Anda di halaman 1dari 21

Muhammad Alfan Hassan Kamal

Diskusi Kelompok 4
Sistem Gastrointestinal

Nama :M Alfan Hassan Kamal


NIM : 2250141196
Kelompok :7

1
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Surat Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan dengan sebaik-baiknya,
tanpa melakukan plagiarisme

Muhammad Alfan Hassan K

2
Muhammad Alfan Hassan Kamal

PETUNJUK UNTUK MAHASISWA

DISKUSI KELOMPOK 4
BLOK 9 SISTEM SALURAN CERNA

Hari, Tanggal : Jumat, 22 Desember 2023 pukul 13.00 – 15.50


Modul : Hipersensitivitas
Pokok bahasan : Alergi Makanan
Level kompetensi : 4A
Penanggung jawab : Apen Apgani, dr., M.Kes., SpPD
Narasumber terkait :
1. Fransiska Ambarukmi P., dr.,M.Kes
2. Dian Anggraeny dr.,M.Si.
3. Dr. Henny Juliastuti, dr., M.Kes
4. Nurul Aida F, dr., SpF., MSc
5. Endry Septiadi , dr. M.Kes

CAPAIAN PEMBELAJARAN BLOK


CPB 1 Merumuskan diagnosis berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, interpretasi pemeriksaan
penunjang pada kasus system gastrointestinal
(CPL: STN 12; PP2, 3,4,5,9; KU1, 3)
(Sesuai area Kompetensi 1, 2,3,4,6)
CPB 2 Mengaplikasikan ilmu kedokteran dasar yang berkaitan dengan patogenesis dan patofisiologi
serta kemungkinan komplikasi pada kasus system gastro intestinal
(CPL : STN 12; PP1,2,3,4,5,9; KU 1, 3; KK 1,2)
(Sesuai area kompetensi 1,2,3,4,5)
CPB 3 Merencanakan penatalaksanaan sesuai konsep patofisiologi dan evidence based medicine
pada kasus system gastro intestinal
(CPL: STN 12; PP 6; KU 1,3; KK 7, 8, 8)
(Sesuai Area Kom petensi 1,2,3,4,7)
CPB 4 Mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi serta aspek kesehatan
masyarakat pada kasus ssitem gastrointestinal
(CPL: STN 1,2,4,5,6,7,8,9,10;11,12; PP 7,8, 9,10; KK 10)
(Sesuai Area kompetensi 1,2,3)

Capaian Pembelajaran:
1. Memahami pendekatan diagnosis pasien dengan keluhan gatal hamper seluruh tubuh (C3- 4)
2. Merumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
dengan menyusun resume kasus (C4-5)
3
Muhammad Alfan Hassan Kamal

3. Menganalisis gejala dan tanda pada kasus berdasarkan patogenesis dan patofisiologi terkait dengan
melibatkan ilmu kedokteran dasar (anatomi, histologi, faal) (C5-6)

4
Muhammad Alfan Hassan Kamal

4. Merencanakan penatalaksanaan sesuai dengan konsep patofisiologi penyakit serta kompetensi


dokter umum (C4-5)
5. Menganalisis upaya pencegahan penyakit pada kasus (C4-5).
6. Menjelaskan konsep dasar komunikasi efektif, etika profesi pada kasus. (C3-4)

Skenario:
Seorang perempuan berusia 19 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan gatal gatal hampir
seluruh tubuh setelah 30 menit yang lalu makan ikan yang dijual diwarung. Keluhan disertai mual-
mual ,mutah dan mencret dan dada terasa sesak. Penderita baru merasakan keluhan seperti ini,
padahal sebelumnya penderita sering makan ikan.
Riwayat alergi makanan sebelumnya disangkal
Pemeriksaan fisik:
KU tampak sakit sedang, kompos mentis. Tampak kemerahan hampir seluruh tubuh TD
85/80 mmHG, Nadi 110 x/menit, FP 30 x/menit, Suhu 36°C.
Mukosa hidung bengkak dan pucat (-)

Pulmo: whezing +/+, ronki -/-


Extremitas : eritema +/+, kulit kering (-), bersisik(-), likenifikasi (-)

Laboratorium:
Basofil 5% (N 0-1%), eosinophil 10% (N 1-3%), Neutrofil batang 4% (N 0-5%), Neutrofil segmen
50%(N 50-65%), Limfosit 25% (N 25-35%) monosit 6% (N 4-6%)
Ig E 250 IU/ml (N < 100IU/ml)

Tugas
1. Analisislah dan rumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan menyusun
resume kasus

skenario keterangan
Seorang perempuan berusia 19 tahun INSIDENSI
dengan keluhan gatal gatal hampir seluruh DD/
tubuh setelah 30 menit yang lalu makan ikan
yang dijual diwarung

 Intoleransi makanan
Keluhan disertai mual-mual ,mutah dan Sindroma → keluhan pada sistem
mencret dan dada terasa sesak gastrointestinal dan sistem respirasi

5
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Penderita baru merasakan keluhan seperti Pasien belum pernah mengalami keluhan
ini, padahal sebelumnya penderita sering serupa sebelumnya, meskipun sering
makan ikan. mengonsumsi ikan sebelumnya tanpa
adanya reaksi yang sama
Riwayat alergi makanan sebelumnya Pasien tidak memiliki riwayat alergi
disangkal makanan sebelumnya yang pernah
dilaporkan
Pemeriksaan fisik: Pada pemeriksaan fisik,
KU tampak sakit sedang, kompos  kondisi umum pasien terlihat sakit
mentis. Tampak kemerahan hampir sedang, dengan kesadaran yang normal.
seluruh tubuh TD 85/80 mmHG,  Kulitnya tampak kemerahan hampir di
Nadi 110 x/menit, FP 30 x/menit, seluruh tubuhnya,
Suhu 36°C.  tekanan darah rendah (85/80 mmHg),
Mukosa hidung bengkak dan pucat (-) denyut nadi meningkat (110 x/menit),
frekuensi pernapasan juga meningkat
Pulmo: whezing +/+, ronki -/- Extremitas (30 x/menit),
: eritema +/+, kulit kering (-), bersisik(-),  namun suhu tubuh dalam batas normal.
likenifikasi (-)  Wheezing → kemungkinan
penyempitan jalur napas
 Tanda dan gejala urtikaria dan DD/
Dermatitis aktopik disangkal
 Tanda syok anafilaktik

Laboratorium:  Pemeriksaan menunjukkan


Basofil 5% (N 0-1%), eosinophil 10% (N 1- pembengkakan pada mukosa hidung
3%), Neutrofil batang 4% (N 0-5%), tanpa adanya tanda pucat.
Neutrofil segmen  Pada pemeriksaan paru, terdapat
50%(N 50-65%), Limfosit 25% (N 25-35%) wheezing positif, sedangkan tanda
monosit 6% (N 4-6%) ronki tidak ada.
Ig E 250 IU/ml (N < 100IU/ml)  Pada pemeriksaan ekstremitas (bagian
tubuh lainnya), terdapat tanda-tanda
kemerahan pada kulit, namun tidak ada
tanda kulit kering, bersisik, atau
likenifikasi.
 Hasil laboratorium menunjukkan
peningkatan jumlah basofil (5%),
eosinofil (10%), dan kadar IgE (250
IU/ml) yang melebihi batas normal,
sementara jumlah neutrofil batang,
neutrofil segmen, limfosit, dan monosit
dalam rentang nilai normalnya.

6
Muhammad Alfan Hassan Kamal

DK/

Syok Anafilaktik e.c Reaksi alergi makanan

2. Apakah definisi dari penyakit pada kasus tersebut?


Istilah alergi makanan sebenarnya termasuk dalam salah satu kategori dari adverse food reaction atau
reaksi merugikan dari makanan. Adverse food reaction didefinisikan oleh The American Academy of
Allergy and The National Institutes of Health sebagai istilah untuk semua reaksi merugikan dari makanan
atau bahan aditif makanan yang telah dikonsumsi. Reaksi ini kemudian dibagi menjadi food allergy
(alergi makanan) dan food intolerance (intoleransi makanan). Alergi makanan adalah semua reaksi
merugikan dari makanan yang melalui mekanisme imun. Sedangkan intoleransi makanan adalah semua
reaksi merugikan melalui mekanisme non imun. Dalam hal ini termasuk food poisoning (keracunan
makanan), pharmacological food reaction (reaksi akibat sifat farmakologis makanan), metabolic food
reaction (reaksi akibat gangguan metabolisme).
reaksi sistem imun yang terjadi setelah paparan terhadap makanan tertentu. Makanan didefinisikan
sebagai substansi yang dikonsumsi oleh manusia baik yang sudah diproses, semi proses ataupun mentah.
Alergen makanan didefinisikan sebagai komponen spesifik dari makanan atau bahan makanan ( secara
tipikal merupakan protein, namun bisa juga dalam bentuk hapten) yang dikenali oleh sel imun yang
kemudian menimbulkan reaksi imunologik yang diperantarai oleh sel mast dan IgE
Manifestasi klinis
Alergi dapat memberikan gejala klinis lokal maupun sistemik. Pasien alergi dapat mengalami urtikaria,
angioedema, dermatitis atopik, gastroenteritis, asma, rhinitis ataupun anafilaksis. Manifestasi klinis pada
anafilaksis, meliputi penurunan tekanan darah akibat dilatasi vaskulara, serta obstruksi saluran napas.
Pada asma bronkial, gejala yang dialam, seperti obstruksi saluran napas akibat hiperaktivitas otot polos di
bagian bronkus, serta inflamasi dan kerusakan jaringan
Sumber: PATOFISIOLOGI ALERGI MAKANAN Zuhrial Zubir, Herlina M.Sitorus Divisi Pulmonologi
dan Alergi Imunologi Fakultas Kedokteran Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS.H.Adam Malik Medan
3. Bagaimana penjelasan Ilmu kedokteran dasar yang berhubungan dengan kasus di atas?
ANATOMI SISTEM PERNAFASAN
1. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang dindingnya
tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit
dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis
superior, medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umumnya
mengandung banyak pleksus pembuluh darah. [4]
2. Alat penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan lamina basal
yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel basal dan sel
olfaktoris. [4]
3. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak yang
berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan
sphenoidalis. [4]
4. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu dan
7
Muhammad Alfan Hassan Kamal

menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas
udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis
mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu
dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis
gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni. [4]
5.
Laring

8
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak antara faring dan
trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik
mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid
dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia.
Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk
membentuk suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan
mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara
pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita
suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V
Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N Laringealis superior. [4]
6.
Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh jaringan ikat
fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan
limfoid dan kelenjar. [4]
7.
Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki primer bercabang
menjadi bronki lobar  bronki segmental  bronki subsegmental. Struktur bronkus
primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur.
Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang sama sekali.
Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan memanjang.
Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa.
Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil. [9]
8.
Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak
mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar.
Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet. [9]
9.
Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan : epitel kuboid,
kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli). [9]
10.
Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli bermuara. [9]
11.
Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500
juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan
elastis halus. [9] Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar
besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% ,
menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5
% alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal,
apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel
alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk
mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut
interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis

9
Muhammad Alfan Hassan Kamal

diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag
alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel
makrofag melebihi jumlah sel lainnya. [9]
12.
Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin, fibroblas,
kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada dinding
toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe.
Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal. [4]

SALURAN PENCERNAAN

10
Muhammad Alfan Hassan Kamal

1. Cavitas oris (rongga mulut)

Cavitas oris terletak di inferior cavitas nasi. Cavitas oris terbagi menjadi dua regiones oleh arcus
dentalis superior dan arcus dentalis

inferior. Arcus dentalis dibentuk oleh gigi (dentes) dan tulang-tulang alveolar (ossa alveolares).
Dua regiones tersebut adalah:

1. Vestibulum oris di bagian luar, terletak di antara arcus dentales dan facies profundi
bucca dan labium oris

2. Cavitas oris propria di bagian dalam, terletak di sebelah internal arcus dentales
(gambar 1.2) (Drake et al., 2018).

2. Pharynx

Pharynx merupakan saluran yang menghubungkan cavitas nasi dan cavitas oris di kepala dengan
larynx dan oesophagus di leher. Pharynx terbagi menjadi 3 regiones, yaitu nasopharynx,
oropharynx, dan laryngopharynx (gambar 1.2). Struktur rinci dari 3 regiones ini dapat dilihat di
topik anatomi systema respiratoria. Terkait dengan proses penelanan, fossa (recessus) piriformis
yang terletak di laryngopharynx membentuk saluran yang mengarahkan makanan dan minuman
dari cavitas oris menuju oesophagus. Otot-otot pharynx terorganisir menjadi 2 kelompok
berdasarkan arah serabut otot. Otot- otot constrictor memiliki serabut yang berjalan sirkuler,
sementara otot-otot longitudinal berjalan vertikal. Otot constrictor terdiri atas m. constrictor
pharyngis superior, m. constrictor pharyngis media, dan m. constrictor pharyngis inferior

11
Muhammad Alfan Hassan Kamal

3. Oesophagus

Oesophagus merupakan saluran berotot dengan panjang 25 cm, menghubungkan pharynx dan
ventriculus. Oesophagus ini terdiri atas oesophagus cervicalis di region colli, oesophagus
thoracica di cavitas thoracis, dan oesophagus abdominalis di cavitas abdominis (Muresian,
2016). Organ ini dimulai pada ujung inferior laryngopharynx, berjalan melalui aspek inferior
leher, memasuki mediastinum dan turun di anterior columna vertebralis, menembus diaphragma
melalui hiatus oesophagii, dan berakhir di bagian superior ventriculus (Tortora dan Nielsen,
2017).

4. Ventriculus (Gaster/Stomach/Lambung)
Ventriculus merupakan organ tractus gastrointestinalis yang paling berdilatasi dan berbentuk
seperti huruf J. ventriculus terletak di regio epigastrica, regio umbilicalis, dan regio
hypochondriaca sinistra. Ventriculus memiliki 2 permukaan, yaitu facies anterior (facies
superior) dan facies posterior (facies inferior). Ventriculus memiliki 4 regiones utama, yaitu
cardia, fundus, corpus, dan pars pylorica. Cardia mengelilingi muara oesophagus ke ventriculus.

5. Intestinum tenue (small intestine)

Intestinum tenue merupakan bagian terpanjang tractus gastrointestinalis (6-7 m) dan terbentang
dari orificium pyloricum sampai ileocecal junction. Saluran ini terdiri atas duodenum, jejunum,
dan ileum (Drake et al., 2018; Hansen, 2019).

A. Duodenum Duodenum berbentuk huruf C dengan panjang 20-25 cm. Lumen duodenum
terluas dibandingkan organ intestinum tenue yang lain. Duodenum terletak
retroperitoneal, kecuali pada bagian permulaannya yang dihubungkan ke hepar oleh
ligamentum hepatoduodenale
B. Jejunum Jejunum dimulai dari duodenojejunal junction. Jejunum mewakili 2/5 proximal
intestinum tenue, terletak sebagian besar di kuadran kiri atas. Dibandingkan ileum,
jejunum memiliki diameter yang lebih besar, dinding lebih tebal, lemak mesenterica lebih
sedikit, plica circularis lebih tinggi dan lebih banyak, arcade arterialis yang kurang
menonjol, dan vasa recta lebih panjang (Drake et al., 2018; Hansen, 2019; Wineski,
2019).
C. Ileum Ileum membentuk 3/5 distal intestinum tenue, terletak sebagian besar di kuadran
kanan bawah. Dibandingkan jejunum, ileum memiliki dinding lebih tipis, plica circularis
lebih sedikit dan kurang menonjol, vasa recta lebih pendek, lemak mesenterica lebih
banyak, dan arcade arterial lebih banyak (gambar 1.13) (Drake et al., 2018).
D. Intestinum Crassum (Large Intestine/Usus Besar) Intestinum crassum terbentang dari
ujung distal ileum ke anus dengan panjang sekitar 1,5 meter pada orang dewasa.
Intestinum crassum melengkung di sekitar dan menutupi gulungan intestinum tenue dan
cenderung lebih terfiksir dibandingkan intestinum tenue. Ia terdiri atas cecum, appendix
vermiformis, colon, rectum, dan canalis analis
E. Cecum Cecum adalah bagian pertama intestinum crassum, berupa kantung berujung
buntu. Ia terletak inferior dari ileocecal junction di fossa iliaca dextra. Cecum
merupakan
12
Muhammad Alfan Hassan Kamal

struktur intraperitoneal karena mobilitasnya, bukan karena alat penggantung


peritoneumnya. Cecum berlanjut menjadi colon ascendens setinggi pintu masuk ileum ke
cecum (Drake et al., 2018; Wineski, 2019).
F. Appendix vermiformis Appendix vermiformis adalah saluran berbentuk cacing dan
berujung buntu, berlubang, dan sempit yang muncul dari dinding posteromedial cecum.
Ia memiliki aggregasi jaringan limfoid yang besar di dindingnya. Ia tergantung ke ileum
terminalis oleh mesoappendix (mesenteriolum).
G. Colon Colon berjalan ke superior dari cecum dan terdiri atas colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Colon ascendens dan colon
descendens tergolong retroperitonel, sedangkan colon transversum dan colon
sigmoideum tergolong intraperitoneal (Drake et al., 2018).
H. Rectum dan Canalis Analis Rectum merupakan kelanjutan dari colon sigmoideum,
dimulai dari rectosigmoid junction setinggi vertebra SIII, dan terletak di konkavitas os
sacrum dan os coccygeus. Rectum merupakan struktur retroperitoneal dengan panjang
sekitar 12 cm. Rectum dapat dibedakan dengan colon yang lain karena tidak memiliki
taenia coli. Rectum di bagian 1/3 atas dilapisi peritoneum pada bagian anterior dan
lateral, 1/3 media hanya pada bagian anterior, dan 1/3 inferior tidak dilapisi peritoneum
(Heylings et al., 2018).

6. Anus

Canalis analis berakhir di anus yang membuka ke luar. Ada 2 otot sfingter, yaitu m. sphincter ani
internus yang dibentuk oleh otot polos dan bersifat involunter dan m. sphincter ani externus yang
dibentuk oleh otot skelet dan bersifat volunter (Marieb dan Keller, 2018). M. sphincter ani
externus tersusun atas pars profundi, pars superficialis, dan pars subcutanea (Heylings et al.,
2018).

Anatomi Usus

halus

Terbentang dari pilorus hingga caecum. Pada neonatus panjangnya 275 cm sementara pada
dewasa dapat mencapai 5-7 m.

Terletak di foregut hingga midgut dan terdiri dari:

 Duodenum
Berbentuk seperti huruf C. Terletak di dekat caput pankreas, di atas umbilikus.
Panjangnya 20-25 cm dan memiliki lumen paling besar. Duodenum terbagi menjadi 4
bagian, antara lain pars superior, pars descendens, pars inferior dan pars ascendens. Pars
superior et descendens termasuk ke dalam kelompok foregut. Pars inferior hingga ileum
termasuk ke dalam kelompok midgut.

13
Muhammad Alfan Hassan Kamal

 Jejunum
2⁄5 bagian proximal. Diameternya lebih besar dan dindingnya lebih tebal dibandingkan
ileum. Plica circulare banyak dan menonjol.
 Ileum
3⁄5 bagian distal. Diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis dibandingkan
jejunum. Plica circulares sedikit dan kurang menonjol. Bermuara di colon.

Vaskularisasi

 Foregut: A. coeliaca atau tripus halleri V. porta hepatica


 Midgut: A. mesenterica superior
V. mesenterica superior, bermuara ke V. porta hepatica

Inervasi

• Foregut: Parasimpatis → N. Vagus, CN X (otonom) Simpatis → N. splanchnicus mayor (T5-


T9)

• Midgut: Parasimpatis → N. Vagus, CN X (otonom) Simpatis → N. splanchnicus minor (T5-T9)

Histologi

Mukosa

 Terdiri dari villi dan pyloric gland


 Villi terdiri dari sel epitel columnar Enterosit serta goblet cell
 Diantara villi terdapat saluran/ celah untuk intestinal gland yang disebut crypt of
lieberkuhn
 Memiliki paneth cell yang berfungsi sebagai innate immunity yang terletak pada dasar
dari Crypt of Lieberkuhn

Submukosa→Terdiri dari pembuluh kapiler, nodus limfatikus, dan plexus meissner.

Muscularis

 Terdiri dari otot sirkuler dan otot longitudinal, serta memiliki plexusauerbach untuk
peristalsis

Serosa→Jaringan ikat terluar daripada usus

14
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Fisiologi

Perpindahan cairan: Dua pertiga H20 tubuh terdapat di cairan intrasel (CIS). Sisa sepertiganya
terdapat di cairan ekstrasel (CES) yang terdistribusi antaraplasma (20% CES)
dancairaninterstisium (80% CES)

Biokimia
Proses pencernaan karbohidrat

 - Di Mulut: Karbohidrat (polisakarida) diubah jadi Dextrin oleh enzim SalivaryAmylase


 - Di Usus Halus (Duodenum): Dextrin diubah jadi Disakarida oleh enzim Pancreatic

Amylase(disakaridase) Lalu Disakarida dipecah jadi monosakarida

 - Maltosa menjadi Glukosa+ Glukosa oleh enzim Maltase


 - Laktosa menjadi Glukosa+ Galaktosa oleh enzim Laktase
 - Sukrosa menjadi Glukosa + Fruktosa oleh enzim Sukrase

15
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Sumber:

 Saladin KS, McFarland RK, Gan CA, dan Cushman HS 2018. Essentials of Anatomy and
Physiology Second Edition. McGraw-Hill Education, New York hal. 560
 dr. Tjokorda Istri Anom Saturti,SpPD DALAM RANGKA MENJALANI
KEPANITERAAN KLINIK MADYA PENYAKIT
DALAM.FAKULTASKEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH
: 2017
 Drake RL, Vogl AW, dan Mitchell AWM 2018. Gray’s Basic Anatomy second ed. Elsevier,
Philadelphia hal. 581

4. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi hingga timbul tanda dan gejala pada kasus?

16
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Sumber: Jurnal THT-KL.Vol.2,No.3, September - Desember 2009, hlm 142 - 152

5. Apakah etiologi dari penyakit pada kasus tersebut?


Eiologi alergi multifaktorial. Diantaranya dapat berasal dari agen, host, dan lingkungan. Host dapat
berupa daya tahan tubuh dan usia dimana usia dini semakin rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat berupa
suhu, musim. Agen dapat berupa alergen. Reaksi alergi yang timbul akibat paparan alergen pada umumnya
tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat beragam.4 Diantaranya adalah antibiotik,
17
Muhammad Alfan Hassan Kamal

ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum lokal, makanan, enzim,
hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin,
sterptomisin, sulfonamid. Ekstrak alergen dapat berupa rumput-rumputan atau jamur, serum ATS, ADS, dan
anti bisa ular. Produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat menyebabkan alergi. Makanan yang
dapat menjadi penyebab alergi diantaranya susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur, dan udang
Sumber: Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:63-68, Januari 2009 Terapi Antibodi IgE pada Rinitis Alerg
6. Bagaimana tatalaksana pada kasus sesuai kompetensi dokter umum?
- Lakukan ABCD:
A→jaga saluran napas, pada kasus normal B→pemberian oksigen

C→pemberian cairan infus

D→pemberian adrenalin berupa epinefrin (untuk syok)

 Pemberian antihistamin (diphenhydramine 50 mg)


 Pemberian kortikosteroid → bekerja di sel mast untuk mencegah terjadinya degranulasi
 Terapi IgE (anti-alergen) dan imunoterapi

Penatalaksanaan rinitis alergi yang disebabkan alergi makanan terdiri dari dua hal utama, yaitu
 menghindari makanan penyebab atau terapi diet (avoidance)
Pada terapi diet terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu adanya prosedur
diagnostik yang menkonfirmasi keterlibatan makanan tersebut dengan keluhan penderita, dan
adanya kemungkinan makanan atau kelompok makanan tersebut dapat dihindari sepenuhnya oleh
penderita.
 terapi farmakologis
berdasarkan penelitian pada penderita rinitis dengan alergi makanan, oral disodium
cromoglycate (DSCG) dengan dosis 100-200mg setiap 4 jam sehari dapat memberikan proteksi
signifikan terhadap immediate nasal response(83%) dan late nasal response(79%).
Penggunaan DSCG secara topikal dapat berguna dan sebagai tambahan dapat diberikan
kortikosteroid topikal dan dekongestan topikal bila DSCG oral tidak dapat mengurangi simtom
hidung.
 Terapi tambahan dapat diberikan untuk mengontrol secara optimal keluhan penderita. Obat-
obat yang sering dipakai meliputi antihistamin, antikolinergik atau alfasimpatomimetik seperti
penatalaksanaan rinitis alergi pada umumnya.
 Allergen Immunotherapy

Prinsip imunoterapi mendominasi dalam prinsip tatalaksana alergi makanan. Imunoterapi yang dilakukan
berdasarkan hubungan dengan alergen spesifik dilakukan dengan dasar teori yaitu dengan melakukan
peningkatan paparan secara gradual seorang penderita dengan alergen yang spesifik, maka diharapkan akan
terjadi suatu proses desensitisasi atau diharapkan akan terjadi suatu peningkatan toleransi terhadap alergen
tersebut.10

18
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Efek imunologis yang terjadi setelah pemberian imunoterapi adalah sebagai berikut10:

1. Antibodi penghalang Imunoterapi akan menginduksi IgG spesifik alergen (IgG4) yang berperan sebagai antibodi
penghalang yang berkompetisi dengan IgE untuk berikatan dengan alergen. Sejumlah studi mengemukakan bahwa
terbukti ada hubungan antara pengurangan gejala alergi dengan jumlah IgG serum. Peningkatan IgG4 berhubungan
dengn inhibisi ikatan antara IgE dengan reseptor sehingga menekan aktivasi basofil.10,11

2. Penurunan IgE
Respons Th 2 terhadap alergen akan dihambat dan menginduksi respons Th 1 dengan peningkatan interferon dan IL-
12. Perubahan fungsi ini akan mempengaruhi produksi IgE, pematangan populasi sel, pelepasan mediator oleh sel mast
dan basofil. Akhirnya penurunan IgE akan menurunkan respons alergi.

3. Modulasi sel mast dan basofil


Imunoterapi memodulasi fungsi sel mast dan basofil sehingga terjadi penurunan pelepasan mediator walaupun
terdapat IgE spesifik pada permukaannya. Efek ini ditunjukkan dengan penurunan pelepasan histamin pasca
imunoterapi setelah pajanan alergen spesifik yang didahului oleh penurunan IgE spesifik atau peningkatan IgG
spesifik. 4. Peningkatan aktivitas limfosit T supresor Imunoterapi akan mengubah jaringan kerja pengaturan sel
oleh karena peningkatan aktivitas limfosit T supresor. Produksi IgE, pematangan sel mast, aktivasi makrofag,
pelepasan mediator oleh sel mast dan basofil akan berkurang dan mempengaruhi mekanisme alergi.
Sumber: JKR (JURNAL KEDOKTERAN RAFLESIA) Vol. 6, No. 2, 2020 ISSN (print): 2477-3778;
ISSN (online): 2622-8344

7. Bagaimana pencegahan agar tidak terjadi rekurensi ?


• MENGHINDARI MAKANAN PENYEBAB ALERGI MAKANAN
• Oral Food Challenges
Oral food challenges (OFC) adalah memberikan makanan yang diduga mengandung alergen kepada
pasien dengan jumlah yang ditambah secara bertahap bertahap dalam rentang kurang lebih 20-30
menit, apabila timbul reaksi alergi maka segera dihentikan, dan apabila pada jumlah maksimal tidak
terjadi reaksi alergi, pasien tidak diperbolehkan pulang selama beberapa jam untuk menghindari
adanya komplikasi akibat reaksi alergi lambat.

19
Muhammad Alfan Hassan Kamal

8. Bagamana prognosis dari kasus tersebut?


Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

9. Bagaimana aplikasi konsep bioetik dan medikolegal pada kasus?


Medical indication
Beneficence: menerapkan Golden Rule Principle → dokter mampu melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat menegakkan diagnosis “ALERGI
MAKANAN”
Patient preference
Autonomy: dokter melakukan informed consent kepada pasien dan menghargai hak pasien →
dokter memberikan informasi, melaksanakan informed consent dengan pasien karena usia pasien
yang sudah kompeten
Quality of life
Beneficence: meminimalisasi akibat buruk dan mengetahui prognosis
Non-maleficence: mencegah komplikasi → dokter mencegah komplikasi dengan melakukan
penanganan dan pengobatan yang tepat
Contextual feature

20
Muhammad Alfan Hassan Kamal

Justice: mendistribusikan keuntungan dan kerugian → dokter memberikan edukasi terkait penyakit
serta kekurangan dan kelebihan penanganan tersebut, menganalisis faktor risiko lain seperti stress
psikologis dan lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien

Daftar Pustaka
1. Frederic H. Martini, Fundamental of Anatomy & Physiology, 7th ed. United States of America.
Pearson Benyamin Cummings, 2006
2. Guyton & Hall, Textbook of Medical Physiology, 11th ed. Philadelphia, Pensylvania. Elsevier
Saunders, 2006
3. Abbas AK, Lichtman A, Pillav S. Basic immunology : functions and disorders of the immune system. 5th
Ed. Missouri, Elsevier. 2016
4. Mitchell AL. Anaphylaxis, Acute Allergic Reactions, and Angioedema, dalam : Cydulka RK et al
(editors) Tintinalli’s Emergency Medicine Manual. 8th Ed. New York Mc Graw Hill. 2018

21

Anda mungkin juga menyukai