Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
Laporan Kasus

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. ID
No RM : 759537
Jenis Kelamin : laki-laki
TTL : Polonan, 17-7-1946
Umur : 69 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Status : Menikah
MRS : Tanggal 29 Mei 2016 di Instalasi Gawat Darurat / Kelas 2

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Ruang perawatan : ICU bed 8

Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2016

1.2 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut disertai tidak bisa buang air besar
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien Laki-laki usia 69 tahun, dirujuk dari Rumah Sakit Umum Daerah
Polewali, Sulawesi selatan, pasien mengeluhkan tidak bisa buang air besar sejak 6
2

hari yang lalu, sebelum masuk RSUD dr. Wahidin Sudirohusodo, pasien juga merasa
nyeri perut yang hilang timbul, keluhan juga disertai muntah dan tidak bisa kentut
selama 3 hari terakhir. Riwayat BAB dengan kotoran seperti kotoran kambing pernah
dialami. Buang air berdarah tidak pernah, tidak ada riwayat operasi abdomen
sebelumnya, tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.

Riwayat Penyakit dahulu : Pernah Opname dengan sakit Ileus Obstruktif di RS

Mamuju.

Riwayat Alergi : Tidak Ada

Kesadaaran umum : Compos mentis, sakit sedang, GCS E4 V5 M6


Tanda Vital :
- TD 100/90 mmHg
- Nadi 90x/menit
- Temperatur 36,5oC
- Pernapasan 20 x/menit

Pemeriksaan Fisis :
Mata
konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Pupil : Isokor
Kelopak Mata : Edema (-)
Kornea : Jernih
THT
Tonsil : Normal
Faring : Normal
Mulut : Normal
Pendengaran : Normal
Leher
JVP : Dalam batas normal
3

Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran


Kaku Kuduk : Tidak ada
Dada
Bentuk dada : Skoliosis,
ekspansi dada : Simetris,
penggunaan otot bantu napas : Tidak Ada
Jejas/ Trauma : Tidak ada
Paru : dalam batas normal
Inspeksi dan Palpasi
Jalan napas bersih, irama teratur, kedalaman normal, pola napas normal
Bentuk dada : Skoliosis,
ekspansi dada : Simetris,
Krepitasi : (-)
Massa : (-)
Nyeri Tekan : (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi pernapasan Vesikuler, Ronchi (-),
Wheezing (-)
Jantung : dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2 reguler, tunggal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising usus menurun
Palpasi : Distended Abdomen, nyeri tekan (-), Asites (-),
Hepar tidak teraba pembesaran, pembesaran lien (-)
,meteorismus (+).
Perkusi : Timpani
4

Kulit
- Warna kulit normal, turgor kulit elastis,
- Ada risiko dekubitus
Ekstremitas
- Akral hangat, edema tungkai (-)

1.3 Pemeriksaan Laboratorium :


Tabel 1.1 imunoserologi, Darah Rutin, GDS, fungsi ginjal Tanggal 1 Juni 2015
Item Hasil Nilai Rujukan Satuan

PCT 5,96 <0,05 Ng/ml

WBC 4,0 4,0-10,00 103/mm3

RBC 4,22 4,50-6,50 106/mm3

PT 12,1 10-14 Detik

HCT 38,3 40,0- 54,0 %

GDS 107 140 mg/dL

Ureum 29 10-50 mg/dL

Kreatinin 0,71 L (<1,3);P(< 1,1) mg/dL

Kalium 3,7 3,5- 5,1 mmol/L

Natrium 137 136-145 mmol/L

Klorida 105 97 - 111 mmol/L

1.4 Pemeriksaan Radiologis


5

Foto Polos Abdomen 3 Posisi (30/5/2016)

- Udara Usus terdistribusi sampai ke distal colon


- Tampak dilatasi loop-loop usus disertai gambaran air fluid level yang
memanjang
- Tidak tampak gambaran udara bebas pada kedua subdiafragma
- Kedua psoas dan preperitoneal fat line sulit dinilai
- Tulang-tulang intak

Kesan : Gambaran Ileus Paralitik

Gambar 2. Foto Polos Abdomen 3 Posisi Tn. ID

1.5 Diagnosis
Diagnosis Masuk : Ileus Obstruksi Total
Diagnosis utama : Tumor Colon Sigmoid

1.6 Penatalaksanaan
6

Farmakologi
- IVFD RL 28 tpm
- ceftazidim 1 gr/12 jam /IV,
- ketorolac 30 g / 8 jam / IV,
- Ranitidine 50 g/ 8 jam /IV.
Non Farmakologi

OK CITO / IRD Bedah


Tanggal Operasi : 30 Mei 2016
Nama Operasi : Laparatomi Eksplorasi + Resection Colon Sigmoid +
Colostomy ( Hartman procedure).
Jaringan yang dieksisi : Sigmoid
Indikasi Operasi : release obstruction
Diagnosis prabedah : Total Intestinal Obstruction et causa tumor colon
sigmoid
Diagnosis postbedah : Total Intestinal Obstruction et causa tumor colon
sigmoid

BAB II
Tinjauan Pustaka

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik. 1,2 Ileus dapat dibagi menjadi dua yaitu
ileus fungsional dan ileus mekanik. Ileus fungsional merupakan keadaan dimana usus
7

kehilangan kemampuannya untuk peristalsis sedangkan pada ileus obstruksi terdapat


struktur fisik yang menyebabkan obstruksi.3

Ileus fungsional dapat dibagi menjadi ileus local (sentinel loop) dan ileus
generalisata (ileus paralitik). Sedangkan ileus obstruktif dibedakan menjadi ileus
obstruksi letak tinggi dan ileus obstruksi letak rendah. Hal ini dibedakan dari letak
obstruksi apakah di distal atau proksimal dari valvula ileosekal.3

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Gambar 1. Anatomi sistem pencernaan

Organ-organ yang terlibat dalam sistem pencernaan antara lain adalah :4


A. Mulut
Mulut terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar (vestibula) yang terletak
diantara gusi dan gigi dengan bibir dan pipi sertaBagian dalam (rongga
mulut) yang dibatasi oleh os maksillaris dan semua gigi. Di dalam rongga
mulut terdapat 3 kelenjar saliva yaitu kelenjar parotis, kelenjar submaksilaris,
dan kelenjar sublingualis. Saliva berfungsi untuk lubrikasi rongga mulut
8

sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan. Saliva juga


mengandung enzim-enzim pencernaan yang berfungsi mencerna makanan ke
bentuk yang lebih sederhana.

B. Faring
Organ ini adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esophagus. Pada faring terdapat tonsil yang adalah kumpulan kelenjar limfe
yang mengandung banyak limfosit sehingga menjadi pertahanan agar kuman
tidak masuk ke dalam tubuh.

C. Esophagus
Organ yang menghubungkan faring dengan gaster. Panjang esophagus
sekitar 25 cm. esophagus terdapat di posterior trakea dan di anterior dari
vertebra. Setelah melalui kavum thorax menembus diafragma dan menuju ke
gaster. Esofagus berfungsi sebagai media transportasi makanan ke lambung.
D. Gaster
Setelah melewati esophagus, makanan akan dicerna di gaster. Bagian-
bagian gaster antara lain kardiak, fundus, korpus, kurvatura minor, kurvatura
mayor, dan antrum pylori. Fungsi gaster adalah :
1. Tempat pencernaan makanan melalui gerak peristaltic dan getah
lambung.
2. Mempersiapkan makanan untuk dicerna usus dengan cara makanan
dicairkan dan dicampur dengan asam hidroklorida.
3. Mengubah protein menjadi pepton oleh pepsin.
4. Membekukan susu dan kasein yang dikeluarkan oleh renin.
E. Usus halus ( intestine minor )
Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Duodenum
Setelah melewati gaster makanan akan dicerna di duodenum. Pada
duodenum ada papila vateri yang merupakan muara dari duktus
choleduchus dan duktus pancreaticus. Pada duodenum juga terdapat
kelenjar Brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah usus halus.
2. Jejenum
Jejenum memiliki panjang sekitar 2-3 m. batas antara jejenum dan ileum
tidak tegas.
9

3. Ileum
Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus dengan panjang 4-5 m.
ileum ini berhubungan dengan sekum melalui orificium ileoseikalis.
Orificium ini memiliki sfingter ileoseikalis dan valvula baukini. Valvula
ini berfungsi untuk mencegah cairan atau isi kolon ascendens tidak
kembali ke ileum.
F. Kolon ( intestine mayor )
Fungsi kolon antara lain adalah :
a. Tempat menampung sisa makanan yang telah diabsorpsi usus halus.
b. Menyerap air dari sisa makanan.
c. Tempat tinggal bakteri E. Coli yang berperan dalam proses pembusukan.
Adapun bagian-bagian dari kolon antara lain :

1. Sekum
Tempat bermuaranya sisa makanan dari usus halus melalui valvula
baukini. Di sisi inferior dextra dari sekum terdapat appendiks
vermiformis.
2. Kolon Ascendens
Terletak di region dextra abdomen. Kolon ini ini memanjang keatas hingga
ke bawah hepar dan pada ujungnya membentuk lengkungan ke kolon
transversum yang disebut flexura hepatica. Panjang kolon ini kira-kira 13 cm.
3. Kolon Transversum
Kolon ini terletak memanjang di bawah hepar dan gaster. Disebelah
kanannya terdapat flexura hepatica dan di kirinya ada flexura lienalis.
Panjangnya sekitar 38 cm.
4. Kolon Descendens
Kolon ini ada di flexura lienalis dan akan bermuara ke kolon sigmoid.
Panjangnya sekitar 25 cm.
5. Kolon Sigmoid
Kolon ini berbentuk huruf S dan bagian bawahnya berhubungan
dengan rektum.
6. Rektum
10

Rektum adalah organ yang menghubungkan kolon dengan anus.


7. Anus
Anus adalah saluran pencernaan makanan paling akhir. Letaknya di
abdomen bagian tengah di dasar pelvis setelah rektum. Ada 3 sfingter yang
terdapat pada otot anus yaitu sfingter ani internus dan eksternus serta sfingter
levator ani.

2. 2 Ileus Paralitikus
A. Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus tidak mampu
melakukan peristaltik. Ileus paralitik ini merupakan akibat dari berbagai penyakit
primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan
obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Gerakan
peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi yang
diatur oleh neuron inhibitory dan neuron eksitatori dari sistem enteric motor
neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh berbagai
faktor seperti sistim saraf simpatik parasimpatik, neurotransmitter (adrenegik,
kolinergik, serotonergik, dopaminergik), hormon intestinal, dan keseimbangan
elektrolit.2
B. Etiologi
Ileus paralitikus bisa disebabkan oleh faktor-faktor berikut :5
a. post operasi intraabdominal.
b. sepsis
c. obat-obatan ( anestesi, opioid, psikotropika, antikolinergik, antasida, warfarin,
amitriptyline, chlorpromazine)
d. gangguan sistem endokrin (diabetes, insufisiensi hormone adrenal, hipotiroid).
e. ganguan metabolik seperti rendahnya kadar potassium, magnesium, atau
sodium.
f. cardiopulmonary failure
g. pneumonia
11

h. trauma (fraktur costa atau fraktur vertebra)


i. kolik empedu atau kolik renal.
j. Peritonitis

C. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8
liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi
dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan
usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Segera setelah
timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat
proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan
obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan
nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode. Gelombang
peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan
setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan
melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam
ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi
lebih jarang dan akhirnya hilang, keadaan ini yang disebut dengan ileus paralitik.
12

D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari ileus paralitik antara lain :3

a. Kembung

b. Nyeri perut

c. Mual dan muntah

d. Konstipasi

e. Bising usus menurun atau menghilang

f. Suara timpani pada perkusi abdomen.

E. Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien dengan ileus paralitik dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
radiologi berupa :
A. Foto polos abdomen 3 posisi
Organ-organ abdomen yang dapat diperiksa menggunakan foto polos meliputi
hepar, lien, ginjal, pancreas, intestine, dan os vertebra. Foto Polos Abdomen 3
posisi yaitu foto yang diambil dalam 3 posisi sebagai berikut : 7
1. Posisi supine
Pasien tidur telentang dengan sinar datang dari arah vertical dengan proyeksi
AP. Hal- hal yang dapat dinilai dari posisi ini adalah :
13

a) Dinding abdomen, lemak praperitoneal kanan dan kiri baik atau menghilang.
b) Garis psoas kanan dan kiri : baik, menghilang atau tampak pelembungan.
c) Gambaran udara usus : normal, pelebaran lambung/ usus halus/ kolon,
penyebaran dari usus-usus yang melebar, keadaan dinding usus, jarak antara 2
dinding usus yang berdampingan.
d) Gambaran cairan di luar usus atau massa tumor.
2. Posisi erect
Pasien duduk atau berdiri dengan sinar horizontal dan proyeksi AP. Hal-hal
yang dapat dinilai pada posisi ini antara lain :

a) Gambaran udara dan cairan di dalam maupun diluar usus, misalnya abses.
b) Gambaran udara bebas dibawah diafragma
c) Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah.

3. Posisi Left Lateral Decubitus (LLD)


Pasien tidur dengan posisi miring ke kiri dan sinar datang dari arah horizontal
dan proyeksi AP. Hampir sama seperti pada posisi duduk, hanya udara bebas
letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding abdomen.
B. CT Scan
Pada CT-Scan abdomen gambaran ileus paralitik yang khas adalah terdapat
pembesaran dari diameter ileus dan tidak didapatkannya bagian yang kolaps.
Selain itu tidak terdapat massa atau adhesi yang menyebabkan obstruksi.
Sehingga dapat menyingkirkan kemungkinan dari ileus obstruksi.9
14

Pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi masih merupakan pemeriksaan


radiologi yang masih efektif untuk membantu menegakkan diagnosa obstruksi usus
maupun ileus paralitik. Dengan melihat pola udara di intralumen dan ekstralumen.
Untuk pemeriksaan non-konvensional, penggunaan CT-Scan dilakukan jika
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan foto abdomen 3 posisi hasilnya tidak jelas.
Sebab pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lebih, sehingga memungkinkan
perburukan dari kondisi pasien.

Pada foto polos abdomen dapat dibedakan antara usus halus dengan usus
besar dengan melihat valvulla conniventes dan haustra.3
15

Gambar 2 Valvula Conniventes

Gambar 3 Haustra (anak panah )

Gambaran radiologis pada pasien dengan ileus paralitik antara lain :3


1. Gambaran udara tampak pada seluruh usus baik usus halus maupun kolon.
2. Lambung seringkali ikut distensi.
3. Air fluid level lebih sedikit daripada ileus obstruksi. Bila ada berbentuk
memanjang.
4. Gambaran udara di rektum atau kolon sigmoid tetap ada karena bersifat
fungsional.
16

Gambar 4. Gambaran radiologi ileus paralitik

F. Diagnosa Banding
Ileus Obstruktif
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik dibedakan
menjadi,antara lain :
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dar i gaster sampai
ileumterminal).
Gambaran Radiologi 3,8
17

Foto polos Abdomen :


- Usus halus dibedakan dari usus besar dari valvula conniventes yang
melintasi usus secara komplit. Petunjuk lain adalah lokasinya (sentral atau
marginal).
- Terdapat juga lengkungan yang berdilatasi pada usus yang terletak di
sentral yang saling menempel satu sama lain
(Coil spring appearance) pada obstruksi usus halus distal.
- Udara dalam kolon biasanya jarang atau tidak ada sama sekali.
- Pada foto tegak, terdapat gambaran air fluid level multipel.
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di
ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Herring bone appearance.

Gambar 4. Obstruksi Usus Halus klasik :


valvulae conniventes terlihat jelas.
18

Gambar 5. Usus halus pada ileus obstruksi letak tinggi sering juga
disebut sebagai stack of coins appearance atau coil spring appearance.

2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal
Sampai rectum).
Gambaran Radiologi :3,8
- Pada foto polos abdomen terlihat usus besar akan berdilatasi di perifer.
- Lengkungan usus halus yang berdilatasi terlihat pada keadaan katup ileosekal
yang inkompeten.
- Distensi sekum > 8 cm meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
sekum.
- Gambaran air fluid level biasanya sedikit sedangkan bedanya pada ileus
paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruh dari
gaster sampai rectum.
- Tidak terdapat gambaran udara di rektum jika obstruksi sudah berlangsung
lama.
19

Gambar 6. Ileus Obstruksi letak rendah.


Udara di sekum masih tampak sedikit.

G. Penanganan
Penanganan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati
kausa atau penyakit primer, dan pemberian nutrisi yang adekuat. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa NGT ( bila perlu pasang juga rectal
tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit, dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Obat yang dapat dipakai adalah metoclopramide bermanfaat
untuk gastro paresis, sisaprid bermanfaaat untuk ileus paralitik pasca operasi, dan
klonidin untuk ileus paralitik karena obat-obatan.1

H. Prognosis
Ileus paralitik prognosisnya baik bila penyakit primernya dapat diatasi.1
20

BAB III
Pembahasan

1.1Diskusi
Pasien Laki-laki usia 69 tahun, dirujuk dari Rumah Sakit Umum Daerah
Polewali, Sulawesi selatan, pasien mengeluhkan tidak bisa buang air besar sejak 6
hari sebelum masuk RSUD dr. Wahidin Sudirohusodo, pasien juga merasa nyeri
perut yang hilang timbul, keluhan juga disertai muntah dan tidak bisa kentut selama 3
hari terakhir, pada pemeriksaan fisis ditemukan distensi abdomen dan bising usus
yang menurun. Riwayat BAB dengan kotoran seperti kotoran kambing pernah
dialami. Buang air berdarah tidak pernah, tidak ada riwayat operasi abdomen
sebelumnya, tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Keadaan ini sesuai
dengan manifestasi klinis dari kegagalan usus untuk melakukan kontraksi peristaltik
atau disebut dengan ileus paralitik. Penyebab ileus paralitik pada pasien ini yang
21

diakibatkan oleh faktor neurologik, metabolik, obat-obatan serta infeksi


dikesampingkan karena pada pasien ini sebelumnya tidak pernah ada gangguan.
Penyakit primer yang menyebabkan ileus paralitik pada pasien ini yaitu akibat dari
obstruksi usus yang berlangsung lama yang disebabkan oleh suatu tumor pada distal
colon sigmoid.10

Pemeriksaan Radiologis dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya dilatasi


usus halus dan kolon, ada tidaknya penebalan dinding usus, ada tidaknya airfluid
level pad foto tegak dan lateral dekubitus, distribusi udara di colon dan rektum. Pada
pasien ini dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada Foto polos
abdomen 3 posisi diperoleh udara usus terdistribusi sampai ke distal colon, tampak
dilatasi loop-loop usus disertai gambaran air fluid level yang memanjang, tidak
tampak gambaran udara bebas pada kedua subdiafragma, kedua psoas dan
preperitoneal fat line sulit dinilai ,tulang-tulang intak. Gambaran ini memberikan
kesan Ileus Paralitik.3,8

Sebagai tindak lanjut, pasien diberikan IVFD RL 28 tpm , ceftazidim 1 gr/12


jam /IV, ketorolac 30 g / 8 jam / IV, Ranitidine 50 g/ 8 jam /IV. Selanjutnya
direncanakan untuk dilakukan penanganan operatif berupa laparatomi eksplorasi +
resection colon sigmoid + colostomy.

1.2 Kesimpulan

Telah dilaporkan sebuah kasus pasien atas nama Tn. M. Idrus umur 69 tahun
dengan diagnosa akhir ileus obstruktif et causa tumor colon sigmoid. Pasien masuk
dengan keluhan nyeri perut dan tidak bisa buang air besar sejak 6 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Gejala disertai mual dan muntah, distensi abdomen,
bising usus menurun. Pasien menjalani pemeriksaan radiologi foto polos abdomen 3
posisi dan foto thorax. Dari hasil pemeriksaan foto thorax, pulmo dalam keadaan
normal, sedangkan foto polos abdomen didapatkan kesan adanya ileus paralitik.
22

pasien telah mendapat tindakan operatif berupa laparatomi eksplorasi + resection


colon sigmoid + colostomy.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jilid I. Kegawatdaruratan Medik Ilmu Penyakit

Dalam. Ileus Paralitik.2009

2. Djumhana A. Ileus Paralitik. Sub bagian gastroentero-hepatologi. Bagian Ilmu

Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung. 2011.

3. Soetikno Ristaniah. Radiologi emergensi. PT. Refika Aditama. Bandung. 2013

4. Priyanto A, Lestari S. Endoskopi Gastrointestinal. Salemba Medika. Jakarta. 2009.

5. Cagir Burt. Postoperative Ileus. Medscape. 2015. Tersedia dari :

http://emedicine.medscape.com/article/2242141-overview#a7

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Vol.1

Ed.6. Jakarta : EGC, 2005


23

7. Murti Sekar Lukitoningrat Indra. Evaluasi foto BOF posisi AP dan posisi LLD

dalam mendeteksi ileus serta udara bebas intra abdominal di instalasi rawat darurat

RSU dr. Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya. 2014

8. Indriyani MN. Diagnosa dan Tatalaksana Ileus Obstruktif. Bagian/SMF Ilmu

Bedah Fakultas kedokteran Universitas Udayana. 2013

9. Thompson, J. S. (1996). Intestinal Obstruction, Ileus, and Pesudoobstruction. In R.


H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery

(Vol. 2) Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher.

10.Sjamsuhidajat. R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2005.

Anda mungkin juga menyukai