Anda di halaman 1dari 22

Muhammad Alfan Hassan Kamal

Diskusi Kelompok 8
Sistem Gastrointestinal

Nama :M Alfan Hassan Kamal


NIM : 2250141196
Kelompok :7

1
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Surat Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan dengan sebaik-baiknya,
tanpa melakukan plagiarisme

Muhammad Alfan Hassan K

2
Muhammad Alfan Hassan Kamal

PETUNJUK UNTUK MAHASISWA

BLOK 9 SISTEM PENCERNAAN


DISKUSI KELOMPOK KE-8

Hari, tanggal & Waktu : Jumat, 05 Januari 2024, pkl. 08.00–10.50 WIB
Bahan Kajian : Infeksi pada Hepar
Level kompetensi : 4
Narasumber : Hendri Priyadi, dr., M.Kes., M.Pd.Ked., SpPD
Kontributor terkait : 1. Fransiska Ambarukmi P., dr.,M.Kes
2. Dr. Eka Noneng N, MKes
3. Astri Pradini dr.,M.Si.
4. Susanti Ratunanda. Dr., MKes., SpPK
5. Ali Taufan, dr., MH.Kes.

CAPAIAN PEMBELAJARAN BLOK


CPB 1 Merumuskan diagnosis berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik,
interpretasi pemeriksaan penunjang pada kasus dalam Sistem Pencernaan (CPL:
STN 12; PP2, 3,4,5,9; KU1, 3)
(Sesuai area Kompetensi 1, 2,3,4,6)
CPB 2 Mengaplikasikan ilmu kedokteran dasar yang berkaitan dengan patogenesis dan
patofisiologi serta kemungkinan komplikasi pada kasus dalam Sistem Pencernaan
(CPL : STN 12; PP1,2,3,4,5,9; KU 1, 3; KK 1,2)
(Sesuai area kompetensi 1,2,3,4,5)
CPB 3 Merencanakan penatalaksanaan sesuai konsep patofisiologi dan evidence based
medicine pada kasus Sistem Pencernaan
(CPL: STN 12; PP 6; KU 1,3; KK 7, 8, 8)
(Sesuai Area Kompetensi 1,2,3,4,7)
CPB 4 Mengaplikasikan konsep profesionalisme, komunikasi efektif dalam pengelolaan
kasus terkait Sistem Pencernaan
(CPL: STN 1,2,4,5,6,7,8,9,10;11,12; PP 7,8, 9,10; KK 10)
(Sesuai Area kompetensi 1,2,3)

CAPAIAN PEMBELAJARAN DISKUSI KELOMPOK:


1. Memahami pendekatan diagnosis pasien dengan keluhan mata kuning (C3-4)
2. Merumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dan menyusun resume kasus (C4-5)
3. Menganalisis etiopatogenesis dan patofisiologi kasus serta mengaplikasikan ilmu kedokteran dasar
(anatomi, histologi, fisiologi, biokimia dan mikrobiologi) (C5-6)
4. Merencanakan penatalaksanaan sesuai dengan patofisiologi dan kompetensi dokter umum dan kapan
harus merujuk. (C4-5)
5. Menganalisis komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus sesuai dengan konsep
patogenesis dan patofisiologinya.(C3-4)
6. Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi, isu etik, serta aspek
kesehatan masyarakat pada kasus. (C3-4)

3
Muhammad Alfan Hassan Kamal

SKENARIO

4
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Seorang laki laki berusia 20 tahun berobat ke poliklinik RS. Dustira dengan keluhan mata kuning.
Mata kuning sejak 3 hari yang lalu. Satu minggu sebelum mata kuning penderita mengeluh lemah
badan / lesu, mual muntah, panas, sakit pada persendian dan kemarin kencing seperti teh pekat,
BAB seperti dempul tidak ada, tidak ada nafsu makan, sakit perut kanan atas.
Di kampus penderita ada 1 orang yang menderita penyakit yang sama. Tidak ada keluarga dengan
keluhan sakit kuning sebelumnya. Penderita tidak pernah mendapat transfusi darah, cabut gigi atau
mendapat suntikan. Penderita juga tidak minum obat-obatan dalam jangka waktu lama

Pemeriksaan fisik:
KU = compos mentis
TD : 110/70 mmHg N: 84 x/mnt R : 26 x/mnt S : 37,2o C
Kepala : sklera ikterik
Lidah : frenulum lingae ikterik
Thorax:
Tidak tampak spider naevi, ataupun ginekomastia Jantung /
paru : normal
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak venektasi dan caput medusa Auskultasi :
bising usus normal
Palpasi : Hepar : 4 cm dibawah arcus costarum, 3 cm dibawah prosesus xypoideus, Konsistensi
lembut, permukaan rata tidak berbenjol, Pinggir tajam, Lien : Tidak teraba,
Perkusi tidak ditemukan adanya pekak samping dan pekak pindah
Ekstremitas: liver nail (-)

Pemeriksaan Laboratorium :
Hb: 12,2 g %, Lekosit: 7800/mmk, Trombosit: 312.000/mmk, Hematokrit: 37 %
Bilirubin total: 9,8 Bilirubin direk: 8,9 Bilirubin indirek: 0,9, SGPT: 912 u/dl SGOT: 873 u/dl

Tugas
1. Berdasarkan data yang didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab, data apakah
yang mendukung penegakkan diagnosis pada pasien tersebut? Apa saja kemungkinan diagnosis pasien
tersebut? Jelaskan!

Seorang laki laki berusia 20 tahun berobat Insidensi:Pria berusia 20 tahun hal ini lebih
ke poliklinik RS. Dustira dengan keluhan beresiko daripada usia dibawahnya
mata kuning. Mata kuning sejak 3 hari yang
lalu. Gejala khas hepatitis mata kuning

5
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Satu minggu sebelum mata kuning penderita Gejala Awal:


mengeluh lemah badan / lesu, mual muntah,
panas, sakit pada persendian dan kemarin Lemah badan, mual, muntah, panas, sakit
kencing seperti teh pekat, BAB seperti pada persendian, dan nafsu makan yang
dempul tidak ada, tidak ada nafsu makan, menurun dapat menunjukkan adanya infeksi
sakit perut kanan atas. Di kampus penderita atau penyakit sistemik.
ada 1 orang yang menderita penyakit yang Manifestasi Pada Urin dan Feses:
sama. Tidak ada keluarga dengan keluhan
sakit kuning sebelumnya. Penderita tidak Kencing seperti teh pekat dapat
pernah mendapat transfusi darah, cabut gigi mengindikasikan adanya masalah pada
atau mendapat suntikan. Penderita juga fungsi hati, sedangkan BAB seperti dempul

6
Muhammad Alfan Hassan Kamal

tidak minum obat-obatan dalam jangka (tanpa warna khusus) dapat mencerminkan
waktu lama gangguan pada saluran empedu atau hati.
Asosiasi dengan Rekan di Kampus:

Adanya satu orang di kampus yang


menderita penyakit serupa dapat
menunjukkan adanya kemungkinan
penularan penyakit infeksius, terutama jika
terdapat kontak yang dekat atau paparan
yang sama.
Riwayat Kesehatan:

Tidak adanya riwayat transfusi darah, cabut


gigi, atau suntikan dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan penularan
melalui prosedur medis atau penggunaan
jarum bersama.
Riwayat Obat-Obatan:

Tidak minum obat-obatan dalam jangka


waktu lama dapat membantu mengeliminasi
kemungkinan efek samping obat sebagai
penyebab gejala.
Lokasi Sakit Perut:

Sakit perut kanan atas dapat


mengindikasikan keterlibatan hati atau
saluran empedu.

7
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Pemeriksaan fisik: KU = compos mentis TD Ikterus:


: 110/70 mmHg N: 84 x/mnt R : 26 x/mnt S
: 37,2o C Kepala : sklera ikterik Lidah Sklera ikterik dan frenulum linguae ikterik
: frenulum lingae ikterik Thorax: Tidak menunjukkan adanya ikterus atau kuning

8
Muhammad Alfan Hassan Kamal

tampak spider naevi, ataupun ginekomastia pada mata dan lidah, yang dapat menjadi
Jantung / paru : normal Abdomen : Inspeksi tanda penyakit hati.
: datar, tidak tampak venektasi dan caput Tanda-tanda pada Abdomen:
medusa Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : Hepar: 4 cm dibawah arcus Pada palpasi abdomen, terdapat penurunan
costarum, 3 cm dibawah prosesus hepar 4 cm dibawah arcus costarum dan 3
xypoideus, Konsistensi lembut, permukaan cm dibawah processus xiphoideus.
rata tidak berbenjol, Pinggir tajam, Lien : Permukaan hati teraba lembut, pinggirnya
Tidak teraba, Perkusi tidak ditemukan tajam, dan tidak terdapat benjolan yang
adanya pekak samping dan pekak pindah mencolok. Absennya pekak samping dan
Ekstremitas: liver nail (-) pekak pindah serta tidak terabanya lien
menunjukkan beberapa aspek normal dari
pemeriksaan hepar dan limpa.
Tanda-tanda Vital:

Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu


tubuh berada dalam kisaran normal.
Tidak Ada Spider Naevi dan Ginekomastia:

Absennya spider naevi dan ginekomastia


mengindikasikan ketiadaan tanda-tanda
klinis tertentu yang dapat terkait dengan
penyakit hati tertentu.
Tidak Ada Liver Nail:

Absennya liver nail menunjukkan ketiadaan


perubahan warna kuku yang dapat terjadi
pada beberapa kondisi hati.

9
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Pemeriksaan Laboratorium : Hb: 12,2 g %, Bilirubin:


Lekosit: 7800/mmk, Trombosit:
312.000/mmk, Hematokrit: 37 % Bilirubin Bilirubin Total 9,8, Bilirubin Direk 8,9,
total: 9,8 Bilirubin direk: 8,9 Bilirubin Bilirubin Indirek 0,9: Tingginya kadar

10
Muhammad Alfan Hassan Kamal

indirek: 0,9, SGPT: 912 u/dl SGOT: 873 bilirubin total dan bilirubin direk
u/dl mengindikasikan peningkatan produksi atau
penurunan ekskresi bilirubin oleh hati.
Bilirubin direk yang tinggi dapat
menunjukkan gangguan pada saluran
empedu.
SGPT (ALT) dan SGOT (AST):

SGPT: 912 u/dl, SGOT: 873 u/dl:


Peningkatan signifikan pada enzim hati
SGPT dan SGOT menunjukkan adanya
kerusakan hati. Kadar enzim yang tinggi
dapat mengindikasikan adanya inflamasi
atau nekrosis sel hati.
Tes Darah Rutin:

Hb 12,2 g%, Leukosit 7800/mmk, Trombosit


312.000/mmk, Hematokrit 37%: Hasil ini
dalam batas normal untuk tes darah rutin.
Namun, adanya gangguan hati dapat
mempengaruhi produksi atau fungsi
komponen darah tertentu.
DD Hepatitis A,Hepatitis B,Hepatitis C
DK Hepatitis Viral ec virus hep a

2. Pemeriksaan penunjang tambahan apa yang perlu diusulkan? Bagaimana kemungkinan


hasil yang didapatkan terkait kondisi klinis pasien? Berdasarkan hasil yang diperoleh, apa
diagnosis kerja yang dapat ditegakkan?
Pemeriksaan Serologik

Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis dari
infeksi akut hepatitis A.7 Virus dan antibody dapat dideteksi dengan metode komersial RIA, EIA,
atau ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan untuk mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV
(IgM dan IgG). IgM anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya.
Dikarenakan IgG anti-HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi akut, maka apabila seseorang
terdeteksi IgG anti- HAV positif tanpa disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya

11
Muhammad Alfan Hassan Kamal

infeksi di masa yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh pemberian
passive dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis profilaksis terletak dibawah level dosis
deteksi.2, 6
Rapid Test

Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test menggunakan metode
immunochromatographic assay, dengan alat diagnosis komersial yang tersedia.22 Alat diagnosis ini
memiliki 3 garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu “G” (HAV IgG Test Line), “M” (HAV IgM
Test Line), dan “C” (Control Line) yang terletak pada permukaan membran. Garis “G” dan “M”
berwarna ungu akan timbul pada jendela hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-HAV cukup
pada sampel. Dengan menggunakan rapid test dengan metode immunochromatographic assay
didapatkan spesifisitas dalam mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0% dengan
tingkat sensitivitas hingga 97,6%.25

Pemeriksaan Penunjang Lain

Diagnosis dari hepatitis dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan biokimia dari fungsi liver
(pemeriksaan laboratorium dari: bilirubin urin dan urobilinogen, total dan direct bilirubin
serum, alanine transaminase (ALT) dan aspartate transaminase (AST), alkaline
phosphatase (ALP), prothrombin time (PT), total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM,
dan hitung sel darah lengkap). Apabila tes lab tidak memungkinkan, epidemiologic
evidence dapat membantu untuk menegakan diagnosis.6

3. Apakah agen infeksi yang berperan dalam kasus ini? Jelaskan karakteristik yang dimiliki
agen infeksi tersebut yang berkaitan dengan penyakit tersebut!
Hepatitis A disebabkan oleh hepatitis A virus. Virus ini termasuk virus RNA, serat tunggal, dengan
berat molekul 2,25-2,28 x 106 dalton, simetri ikosahedral, diameter 27-32 nm dan tidak mempunyai
selubung. Mempunyai protein terminal VPg pada ujung 5’nya dan poli(A) pada ujung 3’nya.
Panjang genom HAV: 7500-8000 pasang basa. Hepatitis A virus dapat diklasifikasikan dalam famili
picornavirus dan genus hepatovirus.

12
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran diameter 27 nanometer dengan bentuk kubus simetrik
tergolong virus hepatitis terkecil, termasuk golongan pikornavirus. Ternyata hanya terdapat satu serotype yang
dapat menimbulkan hepatitis pada manusia. Dengan mikroskop electron terlihat virus tidak memiliki mantel, hanya
memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri khas dari antigen virus hepatitis A. 3 Seuntai molekul RNA
terdapat dalam kapsid, satu ujung dari RNA ini disebut viral protein genomik (VPg) yang berfungsi menyerang
ribosom sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa dibiak dalam kultur jaringan. Replikasi dalam tubuh dapat terjadi
dalam sel epitel usus dan epitel hati. Virus hepatitis A yang ditemukan di tinja berasal dari empedu yang
dieksresikan dari sel-sel hati setelah replikasinya, melalui sel saluran empedu dan dari sel epitel usus. Virus
hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak dengan perebusan singkat dan tahan terhadap panas pada suhu 60ºC selama
± 1 jam. Stabil pada suhu udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu memungkinkan
VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran empedu.

4. Bagaimana agen infeksi dapat menyebabkan pasien mengalami gejala dan tanda penyakit seperti keluhan
mata kuning dan kencing berwarna seperti teh pekat serta gejala dan tanda lainnya?

13
Muhammad Alfan Hassan Kamal

5. Organ apa saja yang berperan dalam proses perjalanan penyakit ini? Jelaskan berdasarkan pengetahuan
ilmu kedokteran dasar!

Letak : regio hypochondrium dextra dan epigastrium, meluas ke dalam regio hypochondrium sinistra Facies
hepar :

 facies diaphragmatica ke arah anterior, superior, dan posterior


 facies visceralis ke arah inferior Lobus :
 Sinistra
 Dextra
14
Muhammad Alfan Hassan Kamal

o Caudatus
o Quadratus Vaskularisasi :

 Arteria hepatica dextra dan sinistra dari arteria hepatica propria (cabang dari arteria hepatica communis
dari truncus coeliacus)
 Vena porta hepatica → v. cava inferior Inervasi :

 Simpatis : n.splanchnicus mayor T5-T9


 Parasimpatis : n.vagus

Histologi

Hepar memiliki bagian terpenting yakni sinusoid. didalam sinusoid terdapat 2 sel :

 sel kupffer → berperan sebagai makrofag yang dapat mendeteksi dan memfagosit eritrosit tua
 sel penimbun lemak stelata → produksi matriks ekstraseluler sitokin yang membantu mengatur aktivitas
sel kupffer

Trias porta :

 Cabang venula dari vena portal


 Cabang arteri dari arteri hepatika
 Satu atau dua duktus empedu kecil epitel kuboid, cabang dari sistem hantaran empedu

Vaskularisasi esophagus yg relate :

Vena esophageal ber-anastomosis dengan vena azygos.


Anastomosis porto cava yg salah satunya ada di distal esophagus ini yg dilatasi jd varises

6. Apakah kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini?

Kolestasis berkepanjangan: Kolestasis berkepanjangan adalah kondisi ketika aliran empedu menjadi
terhambat atau bertambat

. Kolestasis dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi, seperti gangguan pada hati, peradangan pada
saluran empedu, atau kelainan genetik
 Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut adalah kondisi ketika ginjal mengalami kerusakan secara
mendadak dan tidak berfungsi dengan baik, sehingga tidak dapat membuang limbah dan cairan
tubuh dengan normal
 Hepatitis autoimun Hepatitis autoimun adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang
sel-sel hati, menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang kronis
15
Muhammad Alfan Hassan Kamal

. Kondisi ini dapat menyebabkan gejala seperti kelelahan, nyeri sendi, mual, hilangnya nafsu makan,
sakit di daerah hati, dan kuning pada kulit dan mata
Penyebab pasti hepatitis autoimun tidak diketahui, tetapi faktor genetik dan lingkungan diduga
memainkan peran dalam memicu kondisi ini

7. Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit pada kasus di atas, baik secara farmakologis maupun secara non
farmakologis? Bagaimana edukasi mengenai pencegahan penyakit pada kasus ini?
Non Farmakologi
Perawatan Suportif
Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Aktivitas fisik yang berlebihan
dan berkepanjangan harus dihindari.

16
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem dukungan untuk mempertahankan fungsi
fisiologi seperti hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal liver perfusion, dan charcoal
hemoperfusion.
Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan
dehidrasi sebaiknya diinfus.
Perawatan yang dapat dilakukan di rumah, yaitu :

Tetap tenang, kurangi aktivitas dan banyak istirahat di rumah


Minum banyak air putih untuk menghindari dehidrasi

Hindari minum obat yang dapat melukai hati seperti asetaminofen


dan obat yang mengandung asetaminofen
Hindari minum minuman beralkohol
Hindari olahraga yang berat sampai gejala-gejala membaik

II.Dietetik
a. Makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah lemak untuk pasien
yang dengan anoreksia dan nausea.
b. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila
diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena.
c. Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi
alkohol, makan-makanan yang dapat menimbulkan gangguan
pencernaan, seperti makanan yang berlemak

Farmakologi
hepatitis A biasanya tidak memerlukan penggunaan antiviral untuk penanganan rutin, karena
penyakit ini bersifat self-limiting dan pemulihan alami tubuh cenderung terjadi. Terapi antiviral
mungkin dipertimbangkan dalam kasus-kasus tertentu yang lebih kompleks atau berisiko tinggi.

Saat ini, agen antiviral yang umumnya digunakan untuk pengobatan hepatitis A adalah
immunoglobulin hepatitis A (Hepatitis A Immunoglobulin, HAVIG). HAVIG dapat diberikan untuk
mencegah atau meredakan infeksi hepatitis A pada individu yang terpapar virus
Medikamentosa
a. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A.
b. Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, yaitu bila
diperlukan diberikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada
mual dan muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang kecenderungan untuk perdarahan.
Pemberian obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan misalnya tablet antipiretik parasetamol
untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi
Pencegahan
Upaya Preventif umum

17
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Upaya preventif umum ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak sederhana, tetapi sering
terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan dampak epidemiologis yang positif karena
terbukti sangat efektif dalam memotong rantai penularan hepatitis A.
a. Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak air dan makanan sampai
mendidih selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas kulit makanan terutama yang tidak
dimasak, serta meminum air dalam kemasan (kaleng / botol) bila kualitas air minum non kemasan
tidak meyakinkan.
b. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada peran transmisi fekal-oral HAV.
Faktor hygiene-sanitasi lingkungan yang berperan adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum,
sistem limbah tinja, dan semua aspek higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan
bersih (sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua sangat
berperan dalam mencegah transmisi VHA.
c. Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu. Pasien diisolasi segera setelah
dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai
dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Namun demikian, upaya ini sering tidak banyak menolong
karena virus sudah menyebar jauh sebelum yang bersangkutan jatuh sakit.
d.imunisasi
8. Bagaimana sikap seorang dokter mempertimbangkan aspek bioetik, humaniora dan profesionalisme
dalam menangani kasus ini? Bagaimana epidemiologi kasus?

18
 Medical Indication

Beneficence: menerapkan golden rule principle (melakukan anamnesis, pemfis,


pemeriksaan penunjang) sehingga didapatkan diagnosisnya, yaitu Hepatitis A

• Patient preference

Autonomi: membiarkan pasien kompeten untuk mengambil keputusan dan


mendapatkan hak second opinion serta informed consent -> pada kasus pasien
berusia 20 tahun sehingga sudah berkompeten untuk mengambil keputusan

• Quality of life

Non-maleficence: dokter mampu memberikan tatalaksana yang sesuai dengan


penyakit yang diderita pasien dan dokter juga harus mampu meminimalisir hal
buruk yang dapat terjadi

• Contextual feature

Justice: dokter tidak boleh membeda-bedakan pasien dari ras, agama, golongan

• Primafacie → non-maleficence: dokter harus bisa meminimalisir kejadian buruk


dengan cara mengobati secara proporsional
Epidimiologi
Diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus klinis dari hepatitis A terjadi di seluruh

dunia setiap tahun, tetapi rasio dari infeksi hepatits A yang tidak terdeteksi dapat

mencapai sepuluh kali lipat dari jumlah kasus klinis tersebut. Seroprevalensi dari

hepatitis A virus beragam dari beberapa negara di Asia. Pada negara dengan

endemisitas sedang seperti Korea, Indonesia, Thailand, Srilanka dan Malaysia,

data yang tersedia menunjukan apabila rasio insidensi mungkin mengalami

penurunan pada area perkotaan, dan usia pada saat infeksi meningkat dari awal

masa kanak-kanak menuju ke akhir masa kanak-kanak, dimana meningkatkan

10
resiko terjadinya wabah hepatitis A.14 Di Amerika Serikat, angka kejadian

hepatitis A telah turun sebanyak 95% sejak vaksin hepatitis A pertama kali

tersedia pada tahun 1995. Pada tahun 2010, 1.670 kasus hepatitis A akut

dilaporkan; Incidence rate sebanyak 0,6/100.000, rasio terendah yang pernah

tercatat. Setelah menyesuaikan untuk infeksi asimtomatik dan kejadian yang tidak

dilaporkan, perkiraan jumlah infeksi baru ialah sekitar 17.000 kasus.21

Gambar 2. Insidensi hepatitis A di Amerika Serikat, Dikutip dari kepustakaan 21

Hepatitis A masih merupakan suatu masalah kesehatan di negara

berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit,

hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang

dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%.2 Incidence rate dari hepatitis per 10.000

11
populasi sering kali berfluktuasi selama beberapa tahun silam.4 Suatu studi di Jakarta

melaporkan bahwa anti-HAV kadang kadang ditemukan pada bayi baru lahir, dan

ditemukan pada 20% bayi. Angka prevalensi ini terus meningkat pada usia di atas 20

tahun.1

Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010, KLB hepatitis A terjadi di 2 desa

dengan jumlah penderita sebanyak 32 orang dengan attack rate sebesar 1,35%, kondisi ini

mengalami peningkatan dimana pada tahun 2009 kasus hepatitis A menyerang pada satu

desa. Sementara di Kota Semarang selama tahun 2011 tidak di temukan KLB hepatitis A.

Pada tahun 2013, kasus hepatitis di Kota Semarang meningkat tajam. Menurut Dinas

Kesehatan Kota (DKK) Semarang, ada 47 kasus hepatitis yang diketahui hingga bulan

Agustus tahun 2013.5

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Andirson D.A, Stephen A, Locarini: Replication of Hepatitis Virus A; In Viral Hepatitis and
Liver diseases. 1988 p 8-11.
2. Sulaiman A, Julitasari: Virus hepatitis A sampai E di Indonesia; Yayasan Penerbitan Ikatan
Dokter Indonesia 1995.
3. Balistreri W.F: Viral Hepatitis In: Pediatric Clinic of America 1988 p 375-407.
4. Krugman S: Viral Hepatitis Infection in Pediatric Review 1992. Vol 13 pp 203-212.
5. Sherlock S & James D: Viral Hepatitis, in Liver and Biliary System 11 th ed 2002 Black Well
Science p 267-319.
6. Yaziqni N and Balistreri W.F: Viral Hepatitis in Nelson Text Book of Pediatrics 18 th 2007 p
1680-1687.
7. Hoofnagle J.M: Types A and B Viral Hepatitis in Perspective on Viral Hepatitis.
Hepatitis Information Center 1981 pp 1-18.
8. Report of the Committee on Infections Diseases Hepatitis, 22 nd ed 1981 p 234-240.
9. Tanner S: Hepatitis in Pediatric Hepatology; Churchil Living stone 2001 p 134-150.
10. Zuckerman A.J: Viral Hepatitis in Sight Into the Disease, its preventim, monitoring and
management 1988 pp 1-9.
11. Soewignyo M: Epidemiologi infeksi hepatitis B di Indonesia; Acto Medica Indonesia 1984,
15: p 215-228.
12. Wen W, Chary M, Hsu H. etal: The development of hepato celluler carcinoma among
propectively followed children with chronic hepatitis B infection. Joarn pediatric 2004. 144:
397-399.
13. Har Preet Pall and Maureen M. Jonas: Acute and Chronic hepatitis; in Pediatric Gastro
Infestinal and Liver disease therd edition Edited by. Rober Wyllie and Jeffrey Hyams 2006 p
925-937.
14. Silverman A and Sokol R.S: Liver and Pancreas in Current Pediatric Diagnosis and Treatment
12th. Lange Medical Book 2003 p 582-589.
15. Diktat kuliah Pastologi Anatomi, Sistem Pencernaan. 2010.
16. Cotran S. Ramzi, Kumar Vinay, Collins Tucker : Robbins Pathologic Basis of Disease. 7th Ed.
2004.
17. Underwood JCE; Suryadi : 2nd Ed. 2000.
18. Govan Alasdir D.T. “Pathology Illustrated” 3 rd. Ed. 1992.
19. Frederic H. Martini, Fundamental of Anatomy & Physiology, 7th ed. United States of
America. Pearson Benyamin Cummings, 2006
20. Guyton & Hall, Textbook of Medical Physiology, 11th ed. Philadelphia, Pensylvania.
Elsevier Saunders, 2006
21. Moore. KL. Clinically Oriented Anatomy. 4th ed. Lippincot Williams &bWalkins. New
York. 1999.
22. Murray, RK, Granner DK, Rodwel WW (eds) Harper’s Illistrated Biochemistry. 25 th
ed. McGraw-Hill. New York.2006

13

Anda mungkin juga menyukai