimpahan, dan sebaranya di habitat alami.
Kegiatan inventarisasi dan pemantauan satwa liar menggunakan perangkap kamera yang masih
berlangsung hingga sekarang. Perangkap kamera banyak digunakan dalam studi satwa liar dalam
dekade terakhir karena dinilai cukup efisien dan mudah dilakukan. Selain itu, secara lebih spesifik,
menggunakan perangkap kamera bertujuan mengestimasi kekayaan jenis, mengevaluasi upaya
pengambilan sampel, mengukur keanekaragaman spesies dan kelimpahan relatif, serta memperkirakan
tingkat okupansi dari komunitas satwaliar.

Sebagai contoh, pada kegiatan inventarisasi dan pemantauan keanekaragaman satwa liar yang
dilakukan oleh IAR (International Animal Rescue) tahun 2019 di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya,
Kalimantan Barat, Indonesia. Lokasi ini adalah kawasan penting sebagai “rumah” bagi satwa liar dan
beragam kekayaan hayati lainya. Selain avifauna (burung) dan herpetofauna (reptil dan amfibi), mamalia
merupakan kelompok satwaliar dengan kekayaan dan keragaman serta peran ekologis yang sangat
penting.

Seperti yang dilaporkan oleh Suciadi (2019), dari sebanyak 21-unit kamera jebak yang dipasang
di area seluas ±7,4 kilometer persegi (±740 hektar), seperti terlihat pada gambar 3.30, di dalam 1.424
hari perangkap kamera tercatat sedikitnya terdapat 17 jenis satwa liar termasuk 15 jenis mamalia
berukuran sedang dan besar serta dua jenis burung. Sejak April 2019 hingga Agustus /2019, diperoleh
total 148 gambar independen, di antaranya dapat diidentifikasi hingga tingkat spesies. Spesies yang
paling sering tertangkap perangkap kamera adalah beruk (Macaca nemestrina, 32 foto) dengan rerata
tingkat jebakan 3,32 foto independen per 100 hari jebak, diikuti oleh kijang merah (Muntiacus
atherodes, 20 foto, tingkat jebakan 2,04), dan kijang muntjak (Muntiacus muntjak, 15 foto, tingkat
jebakan 1,47). Beruk merupakan spesies yang tertangkap jebakan hampir di semua lokasi perangkap
kamera.

Keanekaragaman Hayati Tropika 49


Gambar 3.30 Pantauan kamera jebak yang memperlihatkan Kucing Teluk (Pardofelis badia) di
kawasan TNBBBR (Suciadi, 2019)

Indeks keanekaragaman spesies juga digunakan sebagai parameter dasar untuk program pengelolaan
satwa liar yang bertujuan untuk memantau struktur dan komposisi komunitas satwa liar dari waktu ke
waktu. Indeks keanekaragaman yang paling umum digunakan dalam ekologi adalah keanekaragaman
Shannon-Wiener dan keanekaragaman Simpson. Keanekaragaman Shannon-Wiener dan Simpson
meningkat seiring dengan meningkatnya kekayaan jenis, untuk pola kemerataan tertentu, dan
meningkat seiring dengan meningkatnya kemerataan.

Seperti yang sudah diulas pada kegiatan belajar-1 bahwa keanekaragaman hayati didefinisikan dan
diukur sebagai atribut yang memiliki dua komponen utama, yakni kekayaan spesies (species richness)
dan kemerataan spesies (species evenness). Pengukuran kenekaragaman hayati dilakukan karena ada
kaitan antara keanekaragaman hayati yang tinggi dengan kondisi “Kesehatan” suatu ekosistem. Ragam
komunitas diyakini dapat meningkatkan stabilitas, produktivitas, dan resistensi terhadap kemungkinan
adanya invasi dan gangguan lainnya.

Pentingnya Pemantauan Keanekaragaman Hayati

Suatu habitat yang beragam dengan keanekaragaman tumbuhan di dalamnya memiliki banyak
manfaat, diantaranya:

1. Menyediakan sumber makanan berbagai jenis serangga dan vertebrata.


2. Stabilitas yang dimiliki tumbuhan tertentu dalam suatu komunitas yang mampu bertahan dari
kondisi yang kurang menguntungkan seperti: kekeringan, wabah serangga, dan/atau wabah
penyakit memberikan perlindungan bagi kualitas tanah.
3. Tumbuhan mengandung berbagai materi genetik yang mungkin berguna dalam kelangsungan
hidup jangka panjang dan stabilitas komunitas.
4. Komunitas mendapatbanyak manfaat dari keberadaan tumbuhan:
a. Kesuburan tanah meningkat dengan aktifitas daur nitrogen, yang meliputi kegiatan oksidasi
limbah nitrogen dalam tanah dan penyerapannya oleh tumbuhan untuk digunakan dalam
proses asimilasi.

50 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


b.
beberapa spesies tumbuhan bisa hidup bersama sehingga keduanya dapat bertahan hidup
secara komensalisme maupun mutualisme, sehingga komunitas yang beragam dapat lebih
stabil.
5. Komunitas tumbuhan memiliki relung yang jelas, sehingga secara teori memiliki kemungkinan yang
lebih kecil untuk diserang oleh spesies invasif berbahaya atau oportunis.

Keanekaragaman hayati yang tinggi juga menyimpan dampak negatif, walaupun hal ini jarang sekali
disinggung. Dampak negatif contohnya adalah kehadiran beragam spesies tumbuhan/hewan
pendatang yang terkadang menguasai habitat yang dapat menyebabkan hilangna spesies asli
setempat. Komunitas yang beragam sering kali menjadi pertanda suatu habitat telah terfragmentasi
atau sedikit terdegradasi, ditunjukkan dengan kekayaan spesies yang disumbang oleh spesies
pengganggu. Komunitas tumbuhan dengan keanekaragaman tinggi dapat lebih sulit dikelola untuk
aktivitas pengembalaan (grazing) karena spesies tanaman yang berbeda memiliki toleransi
penggembalaan yang berbeda dan laju perkembangan fenologis yang berbeda.Banyak komunitas
tumbuhan yang sangat stabil walaupun dengan sedikit spesies yang beradaptasi dengan lingkungan.

R.H.Whittaker (1960) adalah orang yang pertama kali memperluas konsep keanekaragaman dalam
komunitas menjadi komponen keanekaragaman yang berkaitan dengan penataannya dalam lansekap.
Selain keragaman dalam komunitas, ia juga mempertimbangkan heterogenitas di antara komunitas dan
keseluruhan keanekaragaman pada suatu wilayah.Ia kemudian menggambarkan komponen spasial
keanekaragaman hayati dan memperkenalkan istilah keanekaragaman alfa, beta, dan gamma.

 Keragaman alfa = kekayaan dan kemerataan individu dalam suatu habitat. Misalnya pada gambar
1, Keanekaragaman Alpha di lokasi A = 7 spesies, lokasi B = 5 spesies, lokasi C = 7 spesies.

 Keragaman beta = memperlihatkan keanekaragaman antar habitat. Sebagai contoh pada gambar
1, Keragaman Beta terbesar diamati antara lokasi A dan C yang memiliki 10 spesies yang berbeda
dan 2 spesies yang sama.

 Keragaman Gamma = menunjukkan keanekaragaman lanskap atau keanekaragaman habitat dalam


lanskap atau wilayah. Contoh pada gambar 3.31, keanekaragaman gamma dalam 3 habitat dengan
total keanekaragaman 12 spesies.

Lokasi A = 7 spesies A vs B = 8 species

Lokasi B = 5 spesies B vs C = 4 species

Lokasi C = 7 spesies A vs C = 10 species

Gambar 3.31 Gambaran umum keanekaragaman alfa, beta, dan gamma ( (Launchbaugh, 2020)

Keanekaragaman Hayati Tropika 51


Pendekatan untuk Memperkirakan Keanekaragaman dan Dominasi

Sebuah ekosistem sangat bergantung pada kontribusi dan distribusi masing-masing organisme yang
hidup di dalamnya. Ekosistem dengan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi akan lebih
tahan terhadap perubahan lingkungan dan dampak manusia. Kemudian bagaimana Keanekaragaman
hayati bisa diukur?. Berbagai teknik dan skala/indeks telah dikembangkan untuk mengukur
keanekaragaman hayati, salah satunya adalah indeks keanekaragaman hayati (biodiversitas). Gagasan
utama dari adanya indeks keanekaragaman hayati adalah untuk memperoleh estimasi kuantitatif dari
variabilitas makhluk hidup yang dapat digunakan untuk membandingkan entitas biologis dalam ruang
atau waktu tertentu. Ada berbagai jenis indeks keanekaragaman dan para peneliti dapat menggunakan
lebih dari satu. Pada modul ini akan dibahas tiga di antaranya, yakni:

1) Kekayaan Spesies (Species Richness)


Kekayaan spesies menggambarkan jumlah spesies berbeda yang ada di suatu daerah (lebih banyak
spesies = kekayaan lebih besar). Perhatikan Gambar untuk menunjukkan kekayaan spesies pada
suatu plot. Indeks ini adalah hitungan spesies, dan tidak memperhitungkan kelimpahan spesies.
Semakin banyak spesies hadir dalam sampel, semakin kaya daerah tersebut. Pada Gambar 3.32
pada suatu komunitas terdapat dengan 5 spesies (Spesies A, B, C, D, E) dengan kelimpahan yang
berbeda.

Gambar 3.32 Suatu komunitas dengan 5 spesies (Spesies A, B, C, D, E)

2) Kemerataan spesies (Species Evenness)


Kemerataan spesies menggambarkan kelimpahan relatif dari spesies yang berbeda di suatu daerah
(kelimpahan yang sama = lebih merata). Kemerataan spesies menunjukkan mengungkapkan
bagaimana individu yang homogen dalam suatu komunitas terdistribusi di antara spesies yang
berbeda. Makna dari Indeks Kemerataan Spesies ini adalah apabila suatu ekosistem (komunitas)
memiliki indeks yang tinggi, maka tidak terdapat spesies yang kelimpahannya sangat menonjol
dibandingkan spesies-spesies lain. Secara matematis, Indeks Kemerataan Spesies yang tinggi akan
menyertai Indeks Keanekaragaman yang tinggi pula. Sebagai contoh, sebuah lokasi penelitian di
mana 99,9% individu milik spesies yang sama tidak terdistribusi secara merata seperti pada
Gambar 3.33.

52 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


(A)

(B)

Gambar3.33 Jumlah individu lima spesies terdistribusi merata pada suatu komunitas (gambar A)
dan Jumlah individu lima spesies terdistribusi tidak merata pada suatu komunitas (gambar B).

Keanekaragaman Hayati Tropika 53


3) Indeks Simpson (D)

Beberapa indeks dan pengukuran kuantitatif telah banyak dikembangkan untuk pengukuran
keanekaragaman hayati. Indeks Simpson menggabungkan kekayaan spesies dan kemerataan
spesies dalam satu angka. Sebuah komunitas yang didominasi oleh satu atau dua spesies dianggap
kurang beragam daripada terdapat komunitas di mana beberapa spesies berbeda memiliki
kelimpahan yang serupa. Saat kekayaan dan kemerataan spesies meningkat, keanekaragaman pun
meningkat. Indeks Simpson berkisar dari 0 hingga 1, di mana 0 berarti tidak ada perbedaan dan 1
berarti keragaman tak terbatas. Indeks Simson’s dinyatakan dalam D untuk menunjukkan
probabilitas bahwa dua individu yang dipilih secara acak dalam suatu komunitas. Semakin besar
nilai D, semakin rendah keanekaragamannya, sebaliknya semakin rendah nilai D, semakin tinggi
keanekaragamannya. Indeks Simpson’s dihitung dengan rumus :


Keterangan:
D = indeks Simpson’s
N = total jumlah individu yang dikoleksi
ni = jumlah individu species ke i

Saat menggunakan indeks Simpson’s untuk analisis kuantitatif, harus dipastikan bahwa nilai yang
dihitung berada pada kisaran nol hingga 1 (0 < D < 1). Suatu ekosistem semakin beragam
(heterogen) saat nilai indeks Simpson’s (D) semakin mendekati nilai nol, sebaliknya semakin
mendekati angka satu mengindikasikan ekosistem semakin kurang beragam (homogen).

Indeks Keanekaragaman Simpson (1 – D)


Nilai indeks ini berkisar dalam kisaran 0 dan 1, namun semakin besar nilainya, semakin besar
keragaman sampel. Dalam hal ini, indeks mewakili kemungkinan bahwa dua individu yang dipilih
secara acak dari sampel akan mewakili spesies yang berbeda.

Indeks Simpson Resiprokal (1/D)


Nilai indeks ini dimulai dengan 1 sebagai angka terendah. Angka ini akan mewakili komunitas yang
hanya mengandung satu spesies. Semakin tinggi nilainya, semakin besar keanekaragamannya.
Nilai maksimum adalah jumlah spesies (atau kategori lain yang digunakan) dalam sampel, misalnya
jika ada lima spesies dalam sampel, maka nilai maksimumnya adalah 5.

4) Indeks Shannon-Wiener (H’)

Indeks ini merupakan indeks keanekaragaman yang relatif paling dikenal dan paling banyak
digunakan. Indeks Shannon-Wiener dihitung dengan formula berikut :

ln Atau
~ ~

54 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Keterangan:
Pi = ∑ni/N
H’ = Indeks Keragaman Shannon-Wiener
Pi = Jumlah individu suatu spesies/jumlah total seluruh spesies
ni = Jumlah individu spesies ke-I
N = Jumlah total individu.

Untuk lebih memahami bagaiman perhitungan keanekaragaman hayati menggunakan indeks Simpson
dan indeks Shannon-Wiener (H’), bisa mencemati contoh kasus berikut:

Data berikut memperlihatkan rerata kepadatan beberapa populasi tumbuhan (individu/m2) pada dua
lokasi yang berbeda (lokasi A dan B). Kondisi keanekaragaman hayati di kedua lokasi tersebut bisa
dipantau berdasarkan analisis kuantitatif menggunakan indeks Simpson (D) dan indeks Shannon-
Wiener (H’).

Kepadatan populasi (individu/m2)


No. Spesies
Lokasi A Lokasi B
1 Species A 3 7
2 Species B 3 2
3 Species C 3 0

Perhitungan Indeks Simpson’s (D) untuk masing-masing lokasi, untuk memudahkan bisa dibuat dalam
tabel.

n
No. Spesies n/N ln n/N n/N x ln n/N
(individu/m2)
1 Species A 3 0,333 -1.099 -0.366
2 Species B 3 0,333 -1.099 -0.366
3 Species C 3 0,333 -1.099 -0.366
Total N=9 1 - 1,099

Nilai total perhitungan penjumlahan nilai n/N x ln n/N pada tabel adalah indeks Shannon-Wiener (H’)
untuk lokasi A, yakni 1,099 (nilai akhir menjadi positif karena pada rumus bertanda negative, sehingga
hasil akhir menjadi positif). Dengan perhitungan yang sama untuk lokasi B:

n
No. Spesies n/N ln n/N n/N x ln n/N
(individu/m2)
1 Species A 7 0.778 -0.251 -0.195
2 Species B 2 0.222 -1.504 -0.334
3 Species C 0 0 0 0
Total N=9 - 0,530

Berdasarkan perhitungan indeks keanekaragaman menggunakan indeks Shannon-Wiener (H’),


diperoleh nilai indeks untuk lokasi A = 1,099 dan lokasi B = 0,530.

Keanekaragaman Hayati Tropika 55


Perhitungan Indeks Simpson’s (D) untuk lokasi A dan B:

n
No. Spesies n-1 n(n-1) n(n-1)/ N(N-1)
(individu/m2)
1 Species A 3 2 6 0.083
2 Species B 3 2 6 0.083
3 Species C 3 2 6 0.083
Total N=9
N(N-1) = 9 x 8 = 72 0,167

Nilai Indeks Simpson’s (lokasi A):

n
No. Spesies n-1 n(n-1) n(n-1)/ N(N-1)
(individu/m2)
1 Species A 7 6 42 0.583
2 Species B 2 1 2 0.028
3 Species C 0 0 0 0
Total N=9
N(N-1) = 9 x 8 = 72 0.611

Berdasarkan analisis kuantitatif keanekaragaman spesies di lokasi A dan B menggunakan


perbandingan indeks Simpson dan indeks Shannon-Wiener (H’), dapat diperoleh penjelasan bahwa
keanekaragaman hayati di lokasi A lebih tinggi dibandingkan lokasi B. Hal ini terlihat dari nilai indeks
keanekaragaman hayati yang diukur dengan indeks Simson’s (D) yang menunjukkan lokasi A (0,167)
memiliki indeks yang lebih rendah dari lokasi B (0,611). Hal yang serupa dibuktikan juga dengan
perhitungan indeks Shannon-Wiener (H’), indeks lokasi A lebih tinggi dibandingkan lokasi B (1,099 >
0,530). Satu hal penting yang harus difahami dengan baik adalah Indeks Keanekaragaman bersifat
matematis, bukan secara ekologis. Artinya, nilai indeks yang tinggi pada suatu daerah tidak selalu
berarti bahwa secara ekologi daerah tersebut berada pada kondisi yang baik (stabil).

4. Aktivitas Pembelajaran

Materi dalam modul ini dirancang untuk dipergunakan oleh pengguna baik dengan fasilitasi oleh
fasilitator maupun secara mandiri. Mulailah dengan membaca bagian pendahuluan, petunjuk
penggunaan, pengantar modul, dan tujuan pembelajaran. Adapun kegiatan pembelajaran yang dapat
dilaksanakan untuk mempelajari kegiatan belajar 3 adalah membandingkan keanekaragaman hayati
pada dua komunitas berbeda melalui analisis kuantitatif. Silahkan mengikuti kegiatan yang ada pada
lembar kerja-3!

56 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


LEMBAR KERJA -3
Studi Kasus Analisis Kuantitatif Keanekaragaman Hayati

TUJUAN:
(1) Mengukur Tingkat Keanekaragaman Hayati pada komunitas di hutan Mangrove.
(2) membandingkan tingkat keanekaragaman hayati berdasarkan parameter kuantitatif
keanekaragaman hayati.

KEGIATAN:

STUDI KASUS:

Seorang peneliti membandingkan dua plot pada komunitas hutan Mangrove di dua lokasi yang berbeda
di Kawasan Pantai Selatan Pulau Jawa. Data hasil pengamatan kepadatan populasi tumbuhan
Mangrove pada kedua lokasi tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Data Pengamatan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove

No. Nama Spesies Lokasi A Lokasi B


1 Avicennia marina 156 65
2 Bruguiera cylindrica 176 55
3 Avicenia alba 43 45
4 Ceriops decandra 56 32
5 Rhizopora mucronata 25 67
6 Sonneratia alba 15 25
7 Rhizopora apiculata 1 70
8 Sonneratia caseolaris, 0 28
9 Avicennia officinalis 0 40

Berdasarkan analisis kuantitatif terhadap dua lokasi pada ekosistem hutan bakau:
1. Lokasi manakah yang yang memiliki kekayaan spesies terbesar? jelaskan!
2. Lokasi manakah yang memiliki kemerataan spesies terbesar? jelaskan!
3. Lokasi manakah memiliki keanekaragaman terbesar berdasarkan analisis kuantitatif
menggunakan indeks Shannon Weiner (H ')?
4. Lokasi manakah yang menunjukkan adanya dominasi oleh beberapa spesies (kemerataan
rendah) berdasarkan analisis Indeks Simpson (D)?

5. Tugas

Setelah anda mempelajari materi tantangan dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati pada
kegiatan belajar-3 dan melakukan aktivitas pembelajaran dalam modul. Dalam kapasitas anda sebagai
pendidik, tuliskanlah sebuah ide kegiatan pembelajaran untuk melatihkan bagaimana melakukan
analisis keanekaragaman hayati pada suatu komunitas dan upaya pelestariannya secara sederhana
kepada siswa anda di kelas!. Anda dibebaskan menyusun ide skenario pembelajaran sesuai jenjang
kelas yang diampu dan disesuaikan dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa anda sesuai
jenjangnya. Pergunakan format penyusunan rancangan skenario pembelajaran yang terdapat pada
lampiran modul ini untuk menuangkan ide skenario pembelajaran yang akan anda susun!

Keanekaragaman Hayati Tropika 57


6. Refleksi

Setelah Anda mempelajari seluruh materi dalam modul ini, lakukanlah refleksi agar Anda mengetahui
sejauh mana Anda memahami materi dan materi apa yang belum Anda kuasai dalam modul ini.

Pertanyaan berikut membantu Anda dalam melakukan refleksi diri.


(1) Dalam modul ini saya sudah mempelajari dan memahami tentang:
(Buatlah rangkuman materi yang Anda pelajari dalam bentuk mindmap.)

(2) Saya masih belum memahami beberapa hal terkait materi dalam modul sebagai berikut.
(Tuliskan point-point yang belum Anda pahami pada kolom ini.)

(3) Hal menarik yang saya temui selama mempelajari modul ini adalah:
(Jelaskan hal menarik yang Anda temui saat mempelajari modul ini, misalnya: gambar yang ditampilkan, contoh kegiatan
praktik, hal-hal yang baru, soal-soal yang diberikan, dsb.)

58 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Keanekaragaman Hayati Tropika 59
BAB 4

EVALUASI

Petunjuk pengerjaan soal:


Untuk mengevaluasi penguasaan materi Anda pada materi Keanekaragaman Hayati. Silahkan
mengerjakan evaluasi ini secara mandiri sesuai dengan alokasi waktu yang disarankan. Setelah
menyelesaikan soal latihan, Anda dapat memperkirakan tingkat keberhasilan kegiatan belajar Anda
dengan melihat kunci/rambu-rambu jawaban yang terdapat pada bagian lampiran modul ini. Standard
ketuntasan untuk materi ini adalah sebesar 85%, jika Anda menganggap pencapaian Anda masih
kurang dari 85%, sebaiknya Anda ulangi kembali mempelajari kegiatan Pembelajaran mana yang masih
dianggap perlu anda ulangi.

Bagian A. Soal Isian Pendek


Tentukan jenis tingkat keanekaragaman pada pernyataan di bawah ini! Tulis KHTG untuk yang
tergolong Keanekaragaman hayati tingkat gen, KHTS untuk yang tergolong keanekaragaman hayati
tingkat spesies, dan KHTE untuk yang tergolong keanekaragaman hayati tingkat ekosistem!

No. Pernyataan TIPE


1 Teratai di kolam dan Sargassum di laut
2 Mangga gedong gincu, mangga arum manis, dan mangga golek.
3 Jeruk nipis, jeruk bali, dan jeruk santang.
4 Talas, singkong, tomat, kemangi.
5 Jenis jamur tempe Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, dan Rhizopus
oligosphorus.
6 Tarantula dan Black widow
7 Kelapa hijau, kelapa gading, kelapa hibrida, dan kelapa kopyor.
8 Mangga kaweni, mangga golek, dan mangga cengkir.
9 Ikan nila di kolam beradaptasi dengan cara meminum sedikit air dan
mengeluarkan banyak urin, sedangkan ikan hiu di laut beradaptasi dengan cara
meminum banyak air dan mengeluarkan sedikit urin.
10 Kelabang dan kaki seribu
11 Seorang pedagang Beras mematok perbedaan harga untuk beras IR-60, Padi
Cisadane, Padi Rojolele, Pandan Wangi, dan Karawang.
12 Kunyit, jahe, kencur, lengkuas
13 Pisang raja, pisang kipas, pisang ambon, pisang nangka.
14 Jenis Durian Petruk, Durian Bangkok, Durian Petruk, Durian Pelangi.
15 Perbedaan warna iris mata, bentuk hidung dan warna rambut pada manusia.
16 Keledai yang kawin dengan kuda menghasilkan keturunan jenis “Mule” yang
mandul.
17 Jeruk Limau, Jeruk nipis, jeruk Keprok, Jeruk garut.
18 Burung jalak, Burung Kakatua, Burung Merpati

60 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


19 Anjing Helder, Anjing Chihuahua, Anjing Bulldog, Anjing Poodle, Anjing Siberian
Husky
20 Liger hasil perkawinan Harimau dan Singa yang memiliki ukuran jauh lebih besar
dari singa jantan.
21 Variasi hutan bakau di kawasan sepanjang pantai selatan pulau Jawa.
22 Buah Mahkota Dewa yang di tanam di Bengkulu memiliki khasiat yang berbeda
dengan yang di tanaman di pulau Jawa.
23 Kucing Anggora, Kucing Persian long hair, Kucing garong (Pantherette), Kucing
Poodle
24 Ras pada manusia seperti negro, kaukasoid, Melanesia, Amerika, Australia,
mongoloid, dll.
25 Golongan darah A, B, O, AB pada manusia.
26 Gajah Afrika dan Gajah Asia
27 Labu siam, labu parang, labu Kuning, Kabucha
28 Anggrek Vanda, Anggrek Hitam, Anggrek Bulan, Anggrek Tanah.
29 Bunga Dahlia, bunga matahari, bunga sepatu, bunga mawar, bunga sedap malam.
30 Hutan hujan tropis di kawasan Borneo, Gunung Gede dan Taman Nasional Kerinci
Seblat.
31 Harimau, Singa, Macan tutul, Macan kumbang, harimau benggala.
32 Ayam Ras, Ayam Kate, Ayam Kampung, Ayam Cemani.
33 Nangka, Cempedak, Sirsak
34 Hewan Filum Porifera dan Coelenterata membentuk terumbu karang.
35 Kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kacang Pistachios, Kacang kedelai.
36 Komponen makhluk hidup di sekitar sungai berbeda dengan makhluh hidup di
sekitar danau.
37 Kucing yang dipelihara di rumah lebih ramah dibandingkan kucing hutan
38 Ikan laut berbeda dengan Ikan air tawar
39 Bakteri Salmonella parathypii yang bermutasi menjadi strain-strain bakteri yang
sifat patogenitasnya meningkat.
40 Formasi hutan bakau di Berbagai lokasi di Kawasan Asia Tenggara.

Keanekaragaman Hayati Tropika 61


Bagian B. Soal Pilihan Ganda
1. Adanya variasi antarindividu sejenis menunjukkan keanekaragaman hayati tingkat….
(A) gen
(B) jenis
(C) populasi
(D) komunitas
(E) ekosistem

2. Perhatikan gambar dibawah ini!

(Sumber: Schmidt-Küntzel, A.,2009)


Hewan-hewan tersebut merupakan contoh keanekaragaman tingkat ....
(A) gen, karena hewan-hewan tersebut dapat menghasilkan keturunan yang fertil jika disilangkan
(B) spesies, karena hewan-hewan tersebut dapat menghasilkan keturunan yang fertil jika
disilangkan
(C) spesies, karena hewan-hewan tersebut merupakan jenis yang berbeda
(D) ekosistem, karena memiliki tempat hidup yang sama
(E) ekosistem, karena memiliki peran sebagai konsumen tingkat II

3. Perhatikan gambar hewan-hewan berikut Ini :

(Sumber: Siswanto, 2017)


Gambar tersebut termasuk keanekaragaman tingkat....
(A) gen
(B) jenis
(C) populasi
(D) ekosistem
(E) habitat

62 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


4. Perhatikan beberapa kelompok organisme di bawah ini!
1) berbagai macam pohon mawar
2) berbagai macam ikan hias
3) berbagai macam pisang
4) berbagai macam burung
Keanekaragaman tingkat species ditunjukkan oleh .…
A. 1 dan 2
B. 1 dan 3
C. 2 dan 4
D. 2 dan 3
E. 3 dan 4

5. Tanaman bunga mawar warna merah dikeIompokkan menjadi satu spesies dengan tanaman
bunga mawar warna jingga karena…
(A) memiliki gen yang sama persis
(B) habitat dan warna daunnya sama
(C) cara reproduksi dan habitatnya sama
(D) jika dikawinkan menghasilkan keturunan yang fertil
(E) kesamaan kebutuhan nutrisi dan warna mahkota bunga

6. Perhatikan gambar komunitas tumbuhan berikut ini!

(Sumber: https://www.pxfuel.com)
Keempat tumbuhan tersebut menunjukkan keanekaragaman hayati pada tingkat….
(A) Gen karena menunjukkan variasi yang terdapat pada berbagai spesies
(B) Jenis karena termasuk ordo yang sama dalam familia berbeda
(C) Gen karena termasuk spesies yang sama tetapi berbeda genus
(D) jenis karena termasuk familia yang sama dengan genus berbeda.
(E) gen karena termasuk spesies berbeda dalam genus sama

7. Perkawinan silang di alam memungkinkan kopulasi dan memungkinkan terjadinya fertilisasi pada
kuda yang memiliki jumlah kromosom somatik 64 dan keledai yang memiliki kromosom somatic 62.
Hasil perkawinan keduanya menghasilkan Mule yang memiliki jumlah kromosom somatik 63.
Hingga mule mencapai fase kematangan seksual, tidak pernah dihasilkan anakan mule pada
generasi ke-2. Hal ini menunjukkan bahwa….

Keanekaragaman Hayati Tropika 63


(A) Kuda dan keledai bukan berasal dari spesies yang sama
(B) Mule bersifat fertile namun tidak memiliki kemampuan fertilisasi.
(C) Perbedaan lamanya pematangan sel kelamin menyebabkan mule sulit kawin.
(D) Kuda dan keledai berasal dari spesies yang sama namun berbeda varietas.
(E) Mule merupakan spesies baru hasil persilangan kuda dengan keledai.

8. Perhatikan gambar berikut!

(Sumber: www.pinterest.com)
Tingkat keanekaragaman hayati yang ditunjukkan oleh kedua tumbuhan di atas adalah tingkat…
(A) gen
(B) jenis
(C) populasi
(D) komunitas
(E) ekosistem

9. Perhafkan gambar berikut!

(A) (B)
(Sumber: https://www.pxfuel.com)
Kedua hewan pada gambar di atas tergolong unggas berukuran kecil. Namun, keduanya tidak
digolongkan dalam satu spesies karena….
(A) habitatnya berbeda
(B) wama bulunya berbeda
(C) jenis makanannya berbeda
(D) jumlah keturunan yang dihasilkan berbeda
(E) perkawinan keduanya tidak menghasilkan keturunan fertile

10. Dalam suatu padang rumput terdapat 215 ekor zebra. Setiap zebra memiliki pola garis berbeda-
beda. Meskipun demikian, terdapat pola-pola garis tertentu yang dimiliki setiap zebra sehingga
seekor anak zebra dapat mengenali induknya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam populasi zebra
tersebut terdapat keanekaragaman hayati tingkat….

64 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


(A) gen
(B) spesies
(C) populasi
(D) ekosistem
(E) kornunitas

11. Grafik berikut menunjukkan grafik rata-rata persentase kepunahan vertebrata di alam selama
kurun waktu tahun 1500 hingga 2014.

Berdasarkan grafik tersebut, pernyataan berikut yang TIDAK benar adalah….


(A) terjadi tren kenaikan persentase kepunahan vertebrata selama kurun waktu 500 tahun.
(B) Kelompok hewan yang paling terancam kepunahan adalah mammalia.
(C) Pasca Revolusi Industri tren kepunahan vertebrata cenderung mengalami kenaikan.
(D) kenaikan perssentase kepunahan Reptil, ikan, dan amfibi meningkat sejak 500 tahun yang
lalu.
(E) selama periode tahun 1600 hingga 1800 persentase kepunahan tertinggi terjadi pada
burung.

12. Berikut yang bukan termasuk ancaman bagi keanekaragaman hayati di Bumi adalah….
(A) Kerusakan habitat
(B) spesies invasif
(C) Kenaikan daya dukung lingkungan
(D) pencemaran lingkungan
(E) eksploitasi

Pergunakan informasi berikut untuk menjawab soal nomor 14 s.d. 16!

Seorang Peneliti membandingkan dua komunitas pada lokasi yang berbeda. Plot yang diteliti
ditunjukkan seperti gambar berikut!

Komunitas A Komunitas B

Keanekaragaman Hayati Tropika 65


13. Berdasarkan plot komunitas A, kelimpahan relatif masing-masing spesies adalah…
Kelimpahan Relatif (%)
Pilihan
Spesies A Spesies B Spesies C Spesies D
A 25 25 25 25
B 25 50 30 15
C 25 35 20 20
D 15 25 25 35
E 25 35 15 25

14. Berdasarkan plot komunitas B, kelimpahan relatif masing-masing spesies adalah…


Kelimpahan Relatif (%)
Pilihan
Spesies A Spesies B Spesies C Spesies D
A 25 25 25 25
B 80 5 5 10
C 10 80 5 5
D 15 25 25 35
E 25 35 15 25

15. Kesimpulan yang tepat yang menggambarkan kondisi keanekaragaman hayati pada komunitas A
dan B adalah….
(A) Komunitas A dan B memiliki kemerataan spesies (species evenness) yang sama, namun
kekayaan spesies (species richness) berbeda.
(B) Komunitas A dan B memiliki kekayaan spesies (species richness) yang sama, namun
kemerataan spesies (species evenness) berbeda.
(C) Komunitas A dan B keduanya memiliki kekayaan spesies (species richness) yang berbeda.
(D) Komunitas A dan B keduanya memiliki kemerataan spesies (species evenness) yang sama.
(E) kondisi keanekaragaman pada komunitas A dan komunitas B sulit digambarkan berdasarkan
informasi yang diberikan.

16. Berikut diperlihatkan grafik persentase faktor penyebab penurunan angka populasi beberapa
kelompok hewan di Bumi berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh WWF tahun 2018
terhadap 3789 populasi.

Sumber: WWF, Living Planet Report (2018)

66 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


Berdasarkan grafik tersebut secara umum faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah
populasi spesies hewan di Bumi adalah….
(A) Kerusakan habitat.
(B) Pencemaran.
(C) Eksploitasi.
(D) Perubahan iklim.
(E) Spesies penyerang dan penyakit

17. Hutan hujan tropis merupakan habitat yang paling banyak menyimpan keanekaragaman hayati.
Jenis hutan ini banyak terdapat di Kawasan Asia Tenggara. Cara pemanfaatannya agar tetap lestari
adalah…
(A) memanfaatkan sumber daya alamnya semaksimal mungkin
(B) menggunakan alat-alat modern sehingga tidak menimbulkan kerusakan
(C) membuat semua hutan menjadi kawasan tertutup
(D) menggunakan metode tebang pilih dan tanam kembali
(E) melakukan penelitian yang intensif di kawasan hutan tersebut

18. Badak bercula satu, biawak, komodo, dan burung cendrawasih termasuk sumber daya alam hayati
Indonesia yang hampir punah. Agar sumber daya alam tersebut dapat tetap bermanfaat, perlu
dijaga kelestariannya dengan cara….
(A) menjaga keseimbangan lingkungan
(B) membuat undang-undang perburuan
(C) mengadakan seleksi dan mutasi hewan tertentu.
(D) memindahkan hewan langka secara besar-besaran
(E) memperbesar populasi suatu jenis hewan langka

19. Pada suatu pemantauan keanekaragaman hayati di komunitas A, diperoleh kepadatan populasi
sebagai berikut:
No. Species Jumlah
1 Species A 5
2 SpeciesB 12
3 Species C 7
4 Species D 4
5 Species E 10
Berdasarkan data tersebut nilai Indeks Keragaman Simson’s (1 – D) pada komunitas A adalah….
(A) 0,19
(B) 0,21
(C) 0,25
(D) 0,79
(E) 0,81

20. Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara akhir-akhir ini menarik perhatian dunia dengan
ditemukannya salah satu terumbu karang terindah di dunia. Berikut ini beberapa kegiatan yang
dapat dilakukan di Kepulauan Wakatobi.
(1) Menjual karang dan ikan warna-warni dengan harga yang mahal
(2) Menjadikan Wakatobi menjadi daerah tujuan wisata bahari dengan fasilitas yang tidak
merusak terumbu karang
(3) Melestarikan terumbu karang dengan melarang siapa pun menjamah dan mendekatinya
(4) Menjadikan wilayah Wakatobi sebagai daerah perlindungan bawah air.

Keanekaragaman Hayati Tropika 67


Tindakan yang paling tepat untuk melestarikan daerah tersebut adalah....
(A) (1) dan (2)
(B) (1) dan (4)
(C) (2) dan (3)
(D) (2) dan (4)
(E) (3) dan (4)

PENILAIAN HASIL BELAJAR

SKOR:

JUMLAH BENAR

JUMLAH SALAH

NILAI
(JUMLAH BENAR/2) X 10

KETERANGAN:

Rentang Skor Keterangan


100 Istimewa
90 – 95 Sangat Baik
75 – 85 Baik
60 – 77 Cukup Baik
< 60 Kurang

68 Training Course on Environmental Education for Sustainable Development


BAB 5

PENUTUP

Seluruh materi Modul tentang Keanekaragaman Hayati sudah Anda pelajari. Anda sudah mengenal
bagaimana karakterisasi keanekaragaman hayati baik secara kualitas maupun kuantitas dan
distribusinya di Kawasan Asia Tenggara. Keanekaragaman hayati menyimpan banyak potensi yang
perlu dipelajari dan diketahui. Sehingga perlu komitmen bersama untuk menjamin perlindungan
keanekaragaman dan sumberdaya hayati dan juga pemanfaatannya yang berkelanjutan untuk
kesejahteraan masyarakat. Banyak pembelajaran yang bisa dikembangkan di unit kerja masing-masing
yang memuat materi keanekaragaman hayati di dalamnya. Anda dapat bekerja sama, berdiskusi
dengan rekan sejawat di sekolah dalam menyusun dan mengembangkan skenario pembelajaran atau
dengan komunitas belajar di MGMP IPA. Sejak saat ini anda menjadi bagian penting untuk mencegah
agar Ilmu Keanekaragaman Hayati tidak menjadi ‘disappearing science’.

Selamat mengimplementasikan ilmu yang Anda peroleh dalam Modul ini di sekolah, di kelas, tempat
Anda berkarya. Selamat bertugas dan jangan pernah berhenti belajar.

Keanekaragaman Hayati Tropika 69


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2012, May 8). Retrieved from www.mongabay.com:


https://www.mongabay.co.id/2012/05/08/segitiga-terumbu-karang-bukan-cuma-untuk-
ikan/

Anonymous. (2020, June 12). Retrieved from www.coraltrianglecenter.org.

Anonymous. (2020, June 26). Retrieved from http://www.iucnredlist.org/:


http://www.iucnredlist.org/

Anonymous. (2020, January 15). Retrieved from www.pinterest.com: www.pinterest.com

Anonymous. (2020, May 12). http://balitbu.litbang.pertanian.go.id. Retrieved from


http://balitbu.litbang.pertanian.go.id: http://balitbu.litbang.pertanian.go.id

Anonymous. (2020, May 23). https://genetics.thetech.org. Retrieved from


https://genetics.thetech.org: https://genetics.thetech.org

Anonymous. (2020, May 22). https://healingearth.ijep.net/biodiversity/photo/ecosystem-services-


photo.

Anonymous. (2020, June 27).


https://ian.umces.edu/imagelibrary/albums/userpics/15589/normal_iil_diagram_mangrove_
ecological_functions.png.

Anonymous. (2020, March 8). https://merahputih.com/post/read/taman-nasional-lore-lindu-surga-


bagi-flora-dan-fauna-endemik-sulawesi.

Anonymous. (2020, May 12). https://orator.id). Retrieved from https://orator.id)

Anonymous. (2020, June 15). https://tirto.id/rencana-pulau-komodo-ditutup-untuk-pelestarian-


perlukah-deW7 .

Anonymous. (2020, April 24). https://www.kew.org/.

Anonymous. (2020, January 22). https://www.nationalgeographic.com.

Anonymous. (2020, 05 12). https://www.plantcode.org/domestication). Retrieved from


www.plantcode.org: https://www.plantcode.org/domestication)

Anonymous. (2020). https://www.pxfuel.com.

Anonymous. (2020, July 15). https://www.thoughtco.com.

Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran 71


Augesti, A. (2019, October 1). Retrieved from www.liputan6.com:
https://www.liputan6.com/global/read/4075971/5-negara-ini-jadi-produsen-kopi-terbesar-
di-dunia-salah-satunya-indonesia

Brooks, T., Mittermeier, R., Mittermeier, C., da Fonseca, G., Rylands, A., Konstant, W., . . . Hiltin-
Taylor, C. (2002). Habitat loss and extinction in the hotspots of biodiversity. Conserv Biol 16:,
909–923.

Burke, L., Selig, E., & Spalding, M. (2002). Reefs at Risk in Southeast Asia. Washington, DC: World
Resource Institute.

C.Y., K., Fujioka., E., DiMatteo, A., Wallace, B., B.J, Hutchinson, . . . Mast., R. (2015). The State of the
World's Sea Turtles Online Database: Data provided by the SWOT Team and hosted on OBIS-
SEAMAP. Oceanic Society, Conservation International, IUCN Marine Turtle Specialist Group
(MTSG) , and Marine Geospatial Ecology Lab.

CBD. (2010). Climate Change and Biodiversity. Retrieved from


https://www.cbd.int/climate/intro.shtml

Chan, K. M., Balvanera, P., Benessaiah, K., Chapman, M., Díaz, S., Gómez-Baggethun, E., & G. R.
(2016). Opinion: Why protect nature? Rethinking values and the environment. Proceedings of
the National Academy of Sciences, 113 (6) (pp. p 1462-1465). National Academy of Sciences.

Collins. (2020, June 20). Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs). Retrieved from
https://www.genome.gov/genetics-glossary/Single-Nucleotide-Polymorphisms.

Collins FS, G. M. (1997). Variations on a theme: cataloguing human DNA sequence variation. Science
278:, 1580–1581.

Conservation International. (2004). Biodiversity Hotspots, Conservation International. Retrieved from


http://www.biodiversityhotspots.org

Coral Triangle Centre. (2017). Coral Triangle Centre Annual Report 2017. Bali: Indonesia.

Costanza, R., d'Arge, R., Groot, R., S. Farber, M. G., Hannon, B., Limburg, K., . . . Belt., P. S. (1997). The
value Of the world's ecosystem services and natural capital. Nature 387:, 253-260.

Darajati, W., Pratiwi, S., Herwinda, E., Radiansyah, A. D., Nalang, V. S., & Nooryanto, B. (2016).
Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020. Jakarta: Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS.

David S. Wilcove, D. R. (1998). Quantifying Threats to Imperiled Species in the United States:
Assessing the relative importance of habitat destruction, alien species, pollution,
overexploitation, and disease. BioScience, 607–615.

Delong, D. C. (1996). Defining Biodiversity. Wildlife Society Bulletin, 738-749.

Eldredge, N. (2000). Life in the Balance. Princeton, NJ: Princeton University Press.

Eley, T. J. (2014). Whittaker Biome Model. Multimedia Atlas of Global Warming and Climatology.

72 Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran


Ellenberg, H. (1973). Versuch einer Klassifikation der Okosysteme nach funktionalen Gesichtpunkten.
Okosystemforshung. Springer.

Entenmann, & Schmitt. (2012). Actors’ perceptions of forest biodiversity values and policy issues
related to REDD+ implementation in Peru. Biodivers Conserv, 1229–1254.

Fortes, M. (2010). The seagrass-mangrove connection as a climate change mitigation and adaptation
factor in East Asian Coasts. international symposium on integrated coastal management for
marine biodiversity in Asia. Kyoto.

Francis, C. M. (2010). The role of DNA barcodes in understanding and conservation of mammal
diversity in Southeast Asia. PLoS One 5: e12575.

Frank, K. T., Petrie, B., Choi, J. S., & Leggett, W. C. (2005). Trophic Cascades in a Formerly Cod-
Dominated Ecosystem. Science, 1621-1623.

Garces, L., Pido, M., & Pomeroy, R. (2008). Fisheries in Southeast Asia: challenges and opportunities.
In L. E. andya A, Transnational trends: Middle Eastern and Asian views. Washington, DC: The
Henry L. Stimson Center.

Gaston, K., Spicer, J., & John, I. (2004). Biodiversity: An Introduction, Second edition. united Kingdom:
Blackwell Publishing company.

Hamilton, A. J. (2004). Species diversity or biodiversity? Journal of Environmental Management , 89–


92.

Heywood and Baste, I. (1995). Global biodiversity assessment. United Kingdom: Cambridge University
Press.

Heywood, V. &. (1995). Introduction.In: Global Biodiversity Assessment. Cambridge: Cambridge


University Press.

Jompa, J., Koropitan, A. F., Juliandi, B., Suryanegara, L., Muhamad, R., Mumbunan, S., & Nasir, S.
(2019). Sains untuk Biodiversitas Indonesia. Jakarta: LIPI.

Kemdikbud RI. (2020). KBBI Daring. Retrieved from https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hayat

Kot, C., E. Fujioka, A. D., Wallace, B., Hutchinson, B., Cleary, J., Halpin, P., & Mast., R. (2015). The
State of the World's Sea Turtles Online Database. Retrieved from Oceanic Society,
Conservation International, IUCN Marine Turtle Specialist Group (MTSG), and Marine
Geospatial Ecology Lab: http://seamap.env.duke.edu/swot

Launchbaugh, K. (2020, 05 23). https://www.webpages.uidaho.edu/veg_measure/index.htm.


Retrieved from www.uidaho.edu:
https://www.webpages.uidaho.edu/veg_measure/index.htm

Laverty, M. F., Sterling, E. J., Chiles, A., & Cullman, G. (2008). Biodiversity 101. Westport: Greenwood
Press.

Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran 73


Lian P Koh, C. J. (2013). Biodiversity State and Trends in Southeast Asia. In S. A. Levin, Encyclopedia of
Biodiversity (p. 4841). Amsterdam: Academic Press.

Locky, D. A. ( 2016). Wetlands as Keystone Ecosystems: Conservation Cornerstones in Dynamically-


Changing Landscapes. 15TH International Peat Congress, 248-152.

Lovejoy, T. (1980). The Global 2000 Report to the President. New York: Penguin: The Technical
Report, vol. 2.

Maryanto, I. (2014). Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Mason, B. (2016). Maps Show Humans’ Growing Impact on the Planet. Retrieved from
https://www.nationalgeographic.com/news/2016/08/human-footprint-map-ecological-
impact/

Maxted, N. F.-L. (1997). Complementary Conservation Strategies. Plant genetic conservation, 20–55.

MEA. (2020, June 12). https://www.millenniumassessment.org/en/index.html.

Mouquet, N., D. Gravel, F. M., & Calcagno, a. V. (2013). Extending the concept of keystone species to
communities and ecosystems. Ecology Letters 16:, 1-8.

Myers, N. R. (2000). Biodiversity hotspots for conservation priorities. Nature 4032, 853–858.

Naeem, S., Ill, C., Costanza, R., Ehrlich, P., Golley, E., Hooper, D. U., . . . Tilman., D. (1999). Biodiversity
and ecosystem functioning: maintaining natural life support processes. Issues in Ecology. (4):,
2-11.

Nation, U. (2015, July 29). Retrieved from https://www.un.org:


https://www.un.org/en/development/desa/publications/world-population-prospects-2015-
revision.html

Pearce, D., Moran, D., & Biller, D. (2002). Handbood of Biodiversity Evaluation: a guide for
policemaker. France: OECD.

PRB. (2019). 2019 World Population Data Sheet. Retrieved from https://www.prb.org/worldpopdata/

Primack, R. (1993). Essentials of Conservation Biology. Sunderland: Sinauer Associates, Inc.

Pritchard, P. C., & Mortimer, J. A. (1999). Taxonomy, External Morphology, And Species
Identification, dalam Research and Management Techniques for the Conservation of Sea
Turtles. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group Publication No. 4. , 248pp.

Purvis, A. (2000). Getting the measure of biodiversity. Nature 405, pages212–219.

Richard B., P. (2010). Essentials of Conservation Biology, 5th edition. Sunderland, MA: Sinauer
Associates.

Saensouk, S., Saensouk, P., & Pasorn Chantaranothai, P. (2016). Diversity and uses of zingiberaceae in
nam nao national park, chaiyaphum and phetchabun provinces, Thailand, with a new record
for Thailand. gric. Nat. Resour., Vol.50, Issue 6, pp 445-453.

74 Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran


Sandler, R. (2012). Intrinsic Value, Ecology, and Conservation. Nature Education Knowledge 3(10):4.

Schmidt-Küntzel, A. (2009). A Domestic cat X Chromosome Linkage Map and the Sex-Linked orange
Locus: Mapping of orange, Multiple Origins and Epistasis Over nonagouti. Genetics Society of
America, 1415-1425.

Secretariat of Convention of Biological Diversity. (2000). Sustaining Life on Earth: How the Convention
on Biological Diversity Promotes Nature and Human Well-being. Montreal, Quebec.

Sheldon, F. H. (2015). Return to the Malay Archipelago: the biogeography of Sundaic rainforest birds.
Journal of Ornithology 156, 91– 113.

Sherbinin, A. (2002). A CIESIN Thematic Guide to Land-Use and Land-Cover Change. New York: The
Trustees of Columbia University.

Siswanto, D. (2017, August 8). www.dwisangpetani.com. Retrieved from


https://www.dwisangpetani.com/2017/08/aneka-ragam-jenis-mangga-terpopuler-di-
indonesia.html

Sodhi, N. (2004). Southeast Asian biodiversity: an impending disaster. Trends in Ecology & Evolution,
654-660.

Spalding, M., Green, E., & Ravilious, C. (2001). World atlas of coral reefs. Berkeley: University of
California Press.

Suciadi, H. (2019). Inventarisasi dan Pemantauan Satwa Liar untuk Konservasi Keanekaragaman
Hayati. Retrieved from http://www.internationalanimalrescue.or.id/inventarisasi-
biodiversity/

Valck, J. D., & Rolfe, J. (2018). Linking water quality impacts and benefits of ecosystem services in the
Great Barrier Reef. Elsevier, 55-66.

Whittaker, R. H. (1960). Evolution and Measurement of Species Diversity. JSTOR, 213-251 .

Whittaker, R. H. (1962). Classification of Natural Communities. Botanical Review Vol. 28, No. 1, pp. 1–
239.

Widjaja, E. A., Rahayuningsih, Y., Setijo R, J., Ubaidillah, R., Maryanto, I., Walujo, E. B., & Semiadi.
(2014). Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Williams, P., & Humphries, C. (1996). Comparing character diversity among biotas. In K. Gaston,
Biodiversity (pp. pp. 54–76). Oxford: Blackwell Science.

Zachos, F. E. (2011). Biodiversity Hotspots: Distribution and Protection of Conservation Priority Areas.
Berlin: Springer.

Zachos, F. E. (2011). iodiversity Hotspots: Distribution and Protection of Conservation Priority Areas.
Springer-Verlag.

Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran 75


GLOSARIUM

Abiotik : Mengacu pada komponen tidak hidup dari suatu ekosistem; yaitu
lingkungan kimia dan fisik.

Antropogenik : 1. Disebabkan oleh manusia; dihasilkan dari aktivitas manusia. 2. Secara


khusus, mengacu pada efek lingkungan atau perubahan yang disebabkan
atau dipengaruhi oleh aktivitas manusia; mis., pemanasan global.

Antroposentris : Berpusat pada manusia, terutama yang berkaitan dengan nilai yang
melekat dari alam.

Antroposentrisme : Posisi bahwa hanya manusia yang memiliki nilai moral atau nilai intrinsik.

Apex predator : predator yang tidak memiliki predatornya sendiri dan karenanya
menempati tingkat trofik jaring makanan tertinggi.

Biodiversitas : (keanekaragaman hayati) Keanekaragaman kehidupan di Bumi, yang


mencakup semua tingkatan organisasi biologis, dari molekul hingga gen,
populasi, spesies, ekosistem, dan seluruh biosfer. Ini adalah konsep
multidimensi yang sulit diukur, dan dalam praktiknya sebagian besar
fokusnya adalah keanekaragaman di tingkat spesies.

Biogeografis : Cabang ilmu biologi tentangkeanekaragaman hayati berdasarkan ruang


dan waktu. Cabang keilmuan ini bertujuan mengungkapkan mengenai
kehidupan suatu organisme dan apa yang mempengaruhikeberadaan dan
persebarannya.

Bioma : Komunitas ekologi darat utama dan tipe bentang alam, yang dicirikan oleh
fisiognomi yang kurang lebih seragam dari vegetasi alami potensial dan
dengan fauna dan flora yang khas, seperti hutan hujan tropis, gurun
hangat, atau padang rumput beriklim sedang.

Biosentris : Keyakinan bahwa semua makhluk hidup memiliki nilai moral atau nilai
intrinsik.
Biosfer : 1. Semua tumbuhan dan hewan di Bumi, bersama dengan habitat yang
mereka butuhkan untuk bertahan hidup jangka panjang. 2. Bagian Bumi
yang dihuni makhluk hidup.
Coral triangle : (Segitiga terumbu karang) Nama untuk kawasan, yang terletak di perairan
Asia Tenggara (mis., Indonesia dan Filipina), yang berisi keanekaragaman
terumbu karang dan organisme laut lainnya.
Degradasi : Hilangnya struktur ekosistem, produktivitas, dan keanekaragaman spesies
asli baik sementara atau permanen. Terkait langsung dengan penurunan

76 Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran


keanekaragaman hayati, degradasi meliputi pemiskinan tanah dan
perubahan hidrologis yang mengurangi ketersediaan air.

Dekomposisi : Penghancuran bahan organik seperti tanaman mati dan ganggang untuk
melepaskan karbon dan nutrisi.

Domestikasi : Proses untuk mengadaptasi hewan atau tumbuhan dari alam liar ke
keadaan terkendali secara sengaja untuk dimanfaatkan manusia.

Ekologis : 1. Berhubungan dengan ekologi, studi tentang hubungan organisme satu


sama lain dan lingkungannya. 2. Berkaitan dengan lingkungan alam,
terutama perlindungan dan penggunaannya yang berkelanjutan.

Ekosistem : Suatu tempat yang didalamnya terjadi hubungan saling ketergantungan


antara makhluk hidup dengan lingkungan

Ekowisata : Wisata komersial yang berfokus pada lingkungan alam yang relatif tidak
terganggu dan meminimalisir dampak lingkungan, memberikan pendidikan
lingkungan, dan berkontribusi pada pelestarian lingkungan.

Endemisme : Juga, endemisitas. Fakta bahwa suatu spesies atau kelompok taksonomi
lainnya hanya ditemukan di lokasi tertentu dengan ukuran terbatas,
daripada terdistribusi secara luas.

Evolusi : Keturunan dengan modifikasi; perubahan morfologis atau genetik pada


spesies dari waktu ke waktu. Perubahan kecil yang tidak mengarah pada
isolasi reproduktif di antara anggota kelompok disebut mikroevolusi.
Spesiasi, atau generasi spesies baru, disebut sebagai makroevolusi.

Fauna : Satwa liar yang asli liar di wilayah geografis


Fenologi : Ilmu yang mempelajari pengaruh iklim atau lingkungan sekitar terhadap
penampilan suatu organisme atau populasi. Aspek utama yang dipelajari
adalah bagaimana alam berubah sejalan dengan perjalanan siklus
waktu/musim.

Fragmentasi : Gangguan habitat yang luas menjadi bidang-bidang yang lebih kecil dan
terisolasi.
Habitat : Tempat / lokasi suatu makhluk hidup tinggal

Hostspot : 1. Suatu daerah dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi,


terutama yang terancam oleh hilangnya habitat. Disebut 'panas' karena
daerah seperti itu sering dipilih sebagai target prioritas untuk upaya
konservasi atau pengelolaan. 2. Wilayah yang luar biasa kaya dalam
kelompok spesies tertentu (mis., Burung), dibandingkan dengan situs rata-
rata di wilayah geografis yang sama.
Indeks : Rasio antara dua unsur kebahasaan tertentu yang mungkin menjadi ukuran
suatu ciri tertentu; penunjuk.

Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran 77


Introduksi : Penempatan organisme oleh manusia ke habitat untuk tujuan membangun
populasi di tempat di mana saat ini tidak terjadi. Spesies introduksi adalah
spesies yang diangkut oleh manusia ke daerah di luar rentang geografis
alami mereka.
Inventarisasi satwa : Suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui kondisi
populasi suatu jenis satwa dan termasuk habitatnya.

IUCN : International Union for Conservation of Nature; sebuah organisasi


lingkungan global yang didedikasikan untuk melestarikan keanekaragaman
hayati, didirikan pada tahun 1948 dan berpusat di Swiss.

IUCN Red List : (Daftar merah IUCN) Kompilasi luas dan komprehensif mengenai risiko
kepunahan spesies berdasarkan ancaman lokal atau global. Secara penuh
disebut Daftar Merah Spesies Terancam Punah IUCN.

Jasa ekosistem : Manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem.

Keystone species : (spesies kunci) spesies yang pengaruhnya terhadap struktur, dinamika, dan
fungsi komunitas secara tidak proporsional relatif besar terhadap
kelimpahannya.
Komunitas : 1. Kumpulan spesies yang hidup berdampingan di area tertentu dan
berinteraksi satu sama lain melalui hubungan trofik dan spasial. 2.
Subhimpunan yang ditunjuk dari kumpulan seperti itu, seperti komunitas
unggas atau komunitas tanaman vaskular.
Konservasi : Upaya aktif manusia untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan
kesehatan ekosistem alami di Bumi. Termasuk rencana pengelolaan
sumber daya alam untuk mencegah eksploitasi, perusakan, atau
pengabaian.
Kultivar : varietas yang dibudidayakan atau strain genetik dari tanaman pangan
domestikasi.

Populasi : Kumpulan spesies yang sama yang mendiami tempat tertentu pada waktu
tertentu

Punah : Tidak hidup; menggambarkan suatu spesies atau kelompok lain yang tidak
memiliki anggota yang hidup. Juga kepunahan, Fakta menjadi punah, atau
proses menjadi punah. Dapat bersifat global (seluruh dunia) atau lokal (di
area tertentu). Dalam catatan fosil, ini adalah kemunculan fosil terakhir
individu dari spesies tertentu.

Mangrove : 1. Salah satu dari berbagai pohon dan semak besar, terutama dari genus
Rhizophora, yang memiliki jalinan akar udara dan tumbuh padat di rawa-
rawa pantai asin di daerah tropis dan subtropis. 2. Ekosistem yang
didominasi oleh hutan bakau dan vegetasi terkait; jenis sistem unik yang
sering menjadi fokus upaya konservasi atau restorasi.

78 Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran


Mikroklimat : 1. Iklim berskala kecil yang dialami oleh tumbuhan, hewan kecil, dan
mikroba tanah, dan berbeda secara substansial dari iklim mikro yang
dilaporkan oleh stasiun cuaca. Perbedaan ini terkait dengan pemanasan
permukaan oleh matahari atau pendinginan di malam hari, serta efek
perlindungan angin, dan sebagian besar didorong oleh bantuan, paparan,
penutup tanah, dan tinggi badan tanaman. 2. Dalam penggunaan umum,
setiap iklim lokal yang khas untuk area tertentu.
Morfologi : Ilmu tentang bentuk organisme, terutama hewan dan tumbuhan yang
mencakup bagian-bagiannya.

Mutasi : Perubahan yang diturunkan dalam urutan nukleotida dari suatu organisme.
Nisia : (niche)
Pemamahan : Tipe pemberian makan kepada herbivora (umumnya hewan memamah
(grazing) biak) berupa tumbuhan (seperti rumput) dan alga.

Perubahan iklim : 1. Perubahan suhu global, curah hujan, dan aspek iklim lainnya (terjadi atau
diperkirakan). 2. Secara khusus, perubahan yang dihasilkan atau
diperburuk oleh peningkatan produksi karbon dioksida manusia dan gas
rumah kaca lainnya.

Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran 79


LAMPIRAN

Lampiran 1. KUNCI JAWABAN

KUNCI JAWABAN SOAL EVALUASI

KUNCI JAWABAN BAGIAN I:

No. Pernyataan TIPE


1 Teratai di kolam dan Sargassum di laut KHTE
2 Mangga gedong gincu, mangga arum manis, dan mangga golek. KHTG
3 Jeruk nipis, jeruk bali, dan jeruk santang. KHTS
4 Talas, singkong, tomat, kemangi. KHTS
5 Jenis jamur tempe Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, dan Rhizopus KHTS
oligosphorus.
6 Tarantula dan Black widow KHTS
7 Kelapa hijau, kelapa gading, kelapa hibrida, dan kelapa kopyor. KHTG
8 Mangga kaweni, mangga golek, dan mangga cengkir. KHTG
9 Ikan nila di kolam beradaptasi dengan cara meminum sedikit air dan KHTS
mengeluarkan banyak urin, sedangkan ikan hiu di laut beradaptasi dengan cara
meminum banyak air dan mengeluarkan sedikit urin.
10 Kelabang dan kaki seribu KHTS
11 Seorang pedagang Beras mematok perbedaan harga untuk beras IR-60, Padi KHTG
Cisadane, Padi Rojolele, Pandan Wangi, dan Karawang.
12 Kunyit, jahe, kencur, lengkuas KHTS
13 Pisang raja, pisang kipas, pisang ambon, pisang nangka. KHTS
14 Jenis Durian Petruk, Durian Bangkok, Durian Petruk, Durian Pelangi. KHTG
15 Perbedaan warna iris mata, bentuk hidung dan warna rambut pada manusia. KHTG
16 Keledai yang kawin dengan kuda menghasilkan keturunan jenis “Mule” yang KHTS
mandul.
17 Jeruk Limau, Jeruk nipis, jeruk Keprok, Jeruk garut. KHTS
18 Burung jalak, Burung Kakatua, Burung Merpati KHTS
19 Anjing Helder, Anjing Chihuahua, Anjing Bulldog, Anjing Poodle, Anjing Siberian KHTG
Husky
20 Liger hasil perkawinan Harimau dan Singa yang memiliki ukuran jauh lebih besar KHTS
dari singa jantan.
21 Variasi hutan bakau di kawasan sepanjang pantai selatan pulau Jawa. KHTE

80 Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran


22 Buah Mahkota Dewa yang di tanam di Bengkulu memiliki khasiat yang berbeda KHTG
dengan yang di tanaman di pulau Jawa.
23 Kucing Anggora, Kucing Persian long hair, Kucing garong (Pantherette), Kucing KHTG
Poodle
24 Ras pada manusia seperti negro, kaukasoid, Melanesia, Amerika, Australia, KHTG
mongoloid, dll.
25 Golongan darah A, B, O, AB pada manusia. KHTG
26 Gajah Afrika dan Gajah Asia KHTS
27 Labu siam, labu parang, labu Kuning, Kabucha KHTS
28 Anggrek Vanda, Anggrek Hitam, Anggrek Bulan, Anggrek Tanah. KHTS
29 Bunga Dahlia, bunga matahari, bunga sepatu, bunga mawar, bunga sedap malam. KHTS
30 Hutan hujan tropis di kawasan Borneo, Gunung Gede dan Taman Nasional Kerinci KHTE
Seblat.
31 Harimau, Singa, Macan tutul, Macan kumbang, harimau benggala. KHTS
32 Ayam Ras, Ayam Kate, Ayam Kampung, Ayam Cemani. KHTG
33 Nangka, Cempedak, Sirsak KHTS
34 Hewan Filum Porifera dan Coelenterata membentuk terumbu karang. KHTS
35 Kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kacang Pistachios, Kacang kedelai. KHTS
36 Komponen makhluk hidup di sekitar sungai berbeda dengan makhluh hidup di KHTE
sekitar danau.
37 Kucing yang dipelihara di rumah lebih ramah dibandingkan kucing hutan KHTG
38 Ikan laut berbeda dengan Ikan air tawar KHTE
39 Bakteri Salmonella parathypii yang bermutasi menjadi strain-strain bakteri yang KHTG
sifat patogenitasnya meningkat.
40 Formasi hutan bakau di Berbagai lokasi di Kawasan Asia Tenggara. KHTE

KUNCI JAWABAN BAGIAN II:


1. A 6. D 11. D 16. A
2. A 7. A 12. C 17. D
3. A 8. E 13. A 18. A
4. C 9. E 14. B 19. D
5. D 10. A 15. B 20. D

Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran 81


Lampiran 2. Contoh Format Rencana Pembelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan :
Mata Pelajaran :
Kelas/ Semester :
Materi Pokok :
Alokasi Waktu :

Kompetensi Dasar:

Tujuan Pembelajaran :

Kegiatan Pembelajaran: Pertemuan Ketiga

Aktivitas peserta didik/guru Alokasi Waktu


Pendahuluan:

Kegiatan Inti:
Kegiatan Penutup:

Penilaian :

---------------, --------------- 20xx


Mengatahui, Guru Mata Pelajaran,
Kepala Sekolah,

(------------------------------)
(------------------------------)

82 Daftar Pustaka, Glosarium, Lampiran

Anda mungkin juga menyukai