Anda di halaman 1dari 23

Muhammad Alfan Hassan Kamal

Diskusi Kelompok 5
Sistem Gastrointestinal

Nama :M Alfan Hassan Kamal


NIM : 2250141196
Kelompok :7

1
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Surat Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan dengan sebaik-baiknya,
tanpa melakukan plagiarisme

Muhammad Alfan Hassan K

2
Muhammad Alfan Hassan Kamal

PETUNJUK UNTUK MAHASISWA

DISKUSI KELOMPOK 5
BLOK 9 SISTEM SALURAN CERNA

Hari, Tanggal : Rabu, 27 Desember 2023 pukul 09.00 – 11.50


Modul : Infeksi Dan Kelainan Pada Sistem Pencernaan
Level kompetensi : 4A
Penanggung jawab : Jusron Iriawan, dr.,SpPD
Narasumber terkait : 1. Emma Mardliyah, dr., M.Kes, SpPar.K,SpKKLP
2. Fransiska Ambarukmi Pontjosudargo, dr., M.Kes
3. Astri Pradini, dr., MSi
4. Dr. Welly Ratwita, dr., M.Kes
5. Daswara Djajasasmita, dr., M.Kes., Sp.S., AIFM
6. Ali Taufan, dr., MH.Kes
7. Endry Septiadi , dr. M.Kes

CAPAIAN PEMBELAJARAN BLOK


CPB 1 Merumuskan diagnosis berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik,
interpretasi pemeriksaan penunjang pada kasus dalam Sistem Pencernaan (CPL:
STN 12; PP2, 3,4,5,9; KU1, 3)
(Sesuai area Kompetensi 1, 2,3,4,6)
CPB 2 Mengaplikasikan ilmu kedokteran dasar yang berkaitan dengan patogenesis dan
patofisiologi serta kemungkinan komplikasi pada kasus dalam Sistem Pencernaan
(CPL : STN 12; PP1,2,3,4,5,9; KU 1, 3; KK 1,2)
(Sesuai area kompetensi 1,2,3,4,5)
CPB 3 Merencanakan penatalaksanaan sesuai konsep patofisiologi dan evidence based
medicine pada kasus Sistem Pencernaan
(CPL: STN 12; PP 6; KU 1,3; KK 7, 8, 8)
(Sesuai Area Kompetensi 1,2,3,4,7)
CPB 4 Mengaplikasikan konsep profesionalisme, komunikasi efektif dalam pengelolaan
kasus terkait Sistem Pencernaan
(CPL: STN 1,2,4,5,6,7,8,9,10;11,12; PP 7,8, 9,10; KK 10)
(Sesuai Area kompetensi 1,2,3)

CAPAIAN PEMBELAJARAN TUTORIAL


Setelah mengikuti diskusi kelompok ini mahasiswa mampu:

1. Memahami pendekatan diagnosis pasien dengan keluhan diare akut (C3-4)


2. Merumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
sebagai dasar diagnosis pada kasus (C4-5)
3. Menganalisis tanda dan gejala pada kasus sesuai dengan patofisiologi dan ilmu kedokteran dasar
terkait (anatomi dan fisiologi) yang mendasari mekanisme patologis kasus (C5-C6)
4. Merencanakan penatalaksanaan komprehensif sesuai dengan konsep patofisiologi dan kompetensi
dokter umum. (C4-5)
3
Muhammad Alfan Hassan Kamal

5. Menganalisis komplikasi yang terjadi dan prognosis penyakit pada kasus sesuai dengan konsep
patogenesis dan patofisiologinya. (C3-4)
6. Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi, isu etik, serta aspek kesehatan masyarakat
pada kasus. (C3-4)

Skenario:
Tuan E Usia 48 tahun , datang ke UGD rumah sakit tempat saudara bertugas dengan keluhan utama
diare. Diare tersebut timbul sejak 7 hari yang lalu dengan frekuensi lebih dari 3 sampai 5 kali per hari,
cair bercampur lendir dan darah serta terasa nyeri saat akan buang air besar. Penderita juga mengeluh
badannya lemah, pegal-pegal serta nafsu makan menurun. Sebelumnya disaat awal diare penderita
berobat ke perawat didekat rumah penderita, tetapi tidak ada perubahan. Penderita adalah seorang
pekerja buruh pabrik yang tinggal di daerah padat penduduk dan dengan hygiene sanitasi buruk.

Hasil Pemeriksaan

 Kesadaran : Komposmentis
 Tanda vital : Nadi 88x/menit, Tensi 100/70 mmHg, Pernapasan 18x/menit, suhu 37,5˚C
 Kepala-leher: Mata agak cekung, mulut kering, Anemia -/ikterus -/Cyanosis -/ dispnea -
 Thoraks : Cor/Pulmo tidak didapatkan kelainan
 Abdomen : Perut agak tegang dan sedikit keriput, Hepar/ Lien tak teraba
 Ekstremitas : Acral hangat, oedema -/-

Hasil pemeriksaan Laboratorium


 Darah lengkap : Hb 12,7 gr %, lekosit 10500/ mm³, Hct 38,1 %, trombosit 344.000/
o mm³, LED 35 mm/jam
 Analisis Faeces :
o Makroskopis : darah (+), Lendir (+)
o Mikroskopis : eritrosit banyak, lekosit banyak, Tropozoit amoeba +

TUGAS
1. Buatlah diagnosa banding dan diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dengan menyusun resume kasus (overview case)
Indikasi keterangan
Tuan E Usia 48 tahun Insidensi Usia dan jenis kelamin
keluhan utama diare DD/

Diare tersebut timbul sejak 7 hari yang Diare akut→kurang dari 14 hari
lalu dengan frekuensi lebih dari 3 sampai
5 kali per hari, cair bercampur
lendir dan darah serta terasa nyeri saat
akan buang air besar.
Penderita juga mengeluh badannya Manifestasi klinis disentri
lemah, pegal-pegal serta nafsu makan
menurun.
Sebelumnya disaat awal diare penderita Pengobatan tidak efektif
berobat ke perawat didekat rumah
penderita, tetapi tidak ada perubahan
Penderita adalah seorang pekerja buruh Faktor Resiko penyakit amoebiasis
pabrik yang tinggal di daerah padat
penduduk dan dengan hygiene sanitasi
buruk.

4
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Hasil Pemeriksaan  Tekanan Darah 100/70 mmHg:


Tekanan darah rendah pada sisi
• Kesadaran : Komposmentis
• Tanda vital : Nadi 88x/menit, sistolik (100) dan diastolik (70), yang
Tensi 100/70 mmHg, dapat menandakan hipotensi atau
Pernapasan 18x/menit, suhu tekanan darah rendah.
37,5˚C
• Kepala-leher: Mata agak  Suhu 37,5˚C: Suhu tubuh sedikit
cekung, mulut kering, Anemia - meningkat, menandakan adanya
/ikterus -/Cyanosis -/ dispnea –
• Thoraks : Cor/Pulmo tidak demam.
didapatkan kelainan Pemeriksaan Fisik:
• Abdomen : Perut agak tegang  Thoraks: Tidak ada kelainan yang
dan sedikit keriput, Hepar/ Lien terdeteksi pada pemeriksaan jantung dan
tak teraba paru-paru.
• Ekstremitas : Acral hangat,  Abdomen: Perut agak tegang dan sedikit
oedema -/- keriput, serta hati/limpa tidak dapat
diraba. Kondisi ini dapat menunjukkan
keadaan seperti perut kembung atau
masalah pada organ dalam perut.
 Ekstremitas: Suhu ekstremitas normal,
tanpa adanya edema (pembengkakan)
 Dehidrasi: Mata cekung dan mulut
kering menandakan kekurangan cairan.
 Tekanan darah rendah (hipotensi):
Tekanan darah yang rendah dapat
menjadi penyebab gejala seperti
kelemahan, pusing, atau pingsan.
 Kemungkinan gangguan pada sistem
pencernaan: Perut yang tegang dan
keriput bisa mengindikasikan gangguan
pada organ dalam perut.
 Suhu tubuh yang sedikit meningkat
menandakan adanya demam yang bisa
disebabkan oleh infeksi atau kondisi lain

5
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Hasil pemeriksaan Laboratorium DBN


• Darah lengkap : Hb 12,7 gr %,  LED yang sedikit meningkat dapat
lekosit 10500/ mm³, Hct 38,1 menunjukkan adanya peradangan dalam
%, trombosit 344.000/ o tubuh
mm³, LED 35 mm/jam  Kehadiran darah dan lendir dapat
• Analisis Faeces : menandakan adanya peradangan atau
o Makroskopis : darah (+), masalah pencernaan.
Lendir (+)  Mikroskopis menunjukkan banyaknya
o Mikroskopis : eritrosit eritrosit (sel darah merah) dan leukosit
banyak, lekosit banyak, (sel darah putih), serta adanya Tropozoit
Tropozoit amoeba + amoeba: Temuan ini bisa menandakan
infeksi atau peradangan dalam saluran
pencernaan, terutama jika ada kehadiran
amoeba yang merupakan penyebab
infeksi amuba (amoebiasis).

6
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Diagnosis Banding:
 Amoebiasis
 Shigellosis
 Escheria coli enteroinvasif

DK/

Amoebiasis ec Entemoba histolitica dengan dehidrasi

2. Sebutkan kriteria diagnosis dan klasifikasi dari penyakit ini !


a. Amebiasis intestinal adalah penyakit yang disebabkan oleh terdapatnya protozoa genus

Entamoeba, yaitu Entamoeba histolytica (karena hanya Entamoeba histolytica yang

bersifat parasitik terhadap manusia, entamoeba lain seperti Entamoeba coli,

Entamoeba hartmanni, dan Entamoeba polecki tidak bersifat parasitik terhadap

manusia) dalam usus besar manusia. Entamoeba ini akan tinggal dalam usus besar

manusia dan menyebabkan diare berdarah.

b. Amebiasis ekstra-intestinal adalah amebiasis yang sudah mengalami

eksaserbasi, sehingga Entamoeba histolytica yang biasanya hanya terdapat

dalam usus besar, sudah menyebar ke bagian lain tubuh. Hal ini bisa

disebabkan apabila lesi yang ditimbulkan oleh Entamoeba ini sudah sangat

dalam, sehingga menembus ke dalam pembuluh darah sekitar.

c. Infeksi Entamoeba histolytica yang tidak akan menimbulkan gejala apapun karena

sistem imun host yang kuat dan mampu mensurpresi pertumbuhan amoeba tersebut,

sehingga gejala yang seharusnya timbul dari amebiasis tersebut menjadi tidak timbul.

Kelompok dengan kondisi ini disebut sebagai asymptomatic carriers

Faktor risiko

1) Kebiasaan penggunaan air

7
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Penggunaan air yang tidak higienis, sudah tercemar oleh

kista Entamoeba histolytica, dan tidak dimasak terlebih dahulu

untuk mandi, minum, maupun mencuci tangan diperkirakan

dapat meningkatkan risiko terjadinya transmisi Entamoeba

histolytica.

2) Kebiasaan mencuci tangan

Kebiasaan mencuci tangan yang tidak sesuai standar dan

jarang mencuci tangan diperkirakan dapat meningkatkan risiko

terjadinya transmisi Entamoeba histolytica karena terdapat

kista pada tangan yang kemudian tertelan

3) Kebiasaan penggunaan jamban

Penggunaan jamban yang tidak sesuai standar jamban sehat

dan buang air besar maupun kecil yang tidak pada tempatnya

8
Muhammad Alfan Hassan Kamal

diperkirakan dapat meningkatkan risiko terjadinya transmisi

Entamoeba histolytica karena dapat mencemari lingkungan sekitar dan

menyebar infeksi tersebut ke orang lain.

3. Jelaskan epidemiologi serta kemungkinan etiologi penyakit tersebut !


Epidimiologi
Amebiasis terjadi di seluruh dunia tetapi sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang karena
menurunnya sanitasi dan meningkatnya kontaminasi tinja pada persediaan air. Secara global, sekitar 50 juta
orang tertular infeksi ini, dengan lebih dari 100.000 kematian akibat amebiasis dilaporkan setiap
tahunnya. Sumber utama infeksi adalah konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi tinja yang
mengandung kista E. histolytica . Oleh karena itu, pelancong ke negara-negara berkembang dapat tertular
amebiasis ketika mengunjungi wilayah endemik. Mereka yang berada di institusi atau dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah juga berisiko. Organisme E. histolytica dapat bertahan dalam waktu lama dalam bentuk
kistik di lingkungan. Penyakit ini juga dapat tertular setelah inokulasi langsung pada rektum, dari seks anal
atau oral, atau dari peralatan yang digunakan untuk irigasi kolon. Meskipun terdapat beban kesehatan
masyarakat global, belum ada vaksin atau obat profilaksis untuk mencegah amebiasis.
Amebiasis yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica terdapat di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di
daerah tropic salah satunya Indonesia dan daerah beriklim sedang. Penyakit ini juga paling umum ditemukan di
anak benua India, bagian Amerika Tengah dan Selatan, dan bagian Afrika.
Etiologi
Protozoa Entamoeba histolytica menyebabkan amebiasis. Ada tiga spesies amuba
usus. Entamoeba histolytica menyebabkan sebagian besar penyakit bergejala. Entamoeba
dispar bersifat nonpatogenik, dan Entamoeba moshkovskii semakin banyak dilaporkan, namun
patogenisitasnya tidak jelas. Organisme ini menyebar melalui jalur oral-fekal. Kista yang
terinfeksi sering ditemukan pada makanan dan air yang terkontaminasi. Kasus penyebaran
seksual yang jarang juga telah dilaporkan.
Morfologi
Entamoeba histolytica memiliki tiga stadium yaitu:
1. Bentuk histolitika
2. Bentuk minuta
3. Bentuk kista
Bentuk histolitika dan minuta merupakan bentuk trophozoid, bedanya bentuk histolitika bersifat patogen
dan lebih besar apabila dibandingkan dengan bentuk minuta. Bentuk histolitika memiliki ukuran dua
puluh sampai empat puluh mikron, mempunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, ukurannya sepuluh sampai dua puluh mikron, berbentuk bulat
lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entamoeba. Pada tinja bentuk ini biasnya berinti satu atau
dua, ada pula yang berinti dua. Di dalam inti terdapat benda kromatid yang cukup besar menyerupai
lisong, dan terdapat vakuola glikogen. Kromatid dan vakuola glikogen merupakan tempat cadangan
makanan, karena itu terdapat pada kista muda.
Sumber: Fleming R, Cooper CJ, Ramirez-Vega R, Huerta-Alardin A, Boman D, Zuckerman
MJ. Manifestasi klinis dan temuan endoskopi kolitis amuba di kota perbatasan Amerika Serikat-Meksiko:
serangkaian kasus. Catatan Resolusi BMC. 14 Desember 2015; 8 :781.
9
Muhammad Alfan Hassan Kamal

4. Jelaskan anatomi dari colon dan persyarafan motorik dan sensorik organ tersebut!

Divisi Kolon:

Ascending Colon: Mulai dari cecum dan naik sepanjang sisi kanan perut.
Transverse Colon: Melintang di sepanjang perut.
Descending Colon: Turun sepanjang sisi kiri
perut. Sigmoid Colon: Bagian terakhir
sebelum rektum.

Struktur Fungsional:

10
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Tenia coli: Pita otot longitudinal yang memberikan struktur ke kolon.


Haustra: Kumpulan kantung yang terbentuk oleh kontraksi otot tenia
coli.

Persyarafan Motorik dan Sensorik Kolon:

1. Persyarafan Motorik:

11
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Persyarafan motorik kolon diatur oleh sistem saraf autonom, terutama cabang
parasimpatetik dari saraf vagus dan saraf parasimpatetik sakral.
Kontraksi dan relaksasi otot kolon diatur oleh ganglia saraf intramural di dinding kolon.
2. Persyarafan Sensorik:
Persyarafan sensorik mencakup sensasi rasa sakit, tekanan, dan distensi di dalam kolon.
Receptor sensorik di dinding kolon mengirim sinyal melalui serat saraf yang terutama
melibatkan saraf visceral.

Referensi:
Snell, R. S. (2018). Clinical Anatomy by Regions. Lippincott Williams & Wilkins.
Drake, R. L., Vogl, W., & Mitchell, A. W. M. (2014). Gray's Anatomy for Students.
Churchill Livingstone.

5. Jelaskan histologi colon yang terkait dengan tanda dan gejala penyakit!
 ukosa tersusun atas epitel, lamina propria, dan muskularis mukosa
o Epitel: epitel kolon terdiri dari satu lapisan sel kolumnar penyerap dan sel
goblet
 Saat epitel berinvaginasi ke dalam lamina propria di bawahnya,
epitel tersebut membentuk struktur kelenjar yang disebut kripta,
tersusun dalam pola karakteristik seperti tabung reaksi paralel.
 Crypt adalah unit fungsional dari usus besar dan terutama
dilapisi oleh sel goblet
 Crypt juga memiliki sel enteroendokrin, sel Paneth dan sel
induk yang terletak di dasarnya
 Selama proses pematangan, sel-sel epitel yang matang
bermigrasi menuju permukaan epitel (migrasi lumen),
sedangkan sel-sel yang belum matang (sel induk) berada di
dasar kriptus.
 Saat matang, sel Paneth bermigrasi ke dasar ruang bawah
tanah, bukan migrasi luminal
 Sel enteroendokrin juga tinggal di bagian yang lebih dalam dari
ruang bawah tanah dan di tengah tubulus
 Sel serap: sel dominan di usus besar kanan
 Sel kolumnar dengan sitoplasma eosinofilik, inti
terletak di basal, vakuola musin apikal kecil dan
mikrovili apikal
 Terutama melapisi epitel permukaan
 Sel goblet: sel dominan di usus besar kiri
 Sel besar dengan musin intrasitoplasma dan inti
hiperkromatik yang terletak di basal
 Komposisi musin pada sel goblet berbeda dengan
musin pada sel absorptif ( Histopatologi 2000;37:561 )
12
Muhammad Alfan Hassan Kamal

 Jenis sel epitel lainnya:


 Sel enteroendokrin:
 Terletak di dasar kriptus dan memiliki
butiran sekretorik eosinofilik di sitoplasma
dengan inti terletak di apikal
 Lokasi apikal inti membantu membedakan
sel-sel ini dari sel Paneth
 sel Paneth:
 Sel paneth mempunyai bentuk segitiga
dengan butiran sitoplasma eosinofilik yang
padat
 Inti terletak pada dasarnya, tidak seperti sel
enteroendokrin yang dijelaskan di atas,
perbedaan penting di usus besar kiri,
karena keberadaan sel Paneth di bagian
usus besar ini tidak normal dan dapat
menjadi tanda cedera kronis.
 Sel M: biasanya tidak teridentifikasi pada histologi
rutin
 Biasanya berhubungan dengan folikel
limfoid dan terlihat paling baik dengan
mikroskop elektron
o Lamina propria:
 Jaringan ikat longgar kaya akan kapiler dan limfatik
 Mendukung kriptus dan terdiri dari sel mesenkim pendukung
dan sel inflamasi
 Sel mesenkim dibagi menjadi 2 jenis: miofibroblas perikript dan
miofibroblas subepitel
 Sel inflamasi bervariasi jenis dan jumlahnya
 Kehadiran eosinofil, makrofag, limfosit dan sel mast
adalah normal
 Sel plasma juga biasanya ada dan sebagian besar
mensekresi IgA
 Kehadiran neutrofil dalam jumlah besar tidak normal
o Mukosa otot:
 Muscularis mukosa terdiri dari untaian tipis serat otot polos
yang memisahkan mukosa dan submukosa
 Kehadiran mukosa muskularis dalam biopsi sangat penting
untuk mengevaluasi distorsi arsitektur
 Submukosa:
o Terdiri dari jaringan ikat longgar, kumpulan otot polos tipis, pleksus saraf
(pleksus Meissner dan pleksus submukosa dalam Henle) dengan sel
ganglion, sel stroma, jaringan adiposa dan pembuluh darah
o Area jaringan adiposa yang berbatas jelas dan membentuk massa
tersendiri di dalam submukosa dapat menunjukkan lipoma dan dapat
terlihat sebagai massa pada pemeriksaan endoskopi.
o Agregat atau folikel limfoid mukosa dapat meluas ke submukosa, yang
mungkin berisi kriptus, yang disebut kompleks limfoglandular yang meniru
karsinoma invasif di submukosa.
 Propria otot:

13
Muhammad Alfan Hassan Kamal

o Terdiri dari lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar serta
pleksus saraf Auerbach di antara 2 lapisan otot
o Sel interstisial Cajal terdapat di dalam muskularis propria dan berperan
dalam gerak peristaltik
 Subserosa dan serosa: subserosa terdiri dari jaringan fibroadiposa dan ditutupi oleh
serosa yang dilapisi oleh sel mesothelial kuboid
 Rektum: kelanjutan dari kolon sigmoid dengan mukosa yang lebih tebal dan kriptus
yang lebih panjang yang sebagian besar dilapisi oleh sel goblet; mukosa secara
bertahap bertransisi dari kolumnar ke skuamosa dari rektum ke saluran anus
 Referensi: Westerhoff: Histologi untuk Ahli Patologi, Edisi ke-5, 2019 , Kierszenbaum: Histologi dan
Biologi Sel - Pengantar Ahli Patologi, Edisi ke-5, 2019

6. Jelaskan tentang etiologi penyakit tersebut dari aspek parasitologi!

Entamoeba histolytica mempunyai 2 stadium morfologi, yaitu

trofozoit dan kista.

4) Trofozoit:

Tampak amoeboid, memiliki diameter 15-30 µm (berukuran

lebih besar pada strain yang lebih invasive), mempunyai 1 nukleus

dengan kariosom sentral, ektoplasma jernih dan tebal, kadang

terlihat pseudopodi yang terlihat seperti jari, endoplasma granuler

halus dan terdapat vakuola yang mungkin mengandung sel darah

merah yang diingesti, dan kromatin nuklearnya tersebar rata pada

tepi nukleus (Kovalenko, 2017).

5) Kista:

Berbentuk sferikal, ukuran 10-20µm, mempunyai dinding

refraktil tipis, sitoplasma mengandung benda kromatoid gelap, dan

memilik 1-4 nukleus dengan kariosom sentral, dan kromatin

nukleusnya tersebar rata pada tepi nukleus (Kovalenko, 2017).

14
Muhammad Alfan Hassan Kamal

3. Habitat

Entamoeba histolytica merupakan parasit obligat dengan

manusia sebagai host definitifnya. Parasit ini mungkin menginfeksi

mamalia lain seperti anjing dan monyet, namun tidak mempengaruhi

persebaranya secara signifikan (FKUI, 2010). Protozoa ini akan

tinggal dalam sistem intestinal manusia (baik usus halus maupun

usus besar) dan bereplikasi. Bentukan trofozoit dan kista dapat

ditemukan dalam tinja pasien (trofozoit lebih sering ditemukan pada

tinja encer, dan kista lebih sering ditemukan

15
pada tinja padat), kadang dapat juga ditemukan dalam darah bila

sudah terjadi migrasi (eksaserbasi) (Sutanto, 2008).

4. Siklus Hidup

Gambar 2.2 Siklus Hidup Entamoeba histolytica


Infeksi dimulai dari tertelanya kista melalui makanan, air,

maupun tangan yang tercemar oleh tinja penderita. Kista ini

umumnya ditemukan pada tinja yang padat dan mempunyai sifat

tahan terhadap suasana asam pada lambung. Kista ini akan

langsung menuju ke usus halus dan terjadi decyst, yaitu pelepasan

trofozoit-trofozoit yang kemudian akan menuju ke usus besar.

Di usus besar, trofozoit-trofozoit ini akan bereplikasi secara

mitosis (pembelahan biner) dan menghasilkan trofozoit-trofozoit

muda yang kemudian akan berkembang menjadi trofozoit

dewasa. Trofozoit

dewasa ini akan

berubah menjadi
kista,
dengan
tujuan
untuk
mempertahankan dirinya dari lingkungan luar ketika ia dikeluarkan

bersama tinja (karena trofozoit tidak tahan terhadap lingkungan

luar dan kondisi asam pada lambung).

Kista muda awalnya hanya memiliki 1 nukleus, ketika proses pematangan kista akan terjadi proses

penambahan nukleus, Kista yang masak memiliki 4 nukleus dengan kariosom yang terletak sentral.
Kista yang masak ini dikeluarkan bersamaan dengan tinja, dan terjadi transmisi melalui fecal
7. Jelaskan patogenesis serta patofisiologi penyakit tersebut?
Sumber;CDC
8. Sebutkan pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosa?
Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan gold-standard untuk mendiagnosis amebiasis

adalah pemeriksaan apusan tinja secara langsung. Ditemukanya

trofozoit maupun

kista Entamoeba histolytica dalam tinja pasien menunjukkan positif


amebiasis. Sedangkan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis

amebiasis dapat menggunakan pemeriksaan hitung leukosit, karena pada

amebiasis akan terjadi leukositosis (leukosit >11.000/mm³), yang disebabkan

oleh adanya peningkatan jumlah netrofil.

9. Jelaskan bagaimana fisiologi regulasi absorbsi dan sekresi cairan tubuh manusia !

10. Jelaskan rencana penatalaksanaan, mekanisme kerja obat yang digunakan serta
pencegahan penyakit tersebut?
Farmakologi
terapi utama untuk amebiasis simtomatik memerlukan hidrasi dan penggunaan metronidazol
dan/atau tinidazol. Kedua agen ini diberi dosis sebagai berikut:
 Dosis metronidazol untuk orang dewasa adalah 500 mg per oral setiap 6 hingga 8 jam
selama 7 hingga 14 hari.
Mekanisme: menghambat sintesis DNA bakteri dan merusak DNA melalui oksidasi yang
menyebabkan putusnya rantai DNA serta menghambat sintesis DNA dan pertumbuhan sel
patogen
 Dosis tinidazol dewasa adalah 2 g per oral setiap hari selama 3 hari.
Non farmakologi
 Hindari minum air yang terkontaminasi.
 Gunakan air kemasan saat bepergian.
 Memurnikan air dengan tetraglisin hidroperiodida.
 Hindari konsumsi salad dan buah-buahan mentah. Kupas kulit buahnya jika
memungkinkan.
 Cuci semua sayuran secara menyeluruh sebelum dimasak.
 Sumber:Statpearl amebiasis

11. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada kasus tersebut? Bagaimana prognosis pasien pada
kasus ini?
Komplikasi
 Megakolon beracun
 Kolitis nekrotikans fulminan
 Fistula rektovaginal
 Ameboma
 Ruptur abses hati intraperitoneal
 Infeksi bakteri sekunder
 Perluasan infeksi dari hati ke perikardium atau pleura
 Penyebaran di otak
 Perforasi usus
 Penyempitan usus besar
 Pendarahan gastrointestinal
 Empyema
Prognosis
Jika tidak diobati, infeksi amuba mempunyai angka kesakitan dan kematian yang sangat
tinggi. Faktanya, angka kematian berada di urutan kedua setelah malaria. Infeksi amuba cenderung
paling parah pada populasi berikut:
 Wanita hamil
 Wanita pasca melahirkan
 Neonatus
 Individu yang kekurangan gizi
 Individu yang menggunakan kortikosteroid
 Individu dengan penyakit ganas
Bila kondisi ini diobati, prognosisnya baik, namun infeksi berulang sering terjadi di beberapa
bagian dunia. Angka kematian setelah pengobatan kurang dari 1%. Namun, abses hati amuba dapat
dipersulit oleh ruptur intraperitoneal pada 5% hingga 10% kasus, sehingga berpotensi
meningkatkan angka kematian. Perikarditis amuba dan amebiasis paru memiliki angka kematian
yang tinggi melebihi 20%.
Saat ini dengan pengobatan yang efektif, angka kematian kurang dari 1% pada pasien dengan
penyakit tanpa komplikasi. Namun, pecahnya abses hati amuba yang terinfeksi mempunyai angka
kematian yang tinggi.
Sumber:Statpearl amebiasis
12. Jelaskan aplikasi bioetik dan humaniora pada kasus tersebut !

Medical indication

Beneficence: menerapkan golden rule principle (melakukan anamnesis, pemfis,


pemeriksaan penunjang) sehingga didapatkan diagnosisnya, yaitu amobeasis

• Patient preference

Autonomi: membiarkan pasien kompeten untuk mengambil keputusan dan mendapatkan


hak second opinion serta informed consent -> pada kasus pasien berusia 48 tahun
sehingga sudah berkompeten untuk mengambil keputusan

• Quality of life

Non-maleficence: dokter mampu memberikan tatalaksana yang sesuai dengan penyakit


yang diderita pasien dan dokter juga harus mampu meminimalisir hal buruk yang dapat
terjadi

• Contextual feature

Justice: dokter tidak boleh membeda-bedakan pasien dari ras, agama, golongan

• Primafacie → non-maleficence: dokter harus bisa meminimalisir kejadian buruk dengan


cara mengobati secara proporsional
Referensi:

1. Nizam Oesman. Kolitis infeksi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid I .
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. Hal 370 – 4.
2. Soewondo E.S. Amebiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid III.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; 2006. Hal 1810 - 14
3. Petri W.A, Singh U. Diagnosis and Management of Amebiasis. Clinical Infectious Disease
; 1999;29: 1117 -25
4. Amoebiasis (diakses 1 Mei 2001). Tersedia dari : http: enc.wikipedia.org
5. Dhawan V.K, Steele R.W : Pediatric Amebiasis. DIakses
dari : http://emedicine.medscape.com. July 2010
6. Haque R et al : Amebiasis Current Concepts. N Engl J Med 348 ; 16 pp 1565 – 73
7. Juniper K. Amebiasis. Phil J Microbiol Infect Disease 1984; 13(1): 49-64
8. Shehgal D, Bhattacharya A, Bhattacharya S : Phatogenesis of infection by Entamoeba
histolitica. J Biosci 1996 ; 21 (3): 423-32
9. Dhawan KD : Current Diagnosis and Treatment of Amebiasis. Parasitic infections

Anda mungkin juga menyukai